Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Mikrokapsul merupakan

suatu

sediaan

yang

sebelumnya

mengalami

proses

Mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi adalah suatu metode penyalutan langsung zat aktif yang
disebut inti dengan suatu bahan penyalut membentuk hasil akhir yang disebut mikrokapsul. Inti
dapat berupa partikel zat padat yang sangat halus atau tetesan cairan yang mengandung zat aktif
atau dapat juga berupa gas.
Khususnya dalam bidang famasi, mikroenkapsulasi mempunyai fungsi dan tujuan sebagai
berikut : Melindungi inti dari pengaruh lingkungan sekitarnya, misalnya : kelembaban, oksidasi,
radiasi sinar ultra violet, dan lain-lain, Menutupi rasa dan bau yang tidak enak. Mengubah
volume, bentuk, kelarutan, dan sifat permukaan. Menyatukan zat-zat yang tidak tersatukan
secara fisika kimia dalam suatu sediaan. Memperbaiki aliran serbuk. Mengatur pelepasan obat.
Mengurangi penguapan minyak atsiri. Mengubah cairan menjadi bentuk padat (pseudo-solid).
Dilihat dari tujuan dan fungsinya di atas, maka mikroenkapsulasi dapat dijadikan suatu
alternatif pemilihan metode untuk membuat sediaan dengan tujuan kontrol pelepasan obat dan
sekaligus memperbaiki mutu bahan aktif.
Dalam makalah ini memilih menggunakan Furosemida yang akan dijadikan sebagai
Mikrokapsul. Furosemida adalah suatu senyawa organik golongan sulfonamida yang digunakan
sebagai obat diuretik. Selain itu stabilitas furosemida sangat dipengaruhi oleh cahaya, serbuk
furosemida mempunyai sifat sukar ditimbang. Oleh karena itu dalam penelitian ini dicoba untuk
membuat sediaan furosemida dalam bentuk mikrokapsul.
Prinsip metode ini adalah jika larutan koloid dalam air bermuatan positif dan negatif dicampur,
maka akan terjadi interaksi elektrikal berupa proses netralisasi membentuk koaservasi dan akan
menutupi sekeliling inti sebagai dinding kapsul.

I.2

Manfaat
Untuk mengetahui cara pembuatan mikrokapsul furosemida dengan metode koarservasi

pemisahan fasa dari pelarut air.


I.3

Tujuan

Dapat memformulasikan mikrokapsul furosemida dengan metode koarservasi pemisahan


fasa dari pelarut air.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Mikrokapsul
Mikrokapsul adalah bentuk sediaan yang mengalami mikroenkapsulasi, dengan proses

pada masing-masing partikel atau tetesan cairan zat aktif, disebut bahan inti yang merupakan
bahan obat dikelilingi atau dilapisi dengan suatu lapisan tipis dari bahan polimer (bahan
penyalut) yang menghasilkan kapsul berukuran micrometer sampai milimeter.

Polimer yang

digunakan tergantung pada tujuan pembuatan mikrokapsul itu sendiri misalnya campuran siklodekstrin dan gum akasia untuk pembuatan mikrokapsul dari Lactobacillus acidophilus yang
berfungsi untuk melindungi bakteri tersebut dari enzim pencernaan dan pH lambung dari
kerusakan (Zhao, 2008), etil selulosa pada mikrokapsul natrium diklofenak sebagai bahan inti
yang berfungsi melindungi bahan inti dari penguraiannya menjadi asam di lambung yang dapat
mengiritasi lambung (Murtaza, 2010), campuran pectin dan dekstrin, campuran alginate dan

pectin dimaksudkan untuk melindungi stabilitas asam asetil salisilat pada penyimpanan (Jaya,
2008).
II.2

Komponen Pembuat Mikrokapsul


Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam merancang formulasi mikrokapsul, yaitu:

a. Bahan Inti
Bahan Inti merupakan bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa padatan atau cairan
(Ghosh, 2006; Lachman, Hebert, dan Kanig, 1994). Kemampuan memvariasikan komposisi
bahan inti memungkinkan fleksibilitas yang jelas dan penggunaan karakteristik tersebut sering
memberikan rancangan yang baik seta pengembangan sifat mikrokapsul yang diinginkan
pembuatannya (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).
Inti zat padat berupa campuran dari bagianbagian yang aktif, stabilisator, pengencerr,
pengisi, dan penghambat atau pemacu pelepasan pembuatannya (Lachman, Herbert, dan Kanig,
1994).
Inti zat cair dapat terdiri dari senyawa polar atau nonpolar sebagai bahan aktif atau
sebagai media bagi bahan aktif dalam bentuk larutan, suspense, emulsi pembuatannya (Lachman,
Herbert, dan Kanig, 1994).
Kompatibilitas dari bahan inti dengan bahan penyalut menjadi criteria yang penting untuk
meningkatkan efisiensi mikroenkapsulasi. Bahan inti sebaiknya tidak larut dan tidak bereaksi
dengan bahan penyalut dan pelarut yang digunakan. Ukuran bahan inti juga memegang peranan
penting untuk difusi, permeabilitas, dan pengendalian pelepasan bahan inti (Ghosh, 2006;
Swarbrick dan Boylan, 1994). Mikrokapsul dapat mengandung bahan inti sampai 99 % dihitung
terhadap berat mikrokapsul pembuatannya (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).
b. Bahan Penyalut
Bahan Penyalit adalah bahan yang digunakan untuk melapisi bahan inti. Bahan penyalut
harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur
secara kimia dan tidak dapat bereaksi dengan bahan inti, serta memberikan sifat penyalutan yang
diinginkan, seperti kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat sifat optic, dan stabilitas
pembuatannya (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994). Umumnya bahan yang digunakan berasal
dari karbohidrat, protein, polimer alam maupun sintesis (Ghosh, 2006).
Jumlah polimer penyalut dapat bervariasi dari 1 hingga 70 % dari berat mikrokapsul,
biasanya antara 3 hingga 30 % dengan ketebalan 0,1 hingga 60 nm (Swarbrick dan Boylan,
1994).
3

c. Metode Mikroenkapsulasi
Pemilihan metode yang akan digunakan tergantung pada sifat bahan inti, penyalut dan
tujuan mikroenkapsulasi.
II.3

Metode Pembuatan Mikrokapsul


Ada banyak metode mikroenkapsulasi yang dapat digunakan untuk membuat

mikrokapsul. Metode pembuatan mikrokapsul yang paling sering diterapkan dalam bidang
farmasi antara lain suspense udara, pemisahan fase koaservasi, semprot kering dan pembekuan,
penyalutan dalam panic, proses multi lubang sentrifugal, serta metode penguapan pelarut
(Mathiowitz, Kreithz, dan Peppas, 1999).
a. Suspensi Udara (Lachman, Herbert dan Kanig, 1994)
Prinsip metode ini adalah partikel inti didispersikan ke dalam arus udara panas dan pada
tempattempat tertentu mengalami penyalutan oleh larutan penyalut yang disemprotkan
secara periodik. Inti yang digunakan harus tahan panas.
b. Pemisahan Fase Koaservasi (Lachman, Herbert dan Kanig, 1994)
Secara garis besar proses ini terdiri dari tiga tahapan. Pertama, pembentukan tiga fase kimia
yang tidak tercampurkan, meliputi fase cairan pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan
penyalut. Kedua, fase penempatan (deposisi) penyalut. Hal ini dikerjakan dengan
pencampuran fisik yang terkontrol dari bahan penyalut dan bahan inti pada cairan pembawa.
Ketiga, pengerasan penyalut yang biasa dilakukan dengan teknik panas atau ikatan silang
untuk membentuk mikrokapsul.
c. Semprot kering dan Semprot beku (Lachman, Herbert dan Kanig, 1994)
Proses pengeringan semprot dan pembekuan semprot samasama meliputi pendispersian
bahan inti dalam bahan penyalut yang dicairkan dan menyemprotkan campuran inti penyalut
ke dalam suatu kondisi lingkungan sehingga terjadi pemadatan yang relatifcepat dan terbentuk
mikrokapsul. Perbedaan kedua metode ini adalah cara dilaksanakannya pemadatan penyalut.
Pada metode semprot kering, pemadatan penyalut dipengaruhi oleh penguapan pelarut,
sedangkan pada metode semprot beku, pemadatan penyalut dilakukan dengan membekukan
secara ternal suatu bahan penyalut yang melebur.

Gambar 2.1

Metode Semprot Kering dan Semprot Basah

d. Penyalutan dalam Panci ( Deasy, 1984)


Metode penyalutan dalam panci prinsipnya penyalut dilarutkan dalam pelarut organic yang
mudah menguap. Larutan tersebut disebarkan pada permukaan partikel ini yang beerada pada
panic penyalut yang berputar, kemudian dikeringkan dengan udara panas.
e. Proses Multi Lubang Sentrifugal (Lachman, Herbert, dan Kaning, 1994)
Southwest Research Institute (SWRI) telah mengembangkan proses mekanik untuk
memproduksi mikrokaspul yang menggunakan gaya sentrifugal unk melingkari suatu bahan
inti melalui suatu lapisan membran mikroenkapsulasi.
f. Metode Penguapan Pelarut
Metode penguapan pelarut merupakan metode mikroenkapsulasi yang luas penggunaannya
dengan bahan inti berupa zat padat atau cairan (Deasy, 1984) dalam metode ini bahan inti
berupa zat padat atau cairan (Deasy, 1984). Dalam metode ini bahan inti dilarutkan atau
didispersikan dalam pelarut organik. Fase organik kemudian diemulsifikasikan dalam fase
pendispersi

yang mengandung surfaktan kemudian diaduk sehingga menghasilkan fase

emulsi. Fase pembawa harus tidak dapat bercampur dengan pelarut organik yang digunakan,
biasanya berupa air yang mengandung koloid hidrofil atau surfaktan anionik. Pengadukan
dilakukan dengan kecepatan tinggi dalam waktu yang lama untuk menguapkan pekarut
organik (Tewes, Boury, dan Benoit, 2006).
5

Pemanasan dapat dilakukan untuk mempercepat penguapan pelarut. Ukuran tetesan tetesan
kecil yang terbentuk selama pengadukan akan mempengaruhi ukuran mikrokapsul yang
terbentuk (Deasy, 1984)
Penguapan pelarut organik akan menyebabkan terbentuknya lapisan film sekeliling inti,
sehingga tetesan inti menjadi mikrokapsul. Mikrokapsul yang terbentuk dipisahkan dengan
penyaringan dan dicuci dengan larutan tertentu untuk kemudian dikeringkan (Swarbrick dan
Boylan, 1994).
II.4

Keuntungan dan Kerugian Mikrokapsul


Keuntungan
a. Dengan adanya lapisan dindig polimer, zat inti akan terlindungi dari pengaruh
lingkungan luar
b. Mikroenkapsul dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga
stabilitas zat inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.
c. Dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan zat inti.

Kerugian
a. Adakalanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau tidak merata
sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat inti dari mikrokapsul.
b. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi.
c. Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yag sesuai dengan bahan inti
agar diperoleh hasil mikrokapsul yang baik.

II.5

Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah teknologi penyalutan partikelpartikel inti berupa padat, cair

maupun dispersi menggunakan bahan penyalut yang dapat mengontrol pelepasannya dari
pengaruh kondisi tertentu. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari
metode yang digunakan. Berikut ini ukuran mikrokapsul berdasarkan metode pembuatannya
(Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).
Proses mikroenkapsulasi
Suspensi udara
Pemisahan fase koaservasi
Lubang ganda sentrifugal
Penyalutan dalam panic
Penguapan pelarut
Semprot kering dan semprot beku

Ukuran partikel ( m )
35 5000
2 5000
1 5000
600 5000
5 5000
600
6

Mikroenkapsulasi dapat digunakan untuk mengubah cairan menjadi zat padat, mengubah
sifat koloidal dan sifatsifat permukaan, memberikan perlindungan terhadap lingkungan, serta
mengontrol pelepasan obat. Keunikan dari mikroenkapsulasi adalah kecilnya partikel yang
tersalut dan adaptasi terhadap berbagai bentuk takaran penggunaan produk, yang tadinya belum
dapat dikerjakan. Partikel mikrokapsul yang kecil, mengakibatkan bagianbagian obat dapat
didistribusikan secara merata melalui saluran cerna, sehingga menaikkan potensi penyerapan
obat. pembuatannya (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).
Proses mikroenkapsulasi juga memiliki beberapa kerugian, antara lain sebagai berikut
pembuatannya (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994) :
a. Kadangkadang penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau tidak merata
sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat inti dari mikrokapsul.
b. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi.
c. Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang sesuai dengan bahan inti agar
diperoleh hasil mikrokapsul yang baik.

II.6

Prinsip
Secara garis besar metode pemisahan fase koaservasi terdiri dari tiga tahap, yaitu :

pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, penempatan penyalut polimer cair pada bahan
inti, dan pengerasan penyalut.
Pada proses pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, fase cairan pembawa, fase
bahan inti, dan fase bahan penyalut. Untuk membentuk ketiga fase, bahan inti didispersi dalam
suatu larutan polimer penyalut, pelarut untuk polimer merupakan fase cairan pembawa. Fase
bahan penyalut, suatu polimer tidak tercampurkan pada keadaan cair, dibentuk dengan mengubah
temperatur cairan polimer atau dengan penambahan garam .
Proses penempatan penyalut polimer cair pada bahan inti, dengan cara pencampuran fisik
yang terkontrol dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan inti pada cairan pembawa,
penempatan terjadi jika polimer teradsorpsi pada antar muka yang terbentuk antara bahan inti
dan cairan pembawa, dan fenomena adsorpsi merupakan prasyarat untuk penyalutan efektif.
Penempatan yang terus menerus dari bahan penyalut didahului olah pengurangan dalam seluruh
energi bebas antarmuka dari sistem, terjadi dengan pengurangan luas permukaan bahan penyalut
selama bersatu dengan butiran-butiran polimer cair.
Proses pengerasan penyalut, biasanya dengan teknik panas, ikatan silang atau teknik
desolvasi, untuk membentuk suatu mikrokapsul penahan sendiri . Pemisahan fase koasevasi dapat
7

terjadi dalam pelarut air dan pelarut organik. Pelarut air digunakan untuk menyalut inti padat dan
inti cair yang tidak larut dalam air. Ada dua tipe utama ini yaitu koaservasi sederhana dan
koaservasi komplek .
Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu macam koloid saja misalnya gelatin
dalam air. Koaservasi ini terjadi dengan cara perpindahan lapisan air dari sekeliling dispersi
koloid akibat penambahan zat yang mempunyai affinitas yang tinggi terhadap air seperti
berbagai alkohol dan garam. Molekul-molekul polimer yang terhidrasi cenderung untuk
berkumpul dengan molekul polimer lain disekelilingnya dan membentuk koaservat. Koaservasi
komplek menggunakan lebih dari satu macam koloid, biasanya digunakan gelatin dan akasia
dalam air, dan koaservasi terjadi akibat netralisasi muatan koloid yang berbeda. Netralisasi
muatan disertai dengan keluarnya air dari polimer sehingga terbentuk koaservat .

II.6

Furosemid
Furosemida merupakan diuretika dengan efek saluratik yang kuat sekali. Efektif untuk

segala jenis penderita udem dan aktifitasnya tetap tampak, meskipun pada penderita insufisiensi
ginjal. Furosemida juga digunakan untuk terapi udem otak dan paru, dapat juga sebagai
antihipertensi.
Mekanisme kerja furosemida sebaoai diuretik adalah menghambat reabsorbsi elektrolit
pada seluruh segmen tubulus ginjal, khususnya pada segmen simpul Hanle ( diuretik simpul ).
Hal ini mengakibatkan ekskresi ion Na, K. Cl bertambah dan ekskresi air meningkat. Furosemida
tidak mempunyai efek terhadap kerja enzim karbonik anhidrase seperti diuretik golongan
sulfonamida lainnya.
Furosemida akan memberikan efek dalam wakfu 70 menit sampai 1 jam setelah
pemberian oral dan akan berakhir setelah 4-6 jam, sedangkan setelah pemberian intravena akan
memberikan efek dalam waktu 5 menit dan berakhir setelah 2 Jam.
Furosemida dapat diabsorbsi dari saluran pencernaan, sekitar 50% 70%. Diekskresi di
urin dalam bentuk tidak berubah, tetapi ada juga dalam bentuk gklukuronat dan amin bebas.
Metabolit utama furosemida ialah 4-kloro-5-sulfamoilantranilat . Furosemida dapat menembus
plasenta dan dapat juga diekskresikan melalui air susu.
Penggunaan furosemida dalam jumlah besar dapat menimbulkan ketidakseimbangan
larutan elektrolit, alergi, mual, agranulositosis, hipotensi, dan lain-lain.
II. 6. 1 Sifat Fisika
8

Pemerian

: Serbuk putih atau hablur putih atau hampir putih, tidak berbau, hampir

Kelarutan

tidak berasa.
: Praktis tidak larut dalam air, kloroform ; larut dalam 75 bagian etanol

Spektrum uv

95%. dan dalam 850 bagian eter; larut dalam alkali hidroksida.
: Spektrum serapan ultra violet larutan 0,0005 % b/v dalam NaOH pada
daerah panjang gelombang antara 220 nm - 273 nm, menunjukkan
maksimum pada 228 nm dan 271 nm; serapan pada 228 nm 1,06 dan
pada 271 nm 0,60.

II. 6. 2 Sifat kimia


Identifikasi

: 25

mg

furosemida

dilarutkan

dalam

2,5

ml etanol 95%, ditambahkan 5 ml air; larutan memerahkan kertas


lakmus biru. 25 mg furosemida dilarutkan dalam 2,5 ml etanol 95 %,
ditambahkan 2 ml larutan dimetilaminobenzaldehid, terjadi warna
Penetapan Kadar

hijau kemudian menjadi merah tua.


: 500 mg furosemida ditimbang saksama, dilarutkan dalam 40 ml
dimetilformamida dan titrasi dendan natrium hidroksida 0,1 N
menggunakan indikator larutan biru biru timol.

II. 7

Gelatin
Gelatin adalah protein hasil ekskresi bahan kolagen dengan cara mendidihkan kulit,

tulang, tendon, dan ligamen babi atau sapi jantan dengan air.
Protein yang dikandung dalam gelatin terdiri dari 18 macam asam amino dengan rantai
utama terdiri dari gugus karboksil dan gugus amino. Berdasarkan cars ekstraksinya, dibedakan 2
tipe gelatin yaitu gelatin tipe A dan tipe B. Ekstraksi dalam suasana asam akan menghasilkan
gelatin tipe A dengan titik isoelektrik 7-9, dimana banyak terdapat gugus karboksil dalam bentuk
amidanya. Jika pH larutan di bawah titik isoelektrik akan terjadi ionisasi gugus karboksilat,
sehingga larutan bermuatan negatif. Ekstraksi dalam suasana basa menghasilkan gelatin tipe B
dengan titik isoelektrik lebih rendah yaitu sekitar 4,5 sampai 5,0.
II.7.1 Sifat Fisika
Pemerian
: Lembaran, kepingan, serbuk atau butiran, tidak berwarna atau kekuningan
Kelarutan

pucat: bau dan rasa lemah.


: Jika direndam dalam air mengembang dan menjadi lunak, berangsur-angsur
menyerap 5 sampai 10 kali bobotnya; larut dalam air panas dan jika
didinginkan terbentuk gudir, praktis tidak larut dalam etanol 95% dalam
9

kloroform dan dalam eter; larut dalam campuran gliserol dan air, jika
dipanaskan telah mudah larut dalam asam asetat.
II.7.2. Sifat Kimia
Identifikasi
:

Larutan encer dalam air membentuk endapan dengan larutan trinitrofenol, dengan larutan
tanin, dengan larutan kromtrioksida. Tidak membentuk endapan dengan asam lain, dengan

larutan encer tawas, dengan larutan timbal asetat dan dengan larutan FeCl3.
Jika dipanaskan dengan kaisium oksida, terjadi as amoniak.
Pada larutan zat tambahkan larutan raksa (II) nitrat terbentuk endapan putih merah bata.
Pemakaian gelatin sangat luas dan mencakup terbagai bidang industri seperti permen,

makanan, kertas, perekat, perbenihan kultur dan dalam bidang farmasi dipakai sebagai dasar
kapsul keras, kapsul lunak, pengikat tablet, dasar suppositoria, mikroenkapsulasi, dan lain-lain.
II. 8 Gom Akasia
Nama lain
: Acac, Acaciae, Gummi, Gomme

Arabigue, Gomme de Senegal, Gum acacia,

Gum Arabic. Gummi Atricanum, Gummi Mimosae, Gummi acaciae, Gom Arab.
Gom akasia adalah eksudat GOM kering yang diperoleh dari batang dan dahan acaciae
senegal Wild dan beberapa species Acaciae lainnya. Gom akasia terdiri dari 30,3%

L -

Arabinosa; 11,4 % L-Rhamnosa; 36,8 D-Galaktosa; 13,8 % Asam D-Glukuronat. Dilihat dari
komposisinya, GOM akasia tidak mengandung gugus base, sehingga Jika dilarutkan dalam air
akan selalu bermuatan negatip pada seluruh rentang pH.
II.8.1 Sifat Fisika
Pemerian
: Hampir

tidak

berbau,

rasa

tawar,

seperti

lendir.
Makroskopik : Butir, bentuk bulat atau bulat telur, penampang 0,5 cm sampai 6 cm atau berupa
pecahan bersegi-segi. Warna putih sampai putih kekuningan. Tembus cahaya;
buram, karena banyak retakan kecil; amat rapuh, permukaan pecahan
Kelarutan

menyerupai kaca dan kanang-kadang berwarna seperti pelangi.


: Mudah larut dalam air, menbhasilkan larutan
yang kental

dan

tembus

cahaya. Praktis tidak larut dalam etanol 95 %.


11.8.2 Sifat Kimia
Identifikasi

Larutan 2 % blv ditambahkan 1 ml larutan timbal (II) subasetat, terbentuk flokulasi putih.
Larutan 10 ml 2 % b/v ditambahkan 0.2 ml Pb (II) asetat 10 is b/v, tidak terbentuk endapan.
10

100 mg serbuk ditambahkan 1 ml 0.01 Niodium, tidak terjadi warna merah cerah atau hijau
zaitun.

Keasaman-kebasaan

: Larutan jenuh dalam air bereaksi asam terhadap lakmus jika


diencerkan dengan air dan dibiarkan, tidak terjadi pemisahan endapan.

BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Formulasi

Bahan
F1
Furosemid

1,5 g

F2

FX

Fungsi

1,5 g

Zat aktif
11

Ketoprofen

0,15

Na Alginat

0,15

Chitosan

0,15

Polimer

TPP (15%
b/v)
Asam Asetat
4% v/v
Aquadest

2,25

Penyambung silang

2,6 ml

Pelarut chitosan dan


pelarut TPP
Pelarut Na Alginat

Mg Stearat
0,25%
Gelatin
Gom Akasia
Air
Asam Asetat
Formalin

Karakteristik
Sediaan

Zat Aktif
0,15

Polimer

30,0 ml

30,0 ml

0,05

0,05

Lubrikan

1,5 g

1,5 g

Zat Penyalut

1,5 g

1,0 g

Pelarut

100 ml

100 ml

Pelarut

q.s

q.s

5 ml

10 ml

Pelapisan
forusemid untuk
melindungi dari
cahaya,
dan
mengkontrol
pelepasan
furosemid sebagai
diuretic.

Pelepasan dapat
terkontrol, obat
aman
jika
terkena
asam
lambung
dan
cairan saluuran
cerna karna ada
kombinasi antar
polimer

Pengeras

Melindungi
zat
inti terpengaruh
oleh cahaya, lebih
mudah ditimbang
dan
dapat
mengkontrol
pelepasan
obat
sebagai diuretic
untuk mencegah
pembengkakan
pada jantung dan
memiliki sifat alir
yang baik.

12

Pada formulasi mikrokapsul yang telah ditentukan mendapatkan sebagai berikut:


Formula 1
Menggunakan Furosemid sebagai bahan inti yang dibuat mikrokapsul untuk melindungi dari
pengaruh kelembaban, oksidasi, radiasi, dan lain lain. Pelepasan furosemid dikontrol untuk
pelepasannya

sebagai

diuretic

yang

pembuangannya

melalui

urin

dan

mencegah

pembengkakannya di jantung. Pada formula ini menggunakan Gelatin sebagai polimer untuk
mengkontrol pelepasan sediaan.
Formula 2
Digunakan ketoprofen yang dikontrol pelepasannya dimana dosis yang digunakan dirancang
untuk pelepasannya selama 24 jam. Hal ini akan lebih praktis dan dapat meningkatkan kepatuhan
pasien terhadap pengobatannya. Jika dibandingkan penggunaan dimana yang seharusnya
diminum 34 kali sehari. Dengan menggunakan polimer chitosan, na alginate, penggunaan
polimer kombinasi umumnya untuk menutupi kekurangan sifat dari masing-masing polimer.
Karena chitosan akan memberikan obat lepas tidak terkontrol. Maka chitosan perlu dikombinasi
dengan polimer sifat tahan terhadap pH asam dengan penambahan polimer Na alginate yang
dapat melindungi chitosan dari pH asam lambung dan cairan perncernaan. Dan pada
pembentukan tablet ini digunakan Mg stearat untuk meningkatkan sifat alir dari mikropartikel.

Formula 3
Menggunakan Furosemid sebagai bahan inti untuk melindungi dari pengaruh cahaya,
kelembapan dan agar dapat ditimbang dengan baik karena Furrosemid memiliki sifat sukar
ditimbang, dan juga untuk mengkontrol pelepasan furosemid dalam tubuh sebagai diuretic yang
dikeluarkan melalui urine dan untuk mencegah pembengkakan pada jantung sehingga dapat
dihindarkan penggunaan kombinasi bahan obat yang terlalu banyak. Sebagai penyalut bahan inti
digunakan gelatin,

Menggunakan Na Alginat sebagai polimer untuk memperlambat

pelepasannya, dan untuk memperbaiki sifat alir agar semakin bagus digunakan Mg Stearat.

13

BAB IV
PENUTUP
IV. 1 Kesimpulan
Mikrokapsul merupakan suatu sediaan yang sebelumnya mengalami proses
mikroenkapsulasi,

mikroenkapsulasi

merupakan

suatu

proses

penyalutan

atau

penggabungan bahan inti dengan suatu bahan pelarut yang dapat melindungi bahan inti
tersebut atau sesuai dengan tujuannya. Dalam pembuatannya mikrokapsul mempunyai
nernagau macam bahan penyusun seperti bahan inti, bahan penyalut. Selain itu juga
memiliki berbagai macam metode salah satunya yaitu mikrokapsul dengan metode
koaservasi pemisahan fasa.
Dalam makalah ini menggunakan furosemid sebagai bahan inti karena Furosemid
merupakan bahan yang sangat peka terhadap cahaya dan kelembapan, selain itu juga
Furosemid merupakan bahan yang sangat sukar ditimbang maka diperlukan proses
mikroenkapsulasi. Selain itu Furosemid merupakan juga merupakan antihipertensi yang
digunakan sebagai diuretic yang pembuangannya melalui urine untuk mencegah
pembengkakannya pada jantung.
14

Pada Formulasi dalam makalah ini menggunakan metode koaservasi pemisahan


fasa dengan bahan inti Furosemid dengan menggunakan gelatin sebagai bahan penyalut
atau pelapis furosemid untuk melindungi dari pengaruh cahaya dan kelembapan, selain
itu juga menggunakan Na alginate sebagai polimer pengontrol pelepasannya sebagai
diuretic untuk mencegah pembengkakan pada jantung, selain itu untuk meningkatkan
sifat alirnya digunakan Mg stearat.
IV.2 Saran
Diharapkan untuk lebih memahami cara pembuatan dengan metode koarservasi
pemisahan fasa

15

Anda mungkin juga menyukai