Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan

Pasien

Ayah

An. A
Tn. H
6 tahun
50 tahun
Perempuan
Laki-laki
Kampung pintu air RT 004 RW 07
Islam
Islam
Jawa
SMA
wiraswasta
Hubungan dengan

Ibu
Ny. M
45 tahun
Perempuan
Islam
SMA
IRT
-

orang tua : Anak


Tanggal Masuk

Kandung
5 Juni 2016

RS
II

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada Ibu pasien, pada , 5 Juni 2016 pukul
15.00 WIB di ruang Melati, RSUD Kota Bekasi.
a

Keluhan Utama :

Demam naik turun sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit.

b Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak, pilek
c

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang anak datang Ke IGD diantar orang tuanya dengan keluhan demam naik turun

sejak enam hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh batuk berdahak
dan pilek sejak 3 hari yang lalu. Keluhan seperti mual,muntah dan diare disangkal.. Buang air
kecil (BAK) lancar, berwarna kuning jernih dan tidak nyeri.

Pasien sudah berobat ke dokter dan di beri paracetamol, setelah minum obat panas
menjadi berkurang namun tidak beberapa lama panas muncul kembali. Selama sakit nafsu
makan pasien berkurang dan tampak lemas. Tidak ada riwayat bepergian keluar kota, alergi
makanan maupun alergi obat.
d Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit
Alergi
Cacinga

Umur
-

Penyakit
Difteria
Diare

Umur
-

Penyakit
Jantung
Ginjal

Umur
-

n
DBD

Kejang

Darah

Thalassemi

Thypoid
Otitis
Parotis

Maag
Varicela
Asma

Radang paru
Tuberkulosis
Morbili

a
-

Pasien mempunyai riwayat thalassemia


e

Riwayat Penyakit Keluarga :


Di dalam keluarga pasien, belum pernah ada riwayat penyakit ini sebelumnya. Riwayat

darah tinggi dan diabetes mellitus disangkal oleh keluarga pasien


f

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


KEHAMILAN
KELAHIRAN

Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi

Tidak ada
Periksa ke bidan 1 kali tiap bulan
Rumah Sakit
Bidan
Spontan
40 minggu
BBL : 2800 gram

Keadaan bayi

PB : 50 cm
Langsung menangis, merah
Apgar score tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan


Kesan : Riwayat kehamilan dan riwayat Kelahiran pasien baik
g

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I
Psikomotor

: Usia 8 bulan (normal: 5-9 bulan)

Tengkurap

: Usia 4 bulan

(normal: 3-4 bulan)

Duduk

: Usia 7 bulan

(normal: 6 bulan)

Berdiri

: Usia 12 bulan

(normal: 9-12 bulan)

Bicara

: Usia 11 bulan

(normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: usia 12 bulan

(normal: 13 bulan)

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik


h Riwayat Makanan
Umur (bulan)
ASI/PASI
Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim
0-2
+/2-4
+/4-6
+/6-7
+/+
+
+
8-10
+/10-12
+/Kesan : Pasien selalu minum ASI sampai umur 1 tahun, tidak pernah minum susu
formula, pasien mulai makan makanan buah atau biskuit sejak berumur 8 bulan.
i

Riwayat Imunisasi :

Vaksin
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B

1 bln
2 bln
Lahir
9 bln
Lahir

Dasar (umur)

Hib

2 bln

4 bln
2 bln

6 bln
4 bln

1 bln

6 bln

4 bln

6 bln

Ulangan (umur)
6 bln

Kesan : Riwayat imunisasi pasien menurut PPI lengkap, ibu pasien tidak ingat jadwal
imunisasi ulangan pasien.
J

Riwayat Keluarga

Ayah
Ibu
Nama
Tn. H
Ny. M
Perkawinan ke
1
1
Umur
50
45
Keadaan kesehatan
Sehat
Sehat
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik
k Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Pasien tinggal di rumah sendiri. Dinding terbuat dari tembok. atap terbuat dari genteng,
ventilasi cukup. Menurut pengakuan ibu pasien, keadaan lingkungan rumah padat, ventilasi
dan pencahayaan baik. sumber air bersih berasal dari air PAM.
III

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, tanggal 7 Juni 2016, pukul 12.00 WIB, di

Ruang Melati
a

Keadaan umum :
Kesadaran compos mentis , tampak sakit sedang, pucat dan tampak lemas.

b PAT
- A : Interactivity (+) look (+), speech (+), tonus (+), consolability (-)
- B : nafas spontan, napas cuping hidung (-), retraksi (-)
- C : pucat (+), mottled (-), sianosis (-)
c Tanda Vital
- Kesadaran
: Compos mentis
- Tekanan darah
: 100/80 mmHg
- Frekuensi nadi
: 90x/menit
- Frekuensi pernapasan
: 30x/menit
- Suhu tubuh
: 37,3 o C
d. Data Antropometri
-

Berat badan

: 15 kg

Tinggi badan

: 100 cm

Status gizi berdasarkan Waterlow:


-

BB/TB % = BB akurat x 100%


BB baku untuk TB aktual
= 15 x 100% = 69 % (gizi kurang)
9.4

d Kepala
Bentuk

: Normocephali

Rambut

: Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Wajah

: Dismorfik

Mata

: Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, RCL+/+, RCTL
+/+

Telinga

: Normotia, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-, bekas mimisan (-)

Mulut

: bibir kering (+) , lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher

: KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar

e Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Gerak napas kedua hemithoraks simetris, retraksi sela iga (-)


: Vocal fremitus simetris
: sonor (+/+)
:vesikuler (+),ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeks
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus cordis tidak terlihat, tidak ada pulsasi abnormal


: Tidak teraba pulsasi abnormal
: batas jantung dan paru paru dalam batas normal
: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-).

f
-

: Bentuk normal

Abdomen
Inspeksi

Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: Bising usus (+)


: Supel, hepatomegali (-), lien tidak teraba
: timpani, ballotement (-), undulasi (-)

Kulit

: ikterik (-), petechie (-)

h Ekstremitas

:
Superior
-/-/>2
-/Normotonus
Normotrofi

Akral Dingin
Akral Sianosis
CRT
Oedem
Tonus Otot
Trofi Otot
IV

Inferior
-/-/>2
-/Normotonus
Normotrofi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (6 Juni 2016, 11.13 WIB)


Pemeriksaan
Leukosit
Hb
Ht
Trombosit
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chloride

Hasil
4.7
7.6
22.4
32
131
3.9
96

Nilai normal
5-10
11-14,5
40-54
150-400
135-145
3.5-5.0
94-111

Satuan
ribu/Ul
g/dL
%
ribu/uL
mmol/L
mmol/L
mmol/L

Laboratorium (6 Juni 2016, 13.57 WIB)


Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Laju Endap Darah
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segment
Limfosit

Hasil
5.8
3.59
8.8
26
118
20

Nilai normal
5-10
4-5
11-14,5
37-47
150-400
0-10

Satuan
ribu/Ul
Juta/Ul
g/dL
%
ribu/uL
mm

72.5
24.6
34.0

75-87
24-30
31-37

fL
pg
%

0
2
2
37
54

<1
1-3
2-6
52-70
20-40

%
%
%
%
%

Monosit

2-8

GAMBARAN DARAH TEPI


Eritrosit: Mikrositik hipokrom, sel pencil (+), fragmentosit (+)
Ret HE: 20.5 pg (26-37 pg)
Leukosit : kesan jumlah kurang, limfosit atipik
Blast
: 0%
Prolimfosit : 0%
Mielosit
: 0%
Metamielosit : 0%
Basofil
: 0%
Eosinofil
: 0%
Batang
: 2%
Segmen
: 52%
Limfosit
: 44%
Monosit
: 2%
Eritrosit berinti/ 100 leukosit
:2
Trombosit
: Kesan jumlah kurang, morfologi sulit dinilai
Kesan
: Anemia mikrositik hipokrom dengan leukopenia, limfositosis
atipik dan trombositopenia akibat infeksi virus dengan proses hemolitik ?
V. DIAGNOSIS KERJA
-Bisitopenia
-suspek Thalassemia
VI

PENATALAKSANAAN
a Medikamentosa

IVFD RL 20 tpm

Inj Sanmol 3x200 mg i.v

Sanmol 3x2 cth

Ambroxol 3x1 cth

Cefotaxime 2x 500 mg

Ondancentron 3x2 mg

Transfusi PRC 100 cc

b Nonmedikamentosa

VI.

Pro PICU
Tirah baring
Asupan cairan yang cukup
Pengawasan tanda vital dan tanda-tanda syok
Pemeriksaan lab H2TL /8jam

PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

VII.

FOLLOW UP

: Ad bonam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam

6 Juni 2016
S
O

Demam 6 hari, batuk berdahak, pilek


KU: lemah
Kesadaran: compos mentis
PAT: TICLS +/+/+/+/+
Nafas cuping hidung (-/-), retraksi (-/-)
Mottling (-), pallor (-), sianosis (-)
HR 148x/m, RR 30x/m, S 36,70 C
Kepala: Normocephali
Mata: CA (+/+), SI (-/-),
Toraks: Suara Nafas Vesikular, vocal fremitus simetris di kedua lapang paru, rh
(-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen:cembung, tegang, Distensi abdomen, BU (-).
Ekstremitas atas:AD (-/),OE(-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/), OE (-/-)


Bisitopenia
Suspek Thalassemia

IVFD RL 20 tpm

Inj Sanmol 3x200 mg i.v

Sanmol 3x2 cth

Ambroxol 3x1 cth

Cefotaxime 2x 500 mg

Ondancentron 3x2 mg

Transfusi PRC 100 cc

BAB III
ANALISA KASUS
Seorang anak datang Ke IGD diantar orang tuanya dengan keluhan demam naik turun
sejak enam hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh batuk berdahak
dan pilek sejak 3 hari yang lalu. Keluhan seperti mual,muntah dan diare disangkal.. Buang air
kecil (BAK) lancar, berwarna kuning jernih dan tidak nyeri.
Pasien sudah berobat ke dokter dan di beri paracetamol, setelah minum obat panas
menjadi berkurang namun tidak beberapa lama panas muncul kembali. Selama sakit nafsu
makan pasien berkurang dan tampak lemas. Tidak ada riwayat bepergian keluar kota, alergi
makanan maupun alergi obat.
Didapatkan dari pemeriksaan fisik yaitu dari keadaan umum yaitu Kesadaran compos
mentis , tampak sakit sedang, pucat dan tampak lemas.tanda vital didpatkan tekanan darah
tekanan darah 100/80 mmHg, Frekuensi nadi : 90x/menit, Frekuensi pernapasan 30x/menit,
Suhu tubuh 37,3 o C. Pada status generalis didapatkan conjungtiva anemis (+/+), wajah
dismorfik (fascies cooley). Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan adanya
leukopenia, trombositopenia dan anemia. Dan pada pemeriksaan gambaran darah tepi
didapatkan kesan anemia mikrositik hipokrom dengan leukopenia.
Adapun gejala tersebut mengarahkan pasien ke arah suspek thalasemia. Gambaran
klinis pada pasien ini yang mengarah ke thalasemia yaitu:

Facies cooley

Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan tulang
tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang tersebut dan
umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun.

Pucat merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan dengan
anemia berat. Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder.
Primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati

Gagal tumbuh dan mudah terkena infeksi


Pada

pemeriksaan

penunjang

didapatkan

adanya

anemia,

leukopenia

dan

trombositopenia. Lalu pada pemeriksaan gambaran darah tepi didapatkan anemia mikrositik
hipokrom. Secara teori thalasemia sering terjadi gangguan perdarahan akibat rombositopenia
maupun kegagalan hati akibat penimbunan besi, infeksi dan hemapoiesis ekstramedular. Pada
thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan dan tidak mampu
membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini
mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan
retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu
inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan
destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah
matur yang diproduksi menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi
kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin
yang menurun dan memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom
yaitu hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

Thalasemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari orang tua
kepada anaknya dimana terjadi kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai gloin yang menyebabkan ketidakseimbangan
produksi rantai globin.
A. SEJARAH
Sejarah thalasemia dimulai di eropa, dimana seorang peneliti bernama Riettedan
Wintrobe mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik hipokrom yang tak
terjelaskan pada anak-anak keturunan itali dan dilaporkan adanya anemia ringan pada kedua
orangtua dari anak-anak yang mengidap anemia tersebut. Pada saat yang bersamaan, seorang
dokter spesialis anak, Thomas Cooley juga mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada
anak-anak yang berasal dari italia dimana beliau menemukan adanya nukleasi sel darah
merah yang masif pada sapuan apus darah tepi yang semula diduga anemia eritroblastik.
Namun tak lama, Cooley menyadari bahwa eritoblastik tidak spesifik pada temuan ini dan
temuan ini sangat mirip dengan kelainan darah yang ditemukan oleh Riettedan. Sehingga
kelainan darah ini dinyatakan sebagai bentuk homozigot dari anemia hipokrom mikrositik
yang kemudian diberi labelisasi sebagai thalassemia mayor sedangkan bentuk ringannya

dinamakan thalassemia minor. Kata thalassemia berasal dari bahasa yunani yaitu thalassa
yang berarti laut dan emia yang berarti berhubungan dengan darah.

B. EPIDEMIOLOGI
WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-400 ribu
bayi thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di Indonesia
berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan
setiap tahunnya di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta, sampai dengan akhir tahun 2003
terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen
Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien
thalassemia HbE, serta thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya.
Fakta ini mendukung thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia termasuk
Indonesia.
C. PATOFISIOLOGI
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen pada globin alfa akan
menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan
menyebabkan penyakit beta-thalassemia
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena
kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin.
Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot,
sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot (-/-).
Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari

kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa/carier.
Thalasemia beta
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. Pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh
dari nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot
mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi
teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun
sintesis rantai ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan dan tidak
mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini
mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan
retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu
inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan
destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah
matur yang diproduksi menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi
kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin
yang menurun dan memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom
yaitu hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah
yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari
setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami
hemolisa secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum
tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme

kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya
adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari
tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada
jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan,
kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur
patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.
Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah
termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.

Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka


anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia
mayor).

II.C.II. Thalasemia alpha


Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia adalah rantai dan yang kurang
atau hilang sintesisnya dalah rantai . Rantai bersifat larut sehingga mampu membentuk
hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan memproduksi molekul
Hb yang lain seperti Hb Bart (4) dan Hb H (4). Perbedaan dasar inilah yang mempengaruhi
lebih ringannya manisfestasi klinis dan tingkat keparahan penyakitnya dibandingkan dengan
thalasemia beta.
Patofisiologi thalasemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada
thalasemia homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasiennya hanya memiliki
Hb Barts yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi hampir
semuanya adalah Hb Barts sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar
pasien lahir mati dengan tanda hipoksia intrauterin.
Bentuk thalasemia heterozigot (0 dan -+) menghasilkan ketidakseimbangan
jumlah rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan dengan HbH dimana kelainan ini
ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa
oksigen.
Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin disebut delesi.

Gambar disamping menunjukkan bahwa kedua orang tua


25% normal, 25% carrier, 25% 2 gen delesi, 25% menderi

Delesi 1 gen : Tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang t


Delesi 2 gen : Hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi d
Delesi 3 gen : Anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh
Delesi 4 gen : Berakibat fatal pada bayi karena alpha globin tid

II.D. KLASIFIKASI THALASEMIA DAN PRESENTASI KLINISNYA


Thalassemia / minor
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis
Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H
Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia )
Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia + )
Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor

Heterzigot- trait thalassemia


Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh sejenis lesi genetik

II.D.I. Thalasemia
II.D.I.1. Thalasemia homozigot (0)
Sindrom hidrops Hb Barts biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup hanya dalam
waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan edema permagna dan
hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eritrosit hipokromik dan beberapa berinti.
Kadar Hb Barts 80% dan sisanya Hb portland. Biasanya keadaan ini disertai toksemia
gravidarum, perdarahan post partum dan masalah karena hipertrofi plasenta. Pada
pemeriksaan otopsi memperlihatkan adanya peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi
berhasil diselamatkan dengan transfusi tukar dan berulang serta pertumbuhannya bisa
mencapai normal.
Gambar Hidrops fetalis :

II.D.I.2. HbH disease


Ditandai anemia mikrositik hipokrom yang cukup berat (7-11 g/dL) dan splenomegali
sedang dimana Hb H (4) dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan elektroforesis atau
pada sediaan retikulosit. Pada kehidupan janin ditemukan Hb Bart (4). HbH bisa diketahui
dengan bantuan brilian cresil blue yang akan menyebabkan pengendapan dan pembentukkan
badan inklusi. Setelah splenektomi, umumnya bentukkan ini makin banyak di eritrosit. Pada

beberapa kasus, penderita bisa tergantung transfusi sedangkan sebagian besar kasus
umumnya penderita bisa tumbuh normal tanpa transfusi.
II.D.I.3. Karier thalasemia
Bisa berasal dari thalasemia 0 (-/) atau thalasemia (-/-). Biasanya asimptomatis,
didapatkan anemia mikrositik hipokrom ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang
bermakna. Hb elektroforesisn normal dan pasien hanya bisa didiagnosis dengan analisa DNA.
Pada masa neonatus, Hb Barts 5-10 % tapi tidak didapatkan HbH pada masa dewasa dan
kadang bisa didapatkan inklusi pada eritrosit karier thalasemia .
II.D.I.4. Karier thalasemia silent
Bentuk heterozigot karier thalasemia + (/). Memiliki gambaran darah yang
abnormal tetapi dengan elektroforesis normal. Saat lahir 50% kasus memiliki Hb Barts 1-3%
tapi tidak adanya Hb Barts tidak menyingkirkan diagnosa kasus ini.
II.D.II. Thalasemia
Hampir semua anak dengan thalasemia homozigot dan heterozigot memperlihatkan
gejala klinis sejal lahir yaitu gagal tumbuh, infeksi berulang, kesulitan makan, kelemahan
umum. Bayi tampak pucat dan terdapat splenomegali. Bila menerima transfusi berulang,
pertumbuhannya bisa normal hingga pubertas.
Pada anak yang mendapat transfusi dan terapi chelasi (pengikat besi), anak bisa
mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa dengan normal. Bila terapi chelasi tidak
adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukkan besi yang efeknya mulai nampak pada
dekade pertama. Adolscent growth spurt tidak akan tercapai, komplikasi ke hati, endokrin,
dan jantung.
Gambaran klinis pada pasien yang tidak mendapat terapi adekuat yaitu :

Facies cooley
Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan tulang
tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang tersebut dan
umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun

Pucat yang berlangsung lama


Merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan dengan anemia
berat. Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder mengakibatkan hemodilusi,
dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.

Perut membuncit
Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat pembesaran hati dan
limpa. Hati dan limpa membesar akibat dari hemopoisis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Dan akibat dari penghancuran eritrosit yang berlebihan itu dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan biliribin indirek, sehingga menimbulkan kuning
pada penderita thalassemia dan kadang ditemui trombositopenia.

Gagal tumbuh dan mudah terkena infeksi

Karena pendeknya umur eritrosit menyebabkan hiperurikemi dan gout sekunder


sering timbul

Sering terjadi gangguan perdarahan akibat rombositopenia maupun kegagalan hati


akibat penimbunan besi, infeksi dan hemapoiesis ekstramedular.

Bila pasien ini mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan besi
yaitu Keterlambatan menarke (pada anak perempuan) dan gangguan perkembangan
sifat seks sekunder akibat dari hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin.

Selain pada kelenjar endokrin, hemosiderosis pada pankreas dapat menyebabkan


diabetes mellitus. Siderosis miokardium menyebabkan komplikasi ke jantung.
Temuan Laboratorium

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- yang tidak ditransfusi


adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan
poikilositosit yang terfragmentasi, aneh (bizarre) dan sel target. Sejumlah besar
eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrosit, yang merupakan presipitasi dari kelebihan rantai , juga terlihat pasca
splenectomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi kurang dari 5 g/dL kecuali jika
transfusi diberikan. Kadar bilirubin serum tidak terkonjugasi meningkat. Kadar serum
besi tinggi, dengan saturasi kapasitas pengikat besi. Gambaran biokimiawi yang nyata
adalah adanya kadar Hb F yang sangat tinggi dalam eritrosit. Senyawa dipiridol
menyebabkan urin berwarna coklat gelap, terutama pasca splenektomi.

II.D.II. Karier thalasemia


Hampir tanpa gejala, umumnya dengan anemia ringan dan jarang didapatkan
splenomegali. Adanya penurunan ringan kadar Hb dengan penurunan MCV dan MCH yang
bermakna.
II.D.III. Intermedia thalasemia
Sindroma klinik yang disebabkan oleh sejenis lesi genetik. Anemia hipokrom
mikrositik ( Hb 7-10 gr/dl ), hepatomegali dan splenomegali, deformitas menurun, kelebihan
beban besi ( iron over load ).

II.E. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah:
1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia
adalah

Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit,


ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan
terjadi penurunan dari jumlah trombosit.

Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

Gambaran darah tepi


Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear
drops sel dan target sel.

Serum Iron & Total Iron Binding Capacity


Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia
terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat.

LFT
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis,
obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat
dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan
berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.


Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada
orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin
dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.
Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal
kadarnya tidak melebihi 1%.

3. Pemeriksaan sumsum tulang


Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan roentgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat
diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal
terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi
gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut
dengan hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Hair on end

Trabekula tulang jelas

II.F. DIAGNOSIS BANDING


Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe
didapatkan :

Pucat tanpa organomegali

Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang

Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

II.G. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :

terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis

pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi

penatalaksanaan splenomegali

Pada anak dengan thalassemia mayor beta membutuhkan pelayanan kesehatan yang
terus menerus seumur hidupnya.
A. Tranfusi darah
Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan memperpanjang umur
atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi komplikasi anemia, memberi kesempatan

pada anak untuk proses tumbuh kembang, memperpanjang umur pasien. Terapi tranfusi darah
dimulai pada usia dini ketika ia mulai menunjukkan gejala simtomatik. Transfusi darah
dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin
normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara
rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta
thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin.
Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur
Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl dyang diperiksa 2x berturut dengan
jarak 2 mingg dan bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis seperti Facies Cooley,
gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya hemopoisis ekstrameduler. Pada
penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb 8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12 gr/dl.
Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.

B. Kelasi Besi
Pasien thalasemia dengan terapi tranfusi biasanya meninggal bukan karena penyakitnya
tapi karena komplikasi dari tranfusi darah tersebut. Komplikasi tersebut adalah penumpukan
besi diberbagai organ.
Desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/L atau
saturasi transferin sudah mencapai 50 %, atau sekitar setelah 10 -20 kali transfusi. Pemberian
dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-35
mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Dosis
desferoxamine tidak boleh melebihi 50 mg/kg/hari. Evaluasi teratur terhadap toksisitas
desferoxamin direkomendasikan pada semua pasien yang mendapat terapi ini.
Saat ini sudah tersedia kelasi besi oral, namun penggunaannya di Indonesia belum
dilakukan.
C. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah
yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun
terapi khelasi besi.. Asam Folat 2x1 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

D. Splenektomi
Indikasi :

limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan


peningkatan tekanan intra-abdominal dan bahaya terjadinya ruptur

meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB dalam 1 tahun


terakhir

D. Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia.
Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.

II.H. SKRINING DAN PENCEGAHAN


II.H.1 SKRINING
Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining premarital.
Penting sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis mengenai hasil skring.

Alternatif lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Skrining
yang efektif adalah melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai gambaran thalasemia,
perkiraan kadar HbA harus diukur. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang
menganalisis gen. Penting untuk memeriksa Hb elektroforesa pada kasus-kasus ini untuk
mencari kemungkinan variasi struktural Hb.
II.H.2 PENCEGAHAN
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu :

Karena karier thalasemia bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot

Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi
kehamilan pada fetus dengan thalasemia berat

DAFTAR PUSTAKA

1. Berhman, RE; Kliegman, RM ; Arvin: Nelson Ilmu Kesehatan Anak, volume 2, edisi
15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2005, hal1708-1712
2. Berhman, RE; Kliegman, RM and Jensen, HB: Nelson Text Book of Pediatrics, 16th
edition. WB Saunders company, Philadelphia: 2000, page 1630-1634
3. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria; IDG
Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga. Penerbit Badan
Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84
4. A.V. Hoffbrand and J.E. Pettit; alih bahasa oleh Iyan Darmawan : Kapita Selekta
Haematologi, edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1996, hal 66-85
5. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. What is Thalassemia and
Treating Thalassemia.
6. Markum : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI, Jakarta : 1991, hal 331
7. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal Medicine,
volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page 134-138

Anda mungkin juga menyukai