Anda di halaman 1dari 3

BAB III

ANALISA KASUS

Seorang anak datang Ke IGD diantar orang tuanya dengan keluhan demam naik turun
sejak satu bulan yang lalu dan tidak kentut sejak dua hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak dua minggu yang lalu. Selain itu pasien
juga mengeluh perut terasa keras dan kembung sejak dua hari yang lalu. Selain itu pasien
juga mengeluh adanya keringat malam terjadi sejak adanya keluhan batuk. Lalu pasien juga
mengeluhkan adanya penurunan berat badan selama satu bulan terakhir. Keluhan seperti
pilek, dan diare disangkal. Dan juga pasien belum Buang air besar (BAB) sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Buang air kecil (BAK) lancar, berwarna kuning jernih dan tidak
nyeri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen , tampak sakit sedang, dan
tampak lemas. Selain itu didapatkan tanda vital yaitu tekanan darah 89/58, frekuensi nadi:
136x/menit, pernapasan 48x/menit, suhu tubuh 370 C. Lalu didapatkan pada antropometri
pada pasien ini yaitu gizi buruk.
Pada pemeriksaan thorax didapatkan adanya retraksi sela iga (+), ronchi (+/+). Pada
abdomen didapatkan dari inspeksi ditemukan bentuk cembung, adanya distensi abdomen,
bising usus menurun, dan pada perkusi hipertimpani. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan pada rontgen thorax didapatkan adanya kesan TB Paru dan pada foto polos
abdomen 3 posisi yaitu didapatkan kesan ileus paralitik.
Gejala tersebut menunjukkan bahwa pasien ini menuju ke arah diagnosa peritonitis
TB yang dimana gejala nya yang khas pada tuberkulosa seperti demam subfebris selama 1
bulan, adanya batuk berdahak sejak dua minggu.
Adapun untuk mendiagnosa tuberkulosa pada anak yaitu melalui sistem skoring:

Jika skoring yaitu >6 dapat didiganosa tuberkulosis TB.


Paru merupakan port d`entree lebih dari 98 kasus infeksi TB, karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu mengahncurkan kuman TB dan kuman bereplikasi dalam makrofag . Kuman
TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat
tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus rimer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis)yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Peritonitis TB dapat ditegakkan dari adanya inspeksi cembung, adanya distensi


abdomen, bising usus menurun dan pada perkusi hipertimpani. Pada pemeriksaan foto polos
abdomen didapatkan kesan ileus paralitik. Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui
beberapa cara (9)
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat
penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada
peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi
laten Dorman infection).
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di peritoneum (TB
peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar. M tuberculosis sampai ke organ
tersebut secara hematogen ataupun penjalaran langsung. Peritonitis TB merupakan bentuk TB
anak yang jarang dijumpai, yaitu sekitar 15% dari kasus TB anak. Umumnya terjadi pada
dewasa dengan perbandingan perempuan lebih sering dari laki-laki (2:1). Pada peritonium
terbentuk tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat membentuk satu kesatuan (konfluen).
Pada perkembangan selanjutnya, omentum dapat menggumpal di daerah epigastrium
dan melekat pada organ-organ abdomen, sehingga pada akhirnya

dapat menyebabkan

obstruksi usus. Di lain pihak, kelenjar limfe yang terinfeksi dapat membesar, menyebabkan
penekanan pada vena porta dengan akibat pelebaran vena dinding abdomen dan asites.
Umumnya, selain gejala khusus peritonitis TB, dapat timbul gejala klinis umum TB anak.
Tanda yang dapat terlihat adalah ditemukannya massa intraabdomen dan adanya asites.
Kadang-kadang ditemukan fenomena papan catur, yaitu pada perabaan abdomen didapatkan
adanya massa yang diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapat pada obstruksi usus
dan asites.

Anda mungkin juga menyukai