BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit merupakan beban tambahan
secara fisik dan psikologis bagi pasien. Secara fisik, beban tersebut akan terasa
lebih berat karena adanya penyakit tambahan di samping penyakit dasarnya
sehingga lama hari perawatan semakin panjang. Secara psikologis demikian juga.
Pasien-pasien yang menjalani rawat inap ini perlu dilindungi dan dijauhkan dari
kemungkinan terjangkitnya infeksi nosokomial melalui sebuah kebijaksanaan
rumah sakit (Utama, 2006).
Untuk keseragaman pemahaman, diperlukan adanya definisi atau batasan
infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial menyangkut dua hal pokok, yaitu
penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit dan
adanya transmisi mikroba patogen ke penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan tersebut. Setiap penyakit memiliki masa inkubasi yang berbeda, oleh
karena itu perlu adanya penjabaran lebih spesifik mengenai manifestasi klinis.
Manifestasi klinis seperti telah disebutkan dapat muncul selama pasien dalam
proses perawatan ataupun setelah selesai menjalani proses perawatan / setelah
pasien keluar dari rumah sakit. Kadang terjadi penularan / infeksi, namun tidak
ada manifestasi klinis. Dalam hal ini sangat diperlukan penilaian laboratorium.
Suatu infeksi dapat dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki
kriteria sebagai berikut (Darmadi, 2008 dan Utama, 2006) :
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan
tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam
masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah
3x24 jam sejak mulai perawatan. Secara umum, pasien yang masuk
rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi kurang dari 72 jam
menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum
pasien masuk rumah sakit (infeksi bukan berasal dari rumah sakit).
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa atau residual dari infeksi
sebelumnya.
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi,
dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah
sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan
sebagai infeksi nosokmial.
6. Penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah
sakit dan kemudian menderita keracunan makanan dengan penyebab
bukan produk bakteri tidak termasuk infeksi nosokomial.
7. Untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit dan kemudian
timbul tanda-tanda infeksi, dapat digolongkan sebagai infeksi
nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari
rumah sakit.
8. Infeksi yang terjadi pada petugas pelayanan medis serta keluarga /
pengunjung tidak termasuk infeksi nosokomial.
Mikroba patogen yang menimbulkan infeksi nosokomial akan masuk ke
penjamu melalui port d’entrée dan setelah melewati masa inkubasi akan timbul
reaksi sistemik pada penderita berupa manifestasi klinik ataupun laboratorium.
Bakteremia merupakan respon sistemik penderita terhadap infeksi, di mana
mikroba atau toksinnya berada di dalam aliran darah dan menimbulkan reaksi
sistemik berupa reaksi inflamasi. Proses inflamasi dapat berlanjut hingga
menimbulkan sepsis
Berbagai faktor luar (faktor ekstrinsik) dapat digambarkan sebagai berikut :
Infeksi yang didapat di rumah sakit adalah masalah yang sangat serius dalam
perawatan pasien yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan, terutama
dipengaruhi lingkungan Instalasi Perawatan Intensif, ruangan gawat di mana
pasien dengan kondisi kritis dan penurunan status imunologis. Pasien yang
menderita penyakit parah di Instalasi Perawatan Intensif memiliki risiko tinggi
2.2. Disinfektan
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial sangat terkait dengan
uapaya untuk mengeliminasi mikroba patogen. Penderita akan selalu terancam
oleh kehadiran mikroba patogen yang bersarang pada benda-benda di sekitarnya,
seperti peralatan medis dan non medis yang ada di ruang perawatan. Bahkan
udara juga ikut memberikan kontribusi terjadinya infeksi noskomial, termasuk
juga petugas yang merawat pasien (Kurniadi, 1993).
Pentingnya kesadaran akan keadaan di mana bebas dari segala mikroba
patogen menyebabkan diperlukan adanya upaya untuk mengeliminasi mikroba
patogen dari segala peralatan, terutama peralatan yang langsung digunakan pada
prosedur atau tindakan medis serta mikroba patogen yang melekat pada petugas.
Demikian juga untuk setiap prosedur atau tindakan medis / perawatan yang
dilakukan pada pasien, yang akan berisiko untuk masuknya mikroba patogen ke
tubuh penderita. Oleh karena itu, diperlukan adanya antiseptik dan disinfektan.
Antiseptik dan disinfektan adalah bahan kimia yang sangat penting dalam
praktik kedokteran. Kedua bahan ini memiliki fungsi yang sama, yaitu
Disinfeksi
Oleh karena pada penelitian ini hanya akan dilakukan uji sterilisasi pada
benda mati, maka hanya akan dibahas mengenai disinfektan.
Semua peralatan yang digunakan di rumah sakit perlu didisinfeksi termasuk
kamar dan peralatan yang tidak kontak langsung dengan pasien seperti kamar
bedah, ruangan / bangsal perawatan, meja operasi, dan peralatan nonmedis
lainnya. Ada berbagai macam disinfektan, namun disinfektan yang baik harus
memenuhi persyaratan berikut :
Dengan demikian dikenal dua macam cara disinfeksi untuk peralatan medis,
yaitu dengan cara kimiawi dan dengan memanfaatkan energi panas (DTT). Selain
itu, juga ada pembagian lainnya, yaitu dengan melihat spektrum mikroba patogen
yang akan terbunuh oleh proses disinfeksi, yaitu :
1. Disinfeksi tingkat rendah
2. Disinfeksi tingkat menengah
3. Disinfeksi tingkat tinggi