Anda di halaman 1dari 14

SMAN 2 TANGERANG SELATAN

MAKALAH AGAMA
JUAL BELI
„ 
 Ê 

 
 „  
    

  
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat berkah dan rahmatnya, kami dapat
menyelesaikan makalah agama kelompok kami. Makalah yang bertemakan mengenai jual beli ini kami
buat untuk memenuhi kompetensi dasar pelajaran Agama Islam pada semester 1 ini. Makalah ini kami
buat berdasarkan sumber smber yang kami dapat, baik dari internet, buku, ataupun langsung menurut
pandangan kami.

Semoga saja, dengan adanya makalah ini kami dapat membantu pembelajaran mengenai jual beli dalam
Islam, sekalipun kami mengetahui makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan.

Pemakalah

|
£aftar Isi

Kata Pengantar««««««««««««««««««««««««««««««««««..2

£aftar Isi««««««««««««««««««««««««««««««««««««...3

Pendahuluan«««««««««««««««««««««««««««««««««««..4

Jual Beli«««««««««««««««««««««««««««««««««««....5-13

i. Pengertian Jual Beli««««««««««««««««««««««««««....5-6


ii. Hukum Jual Beli«««««««««««««««««««««««««««««.6
iii. Syarat dan Ketentuan dalam Jual Beli««««««««««««««««««««...6
iv. Sifat yang harus dimiliki Penjual«««««««««««««««««««««....7-8
v. Jual Beli yang dilarang«««««««««««««««««««««««..««9-12
vi. £alil Naqli«««««««««««««««««««««««««««««««13

£aftar Pustaka««««««««««««««««««««««««««««««««««.14

a
Pendahuluan

Islam adalah ajaran yang sempurna. Hal itu tercermin dari dua aspek yang ditunjukkannya, yakni aspek
½    ½ dan ½    . Jadi keharmonisan hidup seseorang tidak hanya ditunjukkan
melalui ibadah vertical semata, tetapi juga dilihat berdasarkan ibadah horizontalnya. Maknanya adalah
bahwa tidak sempurna ibadah seseorang kepada Allah tanpa diwujudkan sifat isalminya dalam
perikehidupan sehari-hari. Hal ini bisa berup interaksi umat di bidang politik, social, budaya, maupun
ekonomi yang mencerminkan sikap dan berpola pikir Qurani. Bahkan, Rasulullah mencontohkna hal
tersebut pada kehidupan beliau, termasuk yang berkaitan dengan bidang pereokonomian. Pada makalah
kali ini kami akan membahas tentang ekonomi islam. Lebih spesifiknya kami akan membahas tentang
jual beli. Semoga materi yang kami bahas kali ini berguna bagi anda semua.


Sebelum membahas langsung tentang jual beli kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu muamalah.
Muamalah dalam ilmu ekonomi islam memiliki makna hukum yang bertalian dengan harta, hak milik,
perjanjian, jual beli, utang piutang, sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Juga hukum yang mengatur
keuangan serta segala hal yang merupakan hubungan manusia dengan sesamanya, baik secara individu
maupun masyarakat. Tujuannya adalah agar tercapai suatu kehidupan yang tenteram, damai dan bahagia
serta sejahtera. Yang akan kita bahas adalah tentang jual beli.

à 

Jual beli dalam bahasa arab terdiri dari dua kata yang menganduk makna berlawanan yaitu,

©   yang artinya jual


© 

 yang artinya beli


Jual beli menurut bahasa, ialah menukarkan sesuatu dengan sesuatu. Menukarkan barang dengan barang
dinamai jual beli menurut bahasa sebagaimana menukarkan barang dengan uang. Salah satu dari dua hal
yang ditukar tadi dinamai mabi¶ (barang yang dijual) dan yang lain disebut tsaman (harga). £ilihat dari
segi bahasa tiada bedanya antara barang yang dijual dan harga, apakah kedua-duanya itu suci ataupun
najis.

menurut hukum syara, jual beli adalah penukaran harta ( dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau
tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu
atas dasar suka sama suka.

Pengertian jual beli menurut istilah, terdapat beberapa pendapat di kalangan para Imam Mazhab, yakni:

 

Menurut mazhab Hanafi, jual beli mengandung dua makna, yakni:

1) Makna khusus, yaitu menukarkan barang dengan dua mata uang, yakni emas dan perak dan yang
sejenisnya. Kapan saja lafal diucapkan, tentu kembali kepada arti ini.
2) Makna umum, yaitu ada dua belas macam, diantaranya adalah makna khusus ini.

  

Menurut Mazhab Maliki, jual beli atau bai¶ menurut istilah ada dua pengertian, yakni:

1) Pengertian untuk seluruh satuannya bai¶ (jual beli), yang mencakup akad sharaf, salam dan lain
sebagainya.
2) Pengertian untuk satu satuan dari beberapa satuan yaitu sesuatu yang dipahamkan dari lafal bai¶
secara mutlak menurut uruf (adat kebiasaan).

 

Menurut ulama Hanbali jual beli menurut syara¶ ialah menukarkan harta dengan harta atau menukarkan
manfaat yang mubah dengan suatu manfaat yang mubah pula untuk selamanya.




Ulama mazhab Syafi¶i mendefinisikan bahwa jual beli menurut syara¶ ialah akad penukaran harta dengan
harta dengan cara tertentu.

è
£ari beberapa argumen tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan
dimana pihak yang satu mengikat diri untuk menyerahkan barang dan pihak yang lain mengikat diri untuk
membayar harganya.

Orang yang berusaha di bidang jual beli harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan jual beli
tersebut. Hal ini bertujuan agar dalam jual beli teesebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual
maupun pembeli.

 à  

Jual beli hukumnya adalah mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama
suka. Sebagai dasar tersebut, dapat dipahami firman Allah swt. antara lain dalam QS. Al-Baqarah
(2): 275 sebagai berikut:

Ύ˴Αή͋ ϟ΍ ϡ˴ ή͉ Σ
˴ ϭ˴ ϊ˴ ˸ϴΒ˴ ˸ϟ΍ Ϫ˵ Ϡ͉ϟ΍ Ϟ
͉Σ
˴ ΃˴ϭ˴

Yang artinya , ³«.£an Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba«´

V  à  

a. Penjual pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya


Sehingga penjual atau pembeli melakukan jual beli atas kehendak sendiri tanpa ada paksaan dari
salah satu pihak, karena apabila ada paksaan maka pembelian tersebut tidak sah

b. Syarat ijab dan Kabul


Ijab merupakan perkataan untuk menjual atau menyerahkan suatu kepemilikan. Contohnya, ³saya
menjual rumah ini seharga Rp 100.000.000,00 ³ .
Kabul merupakan ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si penjual. Contohnya, ³saya
beli rumah ini seharga Rp 100.00.000,00´ .

Biasanya sebelum terjadi ijab Kabul terjadi tawar menawar terlebih dahulu, yang diperlukan
dalam ijab Kabul adalah rasa saling rela yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata yang dapat
menunjukkan bahwa seseorang rela membeli atau menerima, berdasarkan makna kepemilikan
dan memiliki.

Akad adalah penyerahan atau pertalian ijab dengan Kabul menurut bentuk yang telah ditetapkan
syariat yang berpengaruh pada objek yang dijanjikan atau meniadakan segala ikatan yang
dilarang oleh islam. Menurut para ulama ada 3 rukun akad
1. Sigat akad (bentuk akad)
2. Aqid atau pihak yang mengadakan akad
3. Ma¶qud alaih atau barang yang dijanjikan

c. Benda yang diperjualbelikan


ÿ Benda harus suci dan halal
ÿ Barang yang diperjualbelikan harus terlebih dahulu diteliti
ÿ Baeang tersebut tidak dalam proses penawaran dengan orang lain
ÿ Barang yang diperjualbelikan bukan merupakan hasil monopoli yang merugikan
ÿ Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir, disepkulasi, atau diperkirakan
wujudnya
ÿ Barang yang dijual harus milik sendiri
ÿ Barang itu harus dapat diserahterimakan


             
  

a.   
Berlaku benar, yang dimaksud dengan berperilaku benar dalam berdagang adalah tidak
merugikan orang lain yang hendak membeli dagangannya. Berlaku lurus atau bisa dikatakan
sebagai jujur apa adanya merupakan sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang pedagang.
Mengapa demikian? Karena jika seorang pedagang tidak mengatakan apa adanya atau melakukan
hal yang benar, maka pembeli akan dirugikan. Hal ini akan membuat proses jual beli menjadi
tidak sah. £usta dalam berdagang sangat dicela terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah.

R      
   ½
   
   ½ 

        
       
        
 

b.      

Hal-hal yang harus disampaikan ketika berdagang adalah penjual atau pedagang menjelaskan ciri-
ciri, kualitas, dan harga barang dagangannya kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu
dimaksudkan agar pembeli tidak merasa tertipu dan dirugikan.

R     
 ½       
  
    
 (Al
Mukminuun : 8).

£ari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shalllahu Alaihi wa Sallam bersabda, R    !" 
   
 #          
 ½     

 ½     $
 R     ½ ½      
 

c. à

R   ½                $         


   $    
        ½
 ½     
   ½"    ½ ½ !  ½    ½ 
 $      ½     ½   $      % 
    ½
      ½      ½  ½    ½    
&½ 

Selain benar dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur. Kejujuran merupakan
salah satu modal yang sangat penting dalam jual beli karena kejujuran akan menghindarkan diri
dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak. Sikap jujur dalam hal timbangan, ukuran
kualitas, dan kuantitas barang yang diperjual belikan adalah perintah Allah SWT. Sikap jujur
pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan, baik yang
diketahui maupun yang tidak diketahui.

     '½   (


 
# R'     ½       ½
               
         
   


Lawan sifat jujur adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan, kualitas,
kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya.

D
     ½                 ½ (   
  R   ½       )'         
    
   '

d. „ 
Khiar artunya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli
atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual beli). Ada tiga
macam khiar yaitu sebagai berikut.
ÿ „     adalah si pembelian penjual boleh memilih antara meneruskan akad jual beli
atau mengurungkannya selama keduanya masih tetap ditempat jual beli. Khiar majelis ini
berlaku pada semua macam jual beli.

×           ½                


     ½       
          
     
  ½   
        
    ½ 
   
    * (HR. Bukhari-Muslim).

ÿ „     adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan jual beli setelah
mempertimbangkan satu atau dua hari. Setelah hari yang ditentukan tiba, maka jual beli harus
ditegaskan untuk dilanjutkan atau diurungkan. Masa khiar syarat selambat-lambatnya tiga
hari

%   $ ½  

  ½    (HR.
Bukhari.)

     

£alam hal ini ada 2 pendapat ulama:

M Khiar syarat tidak boleh lebih dari tiga hari semenjak akad dilakukan, karena hadis-hadis yang
berkenaan dengan khiar syarat semuanya tidak lebih dari 3 hari, dan waktu selama 3 hari
dianggap cukup untuk berfikir. Pendapat ini merupakan mazhab Hanafi dan Syafi'i.
M Tidak ada batas maksimal lamanya khiar syarat selagi kedua belah pihak saling ridha. Karena
khiar syarat adalah hak kedua-belah pihak maka waktunya terserah mereka berdua dan karena
sebagian barang butuh waktu untuk berfikir lebih dari 3 hari.

ÿ „         adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya, apabila


barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah ada sebelumnya, namun tidak
diketahui oleh si penjual maupun si pembeli.

  '½  (#R             


 ½  ½       ½    ½  
  ½   ½       ½       

   ½' ! "  ½
 
  ½ ½ ½          shallallahu alaihi wasallam
 ½ 
    *tidak boleh menipu*       
  ½   
 &½  '

[
   à      

1. Jual Beli secara Gharar (yang tidak jelas sifatnya)

Yaitu segala bentuk jual beli yang di dalamnya terkandung jahalah (unsur ketidakjelasan), atau di
dalamnya terdapat unsur taruhan atau judi.

£ari Abu Hurairah ra, ia berkata, ³Rasulullah telah mencegah (kita) dari (melakukan) jual beli
(dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli barang secara gharar.´ (Shahih: Muktashar
Muslim no: 939, Irwa¶ul Ghalil no: 1294, Muslim III: 1153 no: 1513, Tirmidzi II: 349. no: 1248,
µAunul Ma¶bud IX: 230 no: 3360, Ibnu Majah II: 739 no: 2194 dan Nasa¶i VII: 262).

Imam Nawawi dalam Syarhu Muslimnya X: 156 menjelaskan ³Adapun larangan jual beli secara
gharar, merupakan prinsip yang agung dari sekian banyak prinsip yang terkandung dalam Bab
Jual Beli, oleh karena itu, Imam Muslim menempatkan hadits gharar ini di bagian pertama dalam
Kitabul Buyu¶ yang dapat dimasukkan ke dalamnya berbagai permasalahan yang amat banyak
tanpa batas, seperti, jual beli budak yang kabur, jual beli barang yang tidak ada, jual beli barang
yang tidak diketahui, jual beli barang yang tidak dapat diserahterimakan, jual beli barang yang
belum menjadi hak milik penuh si penjual, jual beli ikan di dalam kolam yang lebar, jual beli air
susu yang masih berada di dalam tetek hewan, jual beli janin yang ada di dalam perut induknya,
menjual sebagian dari seonggok makanan dalam keadaan tidak jelas (tanpa ditakar dan tanpa
ditimbang), menjual satu pakaian di antara sekian banyak pakaian, menjual seekor kambing di
antara sekian banyak kambing, dan yang semisal dengan itu semuanya. £an, semua jual beli ini
bathil, karena sifatnya gharar tanpa ada keperluan yang mendesak.´

Selanjutnya, beliau (Nawawi) berkata : ³Kalau ada hajat yang mengharuskan melakukan gharar,
dan tertutup kemungkinan untuk menghindarinya, kecuali dengan amat sulit sekali, lagi pula
gharar tersebut bersifat sepele, maka boleh jual beli yang dimaksud. Oleh sebab itu, kaum muslim
sepakat atas bolehnya jual beli jas yang di dalamnya terdapat kapas yang sulit dipisahkan, dan
kalau kapasnya dijual secara terpisah justru tidak boleh.´

³Ketahuilah bahwa jual beli barang secara mulamasah, secara munabadzah, jual beli barang
secara habalul habalah, jual beli barang dengan cara melemparkan batu kecil, dan larangan itu
semua yang terkategori jual beli yang ditegaskan oleh nash-nash tertentu maka semua itu masuk
ke dalam larangan jual beli barang secara gharar. Akan tetapi jual beli secara gharar ini
disebutkan secara sendirian dan ada larangan secara khusus, karena praktik jual beli gharar ini
termasuk praktik jual beli jahiliyah yang amat terkenal. Wallahu a¶lam.´

2. Jual Beli Secara Mulamasah dan Munabadzah

£ari Abu Hurairah ra, ia berkata, ³(Kita) dilarang dari (melakukan) dua bentuk jual beli: yaitu
secara mulamasah dan munabadzah. Adapun munabadzah ialah setiap orang dari pihak penjual
dan pembeli meraba pakaian rekannya tanpa memperhatikannya. Sedangkan munabadzah ialah
masing-masing dari keduanya melemparkan pakaiannya kepada rekannya, dan salah satu dari
keduanya tidak memperhatikan pakaian rekannya´ (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 938 dan
Muslim III: 1152 no: 2 dan 1511).

£ari Abu Sa¶ad al-Khudri ra, ia berkata, ³Rasulullah telah melarang kita dari (melakukan) dua
bentuk jual beli dan dua hal yang mengandung ketidakjelasan: yaitu jual beli secara mulamasah
dan munabadzah. Mulamasah ialah seseorang meraba pakaian orang lain dengan tangannya, pada

r
waktu malam atau siang hari, tetapi tanpa membalik-baliknya; dan munabadzah ialah seseorang
melemparkan pakaiannya kepada orang lain dan orang lain itupun melemparkan pakaiannya
kepada pelempar pertama yang berarti masing-masing telah membeli dari yang lainnya tanpa
diteliti dan tanpa saling merelakan.´ (Muttafaqun¶alaih: Muslim III: 1152 No 1512, dan ini
lafadznya, Fathul Bari IV: 358 no: 2147, 44, ¶Aunul Ma¶bud IX: 231 no: 3362 dan Nasa¶i VII:
260).

3. Jual Beli Barang secara Habalul Habalah

£ari Ibnu Umar ra, ia berkata, ³Adalah kaum jahiliyah biasa melakukan jual beli daging unta
sampai dengan lahirnya kandungan, kemudian unta yang dilahirkan itu bunting. £an, habalul
habalah yaitu unta yang dikandung itu lahir, kemudian unta yang dilahirkan itu bunting,
kemudian Nabi melarang yang demikian itu.´ (Muttafaqun µalaih: Fathul Bari IV: 356 no: 2143,
Muslim III: 1153 no: 1514, µAunul Ma¶bud IX: 233 no: 3365, 64, Tirmidzi II: 349 no: 1247
secara ringkas, Nasa¶i VII: 293 dan Ibnu Majah II:740 no: 2197 secara ringkas).

4. Jual Beli £engan Lemparan Batu Kecil

£ari Abu Hurairah ra, ia berkata, ³Rasulullah saw melarang jual beli dengan lemparan batu kecil
dan jual beli secara gharar.´ (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 1817 dan Ibnu Majah II: 752 no:
2235).

£alam kitab Syarhu muslim X:156, Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, ³Adapun jual beli
secara lemparan batu-batu kecil itu, ada tiga penafsiran:

Pertama, seorang penjual berkata pada si pembeli, µSaya menjual dari sebagian pakaian ini, yang
terkena lemparan batu saya,¶ atau ia berkata kepada si pembeli, µSaya menjual kepadamu tanah
ini, yaitu dari sini sampai dengan batas tempat jatuhnya batu yang dilemparkan.¶

Kedua, seorang berkata kepada si pembeli, µSaya jual kepadamu barang ini, dengan catatan
engkau mempunyai hak khiyar (pilih) sampai aku melemparkan batu kecil ini.¶

Ketiga, pihak penjual dan pembeli menjadikan sesuatu yang dilempar dengan batu sebagai barang
dagangan, yaitu pembeli berkata kepada penjual, µApabila saya lempar pakaian ini dengan batu,
maka ia saya beli darimu dengan harga sekian.¶

5. Upah Persetubuhan Pejantan

£ari Ibnu Umar ra, ia berkata, ³Nabi saw melarang (makan) upah persetubuhan pejantan.´
(Shahih: Mukhtashar Muslim no: 939, Fathul Bari IV: 461 no: 2284, µAunul Ma¶bud IX: 296 no:
3412, Tirmidzi II: 372 no: 1291 dan Nasa¶i VII: 310).

6. Jual Beli Sesuatu yang Belum Menjadi Hak Milik

£ari Hakim bin Hizam ra, ia berkata : Aku berkata, ³Ya Rasulullah, ada seorang yang akan
membeli dariku sesuatu yang tidak kumiliki. Bolehkan saya menjualnya?´ Maka jawab beliau,
³Jangan kamu jual sesuatu yang tidak menjadi milikmu.´ (Shahih: Irwa¶ul Ghalil no: 1292, Ibnu
Majah II: 737 no:2187, Tirmidzi II:350 no: 1250, µAunul Ma¶bud IX: 401 no: 3486, Nasa¶i VII:
289).

R
7. Jual Beli Barang yang Belum £iterima

£ari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, ³Barang siapa membeli makanan, maka
janganlah ia menjualnya hingga ia menerimanya.´ Ibnu Abas berkata, ³Saya menduga segala
sesuatu sama statusnya dengan makanan.´ (Muttafaqun ¶alaih: Muslim III: 1160 no: 30 dan 1525
dan lafadz ini baginya, Fathul Bari IV: 349 no: 2135, µAunul Ma¶bud IX: 393 no:3480, Nasa¶i
VII: 286 dan Tirmidzi II: 379 no: 1309).

£ari Thawas dari Ibnu Abas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, ³Barang siapa membeli
makanan, maka janganlah menjualnya hingga ia manakarnya.´ Kemudian saya (Thawas) berkata
kepada Ibnu Abas, ³Mengapa?´ Jawabnya, ³Tidakkah engkau melihat orang-orang membeli
dengan emas, sedangkan makanan yang dibeli itu tertangguhkan.´ (Muttafaqun µalaih: Muslim
III: 1160 no: 31 dan 1525 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari IV: 347 no: 2132 dan µAunul
Ma¶bud IX: 392 no: 3479).

8. Jual Beli Atas Pembelian Saudara

£ari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, ³Janganlah sebagian di antara kamu
membeli atas pembelian sebagaian yang lain.´ (Muttafaqun µalaih: Fathul Bari IV: 373 no: 2165,
Muslim III: 1154 no:1412, dan Ibnu Majah II: 333 no: 1271).

£ari abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, ³Janganlah seseorang Muslim menawar
atas tawaran saudaranya.´ (Shahih: Irwa¶ul Ghalil no: 1298, dan Muslim III: 1154 no: 1515).

9. Jual Beli secara µInah.

Yang dimaksud jual beli secara µinah ialah seseorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan
harga bertempo, lalu sesuatu itu diserahkan kepada pihak pembeli, kemudian penjual itu membeli
kembali barangnya tadi secara kontan sebelum harganya diterima, dengan harga yang lebih
rendah daripada harga penjualnya tadi.

£ari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda, ³Apabila kamu berjual beli secara µinah dan
µmemegangi ekor-ekor sapi¶ [kinayah/kiasan sibuk dengan urusan peternakan/keduniaan] dan
puas dengan pertanian serta meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan atas kamu
kehinaan, dia tidak akan mencabut hingga kamu kembali kepada agamamu.´ (Shahih: Shahihul
Jami¶us Shaghir no:423 dan ³Aunul Ma¶bud IX:335 no:3445).

10. Jual Beli Barang Secara Taqsith (Kredit atau dengan penambahan harga)

Jual beli bertempo dengan harga lebih mahal daripada harga kontan atau cash dewasa ini
menjamur di mana-mana. Praktek jual beli model ini dikenal dengan sebutan bai¶ bittaqsith (jual
beli secara kredit), yaitu sebagaimana yang sudah dimaklumi yaitu menjual barang secara kredit
dengan harga lebih tinggi daripada harga cash sebagai imbalan bagi pelunasannya yang bertempo
ini. Sebagai misal, ada barang dijual secara kontan dengan harga seribu Pound, lalu secara taqsith
seribu dua ratus Pound. Maka jual beli ini termasuk jual beli yang dilarang.

£ari Abu Huairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, ³Barang siapa menjual dua penjualan
dalam satu penjualan maka baginya yang paling ringan di antara keduanya atau menjadi riba.´
(Hasan: Shahihul Jami¶ no: 6116, µAunul Ma¶bud no: 3444, untuk lebih jelasnya lihat as-Silsilah

RR
Ash-Shahihah oleh Syaikh al-Albani no: 2326 dan kitab al-Qaulu al-Fashl Fi Bai¶il Ajali oleh
Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq).

Namun, menurut jumhur ulama jual beli barang secara kredit diperbolehkan. Hanya sebagian
kecil ulama yang tidak membolehkan, seperti yang menulis buku ini dan Syaikh Nasiruddin Al-
Albani.

R|
 Ê 
  
 
  !
£an janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan;

  V  "


£an tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.

      !  

Ύ˴ϳ Ύ˴Ϭϳ˵˷΃˴ Ϧ
˴ ϳ˶άϟ˴˷΍ ΍Ϯ˵Ϩϣ˴ ΁˴ ΍˴Ϋ·˶ ˸ϢΘ˵˸Ϩϳ˴ ΍˴ΪΗ˴ Ϧ ˳ ˸ϳΪ˴ Α˶ ϰϟ˶· Ϟ˳Ο˴ ΃˴ ϰ˷Ϥ˱ δ ˴ ϣ˵ ϩ˵ Ϯ˵ΒΘ˵˸ϛΎ˴ϓ ˸ΐΘ˵˸Ϝ˴ϴ˸ϟϭ˴ ˸ϢϜ˵ Ϩ˴ ˸ϴΑ˴ ˲ΐΗ˶ Ύ˴ϛ ϝ ˶ ˸Ϊό˴ ˸ϟΎ˶Α ϻ
˴ ϭ˴ Ώ ˴ ˸΄ϳ˴ ˲ΐΗ˶ Ύ˴ϛ ˸ϥ΃˴ ΐ ˴ Θ˵˸Ϝϳ˴ Ύ˴Ϥϛ˴ Ϫ˵ Ϥ˴ Ϡ˴˷ϋ˴ Ϫ˵ Ϡ˴˷ϟ΍ ˸ΐΘ˵˸Ϝ˴ϴ˸Ϡϓ˴ Ϟ ˶ Ϡ˶˸Ϥϴ˵˸ϟϭ˴
ϱ˶άϟ˴˷΍ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ϋ ˴ ϖ ˵˷ Τ˴ ˸ϟ΍ ϖ ˶ Θ˴˷ϴ˴ ˸ϟϭ˴ Ϫ˴ Ϡ˴˷ϟ΍ Ϫ˵ Α˴˷ έ˴ ϻ ˴ ϭ˴ ˸βΨ ˴ ˸Βϳ˴ Ϫ˵ ˸Ϩϣ˶ Ύ˱Ό˸ϴη˴ ˸ϥΈ˶ ϓ˴ ϥ ˴ Ύ˴ϛ ϱ˶άϟ˴˷΍ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ϋ
˴ ϖ ˵˷ Τ
˴ ˸ϟ΍ Ύ˱Ϭϴ˶ϔγ ˴ ˸ϭ΃˴ Ύ˱ϔϴ˶όο ˴ ˸ϭ΃˴ ϻ ˴ ϊ˵ ϴ˶τΘ˴ ˸δϳ˴ ˸ϥ΃˴ Ϟ ˴˷ Ϥ˶ ϳ˵ Ϯ˴ ϫ˵ ˸ϞϠ˶˸Ϥϴ˵˸Ϡϓ˴ Ϫ˵ ϴ˵˷ϟ˶˴ϭ ϝ
˶ ˸Ϊό˴ ˸ϟΎ˶Α
΍ϭ˵ΪϬ˶ ˸θΘ˴ ˸γ΍˴ϭ Ϧ ˶ ˸ϳΪ˴ ϴ˶Ϭη ˴ ˸Ϧϣ˶ ˸ϢϜ˵ ϟ˶Ύ˴Οέ˶ ˸ϥΈ˶ ϓ˴ ˸Ϣϟ˴ Ύ˴ϧϮ˵Ϝϳ˴ Ϧ ˶ ˸ϴϠ˴Ο
˵ έ˴ ˲ϞΟ ˵ ή˴ ϓ˴ ϥ
˶ Ύ˴Η΃˴ή˴ ˸ϣ΍˴ϭ ˸ϦϤ˴˷ ϣ˶ ϥ ˴ ˸Ϯο ˴ ˸ήΗ˴ Ϧ ˴ ϣ˶ ˯˶ ΍˴ΪϬ˴ θ ˵˷ ϟ΍ ˸ϥ΃˴ Ϟ ˴˷ π˶ Η˴ Ύ˴Ϥϫ˵ ΍˴Ϊ˸Σ·˶ ή˴ ϛ˶˷ ά˴ Θ˵ϓ˴ Ύ˴Ϥϫ˵ ΍˴Ϊ˸Σ·˶ ϯ˴ή˸ΧϷ ˵ ˸΍
ϻ
˴ ϭ˴ Ώ ˴ ˸΄ϳ˴ ˯˵ ΍˴ΪϬ˴ θ ˵˷ ϟ΍ ΍˴Ϋ·˶ Ύ˴ϣ ΍Ϯ˵ϋΩ˵ ϻ ˴ ϭ˴ ΍Ϯ˵ϣ΄˴ ˸δΗ˴ ˸ϥ΃˴ ϩ˵ Ϯ˵ΒΘ˵˸ϜΗ˴ ΍˱ήϴ˶ϐλ ˴ ˸ϭ΃˴ ΍˱ήϴ˶Βϛ˴ ϰϟ˶· Ϫ˶ Ϡ˶Ο ˴ ΃˴ ˸ϢϜ˵ ϟ˶Ϋ˴ ς˵δ ˴ ˸ϗ΃˴ Ϊ˴ ˸Ϩϋ
˶ Ϫ˶ Ϡ˴˷ϟ΍ ϡ˵ Ϯ˴ ˸ϗ΃˴ϭ˴ Γ˶ Ω˴ Ύ˴Ϭθ
˴˷ Ϡ˶ϟ ϰ˴ϧ˸Ω΃˴ϭ˴ ϻ ˴˷ ΃˴ ΍Ϯ˵ΑΎ˴Η˸ήΗ˴ ϻ ˴˷ ·˶ ˸ϥ΃˴
ϥ
˴ Ϯ˵ϜΗ˴ Γ˱ έ˴ Ύ˴ΠΗ˶ Γ˱ ή˴ ο ˶ Ύ˴Σ Ύ˴Ϭϧ˴ ϭ˵ήϳ˶ΪΗ˵ ˸ϢϜ˵ Ϩ˴ ˸ϴ˴Α β ˴ ˸ϴϠ˴ϓ˴ ˸ϢϜ˵ ˸ϴϠ˴ϋ
˴ ˲ΡΎ˴ϨΟ ˵ ϻ ˴˷ ΃˴ Ύ˴ϫϮ˵ΒΘ˵˸ϜΗ˴ ΍ϭ˵ΪϬ˶ ˸η΃˴ϭ˴ ΍˴Ϋ·˶ ˸ϢΘ˵˸όϳ˴ Ύ˴ΒΗ˴ ϻ ˴ ϭ˴ έ˴˷ Ύ˴πϳ˵ ˲ΐΗ˶ Ύ˴ϛ ϻ ˴ ϭ˴ ˲Ϊϴ˶Ϭη ˴ ˸ϥ·˶ϭ˴ ΍Ϯ˵Ϡό˴ ˸ϔΗ˴ Ϫ˵ ϧ˴˷Έ˶ ϓ˴ ˲ϕϮ˵δϓ˵ ˸Ϣ Ϝ˵ Α˶
΍Ϯ˵ϘΗ˴˷΍˴ϭ Ϫ˴ Ϡ˴˷ϟ΍ Ϣ˵ Ϝ˵ Ϥ˵ Ϡ˶˷ό˴ ϳ˵ϭ˴ Ϫ˵ Ϡ˴˷ϟ΍ Ϫ˵ Ϡ˴˷ϟ΍˴ϭ Ϟ ˶˷ Ϝ˵ Α˶ ˯˳ ˸ϲη
˴ ˲Ϣϴ˶Ϡϋ ˴

R     
         +   ½         $  

    ½  ½    
   ½  ½        
 
          ½     
       ½  ½
   
  ½  ½  ½  ½ 
      

     ½  ½  $    ½½ 
    ½  
        
  
       
  ½  
   ½
  
           ½  ½$ 
   
        ½                        
         ½                    
  
 
         
   ½     
         ,    ½    
       $  

-   ½  ½ ½
           ½              ½
   ½          ½         
           
            
      ½     
,    ½     
      
   
½
 ½      ½   !          $  ½     ½,  ½
  ,  ½' ½ ' ½   

Ϧ˴ ϴ˶ϔϔ˶˷ τ
˴ Ϥ˵ ˸Ϡϟ˶ ˲Ϟ˸ϳϭ˴ ΍˴Ϋ·˶ Ϧ
˴ ϳ˶άϟ˴˷΍ ϥ
˴ Ϯ˵ϓ˸ϮΘ˴ ˸δϳ˴ α˶ Ύ˷Ϩ˴ ϟ΍ ϰ˴Ϡϋ
˴ ΍Ϯ˵ϟΎ˴Θ˸ϛ΍ ˴ϥϭ˵ήδ ˶ ˸Ψϳ˵ ˸Ϣϫ˵ Ϯ˵ϧί˴ ϭ˴ ˸ϭ΃˴ ˸Ϣϫ˵ Ϯ˵ϟΎ˴ϛ ΍˴Ϋ·˶ϭ˴ ˴ϥϮ˵ΛϮ˵ό˸Βϣ˴ ˸ϢϬ˵ ϧ˴˷΃˴ Ϛ
˴ Ό˶ϟ˴ϭ˵΃ Ϧ
˵˷ ψ
˵ ϳ˴ ϻ
˴ ΃˴ ϡ˳ ˸Ϯϴ˴ ϟ˶
Ϣ˳ ϴ˶ψϋ ˴ #˴Ϧϴ˶Ϥϟ˴Ύ˴ό˸ϟ΍ Ώ ˶˷ ή˴ ϟ˶ α
˵ Ύ˷Ϩ˴ϟ΍ ϡ˵ Ϯ˵Ϙϳ˴ ϡ˴ ˸Ϯϳ˴ ϲ˶ϔϟ˴ έ˶ Ύ˷Π
˴ ϔ˵ ˸ϟ΍ Ώ
˴ Ύ˴Θϛ˶ ϥ
˴˷ ·˶ ϼ
˴˷ ϛ˴ Ϧ
˳ ϴ˷Π˶γ ˶ $ !  % &'(()*+, $

´„    ½  


 ,
    
       
          ½                   
       ½       
   ½$  ½
     
        ½ 
   
  ½           ½   ½ 
   .      „  

 

Ra
  
 

http://organisasi.org/muamalat-jual-beli-dalam-islam-pengertian-rukun-hukum-larangan-dll

http://arsipmoslem.wordpress.com/2007/06/27/syarat-syarat-jual-beli-dan-hukumnya/

http://www.muslimbusana.com/umum/adab-berdagang-dalam-islam/index.htm

http://ariefhikmah.com/hukum/hukum-jual-beli-dalam-al-quran/

Margiono,dkk. 2007.pendidikan Agama Islam 2: Lentera Kehidupan. Jakarta: Yudhistira

Anda mungkin juga menyukai