Anda di halaman 1dari 2

TABIAT “ULET”

Oleh: H. Supardi

Dalam menejemen suatu organisasi (apapun organisasinya) diyakini selalu ditemukan berbagai
masalah baik yang menyangkut sumber daya dana (uang), sumber daya prasarana dan sarana,
sumber daya teknologi dan metode kerja, maupun sumber daya manusia (SDM). Menyangkut
SDM tentu tidak henti-henti memunculkan masalah dalam manajemen. Hari masalah yang satu
diselesaikan, besok pagi sudah muncul masalah baru atau masalah yang sama pada orang
lainnya. Hari ini telah dilakukan pembinaan, dilakukan penjelasan cara-cara bekerja yang baik,
besuk lagi sudah diketemukan masalah lagi berkaitan dengan hal yang sama atau hal yang lain
dan seterusnya.
SDM disebuah organisasi memiliki sikap dan perilaku serta kemampuan bekerja atau
metode kerja yang variatif dan menjadi masalah yang komplek. Pelatihan telah banyak dilakukan
yang bisa menyita waktu, tenaga dan dana, di pihak lain tidak semua SDM yang mengikuti
pelatihan bisa menunjukkan dirinya dalam kegiatan pada pekerjaan (jabatan)nya. Daya
kesungguhan setiap SDM memang bervariasilah yang menyebabkan SDM berhasil menyerap
bahan pelatihan atau tidak. Masalah lain yang sering ditemukan dalam kurang berhasilnya
pelatihan adalah adanya pelatih yang tidak atau kurang memahami kebutuhan SDM dalam
pelatihan.
Pembinaan dan pelatihan SDM memang bisa melalui berbagai metode. Bisa melalui
pelatihan ditempat kerja, pelatihan di luar pekerjaan, pelatihan dengan ceramah, pelatihan
dengan demostrasi, pelatihan dengan magang, pelatihan dengan diskusi dan lain sebagainya.
Kesemuanya memang harus selalu diamati perkembangan dan perubahan yang terjadi pada
SDMnya. Pengembangan SDM juga merupakan upaya jangka panjang untuk merubah sikap dan
perilaku SDM menuju lebih baik, productive dan professional. Pengembangan SDM bukan saja
mengenai ketrampilan kerja, namun yang lebih penting adalah perubahan mengenai nilai-nilai
dalam kerja yang harus tertanam pada setiap SDM organisasi.
Apa yang perlu dilakukan?
Pemimpinan (Manajemen) organisasi harus memiliki tabiat “ulet”. Tabiat adalah
perangai, watak, budi pekerti, perbuatan yang selalu dilakukan, kelakuan atau tingkah laku.
Dalam konteks ini lebih tepat adalah perbuatan yang selalu diulang (kebiasaan). Sementara
“ulet” adalah kuat (tidak mudah putus, tidak getas), tidak mudah putus asa yang disertai kemauan
keras dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita. Dalam hal ini dapat diartikan dengan tidak
mudah putus asa.
Pemimpin organisasi apapun harus memiliki watak “ulet” ini dalam menghadapi berbagai
tantangan, dan masalah yang terjadi. Melihat SDM yang ternyata tidak berhasil dalam mengikuti
pelatihan juga harus mengutamakan watak “ulet” ini. Dengan keuletan yang dimiliki, maka
pemimpin tersebut tidak pernah lelah dan merasa akan menyerah dengan apa yang terjadi. C
Northcote Parkinson dan MK Rustomji samapai menyatakan “kelakukan orang-orang yang
dipimpinnya tak dapat diramalkan. Pemimpin harus berulang kali mengatakan pelbagai hal
kepeda mereka sampai ada yang mengerti. Manusia tak pernah puas. Mereka senantiasa
menginginkan lebih banyak. Apa yang pemimpin bereskan hari ini , muncul kembali di esok
hari. Betapapun hati-hatinya pemimpin, selalu akan terjadi kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu
untuk menjadi pemimpin yang baik, harus dalam kondisi baik dan kukuh”
Pantang menyerah merupakan watak positive yang diteruskan dengan kesabaran.
Melatih, membina dan membimbing SDM memerlukan keuletan dan kesabaran. Manusia-
manusia yang “ulet”lah rasanya memiliki jaminan menjadi orang yang berhasil dan productive
dalam hidup diri dan keluarganya. Keuletan merupakan watak yang baik, merupakan budi
-pekerti yang mengagumkan, dan keuletan merupakan wujud manusia yang productive. Semoga.

Penulis adalah
Dosen Pascasarjana FE UII
Direktur PusBEK Fak. Ekonomi UII

Anda mungkin juga menyukai