Anda di halaman 1dari 7

RITUAL IMLEK ETNIS TIONGHOA DI MEDAN

Parluhutan Siregar

A. Pendahuluan
Perayaan tahun baru imlek di lingkungan komunitas Tionghoa telah ada sejak
Dinasti Xia. Di zaman tersebut pergantian tahun dirayakan pada musim dingin bukan pada
musim semi. Di zaman Huangdi (4500 tahun lalu), tahun baru jatuh pada bulan Oktober
sampai Desember. Sampai zaman Dinasti Zhou, kebiasaan ini masih terus dilaksanakan dan
berbekas sampai sekarang walaupun di zaman setelahnya tahun baru digeser ke musim
semi. Bila masih banyak yang menyatakan bahwa pergantian tahun biasanya di musim
dingin (22 Desember) itu adalah bekas dari perayaan tahun baru di musim dingin di zaman
dulu.
Tradisi imlek lebih merupakan perayaan tahun baru yang erat hubungannya dengan
kepercayaan atau agama. Ia merupakan sebuah titik penanda dari siklus perubahan alam
yang menjadi batas antara berakhirnya musim dingin dan permulaan musim semi. Pada
musim semi para petani mulai menggarap lahannya. Ketika itu dipahami sebagai moment
untuk menemukan kembali berbagai harapan atas pemaknaan waktu. Dalam prakteknya,
inilah yang melahirkan pandangan untuk memaknai permulaan tersebut dalam sebuah
perayaan. Di dalam perayaan tersebut, muncul berbagai mitos kepercayaan yang
diperlakukan sebagai kekuatan yang sakral dalam suasana ritual yang akhirnya menjadi
sebuah tradisi. Dalam konteks masyarakat Tionghoa, perayaan imlek akhirnya berhubungan
dengan sejarah panjang agama dan kepercayaan komunitas Tionghoa, yakni Buddha,
Taoisme, Kong Hu Cu, nilai-nilai kultus orang tua, dan kepercayaan-kepercayaan
tradisional lainnya. Seluruhnya melahirkan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk yang
lemah, yang karena itu dibutuhkan sebuah kekuatan untuk melindunginya, termasuk
melindungi harapan-harapannya di tahun yang baru itu dan bisa terlepas dari bala.1
Tulisan ini diangkat dari hasil pengamatan terhadap perayaan imlek di kalangan
etnis Tionghoa di sekitar Medan yang dilengkapi dengan wawancara dengan Js. Johan
Azuan, Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN) Medan dan beberapa
1
“Imlek, Alam, Manusia, dan Waktu”, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/
28/ khazanah/index.html

1
pengurus kelenteng. Informasi yang digali dari informan lebih banyak untuk
mengkonfirmasi hasil pengamatan dan menggali informasi mengenai perangkat-perangkat
dan istilah-istilah yang digunakan dalam kegiatan imlek. Untuk melengkapi data dirujuk
juga tulisan-tulisan yang diekspos di internet.

B. Persiapan Perayaan Imlek


Istilah imlek diambil dari akar kata Yin dan Li atau Im dan Li. Yin atau Im adalah
perempuan yang dilambangkan dengan bulan, sedangkan Yang adalah laki-laki yang
dilambangkan dengan matahari. Li itu adalah kalender. Kalau kalender berdasarkan
peredaran matahari namanya Yang-Li, sedangkan kalender berdasarkan peredaran bulan
disebut Yin-Li atau Im-Li. Jadi Im-Lek (gabungan Im dan Li) adalah kalender berdasarkan
peredaran bulan. Dalam tradisi di Cina, tahun baru Imlek kerap disebut sebagai hari raya
atau festival musim semi.2 Secara umum, imlek merupakan ”fajar pertama musim” yang
artinya kehidupan baru.
Seminggu sebelum penyambutan Tahun Baru sudah dimulai oleh keluarga dan
pengurus rumah ibadah (kelenteng). Saat itu semua anggota keluarga membersihkan rumah
dan pekarangan. Hal yang sama dilakukan pula oleh pengurus rumah ibadah. Seperti yang
diamati pada salah satu kelenteng di Tembung, seminggu sebelum imlek, semua Hu (kertas
kuning bergambar kuda terbang) yang sudah berubah warna (agak keputihan) dilepas dan
diganti dengan baru, Hu yang lama dibakar. Meja sembahyang dibersihkan, patung-patung
dewa-dewi diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan
wangi. Meja sembahyang dan patung-patung ditata kembali dengan rapi dan siap
menyambut tahun baru. Menurut pengurus kelenteng tersebut, pada hari itu dimulai satu
ritual mengantar kenaikan Malaikat Dapur dan dewa-dewi ke langit. Pengantaran dewa ke
langit diaktualisasi dengan ‘Hu’ sebagai simbolisasi sarana transportasi yang digunakan
untuk mencapai tujuan dan dewa-dewa akan pulang dengan prosesi ritual penyambutan
pada tanggal 04-01 Imlek.3

2
Imlek, Alam, Manusia, dan Waktu, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/28/
khazanah/ index.html
3
Wawancara dengan pengurus kelenteng di Desa Tembung; dan lihat juga Flyming Lika Yin
Shen Jie Fu, Sembahyang Tahun Baru Imlek: http://indonesia.siutao.com/upacara_ritual/yin_shen_
jie_ fu.php.

2
Persiapan yang dibutuhkan
Hari-hari dalam seminggu sebelum hari Imlek, toko-toko penjual peralatan imlek
cukup ramai dikunjungi. Berbagai alat sembahyang, seperti dupa, minyak, lilin, dan kertas
banyak dibeli. Dupa, dipersiapkan sebanyak tiga macam, yaitu dupa untuk langit, bumi dan
leluhur. Alat sembahyang ini sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan. Menyusul
kemudian, pada satu atau dua hari sebelum hari H tiba, buah-buahan untuk keperluan
sembahyang juga dipersiapkan. Buah-buahan yang dibutuhkan terdiri dari lima jenis dengan
jumlah masing-masing lima buah, Lima jenis buah itu adalah apel, jeruk, pear, anggur,
jeruk besar, dan lain-lain. Ini dipersiapkan dan rangkap dua, artinya untuk meja
sembahyangan Thian Kung satu set dan untuk meja sembahyangan yang di dalam rumah
satu set. Mereka tidak memilih jenis buah yang berduri (salak, nanas, dan lainnya). Meja
sembahyang Tian Gong [Thian Kung] dan Xiang Lu [Hio Lo / tempat Hio] untuk meja Tian
Gong pun turut disiapkan, baik di rumah-rumah maupun di kelenteng. Bila di satu rumah
tidak ada meja sembahyang yang permanen, dapat dibuat dari kaleng susu besar, dibungkus
dengan kertas merah dan diisi beras.
Peralatan sembahyang yang dipersiapkan adalah (1) Hio besar, minimal dua
batang; (2) Hio kecil sebanyak 12 batang per orang yang dipasang pada tiap meja
sembahyang; (3) Lilin yang pantas 2 batang tiap meja sebagai penerangan; (4) Bunga segar
untuk meja sebagai pewangi; (5) Cangkir kecil (Jiu Jing) berisi teh sebanyak 5 buah untuk
masing-masing meja sembahyang; (6) Permen satu piring kecil sebagai pemanis untuk
masing-masing meja sembahyang; (7) Minyak wangi disemprotkan ke tangan anggota
keluarga saat sebelum sembahyang; dan (8) Kain merah sebagai taplak meja Tian Gong.4

Penyusunan Peralatan Sembahyang:


Hal pertama yang dilakukan dalam persiapan sembahyang imlek adalah
meletakkan meja Tian Gong menghadap Timur. Mereka yang tidak memiliki altar leluhur,
hanya mempersiapkan satu meja di pintu muka rumah untuk upacara ini, sedangkan yang

4
Wawancara dengan Js. Johan Azuan; dan lihat juga Flyming Lika, Yin Shen Jie Fu [Ying
Sen Ciek Fuk] - Sembahyang Tahun Baru Imlek, http://indonesia.siutao.com/upacara_ritual/yin_
shen_ jie_fu.php

3
punya altar leluhur akan mempersiapkan dua meja; di dalam dan di luar rumah. Meja itu
kemudian ditutupi dengan taplak meja berwarna merah dan kaca di atasnya. Di atas meja
disusun Hio Lo, cangkir teh yang diatur setengah lingkaran, lilin di samping kanan dan kiri,
buah-buahan melingkar setengah lingkaran juga, bunga dibelakang kanan kiri meja. Permen
di sebelah kanan depan meja. Pola pengaturan ini berlaku di kelenteng dan untuk meja
sembahyang yang ada luar rumah atau di dalam rumah.

C. Pelaksanaan Perayaan Imlek


Upacara ritual sudah dimulai seminggu sebelum hari Sin Cia, yaitu tanggal 24 bulan
12 (Lunar) dengan mengadakan upacara sembahyang di hadapan altar Dewa Dapur
(Caokun Kong). Menurut keyakinan orang Tionghoa, setiap akhir tahun dari tanggal 25
bulan 12 hingga tanggal 5 bulan 1 (Imlek) Caokun Kong akan naik ke Surga untuk
melaporkan baik dan buruknya perbuatan dari keluarga pemilik altar dan baru akan kembali
ke altarnya setelah tanggal 5 bulan 1. Sehingga biasanya keluarga yang sembahyang akan
bermohon kepada Caokun Kong agar seisi keluarganya dilaporkan hal-hal yang baik saja,
untuk itu biasanya dalam sembahyang tersebut disajikan makanan yang manis-manis. Selain
itu, ada suatu kepercayaan bahwa kue-kue yang dihidangkan lebih manis daripada biasanya.
Hal ini dimaksudkan agar kehidupan di tahun mendatang menjadi lebih manis. Jadi,
perayaan Imlek terdiri dari dua bentuk, yaitu ritual dan kegiatan silaturrahmi.5

Saat Sembahyang
Puncak ritual imlek etnis Tionghoa di dilaksanakan pada tanggal satu bulan satu
tahun baru Imlek. Waktu terbaik pelaksanaan sembahyang adalah pada jam 00:30 sampai
06:00 pagi. Pada moment penting itu, setiap anggota keluarga memakai pakailah pakaian
yang rapi. Kepala keluarga memimpin sembahyang dengan Hio besar satu di hadapan Tian
Gong, kemudian diikuti dengan 12 Hio kecil. Saat itu dilakukan sembah sujud dan
mengajukan permohonan-permohonan kepada Tian (Tuhan).Setelah pemimpin keluarga
selesai lalu diikuti oleh anggota keluarga yang lain, mulai dari yang tertua sampai yang
paling muda. Setelah semuanya selesai, meja sembahyangan Tian Gong diangkat semua

5
Wawancana dengan Js. Johan Azuan.

4
kecuali Hio. Hio yang besar atau kecil akan tetap berada di tempatnya sampai habis
terbakar.
Ritual ini dilakukan sebagai simbol persatuan keluarga dengan sajian utama LUAN
LO (kompor berputar). Ritual itu dilaksanakan menjelang Sin Cia di waktu pagi untuk
mempersembahkan puja dan puji atas berkah dan perlindungan-Nya sepanjang tahun. Juga
sembahyang kepada arwah leluhur sebagai perwujudan bakti, sebab tanpa leluhur tiada kita
di dunia ini.

Kunjungan keluarga
Ritual yang dilaksanakan pada malam menyambut tahun baru sebenarnya adalah
bagian dari upaya mengakrabkan keluarga. Pada malam itu seluruh anggota keluarga
biasanya akan berkumpul di rumah orangtua atau pun yang dituakan dengan acara makan
bersama semua saudara leluhur. Setelah makan malam berbagai acara dilakukan untuk
menyambut detik-detik tahun baru seperti bakar petasan, atraksi barongsai atau sembahyang
ke kelenteng/vihara.6
Filosofi ritual ini adalah ‘Minum Air Tidak Melupakan Sumbernya’. Maksudnya, di
hari yang berbahagia itu pun mereka tidak lupa mengenang jasa orangtua dan leluhur”,
semua anak-cucu sebagai cabang dan daun dari sebuah pohon. Ayah, ibu, dan leluhur
sebagai akar dan pohonnya keluarga. Sesugguhnya tahun baru Imlek tidak semata untuk
mengukuhkan anggota keluarga yang masih hidup. Imlek juga semacam ”reuni” dengan
leluhur mereka.
Pada pagi harinya dilanjutkan dengan adat keluarga masing-masing, seperti
berkunjung ke rumah orang tua atau orang yang dituakan, dan keluarga lain. Dalam acara
silaturahmi itu disajikan makanan ringan. Biasanya mereka menyajikan berbagai jenis
makanan berjumlah 12 jenis, sebagai perlambang untuk menjamu leluhur. Kedua belas
macam makanan atau kue ini mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12.
Makanan yang disajikan adalah kacang-kacangan seperti kacang mede, kacang telur,
kacang China (Pistachio), emping dan kwaci. Di samping itu, dihidangkan pula kue lapis
6
Anly Cenggana, SH, Imlek, Antara Tradisi, Budaya dan Agama,
Tuesday, 24 January 2006, http://www.sijorimandiri.net/sm/index.php?
option=com_content&task=view&id=4800&Itemid=59

5
sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis. Kue mangkok dan kue kekeranjang
merupakan makanan yang wajib dihidangkan pada waktu persembahyangan menyambut
datangnya tahun baru Imlek. Sudah menjadi tradisi, setiap perayaan Imlek harus ada kue
keranjang. Keberadaan kue keranjang sama dengan keberadaan ketupat dan opor dalam
perayaan lebaran umat Islam. Karena itulah jika banyak pengusaha kue atau roti yang
membuat kue keranjang untuk dijual secara partai kecil atau partai besar, bahkan banyak
yang menerima pesanan. Di China, hidangan yang wajib adalah mi panjang umur (siu mi)
dan arak. Di Indonesia, hidangan yang dipilih biasanya hidangan yang mempunyai arti
”kemakmuran”, ”panjang umur”, ”keselamatan” atau ”kebahagiaan”, dan merupakan
hidangan kesukaan para leluhur.7
Di samping menyajikan makanan ringan, anak-anak biasanya diberi Ang Pao setelah
memberi hormat dan mengucapkan ”Selamat Tahun Baru” kepada orangtua atau keluarga
yang dikunjungi. Ang Pao tersebut berisikan ”uang rezeki” atau hok-chien. Angpao sendiri
adalah dialek Hokkian. Arti harfiahnya adalah bungkusan/amplop merah. Angpao pada
tahun baru Imlek mempunyai istilah khusus yaitu ‘Ya Sui’, artinya hadiah yang diberikan
untuk anak-anak berkaitan dengan pertambahan umur/pergantian tahun. ‘Ya Sui’ bisa
disimbolkan untuk mengusir bencana. Anak-anak yang menerima hadiah diharapkan bisa
melewati setahun dengan harapan akan melewati setahun ke depan tanpa rintangan berarti.
Menurut kepercayaan orang Tionghoa, walaupun semua didasarkan pada simbol-
simbol, tradisi merupakan hal penting. Selain meneruskan budaya leluhur, hal-hal baik juga
diharapkan terkabul dalam kehidupan selama satu tahun mendatang, terutama kekayaan dan
kesuksesan. Atas dasar kepercayaan itu, Gong Xi Fa Cai sesungguhnya bukan bermakna
selamat tahun baru, melainkan selamat semoga kaya.8

D. Penutup
Pada dasarnya perayaan imlek bagi orang Tionghoa yang ada di sekitar Medan
adalah suatu tradisi yang diwarisi dari leluhur mereka di Cina. Perayaan itu mengandung
dua hal sekaligus, yaitu budaya dan kepercayaan. Sebagai budaya, imlek dirayakan untuk

7
Wawancara dengan Js. Johan Azuan.
8
http://www.inilah.com/berita/2008/02/02/10350/bersiap-menanti-imlek/

6
dengan berbagai kegiatan, seperti makan bersama, silaturrahmi, dan membakar mercon, dan
sebagai kepercayaan, imlek dirayakan dengan ritual sembahyang yang disertai dengan
sejumlah peralatan sebagai persembahan kepada Tuhan dan arwah leluhur. Tradisi ini selalu
dirayakan oleh etnis Tionghoa dari berbagai agama di Medan.

Anda mungkin juga menyukai