Anda di halaman 1dari 115

1.

SKENARIO
Tn. Budi, seorang laki-laki yang pernah bekerja di cafeteria. Ia gemar minum minuman beralkohol.
Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah menderita hepatitis B. Saat ini Tn. Budi telah berusia 50 tahun,
datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak dua hari yang lalu. Ia juga mengalami
nausea dan anorexia.
Pada pemeriksaan kepala dijumpai sklera ikterik dan konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan dada
ditemukan spider naevi. Pada pemeriksaan abdomen terlihat perutnya membesar, adanya caput
Medusae, hepar tak teraba dan splenomegali (Schuffner 2), shifting dullness (+), disertai kaki yang
membengkak dan palmar eritema. Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi menderita cirrhosis hepatis.

2. KLARIFIKASI ISTILAH
2.1

Cafetaria

: restoran yang menyajikan aneka masakan dan minuman di gerai

dengan sistem swalayan bagi para pengunjung


2.2

Minuman beralkohol : minuman yang mengandung ethanol yang bersifat psikoaktif dan
konsumsinya mengakibatkan penurunan kesadaran

2.3

Hepatitis B

: penyakit viral akut yang terutama ditularkan secara parenteral,

kadang oral, per orang melalui kontak personal yang erat atau dari ibu ke neonatus
2.4

BAB berwarna hitam : defekasi dengan feses yang berwarna hitam akibat terdapatnya
darah

2.5

Nausea

: sensasi mual atau sensasi tidak menyenangkan yang sama pada

epigastrium dan abdomen, dan disertai kecenderungan muntah


2.6

Anorexia

: menurunnya atau hilangnya nafsu makan, merasa gemuk disaat

tubuhnya sesungguhnya telah kurus


2.7

Sklera ikterik

: menguningnya sklera

2.8

Konjungtiva: merupakan membrane yang menutupi sclera da nkelopak bagian belakang

2.9

Spider naevi

: kondisi medis yang ditandai dengan terlihatnya vena yang tepilin

dengan sedikit berwarna merah, ungu atau biru, dan terlihat seperti sarang laba-laba
pada permukaan kulit
2.10 caput Medusae

: pelebaran vena cutaneous di sekeliling umbilicus terutama terlihat

pada bayi yang baru lahir, dan pasien menderita serosis hati
2.11 Splenomegali

: pembesaran limfa

2.12 Shifting dullness

: suara pekak yang berpindar-pindar saat perkusi akibat adanya cairan

bebas di dalam rongga abdomen


1

2.13 Palmar eritema

: kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh kongesti pembuluh

kapiler pada palmar (telapak tangan)


2.14 Cirrhosis hepatis

: penyakit hati yang ditandai dengan peradangan interstitial hati,

hilangnya arsitektur hati yang normal, fibrosis, dan degenerasi modula

3. IDENTIFIKASI MASALAH
KONSEN

MASALAH
Tn. Budi gemar minum minuman

beralkohol
Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah

VV

menderita hepatitis B
Tn. Budi datang ke puskesmas dengan
keluhan BAB berwarna hitam, mengalami

VVV

nausea, dan anorexia


Pada pemeriksaan fisik dijumpai sklera
ikterik dan konjungtiva pucat, ditemukan
spider naevi, terlihat perutnya membesar,
adanya caput Medusae, hepar tak teraba

VV

dan splenomegali (Schuffner 2), shifting


dullness (+), kaki yang membengkak dan
palmar eritema.
Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi

VV

menderita cirrhosis hepatis

4. PRIORITAS MASALAH
4.1

Tn. Budi datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berwarna hitam, mengalami nausea,
dan anorexia

4.2

Pada pemeriksaan fisik dijumpai sklera ikterik dan konjungtiva pucat, ditemukan spider
naevi, terlihat perutnya membesar, adanya caput Medusae, hepar tak teraba dan
splenomegali (Schuffner 2), shifting dullness (+), kaki yang membengkak dan palmar
eritema.
2

4.3

Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi menderita cirrhosis hepatis

4.4

Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah menderita hepatitis B

4.5

Tn. Budi gemar minum minuman beralkohol

5. HIPOTESIS
5.1

Penyakit cirrhosis hepatis yang diderita Tn. Budi berkaitan dengan penyakit hepatitis B
yang telah bertahun-tahun ia derita, juga diperkuat oleh kebiasaan mengonsumsi alkohol.

5.2

BAB hitam disebabkan adanya sel-sel darah pada feses.

5.3

Sklera ikterik disebabkan bilirubin yang terbawa dalam aliran darah dan dampai pada
sklera mata.

5.4

Spider naevi dan caput Medusae disebabkan oleh vaso dilates pembuluh darah.

6. ANALISIS MASALAH
6.1

Tn. Budi gemar minum minuman beralkohol


6.1.1

Apa pengaruh minuman alkohol terhadap tubuh?

a. Alkohol merusak hati


Kerusakan organis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol secara terus menerus
seringkali bersifar fatal. Organ tubuh yang paling sering mengalami perubahan struktural
akibat alkohol adalah hati. Secara normal, hati memiliki kemampuan untuk menahan zat
aktif dalam bagian selularnya. Dalam kasus keracunan berbagai senyawa beracun, kami
menganalisis seolah-olah hati merupakan sentral dari benda-benda asing. Hal ini sama
halnya dengan alkohol.

Hati seorang pecandu alkohol tidak pernah terbebas dari pengaruh alkohol dan seringkali
dipenuhi olehnya. Stuktur kapsular atau selaput yang kecil dari hati terkena dampak dari
alkohol sehingga mencegah dialisis dan sekresi yang seharusnya. Hati menjadi besar
karena dilatasi pembuluh-pembuluhnya, tambahan zat cair dan penebalan jaringan.

Hal ini diikuti dengan kontraksi selaput dan penyusutan bagian-bagian selular dari
keseluruhan organ. Kemudian bagian bawah pecandu alkohol menjadi dropsikal
dikarenakan gangguan pada pembuluh darah yang membawa arus balik darah. Struktur
hati dipenuhi sel-sel lemak dan mengalami apa yang secara teknis ditunjuk sebagai lemak
hati.

b. Alkohol merusak ginjal


Ginjal juga menderita akibat konsumsi alkohol yang berlebihan. Pembuluh darah ginjal
kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk kontraksi. Struktur-struktur yang kecil di dalam
ginjal pergi melalui modifikasi lemak. Albumin dari darah mudah melewati selaput
mereka. Hal ini menyebabkan tubuh kehilangan kekuatannya seperti seolah-olah tubuh
kehabisan darah secara bertahap.

c. Kemampatan paru-paru
Alkohol menenangkan pembuluh darah paru-paru dengan mudah karena mereka yang
paling terkena fluktuasi panas dan dingin. Ketika mengalami efek dari variasi suhu
atmosfer yang cepat berubah, mereka menjadi mudah sesak. Selama musim dingin yang

parah, kemampatan paru-paru yang fatal dengan mudah mempengaruhi seorang


pecandu alkohol.

d. Alkohol melemahkan jantung


Konsumsi alkohol sangat mempengaruhi jantung. Kualitas struktur selaput yang
menyelubungi dan melapisi jantung berubah dan menebal menjadi seperti tulang rawan
atau berkapur. Kemudian katup kehilangan keluwesan mereka sehingga yang disebut
dengan gangguan katup menjadi permanen. Struktur lapisan pembuluh darah besar dari
jantung juga mengalami perubahan struktur yang sama sehingga pembuluhnya
kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk menyuplai jantung dengan kemunduran dari
proses menggelembung-nya, setelah jantung lewat denyutannya, telah mengisinya
dengan darah.

Sekali lagi, struktur otot jantung gagal karena perubahan degeneratif dalam jaringannya.
Unsur-unsur dari serat otot diganti oleh sel lemak atau jika tidak jadi diganti, merupakan
diri mereka sendiri yang ditransfer ke dalam tekstur otot yang telah dimodifikasi sehingga
kekuatan kontraksinya berkurang drastis.

Mereka yang menderita kerusakan organis dari organ pusat dan organ pengaturan
sirkulasi darah menyadarinya secara diam-diam, hal tersebut sulit terlihat sampai pada
kerusakan yang lebih parah. Mereka menyadari kegagalan pusat kekuatan dari penyebabpenyebab ringan seperti kelelahan, kesulitan istirahat yang cukup dan dapat terlalu lama
tidak menyentuh makanan.

Mereka merasakan apa yang mereka sebut dengan istilah "tenggelam", namun mereka
tahu bahwa anggur atau stimulan jenis lain akan meredakan sensasi tersebut dengan
cepat. Jadi mereka berusaha menghilangkan hal tersebut sampai akhirnya mereka
menemukan bahwa cara tersebut telah gagal.

Jantung yang setia, telah bekerja terlalu keras dan menjadi payah sehingga tidak dapat
bekerja lagi. Jantung tersebut telah habis masanya dan pengatur aliran darah telah rusak.
Arus balik bisa membanjiri jaringan secara bertahap membendung jalannya atau berhenti
sepenuhnya di pusat hanya dengan kejutan ringan atau dengan gerakan berlebihan.

e. Gangguan Bagi wanita


Minuman beralkohol selama ini memang identik dengan minuman pria tapi saat ini
5

semakin banyak kaum wanita yang mulai keranjingan menenggak alkohol. Padahal, dalam
konsumsi berlebih minuman beralkohol lebih berdampak buruk untuk kaum hawa.

Kenyataan penelitian menyebutkan bahwa kaum wanita ternyata lebih cepat mabuk, para
dokter mengingatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alkohol lebih
cepat muncul pada wanita.

Otak perempuan alkoholik dapat mengalami kerusakan, terutama pada fungsi syaraf
kognitifnya. Namun bukan berarti pria alkoholik terbebas dari masalah. Perempuan
alkoholik memiliki hasil tes yang buruk dalam hal memori visual, fleksibilitas kemampuan
kognitif, penyelesaian masalah dan perencanaan.

Selain merusak syaraf otak, alkohol juga merusak bagian liver. Lagi-lagi dampak
kerusakannya lebih cepat terjadi pada perempuan dibanding pria. Komposisi air dalam
tubuh wanita lebih sedikit dibanding pria. Pada tubuh pria terdapat 65 persen air,
sedangkan wanita hanya 55 persen sehingga wanita lebih mudah mabuk. Alkohol diserap
ke dalam darah kemudian dibawa oleh air ke dalam sel. Nah karena air dalam tubuh
wanita lebih sedikit, maka konsenstrasi alkohol dalam darah lebih tinggi meski mereka
minum dalam jumlah yang sama dengan pria. Walaupun organ hati kaum wanita tidak
sensitif pada alkohol, namun konsentrasi alkohol dalam tubuh wanita yang tinggi itu akan
membuat liver wanita lebih cepat rusak dibanding pria.

Dampak alkohol pada metabolisme wanita berbeda dengan pria. Selain itu, tubuh pria
lebih banyak memiliki kandungan air sehingga dapat mengurangi dampak alkohol. Alasan
lain yang dikemukakan adalah enzim yang mengubah alkohol menjadi materi inaktif lebih
sedikit pada perempuan. Jika wanita dan pria yang berat badannya sama diberikan
alkohol dalam jumlah yang sama, kadar alkohol dalam darah wanita tiga kali lebih tinggi.

Selain itu, penyalahgunaan alkohol juga dapat menyebabkan kekurangan gizi dan
menurunkan ketahanan terhadap penyakit, sekaligus memberikan dampak yang buruk
pada penampilan Anda. Tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti, tetapi
pantang minum alkohol mungkin menjadi salah satu cara seorang wanita dapat tetap
sehat dan tampak lebih muda lagi.Konsumsi minuman beralkohol bagi wanita yang
sedang hamil akan merusak sang jabang bayi. Konsumsi itu akan berdampak pada
kemampuan kognitif anak dikemudian hari. Selain masalah koginitif anak yang lahir dari
seorang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol saat hamil juga akan mengalami
6

masalah dengan rendahnya perhatian dan reaksi.

f. Gangguan Daya Ingat.


Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia,
khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada
awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk
peristiwa yang baru terjadi.

g. Orientasi.
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat,
orientasi dapat terganggu secara progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai
contohnya, pasien dengan Demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya
setelah pergi ke kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi,
pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

h. Gangguan Bahasa.
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan
berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau
berputar-putar.

i. Perubahan Kepribadian.
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga
pasien yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal
dan temporal kemungkinan mengalami perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah
dan meledak ledak.

j. Psikosis.
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 40 %
memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik.

Berikut ini adalah pengaruh buruk akohol bagi kesehatan yang mungkin belum anda
ketahui sebelumnya :
1. Mabuk : Konsumsi alkohol yang banyak dapat membuat mabuk dan menyebabkan korban
mengalami sakit kepala, mual, muntah serta nyeri pada bagian tubuh tertentu.
2. Berat badan naik : Karena pada umumnya minuman beralkohol memiliki kadar kalori dan gula
yang tinggi.
3. Tekanan darah tinggi : Alkohol merupakan pemicu tekanan darah.
4. Sistem kekebalan tubuh menurun : Dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, maka tubuh
anda akan mudah terserang infeksi.
5. Kanker, penyakit jantung, gangguan pernafasan & gangguan hati : Semakin sering dan semakin
banyak jumlah alkohol yang anda konsumsi, semakin besar pula resiko anda terjangkit kanker,
penyakit jantung, gangguan pernafasan dan gangguan pada organ hati.

Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping


ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan
berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf
pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa
sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.

Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah,
atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah
tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.

Efek samping terlalu banyak minuman beralkohol juga menumpulkan sistem kekebalan
tubuh. Alkoholik kronis membuat jauh lebih rentan terhadap virus termasuk HIV.

Health problems due to alcohol


Alcohol intoxication
Effects of alcohol intoxication include:

Heart: slow heart rate or irregular rhythm, low blood pressure

CNS: headache, confusion, memory loss, disorientation, poor coordination, emotional lability

Gastrointestinal: nausea and vomiting

Respiratory: asthma, slow or heavy breathing.


Chronic alcohol abuse
8

Effects of chronic alcohol abuse include:

Heart: high blood pressure, heart failure, irregular heart rhythm

Haemostasis: clotting is impaired with reduced survival and aggregation of platelets and
reduced thromboplastin

Endocrine: low testosterone levels with loss of libido, testicular atrophy, impaired fertility and
reduced facial hair, high oestrogen levels with gynaecomastia, change in fat distribution and
loss of body hair

Oesophagus: ulcer, varices, cancer

Liver: hepatitis, cirrhosis, gall stones

CNS: dementia, poor coordination, Wernicke Korsakoff syndrome (Vitamin B1 deficiency)


associated with psychiatric and visual disturbances

Immune system: direct toxic effect on bone marrow, reduced number and function of T-cells,
reduced survival of immunoglobulins.

Vascular effects of alcohol


Facial redness
One of the earliest signs of alcohol abuse is a persistently red face due to enlarged blood
vessels (telangiectasia). This appears because regulation of vascular control in the brain
fails with sustained alcohol intake.

Flushing
Transient flushing is also a common side effect of alcohol, particularly in heavy drinkers. It
is due to acetaldehyde, the main breakdown product of alcohol. Acetaldehyde is thought
to cause flushing by stimulating release of histamine.
Up to 40% of northeastern Asians experience flushing and elevated heart rate after
drinking even minimal amounts of alcohol, due to accumulation of acetaldehyde. This is
because of a mutation in acetaldehyde dehydrogenase (ALDH2), the enzyme that
converts acetaldehyde to acetate.

Skin changes due to liver disease


Spider angiomas
Spider angiomas are given that name because of their appearance. Blood vessels (the
spider legs) radiate out in all directions from a central blood vessel (its body). Like other
blood vessels, spider angiomas blanch when pressure is applied. They may pulsate. They
are most frequently found on the face, v of the neck, chest, arms, hands and abdomen.

Large numbers of spider angiomas are associated with liver cirrhosis (scarring of the liver)
due to elevated oestrogen levels. A study of 82 patients with liver cirrhosis showed
significantly higher numbers of spider angiomas in alcoholic cirrhotic patients than nonalcoholic cirrhotic patients, indicating there may be an additional effect such as
vasodilation to account for this difference.
Small numbers of spider angiomas are seen in healthy children and adults. They are more
common in women, especially during pregnancy, as they are influenced by the female
hormone, oestrogen.

Palmar erythema
Chronic alcoholic liver disease may lead to reddening of palmar skin. This is also thought
to be due to oestrogen, as it sometimes observed during normal pregnancy.

Caput medusa
High pressure within the venous system in the liver leads to high pressure in the venous
system elsewhere in the body including the veins around the umbilicus (belly button).
When these veins are dilated the appearance has been likened to caput medusa (head
of Medusa), referring to Greek mythology where a once beautiful woman was cursed and
her hair turned into snakes.

Jaundice
The skin and sclera of the eyes often turn yellow in patients with alcoholic liver disease.
The colour, known as jaundice, is due to bilirubin, a product broken down from haem
derived from red blood cells. The metabolism of bilirubin is impaired in acute and chronic
liver disease. Jaundice lessens as liver function improves.

Hyperpigmentation
Skin darkening (hyperpigmentation) around the eyes, mouth and on the legs may be
associated with chronic liver disease. The reason this occurs is unclear.

Generalised pruritus
Generalised skin itching (pruritus) may occur due to the build up of poorly metabolised
substances that stimulate nerve endings in the skin. These substances may include bile
salts, histamine, corticosteroids and opioids.

Nail changes
10

Nail changes associated, but not specific to alcohol-related liver disease include:

Clubbing: the nail bulges out instead of dipping in slightly before it meets the skin at the root
of the nail, resembling a club. The angle between the nail plate and proximal nail fold is called
the Lovibond angle and is normally less than 180 (indicating a dip and rise where the nail and
skin meet).

Koilonychia: the opposite of nail clubbing. Instead of bulging out, the nail plate is flat or
sunken in (concave or spoon-shaped). This finding is often related to iron deficiency.

Terry nails: two-thirds of the nail is white and the last 2mm is pink. This may be due to
reduced capillary blood flow in the nail bed.

Muehrcke nails: white bands running parallel to the lunula (moon of the nail) with normal pink
nail between the bands. This sign may be due to low protein in the blood (hypoalbuminemia).

Red lunula: change in colour of the moon of the nail to red, possibly due to increased blood
flow and vasodilation

Porphyria cutanea tarda


Porphyria cutanea tarda (PCT) results in photosensitivity, skin fragility, blistering, erosions,
crusts, milia, scleroderma and increased hair growth (hypertrichosis) on sun-exposed
sites such as face and hands.
Alcohol is the most common cause of acquired or type 1 PCT in susceptible individuals
and is associated with chronic liver disease. Porphyrins build up because of deficiency in
uroporphyrinogen decarboxylase (UROD), an enzyme important in the sythesis of the
blood protein haem.
Other factors that may trigger type 1 PCT include oestrogen, iron and viral infections
(especially hepatitis C). Familial or type 2 PCT is due to genetic deficiency in UROD.

6.1.2

Bagaimana proses dicernanya minuman beralkohol dalam tubuh?

Alkohol tidak dicerna tetapi langsung diserap oleh tubuh dalam laju reaksi orde 1, yang
berarti laju penyerapan alkohol oleh pembuluh darah dari lambung dan usus adalah
sama dengan konsentrasi alkohol di dalam lambung dan usus. Semakin tinggi konsentrasi
alkohol yang dikonsumsi makin cepat alkohol di serap oleh pembuluh darah dari lambung
dan usus.Metabolism alkoholnya Sekitar 2-10% dikeluarkan melalui nafas, keringat, dan
urin. Sisanya yaitu sekitar 90-98% diubah oleh tubuh, pertama diubah menjadi senyawa
yang sangat beracun yaitu asetaldehida, CH3COH dan kemudian menjadi asam asetat,
CH3COOH dan akhirnya menjadi CO2 dan H2O melalui proses matabolisme, terutama
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh hati.)

11

Alkohol diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit melalui mukosa mulut dan lambung.
Sebagaian besar (80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di kolon.
Alkohol yang dikonsumsi 90% akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh
enzim alkoholdehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinukleotida (NAD)
menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah
menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. Piruvat, levulosa
(fruktosa), gliseraldehida (metabolit dari levulosa)dan alanina akan mempercepat
metabolism alkohol.

Minuman beralkohol di dalam tubuh tidak dicerna terlebih dahulu tetapi langsung diserap
dan masuk ke pembuluh darah.Ketika minum minuman beralkohol atau minuman keras,
alkohol diencerkan didalam mulut dan lambung. Sejumlah kecil fraksi dari alkohol masuk
kedalam pembuluh darah secara difusi. Difusi alkohol ke pembuluh darah ini sebenarnya
dapat dicegah atau dikurangi kecepatannya dengan adanya makanan (tertutama
makanan mengandung lemak) di dalam lambung, tetapi minuman berkarbonasi atau
minuman ringan sangat cepat berdifusi. Setelah minum minuman keras, tubuh langsung
bereaksi segera untuk mengeluarkan alkohol tersebut. Semakin banyak mengkonsumsi
minuman beralkohol kerja hati semakin berat.

6.2

Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah menderita hepatitis B


6.2.1

Apa saja regio pada abdomen dan dimanakah letak hepar?

Hepar terletak di region hypochondriac dextra, epigastrica dan hypochondriac sinistra.


Abdomen terbagi menjadi Sembilan region, berikut pembagian region abdomen dan
organ yang terdapat di dalamnya:

hypochondriac dextra: hepar

epigastric: hepar, gastr, pancreas

hypochondriac sinistra: hepar

lumbar dextra: ascending colon

umbilical: transverse colon and small intestine

lumbar sinistra: descending colon

iliac dextra: iliocecal junction and appendix

hypogastic: small intestine, urinary bladder, pregnant uterus

iliac sinistra: sigmoid colon

12

6.2.2

Bagaimana struktur anatomi hepar yang normal?

Anatomi
Hepar adalah organ dengan berat sekitar 1,5 kg berwarna merah kecoklatan dan
berbentuk segitiga yang terletak dibagian kanan atas rongga perut. Berdasar ukurannya,
liver adalah organ dalam terbesar yang dimiliki manusia.
Liver mendapat aliran darah dari arteri hepatica dan vena porta, namun aliran darah
terbesar berasal dari vena porta. Seluruh makanan maupun zat yang masuk melalui usus
dan saluran cerna lain seperti limpa dan pankreas akan masuk ke liver melalui vena porta
untuk mengalami proses metabolisme

13

14

6.2.3

Bagaimana struktur histologi hepar yang normal?

Hepar dibungkus oleh suatu simpai tipis jaringan ikat yang menebal di hilus ,pembuluhpembuluh dan duktus ini dikelilingi oleh jaringan ikat disepanjang perjalanannya ke
bagian ujung di dalam celah portal diantara lobules hati, ditempat ini jalinan serat
retikuler halus mengelilingi dan menopang sel hati dan sel endotel sinusoid dilobulus hati.

15

Sel sel hati atau hepatosit merupakan sel epitel yang berkelompok membentuk lempeng
lempeng yang saling berhubungan, setiap lobules memiliki 3-6 area portal dibagian
perifernya dan suatu venula yang disebut vena sentral dibagian pusatnya. Sel-sel hepar
disebut pula hepatosit yang berbentuk polyhedral. Sepanjang permukaan terdapat
anyaman canaliculi biliferi di seluruh lobuli hepatic yang pada sediaan biasa tidak dapat
dilihat dengan mikroskop karena canaliculi tersebut sangat halus. Semua canaliculi akan
bermuara di cabang Duktus Biliferus di perifer lobulus hepatis.

Hepar dibagi menjadi unit-unit berbentuk prisma polygonal yang disebut lobulus, terdiri
atas parenchyma hepar dengan diameter 0,72 mm. pada potongan terlihat bahwa
lobulus berbentuk sebagai segi enam dengan pembuluh darah yang terdapat di
tengah,yang disebut vena sentralis.

Batas-batas lobulus pada hepar manusia tidak jelas dipisahkan oleh jaringan
pengikat.Pada sudut pertemuan antara lobuli yang berdekatan terdapat bangunan
jaringan pengikat berbentuk segi tiga berisi saluran-saluran yang disebut Canalis Portalis
yang terdiri dari pembuluh darah, pembuluh limfe, saluran empedu dan serabut
saraf.Bangunan segitiga ini disebut Trigonum Kiernanni.

Jika mengingat hepar sebagai kelenjar maka apa yang disebut lobulus tadi tidak sesuai
dengan lobulus pada kelenjar yang pada umumnya mempunyai saluran keluar yang
terdapat di tengah-tengah lobulus.

Pembagian lobulus hepar tersebut merupakan pembagian cara klasik yang mendasarkan
atas aliran darah yang mengalir dari tepi lobulus yang kemudian berkumpul di tengah
Vena Sentralis. Jika terjadi gangguan peredaran darah akan terjadi perubahan-perubahan
di daerah perifer lobulus yang meluas ke pusat lobulus.

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan
sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan selsel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata
yang berbentuk seperti bintang.

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika
dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena porta
menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap.
16

Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap


kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang
mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi
saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu.
Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang
saling bertautan dengan disebelahnya.

Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid
adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam sistem
retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki
aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal
disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan
aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar 16.

Elias pada tahun 1949 meyatakan bahwa parenchyma hepar terdiri atas masa sel yang
saling berhubungan dan ditempati oleh suatu anyaman sinusoid. Sinusoid ini membagi
17

rangkaian sel-sel parenchyma hepar menjadi lembaran atau lempeng-lempeng setebal


satu sel.

bd

a
pv
PT
Bd= Bile duct

pv= portal vein

A= artery

PT=Portal Triad

18

cv

Cv= Central vein

h= Hepatocytes

19

Lobulus portae
Terfokus pada fungsi exocrine dan sekresi empedu

6.2.4

Apa fungsi hepar secara normal?

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan
1 sama lain sehingga mereka dimasukkan ke dalam 1 nama = METABOLIC POOL

Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut GLIKOGENESIS

Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen
menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut GLIKOGENOLISIS

Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh

Selanjutnya hati mengubah glukosa melalui HEKSOSA MONOPHOSPHAT SHUNT


dan terbentuklah PENTOSA

Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:

1.

Menghasilkan energi

2.

Biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP

20

3.

Membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat


diperlukan dalam siklus krebs)

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan


katabolisis asam lemak

Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1.

Senyawa 4 karbon KETON BODIES

2.

Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

3.

Pembentukan cholesterol

4.

Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol

Serum Cholesterol standar pemeriksaan metabolisme lipid

Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino

Dg proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino

Dg proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non


nitrogen

Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan globulin dan organ utama bagi produksi urea.

Urea merupakan end product metabolisme protein

- globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum
tulang

globulin HANYA dibentuk di dalam hati

albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah

Misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X

Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik

Bila ada hub dg katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik

Fibrin harus isomer agar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII

Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan bbrp faktor koagulasi

21

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh

Proses detoksikasi adalah misalnya proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi


dan konjugasi thd berbagai macam bahan spt zat racun, obat over dosis (juga
racun)

Contoh zat-zat toksik: steroid (dipakai sbg obat tapi klo kebykan jadi racun), drugs,
chemical substances

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin
sbg imun livers mechanism

Hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output
Jantung mengeluarkan darah = STROKE VOLUME
Cardiac output = Stroke Volume x Frekuensi (1 menit)

Aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit

Darah yang mengalir di dlm a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati

Tekanan darah v.porta 10 mmHg

Tekanan darah a.hepatica = tekanan darah arteri sistemik

Tekanan darah sinusoid (kapiler-kapiler, endotel mudah ditembus oleh sel dengan
molekul besar) 8,5 mmHg sedangkan v.hepatica 6,5 mmHg

Tekanan darah v.cava inferior di level diaphragma 5 mmHg

O2 yg terkandung di dlm v.porta lebih tinggi dari O2 di dalam vena-vena biasa

Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal

Aliran darah berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock

Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah

22

6.2.5

Bagaimana patofisiologi hepatitis B?

Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai
ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi
kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat
kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga
terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan
(anoreksia).
salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan
atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan
berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang
berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang
berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2
juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini
biasanya terjadi pada alkoholik. Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermeabilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba /
palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.
Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi
hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas
(asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan hepatitis
viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu hepatitis
kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis kronik aktif.
Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa, panas badan
(pireksia) didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis tipe B mempunyai masa
inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum.

Virus hepatitis B juga tidak dapat mengadakan replikasi tanpa bantuan sel hopes ,setelah
partikel virus B yang utuh masuk ke dalam tubuh maka DNA,genome virus tersebut akan
diangkut ke dalam inti sel hati,di mana terjadi transkripsi genome virus B dan terjadi
replikasi dari DNA virus B dalam inti sel hati . sebagai akibatnya maka sel hati yang
terkena infeksi akan membuat partikel virus B yang dibuat di hati sedangkan HBsAg
dibuat dalam sitoplasma sel hati dan kemudian kedua bagian tersebut bergabung
membentuk partikel virus B yang utuh ,virus B sebenarnya secara primer tidak merusak
sel hati ,peradangan pada jaringan hati justru disebabkan oleh respon imun tubuh hospes
pada terhadap infeksi tersebut.

23

6.2.6

Bagaimana ciri-ciri penderita hepatitis B (makroskopik dan mikroskopik)?

Infeksi virus hepatitis dapat bervariasi mulai dari gagal hati berat sampai hepatitis
anikterik subklinis. Yang terakhir ini lebih sering ditemukan pada infeksi HAV, dan
seringkali mengira menderita flu. Infeksi HBV biasanya lebih berat dibandingkan HAV,
dan insiden nekrosis massif dan payah hati berat lebih sering terjadi.

Gejala-gejala prodormal timbul pada semua penderita dan dapat berlangsung selama
satu mingguatau lebih sebelum timbul ikterus (meskipun tidak semua pasien akan
mengalami ikterus) yang dibagi dalam tiga stadium:

a. stadium pra ikterik


Pada stadium ini berlangsung selama 4-7 hari klien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, mual dan muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di perut kanan atas,
urine menjadi lebih cokelat.

b. stadium ikterik
Stadium ini berlangsung selama 3-6 minggu, ikterik mula-mula terlihat pada sclera.
Kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi klien masih lemah,
anoreksia dan muntah, tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar
dan nyeri tekan

c. stadium pos 1 (rekovalensi)


Pada stadium ini ikterik mereda, warna urin dan tinja normal lagi, penyembuhan pada
anak lebih cepat dari orang dewasa yaitu pada akhir bulan kedua karena penyebab yang
biasanya berbeda.

Banyak pasien mengalami atralgia, arthritis, urtikaria, dan ruam kulit sementara.
Terkadang dapat terjadi gromerulonefritis. Manifestasi ekstra hepatic dari hepatitis virus
ini dapat menyerupai sindroum penyakit serum dan dapat disebebkan oleh kompleks
imun yang beredar dalam sirkulasi.

Sebagian besar infeksi hepatitis A (HAV) dan hepatitis B (HBV) bersifat ringan dengan
penyembuhan sempurna dan memiliki gambaran klinis serupa. Gejala prodromal timbul
pada semua penderita dan dapat berlangsung selama satu atau dua minggu sebelum
awitan ikterus (meskipun utama pada saat ini adalah malaise, rasa malas, anoreksia, sakit
24

kepala, demam derajat rendah, dan (pada perokok) hilangnya keinginan merokok.
Manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis virus ini dapat menyerupai sindrom penyakit
serum.

Masa inkubasi VHB sebelum timbulnya gejala klinis kurang lebih antara 6 minggu sampai
6 bulan, namun hampir sepertiga kasus dari penderita tidak menimbulkan gejala sama
sekali. Sisanya infeksi VHB dapat menimbulkan gejala-gejala seperti penyakit flu, disertai
dengan badan lemas dan nyeri, sakit kepala, demam, nafsu makan berkurang, diare,
ikterik (kuning), mual dan muntah. Gejala dapat memberat dan bertahan berbulan-bulan
ditambah dengan nyeri pada perut, diare, dan ikterik. Ikterik timbul pada penyakit
hepatitis karena hati tidak dapat mengeluarkan bilirubin dalam darah. Sehingga dapat
merubah warna kulit dan putih pada mata menjadi kuning.

Hepatitis B kronis pun dapat didiagnosis melalui biopsi liver penderita hepatitis B kronis.
Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel keci jaringan hati, sampel tersebut diperiksa
di laboratorium tertentu secara mikroskopik. Tes ini sangat penting karena sampel dari
penderita penyakit hepatitis B kronis tadi menunjukan tingkat kerusakan liver si penderita
dan jumlah peradangan hati / liver bahkan apabila sudah terjadi sirosis, dengan biopsi ini
dapat diketahui. Biopsi hati tidak menjadi kewajiban atau keharusan dalam mendiagnosa
penderita penyakit hepatitis B, akan tetapi biopsi hati ini digunakan untuk memantau
perkembangan kerusakan hati pada penderita hepatitis B kronis.

Selain itu juga:


Kadar bilirubin total pada penderita hepatitis B rata-rata 4,0 mg/dl normalnya 0,3-1,0
mg/dl
ALT (SGPT) normalnya 5-35 unit/ml (Frankel)
AST (SGOT) yaitu serum glutamic normalnya 5-35 unit/ml (Frankel)
Gamma-GT
Alkaline phosphatas
ALT (SGPT), AST (SGOT) dan LDH adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung,
hati dan jaringan skelet; yang dilepaskan dari jaringan yang rusak.

Faal hati seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%,
kecuali pada hepatitis kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT
meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai normal. -GT dan alkalifosfatase meningkat 2
sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi.
25

Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio
albumin globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang

6.2.7

Adakah dengan hubungan penyakit hepatitis B yang lama dengan penyakit

cirrhosis hepatis yang sekarang dialami?


Kanker hati sering ditemukan pada orang-orang yang mengidap infeksi virus hepatitis B
kronis (pada pemeriksaan darah ditemukan pertanda virus hepatitis B yang berlangsung
lama dan menetap). Kemudian pada pemeriksaan darah penderita kanker hati ternyata
diketahui 65% diantaranya mengandung pertanda terkena infeksi hepatitis B. Sebagian
besar dari yang terkena infeksi virus hepatitis dapat sembuh. Sebagian kecil yang
berkembang menjadi penyakit radang hati (hepatitis) menahun. Sekitar 10% diantaranya
berkembang menjadi kanker. Di Indonesia jumlah pengidap infeksi virus hepatitis B
diperkirakan sekitar 6-8%. Tingginya angka ini terutama disebabkan oleh ketidaktahuan
masyarakat akan penyakit ini serta cara-cara penularannya.

Beberapa penderita infeksi kronis mungkin mengalami masalah


sehubungan dengan infeksi tersebut, sedangkan yang lain tidak. Apakah
seorang menghapuskan infeksi tersebut atau terinfeksi secara kronis
bergantung terutama pada usianya: 90% bayi baru lahir, 20-50% anak 15 tahun, dan 1-10% anak lebih besar dan orang dewasa, terinfeksi secara
kronis. Penderita infeksi kronis biasanya dapat menularkan penyakit
seumur hidup, dan mungkin menderita hepatitis berkelanjutan. Setelah
bertahun-tahun, ini dapat mengakibatkan komplikasi seperti sirosis atau
kanker hati.

Hepatitis alkoholik terjadi ketika hati rusak oleh alkohol yang telah dikonsumsi.
Mekanisme bagaimana alkohol dapat menimbulkan kerusakan hati pada pecandu alkohol
belum diketahui secara jelas. Proses pemecahan etanol yang merupakan alkohol yang
terkandung dalam bir, anggur dan minuman keras dapat menghasilkan bahan kimia
sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini memicu peradangan yang
menghancurkan sel-sel hati. Kemudian jaringan hati yang sehat digantikan oleh jaringan
parut yang ditimbulkan akibat luka peradangan. Hal tersebut akan mengganggu
kemampuan hati untuk berfungsi dengan baik. Pembentukan jaringan parut merupakan
kerusakan irreversible yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari hepatitis alkoholik.

6.2.8

Bagaimana hubungan antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan hepatitis B?


26

Faktor Etiologi Cirrosis Hepatis itu adalah alkohol dan hepatitis B , belum menemukan
hubungan antara keduanya tetapi riwayat dari pasien yang pernah menderita hepatitis B
yang sudah berarti hatinya itu buruk malah dengan dia gemar mengkonsumsi alkohol itu
akan tambah memperburuk heparnya.

6.3

Tn. Budi datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berwarna hitam, mengalami nausea,
dan anorexia
6.3.1

Bagaimana proses terjadinya BAB normal dan yang berwarna hitam?

usus besar merupakan organ pengering dan penyimpan. Sebagian pencernaan berbagai nutrisi
sudah selesai di usus halus, yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu za makanan yg tidak
tercerna (missal selulosa), komponen empedu yg tidak diserap, serta cairan. Kolon
mengekstraksi h2o dan garam, apa yang tersisa setelah itu disebut feses.

feses terdiri dari air, selulosa yg tidak tercerna, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam.

Varises esophagus
o

Perdarahan pada carises esophagus merupakan akibat hipertensi portal yang


berbahaya. Vena vena dari vena cava menyempit. Hal ini terjadi karena banyak darah
yang mengalir pada vena-vena tersebut akibat peningkatan tekanan sirkulasi vena
portal akibat dari terganggunya aliran darah ke hepar akibat sirosis. Vena-vena
tersebut berbelit karena sesak oleh darah dan menjadi rapuh. Vena-vena ini menjadi
sangat peka terhadap trauma, seperti makanan kasar, pepsin, batuk dan bersin yang
kuat, muntah, bahkan karena mengejang saat proses defekasi. Perdarah ini
menyebabkan darah ikut masuk kedalam gastr yang kemudian deicerna bersamaan
dengan makanan yang kemudian mengakibatkan feses berubah menjadi warna hitam
atau yang disebut melena

BAB Hitam menandakan adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (SCBA).
Proses penghitaman biasanya terjadi karena darah tersebut mengalami oksidasi dan
perubahan warna akibat kondisi asam yang terdapat pada SCBA. Hal ini biasanya dipakai
oleh dokter untuk membedakan, apakah perdarahan terjadi pada SCBA atau sal cerna
bagian bawah.

Adanya perdarahan pada SCBA pastinya merupakan suatu kondisi yang harus ditangani
segera.Tukak atau luka pada lambung maupun usus 12 jari seringkali mendasari kondisi
ini.Dan penyakit yang menyebabkannya harus segera diatasi.
Mekanisme terjadinya perdarahan saluran cerna antara lain disebabkan juga disrupsi
mukosa gastrointestinal sebagai akibat sekunder dari peristiwa inflamasi, infeksi, trauma,
27

atau kanker.Penyebab terbanyak adalah peptic ulcer disease, Selain itu perdarahan
saluran cerna dapat terjadi akibat abnormalitas vaskular, seperti ektasis pada vaskular
atau varises esofagus karena hipertensi portal.Selain itu, riwayat penggunaan obatobatan golongan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) jangka panjang atau
konsumsi alkohol juga potensial menyebabkan kerusakan pada mukosa saluran cerna.

6.3.2

Bagaimana vaskulerisasi pada sistem pencernaan?

a. Arteri
A. coeliaca adalah arteri yang berasal dari foregut dan memperdarahi tractus
gastrointestinal mulai dari 1/3 bawah oesophagus sampai pertengahan pars
descendens duodeni
A. mesenterica superior adalah arteria yang berasal dari midgut dan memperdarahi
tractus gastrointestinal mulai dari pertengahan pars descendens duodeni sampai 2/3
proksimal colon transversum.
A. mesenterica inferior merupakan arteria yang berasal dari hindgut dan
memperdarahi intestinum crasum mulai dari 1/3 distal colon transversum sampai
pertengahan bawah canalis analis

b. Vena
Aliran darah vena dari sebagian besar tractus gastrointestinal dan organ accessories menuju
ke hepar melalui system vena portae ,mengalirkan darah ke lien,pancreas,dan vesica fellea .
cabang cabang dari vena portae hepatis adalah :

V.lienalis

V. mesenterica inferior

V.mesenterica superior

V. gastrica sinistra

V. gastrica dextra

V. cystic

Aliran darah darah vena pada sebagian besar tractus gastrointestinalis dan organ
accesorius menuju ke hepar melalui system vena portae. Vena porta hepatis merupakan
system vena yang membawa darah dari 1/3 bagian bawah oesofagus sampai pertenahan
bawah canalis analis, ia juga mengalirkan darah dari lien, pancreas, dan vesica fellea.
Vena portae hepatis membawa darah dari percabangan vena lainnya;Vena lienalis yang
menerima darah dari vena gastrica breve, vena gastroepiploica sinistra, vena mesentrica
inferior, dan vena pancreatica ; Vena mesentrica inferior menerima darah dari vena
rectalis superior, vena sigmoideum, dan vena vena colica sinistra; Vena mesentrica
28

superior menerima darah dari vena jejunalis, vena ilealis, vena ileocolica, vena colica
dextra, vena colica media, vena pancreaticoduodenalis inferior, dan vena gastroepiploica
dextra; Vena gastrica dextra et sinistra; vena cystica; semuanya menyusun system vena
porta.

6.3.3

Bagaimana mekanisme nausea?

Merupakan sensasi psikis akibat rangsangan pada organ viseral, labirinth dan emosi. Tidak
selalu berlanjut dengan retching dan ekspulsi. Keadaan ini ditandai dengan keinginan
untuk muntah yang dirasakan di tenggorokan atau perut, seringkali disertai dengan gejala
hipersalivasi, pucat, berkeringat, takikardia dan anoreksia.

Selama periode nausea, terjadi penurunan tonus kurvatura mayor, korpus dan fundus.
Antrum dan duodenum berkontraksi berulang-ulang, sedangkan bulbus duodeni relaksasi
sehingga terjadi refluks cairan duodenum ke dalam lambung. Pada fase nausea ini belum
terjadi peristaltik aktif.

Muntah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan obstruksi saluran
gastrointestinal tidak didahului oleh fase nausea.

Nausea sering menyertai vomitus tanpa tergantung samtu sama lain, tetapi berhubungan
sangat erat dan diperkirakan timbul dengan perantara lintasan neural yang sama. Maka
dari itu saya akan membahas tentang mekanisme vomitus.

Gerakan vomitus dikendalikan oleh 2 pusat medularis yang berbeda: pusat vomitus di
bagian dorsal retikulum lateralis dan kemoreseptor trigger zone di daerah postrema dasar
ventrikulus keempat. Pusat muntah menerima rangasangan aferen dari traktus
gastrointestinal dan bagian lain dari tubuh, dari batang otakk yang lebih tinggi dan pusat
korteks. Lintasan eferen yang penting pada vomitus adalah nervus frenikus (pada
diafragma), nervus spinalis (pada muskulatur interkostalis dan abdominalis), dan serabutserabut saraf eferen visceral dalam nervus vagus (pada laring, faring, esophagus, dan
lambung).

Chemoreceptor trigger zone tidak mampu dengan sendiri untuk menimbulkan gerakan
vomitus; aktivitas zona ini lebih memberikan impuls pd pusat vomitus medularis yang
akan memulai emesis
29

6.3.4

Bagaimana hubungan antara cirrhosis hepatis dengan anorexia?

Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai
ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi
kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat
kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga
terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. Peradangan ini akan
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan
(anoreksia).

Salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan
atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan
berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang
berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang
berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2
juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini
biasanya terjadi pada alkoholik.

Saat ini, belum ada penyebab pasti dari anorexia nervosa. Namun, penelitian di dalam
bidang-bidang medis dan psikologis masih terus menjelajahi berbagai kemungkinan
penyebab. Studi-studi menyiratkan bahwa suatu komponen genetik (faktor keturunan)
mungkin memainkan suatu peranan yang lebih signifikan di dalam menentukan
kerentanan seseorang terhadap anorexia dibanding perkiraan awal.

Para peneliti saat ini sedang mencoba untuk mengidentifikasi genetik atau gen-gen
tertentu yang mungkin mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk
mengembangkan penyakit ini, dan studi-studi tahap awal menyiratkan bahwa suatu
genetik yang berlokasi pada chromosome 1p sepertinya terlibat di dalam menentukan
kerentanan seseoang terhadap anorexia nervosa.

Bukti lain telah menunjukkan suatu disfungsi di dalam bagian dari otak yang disebut
hypothalamus (yang mengatur proses-proses metabolic tertentu), sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap pengembangan anorexia.

30

Studi-studi lain telah menyiratkan bahwa mungkin terjadi ketidak seimbangan di dalam
level-level neurotransmitter (kimiawi otak yang terlibat di dalam pengiriman sinyal dan
proses pengaturan) di dalam otak orang yang menderita anorexia.

6.4

Pada pemeriksaan fisik dijumpai sklera ikterik dan konjungtiva pucat, ditemukan spider
naevi, terlihat perutnya membesar, adanya caput Medusae, hepar tak teraba dan
splenomegali (Schuffner 2), shifting dullness (+), kaki yang membengkak dan palmar
eritema.
6.4.1

Bagaimana anatomi mata normal?

a. Bola Mata

31

Bola mata berdiameter 2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan
hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar. Gambar menunjukan bagianbagian yang termasuk ke dalam bola mata, bagian-bagian tersebut memiliki fungsi
berbeda, secara rinci diuraikan sebagai berikut :

1. Sklera : Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melekatnya bola
mata
32

2. Otot-otot : Otot-otot yang melekat pada mata :


a. muskulus rektus superior : menggerakan mata ke atas
b. muskulus rektus inferior : mengerakan mata ke bawah
3. Kornea : memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya
4. Badan Siliaris : Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan lensa untuk
beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk mengsekreskan aqueus humor
5. Iris : Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung pigmen.
6. Lensa : Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa
7. Bintik kuning (Fovea) : Bagian retina yang mengandung sel kerucut
8. Bintik buta : Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata
9. Vitreous humor : Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata
10. Aquous humor : Menjaga bentuk kantong bola mata

b. Alat-alat Tambahan Mata

Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan aparatus
lakrimalis.
1)Alis : terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya untuk
melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.

2)Kelopak mata : ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak bergerak
dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae untuk menarik
kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot
yang lain yang melingkari kelopak mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi.
Ruang antara ke-2 kelopak disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan
melotot atau sipit nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut
caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea (minyak) dan sudorifera
(keringat).

3)Bulu mata : ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar Meibow.
Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis. Infeksi
kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).

4)Apparatus lacrimalis : terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis lacrimalis,
dan ductus nassolacrimalis.

33

6.4.2

Bagaimana stuktur histologi mata normal?

34

1) Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat kuat. Sklera
berwarna putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat kornea, yaitu lapisan
yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk kemudian
memfokuskannya. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga
keadaannya selalu basah dan dapat membersihkan dari debu.
Pada batas cornea dan sclera terdapat canalis schlemm yaitu suatu sinus venosus yang
menyerap kembali cairan aquaus humor bola mata.

2) Tunica Vasculosa
Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke belakang
terdiri dari iris, corpus ciliaris dan koroid.
Koroid merupakan lapisan tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya
akan pigmen warna. Daerah ini disebut Iris. Coba Anda perhatikan mata orang Indonesia
dengan orang-orang dari Negara barat! Apakah perbedaannya? Tentunya pada warna.
Orang Indonesia biasanya bermata hitam atau coklat, adapun orang barat biasanya
berwarna biru atau hijau. Nah, di bagian irislah terdapatnya perbedaan ini karena di
tempat ini memiliki pigmen warna.

Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang kornea tengah.
Pengaruh kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini. Coba Anda masuk ke
dalam suatu kamar yang gelap gulita, maka Anda akan berusaha melihat dengan
melebarkan mata agar cahaya yang masuk cukup. Pada kondisi ini disebut dengan dilatasi,
35

demikian sebaliknya jika Anda berada pada ruangan yang terlalu terang maka Anda akan
berusaha untuk menyempitkan mata karena silau untuk mengurangi cahaya yang masuk
yang disebut dengan konstriksi. Pada sebuah kamera, pupil ini diibaratkan seperti
diafragma yang dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk.

Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang disebutMusculus
Siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu bekerja
untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh
tidak mengakibatkan otot lensa mata bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda
dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot
lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat
memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut. Sekarang Anda tahu mengapa
aktivitas seseorang yang membaca buku akan membuat mata terasa cepat lelah?

Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira bening yang
masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat
memperkokoh kedudukan bola mata

3) Tunica Nervosa
Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian
belakang koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak,
namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina tersusun dari sekitar
103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar
100 juta sel merupakan sel-sel batang yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta
lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih,
dan sangat peka pada sedikit cahaya.
1. SEL BATANG tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap cahaya
sehingga sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel batang ini
mengandung suatu pigmen yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya lemah seperti
cahaya bulan pun dapat mengenai rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk
penglihatan pada cahaya remang-remang.
36

2. SEL KERUCUT atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda,
yaituiodopsin yang terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing
sensitif terhadap cahaya merah, hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin merah,
hijau dan biru. Segala warna yang ada di dunia ini dapat dibentuk dengan mencamputkan
ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan untuk penglihatan ketika cahaya terang.

Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di teruskan melalui sinap ke neuron
bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk satu bundel syaraf yaitu
syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju otak. Bagian yang menembus
ini disebut dengan discus opticus, dimana discus opticus ini tidak mengandung sel batang
dan sel kerucut, maka cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa
sehingga disebut dengan bintik buta.

6.4.3

Bagaimana terjadi sklera ikterik dan konjungtiva pucat?

Menguningnya sclera akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin
dalam darah, hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit ,polisitemia,atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatic . sedangkan
konjungtiva pucat disebabkan oleh perdarahan pada saluran cerna yang disebutkan
dalam kasus ini adalah BAB bewarna hitam karena terdapatnya darah ini menyebabkan
penurunan Hb dan Ht (anemia) sehingga konjungtiva palpebra pucat.

Sklera ikterik terjadi karena adanya peningkatan bilirubin dalam darah atau disebut juga
hiperbilirubinemia. Ikterik baru akan terlihat jika konsentrasi bilirubin lebih dari 2-3 mg/dl.
kurang dari itu ikterik belum terlihat. Terjadinya peningkatan bilirubin dikarenakan proses
intrahepatik akibat terjadinya sirosis sehingga uptake bilirubin indirek ke hati menurun
dan bilirubin indirek tidak dapat diubah menjadi bilirubin direk. Akibatnya terjadi
peningkatan yang menonjol pada bilirubin indirek.

Konjungtiva pucat artinya menandakan pasien dalam kondisi anemia. Anemia pada pasien
ini dikarenakan kurangnya asupan makanan karena pasien mengalami anorexia. Selain itu
akibat sirosis hati, maka terjadi gangguan proses metabolisme protein sehingga kadar
protein menurun dimana protein juga berperan dalam proses pembuatan darah. Serta
anemia pada pasien ini juga dikarenakan oleh BAB hitam yang menandakan adanya
perdarahan pada saluran gastrointestinal.

37

6.4.4

Bagaimana vaskulerisasi hepar?

Memasuki portae hepatis, a. hepatica propia bercabang mjd R. dextra et sinistra. a.


hepatica propia sendiri merupakan cabang dr a. hepatica communis, cabang dr triple
hallery, cabang dr aorta abdominalis yg dicabangkan setinggi Vertebrae Thoracal XII atau
Vertebrae Lumbal I.

Vaskularisasi : Arteri = a. hepatica propria cabang truncus coeliacus


Vena = v. porta dan v. hepatica cabang dari vena cava inferior3.

38

Vascularisasi Hepar
Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hati, darah
ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100% masuk ke hati akan membentuk jaringan
kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica.
Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena
hepatica tidak terdapat katup.

39

Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 20% darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya
70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah berasal dari vena porta
bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh
sinusoid atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati
disebut vena interlobular.

Di dalam hati, vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari
saluran cerna, dan arteri hepatica membawa darah yang kaya oksigen dari system arteri.
Arteri dan vena hepatica ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil
membentuk jarring kapiler diantara sel-sel hati yang membentuk lamina hepatica.
Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masingmasing lobulus, yang menyuplai vena hepatic. Pembuluh-pembuluh ini membawa darah
dari kapiler portal dan darah yang mengalami dioksigenasi yang telah dibawa ke hati oleh
arteri hepatica sebagai darah yang telah dioksigenasi.

Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Arteriol
ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang
berdekatan, dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering
pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.

40

Persyarafan Hepar
Hepar diinervasi oleh saraf simpatis oleh truncus coeliacus dan saraf parasimpatis oleh N.
vagus (n. X). Diurus oleh system simpatis dan parasimpatis. Saraf-saraf itu mencapai
hepar melalui flexus hepaticus, sebagian besar melalui flexus coeliaci, yang juga
menerima cabang-cabang dari nervus vagus kanan dan kiri serta dari nervus phrenicus
kanan.

6.4.5

Bagaimana mekanisme spider naevi?

Hepatitis B menyebabkan hati tidak mampu mengganti sel yang rusak sehingga terjadi
sirosis hati lalu aliran darah dari A. hepatica dan V. portae hepatica terganggu sehingga
adanya peningkatan estrogen lalu terjadi palmar eritema yaitu kemerah-merahan yang
lama kemudian menjadi spider naevi berbentuk seperti sarang laba-laba.

Spider naevi, palmar eritema terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam


menginaktifkan dan menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga menyebabkan
terjadinya hiperestrogenime pada kapiler.

41

6.4.6

Bagaimana mekanisme caput Medusae?

Sirkulasi kolateral melibatkan vena superficial dinding abdomen, dan timbulnya sirkulasi
ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus atau disebut juga caput medusae.
Caput medusa membentuk akibat shunting darah dari sirkulasi hati ke sirkulasi sistemik
melalui vena sekitar umbilikus. Shunting Ini bukan rute normal aliran darah dalam
individu yang sehat dan disebabkan oleh tekanan hati meningkat karena beberapa jenis
penyakit hati. Peningkatan tekanan hati memaksa darah mengalir melalui rute baru
melalui vena paraumbilical. Pembuluh darah paraumbilical tidak alami dilengkapi untuk
menerima volume tinggi seperti darah sehingga mereka menjadi buncit dan membesar
membentuk pola sunburst kapal memancar di sekitar umbilikus.

Caput medusa di temukan pada penderita cirrhosis hati, itu pertama sirhosis hati terjadi
kerana infeksi virus hepatitis b atau c, juga bias karena terlalu banyak mengkonsumsi
alcohol, hal ini menimbulkan rusaknya beberapa sel parenkim hati, kemudian terbentuk
jaringan ikat serta noduler-noduler dari sel parenkim hati yang masih sehat, in
menyebabkan perubahan struktur hati, dan terjadi tekanan pada pembuluh darah,
sehingga vena porta terganggu, menyebabkan hipertensi portal, yang semestinya
tekanan hanya 5-10 mmHg naik menjadi lebih dari 15 mmHg dan sifatnya menetap di
pembuluh darah vena, ini menyebabkan limpa membesar, kemudian terjadi pelebaran

42

pembuluh darah kulit pada dinding perut sekitar ousar Nampak dipermukaan kulit, ini
yang di sebut caput medusa.

6.4.7

Bagaimana mekanisme perut yang membesar?

Produksi Gas yang berlebihan: Produksi gas yang berlebihan oleh bakteri-bakteri adalah
penyebab umum dari kembung/pembesaran perut sekali-kali (intermittent). Bakteribakteri dapat memproduksi terlalu banyak gas dalam tiga cara. Pertama, jumlah gas yang
diproduksi oleh bakteri-bakteri bervariasi dari individu ke individu. Dengan kata-kata lain,
beberapa individu mungkin mempunyai bakteri-bakteri yang menghasilkan lebih banyak
gas, barangkali karena ada lebih banyak bakteri-bakteri atau karena bakteri-bakteri
tertentu mereka adalah lebih baik dalam menghasilkan gas. Kedua, mungkin ada
pencernaan dan penyerapan makanan yang kurang baik didalam usus kecil, mengizinkan
lebih banyak makanan yang tidak tercerna mencapai bakteri-bakteri di usus besar.Lebih
banyak bakteri-bakteri mendapat makanan yang tidak tercerna, lebih banyak gas yang
mereka hasilkan.Contoh-contoh dari penyakit-penyakit yang melibatkan pencernaan dan
penyerapan yang buruk termasuk intoleransi (ketidaktoleranan) lactose, kekurangan
pankreas, dan penyakit celiac. Ketiga, pertumbuhan bakteri yang berlebihan dapat terjadi
didalam usus kecil.Dibawah kondisi-kondisi normal, bakter-bakteri yang menghasilkan gas
dibatasi pada usus besar.Pada beberapa kondisi-kondisi medis, bakteri-bakteri ini
menyebar kedalam usus kecil. Ketika penyebaran bakteri ini terjadi, makanan mencapai
bakteri-bakteri sebelum ia dapat dicerna dan diserap dengan sempurna oleh usus kecil.
Oleh karenanya, bakteri-bakteri didalam usus kecil mempunyai banyak sekali makanan
yang tidak tercerna dari mana gas-gas dibentuk.Kondisi ini dimana bakteri-bakteri
penghasil gas bergerak kedalam usus kecil disebut pertumbuhan bakteri yang berlebihan
dari usus kecil.
Produksi gas yang berlebihan oleh bakteri-bakter biasanya diiringi oleh buang gas yang
lebih banyak. Peningkatan buang gas mungkin tidak selalu terjadi, bagaimanapun, karena
gas secara potensi dapat dieliminasi dalam cara-cara lain - penyerapan kedalam tubuh,
penggunaan oleh bakteri-bakteri lain, atau mungkin, oleh eliminasi pada malam hari
tanpa sepengetahuan dari pembuang gas.

6.4.8

Bagaimana mekanisme splenomegali?

Akibat terjadinya sirosis hati sehingga hati menjadi mengecil. Kecil nya hati membuat
aliran darah dari vena porta hepatica tersumbat. Sehingga menimbulkan tekanan balik ke
vena porta. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan yang disebut hipertensi porta dan
menyebabkan dilatasi vena vena yang bergabung di vena porta hepatika dan salah
43

satunya vena splenica (lienalis) sehingga menyebabkan pembesaran pada lien


(splenomegali).
Limpa membesar karena tingginya tekanan vena porta, sementara aliran darah ke hepar
terhambat, sehingga aliran darah diteruskan ke lien. Selain itu, fungsi hati untuk destruksi
eritrosit terganggu sehingga fungsi tersebut dialihkan ke limpa. Pada limpa terjadi
peningkatan aktivitas destruksi eritrosit, sehingga limpa mengalami hipertrofi dan
hiperplasi sel-selnya.

Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti buluh darah pada limpa. Keadaan
kongesti limpa ini dapat disebabkan oleh 2 kondisi utama, yaitu gagal jantung kongestif
(CHF/Congestive Heart Failure) dan sirosis hati (Hepatic Cirrhosis). Pada kondisi sirosis
hati, aliran darah pada vena porta mengalami obstruksi, karena terjadi fibrosis hati.
Keadaan seperti ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik vena porta dan vena
splenik, sehingga menyebabkan pembesaran limpa. Pembesaran limpa yang diakibatkan
oleh sirosis hati ini dapat disertai penebalan lokal pada kapsula.

Lien > Menghasilkan, memantau, menyimpan, menghancurkan sel darah >Bagian putih>
System kekebalan untuk Mencerna bahan ; Bagian merah> Melawan infeksi bahan yang
tidak diperlukan(eritrosit tua) >Fungsi abnormal>Menangkap sel-sel darah yang
abnormal>Penumpukan sel darah>Pembengkakan lien(splenomegali)

6.4.9

Bagaimana mekanisme shifting dullness?

Shifting Dullness mendeskripsikan suara pekak yang berpindah pindah pada saat perkusi
akibat adanya cairan bebas di rongga abdomen. Cairan bebas di rongga abdomen
tersebut disebut asites. Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yg
mengandung sedikit protein. Terjadinya karena peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus (hipertensi portal) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat
hipoalbuminemia. Faktor lainnya, peningkatan retensi natrium dan air dan peningkatan
sintesis dan aliran limfe hati. Tidak hanya asites hipertensi porta juga dapat
bermanifestasi menjadi caput medusa.

Hipertensi porta pada sirosis hepatis disebabkan oleh resistensi terhadap aliran aliran
porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentralis oleh fibrosis perivenula dan
ekspansi nodul parenkim.Asites, manifestasi hipertensi porta, baru tampak bila terjadi
penimbunan paling sedikit 500 mL. Cairan yang terakumulasi bias berliter liter dan

44

mengandung serosa, protein albumin, dan zat terlarut seperti glukosa, natrium dan
kalium. Patogenesis asites melalui mekanisme :
1. Hipertensi sinusoid mendorong cairan keluar melalui pembuluh limfa hati.
2. Aliran limfa hati ke rongga peritoneum dengan kapasitas 20L/hari (normal 0,8 1
L/hari)
3. Peningkatan resistensi diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilator
endogen menyebabkan hipertensi porta bersifat menetap. Secara keseluruhan, tubuh
akan bereaksi dengan meningkatkan aktivitas simpatik, system renin angiostensin
aldosterone dan arginine vasopressin. Akibatnya, terjadi peningkatan reabsorbsi air dan
garam oleh ginjal serta peningkatan indeks jantung.

6.4.10

Bagaimana mekanisme palmar eritema?

Eritema palmaris adalah kemerahan pada telapak tangan, terutama di sekitar pangkal jari
kelingking dan jempol. Sejumlah kondisi medis dapat menyebabkan gejala klinis, dan
beberapa orang juga mengalami memerah seperti ketika mereka berada dalam
kesehatan yang normal. Ketika palmar eritema diidentifikasi pada pasien, dokter mungkin
merekomendasikan beberapa tindak lanjut tes untuk menentukan penyebabnya jika
pasien tidak memiliki kondisi medis yang dikenal yang dapat menyebabkan kemerahan
pada telapak tangan.
Thenar dan hipothenar telapak tangan berwarna merah karena perubahan metabolism
hormone esterogen. Tekanan darah tinggi merupakan penyebab umum untuk palmar
eritema. Hal ini juga terkait dengan penyakit hati, termasuk kanker hati, sirosis, dan
hepatitis. Ibu hamil juga harus telah diketahui mengalami gejala klinis. Beberapa studi
telah menyarankan bahwa tingkat estrogen tinggi juga dapat menyebabkan memerah
telapak tangan. Namun, penting untuk diingat bahwa variasi warna alami di tangan yang
umum pada manusia, dan bahwa kemerahan pada telapak tangan tidak selalu merupakan
tanda penyakit atau penyebab keprihatinan. Kulit memerah tidak benar-benar meradang,
meskipun mungkin disebabkan oleh proses inflamasi di tempat lain dalam tubuh. Kulit
tidak perlu merasa lembut atau panas, dan mungkin pucat bila disentuh. Dalam kasus ini,
memberi tekanan ke daerah memerah akan menyebabkan mereka untuk mengubah
sedangkan untuk sesaat sebelum rona merah muncul.
Penyebab Eritema Palmar:

Idiopatik

Sirosis

45

Penyakit Hati kronik

konsumsi alkohol berlebihan

kehamilan

kelainan jaringan ikat


o

Rheumatoid artritis

sarcoidosis

SLE

tirotoksikosis

polisitemia

Leukemia

eksem dan psoriasis

6.5

Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi menderita cirrhosis hepatis


6.5.1

Bagaimana struktur anatomi dan histologi hepar yang mengalami cirrhosis

hepatis?
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini
memacu timbulnya jarigan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel
hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau hampir
sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi
parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang
lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).

46

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta,
dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik
tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dari sirosis pada sel
duktules, sinusoid retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif Jaringan kolagen
berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk septa permanen yang
aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung etiologi
sirosis.Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah
portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen.Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.Septa aktif ini
berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut :
Tipe I

: lokasi daerah sentral.

Tipe II

: sinusoid.

Tipe III

: jaringan retikulin.

Tipe IV

: membran basal.

Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada
sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga
asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

47

When nodules measure less than 3 mm in size, it is called micronodular cirrhosis.


When the nodules are greater than 3 mm, the term macronodular cirrhosis is used.
When they are present in equal numbers, the term micro-macronodular cirrhosis is applied.

6.5.2

Bagaimana patofisiologi cirrhosis hepatis?

Penyebab sirosis pada pasien ini adalah riwayat hepatitis B dan alkohol. Alkohol adalah
toksin yang paling sering menyebabkan cedera dan peradangan hati. Jika hati sering
terpapar alkohol maka banyak sel yang akan cedera berulang dan terjadi reaksi
peradangan. Sel-sel yang mengalami cedera akan membentuk jaringan parut yang difus di
hati (kolagen). Penimbunan kolagen ini akan membentuk nodulus-nodulus fibrousa
serta pita-pita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit. Jika keadaan terus
berlanjut Jaringan hati normal akan diganti oleh jaringan ikat sehingga hati akan mengecil.

48

Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga pola
khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus; sirosis Laennec, pascanekrotic, dann biliaris.
sirosis Laennec
disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi) merupakan suatu pola khas sirosis
terkait penyalahgunaan alcohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus
sirosis.
Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secata
berleihan secara bertahap di dalam sel-sel hati(infiltrasi lemak). Para pakar setuju bahwa
alcohol menimbulkan efek toksik bagi hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya
sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukan trigliserida secara
berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi
asam lemak.
Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati deperti terlihat pada alkoholisme dini
bersifat reversible bila berhenti minum alcohol; beberapa kasus dari kondisi yang relative
jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis hati akan membesar,
rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak
dalam jumlah banyak.
Hepatis alkoholik ditandai secara histologist oleh nekrosis hepatoselular, sel-sel balon,
dan infiltrasi leukosit poli- morfonuklear (PMN) di hati.
Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal
terbentuk menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas
regenerasi sebagai upaya hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari
sarang-sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula
fibrosa yang tebal. Pada keadaan iini, sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus.
Hati akan menciut, keras, dan hamper tidak memiliki parenkim normal pada stadium
akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati.
Sirosis pascanekrotik
Terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatotisit dikelilingi dan
dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan
parenkim hati normal. Banyak pasien yang memiliki hasil uji HBsAg-positif, sehingga
menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif agaknya merupakan peristiwa penting.
Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengn bahan kimia
industry, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi ora;, metal-dopa, arsenic,
dan karbon tetraklorida.
Cirri khasnya adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah factor predisposisi timbulnya
neoplasma hati primer (karsinoma hepatoselular).
49

Sirosis biliaris
Adalah kerusakan sel hati yang dimulai di sekiar duktus biliaris. Penyebab paling sering
adlah obstruksi biliaris pascahepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu
di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi
lobules, namun jarang memotong lobules seperti pada sirosis Laennec. Hati membesar,
keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Penyebabnya masih belum diketahui.

6.5.3

Apa saja penyebab penyakit cirrhosis hepatis?

Ada banyak penyebab sirosis. Penyebab paling umum adalah kebiasaan meminum
alkohol dan infeksi kronis virus hepatitis B, C, D. Sel-sel hati Anda berfungsi mengurai
alkohol, tetapi terlalu banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus
hepatitis C menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat
mengakibatkan sirosis. Sekitar 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis mengembangkan
sirosis. Tetapi hal ini biasanya terjadi setelah sekitar 20 tahun atau lebih dari infeksi awal.
Penyebab umum sirosis lainnya meliputi:
-

Infeksi kronis virus hepatitis B.

Hepatitis autoimun. Sistem kekebalan tubuh biasanya membuat antibodi untuk


menyerang bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada hepatitis autoimun,sistem
kekebalan tubuh membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan
kerusakan dan sirosis.

Penyakit yang menyebabkan penyumbatan saluran empedu sehingga tekanan darah


terhambat dan merusak sel-sel hati. Sebagai contoh, sirosis bilier primer, primary
sclerosing, dan masalah bawaan pada saluran empedu.

Non-alcohol steato-hepatitis (NASH). Ini adalah kondisi di mana lemak menumpuk di


hati sehingga menciptakan jaringan parut dan sirosis. Kelebihan berat badan
(obesitas) meningkatkan risiko Anda mengembangkan non-alcohol steato-hepatitis.

Reaksi parah terhadap obat tertentu.

Beberapa racun dan polusi lingkungan.

Infeksi tertentu yang disebabkan bakteri dan parasit.

Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah dan kemacetan di
hati.

Beberapa penyakit warisan langka yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati,
seperti hemokromatosis (kondisi yang menyebabkan timbunan abnormal zat besi di hati
dan bagian lain tubuh) dan penyakit Wilson (kondisi yang menyebabkan penumpukan
abnormal zat tembaga di hati dan bagian lain tubuh).

50

6.5.4

Bagaimana ciri-ciri penderita cirrhosis hepatis (makroskopik dan mikroskopik)?

Pada pemeriksaan hati kadang kadang terasa keras namun pada sirosis hati yang lanjut
sudah tidak teraba lagi dan mengecil, perdarahan karena pecahnya varises
esophagus,kadar protombin rendah, kadar albumin rendah,adanya ikterus yang menetap

Secara mikroskopik:
Pada sirosis hati akan terjadi pembentukan nodulus-nodulus fibrous. Gambaran
mikroskopis konsisten dengan gambaran makroskopis. Ukuran nodulus sangat bervariasi
dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang
susunannya tidak teratur. Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul > 3mm) dan mikronodular (<3mm) ataupun campuran.

6.5.5

Bagaimana cara mendiagnosis cirrhosis hepatis?

1) Periksa CT
Beberapa tahun terakhir ini, periksa CT merupakan cara diagnosis kanker hati yang sangat
umum, dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan batas kanker pada pasien dengan jelas.
Selain itu, melalui spesifikasi dari radiology dapat menyambungkan setiap saluran dalam
hati dengan pembuluh darah dalam hati terhadap tumor dengan pasti.
Biasanya, USG sering dipergunakan untuk mengetahui kelanjutan dari pengobatan dan
pemeriksaan suatu penyakit, cara diagnosis kanker hati ini dapat menunjukkan bentuk
dan ukuran tumor, cara diagnosis ini sangat berguna untuk penyakit tumor bagian hati.

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Cara diagnosis kanker hati yang ini sangat bagus terhadap penyakit yang agak ringan,
sangat membantu terhadap lesi jinak kanker hati, cara diagnosis yang ini juga sering
menggunakan pemeriksaan CT sebagai tambahan.

3) Alphafetoprotein
Dalam bidang klinis, alphafetoprotein adalah cara diagnosis kanker hati yang lazim
digunakan saat ini, cara ini juga sederhana dan efektif. Pasien dengan radang hati yang
bersifat racun lebih gampang terkena kanker hati, dan alphafetoproteinnya bisa
meningkat, tapi bukan semua pasien kanker hati bisa meningkat alphafetoproteinnya.
Maka dari itu penderita penyakit hati kronis yang alphafetoproteinnya normal juga tidak
boleh mengabaikannya.

4) USG
51

Biasanya, USG sering dipergunakan untuk mengetahui kelanjutan dari pengobatan dan
pemeriksaan suatu penyakit, cara diagnosis kanker hati ini dapat menunjukkan bentuk
dan ukuran tumor, cara diagnosis ini sangat berguna untuk penyakit tumor bagian hati.

Gejala Penyakit Sirosis Hati.

Kelelahan

Kelemahan

Cairan yang bocor dari aliran darah dan menupuk di kaki

Kehilangan nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah

Kecendrungan lebih sering memar dan berdarah

Penyakit kuning karena penupukan bilirubin

Gatal gatal karena penumpukan racun

Gangguan kesehatan mental pengobatan penyakit

Gejala dini adalah mudah lelah, kelelahan, anoreksia, dyspepsia, flatulen, perubahan
kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), berat badan sedikit berkuran, nausea dan
muntah, khususnya pada pagi hari. Rasa sakit yang tidak nyata atau perasaan berat pada
epigastrium atau kuadran atas terdapat pada sebagian penderita. Pada kebanyakan kasus,
hati keras dan teraba, dengan mengabaikan apakah hati membesar atau atrofi.

Pada pemeriksaan fisik akan terdapat: spider naevi, ikterus, eritema palmar, caput
medusa, shifting dullness karena terdapat asites, bunyi bruit atau suara abnormal arteri
atau lumen pembuluh darah yang terdengar sebagai aliran turbelensi, bunyi akan
meningkat saat penderita melakukan inspirasi dan sedang berdiri.

1. cirosis kompensata : kelelahan, anoreksia, nausea, libido hilang


2. cirosis dekompensata : hard and bumpy hepar, splenomegaly, internal bleeding which
causes melena, spider naevi, eritema Palmaris, liver biopsy (taking some tissue of the
hepar with needle) with results indicating a low albumin level, low platelet (thrombocyte),
and abnormally low cholesterol.

6.5.6

Adakah pengaruh umur terhadap penyakit cirrhosis hepatis?

Ada. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jikadibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rataterbanyak antara golongan
umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
52

7. RESTRUKTURISASI / KERANGKA KONSEP


Alkoholisme

Infeksi virus hepatitis

Cirrhosis hepatis

Kerusakan hepatoseluler

Terbentuknya jaringan
parut + septa fibrosa

Kolaps lobuli hepar

Gangguan
metabolisme
bilirubin

Distorsi pembuluh darah dan terganggunya aliran darah portal

Shunting
aliran
dari
hepar ke
sirkulasi
sistemik

Dilatasi
vena
sekitar
umbilicus

Portal
hypertension

Vaso dilatasi
vena lienalis

Vaso dilatasi
lokal

Retensi
natrium dan
cairan

Caput
Medusae

Penyaluran
darah ke
lien akibat
aliran
darah ke
hepar
terhambat

Bilirubin
di bawa
oleh
darah ke
sklera
mata

Bilirubin tak
terkonjugasi
Hiperestrogenisme
pada kapiler
Sklera ikterik

Nitrit Oksida
meningkat

Perdarahan
varises
esofagus

Homeostasis
oleh
vasokonstriksor
dan
antinatriuretic
factor

Darah masuk
ke dalam
gastr

Akumulasi
cairan
(asites) di
cavitas
abdomen

Perubahan
tek. Kapiler
dan
permeabilitas

Shifting
dullness

Menekan
gastr

Gagal
menginaktifkan
steroid adrenal
dan gonad

BAB hitam

Palmar
eritema

Spider
naevi

Anemia

Splenomegali

Rasa penuh
pada perut

Anorexia

53

Kekurangan
protein dan
asupan
lainnya

Konjungtiva
pucat

8. TOPIK PEMBELAJARAN/LEARNING ISSUES


8.1

Traktus digestivus dan organ aksesorius

8.2

Anatomi dan histologi hepar

8.3

Vaskulerisasi hepar

8.4

Pengaruh minuman alkohol terhadap tubuh

8.5

Cirrhosis hepatis

8.6

Hepatitis B

TOPIK

Traktus digestivus
dan organ
aksesorius

YANG SAYA
TAHU

Organ-organ
digestivus

YANG SAYA TIDAK TAHU

melalui traktus

Hepatitis B dan cirrhosis

histologi hepar

hepar

hepatis

hepar

vaskulerisasi
hepar

Pengaruh
minuman alcohol

Alkohol

terhadap tubuh
Cirrhosis hepatis

Hepatitis B

Gangguan vaskulerisasi
hepar

Stuktur histologi

Histologi hepar dan


kaitannya dengan
penyakit hepar

Pengaruh minuman

penyakit pada kasus

alcohol terhadap tubuh

ciri-ciri
Etiologi, patofisiologi,
ciri-ciri

54

SAYA
BELAJAR

Internet
Jurnal

Kaitan alkohol dan

Etiologi, patofisiologi,

BAGAIMANA

Textbook

digestivus

Anatomi

Anatomi

DIBUKTIKAN KEMBALI

Penyerapan alkohol

Anatomi dan

Vaskulerisasi

YANG HARUS

9. SINTESIS
9.1 TRAKTUS DIGESTIVUS DAN ORGAN AKSESORIUS
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yaitu saluran panjang yang merentang
dari mulut sampai anus, dan organ organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva,
hati, kandung empedu, dan pancreas.

Mulut
o

Mulut terbentang dari bibir sampai ke isthmus faucium, yaitu peralihan dari mulut
dengan pharynx. Mulut dibagi dalam vestibulum oris, yaitu bagian antara bibir dan
pipi di sebelah luar dengan gusi dan gigi-geligi di sebelah dalam; dan cavitas propia
yang terletak di dalam arcus alveolaris, gusi dan gigi-geligi. Vestibulum oris adalah
ruang sempit mirip celah yang berhubungan keluar melalui rima oris. Pipi membentuk
dinding lateral vestibulum oris dan dibentuk oleh m.buccinator. Cavitas oris propia
mempunyai atap, yang berbentuk oleh palatum durum di depan dan palatum molle di
belakang.

Bibir atas/labium superior dan labium inferior/bibir bawah, akan bertemu pada
sudut/angulus oris, kemudian kita lihat dari sudut mulut ke hidung, ada suatu alur,
yakni sulcus nasolabialis. Sulcus nasolabialis ini selalu ada, jadi kalau menghilang
berarti ada kelumpuhan otot wajah/kelumpuhan facialis yang perifer. Ada juga sulcus
mentolabialis.

pada mulut terdapat otot- otot pengunyah yang berperan sangat penting dalam
proses pencernaan., yakni:

M. masseter

M. temporalis

M. pterygoidea medialis/internus

M. pterygoidea lateralis/externus

Keempat otot pengunyah ini, menggerakkan rahang bawah terhadap rahang


atas. Kalau kita membuka mulut, yang bergerak adalah rahang bawah. Otototot ini dipersyarafi oleh portio minor dari nerves mandibularis, cabang ketiga
( N. Trigemini V3 ). Jadi, fungsi otot pengunyah adalah menggerakkan rahang.

Atap mulut dipersarafi oleh n.palatina major dan n. nasopalatinus. Serabut-serabut


saraf berjalan di dalam n. maxilaris. Dasar mulut dipersarafi oleh n. lingualis, sebuah
cabang dari n. mandibularis. Serabut-serabut pengecap berjalan di dalam chorda
tympani, cabang dari n. fascialis. Pipi dipersarafi oleh n. buccalis, cabang dari n.
mandibularis.

Gigi- geligi
55

Terdapat dua perangkat gigi-geligi yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda dalam
kehidupan, yaitu gigi decidua dan gigi tetap.

Gigi decidua berjumlah 20 buah: 4 incivus, 2 caninus, dan 4 molar pada setiap
rahang.

Gigi tetap berjumlah 32 buah: 4 incivus, 2 caninus, 4 premolar, dan 6


molar pada setiap rahang.

Persyarafannya gigi geligi

Rahang atas di persarafi oleh cabang nerves trigeminus yang kedua ( n.


Maxillaris )

Rahang bawah di persarafi oleh cabang nerves trigeminus yang ketiga ( n.


Mandibularis )

Palatum
o

Palatum kita kenal ada dua bagian yaitu palatum durum yang merupakan bagian yang
keras, dan bagian yang lembek yaitu palatum molle.

Palatum durum, batas-batasnya kira-kira sampai tepi dorsal dari moral ke-3, dan
seterusnya bisa diraba dengan ujung lidah, kalau lembek-lembek itu berarti palatum
molle yang dapat bergerak naik turun. Pada selaput lendir palatum, kita lihat ada
beberapa lipat yang kita sebut rige palatina, di sebelah depan yang berjalan transversa.
Kemudian ada kelenjar ludah kecil yang disebut glandula palatini, untuk air liur yang
dindingnya ada saluran keluarnya.

Pendarahan dan persyarafan palatum, oleh v.a.n palatina major & minor. Palatina
major untuk bagian terbesar yaitu bagian depan, dan palatina minor untuk bagian
kecil yakni palatum molle.

Lidah
o

Lidah adalah massa otot lurik yang ditutupi oleh membran mukosa. 2/3 bagian
anteriornya terletak dalam mulut dan 1/3 bagian posteriornya terletak di
pharynx. Lidah dibagi menjadi belahan kiri dan kanan oleh septum fibrosum mediana,
mereka bertemu di lubang kecil, yaitu foramen caecum, disini terdapat papilla yang
lebih besar, yakni papilla valata. Sementara papilla yang kecil-kecil di depannya yakni
papilla fungiformis & filiformis sehingga membuat Permukaan lidah kasar, karena
terdapat titik pengecap

Pada lidah kita kenal ada otot intrinsik dan ekstrinsik.

Yang diartikan dengan otot intrinsik ialah origo dan insersio di lidah. Jadi otot
intrinsik ini merupakan bentuk dari lidah. Lidah menjadi gepeng, bundar dan
pendek, itu karena kontraksi otot intrinsik lidah.

56

Otot ektrinsik, menghubungkan lidah dengan dunia luar. Jadi otot ekstrinsik
merubah letak dari lidah. Lidah berubah ke depan, ke samping, itu oleh otot
ekstrinsik. Persyarafan dari otot ini oleh syaraf XII ( nerves hypoglossus ), yang
memang merupakan syaraf untuk lidah

Kelenjar ludah
o

Kelenjar ludah ada 3, yaitu glandula parotis yang paling besar, terletak di bawah
kuping, kemudian yang lebih kecil di bawah dagu/di bawah mandibula, yakni glandula
submandibularis, kemudian di bawah lidah yaitu glandula sublingualis

Faring
o

Faring merupakan saluran panjang otot polos yang tidak sempurna, dengan orifisium
depan ke cavum nasi, mulut, dan laring, sehingga terdapat nasofaring, orofaring, serta
laringofaring. Lapisan ototnya terdiri atas :

M. konstriktor faringeus superior : keluar dari ligamentum


pterigomandibularis (yang terbentang antara hamulus pterigodeus
dan mandibula tepat di belakang gigi molar ketiga).

M. konstriktor faringeus media : keluar dari ligamentum stilohioideum


serta kornu minus dan majus os hyoid.

M. konstriktor faringeus inferior : keluar dari kartilago tiroid dan


krikoid

Otot-otot konstriktor ini menggelilingi faring dan interdigitatum


diposterior. Celah antara otot-otot ini diisi oleh fasia. Terdapat pula
lapisan otot longitudinal disebelah dalam. Nasofaring dilapisi oleh
epitel kolumnar bersilia dan pada dinding posteriornya terdapat
massa jaringan limfatik, tonsila faringealis atau adenoid. Tuba
auditorius (eustachii) membuka ke nasofaring setinggi dasar hidung,
kartilago tuba sedikit mencuat di belakang orifisium.

Persarafan faring adalah:


Motoris : cabang faringeal dari n.vagus
Sensoris : n. glosofaringeus

Oesophagus
o

Oesophagus merupakan suatu saluran muscular, panjang kira- kira 25 cm, yang
dimulai dari cartilage cricoidea dan m. cripharyngeus di bagian proximal dan mencapai
bagian cardia dari lambung.

Bagian-bagian oesophagus:

Bagian cervical :

Letaknya di belakang trakea


57

Nervus recurrens terletak di sisinya

Letaknya di atas muskulus prevertebrale

Bagian thoracal :

Dari mediastinum superior melalui mediastinum posterior sampai ke


diafragma

Bersentuhan dengan atrium kiri sehubungan dengan letaknya

Nervus vagus langsung menyentuh oesophagus

Terletak di depan aorta descendens

Bagian abdominal :

Keluar dari arcus dexter diafragma pada tingkat vertebra

Bagian ini panjangnya 1-2 cm

Sisi kirinya langsung berlanjut ke curvature minor lambung

Gaster
o

Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang paling lebar dan mudah
melebar. Letaknya di kuadran kiri atas abdomen, membentuk huruf J (meskipun
bentuk dan letaknya dapat sangat bervariasi).

Lambung terletak di antara cardia dan pylorus di dalam stomach bed. Cardia
terletak tepat di bawah hiatus oesophagicus di diafragma, pada tingkat vertebra Th 10,
di belakang rawan kosta ke 7,2 cm ke kiri dari garis tengah dan pylorus terletak pada
tingkat L1.

Bagian bagian gaster:

Fundus

Anthrum pyloricum

Corpus

Pylorus

58

Pankreas
o

Pankreas memiliki kaput, kolum, korpus dan kauda. Pankreas merupakan organ
retroperitoneal yang terletak kira- kira sepanjang bidang transpilorik. Kaput terikat
dilateral oleh duodenum yang melengkung dan kauda memanjang ke hilus lien pada
ligamentum lienorenale. Pembuluh darah mesenterika superior lewat dibelakang
pankreas, kemudian dianterior, diatas prosesus unsinata dan bagian ketiga duodenum
menuju pangkal mesenterium usus halus. V. kava inferior, aorta, pleksus seliaka, ginjal
kiri (dan pembuluh darahnya), serta kelenjar adrenal sinistra merupakan batas
posterior pankreas. Selain itu, v.porta terbentuk dibelakang kolum pankreas dari
gabungan v. lienalis dan v mesenterika superior. Kantung minor dan lambung adalah
batas anterior pankreas.

Struktur: duktus pankreatikus (wirsungi) utama berjalan sepanjang kelenjar, akhirnya


mengalir sekresi pankreas ke ampula vateri, bersama dengan duktus bilaris komunis,
dan kemudian menuju bagian kedua duodenum. Duktus aksesorius mengalirkan
sekresi pankreas dari prosesus unsinata pankreas, memiliki pintu agak di proksimal
ampula ke bagian kedua duodenum.

Pasokan darah: kaput pankreas mendapat pasokan darah dari


aa.pankreatikoduodenalis superior dan inferior. A. linealis berjalan di sepanjang batas
atas korpus pankreas yang menerima darah darinya melalui cabang besar A.
pankreatika magna dan banyak cabang cabang kecil.

Fungsi: pankreas merupakan struktur berlobus yang memiliki fungsi eksokrin dan
endokrin. Kelenjar eksokrin mengelurkan cairan pankreas menuju duktus pankreatikus,
dan akhirnya ke duodenum. Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorpsi
protein, lemak, dan karbohidrat. Endokrin pankreas bertanggung jawab untuk
produksi serta sekresi glukagon dan insulin, yang terjadi dalam sel sel khusus di
pulau langerhans.

59

Hati
o

Hepar terutama mengisi hipokondrium kanan namun lobus kiri mencapai epigastrium.
Permukaan atasnya yang berkubah berbatasan dengan diafragma dan batas
bawahnya mengikuti kontur margin kosta kanan. Bila terjadi pembesaran hepar batas
bawah bisa teraba di bawah margin kosta.

Secara anatomis hepar terdiri dari lobus kanan yang besar, dan lobus kiri yang lebih
kecil. Keduanya dipisahkan diantero-superior oleh ligamentum falsiforme dan di
postero-inferior oleh fisura untuk ligamentum venosum dan ligamentum teres. Pada
klasifikasi anatomis, lobus kanan terdiri dari lobud kaudatus dan kuadratus. Akan
tetapi secara fungsional lobus kaudatus dan sebagian besar lobus kuadratus
merupakan bagian dari lobus kiri karena mendapatkan darah dari a. hepatika sinistra.
Oleh karenanya, klasifikasi fungsional hepar menyatakan bahwa batas antara lobus
kanan dan kiri terletak pada bidang vertical yang berjalan ke posterior dari kandung
empedu menuju v. kava inferior.

Bila permukaan postero-inferior hepar dilihat dari belakang terlihat bentuk huruf H
yang terdiri dari sulkus dan fosa. Batas huruf H ini adalah :

Kaki anterior kanan : fosa kandung empedu

Kaki posterior kanan : sulkus untuk v. kava inferior.

Kaki anterior kiri : fisura yang berisi ligamentum teres.

Kaki posterior kiri : fisura untuk ligamentum venosum

Kaki horizontal : porta hepatis. Lobus kuadatus dan kuadratus hepar adalah
daerah yang terletak diatas dan dibawah batang horizontal H.

Porta hepatis adalah hilus hepar. Struktur ini merupakan tempat berjalannya (dari
posterior ke anterior): v.porta ; cabang-cabang a.hepatika dan duktus hepatika. Porta
dilapisi oleh lapisan peritoneum ganda-omentum minus, yang melekat erat ke
ligamentum venosum pada fisuranya.

Hepar dilapisi peritoneum kecuali pada bagian area telanjang. Hepar terdiri dari
banyak unit fungsional-lobulus. Cabang-cabang v.porta dan a.hepatika mentranspor
darah melalui kanalis porta menuju v. sentralis akhirnya bergabung dengan vv.
Hepatika dekstra, sinistra, dan sentralis yang mengalirkan darah dari daerah hepar
disekitarnya kembali ke v.kava inferior. Kanalis porta juga mendapat percabangan dari
duktus hepatika yang mengalirkan empedu dari lobules ke bawah ke cabang bilier
dimana empedu bisa dikonsentrasikan dalam kandung empedu dan akhirnya

60

dikeluarkan ke duodenum. Panjang usus yang darahnya mengalir melalui


v.porta menjelaskan predisposisi tumor usus bermetastatis ke hepar.

Kantung Empedu
o

Gelembung berbentuk buah pir, panjangnya sekitar 8 cm dan berisi 40-50 cc empedu,
terbagi menjadi fundus, korpus, dan kolum dengan batas tidak tegas. Fundus vesika
felea terproyeksi di luar tepi inferior hati yang tajam dan bersentuhan dengan dinding
depan perut, dimana tepi lateral otot rektus abdominis menyilang tepi kostal. Korpus
dan kolum vesika felea melekat pada permukaan inferior yang landai dan menuju
porta hepatis.

Usus Halus
o

Intestinum tenue merupakan bagian yang terpajang dari saluran pencernaan dan
terbentang dari pilorus pada gaster sampai juncture ileocaecalis. Sebagian besar
pencernaan dan absorpsi makanan berlangsung didalam intestinum tenue.intestinum
tenue terbagi atas tiga bagian : duodenum, jejunum dan ileum.

Duodenum
o

Lokasi dan deskripsi:

Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar 10


inci yang merupakan organ penghubung gaster dengan jejunum. Duodenum
adalah organ penting karena merupakan tempat muara dari duktus
choledochus dan duktus pancreaticus. Satu inci pertama duodenum
menyerupai gaster yang permukaan anterior dan posteriornya diliputi oleh
peritoneum dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir
atasnya dan omentum majus yang melekat yang melekat pada pinggir
bawahnya. Bursa omentalis terletak dibelakang segmen yang pendek ini. Sisa
duodenum yang lain terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang
diliputi oleh peritoneum.

Pendarahan:

arteriae : Setengah bagian atas duodenum diperdarahi oleh arteria


pancreaticoduodenalis superior, cabang arteria gastroduodenalis.
Setengah bagian bawah diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inferior, cabang arteria mesenterika superior.

Venae : Vena pancreaticoduodenalis superior bermuara ke venae


portae hepatic; vena pancreaticoduodenalis inferior bermuara ke
vena mesenterika superior.

Persarafan: saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis dari


plexus mesenterikus superior.
61

Jejunum dan Ileum


o

Lokasi dan deskripsi:

Jejunum dan ileum panjangnya 20 kaki , dua perlima bagian atas merupakan
jejunum. Masing-masing bagian mempunyai gambaran yang berbeda, tetapi
terdapat perubahan yang bertahap dari bagian yang satu ke bagian yang lain.
Jejunum dimulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada
juncture ileocaecalis. Lengkung-lengkung jejunum dan ileum dapat bergerak
dengan bebas dan melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dan dikenal sebagai
mesenterium. Pinggir bebas lipatan yang panjang meliputi usus halus yang
bebas bergerak. Pangkal lipatan pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum
parietale pada dinding posterior abdomen sepanjang garis yang berjalan
kebawah dan ke kanan dari sisi vertebra lumbalis II ke daerah articulation
sacroiliaca dextra. Radix mesenterii ini memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteria dan mesenterika superior, pembuluh limfe, serat sarafsaraf kedalam ruangan di antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium. Pada orang hidup, jejunum dapat dibedakan dari ileum
bedasarkan berikut ini :

Lengkung-lengkung jejunum, terletak pada bagian atas cavitas


peritonealis di bawah sisi kiri mesocolon transversum; ileum terletak
pada bagian bawah cavitas peritonealis dan di dalam pelvis.

Jejunum lebih lebar, berdinding lebih tebal, dan lebih merah


dibandingkan dengan ileum. Dinding jejunum terasa lebih tebal;
karena lipatan yang lebih permanen pada tunka mukosa, plica
circulars lebih besar, lebih banyak dan tersusun lebih rapat pada
jejunum; sedangkan pada bagian atas ileum plica circulars lebih kecil
dan lebih jarang; dan di bagian bawah ileum tidak ada plica circulars.

Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di


atas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah
dan kanan aorta.

Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau


dua arcade dengan cabang-cabang panjang dan jarang berjalan ke
dinding intestinum tenue. Ileum menerima banyak pembuluh darah
pendek yang berasal dari tiga atau empat atau lebih arcade.

Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat radix dan


jarang ditemukan di dekat dinding jejunum. Pada ujung mesenterium
62

ileum, lemak disimpan di seluruh bagian sehingga lemak di temukan


mulai dari radix sampai dinding ileum.

Kelompok jaringan limfoid terdapat pada tunika mukosa ileum bagian


bawah sepanjang pinggir antimesenterica. Pada orang hidup,
lempeng peyer dapat dilihat dari luar pada dinding ileum

Pendarahan: Arteri. Pembuluh arteri yang mendarahi jejunum dan ileum


berasal dari cabang-cabang arteri mesenterika superior. Cabang-cabang
intestinal berasal dari sisi kiri arteri dan berjalan di mesenterium unutk
mencapai usus. Pembuluh-pembuluh ini beranastomosis atu dengan yang lain
untuk membentuk serangkaian arcade. Bagian paling bawah ileum
diperdarahi juga oleh arteri ileocolica. Vena. Vena sesuai dengan cabangcabang arteri mesenterika superior dan mengalirkan darahnya ke dalam vena
mesenterika superior.

Persarafan: saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (n.vagus)


plexus mesenterikus superior.

Usus Besar
Intesinum crassum terbentang dari ileum sampai anus. Intestinum crassum terbagi
menjadi caecum, appendix, vermiformis, colon descendens, dan colon sigmoideum;
rectum dan canalis analis. Fungsi utama intestinum crassum adalah mengabsorbsi air dan
elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicerna sampai dapat dikeluarkan dari tubuh
sebagai feces.

STRUKTUR HISTOLOGIS

Mulut
o

Struktur histologis bagian-bagian yang terdapat disini:

Labium oris

Buccal

Dent

Gingivae

Linguae

Palatum molle & durum

Labium oris dapat dibagi dalam 3 area:

Area cutanea: Daerah permukaan bibir ini merupakan lanjutan kulit disekitar
mulut. Maka gambaran hstologisnya sebagai kulit pula. Paling luar dilapisi oleh
epidermis yang merupakan epitel gepeng berlapis berkeratin. Dibawah

63

epidermis terdapat jaringan pengikat yang disebut corium yang membentuk


tonjolan-tonjolan ke arah epidermis yang disebut sebagai papila corii. Sel-sel
basal epidermis mengandung butir-butir pigmen. Seperti juga pada struktur
kulit lainnya pada permukaan kulit ini dilengkapi oleh alat-alat tambahan kulit
seperti glandula sudorifera, glandula sebacea dan folikel rambut.

Area merah bibir (area intermedia ): Epitelnya berlapis gepeng tidak


bertanduk epitelnya transparan (jernih) karena mengandung butir-butir
eleidin. Papilla jaringan ikatnya tinggi-tinggi dan mengandung banyak kapiler.

Area oral mukosa:

Bagian ini mempunyai struktur histologis yang sama dengan


pipi

Epitelnya berlapis gepeng tidak bertanduk

Lamina propianya agak kompak

Pada tunika submukosa didapati kelenjar labialis yang bersifat


seromukus

Dibawah submukosa didapati otot lurik (M.orbicularis oris)

Oesophagus
o

Dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Dalam submukosa terdapat
kelompokan kelenjar penghasil mukus kecil, yaitu kelenjar esofageal. Pada lamina
propria dekat lambung terdapat kelompokan kelenjar yang disebut kelenjar kardia
esofagus yang juga menghasilkan mukus. Pada ujung distal esofagus, lapisan ototnya
terdiri atas serat otot polos, pada bagian tengah terdapat campuran serat otot
bergaris (rangka) dan serat otot polos, pada ujung proksimal terdapat serat otot
rangka. Hanya bagian esofagus dalam rongga peritoneum yang ditutupi oleh serosa.
Sisanya ditutupi lapisan jaringan ikat longgar yang disebut adventisia.

Tunika mukosa

Epitel berlpais gepeng tanpa lapisan tanduk

T. M.M hanya satu lapis longitudinal

Pada lamina propria didapati kelenjar mukus tubulosa kompleks (kel


superfisial) yang merupakan perluasan kelenjar kardia

Tunika submukosa

Terdapat kelenjar mukus tubulosa kompleks yang disebut kelenjar submukosa


(oesophageal glands)

Tunika muskularis

Pada 1/3 proksimal terdiri dari otot lurik

1/3 tengah terdiri dari campuran otot polos dan lurik


64

1/3 distal seluruhnya otot polos.

Gaster
o

Seluruh permukaan mukosa gaster terdapat gastric pits atau foveola gastrica

Epitel mukosa selapis torak tanpa sel goblet

3 daerah: cardia, fundus, pilorus

Lapisan otot tebal untuk menggiling/mencampur makanan

Mensekresikan enzim-enzim dan asam untuk memulai pencernaan

Dindingnya sangat berlipat yang dinamakan rugae

Sitoplasma pada permukaan apikalnya mengandung musigen

Intinya oval

Pada lamina propria terdapat kelenjar di cardia, fundus maupun pilorus

Kelenjar mulai dari dasar gastric pit meluas ke arah TMM.

Pankreas
o

Merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin

Epitel duktus ekskretorius bervariasi dari torak rendah bersel goblet ke sel kubus

Duktus interklarisnya (isthmus) panjang-panjang dan epitelnya selapis gepeng

Bentuk sel asinusnya lebih kecil dari sel asinus parotis

Pars terminalisnya 100% terdiri serous dan di tengah pars terminal sering dijumpai
sel-sel sentroasini yang merupakan bagian dari isthmus

Tidak ada sel myoepitel.

Hati
o

Diliputi kapsula Glissoni

Septa membagi hepar menjadi lobuli-lobuli

Porta hepatis berisi: pebuluh limfe, pembuluh empedu, V.Portae dan A.Hepatika

Unit fungsional hepar ialah 1 lobulus

Bentuknya poligonal

Bagian sentral lobulus hati: Vena sentralis

Sel-sel hepar tersusun radier

Segitiga kiernan berisi cabang A.hepatika, cabang Vena porta, duktus biliaris dan
pembuluh limfe

Setiap sel hati pada salah satu permukaannya harus berhubungan dengan sistem
empedu dan pada permukaan yang lain harus berhadapan dengan pembuluh darah

Sel hati berbentuk poligonal dengan inti ovoid, sitoplasma bergranula dengan banyak
mitokondria, mikrovili, glikogen, protein dan pigmen lipofuchsin

Sel hati dikelilingi berkas serat retikulin yang dengan pewarnaan Bielschwosky
berwarna hitam
65

Vasularisasi hati: A.hepatika dan V.porta-A/V interlobularis sinusoid hati V.sentralis


V.sublobularis V.hepatika V.cava inferior

Sinusoid hati dibatasi oleh sel endotel sinus dan sel kupffer (termasuk RES)

Sel kupffer ovoid, kromatin pucat, dengan pewarnaan tripan blue terbukti bersifat
fagositer.

Kantung Empedu
o

Kanalikuli biliaris-preduktuli biliaris (saluran Hering) duktus biliaris-duktus hepatikus


vesika felea-duktus cysticus duktus koledokus

Arah aliran empedu: dari sentral ke perifer hati

Arah aliran darah: dari perifer ke sentral lobulus

Usus Halus
o

Dibagi dalam 3 bagian yaitu: duodenum, jejunum dan ileum

Epitel terdiri dari selapis torak dan sel goblet

Sel torak pada bagian apikalnya terdapat brush border/mikrovili memperluas


permukaan absorptif. Juga mengandung enzim-enzim pencernaan (alkaline fosfatase,
maltase, dan lain-lain)

Sel goblet ke arah distal makin banyak

Terdapat vili intestinal

Vili di duodenum bentuknya lebar, di jejunum bundar seperti lidah dan pada ilem
berbentuk jari

Plika Sirkularis Kerkringi: lipatan mukosa dan submukosa

Pada jejunum plika kerkringi tinggi-tinggi

Sepanjang membran mukosa terdapat kelenjar Intestinalis (cryptus Lieberkuhn),


tubulosa simpleks, yang bermuara di antara vili intestinalis

Pada dasar cryptus terdapat sel paneth, di bagian apikalnya mengandung granula
eosinofilia

Duodenum
o

Sel-sel cryptus menggantikan sel-sel epitel permukaan yang rusak.

Ciri khas: terdapat kelenjar Brunner, kompleks tubulosa bercabang, mukus

Jejunum
o

Tidak terdapat kelenjar Brunner ataupun agmina peyeri

Plica sirkularis Kerckringi tinggi-tinggi.

Ileum
o

Terdapat agregat limfonodus atau Agmina Peyeri/Plaque Peyeri di lamina propria


meluas ke Tunika submukosa.

66

Usus Besar

Colon

Tunika mukosa tidak mengandung plica sirkularis dan vili intestinal

Sel goblet banyak di antara sel epitel

Cryptus Lieberkuhn ada

Sel paneth dan sel argentafin sedikit sekali

Terdapat limfonodus solitarius

Tunika longitudinal membentuk 3 pita longitudianal taenia coli

Rektum
o

Bagian sebelah bawah disebut Anal Canal

Mukosa mempunyai lipatan longitudinal Rectal collumn (Anal column, Collumn of


Morgagni) berakhir kira2 inchi dari orrificium anal

Epitel selapis torak

Terdapat cryptus

Pertemuan rektum dengan anus disebut Linea Pectinata

9.2 ANATOMI DAN HISTOLOGI HEPAR


Liver atau hati adalah organ yang penting untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
Terletak didalam rongga kanan atas perut, liver memiliki berbagai macam fungsi seperti
membersihkan racun, sintesis protein, dan produksi berbagai enzim pencernaan.

ANATOMI
Liver adalah organ dengan berat sekitar 1,5 kg berwarna merah kecoklatan dan
berbentuk segitiga yang terletak dibagian kanan atas rongga perut. Berdasar ukurannya,
liver adalah organ dalam terbesar yang dimiliki manusia.
Liver mendapat aliran darah dari arteri hepatica dan vena porta, namun aliran darah
terbesar berasal dari vena porta. Seluruh makanan maupun zat yang masuk melalui usus
dan saluran cerna lain seperti limpa dan pankreas akan masuk ke liver melalui vena porta
untuk mengalami proses metabolisme

67

68

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.Pada vertebra rendah
gambaran strukturnya memang benar-benar sebagai kelenjar.Pada manusia dan juga
pada vertebra tinggi sudah berubah strukturnya sebagai susunan sel-sel dalam lempenglempeng.
Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di
kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.

Berat organ ini pada orang dewasa sekitar 1,5 kg.


Permukaan hepar sebagian ditutupi peritoneum yang merupakan Capsula Glissoni.

Hepar terdiri atas :


lobus dexter
lobus sinister
lobus caudatus
lobus quadratus

Jika hepar segar diiris maka tampak warna merah tua dengan gambaran bulat-bulat yang
tersebar rata dan di sekelilingnya terdapat pembuluh darah besar

STRUKTUR HISTOLOGIS
Hepar dibagi menjadi unit-unit berbentuk prisma polygonal yang disebut lobulus, terdiri
atas parenchyma hepar dengan diameter 0,72 mm. pada potongan terlihat bahwa

69

lobulus berbentuk sebagai segi enam dengan pembuluh darah yang terdapat di
tengah,yang disebut vena sentralis.
Batas-batas lobulus pada hepar manusia tidak jelas dipisahkan oleh jaringan
pengikat.Pada sudut pertemuan antara lobuli yang berdekatan terdapat bangunan
jaringan pengikat berbentuk segi tiga berisi saluran-saluran yang disebut Canalis Portalis
yang terdiri dari pembuluh darah, pembuluh limfe, saluran empedu dan serabut
saraf.Bangunan segitiga ini disebut Trigonum Kiernanni.

Jika mengingat hepar sebagai kelenjar maka apa yang disebut lobulus tadi tidak sesuai
dengan lobulus pada kelenjar yang pada umumnya mempunyai saluran keluar yang
terdapat di tengah-tengah lobulus.
Pembagian lobulus hepar tersebut merupakan pembagian cara klasik yang mendasarkan
atas aliran darah yang mengalir dari tepi lobulus yang kemudian berkumpul di tengah
Vena Sentralis. Jika terjadi gangguan peredaran darah akan terjadi perubahan-perubahan
di daerah perifer lobulus yang meluas ke pusat lobulus.

Elias pada tahun 1949 meyatakan bahwa parenchyma hepar terdiri atas masa sel yang
saling berhubungan dan ditempati oleh suatu anyaman sinusoid. Sinusoid ini membagi
rangkaian sel-sel parenchyma hepar menjadi lembaran atau lempeng-lempeng setebal
satu sel.
Sel-sel hepar disebut pula hepatosit yang berbentuk polyhedral. Sepanjang permukaan
terdapat anyaman canaliculi biliferi di seluruh lobuli hepatic yang pada sediaan biasa
tidak dapat dilihat dengan mikroskop karena canaliculi tersebut sangat halus. Semua
canaliculi akan bermuara di cabang Duktus Biliferus di perifer lobulus hepatis.

HISTOFISIOLOGI HEPAR
Hepar merupakan alat yang vital terutama dalam proses bahan-bahan makanan yang
diabsorbsi dari saluran usus untuk nantinya dapat diergunakan oleh jaringan dalam tubuh.
Beberapa fungsinya adalah:
1. Kelenjar eksokrin
Hepar menghasilkan sekrei empedu sebanyak 1000 cc setiap hari.
Dalam cairan empedu terdapat:
pigmen empedu, sebagai hasil pemecahan Hb eritrosit dalam lien dan medulla osseum
(bilirubin yang tidak mengandung Fe akan masuk darah ke hepatosit)
garam empedu yang penating untuk pencernaan
protein
70

kolesterol
kristaloid dalam air
hormon steroid yang mengikuti peredaran entahepatik. Hormon steroid masuk
hepatosit mengalami perubahan atau tidak kemudian masuk enzim yagn disalurkan
dalam intestinum.Di intestinum diserap masuk ke dalam darah lagi untuk kembali
hepatosit.Demikian pula peredaran untuk bilirubin

2.Penimbunan bahan makanan atau vitamin


Misal; karbohidrat (glikogen), lemak vitamin B12 dan vitamin A

3.Transformasi
Protein menjadi karbohidrat atau lemak menjadi fosfolipid atau lipid menjadi lipoprotein
serum yang dilepaskan dalam spatium dise.Konjugasi misalnya untuk detoksikasi amonia
mnjadi ureum

4.Sintesa protein dalam plasma darah


Misal; albumin, globulin dan protein untuk pambekuan darah

5. Mengatur kadar beberapa zat dalam darah


Misal; glukosa yang dibantu oleh beberapa enzim dan hormon

6. Sel Kuffer
Termasuk dalam sistim retikuloendotelial membantu dalam pemecahan eritrosit

7. Fagosit

9.3 VASKULERISASI HEPAR


Vascularisasi Hepar
Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hati, darah
ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100% masuk ke hati akan membentuk jaringan
kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica.
Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena
hepatica tidak terdapat katup.

71

Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 20% darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya
70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah berasal dari vena porta
bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh
sinusoid atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati
disebut vena interlobular.

Di dalam hati, vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari
saluran cerna, dan arteri hepatica membawa darah yang kaya oksigen dari system arteri.
Arteri dan vena hepatica ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil
membentuk jarring kapiler diantara sel-sel hati yang membentuk lamina hepatica.
Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masingmasing lobulus, yang menyuplai vena hepatic. Pembuluh-pembuluh ini membawa darah
dari kapiler portal dan darah yang mengalami dioksigenasi yang telah dibawa ke hati oleh
arteri hepatica sebagai darah yang telah dioksigenasi.

Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Arteriol
ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang
berdekatan, dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering
pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.

72

Persyarafan Hepar
Diurus oleh system simpatis dan parasimpatis. Saraf-saraf itu mencapai hepar melalui
flexus hepaticus, sebagian besar melalui flexus coeliaci, yang juga menerima cabangcabang dari nervus vagus kanan dan kiri serta dari nervus phrenicus kanan.

9.4 PENGARUH MINUMAN ALKOHOL TERHADAP TUBUH


a. Alkohol merusak hati
Kerusakan organis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol secara terus menerus
seringkali bersifar fatal. Organ tubuh yang paling sering mengalami perubahan struktural
akibat alkohol adalah hati. Secara normal, hati memiliki kemampuan untuk menahan zat
aktif dalam bagian selularnya. Dalam kasus keracunan berbagai senyawa beracun, kami
menganalisis seolah-olah hati merupakan sentral dari benda-benda asing. Hal ini sama
halnya dengan alkohol.

Hati seorang pecandu alkohol tidak pernah terbebas dari pengaruh alkohol dan seringkali
dipenuhi olehnya. Stuktur kapsular atau selaput yang kecil dari hati terkena dampak dari
alkohol sehingga mencegah dialisis dan sekresi yang seharusnya. Hati menjadi besar
karena dilatasi pembuluh-pembuluhnya, tambahan zat cair dan penebalan jaringan.

Hal ini diikuti dengan kontraksi selaput dan penyusutan bagian-bagian selular dari
keseluruhan organ. Kemudian bagian bawah pecandu alkohol menjadi dropsikal
dikarenakan gangguan pada pembuluh darah yang membawa arus balik darah. Struktur

73

hati dipenuhi sel-sel lemak dan mengalami apa yang secara teknis ditunjuk sebagai lemak
hati.

b. Alkohol merusak ginjal


Ginjal juga menderita akibat konsumsi alkohol yang berlebihan. Pembuluh darah ginjal
kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk kontraksi. Struktur-struktur yang kecil di dalam
ginjal pergi melalui modifikasi lemak. Albumin dari darah mudah melewati selaput
mereka. Hal ini menyebabkan tubuh kehilangan kekuatannya seperti seolah-olah tubuh
kehabisan darah secara bertahap.

c. Kemampatan paru-paru
Alkohol menenangkan pembuluh darah paru-paru dengan mudah karena mereka yang
paling terkena fluktuasi panas dan dingin. Ketika mengalami efek dari variasi suhu
atmosfer yang cepat berubah, mereka menjadi mudah sesak. Selama musim dingin yang
parah, kemampatan paru-paru yang fatal dengan mudah mempengaruhi seorang
pecandu alkohol.

d. Alkohol melemahkan jantung


Konsumsi alkohol sangat mempengaruhi jantung. Kualitas struktur selaput yang
menyelubungi dan melapisi jantung berubah dan menebal menjadi seperti tulang rawan
atau berkapur. Kemudian katup kehilangan keluwesan mereka sehingga yang disebut
dengan gangguan katup menjadi permanen. Struktur lapisan pembuluh darah besar dari
jantung juga mengalami perubahan struktur yang sama sehingga pembuluhnya
kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk menyuplai jantung dengan kemunduran dari
proses menggelembung-nya, setelah jantung lewat denyutannya, telah mengisinya
dengan darah.

Sekali lagi, struktur otot jantung gagal karena perubahan degeneratif dalam jaringannya.
Unsur-unsur dari serat otot diganti oleh sel lemak atau jika tidak jadi diganti, merupakan
diri mereka sendiri yang ditransfer ke dalam tekstur otot yang telah dimodifikasi sehingga
kekuatan kontraksinya berkurang drastis.

Mereka yang menderita kerusakan organis dari organ pusat dan organ pengaturan
sirkulasi darah menyadarinya secara diam-diam, hal tersebut sulit terlihat sampai pada
kerusakan yang lebih parah. Mereka menyadari kegagalan pusat kekuatan dari penyebabpenyebab ringan seperti kelelahan, kesulitan istirahat yang cukup dan dapat terlalu lama
74

tidak menyentuh makanan.

Mereka merasakan apa yang mereka sebut dengan istilah "tenggelam", namun mereka
tahu bahwa anggur atau stimulan jenis lain akan meredakan sensasi tersebut dengan
cepat. Jadi mereka berusaha menghilangkan hal tersebut sampai akhirnya mereka
menemukan bahwa cara tersebut telah gagal.

Jantung yang setia, telah bekerja terlalu keras dan menjadi payah sehingga tidak dapat
bekerja lagi. Jantung tersebut telah habis masanya dan pengatur aliran darah telah rusak.
Arus balik bisa membanjiri jaringan secara bertahap membendung jalannya atau berhenti
sepenuhnya di pusat hanya dengan kejutan ringan atau dengan gerakan berlebihan.

e. Gangguan Bagi wanita


Minuman beralkohol selama ini memang identik dengan minuman pria tapi saat ini
semakin banyak kaum wanita yang mulai keranjingan menenggak alkohol. Padahal, dalam
konsumsi berlebih minuman beralkohol lebih berdampak buruk untuk kaum hawa.

Kenyataan penelitian menyebutkan bahwa kaum wanita ternyata lebih cepat mabuk, para
dokter mengingatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alkohol lebih
cepat muncul pada wanita.

Otak perempuan alkoholik dapat mengalami kerusakan, terutama pada fungsi syaraf
kognitifnya. Namun bukan berarti pria alkoholik terbebas dari masalah. Perempuan
alkoholik memiliki hasil tes yang buruk dalam hal memori visual, fleksibilitas kemampuan
kognitif, penyelesaian masalah dan perencanaan.

Selain merusak syaraf otak, alkohol juga merusak bagian liver. Lagi-lagi dampak
kerusakannya lebih cepat terjadi pada perempuan dibanding pria. Komposisi air dalam
tubuh wanita lebih sedikit dibanding pria. Pada tubuh pria terdapat 65 persen air,
sedangkan wanita hanya 55 persen sehingga wanita lebih mudah mabuk. Alkohol diserap
ke dalam darah kemudian dibawa oleh air ke dalam sel. Nah karena air dalam tubuh
wanita lebih sedikit, maka konsenstrasi alkohol dalam darah lebih tinggi meski mereka
minum dalam jumlah yang sama dengan pria. Walaupun organ hati kaum wanita tidak
sensitif pada alkohol, namun konsentrasi alkohol dalam tubuh wanita yang tinggi itu akan
membuat liver wanita lebih cepat rusak dibanding pria.

75

Dampak alkohol pada metabolisme wanita berbeda dengan pria. Selain itu, tubuh pria
lebih banyak memiliki kandungan air sehingga dapat mengurangi dampak alkohol. Alasan
lain yang dikemukakan adalah enzim yang mengubah alkohol menjadi materi inaktif lebih
sedikit pada perempuan. Jika wanita dan pria yang berat badannya sama diberikan
alkohol dalam jumlah yang sama, kadar alkohol dalam darah wanita tiga kali lebih tinggi.

Selain itu, penyalahgunaan alkohol juga dapat menyebabkan kekurangan gizi dan
menurunkan ketahanan terhadap penyakit, sekaligus memberikan dampak yang buruk
pada penampilan Anda. Tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti, tetapi
pantang minum alkohol mungkin menjadi salah satu cara seorang wanita dapat tetap
sehat dan tampak lebih muda lagi.Konsumsi minuman beralkohol bagi wanita yang
sedang hamil akan merusak sang jabang bayi. Konsumsi itu akan berdampak pada
kemampuan kognitif anak dikemudian hari. Selain masalah koginitif anak yang lahir dari
seorang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol saat hamil juga akan mengalami
masalah dengan rendahnya perhatian dan reaksi.

f. Gangguan Daya Ingat.


Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia,
khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada
awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk
peristiwa yang baru terjadi.

g. Orientasi.
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat,
orientasi dapat terganggu secara progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai
contohnya, pasien dengan Demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya
setelah pergi ke kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi,
pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

h. Gangguan Bahasa.
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan
berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau
berputar-putar.

76

i. Perubahan Kepribadian.
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga
pasien yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal
dan temporal kemungkinan mengalami perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah
dan meledak ledak.

j. Psikosis.
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 40 %
memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik.

9.5 CIRRHOSIS HEPATIS


1. Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis adalah satu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik
yang bergantung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan
penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan
regenerasi nodularis perenkim hati (Nurdjanah, 2009).
Sirosis hati secara klinis dibahagi menjadi sirosis hati kompensata yang bererti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan
gejala dan tanda klinis yang nyata. Sirosis hati kompenseta merupakan kelanjutan dari
proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terdapat perbedaan secara klinis. Hal
ini hanya boleh dibedakan dengan pemeriksaan biopsi (Nurdjanah, 2009).

2. Klasifikasi Sirosis Hepatis


Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar lebih dari 3 mm)
dan mikronodular (besar kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular.
Selain itu, dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan fungsional tetapi hal ini kurang
memuaskan (Nurdjanah, 2009).
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi:
1. Alkoholik

2. Kriptogenik dan post hepatis (pasca nekrosis)

3. Biliaris

4. Kardiak

5. Metabolik

6. Keturunan
77

7. Obat

3. Etiologi Sirosis Hepatis


Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis Virus (Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, Sitomegalovirus)

Penyakit Keturunan dan Metabolik


Defisiensi alfa-1- antitrypsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit Simpanan Glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi flktosa heriditer
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson

Obat dan Toksin


Alkohol
Amiodoron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakkan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer

Penyebab Lain atau Tidak Terbukti


Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis

78

4. Epidemiologi Sirosis Hepatis

Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan
pada waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu atopsi. Keseluruhan insideni
sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar
adalah akibat penyakit hati alkoholik maupun penyakit infeksi kronik (Nurdjanah, 2009).
Di Indonesia prevelensi serosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa
beberapa rumah sakit pendidikan sahaja. Di Rumah Sakit Dr. Sardijito, Yogjakarta jumlah
pasien serosis hati berkisar 4.1% dari pasien yang dirawat di Bahagian Penyakit Dalam,
dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4
tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) seluruh pasien di Bahagian Penyakit
Dalam (Nurdjanah, 2009).

79

Sirosis Hepatis
Riwayat Pengguna Alkohol

Pengguna Alkohol
Virus Hepatitis
Malnutrisi
Terpapar Toksin

Transplantasi Liver

Kerusakkan Hepatocyt
Nutrisi
kurang
dari
Kebutuhan

Fatique
Nausea, Vomitus
Anoreksia

Nyeri
Inflamasi hepar
Demam Hipertermia
Nekrosis

Gangguan ADH & Aldosteron

Edema

Risti gangguan
integritas kulit

Kelebihan Volume Cairan


Gangguan Endrogen & Estrogen - Palmar Eritema - Bulu badan
- Spider Naevi - Perubahan menstruasi
- Gynecomastia
Gangguan Metabolisme Protein
Karbohidrat & Lemak

Penurunan plasma protein


Hipoglikemi

Gangguan absorbsi Vit K

Asites & Edema

Perdarahan

Gangguan fungsi empedu

Warna feses berubah

Gangguan sekresi urin

Urin pekat

Gangguan metabolisme bilirubin

Hiperbilirubin

Jaundice/ Ikterus

Carta Alir 1.1. menunjukkan Patogenesis Sirosis Hepatis

80

Etiologi (Malnutrisi, Alkoholisme, Virus Hepatitis, Zat Toksik)


Peradangan
Kerusakan hati
Nekrosis hepatoseluler

terputusnya keutuhan jaringan

gangguan rasa nyaman


nyeri

Kolaps lobulus hati


Terbentuk jaringan parut + septa fibrosa

Kelainan parenkhim paru

Distorsi pembuluh darah & terganggunya aliran darah portal Terganggu sistem kerja paru
Hipertensi portal

Peningkatan sistem terganggu Ekpansi

Sirosis hati

Fibrogenesis

Pola nafas tidak efektif

Fungsi hati terganggu

Peningkatan tekanan hidrostatik

Gangguan
Metabolisme
Bilirubin

Gangguan
Sintesis
Vit K

Gangguan
Metabolisme
Zat besi

Asites

Bilirubin
Tak
Terkonjugasi

Faktor
Pembekuan
Darah

Feces pucat
Ikterik
Urine gelap

Resti
Penurunan sel darah merah
Perdarahan

Menekan Gaster

Gangguan
Asam
Folat

Rasa penuh pada perut


Anoreksia (Gangguan Nutrisi)
Anemia

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

Gangguan body image

Penumpukan garam empedu di bawah kulit

Pruritus

Kerusakkan integritas kulit

Carta Alir 1.2. menunjukkan Patogenesis Sirosis Hepatis

5. Patogenesis Sirosis Hepatis


Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut
disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa boleh dibentuk dari sel
retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat
menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral
(bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal.
81

Tahap berikutnya, terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo
endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen berubah dari reversibel ke
irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan
parenkhim hati sel limfosit dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai
mediator fibrinogen, septal aktif ini berasal dari portal yang menyebar ke parenkhim hati.
Kolagen sendiri terdiri dari 4 tipe yaitu dengan lokasi daerah sinusoid sentral, sinusoid,
jaringan retikulin (sinusoidportal), dan membrane basal. Pada semua sirosis terdapat
peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan kologen
dirangsang oleh nekrosis hepatoseluler dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis
viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas
disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi
fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya
sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan
peradangan sel hati, nekrosis /nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif
diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu
sekitar 4 tahun. Sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya
imunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadinya kerusakan hati.

6. Gejala Klinis Sirosis Hepatis


6.1. Stadium Awal
Capek; lelah
Nafsu makan berkurang; nausea; penurunan berat badan
Hepatomegali
Palmar Eritema

6.2. Stadium Lanjut / Akhir


Jaundice (Kulit & Mata ikterus/kuning)
Warna urin kuning atau coklat pekat
Spider Naevi
Keguguran rambut
Gynecomastia
Varices Eosophagus (Hematemesis Melena)
Venectasi/Vena kolateral
Ratio albumin: globulin terbalik
Asites (dengan atau tanpa edema kaki)
82

Spleenomegali
Diare; feses berwarna hitam atau merah darah
Perdarahan dan memar
Kebingungan; koma

Gambar 1,2,3 & 4 menunjukkan gejala gejala klinis yang tampak pada pasien dengan sirosis hepatis

7. Patofisiologi Sirosis Hepatis


7.1. Asites
Penyebab utama asites adalah vasodilatasi splanchnic. Terjadi peningkatan resistansi
aliran hepatic portal karena sirosis sehingga menyebabkan peningkatan portal hipertensi
secara bertahap, terbentuknya collateral vein dan shunting pembuluh darah ke sistemik
(Gins.P, 2004)
Setelah terjadinya portal hipertensi, terjadi vasodilatasi lokal oleh karena terdapat
peningkatan nitric oxide sehingga terjadi splanchnic arterial vasodilatasi. Pada stadium
awal terjadinya sirosis, vasodilatasi splanchnic arterial vasodilatasi moderate dan hanya
menyebabkan efek yang kecil terhadap effective arterial blood volume, dimana
dipertahankan kadar normal volume plasma dan cardiac output (Gins.P, 2004)
Pada stadium sirosis yang lanjut, terjadi vasodilatasi yang hebat sehingga effective arterial
blood volume menurun secara mendadak, sehingga tekanan arterial menurun. Sebagai

83

akibat tubuh mengkompensasi dengan mempertahankan tekanan arterial dengan


pengaktivasian hemeostasis oleh vasokonstriksor dan antinatriuretic faktor sehingga
menyebabkan retensi natrium dan cairan (Gins.P, 2004)
Kombinasi portal hipertensi dan vasodilatasi splanchnic arterial menyebabkan perubahan
tekanan kapiler dan permeabilitasnya yang membantu akumulasi retensi cairan di dalam
kavitas abdomen. Seterusnya dengan berlanjutnya penyakit ini, terjadi renal disfungsi
dalam mengeskresi cairan tubuh dan terjadi vasokonstriksi renal sehingga menyebabkan
dilutional hyponatremia dan hepatorenal sindrom (Gins.P, 2004)

Gambar 2.1. menunjukkan patofisiologi asites pada kasus sirosis hepatis (Gins.P, 2004)

84

Gambar 2.2. menunjukkan patofisiologi intrahepatic sinusoidal portal hipertensi & formasi asites pada
kasus sirosis hepatis

7.2. Varices Eosophagus (Hematemesis Melena)


Jika sel-sel parenkim hati hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang
akhirnya akan berkontraksi disekitar pembuluh darah, sehingga sangat menghambat
darah porta melalui hati. Proses penyakit ini dikenali sebagai sirosis hati. Penyakit ini lebih
umum disebabkan oleh alkoholisme, tetapi penyakit ini juga dapat mengikuti masuknya
racun seperti karbon tetraklorida, penyakit virus seperti hepatitis infeksiosa, obstruksi
duktus biliaris, dan proses infeksi di dalam duktus biliaris.

85

Berdasarkan penelitian terakhir, terdapat peran sel stelata dalam patogenesis sirosis hati.
Dalam keadaan normal sel stelata berperan dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraseluler dan proses degradasi.
Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar
faktor tertentu secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stelata,
dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.
Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas dan kandung
empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus
halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak
mempunyai katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen (75%) sirkulasi hati dan
sisanya oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang
selanjutnya ke vena kava inferior.
Sistem porta kadang terhambat oleh gumpalan besar dalam vena porta atau cabang
utamanya, hal ini dikarenakan terjadinya fibrosis hati pada penderita sirosis hepatis. Bila
sistem porta terhambat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui sistem porta ke
sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi porta dan tekanan
kapiler dalam dinding usus meningkat 15-20 mmHg diatas normal. Penderita sering
meninggal dalam beberapa jam karena kehilangan cairan yang banyak dari kapiler ke
dalam lumen dan dinding usus.
Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena
porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah
dalam sistim portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang
selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi
dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,
parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).
Studi terakhir menyebutkan bahwa ketidakseimbangan antara endotelin-1 dan oksida
nitrik dapat merupakan penyebab terpenting peningkatan tahanan intrahepatik yang
merupakan komponen kritis dari sebagian besar hipertensi portal.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada
esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava menyebabkan
dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Apabila varises tersebut pecah akan
mengakibatkan perdarahan/ hematemesis melena.

7.3. Spider Naevi

86

Spider naevi biasanya terdistribusi pada daerah muka, leher, dahi, tangan dan bagian atas
tengah dada. Umumnya terjadi pada regio pembuluh darah superior vena cava.
Terjadinya vascular spiders adalah disebabkan oleh kadar estrogen yang tinggi dan kadar
estrogen yang tinggi serta substansi P yang tinggi menyebabkan pembuluh darah
membesar dan dilatasi. Selain itu, kadar serum estradiol dan total testosterone berubah
pada pasien pria dengan sirosis dan spider naevi. Kadar serum estradiol meningkat dan
kadar total testosterone sehingga menyebabkan kadar estradiol/free testosterone ratio
pada pasien pria dengan spider naevi. Pemulihan dari spider naevi boleh terjadi apabila
etiologi dasar penyebab terjadinya sirosis hepatis disingkirkan namun, kondisi ini dapat
terjadi secara persisten (Vedamurty.M, 2008)

7.4. Hipertensi Portal


Hipertensi portal terjadi akibat resistensi vaskuler intrahepatic. Hati yang telah sirosis
hilang kemampuan fisiologis untuk menurunkan tekanan darah yang mengalir ke hepar.
Jadi dengan peningkatan aliran darah pada sinusoids menyebabkan tekanan ini dihantar
kembali ke vena portal. Namun, vena portal kekurangan katup untuk menghalang aliran
darah kembali, menyebabkan tekanan darah yang tinggi ditransmisikan kembali ke bagian
vaskuler yang lain, sehingga menyebabkan spleenomegali, hepatomegali, portal ke
sistemik shunting, dan komplikasi lain.

8. Diagnosis Sirosis Hepatis


Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis

dengan

bantuan

pemeriksaan

klinis

yang

cermat,

laboratorium

biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini (Nurdjanah, 2009).
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tandatanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi (Nurdjanah, 2009).

8.1. Anamnesis (Riwayat Hidup)


Sirosis sering merupakan silent disease, dengan kebanyakan pasien adalah asimptomatik
sehingga dekompensasi terjadi. Dokter harus menanyakan tentang 87clera risiko yang
mempengaruhi pasien sirosis. Kuantitas dan durasi konsumsi 87cleral merupakan 87clera
87

penting dalam diagnosis awal sirosis. Faktor risiko yang lain termasuk transmisi hepatitis B
dan C (misalnya, tempat kelahiran di daerah endemis, riwayat risiko paparan seksual,
penggunaan obat intranasal atau intravena, tindik tubuh atau tato, kontaminasi yang
tidak disengaja dengan darah atau tubuh cairan), serta riwayat 88cleral88e dan riwayat
pribadi atau keluarga penyakit autoimun atau penyakit hepatik (Heidelbaugh JJ, dan
Bruderly M, 2006)

8.2. Pemeriksaan Fisik


Tabel 2.1. menunjukkan temuan dari hasil pemeriksaan (Hardison JE, 1990; Heidelbaugh
JJ, dan Bruderly M, 2006)
Pemeriksaan
Inspeksi

Temuan
Umum

cachexia, proximal muscle wasting, asites, jaundis

Tangan dan lengan

clubbing

fingers,

Dupuytrens

Terrys

contracture,

nails,

Muehrckes

eritema

palmar,

nails,
anemia,

asteriksis, ekimosis, petekie, osteoartropati hipertrofi


Kepala dan dada

jaundice (frenulum, 88cleral 88cleral), hipertrofi parotid,


cincin

Kaysher-Fleischer,

fetor

hepaticus,

spider

angiomata, ginekomastia, kerontokan bulu dada dan bulu


ketiak (pria)
Abdomen dan pelvis

Caput medusa, asites, murmur

Cruveilhier-Baumer,

splenomegali, atrofi testicular, hepatomegaly


Palpasi

Keras dan bernodul, perubahan pada saiz (mengecil/membesar)

Perkusi

bulging flanks, flank dullness, shifting dullness, fluid wave

Auskultasi

Abdominal venous hum (Cruveilhier-Baumgarten murmur), hepatic arterial bruit,


hepatic friction rub

8.3. Pemeriksaan Laboratorium


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu sesorang
memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes
fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protrombin (Nurdjanah, 2009).
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan alanine
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi

88

tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal
tidak mengenyampingkan adanya sirosis (Nurdjanah, 2009).
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada apsien kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier primer
(Nurdjanah, 2009).
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase
pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena
alcohol selain menginduksi GGT microsomal hepatic, juga bisa, menyebabkan bocornya
GGT dari hepatosit (Nurdjanah, 2009).
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat
pada sirosis yang lanjut (Nurdjanah, 2009).
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis (Nurdjanah, 2009).
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin (Nurdjanah, 2009).
Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada
sirosis memanjang (Nurdjanah, 2009).
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas (Nurdjanah, 2009).
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,
normositer, hipokrom mikrositer

atau

hipokrom makrositer. Anemia

dengan

trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegaly kongestif berkaitan


dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme (Nurdjanah, 2009).

8.4. Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang.
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, 89a nada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga
bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta,
serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis (Nurdjanah, 2009).

89

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena
biayanya relative mahal (Nurdjanah, 2009).
Magnetic resonance imaging (MRI), peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis
selain mahal biayanya (Nurdjanah, 2009).

8.5. Biopsi Hati


Biopsi hati (Gold Standard) adalah satu-satunya metode yang pasti untuk
mengkonfirmasikan diagnosis sirosis. Hal ini juga membantu menentukan penyebabnya,
kemungkinan pengobatan, tingkat kerusakan, dan prospek jangka panjang. Biopsi dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan, termasuk (Simon.H, 2008):

Biopsi hati perkutan


Pendekatan ini menggunakan jarum yang dimasukkan melalui perut untuk mendapatkan
sampel jaringan dari hati. Berbagai bentuk jarum yang digunakan, termasuk yang
menggunakan suction atau yang memotong jaringan. Jika sirosis dicurigai, jarum yang
memotong adalah alat yang lebih baik. Pendekatan ini tidak boleh digunakan pada pasien
dengan masalah pendarahan, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
asites atau obesitas kronik.

Biopsi hati transjugular


Pendekatan ini menggunakan kateter (tabung tipis) yang dimasukkan dalam vena
jugularis pada leher dan berulir melalui vena hepatik (yang mengarah ke hati). Sebatang
jarum dilewatkan melalui tabung, dan alat suction mengumpulkan sampel hati. Prosedur
ini berisiko tetapi dapat digunakan untuk pasien dengan asites berat.

Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan sayatan perut kecil di mana dokter memasukkan tabung tipis
yang berisi instrumen bedah kecil dan kamera kecil untuk melihat permukaan hati. Ini
umumnya dicadangkan untuk menentukan tingkat kanker atau untuk asites dengan
penyebab yang tidak diketahui.

8.6. Pemeriksaan Histopatologi


Temuan yang dijumpai antaranya adalah (i) ekstensif fibrosis dan nodul regeneratif, (ii)
infiltrasi limfosit periportal yang menunjukkan sirosis akibat HCV, (iii) Mallory bodies,
infiltrasi leukosit polimorfonuklear, dan steatosis yang menunjukkan sirosis akibat alkohol
dan / atau nonalcoholic steatohepatitis (NASH), (iv) keterlibatan bilier yang menunjukkan
sirosis bilier primer (PBS), (v) deposisi besi secara masif yang menunjukkan
hemokromatosis. (Bataller R dan Gins P, 2006)

90

9. Diagnosis Banding Sirosis Hepatis


Table 2.2. menunjukkan ciri ciri khas kondisi seperti Sirosis Hepatis (Mendes F dan Lindor K, 2011)
Kondisi
Constrictive
Pericarditis

Perbandingan Gejala / Simptom


Peningkatan

tekanan

vena

Tes Perbandingan

jugularis, ECG : takikardia, fibrilasi

takikardia, dan fibrilasi atrial

atrial, low-voltage QRS

Suara jantung : quiet, adanya suara jantung

abnormal

ketiga (ventricular knock)


Sindrom BuddChiari

complexes, T-wave

Nyeri abdomen, diare, dan asites yang USG Doppler dan CT


memburuk secara progresif

abdomen : tidak adanya


pengisian vena hepatik
CT Abdomen : Pengosongan
kontras dengan cepat dari
lobus kaudatus

Trombosis vena
portal

Tanda dan simptoms dari penyebab yang Magnetic resonance


mendasari seperti pankreatitis akut (nyeri

(indirect) or direct

abdomen atas kronis yang menyebar ke

angiography : Tekanan vena

belakang, muntah, tidak adanya suara usus,

hepatik gradien normal

pireksia, syok hipovolemik, perubahan warna

(ukuran tekanan portal)

paraumbilikus [Cullens

sign]

dan

pada USG Doppler dan CT

panggul [Grey Turners sign]), kolangitis

abdomen : defek pengisian

asendens (pireksia, malaise, kekakuan, nyeri

vena portal, tidak adanya

RUQ, jaundice, warna urin gelap, dan warna

aliran vena portal

feses yang pucat), atau sepsis abdomen


(pireksia,

nyeri

abdomen,

tanda-tanda

peritonisme).
Trombosis vena
splenik

Tanda dan simptoms dari pankreatitis : nyeri

USG abdomen dan CT :

abdomen atas kronis yang menyebar ke

tanda dari trombosis vena

belakang, muntah, tidak adanya suara usus,

splenik

pireksia, syok hipovolemik, perubahan warna Magnetic


paraumbilikus (Cullens

sign)

dan

pada

(indirect)

resonance
or

direct

panggul (Grey Turners sign) pada pankreatitis

angiography : tekanan vena

akut; nyeri abdomen non-spesifik yang

hepatik

diperburuk dengan makan, diare, steatorea,

(ukuran dari tekanan portal)

penurunan berat badan, pireksia ringan pada


pankreatitis kronik.
91

gradien

normal

Obstruksi vena
kava inferior

Tanda dan simptom dari Karsinoma Sel USG abdomen dan CT :


Renal : Trias klasik yaitu hematuria, nyeri

tanda dari obstruksi vena

panggul, dan massa pada panggul / abdomen

kava inferior

disertai dengan penurunan berat badan dan


hipertensi
Schistosomiasis

Riwayat bepergian ke area endemis


Simptom konstitusional dari febril : malaise,

Magnetic

resonance

(indirect)

or

direct

kekakuan, berkeringat, penurunan berat

angiography : tekanan vena

badan, anoreksia, muntah, diare, nyeri

hepatik

kepala, nyeri dan lemah otot, nyeri abdomen

(ukuran dari tekanan portal)

gradien

normal

Tanda dari febril : ruam urtikaria, pireksia,


dan limfadenopati
Sarkoidosis

Paru : Batuk kering, dan dipsnu

Temuan

pada

CXR

bergantung

pada

tingkat

hiperpigmentasi); lesi makulopapular pada

progresi

penyakit

wajah, belakang, dan ekstrimitas; nodosum

limfadenopati hilar, diffuse

eritema pada kaki

reticulonodular

Kulit : Gangguan pigmentasi (hipo- atau

Mata : Uveitis anterior atau posterior, mata


kering (sicca), dan glaucoma

shadowing

(penyakit

parenkimal),

fibrosis lobus atas


Biopsi hati : non-necrotising
/ caseating granulomas

Nodular

Tidak ada perbedaan

Biopsi

hati

Regenerative

regeneratif

Hyperplasia

disertai

Nodul

yang

kecil

dengan

minimal

fibrosis atau tidak ada pada


pewarnaan retikulin
Hipertensi portal

Tidak ada perbedaan

Biopsi hati : tidak ada tanda


sirosis

idiopatik
(Sklerosis
hepatoportal)
Intoksikasi

Tidak ada perbedaan

Riwayat

pada

umumnya

menampakkan paparan.

Vitamin A,
arsenik,
Toksisitas vinyl

92

klorida

10. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis


10.1 Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet
yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari (Nurdjanah,
2009).
Dua tujuan utama penatalaksanaan pada sirosis kompensata adalah mengobati faktor
penyebab sirosis dan menghindari atau mendiagnosa dini komplikasi pada sirosis hepatis
(Garcia-Tsao et al., 2009).
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal boleh menghambat
kolagenik (Nurdjanah, 2009).
Pada

hepatitis

autoimun

dapat diberikan

steroid atau

imunosupresif. Pada

hemokromatosis, flebotomi dilakukan setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi


normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan
berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan
lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini
pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian
lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat.
Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh (Nurdjanah, 2009).
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan (Nurdjanah, 2009).

10.2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata


Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
Respons diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
93

adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat dapat dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/hari. Pemberian furosemid boleh ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal
dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites
boleh hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin (Nurdjanah, 2009).
Terapi lini pertama pada pasien yang mengalami asites akibat sirosis adalah diet rendah
garam yang tidak lebih dari 2 gram/hari, diuretik dan menghindari dari konsumsi alkohol
(Heidelbaugh et al., 2006).
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.
Neomisin dapat digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet
protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya
asam amino rantai cabang (Nurdjanah, 2009).
Prinsip pengobatan pada ensefalopati hepatik adalah pemberian terapi suportif,
identifikasi dan eliminasi faktor resiko serta menurunkan kadar sisa toksik nitrogen pada
tubuh (Heidelbaugh et al., 2006).
Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah boleh diberikan obat
penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat
somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi. Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin atau aminoglikosida. Transplantasi hati merupakan terapi definitif
pada pasien sirosis dekompensata. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi
darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air (Nurdjanah, 2009).
Hemodialisa biasanya dilakukan untuk mengontrol azotemia pada sindrom hepatorenal
dan membetulkan gangguan elektrolit tubuh (Heidelbaugh et al., 2006).

11. Komplikasi Sirosis Hepatis


Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis
diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya (Nurdjanah, 2009).
Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hepatis adalah 7 (B.R.Bacon, 2008):
A. Perdarahan saluran percernaan
Setiap penderita sirosis hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Vairses esophagus yang terjadi pada suatu waktu akan pecah,
sehingga akan timbuk perdarahan. Menurut Schiff perdarahan timbul kira-kira 8-30% dari
penderita sirosis hepatis menjadi salah satu penyebab kematian utama.

94

B. Koma hepatikum atau Ensefalopati hepatik


Komplikasi yang banyak dari penderita sirosis hepatis hati adalah koma hepatikum. Koma
hepatikum adalah sindrom neuropsikiatri kompleks dengan ciri gangguan kesadaran,
perubahan perilaku, personalia, asteriksis, flapping tremor dan abnormalitas EEG.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat karena disfungsi faal hati. Pada sirosis
hepatis dapat terjadinya retensi darah dalam usus yang akan dimetabolisme oleh bakteri
usus menjadi amoniak, dalam keadaan normal amoniak akan didetoksikasi di hepar
menjadi ureum. Pada sirosis fungsi didetoksikasi tidak ada, sehingga amoniak, toksin
bakteri dan asam lemak bebas akan masuk ke aliran darah dan bersifat toksik terhadap
otak. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat juga koma timbul sebagai
perdarahn, parasentese, gangguan elektrolit, dan obat-obatan. Disebut dengan koma
hepatikum sekunder.

C. Ulkus peptikum
Inciden timbuknya ulkus peptikum pada penderita sirosis hepatis lebih besar bila
dibandingkan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan di antaranya adalah
timbulnya heperemis pada mukosa gaster dan doudenuu, resistensi yang menurun pada
mukosa, dan kemungkinan lain adalah timbulnya defiensi makanan.

D. Peritonitis bakterial spontan (PBS)


Peritonitis bakterial spontan adalah infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada
gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

E. Hepatorenal sindrom
Hepatorenal sindrom adalah gangguan faal ginjal yang disebabkan penyakit hepar yang
berat. Pada sirosis hepatik terjadinya gangguan faal hepar, fungsi detoksikasi hepar
terganggu sehinggs zat-zat toksik meracuni ginjal dan merusakkan ginjal. Gejala yang
sering terjadi adalah azotemia progresif, kreatinin serum > 250mg/dl, hiponatremia,
oliguria dan hipotensi.

F. Hepatoma
Sudah diketahui bahwa beberapa penderita sirosis hepatis yang ditemukan disertai
dengan karsinoma hepar, pengamatan ya g dilakukan terhadap penderita sirosis hati tang
dibuat diagnose secara klinik dan dilakukan biopsi ditemukan 10,3% dengan karsinoma,
dan terhadap penderita yang diduga menderita karsinoma hepar secara klinik dilakukan

95

biopsu ditemukan 7,7% disertai sirosis hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada
sirosis hepatis terutama pada bentuk postnekrotik.

G. Infeksi
Pada sirosis hepatis terjadi penurunan system imun tubuh, sehingga akan mudah kena
infeksi. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis hati, diantaranya adalah
peritonitis, pneumonia, endokarditris, TBC paru dan bronchopneumonia.

12. Prognosis Sirosis Hepatis


Prognosa sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (tabel
1), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya
meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.
Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan
kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan
Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45 %.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Diseasr (MELP)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplatasi (Nurdjanah, 2009).

Tabel 2.3. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
Derajat Kerusakan

Minimal

Sedang

Berat

Bil. Serum (mg/dl)

<2

23

>3

Alb. Serum (gr/dl)

> 35

30-35 3.5

< 30

Asites

Nihil

Mudah dikontrol

sukar

Ensefalopati

Nihil

Sedikit

Berat/koma

Prothrombine time (detik)

1-3

46

>6

Sempurna

Baik

Kurang/kurus

Nutrisi

Total Skor

Child-Pugh Class

56

79

10 15

13. Pencegahan Sirosis Hepatis


13.1. Pencegahan Primer

96

Pencegahan primer adalah langkah yang dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
factor resiko. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghilangkan factor pencetus. Yang
paling penting penjagaan agar organ hepar jangan sampai berkembang menjari sirosis
hepatis, yang artinya agar semua penyebab sirosis hati itu dapat dicegah dan dihindari.
Pada sirosis hepatis akibat hepatitis, pencegahan yang dilakukanbertujuab untuk
mengurangi terjadinya pengidap hepatitis kronik, diantaranya memberikan penerangan
kepada masyarakat tantang bahaya hepatitis B, pentingnya pencegahan dengan cara
perbaikan kebersihan, melakukan program imunisasi dimana bayi dan anak merupakan
sasaran utama karena mereka memiliki resiko yang lebih besar terhadap infeksi hepatitis
kronik. Bila memungkinkan dilakukan program imunisasi untuk penduduk dewasa yang
termasuk golongan beresiko tinggi, misalnay pemakai obat bius suntikan, homoseksual,
orang yang sering berganti partner seks, petuhas kesehatan yang sering berhubungan
darah dan cairan tubuh, juga dengan penghentian penggunaan produk darah yang
belumdiperiksa HbAg-nya.

13.2. Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini
penyakit sirosis hati. Bila penyebab sirosis hati itu adalah alcohol, maka konsumsi alcohol
sebaiknya dihentikan. Bila penyebabnya adalah fatty liver akibat malnutrisi atau obesitas
diberi diet yang tinngi protein dan rendah kalori. Penyakit hemakromatosis, obstruksi
saluran empedu dan penyakit Wilson segera dikenali jangan sampai terkena sirosis
hepatis berat. Jika kerusakan hepar sangat parah dan mengancam nyawa, sutu-satunya
cara yang dapat dilakukan adalah dengan transplantasi.
Hal ini perlu diperhatikan karena di Indonesia sirosis hati sering ditemui di RS dan
merupakan salah satu penyakit yang banyak emyebabkan kematian.

13.3. Pencegahan Tertier


Pencegahan tertier biasanya dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat, kecacatan dan kematian. Pencegahan dalam tingkatan ini biasa dapat berupa
rehabilitasi fisik, mental dan sosial.

9.6 HEPATITIS B
Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota family Hepadnavirus.
Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada sebagian
kasus berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal

97

sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan
Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.

Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan
berbagai macam zat kimia seperti karbon
tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan
sebagai obat dalam industri modern, juga bisa menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini
mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun
dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke dalam
tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.

DIAGNOSIS
Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas dan sepuluh kali
lebih menular (infectious). Kebanyakan gejala hepatitis B tidak jelas terlihat.

Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan infeksi
virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di
dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis
hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa
nekroinflamasi. Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang
ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN).
Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda
virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk
diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV
DNA. Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum, sangat
penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus hepatitis B. Pemeriksaan
biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT.
Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas nekroinflamasi. Oleh karena itu,
pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan
proses nekroinflamasi menunjukkan kadar ALT lebih berat dibandingkan pada ALT normal.
Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi kurang baik pada terapi
antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak
diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif.
Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati,
menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti
viral.
98

Gejala hepatitis B umumnya ringan. Gejala hepatitis B dapat berupa selera makan hilang,
rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai
nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala
utama seperti bagian putih mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan
air seni berwarna seperti teh.

Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode
akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat, maka akan terjadi
pembersihan virus hepatitis B, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh
lemah, maka pasien tersebut akan menjadi carrier hepatitis B inaktif. Ketiga, jika
tanggapan tubuh bersifatintermediate (antara dua hal di atas), maka penyakit terus
berkembang menjadi hepatitis B kronis.

PENULARAN
Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis
hepatitis lainnya. Penderita hepatitis B bisa dari semua golongan umur.

Ada beberapa cara penularan virus hepatitis B:

Kulit pecah

Selaput lendir

Berhubungan kelamin dengan seorang yang terinfeksi tanpa

menggunakan kondom.

Secara vertikal, penularan terjadi dari ibu pengidap virus hepatitis B kepada bayi yang
dilahirkan, yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.

Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga,
tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama
(Hanya jika penderita hepatitis B memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi berdarah, dll) atau
luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan penderita hepatitis B.
Sebagai antisipasi, biasanya darah-darah dari pendonor dites terlebih dulu apakah reaktif
terhadap hepatitis, sipilis dan HIV.

Sesungguhnya, tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan
darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena hepatitis B dan sekarang sudah
kebal, atau bahkan virus hepatitis B sudah tidak ada lagi. Bagi pasangan yang hendak
menikah, dianjurkan memeriksakan pasangannya untuk mencegah penularan hepatitis B.
99

SIAPA SAJA YANG MENGHADAPI RISIKO


Orang yang menghadapi risiko infeksi termasuk:
Pasangan seks orang yang terinfeksi
Pengguna narkoba suntik
Bayi yang dilahirkan wanita yang terinfeksi
Orang yang mempunyai banyak pasangan seks
Pria yang berhubungan kelamin dengan pria
Pasien hemodialisis
Petugas kesehatan
Anak orang yang lahir di negara dengan angka tinggi infeksi hepatitis B
Kontak di rumah dengan orang yang terinfeksi hepatitis B
Tahanan.

PERAWATAN
Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga hati
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh
kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu
berbulan-bulan dengan diet dan istirahat cukup.

Hepatitis B akut umumnya sembuh. Hanya 10% menjadi hepatitis B kronik (menahun) dan
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini beberapa perawatan hepatitis B
kronis dapat meningkatkan kesempatan hidup bagi penderita hepatitis B. Perawatannya
tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem
kebal seperti Interferon Alfa (Uniferon).

Selain itu, ada juga pengobatan tradisional hepatitis B. Tumbuhan obat atau herbal yang
digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan hepatitis di antaranya
mempunyai efek hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang
merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan
produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat untuk pengobatan hepatitis,
antara lain temulawak, kunyit, sambiloto, meniran, daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi,
akar alang-alang, rumput mutiara, pegagan, buah kacapiring, buah mengkudu, jombang.

PENCEGAHAN

100

Penularan virus hepatitis B dicegah dengan memelihara gaya hidup bersih sehat, misalnya
menghindari narkotika, tato, tintik badan, hubungan homoseksual, hubungan seks multi
partner. Selain itu, pencegahan paling efektif terhadap hepatitis B adalah dengan
imunisasi (vaksinasi) hepatitis B. Imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu bulan
pertama, dua bulan dan enam bulan kemudian. Imunisasi hepatitis B dianjurkan bagi
setiap orang dari semua golongan umur. Kelompok yang paling membutuhkan imunisasi
hepatitis B yaitu bayi baru lahir, orang lanjut usia, petugas kesehatan, penderita penyakit
kronis (seperti gagal ginjal, diabetes, jantung koroner), pasangan yang hendak menikah,
wanita pra kehamilan.

HEPATITIS B
INTRODUCTION
There are striking epidemiological and clinical parallels between
hepatitis B and hepatitis C virus infections . Each virus can be transmitted
by bloodborne routes, such as transfusions or injection drug use. Acute
infections often are asymptomatic, but can result in persistent viremia
and chronic liver injury. Finally, chronic infection with either virus may
cause minimal symptoms for decades, but ultimately can progress to cirrhosis
and hepatocellular carcinoma (HCC).
There also are distinctive differences between hepatitis B and hepatitis
C. The risk of developing chronic hepatitis B is closely correlated
with the patients age at the time of infection. Most infants and children
exposed to hepatitis B develop chronic infection, but adults typically
have self-limited infection. By contrast, the risk of developing chronic
hepatitis C (CHC) is high, irrespective of the age at which initial infection
occurs. There also are marked differences in the risk of sexual and
maternalfetal transmission of the two viruses. Highly effective methods
are available for preventing infection with hepatitis B. By contrast,
no effective means of active or passive prevention of HCV infection are
currently available.
A clear understanding of similarities and differences in the transmission,
natural history, and methods for preventing the spread of these important
hepatitis viruses is essential to optimal care and education of patients
and their families.

PREVALENCE OF HEPATITIS B AND HEPATITIS C


101

More than 300 million individuals throughout the world have chronic
HBV infection (1). The prevalence of hepatitis B varies widely from one
geographic region to another. In many parts of Asia and Africa,
as many as 10% of the population have active infection with hepatitis B.
By contrast, the prevalence of chronic hepatitis B in the United States is
only 0.4%, with an estimated 1 million hepatitis B virus (HBV) carriers.
Although the global impact of hepatitis C has yet to be conclusively determined,
similar variations in infection rates occur from one geographical
region to another. Chronic infection rates as high as 1015% have been
reported in some African and Middle Eastern countries (2). In the United
States, approx 1.8% of the population, or 3.9 million individuals, have
antibodies to hepatitis C. Approximately 75% of these individuals have
circulating HCV RNA, indicating active infection (3).
Within the United States, the prevalence of both hepatitis B and hepatitis
C is higher among African Americans and Hispanics.
In addition, chronic hepatitis B is particularly common among Alaskan
Eskimos, Pacific Islanders, and immigrants from countries where hepatitis
B is endemic (5). Hepatitis B and hepatitis C infections also are more
frequent among individuals from low socioeconomic groups.

RISK OF CHRONIC INFECTION AND SEQUELAE OF DISEASE


Both the severity of acute hepatitis and the risk of developing chronic
hepatitis B are related to the age at which the infection is acquired.
Infants and children typically have asymptomatic acute hepatitis, but
have an inordinately high risk of developing chronic hepatitis B and
suffering the sequelae of cirrhosis and HCC later in life. Over 90% of
infants who acquire hepatitis B at birth develop chronic infection. Children
exposed to the virus within the first 5 yr of life have a 2550% risk
of developing chronic infection. By contrast, acute hepatitis B can be severe
in older individuals, but no more than 5% of adolescents and adults
develop chronic infection (6).
Both the severity of acute hepatitis and the risk of developing CHC
are more uniform among various age groups. Most patients have anicteric
hepatitis, with few symptoms. Approximately 85% of adults with
acute hepatitis C develop chronic viremia, and 70% have biochemical
or histological evidence of chronic liver disease (7). Infection among
102

adults over the age of 40 yr is associated with more rapidly progressive


chronic disease (8). By contrast, children infected within the first decade
of life have only a 50% chance of developing CHC, and often have mild
liver disease (9,10).
Acute infection during infancy or childhood with either hepatitis B or
hepatitis C usually is characterized by a mild, often asymptomatic illness,
with a high rate of progression to chronic infection. Among adults,
hepatitis B infection may result in severe illness, including fulminant
hepatic failure; however, the risk of chronic infection is low. By contrast,
adults who acquire hepatitis C often have a relatively asymptomatic
acute illness, but a high risk of developing chronic infection. Few, if any,
patients with acute hepatitis C develop fulminant hepatic failure. As a
consequence, the morbidity and mortality of acute hepatitis B is considerably
higher than hepatitis C. The long-term sequelae of hepatitis B
and hepatitis C are similar in countries in which hepatitis B is endemic,
because of the high rate of chronic hepatitis B virus infection among
infants and children. By contrast, in countries such as the United States,
where most HBV and HCV infections are acquired later in life, the overall
impact of chronic hepatitis C virus infections is far greater than that
of chronic hepatitis B.

MODES OF TRANSMISSION
In contrast to hepatitis A and E, in which most infections occur from
oral ingestion of the virus, or from contact with infected individuals, hepatitis
B and hepatitis C are transmitted primarily by parenteral routes.
Blood and Tissue Transmission
Both hepatitis B and hepatitis C can be very efficiently transmitted by
blood transfusions, transplantation of infected organs, or injection drug
use. In addition, administration of contaminated vaccines and use of non
disposable instruments have resulted in inadvertent transmission of both
viruses. Other potential modes of transmission include tattooing, body
piercing, acupuncture, and sharing razors and toothbrushes.

BLOOD TRANSFUSIONS
Jaundice and liver injury occurred in a disturbing number of individuals
following the increased use of blood transfusions during and after
103

World War II. These clinical observations offered strong evidence for
an infectious cause of transfusion-associated jaundice, and stimulated
research to identify the agents responsible. Shortly after the discovery
of the virus in 1967, hepatitis B was identified as a major cause of posttransfusion
hepatitis, accounting for approx 25% of cases. Exclusion of
paid blood donors, and screening with increasingly accurate diagnostic
tests for hepatitis B rapidly eliminated this virus as an important cause
of posttransfusion hepatitis by the early 1970s (Fig. 4) (11). Approximately
80 cases of transfusion-associated hepatitis B now are reported
annually in the United States (12).
From the 1970s until the early 1990s, hepatitis C accounted for over
90% of all cases of posttransfusion hepatitis. The highest risk was among
individuals who received multiple transfusions or pooled products such
as clotting factor concentrates. In the 1970s, 40% of all new cases of
hepatitis C were acquired from blood transfusions (13). However, following
discovery of the HCV in 1988, sensitive and specific diagnostic tests
to detect HCV infection became available. Widespread application of
these tests in blood banks led to a precipitous drop in posttransfusion
hepatitis C. Since 1992, the risk of acquiring hepatitis C from blood products
is estimated to be only 0.001% per unit transfused (14). However,
it is recommended that individuals exposed to potentially infective blood
products before 1992 undergo testing for hepatitis C (15).
Currently, the risk of posttransfusion hepatitis B or hepatitis C is quite
low (14). Since 1992, no cases of posttransfusion hepatitis C have been
reported in the United States (11). However, there is a window between
HBV or HCV infection and the development of circulating antigens or
antibodies. Since potential donors in this window period might not be
detected by the currently employed screening tests, blood banks are currently
exploring the feasibility of evaluating potential donors using polymerase
chain reaction-based techniques for detecting HBV DNA and
HCV RNA in donor mini-pools (14,16).

TRANSPLANTATION
Hepatitis B and hepatitis C can be transmitted during bone marrow or
solid organ transplantation and occasionally even by transplantation of
corneas and bone (17,18). All organ donors currently undergo serologic
104

testing for hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis B cone antibody


(anti-HBc), and anti-HCV. HBsAg-positive donors usually are excluded,
because of the high risk of viremia and transmission of hepatitis B to the
recipient. Organs from HBsAg-negative donors with serologic evidence
of past HBV infection (anti-HBc or anti-HBc and anti-HBs) can usually
be used safely for kidney, pancreas, heart, and lung transplants (19). However,
organs from such donors not infrequently transmit HBV to liver
transplant recipients (20).
Approximately 4.2% of U.S. organ donors have positive tests for antiHCV, which is over twice the prevalence in the general population (21).
Slightly more than one-half of these potential donors have circulating
HCV RNA, indicating active HCV infection. Use of organs from HCV
RNA-positive donors almost invariably results in HCV transmission to
the transplant recipient (22). Unfortunately, there is no rapid screening
test available to quickly evaluate the presence of HCV RNA among antiHCV-positive donors. As a result, there is considerable controversy on
the use of organs from these donors. The safest approach is to exclude
all anti-HCV-positive donors; however, in some parts of the country,
this would result in loss of up to 10% of all potential organ donations.
Given the drastic shortage of donor organs, organ procurement agencies
and transplant programs are exploring a variety of options, including
using anti-HCV-positive organs only in life-threatening situations or
only in anti-HCV-positive recipients. The safety of these approaches has
yet to be determined (22).

INJECTION DRUG USE


Injection drug use is an important means of transmitting both hepatitis
B and hepatitis C. Many injection drug uses have serologic evidence
of infection with both viruses. Within the first year, 50% of drug users
acquire hepatitis B (Fig. 5) (23). The risk of hepatitis C is even higher,
with 80% of young drug abusers infected within the first year (23). Injection
drug use now is responsible for 60% of new cases of hepatitis C in
the United States (15). Intranasal cocaine use also has been suggested as
a possible cause of HCV infection (24). The vast majority of young people
who acquire hepatitis C from injection drug use develop chronic infection.
By contrast, the risk of developing chronic hepatitis B virus infection
105

from injection drug use is less than 10%.

NOSOCOMIAL TRANSMISSION
Hepatitis B and hepatitis C also have been transmitted via various medical
interventions. Nearly 350,000 U.S. soldiers acquired hepatitis B during
World War II from a yellow fever vaccine contaminated with the
virus. Transmission of hepatitis C appears to have occurred in many countries
from folk treatments in which nonsterilized instruments are used
(25). In Egypt, which has the highest prevalence of hepatitis C of any
country, the virus appears to have been transmitted via injection therapy
for schistosomiasis, in which nondisposable needles and syringes were
used (2). Isolated outbreaks of hepatitis C also have resulted from iv immunoglobulin
preparations contaminated with the virus (26). Iatrogenic
transmission of hepatitis B and hepatitis C remains a concern in many
countries (27).

OTHER POTENTIAL MODES OF BLOODBORNE TRANSMISSION


Tattooing and body piercing using nonsterile instruments are other
potential means of transmitting both hepatitis B and hepatitis C. Although
well-documented in other countries, these modes of transmission appear
to be uncommon in the United States. However, more study is needed,
especially when these procedures are performed under substandard conditions,
such as in prisons.
MaternalFetal Transmission
Maternalfetal transmission of hepatitis B is virtually universal when
the mother has active infection at the time of delivery. In countries where
hepatitis B is endemic, maternalfetal transmission is the primary mode
of infection, and is responsible for 4050% of cases of chronic hepatitis
B. On a global basis, this is the most important mode of HBV transmission.
In the United States, an estimated 20,000 infants are exposed to
HBV at birth each year. Maternal transmission usually occurs at delivery,
as the newborn is exposed to maternal blood and secretions during
passage through the birth canal. Infected infants typically show serological
evidence of asymptomatic HBV infection 26 mo after birth.
Over 90% of these children develop chronic infection and face inordinate
risks of developing liver failure and HCC later in life. For example,
106

young men who acquire hepatitis B at birth have a relative risk of developing
HCC 100 higher than age-matched controls (28).
Maternalfetal transmission of hepatitis C occurs much less frequently.
Approximately 36% of infants born to mothers with CHC acquire the
infection during the perinatal period. Women with higher levels of circulating
virus and co-infection with HIV appear more likely to transmit
infection to their newborn infants (29). Current studies suggest that liver
injury in these infected infants is very mild. Since the risk of perinatal
transmission is small, and the morbidity of liver disease among infected
children appears to be low, women with CHC do not need to avoid
pregnancy (13). However, children born to mothers with CHC should be
tested for HCV, and, if chronic infection is documented, long-term followup with periodic liver function tests is warranted.
There is no convincing evidence that either hepatitis B or hepatitis C
is transmitted by breastfeeding (30,31). Therefore, there is no scientific
basis for mothers with chronic hepatitis B or hepatitis C to avoid breastfeeding
unless their nipples are cracked or bleeding (13).
Household Contacts
Hepatitis B infection can be acquired from household contacts. This
is particularly true among children in countries where the prevalence of
HBV is high. Contacts with serologic evidence of active chronic infection
(HBsAg or HBV DNA) are the most prone to transmit HBV to other
family members. By contrast, acquisition of HCV infection from household
contacts appears to be uncommon.
Sexual Transmission
In the United States, almost two-thirds of reported cases of hepatitis
B occur in young people between 15 and 29 yr of age (4). Sexual transmission
is the most common mode of transmission, accounting for almost
one-third of the cases (Fig. 6) (4). Men who have sex with men have a
particularly high risk of harboring HBV infection.
The risk of sexual transmission of hepatitis C is a highly controversial
and unresolved issue. The prevalence of hepatitis C is 23 higher among
individuals with multiple sexual partners than in the general population.
However, the risk of HCV infection is far lower than for hepatitis B,
HIV, or other sexually transmitted diseases. In 1520% of newly diagbe identified (32). By contrast, the prevalence of HCV infection among
107

long-term sexual partners of patients with CHC is no higher than the


general population (15). Thus, although sexual transmission of hepatitis
C may occur, it seems to be very inefficient (15).
Unknown Source of Infection
Even in the most carefully performed epidemiological studies, no
specific risk factor can be found in approx 25% of patients with HBV
infection and 10% of patients with HCV infection (13). These findings
leave considerable gaps in understanding of the epidemiology of these
viral infections. Undoubtedly, some of these patients have risk factors,
such as injection drug use, which they refuse to share with health care
professionals. However, some patients appear to have no clear-cut risk
factors for acquiring either hepatitis B or hepatitis C. One can only speculate
as to the source of these infections.

SPECIAL PATIENT POPULATIONS


Hepatitis B and hepatitis C infections are particularly common in certain
populations. The highest rates of infection are seen among patients
who received multiple transfusions or blood products prepared from
pooled donors, such as clotting factor concentrates. Chronic infection
among transplant recipients also is common. Prisoners and other institutionalized
individuals also have inordinate risks for these infections. In
some, but not all, studies, retired military personnel, especially those who
served in Vietnam, also have a high frequency of infection with hepatitis
B or hepatitis C.
Hemophilia Patients
Before 1990, hemophilia patients, who received factor concentrates
produced from pooled plasma, faced inordinately high risks of acquiring
hepatitis B and HCV infections. Over one-half of these patients have
evidence of exposure to hepatitis B; however, the carrier rate for chronic
hepatitis B is <10% (33). By contrast, between 75 and 90% of hemophilia
patients who received factor concentrates during the 1970s and 1980s
developed CHC. Although the full impact of these infections is not known,
the risk of HCC is markedly increased among hemophilia patients, compared
to the general population (3437).
Hepatitis infections among hemophilia patients have been virtually
eliminated by adoption of virucidal methods of treating factor concen
108

trates, screening plasma donors for HCV RNA by polymerase chain reaction
techniques, and development of recombinant coagulation factors. No
cases of hepatitis C from the use of factor concentrates have been reported
since 1994 (38).
Transplant Recipients
Hepatitis B and hepatitis C infections are common among transplant
recipients. Although many patients are asymptomatic, with clinical and
histological features of mild disease, infection with either of these viruses
can be life-threatening.
Hepatitis B can be a lethal infection in immunosuppressed patients.
Some patients have active HBV infection prior to transplantation. Other
patients, with inactive disease and serologic features suggesting recovery
from a prior infection (anti-HBc and anti-HBs), experience reactivation
of disease with cancer chemotherapy or high-dose immunosuppression
(39). Patients also can acquire hepatitis B at the time of transplantation.
Many liver transplant recipients with active HBV infection in the past
developed rapidly progressive, fatal disease following the operation. Reactivation
of previously inactive disease, which is seen most commonly in
marrow recipients who receive chemotherapy and immunosuppression,
also can result in fulminant hepatic failure (40). A variety of innovative
strategies have been employed to overcome these challenges (41). With
specialized care, the outcome of patients with HBV infection has dramatically
improved following transplantation.
Although less overt, CHC infection also can significantly affect longterm
survival of transplant recipients. Cirrhosis secondary to hepatitis C
has emerged as one of the leading causes of death in long-term survivors
of bone marrow and kidney transplants (42,43).
Injection Drug Users
Preventing transmission of hepatitis B and hepatitis C among young
drug abusers is a critically important, but difficult, task. Most young people
are unaware of the risk of acquiring these infections from drug use.
Furthermore, very few young drug abusers have been vaccinated against
hepatitis B, despite having contact with medical care providers (44). Preventing
hepatitis C transmission among young drug abusers is an even
more difficult task. Needle exchange programs have been shown in some
studies to reduce the risk of infection (45). Such programs, in combination
109

with drug treatment programs and intensive community-based education


programs, will remain the mainstays of HCV prevention, until a
vaccine is developed.
Prisoners
The prevalence of hepatitis C among prisoners ranges from 30 to 50%
(Fig. 7) (46). The overwhelming risk factor in this population is injection
drug use, either before or during incarceration. Another potentially high
risk means of exposure is tattooing with nonsterile instruments (46). The
overall impact of hepatitis B and hepatitis C on the correctional populations
of the world remains to be determined.
Military Veterans
Chronic hepatitis infections also are common among military veterans.
Although the risk of chronic hepatitis B is less than 5%, chronic hepatitis
C virus infection has been reported in 736% of patients who use Veterans
Administration hospitals in the United States (47). The highest prevalence
is among men 4050 yr of age. Over 80% of these infections appear
to have been acquired from iv drug use (47). The long-term sequelae of
these infections have yet to be determined.
Dialysis Patients
Numerous outbreaks of hepatitis B occurred among dialysis patients
and staff in the 1970s. The patients often had asymptomatic chronic disease.
In contrast, nurses and physicians often developed overt and serious
acute illness. Aggressive infection control practices have dramatically
reduced the incidence and prevalence of hepatitis B within dialysis units.
For example, in 1976, the prevalence of HBsAg among dialysis patients
was 7.8%, compared to 0.1% in 1993 (48). However, occasional outbreaks
of hepatitis B in dialysis units continue to occur, when rigorous infection
control precautions are not maintained (49).
Approximately 1020% of hemodialysis patients have serologic evidence
of HCV infection (50,51). These patients are usually asymptomatic,
and often have normal aminotransferase values. Most of these patients
probably acquired hepatitis C from previous blood transfusions, although
there have been isolated reports of HCV transmission within dialysis
units. The incidence of new HCV infections in dialysis units has declined
appreciably in recent years, largely as the result of improved safety of the
blood supply and reduction in the number of transfusions administered.
110

Health Care Workers


Hepatitis B is the most commonly transmitted bloodborne virus in the
health care setting (52). The highest risk is among health care providers
who have daily exposure to blood and tissues (dentists, surgeons, pathologists,
and laboratory technicians). Widespread hepatitis B vaccination
among health care providers has significantly reduced this risk over the
past two decades.
The prevalence of HCV among health care workers is 10 lower than
that of HBV (15). In fact, the risk of HCV is no higher among health care
providers than the general population of the United States (15). Seroconversion
rates after needlestick exposure to patients with active hepatitis
C infections range from 0- to 7%. There is no effective means of preventing
transmission in this setting (15).
The transmission of either hepatitis B or hepatitis C from health care
providers to patients is extremely rare. Most cases have been associated
with breaks in sterile technique. However, isolated episodes of transmission
from infected surgeons to patients have been reported for both hepatitis
B and hepatitis C, despite adequate sterile precautions (53,54).

SUMMARY
There are two global epidemiological patterns of HBV transmission. In
populations in which the prevalence of hepatitis B is high, most new infections
occur at birth or within the first 5 yr of life from maternalfetal or
horizontal transmission of the virus within families. Most of the infected
infants and children develop chronic hepatitis B infection and face high
risks of morbidity and mortality from chronic hepatitis and HCC later in
life. By contrast, among populations in which the prevalence of hepatitis B
is low, most new infections occur among adolescents and young adults from
sexual transmission or injection drug use. The risk of chronic infection
in this setting is generally less than 5%, and the long-term sequelae of
chronic disease are much lower. Vaccination is effective in preventing
transmission of hepatitis B at each of these settings. As a result, hepatitis
B could potentially be eliminated as a global health problem within the
next 3050 yr.

111

10. KESIMPULAN
Tn. Budi mengalami cirrhosis hepatis disebabkan karena kebiasaan mengonsumsi alkohol dan
hepatitis B stadium 2 (ikterik) bertahun-tahun.
-

Akibat kerusakan sel-sel hepatosit maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii
bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik
-

BAB hitam disebabkan oleh perdarahan varises esofagus

Anoreksia adalah respon tubuh untuk meningkatkan efektivitas darah untuk


memerangi penyakit, karena mencerna makanan akan mengalirkan 70% darah ke
sistem digestivus.

Hipertensi porta menyebabkan dilatasi vena vena yang bergabung di vena porta
hepatika dan salah satunya vena splenica (lienalis) sehingga menyebabkan
pembesaran pada lien (splenomegali).
-

Spider naevi, palmar eritema terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam

menginaktifkan dan menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga menyebabkan


terjadinya hiperestrogenime pada kapiler.
-

Caput medusa membentuk akibat shunting darah dari sirkulasi hati ke sirkulasi
sistemik melalui vena sekitar umbilikus.

Shifting Dullness mendeskripsikan suara pekak yang berpindah pindah pada saat
perkusi akibat adanya cairan bebas di rongga abdomen yang disebut asites.

112

12. DAFTAR PUSTAKA


Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.
Dorland Medical Dictionary 31ed. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit EGC.
Wolff K, Johnson, RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition.
2009.
Baradero,Mary, Mary Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi. 2005. Klien gangguan Hati. Jakarta : EGC
Palmer, Melissa. 2004. Dr. Melissa Palmers guide to Hepatitis and liver disease. New York: Avery
Setiya, Yulis. 2010. Handout Materi Sirosis Hepatis.
Lestari. 2009. Jurnal Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis, FKUI, Jakarta
Mariyani, Sri. 2005. Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL
Dr Jeffry Tenggara SpPD (Internist-Siloam Hospitals Semanggi). Liver: Stuktur Anatomi dan Fungsi.
Maynard JE. Hepatitis B: global importance and need for control. Vaccine 1990; 8(Suppl): S18S20.
Mahoney FJ. Update on diagnosis, management, and prevention of hepatitis B virus infection. Clin
Microbiol Rev 1999; 12: 351366.
Alter MJ, Hadler SC, Margolis HS, et al. Changing epidemiology of hepatitis B in the United States: need
for alternative vaccination strategies. JAMA 1990; 263: 12181222.
Margolis HS, Alter MJ, Hadler SC. Hepatitis B: evolving epidemiology and implications for control.
Semin Liver Dis 1991; 11: 8492.
Lee WM. Hepatitis B virus infection. N Engl J Med 1997; 337: 17331745.
Dodd RY. Risk of transfusion-transmitted infection. N Engl J Med 1992; 327: 419421.
Schreiber GB, Busch MP, Kleinman SH, Korelitz JJ. Risk of transfusion-transmitted viral infections. N
Engl J Med 1996; 334: 16851690.
Roth WK, Weber M, Seifried E. Feasibility and efficacy of routine PCR screening of blood donations for
hepatitis C virus, hepatitis B virus, and HIV-1 in a bloodbank setting. Lancet 1999; 353: 359363.
Hoft RH, Pflugfelder SC, Forster RK, et al. Clinical evidence for hepatitis B transmission resulting from
corneal transplantation. Cornea 1997; 16: 132137.

113

Turner DP, Zuckerman M, Alexander GJ, et al. Risk of inappropriate exclusion of donor organs by
introduction of hepatitis B core antibody testing. Transplantation 1997; 63: 775777.
Dickson RC, Everhart JE, Lake JR, et al. Transmission of hepatitis B by transplantation of livers from
donors positive for antibody to hepatitis B core antigen. The National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases Liver Transplantation Database. Gastroenterology 1997; 113: 1668
1674.
Garfein RS, Vlahov D, Galai N, et al. Viral infections in short-term injection drug users: the prevalence
of the hepatitis C, hepatitis B, human immunodeficiency, and human T-lymphotropic viruses. Am J
Public Health 1996; 86: 655661.
Beasley RP. Hepatitis B virus. Major etiology of hepatocellular carcinoma. Cancer 1988; 61: 19421956.
Beasley RP, Stevens CE, Shiao IS, Meng HC. Evidence against breast-feeding as a mechanism for
vertical transmission of hepatitis B. Lancet 1975; 2: 740741.
Kumar A, Kulkarni R, Murray DL, Gera R, Scott-Emuakpor AB, Bosma K, et al. Serologic markers of viral
hepatitis A, B, C, and D in patients with hemophilia. J Med Virol 1993; 41: 205209.
Colombo M, Mannucci PM, Brettler DB, et al. Hepatocellular carcinoma in hemophilia. Am J Hematol
1991; 37: 243246.
Rabkin CS, Hilgartner MW, Hedberg KW, et al. Incidence of lymphomas and other cancer in HIVinfected and HIV uninfected patients with hemophilia. JAMA 1992; 267: 10901094.
Davis GL, Hoofnagle JH. Reactivation of chronic hepatitis B virus infection. Gastroenterology 1987; 92:
20282030.
Webster A, Brenner MK, Prentice HG, Riffiths PD. Fatal hepatitis B reactivation after autologous bone
marrow transplantation. Bone Marrow Transplant 1989; 4: 207208.
Davis CL, Gretch DR, Carithers RL, Jr. Hepatitis B and transplantation. Infect Dis Clin North Am 1995; 9:
925941.
Mathurin P, Mouquet C, Poynard T, et al. Impact of hepatitis B and C virus on kidney transplantation
outcome. Hepatology 1999; 29: 257263.
Strasser SI, Sullivan KM, Myerson D, et al. Cirrhosis of the liver in long-term marrow transplant
survivors. Blood 1999; 93: 32593266.
Seal KH, Edlin BR. Risk of hepatitis B infection among young injection drug users in San Francisco:
opportunities for intervention. West J Med 2000; 172: 1620.
Hagan H, Des Jarlais DC, Friedman SR, et al. Reduced risk of hepatitis B and C among participants in a
syringe exchange program. Am J Public Health 1995; 85: 15311537.
114

Tokars JI, Alter MJ, Favero MS, et al. National surveillance of dialysis associated diseases in the United
States, 1993. ASAIO J 1996; 42: 219229.
Favero MS, Alter MJ. Reemergence of hepatitis B virus infection in hemodialysis centers. Semin Dial
1996; 9: 373374.
Gerberding JL. Infected health care provider. N Engl J Med 1996; 334: 594595.
Harpaz R, Von Seidlein L, Averhoff FM, et al. Transmission of hepatitis B virus to multiple patients from
a surgeon without evidence of inadequate infection control. N Engl J Med 1996; 334: 549554.

115

Anda mungkin juga menyukai