Anda di halaman 1dari 107

Winner VS Looser

September 11, 2008 · Filed Under Artikel Motivasi, Tips   by Resensinet

The Winner says,”It may be difficult but it is possible”


The Loser says ,”It may be possible but it is too difficult”

When a Winner make a mistake, he says ,”I was wrong”


When a Loser make a mistake, he says ,”It wasn’t my fault”

The Winner is always part of the answer


The Loser is always part of the problem

Winner chooses what they say


Loser say what they chooses

The Winner sees an answer for every problem


The Loser sees a problem for every answer

Winner sees the gain


Loser sees the pain

The Winner says ,”Let me do it for you”


The Loser says ,”That’s not my job”

Winners believe in win win


Loser believe win for them and someone has to lose

A winner makes commitments


A Loser makes promises

Winner sees the potential


Loser sees the past

Winner makes it happen


Loser wait it happen

A winner creates vision


A Loser creates imagination

A winner says “I am doing it”


A Loser says “I’ll do it”

Which are you ?


"Meskipun anda bukanlah seorang jenius, anda dapat mengunakan strategi yang sama
seperti yang digunakan Aristotle dan Einstein untuk memanfaatkan kreatifitas berpikir
anda dan mengatur masa depan anda lebih baik."

Kedelapan statregi berikut ini dapat mendorong cara berpikir anda lebih produktif
daripada reproduktif untuk memecahkan masalah-masalah. "Strategi-strategi ini pada
umumnya ditemui pada gaya berpikir bagi orang-orang yang jenius dan kreatif di ilmu
pengetahuan, kesenian, dan industri-industri sepajang sejarah."

1. Lihatlah persoalan anda dengan berbagai cara yang berbeda dan cari perspektif
baru yang belum pernah dipakai oleh orang lain (atau belum diterbitkan!)

Leonardo da Vinci percaya bahwa untuk menambah pengetahuan tentang suatu masalah
dimulai dengan mempelajari cara menyusun ulang masalah tersebut dengan berbagai cara
yang berbeda. Ia merasa bahwa pertama kali melihat masalah itu terlalu prubasangka.
Seringkali, masalah itu dapat disusun ulang dan menjadi suatu masalah yang baru.

2. Bayangkan!

Ketika Einstein memikirkan suatu masalah, ia selalu menemukan bahwa perlu untuk
merumuskan persoalannya dalam berbagai cara yang berbeda-beda yang masuk akal,
termasuk menggunakan diagram-diagram. Ia membayangkan solusi-solusinya dan yakin
bahwa kata-kata dan angka-angka tidak memegang peran penting dalam proses
berpikirnya.

3. Hasilkan! Karakteristik anak jenius yang membedakan adalah produktivitas.

Thomas Edison memegang 1.093 paten. Dia memberikan jaminan produktivitas dengan
memberikan ide-ide pada diri sendiri dan asistennya. Dalam studi dari 2.036 ilmuwan
sepanjang sejarah, Dekan Keith Simonton, dari University of California di Davis,
menemukan bahwa ilmuwan-ilmuwan yang dihormati tidak hanya menciptakan banyak
karya-karya terkenal, tapi banyak yang buruk. Mereka tidak takut gagal, atau membuat
kesalahan besar untuk meraih hasil yang hebat.

4. Buat kombinasi-kombinasi baru. Kombinasikan, and kombinasikan ulang, ide-


ide, bayangan-bayangan, and pikiran-pikiran ke dalam kombinasi yang berbeda,
tidak peduli akan keanehan atau ketidakwajaran.

Keturunan hukum-hukum yang menjadi dasar ilmu genetika modern berasal dari pendeta
Austria, Grego Mendel, yang mengkombinasikan matematika dan biologi untuk
menciptakan ilmu pengetahuan baru.

5. Bentuklah hubungan-hubungan; buatlah hubungan antara peroalan-persoalan


yang berbeda
Da Vinci menemukan hubungan antara suara bel dan sebuah batu yang jatuh ke dalam
air. Hal ini memungkinkan Da Vinci untuk membuat hubungan bahwa suara mengalir
melalui gelombang-gelombang. Samuel Morse menciptakan stasiun-stasiun penghubung
untuk tanda-tanda telegraf ketika memperhatikan stasiun-stasiun penghubung untuk
kuda-kuda.

6. Berpikir secara berlawanan.

Ahli ilmu fisika Niels Bohr percaya bahwa jika anda memegang pertentangan secara
bersamaan, kemudian anda menyingkirkan pikiran anda dan akal anda bergerak menuju
tingkatan yang baru. Kemampuannya untuk membayangkan secara bersamaan mengenai
suatu partikel dan suatu gelombang mengarah pada konsepsinya tentang prinsip saling
melengkapi. Dengan menyingkirkan pikiran (logis) dapat memungkinkan akal anda untuk
menciptakan sesuatu yang baru.

7. Berpikir secara metafor.

Aristotle menganggap metafora sebagai tanda yang jenius, dan percaya bahwa individual
yang memiliki kapasitas untuk menerima persamaan antara dua keberadaan yang berbeda
dan menghubungkannya adalah individual yang punya bakat kusus.

8. Persiapkan diri anda untuk menghadapi kesempatan.

Bilamana kita mencoba sesuatu dan gagal, kita akhirnya mengerjakan sesuatu yang lain.
Hal ini adalah prinsip pertama dari kekreatifan. Kegagalan dapat menjadi produktif hanya
jika kita tidak terfokus pada satu hal sebagai suatu hasil yang tidak produktif. Sebaliknya,
menganalisa proses, komponen-kompnen dan bagaimana anda dapat mengubahnya untuk
memperoleh hasil yang lain. Jangan bertanya, ?Mengapa saya gagal?? melainkan ?Apa
yang telah saya lakukan??

Bergerak
April 17th, 2008 posted by support
Add comments

“Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum
tentu menyelesaikan (perubahan). ”

Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru Saya, “ChaNge”. Minggu
lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-iseng Saya
mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Ditengah-tengah ratusan orang yang tengah
menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu. “Silahkan, siapa yang mau boleh ambil,”
ujar Saya. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke muka audiens sambil
menjulurkan uang Rp 100.000.

Seperti yang Saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi
kalimat Saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius. Beberapa orang
tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi
menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua
tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil celingak-celinguk. Orang
yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan
langkahnya dan termangu, begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke
depan. Ia lalu kembali ke kursinya.

Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan Saya. Gerakannya
begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat
merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun.

Saya ulangi pesan Saya, “Silahkan ambil, silahkan ambil.” Ia menatap wajah Saya, dan
Saya pun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihat keberanian anak
muda itu. Saya ulangi lagi kalimat Saya, dan Ia pun merampas uang kertas itu dari tangan
Saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu
berteriak, “Kembalikan, kembalikan!” Saya mengatakan, “Tidak usah. Uang itu sudah
menjadi miliknya.”

Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya Rp.100.000. Saya
tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah uang yang
Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai
alasan:

“Saya pikir Bapak cuma main-main ………… ”


“Nanti uangnya toh diambil lagi.”
“Malu-maluin aja.”
“Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!”
“Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu …..”
“Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya. …”
“Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas…..”
“Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang……. ..”
“Saya, kan duduk jauh di belakang…”
dan seterusnya.

Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka sehari-hari.
Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity (kesempatan) , tetapi
kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin
agar hidup kita berubah. Saya jadi ingat dengan ucapan seorang teman yang dirawat di
sebuah rumah sakit jiwa di daerah Parung. Ia tampak begitu senang saat Saya dan
keluarga membesuknya. Sedih melihat seorang sarjana yang punya masa
depan baik terkerangkeng dalam jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak waras.
Saya sampai tidak percaya ia berada di situ. Dibandingkan teman-temannya, ia adalah
pasien yang paling waras. Ia bisa menilai “gila” nya orang di sana satu persatu dan
berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya memang tampak agak merah. Waktu Saya
tanya apakah ia merasa sama dengan mereka, ia pun protes. “Gila aja….ini kan gara-gara
saudara-saudara Saya tidak mau mengurus Saya. Saya ini tidak gila.
Mereka itu semua sakit…..”. Lantas, apa yang kamu maksud ’sakit’?”

“Orang ’sakit’ (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu, sedangkan Saya selalu berpikir
ke depan. Yang gila itu adalah yang selalu
mengharapkan perubahan, sementara melakukan hal yang sama dari hari ke hari…..,”
katanya penuh semangat.” Saya pun mengangguk-angguk.

Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya, Saya kira
kita semua menghadapi masalah yang sama. Mungkin benar kata teman Saya tadi, kita
semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya kita
semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke hari, Jadi omong kosong perubahan
akan datang.
Perubahan hanya bisa datang kalau orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan
omongan saja.

Dulu, menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak banyak yang berani
bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan seperti menjadi tak terkendali, dan
perubahan yang tak terkendali bisa menghancurkan misi perubahan itu sendiri, yaitu
perubahan yang menjadikan hidup lebih baik. Perubahan akan gagal kalau pemimpin-
pemimpinnya hanya berwacana saja. Wacana yang kosong akan destruktif.

“Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang yang


tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai, dan seterusnya.”

Get Started. Get into the game. Get into the playing field, Now. Just do it!

“Janganlah mereka dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh oleh orang-orang yang
bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam rapat dan cuma membuat
peraturan saja.”

Makanya tranformasi harus bersifat kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia harus bisa
menyentuh manusia, yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif dan berani maju.

Manusia pemenang adalah manusia yang responsif. Seperti kata Jack Canfield, yang
menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners dengan
losers adalah :

“Winners take action…they simply get up and do what has to be done…”.

Selamat bergerak!

Rhenald Kasali

Batu Rubi yang Retak


May 2nd, 2008 posted by support
Add comments

Alkisah, di sebuah kerajaan, raja memiliki sebuah batu rubi yang sangat indah. Raja
sangat menyayangi, mengaguminya, dan berpuas hati karena merasa memiliki sesuatu
yang indah dan berharga. Saat permaisuri akan melangsungkan ulang tahunnya, raja ingin
memberikan hadiah batu rubi itu kepada istri tercintanya. Tetapi saat batu itu dikeluarkan
dari tempat penyimpanan, terjadi kecelakaan sehingga batu itu terjatuh dan tergores retak
cukup dalam.

Raja sangat kecewa dan bersedih. Dipanggillah para ahli batu-batu berharga untuk
memperbaiki kerusakan tersebut. Beberapa ahli permata telah datang ke kerajaan, tetapi
mereka menyatakan tidak sanggup memperbaiki batu berharga tersebut.

“Mohon ampun, Baginda. Goresan retak di batu ini tidak mungkin bisa diperbaiki. Kami
tidak sanggup mengembalikannya seperti keadaan semula.”

Kemudian sang baginda memutuskan mengadakan sayembara, mengundang seluruh ahli


permata di negeri itu yang mungkin waktu itu terlewatkan.

Tidak lama kemudian datanglah ke istana seorang setengah tua berbadan bongkok dan
berbaju lusuh, mengaku sebagai ahli permata. Melihat penampilannya yang tidak
meyakinkan, para prajurit menertawakan dia dan berusaha mengusirnya. Mendengar
keributan, sang raja memerintahkan untuk menghadap.

“Ampun Baginda. Mendengar kesedihan Baginda karena kerusakan batu rubi kesayangan
Baginda, perkenankanlah hamba untuk melihat dan mencoba memperbaikinya. ”

“Baiklah, niat baikmu aku kabulkan,” kata baginda sambil memberikan batu tersebut.

Setelah melihat dengan seksama, sambil menghela napas, si tamu berkata, “Saya tidak
bisa mengembalikan batu ini seperti keadaan
semula, tetapi bila diperkenankan, saya akan membuat batu rubi retak ini menjadi lebih
indah.”

Walaupun sang raja meragukan, tetapi karena putus asa tidak ada yang bisa dilakukan
lagi dengan batu rubi itu, raja akhirnya setuju. Maka, ahli permata itupun mulai
memotong dan menggosok.

Beberapa hari kemudian, dia menghadap raja. Dan ternyata batu permata rubi yang retak
telah dia pahat menjadi bunga mawar yang sangat indah. Baginda sangat gembira,
“Terima kasih rakyatku. Bunga mawar adalah bunga kesukaan permaisuri, sungguh
cocok sebagai hadiah.”

Si ahli permata pun pulang dengan gembira. Bukan karena besarnya hadiah yang dia
terima, tetapi lebih dari itu. Karena dia telah
membuat raja yang dicintainya berbahagia.
Netter yang luar biasa…. Di tangan seorang yang ahli, benda cacat bisa diubah menjadi
lebih indah dengan cara menambah nilai lebih yang diciptakannya. Apalagi
mengerjakannya dengan penuh ketulusan dan perasaan cinta untuk membahagiakan
orang lain.

TIDAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA DI DUNIA INI

Shi Shang Mei You Shi Quan Shi Mei De Ren

Saya kira demikian pula bagi manusia, tidak ada yang sempurna, selalu ada kelemahan
besar ataupun kecil. Tetapi jika kita memiliki
kesadaran dan tekad untuk mengubahnya, maka kita bisa mengurangi kelemahan-
kelemahan yang ada sekaligus mengembangkan kelebihan-kelebihan yang kita miliki
sehingga keahlian dan karakter positif akan terbangun. Dengan terciptanya perubahan-
perubahan positif tentu itu merupakan kekuatan pendorong yang akan membawa kita
pada kehidupan yang lebih sukses dan bernilai!

Sumber: Batu Rubi yang Retak oleh Andrie Wongso

Rahasia si Untung
May 11th, 2008 posted by support
Add comments

Kita semua pasti kenal tokoh si Untung di komik Donal Bebek. Berlawanan dengan
Donal yang selalu sial. Si Untung ini dikisahkan untung terus. Ada saja keberuntungan
yang selalu menghampiri tokoh bebek yang di Amerika bernama asli Gladstone ini.
Betapa enaknya hidup si Untung. Pemalas, tidak pernah bekerja, tapi selalu lebih untung
dari Donal. Jika Untung dan Donal berjalan bersama, yang tiba-tiba menemukan
sekeping uang dijalan, pastilah itu si Untung. Jika Anda juga ingin selalu beruntung
seperti si Untung, dont worry, ternyata beruntung itu ada ilmunya.

Professor Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris, mencoba meneliti


hal-hal yang membedakan orang2 beruntung dengan yang sial. Wiseman merekrut
sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok lain yang
hidupnya selalu sial. Memang kesan nya seperti main-main, bagaimana mungkin
keberuntungan bisa diteliti. Namun ternyata memang orang yang beruntung bertindak
berbeda dengan mereka yang sial.

Misalnya, dalam salah satu penelitian the Luck Project ini, Wiseman memberikan tugas
untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada dua kelompok
tadi. Orang2 dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk
menyelesaikan tugas ini. Sementara mereka dari kelompok si Untung hanya perlu
beberapa detik saja! Lho kok bisa?

Ya, karena sebelumnya pada halaman ke dua Wiseman telah meletakkan tulisan yang
tidak kecil berbunyi “berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini”.
Kelompol sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar. Bahkan, lebih
iseng lagi, di tengah2 koran, Wiseman menaruh pesan lain yang bunyinya: “berhenti
menghitung sekarang dan bilang ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan
$250!” Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi! Memang benar2 sial.

Singkatnya, dari penelitian yang diklaimnya “scientific” ini, Wiseman menemukan 4


faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:

1. Sikap terhadap peluang.

Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka
terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang
datang. Bagaimana hal ini dimungkinkan?

Ternyata orang-orang yg beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka
terhadap pengalaman-pengalam an baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan
orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial baru. Orang
yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan- kemungkinan baru.

Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York
hendak menjual toko permata nya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza
Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: “Mr. Buffet!”
Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang
beruntung. Tapi Helzber berpikir lain. Ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah
Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang
menawarkan jaringan toko permata nya. Maka Helzberg segera menyapa pria di
sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan
Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffet, berhasil
menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian
Buffet setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.

2. Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan.

Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-
keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar
dilakukan atas dasar bisikan “hati nurani” (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang
canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari “gut
feeling”. Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan
sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan. Makanya
orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk mempertajam intuisi mereka,
misalnya melalui meditasi yang teratur. Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran
yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita
juga akan semakin tajam.

Banyak teman saya yang bertanya, “mendengarkan intuisi” itu bagaimana? Apakah tiba2
ada suara yang terdengar menyuruh kita melakukan sesuatu? Wah, kalau pengalaman
saya tidak seperti itu. Malah kalau tiba2 mendengar suara yg tidak ketahuan sumbernya,
bisa2 saya jatuh pingsan.

Karena ini subyektif, mungkin saja ada orang yang beneran denger suara.

Tapi kalau pengalaman saya, sesungguhnya intuisi itu sering muncul dalam berbagai
bentuk, misalnya:

- Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami. “Gue kok tiba2 deg-deg an ya, mau
dapet rejeki kali”, semacam itu. Badan kita sesungguhnya sering memberi isyarat2
tertentu yang harus Anda maknakan. Misalnya Anda kok tiba2 meriang kalau mau dapet
deal gede, ya diwaspadai saja kalau tiba2 meriang lagi.

- Isyarat dari perasaan. Tiba-tiba saja Anda merasakan sesuatu yang lain ketika sedang
melihat atau melakukan sesuatu. Ini yang pernah saya alami. Contohnya, waktu saya
masih kuliah, saya suka merasa tiba-tiba excited setiap kali melintasi kantor perusahaan
tertentu. Beberapa tahun kemudian saya ternyata bekerja di kantor tersebut. Ini masih
terjadi untuk beberapa hal lain.

3. Selalu berharap kebaikan akan datang.

Orang yang beruntung ternyata selalu ge-er terhadap kehidupan. Selalu berprasangka
baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian,
mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam
berinteraksi dengan orang lain. Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana,
tanya orang sukses yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis kedepan. Pasti mereka
akan menceritakan optimisme dan harapan.

4. Mengubah hal yang buruk menjadi baik.

Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya


menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya. Dalam salah satu tes
nya Prof Wiseman meminta peserta untuk membayangkan sedang pergi ke bank dan tiba-
tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok bersenjata. Dan peserta diminta
mengutarakan reaksi mereka. Reaksi orang dari kelompok sial umunya adalah: “wah sial
bener ada di tengah2 perampokan begitu”. Sementara reaksi orang beruntung, misalnya
adalah: “untung saya ada disana, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media dan
dapet duit”. Apapun situasinya orang yg beruntung pokoknya untung terus.

Mereka dengan cepat mampu beradaptasi dengan situasi buruk dan merubahnya menjadi
keberuntungan.

Sekolah Keberuntungan.

Bagi mereka yang kurang beruntung, Prof Wiseman bahkan membuka Luck School.
Latihan yang diberikan Wiseman untuk orang2 semacam itu adalah dengan membuat
“Luck Diary”, buku harian keberuntungan. Setiap hari, peserta harus mencatat hal-hal
positif atau keberuntungan yang terjadi.

Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka. Awalnya mungkin sulit, tapi begitu
mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya akan semakin mudah dan
semakin banyak keberuntungan yg mereka tuliskan.

Dan ketika mereka melihat beberapa hari kebelakang Lucky Diary mereka, mereka
semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan sesuai prinsip “law of attraction”,
semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky
events yang datang pada hidup mereka.

Jadi, sesederhana itu rahasia si Untung. Ternyata semua orang juga bisa beruntung.
Termasuk termans semua.

Siap mulai menjadi si Untung?

Mr Henri
October 31st, 2006 posted by support
Add comments

Renungkanlah oleh Anda betapa bahagia dan betapa bangganya perasaan seseorang
apabila ia bisa diterima sebagai mahasiswa di universitas yang bergengsi seperti Yale
atau Harvard University di USA. Tentunya lebih hebat lagi adalah orang-orang yang bisa
menjadi guru besar di Universitas tsb.

Mr Henri adalah seorang guru besar bukan saja di kedua universitas tsb diatas melainkan
juga di Universitas Notre Dame. Ia begitu disegani oleh rekan-rekan maupun para
mahasiswanya sebagai wong pinter yang terpandang. Jadi sudah benar-benar berada di
puncak kedudukan kariernya seorang ilmuwan.

Pada saat dimana ia sedang berada di puncak karier kehidupannya, tiba-tiba ia merubah
arah hidupnya! Ia telah merubah arah kehidupannya bukannya untuk UPWARD lagi
melainkan ingin DOWNWARD.

Ia melepaskan seluruh jabatannya di ketiga universitas bergengsi tsb. Ia melepaskan


ribuan siswa-siswinya untuk diganti hanya oleh 10 orang siswa lainnya. Bahkan untuk
para siwa barunya ini ia mengabdikan dirinya 24 jam sehari. Disitu ia telah benar-benar
turun menjadi Mr Nobody.

Disitu tidak ada seorang pun yang mengenal dia, bahkan tidak ada seorang pun yang
pernah membaca buku hasil karyanya. Begitu juga tidak ada seorang pun yang merasa
kagum terhadap dirinya sebagai
guru besar yang memiliki gelar sepanjang 1 meter. Disitu ia benar- benar menjadi Mr.
Nobody tulen. Masalahnya semua anak didiknya sekarang ini adalah anak-anak yang
cacad mental. Melalui anak-anak
cacad tsb baru dia menyadari, bahwa segala prestasi yang pernah diraih sebelumnya itu,
tidak ada manfaatnya sama sekali dalam pergaulannya dengan mereka.

Boro-boro bisa membaca dan menulis, mandi sendiri pun mereka sudah tidak mampu
lagi. Dari guru besar dihadapan ratusan siswa berubah menjadi pelayan untuk melayani
anak-anak cacad. Dimana setiap
harinya ia harus membersihkan badan mereka dari kotoran-kotorannya. Bantu menyikat
gigi maupun mencukur jenggot mereka dan juga membantu memakai pakaiannya
sebelumnya diletakan di kursi rodanya.

Salah satu diantaranya adalah seorang pemuda yang bernama Adam. Bagi kebanyakan
orang Adam itu sudah benar-benar tidak berguna sama sekali, sehingga sebenarnya
percuma saja ia dilahirkan juga. Adam
walaupun usianya sudah mencapai 25 tahun, tapi ia masih harus dirawat seperti layaknya
seorang bayi. Ia tidak bisa makan maupun minum sendiri, sehingga untuk ini ia harus
menyuapi dan menunggunya
dengan sabar. Buang air besar pun tidak bisa, maka dari itu setiap hari ia harus mencuci
celana maupun badannya yang penuh dengan kotoran yang bau. Ia juga seorang penderita
epilepsi yang parah
sehingga badannya sering menjadi kejang dan kaku.

Pekerjaan yang tidak ringan maupun mudah dan terlebih lagi membutuhkan banyak
kesabaran. Untuk ini tidak ada penghargaan maupun ucapan terima kasih dari Adam,
sebab boro-boro bisa berbicara,
senyum atau menangispun Adam sudah tidak bisa lagi. Hanya sekali pernah terlihat
dimana Adam mengeluarkan air mata yang mengalir di pipinya.

Mungkin bagi orang lain apa yang dilakukan Henri sekarang ini adalah pekerjaan wong
rendahan dan tiada artinya sama sekali, tetapi bagi dia bahkan masa hidup yang sekarang
inilah yang terpenting di dalam
kehidupannya. Henri pernah mengutarakan bahwa ia telah mendapatkan banyak sekali
berkat dari pelayanannya ini. Ia menilai bahwa dari fisik dan pikiran Adam muncul
seorang manusia yang paling baik yang telah menawarkan dan memberikan kepada dia
suatu hadiah yang paling indah daripada apa yang bisa ia berikan kepadanya ialah
pelajaran tentang cinta kasih. Dari situlah ia merasa bahwa sebenarnya ialah yang
dilayani oleh Adam untuk belajar melayani, bersabar maupun berbagi kasih yang tak
berkesudahan.

Apa yang diucapkan oleh Henry ini bukannya hanya sekedar basa-basi, sebab untuk ini ia
telah menulis satu buku khusus, mengenai hikmah dan pelajaran apa saja yang telah ia
dapatkan dari Adam dalam
bukunya “Adam´s Peace”.

Bayangkan saja ia seorang guru besar dari universitas bergengsi, ternyata telah bisa
menimba ilmu dari anak-anak cacad. Anak-anak cacad tsb telah berhasil mengajarkan
kepada Henry apa artinya cinta
kasih itu. Terlebih lagi disitulah baru ia menyadari, bahwa bahwa apa yang membuat kita
menjadi manusia, bukanlah gelar, harta, maupun jabatan kita. Begitu juga bukanlah otak
kita, tapi hati kita!

Bukan kemampuan kita berpikir, tetapi kemampuan kita untuk mengasihi. Henry telah
turun menjadi Mr Nobody dimata dunia, tetapi dilain pihak ia telah berhasil menjadi VIP
dimata Sang Pencipta.

Mr. Henry Josef Michael Nouwen (1932 - 1996) dengan sengaja telah meninggalkan
komunitas orang-orang hebat dan bergengsi untuk memilih hidup di komunitas anak-anak
cacad di L´Arche Daybreak di Toronto. Ia melayani disitu terus sampai dengan akhir
hayatnya. Ia juga seorang penulis buku rohani. Lebih dari 40 buku rohani yang pernah ia
tulis salah satu bukunya yang paling banyak dibaca ialah: “Innder
Voice of Love”.

Menurut ukuran dunia keberhasilan seseorang diukur berdasarkan keberhasilan maupun


ketinggian yang bisa diraih oleh orang tsb dengan motto “How high can you fly?” Beda
dengan dunia kerohanian.
Disana berlaku motto kebalikannya ialah “How low can you go?”. Jalan ilahi adalah jalan
yang menurun kebawah.

Aku Mau Mama Kembali - Sebuah kisah teladan dari negeri


China
November 1st, 2006 posted by support
Add comments

Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki yang luar biasa, sebut saja namanya
Zhang Da. Perhatiannya yang besar kepada Papanya, hidupnya yang pantang menyerah
dan mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya yang menyentuh hati membuat
Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10 tahun ketika memulai semua itu, pantas
disebut anak yang luar biasa.

Saking jarangnya seorang anak yang berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah
China mendengar dan menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat maka merekapun
memutuskan untuk menganugerahi penghargaan Negara yang Tinggi kepadanya.
Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang dinyatakan telah melakukan
perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China. Tepatnya 27
Januari 2006 Pemerintah China, di Propinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara
Nasional keseluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan
kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da.

Pada tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh Mamanya yang sudah tidak tahan hidup
menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da
hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.
Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk
mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan
untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang
pasti tidak murah
untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih
terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah
satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia
ini.

Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.

Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul
tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian
ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang
dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai
sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah
itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia
menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba
makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang
tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia
bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan
memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk
membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima
tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.

ZhangDa Merawat Papanya yang Sakit.

Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya. Ia menggendong


papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia
membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan
dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya
sehari-hari.

Zhang Da menyuntik sendiri papanya.

Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk
menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai
belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya
luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan
injeksi/suntikan kepada pasiennya.

Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh
kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika
anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa
memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang
dilakukannya adalah perbuatan nekad, sayapun berpendapat demikian. Namun jika kita
bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas
yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan
kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih
kurang lima tahun, maka
Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.

Aku Mau Mama Kembali

Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara
penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da,
Pembawa Acara (MC) bertanya kepadanya, “Zhang Da, sebut saja kamu mau apa,
sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu, berapa uang
yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, besar nanti mau kuliah di mana, sebut
saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat,
pengusaha, orang terkenal yang hadir.

Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi,
mereka bisa membantumu!” Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab
apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, “Sebut saja, mereka bisa membantumu”
Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, “Aku
Mau Mama Kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Papa, aku bisa
cari makan sendiri, Mama Kembalilah!” demikian Zhang Da bicara dengan suara yang
keras dan penuh harap.

Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu, saya pun
tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan
untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup
untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya, mengapa ia tidak
minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit, mengapa ia tidak minta
sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat
katabelece yang dipegangnya semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti,
tapi yang saya tahu apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku
Mau Mama Kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat
melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.

Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup
ini. Tapi setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yg
istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat apapun ujian yg dihadapi pasti ada
jalan keluarnya…ditiap-tiap kesulitan ada kemudahan dan Tuhan tidak akan menimpakan
kesulitan diluar kemampuan umat-Nya.

Jadi janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang sedang kurang beruntung,
sedang mengalami kekalahan….bangkitlah! karena sesungguhnya kemenangan akan
diberikan kepada siapa saja yg telah berusaha sekuat kemampuannya.
Tahta Untuk Sang Putri
November 3rd, 2006 posted by support
Add comments

Seorang ayah, kebetulan pengusaha kaya multi-usaha, menghadapi soal yang amat pelik.
Siapakah yang harus dipilihnya menjadi President & CEO menggantikan dirinya
memimpin kerajaan bisnisnya yang sudah dibangun susah payah lebih dari setengah
abad?

Kini usianya sudah berkepala tujuh dan penyakit-penyakit tua sudah mulai menggerogoti
dirinya. Ia tahu sebentar lagi dirinya akan mengikuti jejak nenek-moyangnya menuju
lorong hidup manusia fana.

Anaknya tiga orang. Si sulung amat cerdas, meraih MSc. dan MBA luar negeri, ia
berselera canggih, senang glamour, ambisius, dan punya pergaulan yang luas di kalangan
jet set. Cuma si ayah cukup khawatir karena si sulung ini punya bakat bercumbu dengan
bahaya seperti (konon) keluarga Kennedy. Naluri
judinya gede, dan niat curangnya pun cukup kuat. Singkatnya, ia cerdas, kreatif, namun
lihai dan licin.

Si tengah, lebih hebat lagi. Bergelar PhD. bidang kimia dari universitas beken di
Amerika, ia lulus dengan predikat magna cum laude. Papernya bertebaran di jurnal-jurnal
internasional. Bangga sekali hati si ayah yang cuma lulus SMP zaman Jepang. Dia dosen
dan peneliti. Dan di perusahaan ayahnya dia menjabat sebagai Direktur Riset dan
Pengembangan. Tetapi menjadi CEO, ia terlalu akademis.

Kurang cocok dengan bisnis mereka yang kini berspektrum sangat lebar.

Si bungsu, satu-satunya perempuan, cuma lulus S1 dalam negeri.

Meskipun sejak lima tahun terakhir ia bergabung dengan usaha ayahnya sebagai Direktur
Grup Konsumer, tetapi ia memulai karirnya di perusahaan asing sebagai wiraniaga
(marketing executive). Ia merangkak dari bawah hingga 15 tahun kemudian bisa
mencapai posisi General Manager. Otaknya kalah brilian
dibanding kedua kakaknya.

Meskipun cenderung hemat berkata-kata, namun ia menunjukkan bakat memimpin yang


baik. Ia mampu mendengar dengan intens. Berbagai pendapat dan gagasan bisa diolahnya
dengan dalam.

Gaya hidupnya biasa saja. Ia disenangi sekaligus disegani orang karena sikapnya yang
fair, jujur, dan mampu merakyat dengan para bawahannya.

Nah, jika Anda adalah konsultan independen, siapakah pilih an Anda menggantikan sang
patriarch menjadi President & CEO?
Saya bertaruh, sebagian besar Anda akan menominasikan si bungsu.

Dan si ayah juga demikian. Masalah ini menjadi pelik, karena menurut adat-istiadat, si
sulunglah pewaris takhta. Dan, ia sangat berambisi untuk itu. Sedang si bungsu, selain
paling

buncit, perempuan lagi. Jadi ia kalah status, gelar dan gender.

Bagaimana jalan keluarnya?

Konsultan angkat tangan.

Rujukan buku teks tidak ada. Sang patriarch akhirnya hanya bisa mengandalkan wibawa
dan hikmatnya sebagai ayah. Lalu dipanggilnya ketiga anaknya.

Dibentangkannya persoalan secara gamblang.

Diuraikannya plus-minus setiap anaknya. Dianalisisnya kemungkinan sukses masing-


masing

memimpin grup usaha itu menuju milenium ketiga.

Dialog pun dimulai.

Dan si ayah segera maklum, dead lock akan terjadi.

“Sudahlah, aku akan memutuskan sendiri siapa penggantiku,” kata orangtua itu akhirnya.
Ketiganya takzim menurut.

Seminggu kemudian, si ayah datang dengan sebuah ujian.

“Barangsiapa bisa mengisi ruang ini sepenuh-penuhnya, maka dialah penggantiku,”


katanya sambil menunjuk ruang rapat yang cuma terisi empat kursi dan sebuah meja
bundar. “Budget maksimum Rp1 juta,” tambahnya lagi.

Kesempatan pertama jatuh pada si sulung. Enteng, pikirnya.

Besoknya, dipenuhinya ruangan itu dengan cacahan kertas berkarung-karung. Dan


memang ruangan itu menjadi padat.

“Bagus, besok giliranmu,” kata si ayah kepada anak keduanya.

Duapuluh empat jam kemudian, ruangan itu pun dipenuhinya dengan butiran styro- foam
yang diperolehnya dengan menghancurkan bekas-bekas packaging.

“Oke, besok giliranmu,” kata sang patriarch menunjuk putrinya.


Esoknya, ketika acara inspeksi dimulai, ternyata ruangan masih kosong.

“Lho, kok kosong?” tanya ketiganya hampir serempak. Sang putri diam saja.
Dimatikannya saklar lampu. Dari sakunya dia keluarkan sebatang lilin. Ditaruhnya di atas
meja.

Lalu disulutnya dengan sebatang korek api.

“Lihat, ruangan ini penuh dengan terang. Silahkan dinilai, apakah ada celah kosong tak
tersinari,” katanya kalem.

Tak terbantah siapa pun, dia dinyatakan menang dan sang putri pun berhak menduduki
kursi tertinggi. Problem solved.

Kualitas yang ditunjukkan sang ayah dan putrinya adalah apa yang saya sebut sebagai
hikmat. Ciri utama orang berhikmat (wise person) ialah kemampuan memecahkan
masalah secara genuine dan memuaskan. Ini selaras dengan Jerry Pino yang merumuskan
hikmat sebagai kemampuan membuat the best decision at
any given situation.

Pintar, di pihak lain, adalah kemampuan mencerna dan mengolah informasi secara cepat.
Ciri-cirinya, rasional, metodik, linier, dan analitik. Kepintaran umumnya diperoleh
dengan olah otak sampai botak.

Dari dulu botak memang ciri orang pintar.

Tetapi hikmat (wisdom) tidak hanya memerlukan olah otak tetapi terutama olah hati.
Jarang kita sadari, hati kita sebenarnya bisa berpikir. Dalam tradisi literatur kuno,
terutama kitab-kitab suci, hati adalah lokasi kebijaksanaan, hikmat dan kepandaian. Lebih
spesifik, hati adalah access point kita kepada
the higher knowledge, yakni kepada Tuhan sendiri. Dalam arti ini, orang bijak selalu
berkonotasi orang alim dan saleh.

Kini, ketika rasionalisme warisan Descartes dan Immanuel Kant menjadi panglima,
kebijaksanaan yang berasal dari hati (nurani atau suara hati) cenderung dinomorduakan.
Yang utama adalah kepala. Dunia politik, bisnis dan kemasyarakatan kita kemudian
didominasi oleh para pakar dan teknokrat
bergelar master, doktor, dan profesor.

JANJI - Touching story from India


November 6th, 2006 posted by support
Add comments

Touching story from India.


Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran. Berapa lama lagi kamu baca koran
itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan. Aku
taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Sindu tampak ketakutan,
air matanya banjir di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi
khas India /curd rice). Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang
baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno,
mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.

Aku mengambil mangkok dan berkata Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan
beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak2 sama ayah.

Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan
ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata boleh ayah akan saya makan curd
rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan
minta agak ragu2 sejenak akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya.
Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?

Aku menjawab oh pasti, sayang.

Sindu tanya sekali lagi, betul nih ayah ?

Yah pasti sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut
sebagai tanda setuju.

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu
yang merengek sambil berkata tanpa emosi, janji kata istriku. Aku sedikit khawatir dan
berkata: Sindu jangan minta komputer atau barang2 lain yang mahal yah, karena ayah
saat ini tidak punya uang.

Sindu menjawab : jangan khawatir, Sindu tidak minta barang2 mahal kok. Kemudian
Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad
menghabiskan semua nasi susu asam itu.
Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu
yang tidak disukainya.

Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harap, dan
semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau
kepalanya digundulin/dibotakin pada hari Minggu. Istriku spontan berkata permintaan
gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin.
Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV
dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan kita.

Aku coba membujuk: Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan
sedih melihatmu botak. Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, tidak ada yah, tak ada
keinginan lain, kata Sindu.
Aku coba memohon kepada Sindu : tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk
mengerti perasaan kami.

Sindu dengan menangis berkata : ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya
menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan
saya. Kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah
mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang
apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) untuk
memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya
sendiri.

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku : janji kita harus ditepati.
Secara serentak istri dan ibuku berkata : apakah aku sudah gila?
Tidak, jawabku, kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar
bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu, permintaanmu akan kami penuhi. Dengan
kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.

Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke
kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian
tangannya.

Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak : Sindu tolong tunggu saya.
Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak laki2 itu botak.

Aku berpikir mungkin”botak” model jaman sekarang. Tanpa memperkenalkan dirinya


seorang wanita keluar dari mobil dan berkata: anak anda, Sindu benar2 hebat. Anak laki2
yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker
leukemia. Wanita itu berhenti sejenak, nangis tersedu-sedu, bulan lalu Harish tidak
masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy kepalanya
menjadi botak jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek/dihina oleh teman2
sekelasnya. Nah Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk
mengatasi ejekan yang mungkin terjadi.
Hanya saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang
indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai
anak perempuan yang berhati mulia.

Aku berdiri terpaku dan aku menangis, malaikat kecilku, tolong ajarkanku tentang kasih.

Di Balik Cermin
November 11th, 2006 posted by support
Add comments
Ketika saya masih kecil, kami tinggal di kota New York, hanya satu blok dari rumah
kakek-nenek saya. Setiap malam, kakek saya selalu melakukan “kewajibannya,” dan di
setiap musim panas, saya selalu ikut dengannya.

Pada suatu malam, ketika Grandpa (kakek) dan saya sedang jalan kaki bersama, saya
menanyakan apa bedanya keadaan sekarang dengan dulu, ketika dia masih kecil di tahun
1964. Grandpa bercerita tentang  jamban-jamban di luar rumah, bukan toilet mengkilap,
kuda- kuda, bukan mobil, surat-surat, bukan telepon, dan lilin-lilin, bukan lampu-lampu
listrik.

Sementara dia menceritakan semua hal-hal indah yang sama sekali tidak pernah
terbayang di kepala saya, hati kecil saya mulai penasaran. Lalu saya tanyakan
kepadanya,”Grandpa, apa hal paling susah yang pernah terjadi dalam hidupmu?”

Grandpa berhenti melangkah, memandang cakrawala, dan membisu beberapa saat. Lalu
dia berlutut, menggenggam tangan saya, dan dengan air mata berlinang dia mengatakan:
“Ketika ibumu dan adik-adiknya masih kecil-kecil, Grandma (nenek) sakit parah dan
untuk bisa sembuh, dia harus di rawat di satu tempat yang namanya sanatorium, untuk
waktu yang lama sekali.

Tidak ada orang yang bisa merawat ibu dan paman-pamanmu kalau aku sedang pergi
kerja, jadi mereka kutitipkan di panti asuhan. Para biarawati yang membantuku
mengurusi mereka, sementara aku harus melakukan dua atau tiga pekerjaan untuk bisa
mengumpulkan uang, agar Grandma bisa sembuh dan semua orang bisa berkumpul lagi
di rumah.”

“Yang paling sulit dalam hidupku adalah, aku harus menaruh mereka di panti asuhan.
Setiap minggu aku mengunjungi mereka, tetapi para biarawati itu tidak pernah
mengijinkan aku mengobrol dengan mereka, atau memeluk mereka. Aku hanya bisa
memperhatikan mereka bermain dari balik sebuah cermin satu arah. Aku selalu
membawakan permen setiap minggu, berharap mereka tahu itu pemberianku. Aku hanya
bisa menaruh kedua tanganku di atas cermin itu selama tiga puluh menit penuh, waktu
yang mereka ijinkan untuk aku melihat anak- anakku, berharap mereka akan datang dan
menyentuh tanganku. ”

“Satu tahun penuh kulalui tanpa menyentuh anak-anakku. Aku sangat merindukan
mereka. Tetapi aku juga tahu bahwa itulah tahun yang lebih sulit lagi bagi mereka. Aku
tidak pernah bisa memaafkan diriku sendiri karena tidak bisa memaksa biarawati itu
mengijinkan aku memeluk anak-anakku. Tetapi kata mereka, kalau diijinkan, itu malah
akan lebih memperburuk keadaan, bukan memperbaikinya, dan mereka akan menjadi
lebih sulit tinggal di panti asuhan itu. Jadi aku menurut saja.”

Saya tidak pernah melihat Grandpa menangis. Dia memeluk saya erat-erat dan saya
katakan kepadanya bahwa saya memiliki Grandpa terbaik di seluruh dunia dan saya
sangat menyayanginya.
Lima belas tahun berlalu, dan saya tidak pernah menceritakan acara jalan-jalan istimewa
dengan Grandpa itu kepada siapapun. Dari tahun ke tahun kami tetap rajin jalan-jalan,
sampai keluarga saya dan kakek-nenek saya pindah ke negara bagian yang berbeda.

Setelah nenek saya meninggal dunia, kakek saya mengalami penurunan ingatan dan saya
yakin itulah periode penuh tekanan baginya. Saya memohon kepada ibu saya untuk
memperbolehkan Grandpa tinggal bersama kami, tetapi ibu saya menolaknya.

Saya terus merengek, “Ini kan sudah kewajiban kita sebagai keluarga untuk memikirkan
apa yang terbaik baginya.”

Dengan sedikit marah, ibu membentak, “Kenapa? Dia sendiri sama sekali tidak pernah
perduli pada apa yang terjadi terhadap kami, anak-anaknya!”

Saya tahu apa yang ibu maksud. “Dia selalu memperhatikan dan menyayangi kalian,”
kata saya.

Ibu saya menjawab,” Kau tidak mengerti apa yang kau bicarakan!”

“Hal tersulit baginya adalah harus menaruh ibu dan paman Eddie dan paman Kevin di
panti asuhan.”

“Siapa yang cerita begitu padamu?” tanyanya.

Ibu saya sama sekali tidak pernah membicarakan masa-masa itu kepada kami.

“Mom, dia selalu datang ke tempat itu setiap minggu untuk mengunjungi anak-anaknya.
Dia selalu memperhatikan kalian bermain dari belakang cermin satu arah itu. Dia selalu
membawakan permen setiap kali dia datang. Dia tidak pernah absen setiap minggu. Dia
benci tidak bisa memeluk kalian selama satu tahun itu!”

“Kau bohong! Dia tidak pernah datang. Tidak pernah ada yang datang menjenguk kami.”

“Lalu bagaimana aku bisa tahu soal kunjungan itu kalau bukan dia yang cerita ?
Bagaimana aku bisa tahu oleh-oleh yang dibawanya? Dia benar-benar datang. Dia selalu
datang. Para biarawati itulah yang tidak pernah mengijinkan dia menemui kalian, karena
kata mereka, akan terlalu sulit bagi anak-anak kalau melihat ayahnya sudah harus pergi
lagi. Mom, Grandpa menyayangimu, dan selalu begitu!”

Grandpa selalu beranggapan anak-anaknya tahu dia berdiri dibalik cermin satu arah itu,
tetapi karena mereka tidak  pernah merasakan kehangatan dan kekuatan pelukannya, dia
pikir mereka telah melupakan kunjungan-kunjungannya. Sementara, ibu saya dan adik-
adiknya beranggapan dia tidak pernah datang mengunjungi mereka.
Setelah saya menceritakan kebenaran itu kepada ibu saya, hubungannya dengan Grandpa
mulai berubah. Dia menyadari bahwa ayahnya selalu menyayanginya, dan akhirnya
Grandpa tinggal bersama kami sampai akhir hidupnya.

Pernahkah Kamu Merasa Bosan?


November 11th, 2006 posted by support
Add comments

Pada awalnya manusialah yang menciptakan kebiasaan. Namun lama kelamaan,


kebiasaanlah yang menentukan tingkah laku manusia.

Ada seorang yang hidupnya amat miskin. Namun walaupun ia miskin ia tetap rajin
membaca.

Suatu hari secara tak sengaja ia membaca sebuah buku kuno. Buku itu mengatakan
bahwa di sebuah pantai tertentu ada sebuah batu yang hidup, yang bisa mengubah benda
apa saja menjadi emas.

Setelah mempelajari isi buku itu dan memahami seluk-beluk batu tersebut, iapun
berangkat menuju pantai yang disebutkan dalam buku kuno itu.

Dikatakan dalam buku itu bahwa batu ajaib itu agak hangat bila dipegang, seperti halnya
bila kita menyentuh makhluk hidup lainnya.

Setiap hari pemuda itu memungut batu, merasakan suhu batu tersebut lalu membuangnya
ke laut dalam setelah tahu kalau batu dalam genggamannya itu dingin-dingin saja.

Satu batu, dua batu, tiga batu dipungutnya dan dilemparkannya kembali ke dalam laut.

Satu hari, dua hari, satu minggu, setahun ia berada di pantai itu.

Kini menggenggam dan membuang batu telah menjadi kebiasaannya.

Suatu hari secara tak sadar, batu yang dicari itu tergenggam dalam tangannya. Namun
karena ia telah terbiasa membuang batu ke laut, maka batu ajaib itupun tak luput terbang
ke laut dalam.

Lelaki miskin itu melanjutkan ‘permainannya’ memungut dan membuang batu. Ia kini
lupa apa yang sedang dicarinya.

Teman, pernahkah kita merasakan kalau hidup ini hanyalah suatu rentetan perulangan
yang membosankan? Dari kecil, kita sebenarnya sudah dapat merasakannya, kita harus
bangun pagi-pagi untuk bersekolah, lalu pada siangnya kita pulang, mungkin sambil
melakukan aktifitas lainnya, seperti belajar, nonton TV, tidur, lalu pada malamnya makan
malam, kemudian tidur, keesokkan harinya kita kembali bangun pagi untuk bersekolah,
dan melakukan aktifitas seperti hari kemarin, hal itu berulang kali kita lakukan bertahun-
tahun !! Hingga akhirnya tiba saatnya untuk kita bekerja, tak jauh beda dengan
bersekolah, kita harus bangun pagi-pagi untuk berangkat ke kantor, lalu pulang pada
sore/malam harinya, kemudian kita tidur, keesokan harinya kita harus kembali bekerja
lagi, dan melakukan aktifitas yang sama seperti kemarin, sampai kapan?

Pernahkah kita merasa bosan dengan aktifitas hidup kita?

Kalau ada di antara teman²ku ada yang merasakan demikian, dengarkanlah nasehatku
ini :

“Bila hidup ini cuman suatu rentetan perulangan yang membosankan, maka kita akan
kehilangan kesempatan untuk menemukan nilai baru di balik setiap peristiwa hidup.”

Artinya, jangan melihat aktifitas yang kita lakukan ini sebagai suatu kebiasaan atau
rutinitas , karena jika kita menganggap demikian, maka aktifitas kita akan amat sangat
membosankan !!

Cobalah maknai setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, mungkin kamu akan
menemukan suatu yang baru, sesuatu yang belum pernah kamu ketahui sebelumnya,
“Setiap hari merupakan hadiah baru yang menyimpan sejuta arti.”

50 Tahun Salah Paham


November 15th, 2006 posted by support
Add comments

Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat megah, seorang pejabat


senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya
yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh tamu-tamu
penting seperti para bangsawan, pejabat istana, pedagang besar serta
seniman-seniman terpandang dari seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat
serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang
tahun perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat meriah.

Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada puncak acara,


yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati kamuan
tersebut, seluruh hadirin mengikuti prosesi penyerahan hidangan istimewa
dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain
adalah sepotong ikan emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang
mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat
terkenal.

“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal. Tetapi, inilah
ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum punya
apa-apa, sampai kemudian di usia perkawinan kami yang ke-50 serta dengan
segala keberhasilan ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan,
kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang
pejabat senior dalam pidato singkatnya.

Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh hadirin tampak
khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil
piring, lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas. Dengan senyum
mesra dan penuh kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala
dan ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri
menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan meriah
sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana
romantis, penuh kebahagiaan, dan mengharukan tersebut.

Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar terdengar


isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian, iska tangis itu
meledak dan memecah kesunyian gedung pesta. Para tamu yang ikut tertawa
bahagia mendadak jadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang
pejabat tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan
bertanya “Mengapa engkau menangis, isteriku?”

Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan “Suamiku…sudah 50 tahun


usia pernikahan kita. Selama itu. aku telah dengan melayani dalam duka
dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku kepadamu, aku telah rela
selalu makan kepala dan ekor ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh
tak kusangka, di hari istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian
yang sama. Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku
sukai.” tutur sang isteri.

Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata berkaca-kaca
pula, ia berkata kepada isterinya,” Isteriku yang tercinta…50 tahun
yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia menjadi isteriku. Aku
sungguh-sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah
pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras,
membahagiakanmu, membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”

Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan, “Demi Tuhan,
setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku sukai adalah kepala dan
ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian tubuh ikan
emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang paling
berharga buatmu.”

Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi “Walaupun telah


hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata kita
tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga detik ini belum tahu
bagaimana cara membuatmu bahadia.” Akhirnya, sang pejabat memeluk
isterinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya melihat
keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua
pasangan tersebut.

Arti cerita diatas:

Bisa saja, sepasang suami - isteri saling mencintai dan hidup serumah
selama bertahun-tahun lamanya. Tetapi jika di antaranya tidak ada saling
keterbukaan dalam komunikasi, maka kemesraan mereka sesungguhnya rawan
dengan konflik. Kebiasaan memendam masalah itu cukup riskan karena
seperti menyimpan bom waktu dalam keluarga. Kalau perbedaan tetap
disimpan sebagai ganjalan dihati, tidak pernah dibiacarakan secara tulus
dan terbuka, dan ketidakpuasan terus bermunculan, maka konflik akan
semakin tak tertahankan dan akhirnya bisa meledak. Jika keadaan sudah
seperti ini, tentulah luka yang ditimbulkan akan semakin dalam dan terasa
lebih menyakitkan.

Kita haruslah selalu membangun pola komunikasi yang terbuka dengan


dilandasi kasih, kejujuran, kesetiaan, kepercayaan, pengertian dan
kebiasaan berpikir positif.

Tempayan Retak
November 16th, 2006 posted by support
Add comments

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada
kedua ujung sebuah pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari
tempayan itu retak, sedangkan tempayan satunya lagi tidak. Tempayan yang utuh
selalu dapat membawa air penuh, walaupun melewati perjalanan yang panjang dari
mata air ke rumah majikannya. Tempayan retak itu hanya dapat membawa air
setengah penuh.

Hal ini terjadi setiap hari selama dua tahun. Si tukang air hanya dapat membawa
satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan utuh
merasa bangga akan prestasinya karena dapat menunaikan tugas dengan sempurna. Di
pihak lain, si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidaksempurnaanya dan merasa
sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya ia dapat
berikan.

Setiap Orang Memiliki kekurangan

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak berkata
kepada si tukang air, “Saya sungguh malu kepada diri saya sendiri dan saya mohon maaf
yang sebesar-besarnya”

“mengapa?” tanya si tukang air,”mengapa kamu merasa malu ?”"Saya hanya mampu,
selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa.
Adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor
sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah
membuat mu rugi.”

Si tukang air merasa kasihan kepada si tempayan retak, dan dalam belas
kasihannya, ia menjawab,” Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin
kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.”

Tuhan sanggup memakai kelemahan kita untuk maksud yang indah.

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru
menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan dan itu membuatnya
sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali merasa sedih karena separuh
air yang dibawanya telah bocor dan kembali tempayan retak itu meminta maaf kepada si
tukang air atas kegagalannya. Si tukang air
berkata kepada tempayan itu, “Apakah kamu tidak memperhatikan adanya bunga-bunga
di sepanjang jalan di sisimu ? tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan
lain yang tidak retak itu ?” Itu karena aku selalu menyadari akan
cacatmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di
sepanjang jalan di sisimu dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata
air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini, aku telah dapat
memetik bunga-bunga indah itu untuk dapat menghias meja majikan kita. Tanpa adanya
kamu , majikan kita tidak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”

Setiap orang memiliki cacat dan kelemahan sendiri. Kita semua adalah tempayan
retak, namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk maksud
tertentu. Dimata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma, Jangan takut
akan kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan kamu dapat menjadi sarana keindahan
Tuhan.

Ketahuilah dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

Siapakah Aku ?
November 20th, 2006 posted by support
Add comments

Aku adalah teman sejatimu.

Aku adalah penolongmu yang paling hebat, Juga adalah bebanmu yang paling
berat.

Aku akan mendorongmu maju atau menyeretmu kedalam kegagalan.

Aku sepenuhnya tunduk pada perintahmu


Sembilan puluh persen hal yang kamu perbuat boleh kamu serahkan kepadaku dan
aku akan dapat mengerjakan secara cepat dan tepat.

Aku mudah diatur, tunjukkanlah kepadaku bagaimana persisnya kamu menghendaki


sesuatu dikerjakan dan setelah beberapa kali aku akan mengerjakannya secara
otomatis.

Aku adalah hamba semua orang hebat dan sayangnya juga hamba semua orang
pecundang.

Aku bukan mesin, walaupun aku bekerja dengan presisi mesin ditambah
intelegensi manusia.

Kamu bisa menjalankan aku demi meraih keuntungan atau malah hancur, tidak
ada bedanya bagiku.

Ambillah aku, latihlah aku, bersikaplah tegas terhadapku, maka aku akan
menempatkan dunia dibawah kakimu.

Bersikap longgarlah terhadapku maka aku akan menghancurkanmu.

Siapakah aku?

Aku adalah “Kebiasaan”.

Kebiasaan-kebiasaan yang baik harus dipegang erat-erat dengan kuat dengan


komitmen yang tinggi.

Terlepas bagaimana perasaan anda saat itu, setiap keputusan yang dikuatkan
oleh kehendak anda untuk mengambil tindakan sesuai dengan komitmen anda akan
mendatangkan hasil-hasil yang mengagumkan dalam waktu yang relatif singkat.

The Present
November 22nd, 2006 posted by support
Add comments

Tiga Cara Untuk Memanfaatkan Masa Sekarang Hari Ini

BERADA PADA MASA SEKARANG

Jika Anda ingin lebih bahagia dan lebih sukses

Fokuslah pada apa yang ada pada Masa Sekarang


Responlah pada hal yang penting sekarang

BELAJAR DARI MASA LALU

Jika Anda ingin menjadikan Masa Sekarang lebih baik daripada Masa Lalu

Lihatlah apa yang telah terjadi pada Masa Lalu

Belajarlah sesuatu yang berharga dari hal tersebut

Lakukan hal yang berbeda pada Masa Sekarang

RENCANAKAN MASA DEPAN

Jika Anda ingin Masa Depan yang lebih baik daripada Masa Sekarang

Lihatlah Masa Depan seperti apa yang Anda inginkan

Buatlah rencana untuk mewujudkannya

Tindak lanjuti rencana itu pada Masa Sekarang

(dikutip dari Spencer “The Present” Johnson)

10 Kualitas Pribadi Yang Di Sukai


November 24th, 2006 posted by support
Add comments

Ketulusan

Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh
semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena
yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan
kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau
memutarbalikkan fakta. Prinsipnya “Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak”.
Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi
dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi
keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.

Kerendahan Hati

Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru
mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap
rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang
yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa
membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya
tidak merasa minder.

Kesetiaan

Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang
setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya
komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.

Positive Thinking

Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat


segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk
sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang
lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka
mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan
sebagainya.

Keceriaan

Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak
harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria
adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu
berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain,
juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong
semangat orang lain.

Bertanggung jawab

Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan


sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya.
Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk
disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan
menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang
bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.

Percaya Diri

Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana


adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya
diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia
tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.

Kebesaran Jiwa
Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain.
Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci
dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak
membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.

Easy Going

Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka
membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-
masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir
dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah
yang berada di luar kontrolnya.

Empati

Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja
pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain.
Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua
belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia
selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.

Artikel dikutip dari Kartu Pintar produksi Visi Victory Bandung

Tujuh buah kata


November 24th, 2006 posted by support
Add comments

Aku tahu aku berbeda dari anak-anak lain. Dan aku amat membencinya. Ketika aku
mulai bersekolah, teman-teman selalu mengejekku, maka aku semakin tahu perbedaan
diriku. Aku dilahirkan dengan cacat. Langit-langit mulutku terbelah.Ya, aku adalah
seorang gadis kecil dengan bibir sumbing, hidung bengkok, gigi yang tak rata. Bila
berbicara suaraku sumbang, sengau dan kacau. Bahkan aku tak bisa meniup balon bila
tak kupejet hidungku erat-erat.

Jika aku minum menggunakan sedotan, air akan mengucur begitu saja lewat hidungku.

Bila ada teman sekolahku bertanya, “Bibirmu itu kenapa?” Aku katakan bahwa ketika
bayi aku terjatuh dan sebilah pecahan beling telah membelah bibirku.

Sepertinya aku lebih suka alasan ini daripada mengatakan bahwa aku cacat semenjak
lahir. Saat berusia tujuh tahun aku yakin tidak ada orang selain keluargaku yang
mencintai aku. Bahkan tidak ada yang mau menyukaiku.

Saat itu aku naik ke kelas dua dan bertemu dengan bu Leonard. Aku tak tahu apa nama
lengkapnya. Aku hanya memanggilnya bu Leonard. Beliau berparas bundar, cantik dan
selalu harum. Tangannya gemuk. Rambutnya coklat keperakan. Matanya hitam lembut
yang senantiasa tampak tersenyum meski bibirnya tidak. Setiap anak menyukainya.
Tetapi tak ada yang menyintainya lebih daripada aku. Dan aku punya alasan tersendiri
untuk itu.

Pada suatu ketika sekolah melakukan test kemampuan pendengaran; yaitu mendengar
kata yang dibisikkan dengan satu telinga ditutup bergantian. Terus terang sulit bagiku
untuk mendengar suara-suara dengan satu telinga. Tidak ada orang yang tahu akan
cacatku yang satu ini. Aku tak mau gagal pada test ini lalu menjadi satu-satunya anak
dengan segala cacat di sekujur tubuhnya.

Maka aku mencari akal untuk menyusun rencana curang.

Aku perhatikan setiap murid yang ditest. Test berlangsung demikian: setiap murid
diminta berjalan ke pintu kelas, membalikkan tubuh, menutup satu telinganya dengan
jari, kemudian bu guru akan membisikkan sesuatu dari mejanya tulisnya. Lalu murid
diminta untuk mengulangi perkataan bu guru. Hal yang sama dilakukan pada telinga yang
satunya. Aku menyadari ternyata tak ada seorang pun yang mengawasi apakah telinga itu
ditutup dengan rapat atau tidak. Kalau begitu aku akan berpura-pura saja menutup
telingaku. Selain itu aku tahu dari cerita murid-murid yang lain bu guru biasanya
membisikkan kata-kata seperti, “Langit itu biru” atau “Apakah kau punya sepatu baru?”.

Kini tiba pada giliran terakhir; giliranku. Aku berjalan ke luar kelas, membalikkan tubuh
lalu menutup telingaku yang cacat itu dengan kuat tetapi kemudian perlahan-lahan
merenggangkannya sehingga aku bisa mendengar kata-kata yang dibisikkan oleh bu guru.
Aku menunggu dengan berdebar-debar kata-kata apa yang akan dibisikkan oleh bu
Leonard. Dan bu Leonard, bu guru yang cantik dan harum, bu guru yang aku cintai itu,
membisikkan tujuh buah kata yang aku telah mengubah hidupku selamanya. Ia berbisik
dengan lembut, “Maukah kau jadi putriku, wahai gadis manis?” Tanpa sadar aku
berbalik, berlari, memeluk bu Leonard erat-erat, dan membiarkan seluruh air mataku
tumpah di tubuhnya.

The Best Moments In Life


November 26th, 2006 posted by support
Add comments

1. Falling in love.

2. Laughing till your stomach hurts.

3. Enjoying a ride down the ocuntry side.

4. Listening to your favorite song on the radio

5. Going to sleep listening to the rain pouring outside.


6. Getting out of the shower and wrapping yourself with a warm, fuzzy
towel.

7. Passing your final exams with good grades.

8. Being a part of an interesting conversation.

9. Finding some money in some old


pants.

10. Laughing at yourself.

11. Sharing a wonderful dinner with all your friends.

12. Laughing without a reason.

13. “Accidentally” hearing someone say somthing good about you.

14. Watching the sunset.

15. Listening to a song that reminds you of an important person in your


life.

16. Receiving or giving your first kiss.

17. Feeling this buzz in your body when seeing this


“special” someone.

18. Having a great time with your friends.

19. Seeing the one you love happy.

20. Wearing the shirt of a person you love and smelling his/her perfume.

21. Visiting an old friend of yours and


remembering great memories.

22. Hearing someone telling you “I LOVE YOU”

“True friends come in the good times when we tell hem to, and come in the
bad times…..without calling.”
Tulisan singkat dari Prof Yohanes Surya dari Olimpiade Fisika
Dunia ke 37 Singapore 2006
November 26th, 2006 posted by support
Add comments

Tulisan singkat berikut berasal dari Prof Yohanes Surya.

Hasil ini menunjukkan bangsa kita punya potensi besar untuk sukses di
dunia,kita hanya perlu kerja keras untuk mencapai itu.

Beberapa kesan dari Olimpiade Fisika Dunia ke 37 Singapore 2006

1. Waktu upacara pembagian medali, Dutabesar kita duduk disamping para


dutabesar dari berbagai negara seperti filipina, thailand, dsb. Waktu
honorable mention disebutkan, ternyata tidak ada siswa Indonesia.
Dubes-dubes bertanya pada dubes kita (kalau diterjemahkan) “kok nggak ada
siswa Indonesia”. Dubes kita tersenyum saja. Kemudian setelah itu
dipanggil satu persatu peraih medali perunggu. Ada yang maju dari filipina,
thailand, kazakhtan dsb. Lagi-lagi dubes negara sahabat bertanya “kok
nggak ada siswa Indonesia?” Kembali dubes kita tersenyum. Dubes kita menyalami
dubes yang siswanya dapat medali perunggu.

Kemudian ketika medali perak disebut, muncul seorang anak kecil (masih
SMP) dengan peci sambil mengibarkan bendera kecil, dan namanya diumumkan
Muhammad Firmansyah Kasim…dari Indonesia… Saat itu dubes negara
sahabat kelihatan bingung, mungkin mereka berpikir “nggak salah nih…”. Ketika
mereka sadar, mereka langsung mengucapkan selamat pada dubes kita. Tidak
lama kemudian dipanggil mereka yang dapat medali emas. Saat itu dubes
negara sahabat kaget luar biasa, 4 anak Indonesia maju ke panggung berpeci
hitam dengan jas hitam, gagah sekali. Satu persatu maju sambil
mengibar-ngibarkan bendera merah putih . Mengesankan dan mengharukan.
Semua dubes langsung mengucapkan selamat pada dubes kita sambil berkata bahwa
Indonesia hebat.

Tidak stop sampai disitu. ketika diumumkan “the champion of the


International physics olympiade XXXVII is…….”

“Jonathan Pradhana Mailoa”. Semua orang Indonesia bersorak. Bulu kuduk


berdiri, merinding…. Semua orang mulai berdiri, tepuk tangan menggema
cukup lama… Standing Ovation….Hampir semua orang Indonesia yang hadir
dalam upacara itu tidak kuasa menahan air mata turun. Air mata kebahagiaan,
air mata keharuan…. Air mata kebanggaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang
besar…..Segala rasa capai dan lelah langsung hilang seketika… sangat mengharukan….

2. Selesai upacara, semua orang menyalami. Orang Kazakhtan memeluk


erat-erat sambil berkata “wonderful job…” Orang Malaysia menyalami berkata
“You did a great job…” Orang Taiwan bilang :”Now is your turn…” Orang
filipina:”amazing…” Orang Israel “excellent work…” Orang Portugal:”
portugal is great in soccer but has to learn physics from Indonesia”,
Orang Nigeria :”could you come to Nigeria to train our students too?” Orang
Australia :”great….” Orang belanda: “you did it!!!” Orang Rusia
mengacungkan kedua jempolnya.. Orang Iran memeluk sambil berkata “great
wonderful…” 86 negara mengucapkan selamat… Suasananya sangat
mengharukan… saya tidak bisa menceritakan dengan kata-kata…

3. Gaung kemenangan Indonesia menggema cukup keras. Seorang prof dari


Belgia mengirim sms seperti berikut: Echo of Indonesian Victory has reached
Europe! Congratulations to the champions and their coach for these amazing
successes! The future looks bright….

Marc Deschamps.

Ya benar kata Prof. Deschamps, kita punya harapan….

Sepasang Sepatu Sports


November 27th, 2006 posted by support
Add comments

Menjadi “sama dan serupa” dengan remaja lain merupakan keinginan dari semua
remaja.

Saya ingat benar bagaimana sebagai seorang remaja dalam tahun 1963 saya
merasa harus memiliki sepasang sepatu sport mutakhir yang sedang “in”.

Persoalannya, bulan lalu saya baru saja membeli sepasang sepatu kulit.

Tapi, sepatu sport benar benar sedang mode, oleh sebab itu saya datang
kepada ayah minta bantuannya.

“Saya perlu sedikit uang untuk sepatu sport”, ujar saya suatu petang di
bengkel di mana ayah saya bekerja sebagai montir.

“Willie” ayah kelihatannya terkejut.

“Sepatumu baru berumur satu bulan, tapi Mengapa kini kau perlukan sepatu
baru?”

“Setiap orang memakai sepatu sport yah!”


“Sangat boleh jadi nak, Namun hal tersebut tidak menjadikan ayah mudah
membayar sepatu sport ”

Gaji ayah kecil dan sering tidak cukup untuk  memenuhi kebutuhan sehari
hari.

“Ayah, saya tampak seperti bloon memakai sepatu jenis ini ” kataku sambil
menunjuk kepada sepasang sepatu oxford baru.

Ayah memandang dalam dalam ke mataku.

Kemudian ia menjawab, “Begini saja, Kau pakai sepatu ini satu hari
lagi.Besok, di sekolah, perhatikan semua sepatu dari kawan-kawanmu. Bila
seusai sekolah kau masih berkeyakinan bahwa sepatumu paling butut
dibandingkan sepatu kawan kawanmu, ayah akan memotong uang belanja ibumu dan
membelikanmu sepasang sepatu sports”

Dengan gembira saya pergi ke sekolah, keesokan paginya, penuh keyakinan


bahwa hari itu merupakan hari terakhir bagiku mamakai sepatu oxford yang
ketinggalan jaman ini.

Saya lakukan apa yang ayah perintahkan saya lakukan, namun tidak, saya
ceritakan apa yang saya lihat secara teliti.

Sepatu coklat, sepatu hitam, sepatu tennis yang sudah kusam, semua menjadi
pusat perhatianku.

Pada petang hari, saya memiliki perbendaharaan dalam ingatanku betapa


banyaknya teman teman di sekolah yang juga memakai sepatu bukan sport,
bahkan sepatu - sepatu rusak, berlobang, menganga dan lain lain bentuk yang
sudah mendekati kepunahan sebagai alat pelindung kaki.

Namun banyak juga yang memakai sepatu sport yang gagah, yang senantiasa
berdetak detik penuh gaya bila si pemiliknya  menghentakkannya dengan gagah
perkasa.

Setelah sekolah usai, saya berjalan cepat ke bengkel di mana ayah bekerja.
Saya hampir yakin bahwa Senin depan saya juga akan masuk kelompok yang
sedang “in”

Setiap saya menghentakkan tumit saya di jalan, saya membayangkan telah


memakai sepatu sport idaman saya.

Bengkel sepi sekali saat itu. Suara yang terdengar hanya denting-denting
metal dari kolong sebuah chevy tua buatan tahun 1956.
Udara berbau oli, namun pada hemat penciuman saya, asyik sekali.

Hanya seorang langganan sedang menunggu ayah yang sedang bergulat di  kolong
chevy tua itu.

“Pak Alva” tanya saya kepada langganan yang sedang menunggu, “masih
lamakah?”

“Entah Will. Kau tahu sifat ayahmu. Ia sedang membongkar persneling, namun
bila ia mendapatkan adanya bagian lain yang tidak beres, ia akan
menyelesaikannya juga.”

Saya bersandar pada mobil abu abu itu.

Apa yang bisa saya lihat hanyalah sepasang kaki ayah yang menjulur keluar
dari kolong mobil.

Sambil menjentik jentik lampu belakang chevy, secara tidak sadar saya
menatap kepada kaki ayah.

Celana kerjanya berwarna biru tua, kusam dan lengket terkena oli, lusuh
pula.

Sepatunya, berwarna putih tua…. ah ….bukan hitam muda……, dan sungguh


sungguh butut, sebagaimana mestinya sepatu seorang montir.

Sepatu kirinya sudah tidak bersol, dan bagian kanan masih memiliki sepotong
kecil kulit tipis, yang dahulu bernama sol. Di ujungnya, sebaris staples
menggigit kedua belah kulit kencang kencang, mencegah jempol kakinya
mengintip keluar. Tali sepatunya beriap riap, dan sebuah lubang
memperlihatkan sebagian dari jari kelingkingnya yang terbalut kaus katun.

“Sudah pulang nak? “ayah keluar dari kolong mobil.

“Yes sir” kataku.

“Kau lakukan apa yang kuperintahkan hari ini?”

“Yes sir”

“Nah, apa jawabmu ?” la memandangku, seolah olah tahu apa yang akan saya
ucapkan.

“Saya tetap ingin sepatu sport ” Saya berkata tegas, dan berusaha setengah
mati untuk tidak memandang kepada sepatu ayah.
“Kalau begitu, ayah harus potong uang belanja ibumu…..”

“Mengapa tidak pergi dan membelinya sekarang?” lalu ayah mengeluarkan


selembar $ 10. dan memancing uang receh untuk mencari 30 sen guna membayar
3% pajak penjualannya.

Saya menerima uang itu dan segera berangkat ke pusat pertokoan, dua blok
dari bengkel di mana ayah bekerja.

Di depan sebuah etalase, saya berhenti untuk melihat apakah sepatu sportku
masih dipajang disana. Ternyata masih! $9.95.

Namun uang saya tidak akan cukup bila saya harus membeli paku paku yang akan
dipakukan pada solnya dan menimbulkan suara klak klik yang gagah.

Saya pikir, untuk lari ke rumah dan minta bantuan dana dari mama, sebab
tidak mungkin kembali kepada ayah dan minta kekurangannya.

Pada saat saya teringat kepada ayah, sepatu tuanya tampak membayang
melintasi kedua mataku.

Jelas tampak kebututannya, sisinya yang compang camping, paku paku yang
telah mengintip keluar dan sebaris staples yang umumnya dipakai untuk
menjepit kertas.

Sepatu kulit usang yang dipakainya untuk menghidupi keluarganya.

Pada waktu musim dingin yang menggigit, sepatu yang sama dipakainya
melintasi jalan jalan yang dingin, menuju kepada mobil mobil yang mogok.

Namun ayah tidak pernah mengeluh.

Terpikir olehku, betapa banyaknya benda benda yang seharusnya dibutuhkan


ayah, namun tidak dimilikinya, semata mata agar saya mendapatkan apa yang
saya ingini.

Dan kementerengan sepatu sport yang ada di balik kaca etelase di hadapanku
mulai memudar.

Apa jadinya bila ayah bersikap sepertiku.

Sepatu jenis apa yang saat ini kupakai, bila ayahku bersikap seperti saya
bersikap.

Saya masuk ke dalam toko sepatu itu.


Sebuah rak besar terpampang megah, penuh berisikan sepatu sport yang sungguh
keren.

Di sampingnya, terdapat sebuah rak lain, dengan sebingkai tulisan “obral


besar. 50% discount”.

Dibawah bingkai itu tergeletak sepatu sepatu semodel sepatu ayah, beberapa
generasi lebih muda, tentunya.

Otakku bermain ping pong. Mula mula sepatu ayah yang butut.

Dan sekarang sepatu baru. Pikiran tentang: menjadi “in” dan seirama dengan
remaja lain di sekolah.

Dan kemudian pikiran tentang ayah,…. telah mengalahkannya.

Saya mengambil sepatu ukuran 42 dari rak yang berdiscount.

Dengan segera berjalan ke arah meja kasir, ditambah pajak, jadilah bilangan
$ 6.13.

Saya kembali ke bengkel dan meletakkan sepatu baru ayah di atas kursi di
mobilnya.

Saya mendapatkan ayah dan mengembalikan uang kembalian yang masih tersisa.

“Saya pikir harganya $ 9.95″ kata ayah.

“Obral” kataku pendek.

Saya mengambil sapu, dan mulai membantu ayah membersihkan bengkel.

Pukul lima sore, ia memberi tanda bahwa bengkel harus ditutup dan kami harus
pulang.

Ayah mengangkat kotak sepatu ketika kami masuk ke dalam mobilnya.

Ketika ia membuka kotak itu, ia hanya dapat memandang tanpa mengucapkan


sepatah katapun.

Ia memandang kepada sepatu itu lama-lama, kemudian kepadaku.

“Saya pikir kau membeli sepatu sport”, katanya pelan.

“Sebetulnya ayah, … tapi …. Saya tak sanggup meneruskannya.


Bagaimana saya harus menjelaskannya bahwa saya sungguh ingin  menjadi
seperti ayah?

Dan bila saya tumbuh menjadi dewasa, saya sungguh ingin menjadi seperti
orang baik ini, yang Tuhan berikan kepada saya sebagai ayah saya.

Ayah meletakkan tangannya pada bahu saya, dan kami saling memandang untuk
waktu sesaat.

Tidak ada kata kata yang perlu dikatakan. Ayah menstarter mobil, dan kami
pulang.

Terima kasih Tuhan, karena engkau telah memberiku seorang ayah yang baik dan
bertanggung jawab

Sebuah koin penyok


November 27th, 2006 posted by support
Add comments

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan
rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-
marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang
mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya
sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak
dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan
dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa
keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya


terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun
begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.

“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi
saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor.
Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan
rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar
kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya
pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples.
Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak
pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata


pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada
pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat
menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada
lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah
gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang
mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong
gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200
dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250
dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan
beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh
sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok
keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa
yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin
penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam
kepedihan yang berlebihan?

Kisah berikut, diadaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns.

Pencuri Kue
December 5th, 2006 posted by support
Add comments

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam.


Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba.
Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong
kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk.
Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru
saja dibelinya.
Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki
disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau
dua dari kue yang berada diantara mereka.

Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi


keributan.Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam.
Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan
persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit
berlalu.

Wanita itupun sempat berpikir Kalau aku bukan orang


baik, sudah ku tonjok dia! Setiap ia mengambil satu
kue, Si lelaki juga mengambil satu.

Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa


yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di
wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue
terakhir dan membaginya dua. Si lelaki menawarkan
separo miliknya, sementara ia makan yang separonya
lagi.

Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir ‘Ya ampun


orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia
tidak kelihatan berterima kasih’.

Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela


napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia
mengumpulkan barang miliknya dan menuju
pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si “Pencuri
tak tahu terima kasih!”.

Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari


bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia
merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Disitu
ada kantong kuenya, di depan matanya.

Koq milikku ada di sini erangnya dengan patah hati,


Jadi kue tadi adalah miliknya dan ia mencoba berbagi.
Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa
sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih
dan dialah pencuri kue itu.

Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering


terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang
lain dengan kacamata kita sendiri/subjektif serta tak
jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.

Orang lainlah yang selalu salah,


orang lainlah yang patut disingkirkan,
orang lainlah yang tak tahu diri,
orang lainlah yang berdosa,
orang lainlah yang selalu bikin masalah,
orang lainlah yang pantas diberi pelajaran.

Padahal…..???
kita sendiri yang mencuri kue tadi, padahal kita
sendiri yang tidak tahu malu.
Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh
pendapat, penilaian atau gagasan orang lain sementara
sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

Penjual Tempe
December 5th, 2006 posted by support
Add comments

Ada sebuah kampung di pedalaman Tanah Jawa. Di situ ada seorang perempuan
tua yang sangat kuat beribadat. Pekerjaannya ialah membuat tempe dan
menjualnya di pasar setiap hari. Ia merupakan satu-satunya sumber
pendapatannya untuk menyara hidup. Tempe yang dijualnya merupakan
tempe yang dibuatnya sendiri.

Pada suatu pagi, seperti biasa, ketika beliau sedang bersiap-siap untuk
pergi menjual tempenya, tiba tiba dia tersedar yang tempenya yang
diperbuat daripada kacang soya hari itu masih belum menjadi, separuh jadi.
Kebiasaannya tempe beliau telah masak sebelum bertolak. Diperiksanya
beberapa bungkusan yang lain. Ternyatalah memang kesemuanya belum masak
lagi.

Perempuan tua itu berasa amat sedih sebab tempe yang masih belum menjadi
pastinya tidak akan laku dan tiadalah rezekinya pada hari itu. Dalam
suasana hatinya yang sedih, dia yang memang kuat beribadah teringat akan firman
Tuhan yang menyatakan bahawa Tuhan dapat melakukan perkara-perkara ajaib,
bahawa bagi Tuhan tiada yang mustahil. Lalu diapun mengangkat kedua
tangannya sambil berdoa , “Tuhan , aku memohon kepadaMu agar kacang
soya ini menjadi tempe. Amin” Begitulah doa ringkas yang dipanjatkan dengan sepenuh
hatinya. Dia sangat yakin bahawa Tuhan pasti mengabulkan doanya. Dengan tenang
perempuan tua itu menekan-nekan bungkusan bakal tempe dengan hujung jarinya dan dia
pun membuka sikit bungkusan itu untuk menyaksikan keajaiban kacang soya itu menjadi
tempe. Namun, dia termenung seketika sebab kacang tu masih tetap kacang soya.
Namun dia tidak putus asa, sebaliknya berfikir mungkin doanya kurang
jelas didengar oleh Tuhan. Maka dia pun mengangkat kedua tangannya semula dan
berdoa lagi. “Tuhan, aku tahu bahawa tiada yang mustahil bagiMu. Bantulah aku supaya
hari ini aku dapat menjual tempe kerana inilah mata pencarianku. Aku mohon agar
jadikanlah kacang soyaku ini kepada tempe, Amin”.
Dengan penuh harapan dan debaran dia pun sekali lagi membuka sedikit
bungkusan tu. Apakah yang terjadi? Dia termangu dan hairan apabila
tempenya masih tetap begitu!!

Sementara itu hari pun semakin meninggi sudah tentu pasar sudah mula
didatangi ramai orang. Dia tetap tidak kecewa atas doanya yang belum
terkabul. Walaubagaimanapun kerana keyakinannya yg sangat tinggi dia
bercadang untuk tetap pergi ke pasar membawa barang jualannya itu.

Perempuan tua itu pun berserah pada Tuhan dan meneruskan pemergian ke pasar sambil
berdoa dengan harapan apabila sampai di pasar kesemua tempenya akan masak. Dia
berfikir mungkin keajaiban Tuhan akan terjadi semasa perjalanannya ke pasar. Sebelum
keluar dari rumah, dia sempat mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. “Tuhan, aku
percaya, Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku
berjalan menuju ke pasar, Engkau kurniakanlah keajaiban ini buatku, jadikanlah tempe
ini.

Amin”. Lalu dia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan dia tetap tidak
lupa membaca doa di dalam hatinya. Sesampai sahaja di pasar, segera dia meletakkan
barang-barangnya. Hatinya betul-betul yakin yang tempenya sekarang mesti sudah
menjadi. Dengan hati yg berdebar-debar dia pun membuka bakulnya dan menekan-nekan
dengan jarinya setiap bungkusan tempe yang ada.
Perlahan-lahan dia membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya.
Apa yang terjadi? Tempenya masih belum menjadi!! Dia pun kaget seketika lalu menarik
nafas dalam-dalam. Dalam hatinya sudah mula merasa sedikit kecewa dan putus asa
kepada Tuhan kerana doanya tidak dikabulkan. Dia berasakan Tuhan tidak adil. Tuhan
tidak kasihan padanya, inilah satu-satunya punca rezekinya, hasil jualan tempe. Dia
akhirnya cuma duduk sahaja tanpa mempamerkan barang jualannya sebab dia berasakan
bahawa tiada orang yang akan membeli tempe yang baru separuh menjadi.

Sementara itu hari pun semakin petang dan pasar sudah mulai sepi, para pembeli sudah
mula kurang. Dia meninjau-ninjau kawan-kawan sesama penjual tempe, tempe mereka
sudah hampir habis. Dia tertunduk lesu seperti tidak sanggup menghadapi
kenyataan bahawa hari ini tiada hasil jualan yang boleh dibawa pulang. Namun jauh di
sudut hatinya masih menaruh harapan terakhir kepada Tuhan, pasti Tuhan
akan menolongnya. Walaupun dia tahu bahawa pada hari itu dia tidak akan dapat
pendapatan langsung, namun dia tetap berdoa buat kali terakhir, “Tuhan,
berikanlah penyelesaian terbaik terhadap tempeku yang belum menjadi ini.”
Tiba-tiba dia dikejutkan dengan teguran seorang wanita.
“Maaf ya, saya ingin bertanya, Makcik ada tak menjual tempe yang belum
menjadi? Dari tadi saya sudah pusing keliling pasar ini untuk mencarinya
tapi masih belum berjumpa lagi.” Dia termenung dan terpinga-pinga seketika. Hatinya
terkejut sebab sejak berpuluh tahun menjual tempe, tidak pernah seorang pun
pelanggannya mencari tempe yang belum menjadi. Sebelum dia menjawab sapaan wanita
di depannya itu, cepat-cepat dia berdoa di dalam hatinya “Tuhan, saat ini aku tidak mahu
tempe ini menjadi lagi. Biarlah tempe ini seperti semula, Amin”. Sebelum dia menjawab
pertanyaan wanita itu, dia membuka sedikit daun
penutup tempenya. Alangkah seronoknya dia, ternyata memang benar tempenya masih
belum menjadi! Dia pun rasa gembira dalam hatinya dan bersyukur pada Tuhan.

Wanita itu pun memborong habis kesemua tempenya yang belum menjadi itu.
Sebelum wanita tu pergi, dia sempat bertanya wanita itu, “Mengapa hendak
membeli tempe yang belum jadi?” Wanita itu menerangkan bahawa anaknya yang kini
berada di England teringin makan tempe dari desa. Memandangkan tempe itu akan
dikirimkan ke England, si ibu tadi kenalah membeli tempe yang belum jadi lagi supaya
apabila sampai di England nanti akan menjadi tempe yang sempurna. Kalau dikirimkan
tempe yang sudah menjadi, nanti di sana tempe itu sudah tidak elok lagi dan rasanya pun
kurang sedap.

Perempuan tua itu pun kehairanan dan berfikir rupa-rupanya doanya sudah pun
dimakbulkan oleh Tuhan…

Kisah seekor Belalang


December 7th, 2006 posted by support
Add comments

Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak.


Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya
tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat menikmati
kebebasannya.

Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain.


Namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat
lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya,


“Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh,
padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk
tubuh ?”.

Belalang itu pun menjawabnya dengan pertanyaan,


“Dimanakah kau selama ini tinggal? Karena semua belalang
yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang
aku lakukan”.
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak
itulah yang membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi
belalang lain yang hidup di alam bebas.

Renungan :
Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah
juga mengalami hal yang sama dengan belalang.

Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan


yang beruntun, perkataan teman atau pendapat tetangga,
seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang
membatasi semua kelebihan kita. Lebih sering kita mempercayai
mentah-mentah apapun yang mereka voniskan kepada kita
tanpa pernah berpikir benarkah Anda separah itu?
Bahkan lebih buruk lagi, kita lebih memilih mempercayai
mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tidakkah Anda pernah mempertanyakan kepada nurani bahwa


Anda bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau Anda
mau menyingkirkan “kotak” itu?
Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai
sesuatu yang selama ini Anda anggap diluar batas kemampuan
Anda?

Beruntung sebagai manusia kita dibekali Tuhan kemampuan


untuk berjuang, tidak hanya menyerah begitu saja pada apa
yang kita alami. Karena itu teman, teruslah berusaha mencapai
apapun yang Anda ingin capai. Sakit memang, lelah memang,
tapi bila Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan
itu pasti akan terbayar.

Kehidupan Anda akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup
pilihan Anda. Bukan cara hidup seperti yang mereka pilihkan
untuk Anda.

Kesabaran Belajar
December 7th, 2006 posted by support
Add comments

Seorang anak muda mengunjungi seorang ahli permata dan menyatakan maksudnya
untuk berguru. Ahli permata itu menolak pada mulanya, karena dia kuatir anak muda itu
tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk belajar. Anak muda itu memohon dan
memohon sehingga akhirnya ahli permata itu menyetujui permintaannya. “Datanglah ke
sini besok pagi.” katanya.
Keesokan harinya, ahli permata itu meletakkan sebuah batu berlian di atas tangan si anak
muda dan memerintahkan untuk menggenggamnya. Ahli permata itu meneruskan
pekerjaannya dan meninggalkan anak muda itu sendirian sampai sore.

Hari berikutnya, ahli permata itu kembali menyuruh anak muda itu menggenggam batu
yang sama dan tidak mengatakan apa pun yang lain sampai sore harinya. Demikian juga
pada hari ketiga, keempat, dan kelima.

Pada hari keenam, anak muda itu tidak tahan lagi dan bertanya, “Guru, kapan saya akan
diajarkan sesuatu?”

Gurunya berhenti sejenak dan menjawab, “Akan tiba saatnya nanti,” dan kembali
meneruskan pekerjaannya.

Beberapa hari kemudian, anak muda itu mulai merasa frustrasi. Ahli permata itu
memanggilnya dan meletakkan sebuah batu ke tangan pemuda itu. Anak muda frustrasi
itu sebenarnya sudah hendak menumpahkan semua kekesalannya, tetapi ketika batu itu
diletakkan di atas tangannya, anak muda itu langsung berkata, “Ini bukan batu yang
sama!”

“Lihatlah, kamu sudah belajar,” kata gurunya.

Pay It Forward
December 11th, 2006 posted by support
Add comments

Saat terlintas keraguan apakah mungkin perbuatan baik yang kecil dan sederhana yang
kita lakukan kepada orang lain akan mampu mempengaruhi kehidupan mereka, mungkin
Film “PAY IT FORWARD” bisa menjadi pendorong yang memberikan kita semangat
untuk selalu tidak jemu-jemu berbuat baik kepada orang lain.

Kisahnya bercerita tentang seorang anak umur delapan tahun bernama Trevor yang
berpikir jika dia melakukan kebaikan kepada tiga orang disekitarnya, lalu jika ke tiga
orang tersebut meneruskan kebaikan yang mereka terima itu dengan melakukan kepada
tiga orang lainnya dan begitu seterusnya, maka dia yakin bahwa suatu saat nanti dunia ini
akan dipenuhi oleh orang-orang yang saling mengasihi. Dia menamakan ide tersebut:
“PAY IT FORWARD” 

Singkat cerita, Trevor memutuskan bahwa tiga orang yang akan menjadi bahan
eksperimen adalah mamanya sendiri (yang menjadi single parent), seorang pemuda
gembel yang selalu dilihatnya dipinggir jalan dan seorang teman sekelas yang selalu
diganggu oleh sekelompok anak-anak nakal.
Percobaanpun dimulai :
Trevor melihat bahwa mamanya yang sangat kesepian, tidak punya teman untuk berbagi
rasa, telah menjadi pecandu minuman
keras. Trevor berusaha menghentikan kecanduan mamanya dengan cara rajin
mengosongkan isi botol minuman keras yang ada dirumah mereka, dia juga mengatur
rencana supaya mamanya bisa berkencan dengan guru sekolah Trevor.
Sang mama yang melihat perhatian si anak yang begitu besar menjadi terharu, saat sang
mama mengucapkan terima kasih, Trevor berpesan kepada mamanya “PAY IT
FORWARD, MOM”

Sang mama yang terkesan dengan yang dilakukan Trevor, terdorong untuk meneruskan
kebaikan yang telah diterimanya itu dengan pergi ke rumah ibunya (nenek si Trevor),
hubungan mereka telah rusak selama bertahun-tahun dan mereka tidak pernah bertegur
sapa, kehadiran sang putri untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan diantara
mereka membuat nenek Trevor begitu terharu, saat nenek Trevor mengucapkan terima
kasih, si anak berpesan :”PAY IT FORWARD,MOM”

Sang nenek yang begitu bahagia karena putrinya mau memaafkan dan menerima dirinya
kembali, meneruskan kebaikan tersebut dengan menolong seorang pemuda yang sedang
ketakutan karena dikejar segerombolan orang untuk bersembunyi di mobil si nenek,
ketika para pengejarnya sudah pergi, si pemuda mengucapkan terima kasih, si nenek
berpesan : “PAY IT FORWARD, SON”.

Si pemuda yang terkesan dengan kebaikan si nenek, terdorong meneruskan kebaikan


tersebut dengan memberikan nomor antriannya di rumah sakit kepada seorang gadis kecil
yang sakit parah untuk lebih dulu mendapatkan perawatan, ayah si gadis kecil begitu
berterima kasih kepada si pemuda ini, si pemuda berpesan kepada ayah si gadis kecil :
“PAY IT FORWARD,
SIR”

Ayah si gadis kecil yang terkesan dengan kebaikan si pemuda, terdorong meneruskan
kebaikan tersebut dengan memberikan
mobilnya kepada seorang wartawan TV yang mobilnya terkena kecelakaan pada saat
sedang meliput suatu acara, saat si wartawan berterima kasih, ayah si gadis
berpesan:”PAY IT FORWARD”

Sang wartawan yang begitu terkesan terhadap kebaikan ayah si gadis, bertekad untuk
mencari tau dari mana asal muasalnya istilah “PAY IT FORWARD” tersebut, jiwa
kewartawanannya mengajak dia untuk menelusuri mundur untuk mencari informasi
mulai dari ayah si gadis, pemuda yang memberi antrian nomor rumah sakit, nenek yang
memberikan tempat persembunyian, putri si nenek yang mengampuni, sampai kepada si
Trevor yang mempunyai ide tersebut.

Terkesan dengan apa yang dilakukan oleh Trevor, Si wartawan mengatur agar Trevor
bisa tampil di Televisi supaya banyak
orang yang tergugah dengan apa yang telah dilakukan oleh anak kecil ini. Saat
kesempatan untuk tampil di Televisi terlaksana, Trevor mengajak semua pemirsa yang
sedang melihat acara tersebut untuk BERSEDIA MEMULAI DARI DIRI MEREKA
SENDIRI UNTUK MELAKUKAN KEBAIKAN KEPADA ORANG-ORANG
DISEKITAR MEREKA agar dunia ini menjadi dunia yang penuh kasih.

Namun umur Trevor sangat singkat, dia ditusuk pisau saat akan menolong teman
sekolahnya yang selalu diganggu oleh para berandalan, selesai penguburan Trevor,
betapa terkejutnya sang Mama melihat ribuan orang tidak henti-hentinya datang dan
berkumpul di halaman rumahnya sambil meletakkan bunga dan menyalakan lilin tanda
ikut berduka cita terhadap kematian Trevor. Trevor sendiripun sampai akhir hayatnya
tidak pernah menyadari dampak yang diberikan kepada banyak orang hanya dengan
melakukan kebaikan penuh kasih kepada orang lain.

Mungkinkah saat kita terkagum-kagum menikmati kebaikan Tuhan di dalam hidup kita,
dan kita bertanya-tanya kepada Tuhan bagaimana cara untuk mengungkapkan rasa terima
kasih kepadaNya, jawaban Tuhan hanya sesederhana ini: “PAY IT FORWARD to
OTHERS around YOU (Teruskanlah itu kepada orang lain yang ada disekitarmu)”

Ketika Aku Sudah Tua


December 11th, 2006 posted by support
Add comments

Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula.


Mengertilah,bersabarlah sedikit terhadap aku.

Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu,
ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu.

Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau
dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku.

Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu
kali kuceritakan agar kau tidur.

Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku.


Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?

Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tehnologi dan hal-hal baru, jangan
mengejekku.
Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap “mengapa” darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk
memapahku.
Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil.
Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk
mengingat.
Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau
disamping mendengarkan, aku sudah sangat puas.

Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka.


Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu mulai
belajar menjalani kehidupan.

Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang
temani aku menjalankan sisa hidupku.

Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa
syukur, dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu.

Raja Dan Laba-Laba


December 13th, 2006 posted by support
Add comments

Dahulu kala di negeri Skonlandia, ada seorang raja bernama Bruce.

Dia sudah enam kali memimpin pasukannya menuju medan perang melawan sang
agresor dari England , namun selama enam kali pertempuran itu, pasukannya selalu
babak belur dihajar oleh musuh, hingga terpaksa mengalami kekalahan dan melarikan diri
ke hutan.

Akhirnya, dia sendiri juga bersembunyi di sebuah gubuk kosong di dalam hutan
belantara.

Suatu hari, hujan turun dengan derasnya, air hujan menerobos dari atap rumah yang
bocor mengenai muka Bruce, sehingga dia terbangun dari tidurnya. Sesaat dia merenungi
nasibnya yang malang karena tidak dapat mengalahkan musuh, walaupun dia telah
mengerahkan segala daya upaya.

Semakin dia memikirkan hal ini, hatinya semakin pedih dan hampir putus asa.

Pada saat itu, mata Bruce menatap ke atas balok kayu yang melintang diatas kepalanya,
disana ada seekor laba-laba sedang merajut sarangnya.

Dia dengan seksama memperhatikan gerak gerik laba-laba tersebut, dihitungnya usaha si
laba-laba yang telah enam kali berturut-turut berusaha sekuat tenaga mencoba
mengaitkan salah satu ujung benang ke balok kayu yang berada di seberangnya, namun
akhirnya gagal juga.

“Sungguh kasihan makhluk kecil ini.”


kata Bruce, “Seharusnya kau menyerah saja!”
Namun, sungguh diluar dugaan Bruce, walaupun telah enam kali si laba-laba gagal
mengaitkan ujung benangnya, dia tidak lantas putus asa dan berhenti berusaha, dia coba
lagi untuk yang ke tujuh kalinya, dan kali ini dia berhasil. Melihat ini semua, Bruce
sungguh merasa kagum dan lupa pada nasib yang menimpa dirinya.

Bruce akhirnya berdiri dan menghela napas panjang, lalu dengan lantang dia berteriak:
“Aku juga akan bertempur lagi untuk yang ketujuh kalinya!”

Bruce akhirnya benar-benar mendapatkan semangatnya kembali, ia segera


mengumpulkan dan melatih lagi sisa-sisa pasukannya, lalu mengatur strategi dan
menggempur lagi pertahanan musuh, dengan susah payah dan perjuangan yang tak kenal
menyerah, akhirnya Bruce berhasil mengusir pasukan musuh dan merebut kembali tanah
airnya.

Sebatang Bambu
December 14th, 2006 posted by support
Add comments

Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini
tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya. Suatu hari datanglah
sang petani yang empunya pohon bambu itu.

Dia berkata kepada batang bambu,” Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk
menjadi pipa saluran air yg sangat berguna untuk mengairi sawahku?”

Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau,Tuan.
Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air
itu.”

Sang petani menjawab, “Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari
rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat
melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai
dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam
batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan
pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawah
sehingga padi yang ditanam dapat tumbuh dengan subur.”

Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam….., kemudian dia berkata kpd petani,
“Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan
sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau
membelah-belah batangku yang indah ini dan pasti tak tertahankan ketika engkau
mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu.
Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”
Petani menjawab, ” Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua ini karena aku
memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini.
Jadi tenanglah.”

Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna
ketimbang batang bambu yg lain. Inilah aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan
yang kau kehendaki.”

Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya
menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang
mengairi sawah sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.

Pernahkah kita berpikir bahwa dengan tanggung jawab dan persoalan yg sarat, mungkin
Tuhan sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya? Sama seperti batang
bambu itu, kita sedang ditempa.

Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Tuhan tak akan memberikan beban yang tak
mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Tuhan, membiarkan Dia
bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?

Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, ” Inilah aku, Tuhan…perbuatlah sesuai
dengan yang Kau kehendaki.”

Shay
December 14th, 2006 posted by support
Add comments

Pada sebuah jamuan makan malam pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah
dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak
mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam
pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:

Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses   yang terjadi
dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami. Namun tidak   demikian halnya dengan
anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal   sebagaimana layaknya anak-anak
yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini   berlangsung dalam diri anakku?

Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu. Ayah tersebut melanjutkan: “Saya
percaya bahwa, untuk seorang anak seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan
mental dan fisik sedari lahir, satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini
berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia”

Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:


Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang   anak sedang
bermain baseball. Shay bertanya padaku,”Apakah kau pikir mereka   akan membiarkanku
ikut bermain?” Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu   tidak akan membiarkan
orang-orang seperti Shay ikut dalam tim mereka, namun  aku juga tahu bahwa bila saja
Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya
semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain,
diluar kondisi fisiknya yang cacat.

Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat
ikut dalam tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat   sekelilingnya
dan berkata, “kami telah kalah 6 putaran dan sekaran sudah   babak kedelapan. Aku rasa
dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan   mencoba untuk memasukkan dia
bertanding pada babak kesembilan nanti Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu
dan mengenakan seragam tim   dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di
mataku dan kehangatan dalam   hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan
seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.

Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih  
ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan   bermain
di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia   sangat antusias
hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada  dalam lapangan itu.
Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan.
Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua
angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang
terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.

Pada kondisi yg spt ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan   untuk
menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka? Yang
mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay. Semua yang hadir
tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana
caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.

Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang pitcher, sadar
bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu
momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan
melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan
bola itu. Lemparan pertama meleset; Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan
luput. Pitcher tsb kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar bola itu
perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun kearah bola itu dan
mengenai bola itu dengan satu pukulan perlahan kembali kearah pitcher.

Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan   mudah
melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan
berakhir. Sebaliknya, pitcher tsb melempar bola melewati baseman pertama, jauh dari
jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai   berteriak, “Shay,
lari ke base satu! Lari ke base satu!”. Tidak pernah dalam
hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke base pertama.
Shay tertegun dan membelalakkan matanya.
Semua orang berteriak, “Lari ke base dua, lari ke base dua!” Sambil menahan napasnya,
Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat
dalam perjuangannya menuju base dua. Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain
sayap kanan memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam
timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim
untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke
penjaga base dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga
diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati
jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.

Semua yang hadir berteriak, “Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay” Shay
mencapai base ketiga saat seorang pemain lawan berlari ke arahnya dan  memberitahu
Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay   menyelesaikan base ketiga,
para pemain dari kedua tim dan para penonton yang
berdiri mulai berteriak, “Shay, larilah ke home, lari ke home!”. Shay   berlari ke home,
menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero   yang memenangkan grand
slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.

Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para
pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan
kedalam dunia. Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal
musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana
dia telah menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan
bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan
kecilnya.

Seorang bijak pernah berkata, sebuah masyarakat akan dinilai dari cara mereka
memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.

Bahasa Hati / Inner Heart Conversation


December 21st, 2006 posted by support
Add comments

Good Article whEn u FeeL aNgrY…


Don’t Let it far juZ keEp Love in deEp on uR hEarT

Inner Heart Conversation

There is enemy that can not be conquered by love.


There is no illness that can not be cured by love and affection.
There is no hostility that can not be forgiven by sincerity.
There is no difficulty that can not be solved by perseverance.
There is no stone that can not be broken by patient.
Everything is must be from the bottom of your heart.
Talk with your inner heart, and it will go through to another heart too.
To be succeed is not about how big is your muscle and smart is your brain,
yet it is also about how lenient/soft of your heart to do certain matters.

You can not stop a cried baby by pulling him at your arm.
Or persuade him with sweets/candies and sweet words.
What you have to do is embrace/hug him until he feel the heart beat calmly
in your depth of relieved.

Please begin with your soft heart before you give it to your achievement.

Translation:

ArtiKeL yaNG BaGuS BaGi OrANg yaNG bawaANnyA marah2 kali yah?  =D

Bicara Dengan Bahasa Hati

Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh cinta.


Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang.
Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan.
Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan.
Tak ada batu keras yang tak dapat dipecahkan oleh kesabaran.
Semua itu haruslah berasal dari hati anda.

Bicaralah dengan bahasa hati, maka akan sampai ke hati pula.


Kesuksesan bukan semata-mata betapa keras otot dan betapa
tajam otak anda, namun juga betapa lembut hati anda dalam
menjalani segala sesuatunya.

Anda tak kan dapat menghentikan tangis seorang bayi hanya


dengan merengkuhnya dalam lengan yang kuat.
Atau, membujuknya dengan berbagai gula-gula dan kata-kata manis.
Anda harus mendekapnya hingga ia merasakan detak jantung yang tenang
jauh di dalam dada anda.

Mulailah dengan melembutkan hati sebelum memberikannya pada


keberhasilan anda.

Anjing Kecil
December 21st, 2006 posted by support
Add comments

Seekor anak anjing yang kecil mungil sedang berjalan-jalan di ladang pemiliknya. Ketika
dia mendekati kandang kuda, dia mendengar binatang besar itu memanggilnya. Kata
kuda itu : “Kamu pasti masih baru di sini, cepat atau lambat kamu akan mengetahui kalau
pemilik ladang ini mencintai saya lebih dari binatang lainnya, sebab saya bisa
mengangkut banyak barang untuknya, saya kira binatang sekecil kamu tidak akan bernilai
sama sekali baginya”, ujarnya dengan sinis.

Anjing kecil itu menundukkan kepalanya dan pergi, lalu dia mendengar seekor sapi di
kandang sebelah berkata : “Saya adalah binatang yang paling terhormat di sini sebab
nyonya di sini membuat keju dan mentega dari susu saya. Kamu tentu tidak berguna bagi
keluarga di sini”, dengan nada mencemooh.

Teriak seekor domba : “Hai sapi, kedudukanmu tidak lebih tinggi dari saya, saya
memberi mantel bulu kepada pemilik ladang ini. Saya memberi kehangatan kepada
seluruh keluarga. Tapi omonganmu soal anjing kecil itu, kayanya kamu memang benar.
Dia sama sekali tidak ada manfaatnya di sini.”

Satu demi satu binatang di situ ikut serta dalam percakapan itu, sambil menceritakan
betapa tingginya kedudukan mereka di ladang itu. Ayam pun berkata bagaimana dia telah
memberikan telur, kucing bangga bagaimana dia telah mengenyahkan tikus-tikus
pengerat dari ladang itu. Semua binatang sepakat kalau si anjing kecil itu adalah mahluk
tak berguna dan tidak sanggup memberikan kontribusi apapun kepada keluarga itu.

Terpukul oleh kecaman binatang-binatang lain, anjing kecil itu pergi ke tempat sepi dan
mulai menangis menyesali nasibnya, sedih rasanya sudah yatim piatu, dianggap tak
berguna, disingkirkan dari pergaulan lagi…..

Ada seekor anjing tua di situ mendengar tangisan tersebut, lalu menyimak keluh kesah si
anjing kecil itu.

“Saya tidak dapat memberikan pelayanan kepada keluarga disini, sayalah hewan yang
paling tidak berguna disini.”

Kata anjing tua itu : “Memang benar bahwa kamu terlalu kecil untuk menarik pedati,
kamu tidak bisa memberikan telur, susu ataupun bulu, tetapi bodoh sekali jika kamu
menangisi sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan. Kamu harus menggunakan kemampuan
yang diberikan oleh Sang Pencipta untuk membawa kegembiraan. ”

Malam itu ketika pemilik ladang baru pulang dan tampak amat lelah karena perjalanan
jauh di panas terik matahari, anjing kecil itu lari menghampirinya, menjilat kakinya dan
melompat ke pelukannya. Sambil menjatuhkan diri ke tanah, pemilik ladang dan anjing
kecil itu berguling-guling di rumput disertai tawa ria.

Akhirnya pemilik ladang itu memeluk dia erat-erat dan mengelus-elus kepalanya, serta
berkata : “Meskipun saya pulang dalam keadaan letih, tapi rasanya semua jadi sirna, bila
kau menyambutku semesra ini, kamu sungguh yang paling berharga di antara semua
binatang di ladang ini, kecil kecil kamu telah mengerti artinya kasih……. ..”
Jangan sedih karena kamu tidak dapat melakukan sesuatu seperti orang lain karena
memang tidak memiliki kemampuan untuk itu, tetapi apa yang kamu dapat lakukan,
lakukanlah itu dengan sebaik-baiknya. …

Dan jangan sombong jika kamu merasa banyak melakukan beberapa hal pada orang lain,
karena orang yang tinggi hati akan direndahkan dan orang yang rendah hati akan
ditinggikan.

Hiddink Way
December 21st, 2006 posted by support
Add comments

Beberapa saat setelah Korsel memastikan lolos ke babak kedua Piala


Dunia 2002, Samsung Electronics — satu dari sekian raksasa bisnis
Korsel — mengadakan penelitian terhadap kepemimpinan dan manajemen
Guus Hiddink. Kesimpulannya, Hiddink tidak sekadar mengajarkan
bermain sepak bola, tetapi merombak etika Konfusian yang mengungkung
pemain.

Dalam wawancara dengan Joon Ang Ilbo, satu dari tiga koran berbahasa
Inggris di Korsel, Hiddink mengatakan orang Korea memiliki semua
persyaratan fisik sebagai pemain sepak bola profesional. Namun,
katanya, mereka tidak memiliki kemampuan berkreasi dan memiliki visi
bermain yang jelas.

“Di tingkat Asia, Korsel adalah top-dog. Tapi di level internasional,


Korsel tidak memiliki apa-apa,” kata Hiddink. “Saya harus mengubah
semua itu. Mengeluarkan Korsel dari lingkup Asia dan naik kelas ke
tingkat dunia.”

Namun, Hiddink menemui kesulitan ketika harus mengaplikasikan teori


sepak bola Barat yang dimilikinya. Ia mengetahui persoalan utamanya
terletak pada budaya dan etika Konfusianisme — terutama soal aturan
senioritas — yang menghambat komunikasi antarpemain. “Ketika saya
datang ke ruang makan pemain, saya melihat ada tiga meja makan,” kata
Hiddink. “Setiap meja diperuntukkan bagi kelompok pemain menurut
urutan senioritas. Uniknya, selama makan tidak ada komunikasi
antarsatu dan lain kelompok.” Saat itu juga Hiddink mengetahui
persoalan sebenarnya sepak bola Korsel. Ia meminta pengurus Federasi
Sepak Bola Korea untuk mengubah meja makan pemain. Hiddink tidak
menginginkan ada pengelompokan pemain sesuai usia dan lamanya bermain
di tim nasional, dan menginginkan semuanya berbaur.

Sebagai gantinya, Hiddink menginginkan satu meja makan panjang untuk


semua pemain. Tidak ada kursi senioritas, atau bagian-bagian tertentu
untuk mereka yang dianggap lebih berpengalaman. Pemain junior dan
senior saling berhadapan pada saat makan pada jarak sangat dekat.
Namun, itu pun tidak menyelesaikan masalah. Sampai sekian hari
setelah ganti meja, tidak ada komunikasi antara pemain junior dan
senior. Pemain junior lebih suka bercengkerama dengan sesamanya.
Begitu pula
dengan pemain senior.

“Saya mencari cara lain,” kata Hiddink. “Saya panggil para pemain
senior, dan saya minta mereka memberikan laporan tertulis mengenai
apa yang mereka bicarakan dengan pemain junior. Hong Myung-bo,
misalnya,saya beri tugas mencatat keinginan juniornya.”

Hiddink berhasil. Sejak saat itu pemain senior tidak lagi manusia
setengah dewa yang sulit dikritik. Mereka mendatangi pemain junior
dan mengajaknya berkomunikasi, di dalam atau di luar tempat latihan.
Hiddink telah membangun komunikasi. Inilah yang mengubah penampilan
Korsel di lapangan.

“Tidak ada lagi saling diam ketika terjadi kesalahan,” kata Hiddink.
“Pemain senior bukan lagi manusia kebal kritik, tetapi masing-masing
memiliki status yang sama.”

Korean Herald menulis Hiddink pula yang memperkenalkan sistem


persaingan di antara pemain. Sistem mensyarakatkan pemain memenuhi
target masing-masing, khususnya dalam kondisi fisik. Jika gagal
risikonya adalah dicoret dari daftar pemain.

Sistem kompetisi berlaku untuk semua. Hiddink tidak peduli dengan


reputasi Hong Myung-bo yang dikagumi banyak pemain, atau Cha Do-ri
yang putra legendaris Korea, Cha Bum-keun.

Sistem ini membawa korban banyak pemain senior. Sejumlah nama


terpaksa dicoret Hiddink dari daftar. Reaksi publik Korsel sungguh
luar bisa. Koran-koran berbahasa Korea mengkritik habis cara Hiddink
melatih. Ia dianggap memperkenalkan cara lama Belanda dalam berlatih
sepak bola.

Terlebih, sampai sekian bulan setelah kedatangannya ia tidak


melakukan pembaruan teknik dan mengajarkan Ahn Jung-hwan dan kawan-
kawannya bagaimana memainkan strategi baru. Hiddink dianggap terlalu
mementingkan kekuatan fisik, padahal ia tahu selama ini Korsel
dikritik media asing sebagai running soccer robots.

Hiddink tidak peduli dengan semua kritik itu. Ia mengatakan, “Setelah


semua masalah fisik terselesaikan, pemain akan bisa menguasai semua
teknik bermain manapun.” Ia melanjutkan, “Yang terpenting bagi sebuah
tim adalah bagaimana membangun teamwork. Ini perlu komunikasi yang
lancar antarpemain. ”

Hiddink Way, begitu orang Korea menyebutnya, berjalan sesuai rencana.


Namun, sampai beberapa bulan sebelum piala dunia, Korsel hanya
beberapa kali tampil mengesankan di depan publiknya. Saat menghadapi
Prancis, misalnya, publik Korsel mulai bisa melihat kemampuan pemain
Korsel mencetak gol ke gawang tim Eropa. Sesuatu yang tidak pernah
terjadi sebelumnya.

Tanpa diketahui banyak media massa, Hiddink saat itu telah memberikan
sentuhan think and play kepada pemain-pemainnya. Ia mengajarkan
bagaimana mengambil keputusan di saat tertekan, dan mengatasi tekanan
lawan. Ia mengubah Korsel menjadi sebuah tim yang bukan lagi
berkarakter Asia, tapi fotokopi tim-tim Eropa.

Ia mengajarkan kepada semua pemain bagaimana memainkan perubahan


karakter bermain di lapangan, saat menyerang atau ketika diserang.
Inilah yang terlihat di semua pertandingan Korsel.

Sampai usai pertandingan Korsel-Portugal, tidak ada lagi keraguan


akan Hiddink Way. Yang terjadi adalah berjangkitnya Hiddink Syndrome
di semua lapisan masyarakat Korea. Samsung bukan satu-satunya
perusahaan yang merasa perlu mengadopsi pendekatan Hiddink, tapi
sejumlah manajer perusahaan multinasional Korea mulai mengubah
pendekatan Konfusianisme yang telah mengakar begitu kuat.

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Apa Yang Kita Sombongkan?


December 22nd, 2006 posted by support
Add comments

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang
Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai
rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang
itu bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan?”

Sang Guru menjawab, “Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat.
Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa
menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya
melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya.”
Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya
terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh
faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang
lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar,
lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap
diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita
mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena
pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya
berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego
menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-
confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride),
Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong
tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain
kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa.
Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari
sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa
kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang
memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian
(ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati.


Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan
paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada
hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah
spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir
dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan
universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak
luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan
membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya
itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.
Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia
tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain.
Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan,
cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat
baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.
Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Sifat Kepiting
December 22nd, 2006 posted by support
Add comments

Mungkin banyak yang tahu wujud kepiting, tapi tidak banyak yang tahu sifat
kepiting. Semoga Anda tidak memiliki sifat kepiting yang dengki.

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan


kepiting sawah.

Kepiting itu ukurannya kecil namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu dengan
mudah ditangkap di malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom/wadah, tanpa diikat.

Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus dan lalu disantap


untuk lauk selama beberapa hari. Yang paling menarik dari kebiasaan
ini, kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom,
sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat.

Namun seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil
buruannya selalu berusaha meloloskan diri.

Resepnya hanya satu, yaitu si pemburu tahu betul sifat si kepiting.

Bila ada seekor kepiting yang hampir meloloskan diri keluar dari baskom,
teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar.

Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya
akan menariknya turun… dan begitu seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang berhasil
keluar.

Keesokan harinya sang pemburu tinggal merebus mereka semua dan matilah
sekawanan kepiting yang dengki itu.

Begitu pula dalam kehidupan ini…


tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.
Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita mengalami
kesuksesan kita malahan mencurigai, jangan-jangan kesuksesan itu diraih
dengan jalan yang nggak bener.

Apalagi di dalam bisnis atau hal lain yang mengandung unsur kompetisi,
sifat iri, dengki, atau munafik akan semakin nyata dan kalau tidak segera
kita sadari tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau
persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting
dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya.

Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bisa juga kalah dalam
suatu persaingan, namun yang pasti kita menang dalam kehidupan ini.

Pertanda seseorang adalah ‘kepiting’:

1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi)
yang sudah lampau dan menjadikannya suatu prinsip/pedoman dalam
bertindak

2. Banyak mengkritik tapi tidak ada perubahan

3. Hobi membicarakan kelemahan orang lain tapi tidak mengetahui kelemahan


dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk menarik kepiting-kepiting yang
akan keluar dari baskom dan melupakan usaha pelolosan dirinya sendiri.

..Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom,


namun yah… dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya…

Coba renungkan berapa waktu yang Anda pakai untuk memikirkan cara-cara
menjadi pemenang. Dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama.
Dan gantilah waktu itu untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri Anda
menjadi pribadi yang sehat dan sukses.

Betapa pun banyaknya kucing berkelahi, selalu saja banyak anak kucing
lahir. (Abraham Lincoln)

Malas
January 26th, 2007 posted by support
Add comments

Deni sedang agak malas bekerja hari ini. Rasanya masih ingin libur.
Kok cepat sekali liburan berakhir. Rasanya baru sebentar libur, eh
sudah harus bekerja lagi.
Tapi, kemudian Deni teringat suatu kejadian yang menggerakkan
hatinya ketika belum lama berselang dia pulang kampung untuk
merayakan tahun baru bersama orang tua dan saudara-saudaranya.
Ketika dalam perjalanan ke kotanya, di kereta api Deni bertemu
seseorang. Orang tersebut duduk di kursi sebelah kirinya dan hanya
dipisahkan oleh jalan untuk lalu lalang. Seorang pemuda. Sederhana.
Biasa saja. Tidak terlalu istimewa.

Yang membuatnya istimewa adalah pemuda tersebut terus menerus dipuji-


puji oleh teman-temannya. Mereka semua berlima. Teman-temannya tak
henti-hentinya memujinya, menggodanya, menepuk-nepuk bahunya, dan
menyalaminya berulang-ulang. Sebaliknya pemuda tersebut hanya senyum-
senyum dan tertawa.

Di tengah perjalanan, setelah teman-teman pemuda tersebut tidak


terlalu ribut lagi, tiba-tiba pemuda tersebut menyapa Deni. Mau
pinjam koran yang dipegang Deni. Tentu saja Deni tidak keberatan
untuk meminjamkan korannya. Apalagi dia sudah selesai membacanya.
Tak lama kemudian pemuda tersebut mengembalikan korannya dan mereka
berdua terlibat dalam pembicaraan.

Karena penasaran, Deni menanyakan mengapa pemuda tersebut disalami.


Dia hanya tersenyum saja. Tapi, teman di sebelahnya langsung
menengok ke arah Deni dan menjawab:”Dia karyawan terbaik tahun ini,
mas! Nomor satu! Ha ha ha… Sudah tiga tahun berturut-turut lho
mas. Hebat kan?” Temannya yang lain menambahkan: “Tahun ini dia naik
jabatan mas. Jadi bos.”

Deni memberi salam sambil mengucapkan selamat. Sambil bercakap-


cakap, Deni menanyakan kiat-kiat suksesnya dalam bekerja. Temannya
menjawab: “Dia orangnya selalu ingin lebih baik. Tidak pernah
berhenti belajar mas. Tidak pernah menyerah. Kalau dia tidak
mengerti, dia bertanya dan belajar. Kalau sudah mengerti, dia akan
berusaha melakukan yang terbaik. Kalau sudah terbaik, dia berusaha
lebih baik lagi. Pokoknya tidak pernah puas. Yah, jelas dia menang
lagi tahun ini.”

Teman yang lain lagi menambahkan: “Betul mas. Malah kita semua
banyak belajar dari dia. Dia ini memang superman. Pokoknya hebat
deh.” Deni ikut tersenyum: “Wah, mas, saya juga ingin belajar nih.
Saya kok tidak bisa begitu ya? Kalau lagi down, ya kerja jadi malas
juga. Tidak bisa selalu bersemangat tinggi. Apalagi kalau lagi
bokek. Ha ha… Bagaimana sih caranya?”

Pemuda tersebut memandangnya, lalu berkata serius: “Saya juga sering


mengalami up and down kok. Tapi, saya tidak mau down terus. Setiap
kali saya malas, ya langsung saya kerja lebih giat. Kalau saya ingin
istirahat, saya langsung cari apa saja yang bisa dikerjakan. Kalau
saya bosan, saya langsung bikin rencana baru tentang apa saja yang
akan saya lakukan hari itu.”

Dia bercerita: “Tiga tahun yang lalu, saya ditegur oleh atasan saya.
Soalnya saya lagi malas banget. Beberapa hari di kantor saya hampir
tidak mengerjakan apa-apa dan hanya main game. Lalu atasan saya
datang. Beliau hanya bertanya, Kalau kamu sedang malas bekerja,
bagaimana jika perusahaan juga sedang malas membayar gajimu?”

Pemuda itu melanjutkan, “Setelah berkata demikian, beliau pergi.


Saya jadi malu sendiri. Saya tidak ingin perusahaan malas membayar
gaji saya, tentunya perusahaan juga tidak ingin saya malas bekerja.
Jadi, sejak saat itu saya tidak mau menuruti rasa malas, lelah,
bosan dan lainnya.”

“Caranya?” tanya Deni.

“Kalau saya sedang merasa malas, saya langsung berdiri dan lompat-
lompat di tempat. Kira-kira 20 kali lompat. Dulu saya sering
ditertawakan teman-teman saya ini, tapi sekarang banyak yang
mengikuti cara saya. Dengan melompat-lompat sebentar, maka peredaran
darah menjadi lebih lancar, rasa malas pun hilang. Begitu juga kalau
saya mengantuk, saya langsung melompat-lompat sebentar, maka rasa
mengantuk akan lenyap. Pokoknya saya melakukan kebalikan dari setiap
perasaan negatif yang saya rasakan.”

“Begitu juga kalau saya sedang pusing dengan masalah pribadi saya.
Langsung saya menelepon klien yang membutuhkan bantuan saya,
sehingga saya tidak memikirkan masalah saya sendiri. Kadang saya
langsung menghadap atasan dan mendiskusikan masalah pekerjaan. Saya
tidak mau mengasihani diri sendiri. Masalah saya tidak akan selesai
dengan berpusing-pusing atau bermalas-malasan kan? Apa uang saya
akan bertambah kalau saya malas bekerja? Tidak kan? Jadi, untuk
apa?”

Waktu mendengar penjelasan pemuda itu, Deni hanya mengangguk-angguk.


Tapi kini, ketika dia merasa sedang malas, Deni teringat akan pemuda
di kereta. Segera Deni berdiri dan melompat-lompat di tempat
sebanyak 20 kali. Eh benar, ternyata badannya terasa lebih segar.
Dia pun mulai bekerja lagi. Ternyata dia merasa semangatnya timbul
lagi. Manjur juga yah?

Semangat Deni timbul. Untuk apa memulai tahun yang baru dengan rasa
malas? Apakah rasa malas akan mengubah keadaan menjadi lebih baik?
Jelas tidak! Jadi apa gunanya malas? Do something! Be active! Be
successful!

Sumber: Malas oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting &


Training Specialist

Bersabar Menunggu Panggilan


January 26th, 2007 posted by support
Add comments

Seorang pria berumur 61 tahun bernama Asep Sudrajat menghidupi keluarganya dengan
membuka sebuah toko berukuran 3 x 4 meter di sebuah jalan di kota Bandung. Tiada
yang mendampingi hidupnya di rumah selain Asih, istrinya. Sudah puluhan tahun
berumah tangga, Allah Swt Sang Maha Pencipta belum berkenan memberikan mereka
keturunan.

Namun baik Asep dan Asih adalah model makhluk Tuhan yang menerima segala
ketetapan. Mereka selalu menghiasi hidup dengan pengharapan terhadap Tuhan.
Bersyukur atas segala nikmat yang mereka terima, dan bersabar atas segala ujian yang
diberikan. Hampir dua puluh tahun mereka menabung demi mewujudkan cita-cita.
Sebuah cita-cita mulia yang mereka tanamkan dalam hati, untuk berangkat haji ke
Baitullah, Mekkah Al Mukarramah. Dengan hasil dagang di toko yang seadanya, sedikit
demi sedikit mereka sisihkan untuk menggapai cita-cita itu. Hanya ibadah haji saja dalam
benak mereka yang belum pernah mereka lakukan.

Keinginan itu terus membuncah, menggelegak dalam dada seorang hamba yang rindu
akan keridhaan Tuhannya. Hasil tabungan yang mereka kumpulkan tidak mereka tabung
di bank. Sengaja uang sejumlah itu mereka simpan agar dapat memotivasi semangat
mereka untuk
mencari tambahan uang sesegera mungkin. Sungguh dua puluh tahun dalam menabung,
merupakan masa yang cukup panjang untuk bersabar demi mewujudkan ketaatan kepada
Tuhan. Tidak banyak, manusia modern di zaman sekarang yang mampu memiliki niat
sedemikian.

Malam itu, Asep dan Asih sekali lagi menghitung jumlah tabungan mereka. Uang yang
mereka simpan untuk berhaji itu kini berjumlah Rp. 50.830.000. Sementara biaya haji
pada saat itu berkisar kurang lebih Rp 27 juta per orang, belum lagi biaya bimbingan haji
yang harus
mereka ikuti, ditambah dengan uang jajan tambahan untuk membeli oleh-oleh. Mereka
menghitung, kurang lebih mereka memerlukan dana berkisar Rp 10 juta.

Setiap malam berlalu, Asep dan Asih selalu menghitung peruntungan jualan mereka, dan
sebagiannya mereka sisihkan untuk mewujudkan cita-cita berhaji. Suatu pagi, Asep
mendengar kabar bahwa kawan karibnya dalam berjamaah shalat di Masjid As Shabirin
jatuh sakit secara mendadak dan kini dirawat di RS. Dr. Hasan Sadikin. Setelah divisum
oleh dokter rupanya
penyakit yang diderita tetangga sekaligus kawan karibnya itu adalah penyakit tumor
tulang. Sebuah penyakit yang jarang terjadi pada masyarakat Indonesia.

Bersegeralah, Asep menjenguk kawan karibnya itu. Sesampainya di sana, sahabat


tersebut masih berada di ruang ICU dan untungnya masih sadarkan diri sehingga dapat
melakukan percakapan dengan Asep. Dari penuturannya Asep mengetahui bahwa tumor
tulang tersebut telah membuat tetangganya tidak mampu untuk berdiri lagi, dan tumor
tersebut harus diangkat segera. Sebab bila tidak, maka tumor tersebut dapat menjalar ke
bagian tubuh lain. Asep bergidik mendengarnya. Namun ia masih terus membesarkan
hati sahabatnya itu untuk senantiasa tawakkal dan berdoa kepada Allah Swt Yang Maha
Menyembuhkan setiap penyakit hamba-Nya.

Hampir setiap hari Asep menjenguk sahabatnya itu. Pada hari kedelapan, sahabatnya itu
telah dipindah ke ruang rawat inap kelas 3, bersama tujuh pasien lainnya dalam satu
kamar. Kamar tersebut pengap dengan bau obat, dan tidak layak disebut sebagai kamar
rumah sakit.
Pemandangan yang berantakan. Jemuran baju pasien dan pendamping yang bertebaran di
sepanjang jendela. Seprai kasur yang tidak rapi. Tikar dan koran bertebaran di pojok-
pojok kamar. Itu semua membuat pemandangan kamar menjadi tidak asri dan pengap.
Namun apa mau dikata, tetangganya adalah seorang yang mungkin memilik nasib sama
dengan jutaan orang di
Indonesia. Sudah masuk rumah sakit saja Alhamdulillah, nggak tahu bayarnya pakai apa?

Hari itu adalah hari kesebelas sahabatnya dirawat di rumah sakit. Kebetulan Asep sedang
berada di sana, seorang perawat membawakan sebuah surat dari rumah sakit bahwa untuk
membuang tumor yang berada di sendi-sendi tulang pasien haruslah dijalankan sebuah
operasi. Operasi itu akan menelan biaya hampir Rp 50 juta. Bila keluarga pasien
mengharapkan kesembuhan, maka operasi tersebut harus dilakukan. Namun kalau mau
berpasrah kepada takdir Tuhan, maka tinggal berdoa saja agar terjadi keajaiban.

Siapa orangnya yang tidak mau sembuh dari penyakit? Semua orang pun berharap
sedemikian. Namun mau bilang apa? Keluarga sahabat Asep tersebut sudah menguras
habis tabungan yang mereka miliki, namun itu semua untuk bayar biaya rumah sakit
selama ini saja tidak
cukup. Apalagi untuk membiayai proses operasi? Sungguh, yang mampu mereka lakukan
adalah memohon pertolongan kepada Allah Swt. Hari kedua belas, ketiga belas, keempat
belas….
kondisi pasien semakin parah. Badannya terlihat kurus tak bertenaga. Kelemahan itu
terlihat jelas dalam sorot cahaya mata yang kian meredup. Sang pasien tidak mampu lagi
menanggapi lawan bicara. Tumor itu semakin mengganas dan menjalar ke seluruh tubuh.
Pemandangan
itu semakin menyentuh relung hati Asep yang terdalam. Maka di pinggir ranjang
sahabatnya, Asep pun mengambil sebuah keputusan besar.

Setelah berpamitan dengan keluarga sahabatnya, ia bergegas pulang menuju rumah. Di


sana terlihat olehnya Asih sedang melayani pembeli yang datang ke toko sederhana milik
mereka. Saat pembeli sudah sepi, Asep lalu menyampaikan keputusannya itu kepada
Asih. “Bu…, Kang Endi tetangga kita yang sedang di rawat di rumah sakit itu kondisinya
semakin memburuk. Bapak tidak sanggup melihat penderitaannya. Sepertinya kita harus
bantu dia dan keluarganya. Tiga hari lalu, kebetulan bapak sedang di sana, seorang suster
memberitahukan bahwa Kang Endi harus dioperasi segera. Keluarganya belum berani
menyatakan iya, sebab biaya
operasi itu hampir Rp 50 juta….” Asep membuka pembicaraannya dengan kalimat yang
panjang.
Asih pun mulai merasa iba dengan penderitaan Kang Endi dan keluarganya, “Kasihan
mereka ya, Pak! Kita bisa bantu apa…?” Asep pun langsung menyambung dengan cepat,
“Kalau ibu berkenan, bagaimana bila dana tabungan haji kita diberikan saja kepada
mereka semua
untuk biaya operasi?” Kalimat itu diakhiri dengan sebuah senyum merekah di bibir Asep.
“Diberikan….?!! Waduh pak…, hampir dua puluh tahun kita nabung dengan susah payah
agar cita-cita berhaji dapat diwujudkan. Masa bisa pupus seketika dengan membantu
orang lain yang bukan saudara kita?” Asih mengajukan penolakan atas usulan suaminya.

“Bu…., banyak orang yang berhaji belum tentu mabrur di sisi Allah. Mungkin ini adalah
jalan buat kita untuk meraih keridhaan Allah Swt. Biarkan kita hanya berhaji di
pekarangan rumah kita sendiri, tidak perlu ke Baitullah. Bapak yakin bila kita menolong
saudara
kita, Insya Allah, kita akan ditolong juga oleh Dia Yang Maha Kuasa.” Kalimat itu
meluncur dari mulut Asep dan menohok relung hati Asih sehingga begitu membekas di
dasarnya. Tak kuasa, Asih pun mengangguk dan setuju atas usul suaminya.

Keesokan pagi, Asep dan Asih pun datang berdua ke rumah sakit untuk menjenguk. Toko
mereka ditutup hari itu. Mereka berdua datang ke rumah sakit dengan membawa sebuah
amplop tebal berisikan uang sejumlah Rp 50 juta yang tadinya mereka siapkan untuk
berhaji.
Keduanya tiba di rumah sakit dan menjumpai Kang Endi dan keluarganya di sana. Usai
membacakan doa untuk pasien, keduanya datang kepada istri Kang Endi. Mereka
serahkan sejumlah uang tersebut, dan suasana menjadi haru seketika. Bagi keluarga Kang
Endi ini adalah moment dimana doa diijabah oleh Tuhan. Sementara bagi Asep dan Asih,
ini merupakan saat dimana keikhlasan menolong saudara harus ditunjukkan. Lalu
pulanglah
Asep dan Asih ke rumah setelah berpamitan kepada keluarga.

Uang itu kemudian segera dibawa oleh salah seorang anggota keluarga ke bagian
administrasi rumah sakit. Formulir kesediaan menjalani operasi telah diisi. Besok pagi
jam 08.00 operasi pengangkatan tumor di sendi-sendi tulang Kang Endi akan dilakukan.
Alhamdulillah!
Esoknya Kang Endi sudah dibawa ke ruang operasi.Sebelum dioperasi, dokter spesialis
tulang yang selama ini menangani Kang Endi sempat berbincang dengan keluarga.
“Doakan ya agar operasi berjalan lancar dan Pak Endi semoga lekas sembuh! Kalau
boleh tahu…, darimana dana operasi ini didapat?” Dokter mencetuskan pertanyaan
tersebut, karena ia tahu sudah berhari-hari pasien tidak jadi dioperasi sebab keluarga
tidak mampu menyediakan dananya.

Istri Kang Endi menjawab, “Ada seorang tetangga kami bernama pak Asep yang
membantu, Alhamdulillah dananya bisa didapat, Dok!” “Memangnya, beliau usaha apa?
Kok mau membantu dana hingga sebesar itu?” Dibenak dokter, pastilah pak Asep adalah
seorang pengusaha sukses.
“Dia hanya punya usaha toko kecil di dekat rumah kami. Saya saja sempat bingung saat
dia dan istrinya memberikan bantuan sebesar itu!” Istri Kang Endi menambahkan.

Di dalam hati, dokter kagum dengan pengorbanan pak Asep dan istrinya. Hatinya mulai
tergerak dan berkata, “Seorang pak Asep yang hanya punya toko kecil saja mampu
membantu saudaranya. Kamu yang seorang dokter spesialis dan kaya raya, tidak tergerak
untuk membantu sesama.” Suara hati itu terus membekas dalam dada pak dokter.
Pembicaraan itu usai, dan dokter pun masuk ke ruang operasi.

Alhamdulillah operasi berjalan sukses dan lancar. Ia memakan waktu hingga 4 jam lebih.
Semua tumor yang berada pada tulang Kang Endi telah diangkat. Seluruh keluarga
termasuk dokter dan perawat yang menangani merasa gembira. Kang Endi tinggal
menjalani masa penyembuhan pasca
operasi. Pak Asep masih sering menjenguknya. Suatu hari kebetulan pak dokter sedang
memeriksa kondisi Kang Endi dan pak Asep pun sedang berada di sana. Keduanya pun
berkenalan. Pak dokter memuji keluasan hati pak Asep. Pak Asep hanya mampu
mengembalikan pujian itu kepada Pemiliknya, yaitu Allah Swt. Hingga akhirnya, pak
dokter meminta alamat rumah pak Asep secara tiba-tiba.

Beberapa minggu setelah Kang Endi pulang dari rumah sakit. Malam itu, Asep dan Asih
tengah berada di rumahnya. Toko belum lagi ditutup, tiba-tiba ada sebuah mobil sedan
hitam diparkir di luar pagar rumah. Nampak ada sepasang pria dan wanita turun dari
mobil tersebut. Cahaya lampu tak mampu menyorot wajah keduanya yang kini datang
mengarah ke rumah pak Asep.
Begitu mendekat, tahulah pak Asep bahwa pria yang datang adalah pak dokter yang
pernah merawat sahabatnya kemarin.

Gemuruh suasana hati Asep. Ia terlihat kikuk saat menerima kehadiran pak dokter
bersama istrinya. Terus terang, seumur hidup, pak Asep belum pernah menerima tamu
agung seperti malam ini. Maka dokter dan istrinya dipersilakan masuk. Setelah disuguhi
sajian ala kadarnya, maka mereka berempat terlibat dalam pembicaraan hangat. Tidak
lama
pembicaraan kedua keluarga itu berlangsung. Hingga saat pak Asep menanyakan maksud
kedatangan pak dokter dan istri. Maka pak dokter menjawab bahwa ia datang hanya
untuk bersilaturrahmi kepada pak Asep dan istri.

Pak dokter menyatakan bahwa ia terharu dengan pengorbanan pak Asep dan istri yang
telah rela
membantu tetangganya yang sakit dan memerlukan dana cukup besar. Ia datang
bersilaturrahmi ke rumah pak Asep hanya untuk mengetahui kondisi pak Asep dan
belajar cara ikhlas membantu orang lain yang sulit ditemukan di bangku kuliah. Semua
kalimat yang diucapkan oleh pak dokter dielak oleh pak Asep dengan bahasa yang selalu
merendah.

Tiba saat pak dokter berujar, “Pak Asep dan ibu…., saya dan istri berniat untuk
melakukan haji tahun depan. Saya mohon doa bapak dan ibu agar perjalanan kami
dimudahkan Allah Swt… Saya yakin doa orang-orang shaleh seperti bapak dan ibu akan
dikabul oleh Allah…” Baik Asep dan Asih menjawab serentak dengan kalimat,
“Amien…!” Pak dokter menambahkan, “Selain itu, biar doa bapak dan ibu semakin
dikabul oleh Allah untuk saya dan istri, ada baiknya bila bapak dan ibu berdoanya di
tempat-tempat mustajab di kota suci Mekkah dan Madinah…” Kalimat yang diucapkan
pak dokter kali ini sama-sama membuat bingung Asep dan Asih sehingga
membuat mereka berani menanyakan, “Maksud pak dokter….?” “Ehm…, maksud saya,
izinkan saya dan istri mengajak bapak dan ibu Asep untuk berhaji bersama kami dan
berdoa di sana sehingga Allah akan mengabulkan doa kita semua!”

Kalimat itu berakhir menunggu jawaban. Sementara jawaban yang ditunggu tidak
kunjung datang hingga air mata keharuan menetes di pipi Asep dan Asih secara
bersamaan. Beberapa menit keharuan meliputi atmosfir ruang tamu sederhana milik Asep
dan Asih. Seolah bagai
rahmat Tuhan yang turun menyirami ruh para hamba-Nya yang senantiasa mencari
keridhaan Tuhan. Asep dan Asih hanya mampu mengucapkan terima kasih
berulang-ulang. Usai pak dokter pulang, keduanya tersungkur sujud mencium tanah tanda
rasa syukur yang mendalam mereka sampaikan kepada Allah Yang Maha Pemurah.
Akhirnya, mereka berempat pun menjalankan haji di Baitullah demi mencari keridhaan
Allah Azza wa
Jalla.

Sungguh, kesabaran panjang yang diakhiri dengan pengorbanan kebaikan, akan berbuah
di tangan Allah Swt menjadi balasan yang besar dan anugerah yang tiada terkira.

Artikel dikutip dari Kartu Pintar produksi Visi Victory Bandung

Sebab Cinta
February 1st, 2007 posted by support
Add comments

Seorang ibu muda berlari kencang mengejar bis yang berjalan merambat
di depan halte di daerah Kebon Nanas, Tangerang, Banten. Saat
berlari, ia tidak sendiri. Ia menggendong anaknya yang masih berusia
satu tahun. Pundak kecilnya juga masih harus dibebani dengan sekotak
alat musik karaoke. Dua beban yang tak menyurutkan laju kencangnya
mengejar bis kota , sayangnya bis besar itu hanya menyisakan kepulan
asap hitam di wajah wanita pengamen itu.
Si kecil yang digendongnya, hanya bisa menutup mata untuk
menghindari kepulan asap yang memerihkan mata. Ia, sungguh takkan
pernah mengerti sebab apa dibawa berlari mengejar satu bis ke bis
lainnya. Ia, juga takkan pernah memahami, setiap kali ibunya
bernyanyi di depan puluhan pasang mata di dalam bis kota . Yang ia
tahu hanyalah, terik matahari, atau derasnya hujan, debu jalanan,
asap knalpot, aroma bis kota , tatapan iba, dan juga makian
penumpang yang terganggu oleh hingar musik ibunya. Semua itu menjadi
sahabat sehari-hari si kecil.

Lain lagi dengan pemandangan di Pasar pagi Cikokol, Tangerang,


Banten. Pukul 02.00 dini hari, seorang anak berusia tidak lebih tiga
tahun terlelap di tengah pasar. Berselimut angin malam, berteman
aroma pasar, si kecil tertidur ditemani hiruk pikuk para aktor
pasar; penjual dan pembeli. Sesekali mimpinya tergugah oleh klakson
mobil, matanya terbuka melihat sekejap sang ibu yang sibuk melayani
pembeli. Kemudian terlelap kembali merajut mimpi indahnya.

Anak pasar itu -kalau boleh disebut begitu- tak pernah tahu sebab
apa ibunya menyertakannya dalam aktivitas di pasar dini hari itu. Ia
tak pernah benar-benar mengerti kenapa dirinya berada di tengah-
tengah tumpukan cabai, bawang, tomat dan sayuran setiap pagi dan
melihat transaksi jual beli yang dilakukan ibunya. Saat terbangun
dan menemani ibunya, cabai, bawang, tomat itulah sahabatnya. Angin
pagi yang menusuk menjadi selimutnya, dan aroma tak sedap pasar
becek lah yang kerap mengakrabinya.

Di tempat yang berbeda. Seorang ibu di Bogor naik turun KRL (kereta
api listrik) menggendong anaknya yang cacat mental dan fisik,
padahal si anak sudah berusia belasan tahun. Anak yang takkan pernah
mengerti itu, benar-benar tidak tahu, sebab apa ibunya rela
menanggung malu mengemis belas kasih dari penumpang kereta. Si anak
juga tak pernah bertanya, “beratkah ibu menggendong saya?”

Masih di kereta yang sama, seorang ibu lainnya menggendong anaknya


yang berusia tiga tahun. Si kecil yang lucu dan ramah itu, hanya
memiliki sebelah tangan. Ia tak dianugerahi tangan kiri dan dua kaki
saat terlahir ke dunia ini. Anak itu, tak pernah memahami kenapa di
setiap menit selalu ada tetes air mata di sudut mata ibunya. Si
kecil selalu tersenyum, meski air muka ibunya tak pernah menyiratkan
bahagia. Senyum sang ibu kerap dipaksakan di depan para penumpang
kereta, demi sekeping receh yang diharapnya.

***
Anak-anak itu, memang belum akan mengerti sebab apa ibunya mengejar
bis kota , mengakrabi malam di pasar, dan menyusuri gerbong demi
gerbong kereta api. Yang mereka tahu hanyalah, mereka tak pernah
jauh dari ibunya. Yang mereka rasakan adalah kecupan di kening dan
wajah setiap kali sang ibu berkesah tak mendapatkan rezeki. Bahasa
kalbu ibu berkata, “sebab cinta, ibu melakukan semua ini nak”.

Sungguh, jika tak karena cinta, langkahnya sudah terhenti. Cintalah


yang mengajarkannya untuk menghapus kata “lelah” dan “putus asa”
dalam kamus hidup seorang ibu.

Ingin Menyerah
February 11th, 2007 posted by support
Add comments

Tia sangat kecewa ketika mendapati kenyataan bahwa hampir semua


rencana yang selama ini dibuatnya ternyata tidak terlaksana. Awal
2006, rencana serupa pernah dibuatnya, tapi gagal total. Pada 2007,
kembali Tia membuat rencana yang sama, tapi baru berjalan sebulan,
belum juga terlaksana. Dia jadi putus asa dan malas. Ambil contoh salah satu rencananya
yaitu ingin tidak terlambat masuk kerja. Tapi selama Januari saja dia hanya berhasil
empat kali tidak terlambat. Dia merasa sangat sulit berangkat lebih pagi karena banyak
yang harus dibereskan dulu.

Belum lagi rencananya untuk berolah raga lari pagi di sekitar


kompleks perumahan setiap Sabtu dan Minggu pagi, sampai kini juga
belum pernah sekalipun dilakukan. Selama ini selalu ada saja
alasannya. Yang masih mengantuklah, yang capailah, yang sedang
kurang enak badanlah, yang mau ke pasar, dan setumpuk alasan lain.

Ada lagi masalah kerapian meja kerjanya. Awal tahun ini Tia sudah
mulai membersihkan meja kerjanya agar tidak berantakan lagi. Hari
pertama sih bisa bersih. Tapi, sorenya mulai ada sehelai dokumen
yang belum sempat disimpan dan untuk sementara diletakkan begitu
saja di meja kerjanya.

Keesokan harinya, di atas meja kerjanya bertambah beberapa dokumen


lain yang belum sempat dibacanya dan ditumpuk di meja karena
rencananya keesokan harinya akan dibaca. Eh, ternyata keesokan
harinya banyak rapat sehingga tidak sempat membacanya. Hari itu,
muncul lagi beberapa dokumen. Hari kelima, meja kerjanya sudah
berantakan lagi.

Karena kesal, seperti biasa, Tia memasukkan tumpukan dokumen


tersebut ke dalam laci meja atau lemari yang terletak di
belakangnya. Dari luar, tampaknya meja kerjanya bersih, tapi dalam
laci dan lemarinya ternyata seperti kapal pecah.

Di dalam laci dan lemarinya, segala macam kertas bertumpuk-tumpuk,


dari dokumen yang sangat penting hingga surat tagihan kartu kredit,
atau tiket parkir yang sama sekali tidak penting.

Tia kadang-kadang membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk


mencari salah satu dokumen penting. Masalahnya, dia harus
mengeluarkan semua tumpukan kertas tersebut terlebih dahulu baru
mencari dokumen yang diperlukan. Memang repot sih, tapi sudah dua
minggu Tia tidak berusaha merapikan lagi. Percuma, katanya.

Siang tadi atasannya bercerita. Beliau paling tidak suka olahraga,


tapi anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku SD ternyata punya
hobi bermain bulu tangkis. Anaknya selalu mengajak sang ayah untuk
bermain bulu tangkis setiap malam. Untuk menemaninya berlatih.

Meskipun terpaksa, beliau mau juga. Demi kemajuan anaknya. Beliau


menceritakan betapa tersiksanya setiap malam harus bermain bulu
tangkis. Sudah lelah bekerja, masih harus bermain bulu tangkis
dengan anaknya, terlebih lagi beliau sebenarnya tidak bisa dan tidak
suka bermain bulu tangkis.

Jadi ketika bermain, beliau sering kalah. Entah sudah berapa kali
beliau ingin menyerah dan berhenti main. Tapi melihat anaknya sangat
senang, beliau tidak tega.

Apalagi, katanya, beliau ingat Richard DeVos, pendiri dan mantan


presiden Amway Corporation, yang pernah mengatakan: “Keinginan untuk
berhenti adalah penghalang terakhir antara Anda dan impian Anda.”

Mengingat kata-kata itu, beliau terus berlatih bulu tangkis. Setiap


malam. Biarpun kadang-kadang malas, dipaksakannya juga. Eh, lama
kelamaan jadi timbul rasa suka. Sekarang, katanya, beliau dan
anaknya sudah cukup mahir, malah sudah pernah ikut lomba bulu
tangkis di lingkungan RW. Menang lagi. Kunci suksesnya “Tidak boleh
berhenti.” Berlatih terus sampai bisa. Ingat kata-kata Richard
DeVos, katanya.

Tia jadi bersemangat lagi mendengar cerita itu. Selama ini Tia
sadar, setiap mau merapikan mejanya, dia seringkali menuruti
perasaan malasnya. Akhirnya dia menyerah dan berhenti merapikan
meja. Padahal kalau tiap sore dirapikan, tidak berat kok. Yang bikin
berat kan kalau ditumpuk?
Setiap akan lari pagi, sebenarnya Tia juga merasa malas. Akhirnya
dia berhenti berusaha dan tidak pernah lari pagi. Padahal rencana
itu kan tidak sulit. Tinggal keluar rumah dan lari pagi sebelum ke
pasar. Kalau dipaksakan pasti bisa.

Begitu pula disiplin untuk berangkat lebih pagi agar tidak terlambat
ke kantor. Sebenarnya kalau mau jujur, bisa sih berangkat lebih
pagi. Urusan rumah bisa dikerjakan malam sebelumnya. Tidak ada yang
mendesak sekali. Sebetulnya tinggal diatur saja. Tapi dia sudah
berhenti berusaha.

Tia ingin menjalankan rencananya lagi. Tiap malam dia akan


membereskan segala sesuatu agar keesokan harinya bisa berangkat
lebih pagi. Dia akan terus melatih dirinya dan tidak akan berhenti
berusaha.

Setiap Sabtu dan Minggu pagi, dia akan lari pagi dalam perjalanan ke
pasar yang tidak terlalu jauh. Sekalian langsung belanja. Tiap sore
dia akan merapikan meja kerjanya sebelum pulang. Dia berniat tidak
akan pulang sebelum mejanya rapi. Pokoknya sekarang dia tidak mau
gampang menyerah. Tidak mau berhenti berusaha. Sampai berhasil.
Never quit!

Sumber: Ingin Menyerah oleh Lisa Nuryanti, Director of Expands


Consulting & Training Specialist In House Trainings for Handling
Complaints, Customer Satisfaction, Soft Skill

Jejak
February 12th, 2007 posted by support
Add comments

Banyak orang masuk ke dalam kehidupan kita, satu demi satu datang
dan pergi silih berganti. Ada yang tinggal untuk sementara waktu dan
meninggalkan jejak-jejak di dalam hati kita dan tak sedikit yang
membuat diri kita berubah.

Alkisah seorang tukang lentera di sebuah desa kecil, setiap petang


lelaki tua ini berkeliling membawa sebuah tongkat obor penyulut
lentera dan memanggul sebuah tangga kecil. Ia berjalan keliling desa
menuju ke tiang lentera dan menyandarkan tangganya pada tiang
lentera, naik dan menyulut sumbu dalam kotak kaca lentera itu hingga
menyala lalu turun, kemudian ia panggul tangganya lagi dan berjalan
menuju tiang lentera berikutnya.
Begitu seterusnya dari satu tiang ke tiang berikutnya, makin jauh
lelaki tua itu berjalan dan makin jauh dari pandangan kita hingga
akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam. Namun demikian, bagi
siapapun yang melihatnya akan selalu tahu kemana arah perginya pak
tua itu dari lentera-lentera yang dinyalakannya.

Penghargaan tertinggi adalah menjalani kehidupan sedemikian rupa


sehingga pantas mendapatkan ucapan: “Saya selalu tahu kemana arah
perginya dari jejak-jejak yang ditinggalkannya. ”

Seperti halnya perjalanan si lelaki tua dari satu lentera ke lentera


berikutnya, kemanapun kita pergi akan meninggalkan jejak. Tujuan
yang jelas dan besarnya rasa tanggung jawab kita adalah jejak-jejak
yang ingin diikuti oleh putera puteri kita dan dalam prosesnya akan
membuat orang tua kita bangga akan jejak yang pernah mereka
tinggalkan bagi kita.

Tinggalkanlah jejak yang bermakna, maka bukan saja kehidupan anda


yang akan menjadi lebih baik tapi juga kehidupan mereka yang
mengikutinya.

Mengapa?
March 27th, 2007 posted by support
Add comments

Seorang wanita bertanya pada seorang pria tentang cinta dan harapan.

Wanita berkata ingin menjadi bunga terindah di dunia dan pria


berkata ingin menjadi matahari.

Wanita tidak mengerti kenapa pria ingin jadi matahari, bukan kupu
kupu atau kumbang yang bisa terus menemani bunga.

Wanita berkata ingin menjadi rembulan dan pria berkata ingin tetap
menjadi matahari. Wanita semakin bingung karena matahari dan bulan
tidak bisa bertemu, tetapi pria ingin tetap jadi matahari.

Wanita berkata ingin menjadi Phoenix yang bisa terbang ke langit


jauh di atas matahari dan pria berkata ia akan selalu menjadi
matahari.

Wanita tersenyum pahit dan kecewa. Wanita sudah berubah 3x namun


pria tetap keras kepala ingin jadi matahari tanpa mau ikut berubah
bersama wanita. Maka wanita pun pergi dan tak pernah lagi kembali
tanpa pernah tahu alasan kenapa pria tetap menjadi matahari.

Pria merenung sendiri dan menatap matahari.


Saat wanita jadi bunga, pria ingin menjadi matahari agar bunga dapat
terus hidup. Matahari akan memberikan semua sinarnya untuk bunga
agar ia tumbuh, berkembang dan terus hidup sebagai bunga yang
cantik. Walau matahari tahu ia hanya dapat memandang dari jauh dan
pada akhirnya kupu kupu yang akan menari bersama bunga. Ini disebut
kasih yaitu memberi tanpa pamrih.

Saat wanita jadi bulan, pria tetap menjadi matahari agar bulan dapat
terus bersinar indah dan dikagumi.

Cahaya bulan yang indah hanyalah pantulan cahaya matahari, tetapi


saat semua makhluk mengagumi bulan siapakah yang ingat kepada
matahari. Matahari rela memberikan cahaya nya untuk bulan walaupun
ia sendiri tidak bisa menikmati cahaya bulan, dilupakan jasanya dan
kehilangan kemuliaan nya sebagai pemberi cahaya agar bulan
mendapatkan kemuliaan tersebut. Ini disebut dengan Pengorbanan,
menyakitkan namun sangat layak untuk cinta.

Saat wanita jadi Phoenix yang dapat terbang tinggi jauh ke langit
bahkan di atas matahari, pria tetap selalu jadi matahari agar
Phoenix bebas untuk pergi kapan pun ia mau dan matahari tidak akan
mencegahnya.

Matahari rela melepaskan phoenix untuk pergi jauh, namun matahari


akan selalu menyimpan cinta yang membara di dalam hatinya hanya
untuk phoenix.

Matahari selalu ada untuk Phoenix kapan pun ia mau kembali walau
phoenix tidak selalu ada untuk matahari. Tidak akan ada makhluk lain
selain Phoenix yang bisa masuk ke dalam matahari dan mendapatkan
cinta nya. Ini disebut dengan Kesetiaan, walaupun ditinggal pergi
dan dikhianati namun tetap menanti dan mau memaafkan.

Pria tidak pernah menyesal menjadi matahari bagi wanita.

Inilah Cinta
March 27th, 2007 posted by support
Add comments

Para penumpang bus memandang penuh simpati ketika wanita muda berpenampilan
menarik dan bertongkat putih itu dengan hati-hati menaiki tangga. Dia membayar sopir
bus lalu, dengan tangan meraba-raba kursi, dia berjalan menyusuri lorong sampai
menemukan kursi yang tadi dikatakan kosong oleh si sopir. kemudian ia duduk,
meletakkan tasnya dipangkuannya dan menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.
Setahun sudah lewat sejak Susan, 34, menjadi buta. Gara-gara salah diagnosa dia
kehilangan penglihatannya dan terlempar kedunia yang gelap gulita, penuh amarah,
frustrasi dan rasa kasihan pada diri sendiri.

Sebagai wanita yang independen, Susan merasa terkutuk oleh nasib mengerikan yang
membuatnya kehilangan kemampuan, merasa tak berdaya dan menjadi beban bagi semua
orang disekelilingnya. “Bagaimana mungkin ini bisa terjadi padaku?” dia bertanya-tanya,
hatinya mengeras karena marah. Tetapi, betapapun seringnya ia menangis atau
menggerutu atau berdoa, dia mengerti kenyataan yang menyakitkan itu penglihatannya
takkan pernah pulih lagi.

Depresi mematahkan semangat Susan yang tadinya selalu optimis. Mengisi waktu
seharian kini merupakan perjuangan berat yang menguras tenaga dan membuatnya
frustrasi. Dia menjadi sangat bergantung pada Mark, suaminya. Mark seorang perwira
Angkatan Udara. Dia mencintai Susan dengan tulus.

Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia melihat bagaimana Susan tenggelam
dalam keputusasaan. Mark bertekad untuk membantunya menemukan kembali kekuatan
dan rasa percaya diri yang dibutuhkan Susan untuk menjadi mandiri lagi. Latar belakang
mi
liter Mark membuatnya terlatih untuk menghadapi berbagai situasi darurat, tetapi dia
tahu, ini adalah pertempuran yang paling sulit yang pernah dihadapinya.

Akhirnya Susan merasa siap bekerja lagi. Tetapi, bagaimana dia akan bisa ke kantornya?
Dulu Susan biasa naik bus, tetapi sekarang terlalu takut untuk pergi ke kota sendirian.
Mark menawarkan untuk mengantarkannya setiap hari, meskipun tempat kerja mereka
terletak dipinggir kota yang berseberangan.

Mula - mula, kesepakatan itu membuat Susan nyaman dan Mark puas karena bisa
melindungi istrinya yang buta, yang tidak yakin akan bisa melakukan hal-hal paling
sederhana sekalipun. Tetapi, Mark segera menyadari bahwa pengaturan itu keliru
membuat mereka terburu-buru, dan terlalu mahal. Susan harus belajar naik bus lagi, Mark
menyimpulkan dalam hati. tetapi, baru berpikir untuk menyampaikan rencana itu kepada
Susan telah membuatnya merasa tidak enak.

Susan masih sangat rapuh, masih sangat marah. Bagaimana reaksinya nanti? Persis
seperti dugaan Mark, Susan ngeri mendengar gagasan untuk naik bus lagi. “Aku buta!”
tujasnya dengan pahit. “Bagaimana aku bisa tahu kemana aku pergi? Aku merasa kau
akan meninggalkanku” Mark sedih mendengar kata-kata itu, tetapi ia tahu apa yang harus
dilakukan. Dia berjanji bahwa setiap pagi dan sore, ia akan naik bus bersama Susan,
selama masih diperlukan, sampai Susan hafal dan bisa pergi sendiri. Dan itulah yang
terjadi. Selama 2 minggu penuh Mark, menggunakan
seragam militer lengkap, mengawal Susan ke dan dari tempat kerja, setiap hari. Dia
mengajari Susan bagimana menggantungkan diri pada indranya yang lain, terutama
pendengarannya, untuk menemukan dimana ia berada dan bagaimana beradaptasi dengan
lingkungan yang baru.
Dia menolong Susan berkenalan dan berkawan dengan sopir-sopir bus dan menyisakan 1
kursi kosong untuknya. Dia membuat Susan tertawa, bahkan pada hari-hari yang tidak
terlalu menyenangkan ketika Susan tersandung dari bus, atau menjatuhkan tasnya yang
penuh berkas di lorong bus. Setiap pagi mereka berangkat bersama-sama, setelah itu
Mark akan naik taksi ke kantornya.

Meskipun pengaturan itu lebih mahal dan melelahkan daripada yang pertama, Mark yakin
bahwa hanya soal waktu sebelum Susan mampu naik bus tanpa dikawal. Mark percaya
kepadanya, percaya kepada Susan yang dulu dikenalnya sebelum wanita itu kehilangan
penglihatannya, wanita yang tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak
akan pernah menyerah.

Akhirnya, Susan memutuskan bahwa dia siap untuk melakukan perjalanan itu seorang
diri. Tibalah hari senin. Sebelum berangkat, Susan memeluk Mark yang pernah menjadi
kawannya 1 bus dan sahabatnya yang terbaik. Matanya berkaca-kaca, penuh air mata
syukur karena kesetiaan, kesabaran dan cinta Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah.
Untuk pertama kalinya mereka pergi kearah yang berlawanan. Senin, Selasa, Rabu,
Kamis … Setiap hari dijalaninya dengan
sempurna.

Belum pernah Susan merasa sepuas itu. Dia berhasil ! Dia mampu berangkat kerja tanpa
dikawal. Pada hari Jum’at pagi, seperti biasa Susan naik bus ke tempat kerja. Ketika dia
membayar
ongkos bus sebelum turun, sopir bus itu berkata :”wah, aku iri padamu”. Susan tidak
yakin apakah sopir itu bicara kepadanya atau tidak. Lagipula, siapa yang bisa iri pada
seorang wanita buta yang sepanjang tahun lalu berusaha menemukan keberanian untk
menjalani hidup?

Dengan penasaran, dia berkata kepada sopir, “Kenapa kau bilang kau iri kepadaku?”
Sopir itu menjawab, “Kau pasti senang selalu dilindungi dan dijagai seperti itu”. Susan
tidak mengerti apa maksud sopir itu. Sekali lagi dia bertanya.”Apa maksudmu?” Kau
tahu minggu kemarin, setiap pagi ada seorang pria tampan berseragam militer berdiri di
sudut jalan dan mengawasimu waktu kau turun dari bus. Dia memastikan bahwa kau
menyeberang dengan selamat dan dia mengawasimu terus sampai kau masuk ke
kantormu. Setelah itu dia meniupkan ciuman, memberi hormat ala militer, lalu pergi. Kau
wanita yang beruntung”. kata sopir itu.

Air mata bahagia membasahi pipi Susan. Karena meskipun secara fisik tidak dapat
melihat Mark, dia selalu bisa memastikan kehadirannya. Dia beruntung, sangat
beruntung, karena Mark memberikannya hadiah yang jauh lebih berharga daripada
penglihatan, hadiah yang tak perlu dilihatnya dengan matanya untuk meyakinkan diri,
hadiah cinta yang bisa menjadi penerang dimanapun ada kegelapan.

Inspirational Letter
April 20th, 2007 posted by support
Add comments
Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong
sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.

Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan


yang baik.

Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang
mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb. Selain memperbaiki sepeda tsb,
si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain
menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil
sepedanya, si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya.

Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit
saja

Seorang anak berkata kepada ibunya: “Ibu hari ini sangat cantik.
Ibu menjawab: “Mengapa?
Anak menjawab: “Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah.

Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah.


Temannya berkata: “Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap
akan tumbuh dengan subur.
Petani menjawab: “Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina
anakku.

Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.

Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya: “Jika sebuah bola jatuh ke dalam
rerumputan, bagaimana cara mencarinya?

Ada yang menjawab: “Cari mulai dari bagian tengah.” Ada pula yang menjawab: “Cari di
rerumputan yang cekung ke dalam.” Dan ada yang menjawab: “Cari di rumput yang
paling tinggi. Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat: “Setapak demi setapak cari
dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana .

Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan segala sesuatunya
setahap demi setahap secara berurutan, jangan meloncat-loncat.

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan:
“Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku.”
Katak di pinggir jalan menjawab: “Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah.”
Beberapa hari kemudian katak “sawah” menjenguk katak “pinggir jalan” dan menemukan
bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.
Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat,
sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya:
“Mengapa engkau begitu santai?”
Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.”

Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan
memiliki secukupnya saja

Karya Jangan Dihambat Usia


May 6th, 2007 posted by support
Add comments

Pembaca, sebenarnya tidak ada kata terlalu muda ataupun terlalu tua untuk mencapai apa
yang ingin Anda raih.

Cobalah pertimbangkan kehidupan orang-orang ini: George Burns memperoleh piala


Oscar ketika usianya sudah mencapai 80 tahun, Golda Meir menjadi Perdana Menteri
Israel pada usia 71 tahun, Mozart baru berusia 7 tahun ketika komposisinya diterbitkan
untuk pertama kali, Moses mulai melukis ketika dia berusia 80 tahun.

Dia telah menyelesaikan lebih dari 1.500 buah lukisan selama hidupnya, dan 25% dari
lukisannya diselesaikan ketika dia berusia 100
tahun, Benyamin Franklin menerbitkan surat kabar ketika dia berusia 16 tahun, dan dia
membantu menyusun kerangka UUD Amerika Serikat ketika dia berusia 81 tahun.

Michaelangelo berusia 71 tahun ketika dia mengukir Basilika St.Petrus, S.I. Hayakawa
pensiun dari jabatannya sebagai rektor
Universitas San Fransisco ketika berusia 70 tahun, dan kemudian terpilih sebagai
angggota Senat, Casey Stengel tidak ingin pensiun dari jabatannya sebagai manajer N-Y
Mats hingga dia mencapai usia 75 tahun.

Demikianlah soal usia, semuanya adalah soal persepsi. Sayangnya, dalam hidup ini, soal
usia ini, seringkali kita jadikan alasan.
Gagal, seringkali kita cari alasan pada soal usia. Tidak mendapat kesempatan, seringkali
pula usia yang dijadikan alasannya. Memang saat ini banyak organisasi dan perusahaan
yang membatasi usia tertentu yang dianggap masih produktif. Ini adalah bagian dari
aturan dalam perusahaan. Namun, semuanya kembali kepada diri kita sendiri.

Apakah kita menerima begitu saja aturan itu dan memberlakukannya dalam hidup kita?
Kenyataannya, kita bisa melanggar aturan usia ini dalam soal kesuksesan pribadi. Tua,
bukanlah inti masalahnya. Inti masalahnya adalah soal bagaimana kita mau belajar,
berjuang, menggali pengalaman serta membangun kebijaksaan dalam hidup.
Di usia berapa pun, kita punya kesempatan mencoba, tidak perlu menyerah dan tetap
punya peluang untuk sukses. Sukses, akhirnya, ada pada keinginan dan usaha Anda,
bukan pada usia kita.

Tak harus lemah

Siapa bilang bahwa tua harus lemah? Realita menunjukkan bahwa tua tidaklah identik
dengan lemah tak berdaya. Namun, acapkali kita mendengar bagaimana orang yang
sudah tua, menggunakan ketuaannya sebagai alasan untuk ketidakproduktifann ya, untuk
kealpaannya serta kekhilafannya.

Usia dalam kenyataannya bukanlah suatu pengambat untuk meraih yang lebih tinggi.
Usia pun bukan kendala dalam hal karier dan kerja. Malahan, rambut putih adalah simbol
kebijaksanaan dan pengalaman yang sangat berharga.

Orang Jepang sangat menghargai senioritas. Jabatan tertentu di perusahaan Jepang


kadang disediakan hanya bagi mereka yang diprediksi telah berambut putih, lambang
kematangan.

Mereka percaya bahwa pengalaman akan membuat orang menjadi dewasa. Ada
tunjangan khusus bagi yang lama bekerja. Loyalitas dan usia, dihargai oleh mereka.

Celakanya, tidak semua orang tua menjadi matang. Banyak orang yang tua secara usia,
namun secara mental, masih terbelakang. Orang ini tua secara badaniah namun sayang,
kearifan serta kematangan tidak menyertainya. Tak heran jika ada pepatah, banyak orang
menjadi tua tanpa pernah menjadi dewasa. Masalahnya, ketuaan tidaklah selalu
samadengan kematangan. Nah, bagaimana membangun jiwa yang terus-menerus muda?

Always have fun

Laughter is the best medicine. Mungkin humor dan gembira, tidaklah lantas membuat
penyakit dan permasalahan kita lenyap total. Tetapi dengan melihat hidup dari sisi yang
ceria, hidup terasa menjadi lebih nikmat.

Lagipula, masalah hidup tidak pernah akan selesai. Ibarat gelombang, setelah surut, akan
muncul pasang yang lain. Tetapi hati yang gembira adalah ibarat selancar yang membuat
kita dapat menjalani segala pasang surut lautan kehidupan dengan rasa damai.

Itulah sebabnya mereka yang berusia panjang, cenderung memiliki rasa humor yang baik
dalam hidupnya.

Hidup kini dan di sini

Kehidupan bukanlah melulu soal usia. Bruce Lee membuktikan bahwa meskipun
hidupnya pendek, namun dia dikenang dengan kontribusinya yang luar biasa bagi martial
arts, seni bela diri.
Itu sebabnya asalah satu rahasia awat muda yang lain adalah menikmati hidup kini dan di
sini. Kuncinya terletak pada kerelaan kita
melepaskan masa lampau serta tidak terlalu banyak khawatir akan masa depan. Seperti
kata Bruce Lee, “Yang penting bukanlah seberapa panjang Anda hidup. Tetapi
bagaimana Anda hidup itulah yang penting”. Nikmatilah tarikan napas Anda sekarang,
itulah realita terpenting saat ini.

Fisik dan mental

Jangan membiarkan pikiran ataupun fisik menjadi terlalu lama beristirahat dan diam.
Janganlah fisik kita, pikiran yang terlalu
lama didiamkan pun akhirnya akan melemah.

Konon, sumber penurunan daya otak yang terpenting adalah karena membiarkan otak kita
tidak bekerja sama sekali, atropi. Fisik kita pun mestinya senantiasa bergerak pula. Para
dokter dan paramedis tahu, jika fisik dibiarkan terlalu lama di suatu tempat tanpa
bergerak maka akan mulai muncul borok di badan.

Kenyataan pula, mereka yang berusia panjang ternyata masih memiliki kesibukan dan
masih menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan di usianya yang telah menjelang
Maghrib.

Jadi, benarlah kata iklan yang berbau motivasi, “Menjadi tua itu pasti. Tetapi, menjadi
muda itu soal pilihan”.

Sumber: Karya Jangan Dihambat Usia oleh Anthony Dio Martin, Psikolog, penulis buku
best seller EQ Motivator, dan Managing Director HR Excellency

Perjalanan Seorang Pahlawan


May 8th, 2007 posted by support
Add comments

Bila Anda pernah melahap cerita-cerita hikayat atau mitos — baik dari dunia Timur
seperti kisah Pandawa Lima dari Mahabharata, dari dunia Barat seperti mitos Hercules
atau Odysseus, dari dunia dongeng seperti kisah Snow White dan Cinderella, dari dunia
silat seperti kisah Kwee Ceng atau Thio Bu-ki, atau kisah dari dunia antar galaksi seperti
Luke Skywalker dalam Star Wars, atau dongeng masa kini seperti kisah Frodo dalam
Lord of the Rings dan Harry Potter — Anda akan menemukan sebuah benang merah dari
cerita-cerita tersebut. Kesamaan tersebut terletak pada jalan hidup para pahlawan-
pahlawan yang oleh ahli mitologi Joseph Campbell disebut Hero’s Journey.

Jalan hidup para pahlawan tersebut, menurut Campbell, selalu melewati 6 tahap penting:
innocence, the call, initiation, allies, breakthrough, dan celebration. Pada tahap
innocence, mereka adalah orang biasa. Kemudian mereka tiba-tiba mendapatkan
panggilan hidup (the call) yang tidak bisa ditolak. Panggilan tersebut mengharuskan
mereka melewati cobaan-cobaan berat (initiation). Untuk melewati cobaan tersebut,
mereka sering dibantu beberapa teman-teman setia (allies) yang akhirnya membawa
mereka mencapai terobosan (breakthrough) dan keberhasilan (celebration).

Keenam tahap tersebut bisa juga dianalogikan dengan perjalanan hidup manusia, mulai
dari keberadaan di dalam rahim ibu (innocence), kelahiran (the call), kerentanan sebagai
seorang bayi (initiation), keberadaan orang tua sebagai pelindung (allies), belajar mandiri
(breakthrough), dan menjadi mandiri (celebration). Tahap tersebut kemudian berulang
lagi ketika kita menginjak usia remaja, dewasa, paro baya, dan usia senja.

Kisah para pahlawan tersebut memang kisah fiktif, tetapi kisah mereka adalah kisah kita
semua. Kita mengidolakan mereka karena di alam bawah sadar, kita bisa
mengidentifikasikan kisah-kisah mereka dengan pergelutan kita sendiri. Dan tentu saja
kisah para pahlawan tersebut juga merupakan kisah para inovator dan wiraswasta. Untuk
berhasil, tidak ada jalan pintas. Jangan pernah percaya akan janji-janji yang bisa
menawarkan Anda kesuksesan dengan cepat tanpa cucuran keringat (dan sering keringat
tersebut adalah keringat dingin). Semua kisah sukses harus melewati tahapan-tahapan
tersebut yang jelas tidak semuanya memberikan kegembiraan.

Dalam dunia inovasi dan kewiraswastaan, tahap innocence bisa diibaratkan dengan
kehidupan kita yang sebelumnya tenang-tenang saja mengikuti arus. Tiba-tiba sebuah ide
cemerlang atau krisis datang, yang juga sekaligus menandai kedatangan fase the call. Ide
atau krisis tersebut hadir sedemikian kuatnya sehingga kita terpaksa bertindak. Namun
kita ternyata menghadapi banyak halangan dan cobaan. Ide yang kita anggap bagus,
ketika coba dijual ke orang lain, ternyata hanya disambut dengan cibiran atau sikap masa
bodo. Itulah tanda-tanda bahwa kita telah masuk ke tahap initiation. Tahap ini sangat
berbahaya karena banyaknya calon pahlawan yang kembali menjadi orang biasa karena
tidak berhasil melewati fase ini. Di sinilah dibutuhkan allies untuk membantu kita.
Sukses tidak bisa datang dengan berjuang seorang diri. Snow White membutuhkan tujuh
kurcaci, Frodo membutuhkan Sam dan kelompok yang dipimpin penyihir Gandalf, dan
Kwee Ceng membutuhkan Oey Yong. Anda juga harus mencari para pendukung setia
Anda. Tanpa itu, perjalanan berat tersebut mungkin tidak bisa Anda lalui.

Jika Anda berhasil menemukan allies, dengan bantuan mereka, Anda baru bisa mencapai
fase breakthrough. Ide atau inovasi Anda mulai diterima, walau belum secara luas. Tetapi
dengan ketabahan dan strategi yang benar, ide Anda akan semakin diterima sehingga bisa
mencapai tingkatan terakhir, celebration.

Untuk perusahaan, perjalanan yang sama dalam memperkenalkan produk baru ke pasaran
juga harus melewati siklus serupa. Inovasi baru belum tentu diterima pasar dengan tangan
terbuka. Tahap inisiasi dalam bentuk the chasm-nya Gordon Moore selalu penuh dengan
jebakan (baca juga: Inovasi, Lewatilah Jurang Ini!). Untuk melewati jebakan tersebut,
perusahaan harus menjalin aliansi dan kerja sama dengan pihak-pihak luar untuk
mempercepat penetrasi produknya. Aliansi tersebut juga bisa melibatkan para calon
konsumen dengan melibatkan mereka dalam proses pengembangan produk baru,
misalnya melalui prototyping atau mengundang para lead users. Setelah aliansi terjalin,
dan diiringi dengan strategi peluncuran produk baru yang benar, keberhasilan baru akan
mendekat.

Perjalanan melewati keenam tahap tersebut tentu membutuhkan waktu. Anda mungkin
tidak sabar dan ingin cepat-cepat tiba di tujuan. Tetapi itu tidak mungkin. Karena itu,
berusahalah melewati setiap tahap dengan gembira karena setiap tahap sebenarnya
menawarkan kita hadiah besar. Tahap innocence memberi kita kesempatan melakukan
refleksi diri. The call memberi kita motivasi untuk bergerak maju. Initiation memberi kita
pelajaran berharga, termasuk pelajaran melalui kegagalan dan cucuran air mata. Tahap ini
juga sering memaksa kita mendefinisi ulang hidup dan prioritas kita. Allies memberikan
kita dukungan untuk terus maju dan membantu kita melihat masalah melalui perspektif
yang berbeda. Breakthrough membawa kita ke dunia dan pengalaman baru. Dan tahap
terakhir celebration memberi kita kepuasan jiwa dan kegembiraan. Setelah itu, Anda akan
masuk lagi ke tahap innocence yang memungkinkan Anda menyaring pelajaran dari
perjalanan terdahulu untuk membantu perjalanan Anda yang berikutnya.

Karena itu, ketika Anda bercermin, lihatlah diri seorang pahlawan dalam cermin tersebut.
Jalan hidup para pahlawan adalah jalan hidup Anda juga. Jalanilah hidup seperti mereka.
Maju terus tetapi jangan pernah mengharapkan perjalanan yang mulus. Perjalanan penuh
rintangan adalah ujian buat Anda agar semakin kuat dan dewasa. Jangan takut juga
menempuh jalan yang jarang ditempuh orang lain. Para inovator selalu menempuh jalan
yang jarang dilewati orang lain. Camkanlah selalu kata-kata indah dalam puisi terkenal
Robert Fross, The Road Less Taken:

HIDUP SEHAT ALAMI


May 9th, 2007 posted by support
Add comments

HIDUP SEHAT ALAMI


Dr. Tan Tjiauw Liat
Oleh: Emma Madjid
(Majalah Nirmala, April-2007)

KITA boleh iri melihat sosok Dr Tan Tjiauw Liat. Bukan hanya fisiknya yang segar,
sehat, dan lincah (tinggi 167 cm/berat 59 kg) tapi daya ingatnya juga luar biasa. Selama
wawancara dua setengah jam, ia membuka lebih dari 10 buku, di antaranya How To Use
Glutamine to Strengthen the Immune System, Improve Muscle Mass & Heal the
Digestive Tract, The Anti-aging Zone, dan Water Cures: Drugs Kill untuk menunjukkan
latar belakang pendapatnya. Buku-buku tersebut hanya sebagian kecil dari koleksi
buku yang berjajar rapi di dalam lemari bukunya.

Saya benar-benar kagum pada dokter berusia 76 tahun itu. la bukan hanya ingat warna
cover buku, judul, atau tempat buku itu disimpan, melainkan hafal di luar kepala isi
buku-buku itu. Mulai dari alinea, kalimat, yang sudah diberi dua garis dengan tinta
merah, sampai kata per kata!. Luar biasa….
Buku-buku, jurnal-jurnal kesehatan, newsletter, baginya merupakan harta yang tak terni-
lai. Ketika banjir melanda Jakarta tahun 2002, rumahnya di bilangan Pluit tak luput dari
bencana. Anak-anaknya khusus menyewa truk dan jukung untuk mengevakuasinya,
namun Dr Tan tetap bertahan hanya mengungsi ke rumah tetangganya. la enggan
beranjak dari rumahnya. “Lantaran buku-buku saya masih di dalam,” katanya. la hanya
minta dibawakan sayuran mentah sebagai menu makannya.

Senjatanya: tomat dan mentimun

Pukul 15.00 saat mewawancarai Dr Tan di tempat praktiknya di Pluit, tampak beberapa
pasien yang mengalami stroke mulai berdatangan. Beberapa pasien harus dipapah atau
didorong di kursi roda, untuk sampai ke ruang praktik. Pria berkacamata yang sore itu
mengenakan kemeja putih lengan pendek itu langsung berdiri dan membuka pintu kamar
praktiknya.
Dengan suara yang nyaring yang merupakan ciri khasnya, ia menyapa para pasien dan
memperkenalkan mereka kepada saya.

“Ini pasien saya yang sudah berumur 100 tahun. Nah, bapak yang itu tadinya stroke berat,
sekarang sudah bisa jalan. Pasien yang duduk dikursi roda itu otaknya sudah dibedah di
rumah sakit. Waktu datang tidak berdaya sama sekali, tetapi setelah saya anjurkan makan
tomat dan mentimun, kondisinya jauh lebih baik,” ujarnya sambil menunjuk ke arah
pasien-pasien yang dimaksud. Mereka tampak ceria, dan mengatakan bahwa gairah
hidupnya kembali setelah dirawat dengan penuh kasih sayang oleh Dr Tan.

Dulu ‘kapal keruk’

Dokter Tan mengaku kesadaran akan pentingnya hidup sehat, tumbuh sejak lima tahun
terakhir ini. “Sedari kecil saya doyan makan. Kalau sedang ada perayaan Cap Go Meh,
Nenek menyediakan berbagai macam makanan enak. Tentu saja saya ’sikat’ sampai perut
saya keras kekenyangan,” tuturnya.

Kebiasaan makan enak itu terus berlanjut sampai ia bersekolah di Jakarta. “Waktu itu
saya indekos di Jalan Raden Saleh. Dalam waktu 3 bulan, berat badan saya bertambah 13
kg,” katanya. Sampai ia berkeluarga, ia belum bisa mengerem kebiasaannya itu. “Saya
sering makan di hotel berbintang lima yang memberi diskon 50% untuk paket makan
sepuasnya (all you can eat) Saya pikir, kapan lagi bisa makan enak dengan harga murah?
Di sana saya bisa ngopi dan makan sepuasnya,” tutur Dr Tan mengenang kebiasaannya
ketika ia berusia 60 tahun.

Bukan Dr Tan namanya jika berbicara tanpa data. Dari lacinya, ia mengeluarkan
selembar foto diri saat bobotnya 80 kg. Penampilannya sama sekali berbeda dengan
sosok yang berada di depan saya!

Namun setelah itu badannya mulai terasa tidak nyaman. Pada waktu berjalan, misalnya,
dadanya terasa sesak. “Padahal saya rajin mengukur tekanan darah, dan hasilnya normal,
120/80,” katanya.
Pada satu kesempatan berkunjung ke Australia menengok seorang anaknya yang
bersekolah di sana, ia mendatangi seorang dokter. Dari pemeriksaan yang dilakukan oleh
dokter itu, diketahui tekanan darahnya melesat sampai 180. “Dokter menyuruh saya
minum obat. Tetapi saya bilang, NO!. Saya katakan kepadanya, saya akan kembali tiga
bulan lagi, dan saya pasti sudah sembuh,” ujarnya.

Pulang dari dokter, ia langsung ngeloyor ke toko buku mencari buku kesehatan. “Saya
tidak mau sakit, saya ingin panjang umur. Nah, sejak itu saya gandrung membaca buku-
buku mengenai kesehatan,” katanya.

Sekolah di Internet

Latar belakang pendidikannya sebagai dokter lulusan FKUI tahun 1958 dan spesialis
radiologi sangat mendukung keinginannya untuk menemukan kunci hidup sehat.
Penguasaannya terhadap bahasa Inggris, Belanda, dan Mandarin secara aktif
memudahkannya membaca dan menyerap ilmu kesehatan dari berbagai sumber.

“Sampai sekarang saya masih belajar dan terus belajar. Sekolah saya Internet. Media
cybernet atau penjelajahan situs-situs Internet yang dapat dipertanggungjawabkan,
semakin memperluas wasasan saya,” ujarnya sambil menyebut situs favoritnya:
www.mercola.com.

Hampir setiap hari ia duduk di depan laptop-nya dari pukul 23.30 sampai pukul 05.00,
mencari berita kesehatan yang aktual. Dengan demikian, ia tidak pernah ketinggalan
informasi. Sebelum duduk di depan laptop, ia selalu melakukan meditasi terlebih dahulu
dengan bantuan CD yang berisi suara gemercik air hujan. “CD tersebut dipakai untuk
meningkatkan kemampuan fokus. Sudah setahun lebih saya menggunakan CD untuk
meditasi,” ujarnya. Gadget IT milik orang kantoran masa kini adalah mainannya di usia
kepala tujuh. la mahir mengoperasikan komputer dengan segala programnya, merekam
dengan USB, sms dijawab melalui PDA-nya dengan kecepatan
anak muda, mengirim faksimili pun dilakukannya sendiri.

Ada apa dengan tomat dan mentimun?

Hasil bacaan dan penelusuran di alam maya itulah yang menelurkan gaya hidup dan pola
makan yang diterapkannya sekarang.

“Unsur genetika spesies manusia yang dibawa DNA-nya pada kenyataannya tidak pernah
berubah sejak zaman purba hingga kini; bahkan di masa mendatang,” katanya. Yang
berbeda adalah yang ada di sekeliling kita, sebagai hasil dari kecerdasan manusia dan
olah teknologi. Ini yang mempengaruhi cara hidup manusia dan cara mengelola hidup
termasuk makanannya,
serta bagaimana tubuh bereaksi terhadap apa yang dikonsumsi.

Gen (pembawa sifat keturunan yang terdapat pada inti sel) adalah rangkaian gugusan
DNA yang tidak mungkin mengalami perubahan dalam waktu singkat. Perubahan pada
struktur gen membutuhkan waktu ribuan tahun lamanya
akibat paparan (ter-expose) oleh lingkungan yang juga telah berubah dalam kurun waktu
sekian lama.

Banyak bukti antropologis (bukan hanya dari sisi medis) yang menjelaskan bahwa
penyakit yang muncul saat ini adalah sebagai akibatpola makan, gaya hidup, dan paparan
lingkungan. Yaitu karena manusia sudah jauh melenceng ke luar dari rel sebagaimana
alam.

Hidup di zaman sekarang tidak bisa terlepas dari polusi, dan kepungan penyakit yang
membuat kita mudah sakit. Bagaimana mengantisipasinya?
“Pertama insulin harus dikontrol, dan yang kedua pola makan kita harus mengikuti pola
makan manusia purba. Manusia purba tidak mengenal api, apalagi kompor dan
microwave. Segala sesuatu dikonsumsi secara mentah (raw) dan segar (fresh). Dengan
asupan serupa ini tidak heran tubuh akan jauh lebih tahan terhadap segala sesuatu,”
tuturnya.

Lalu, untuk apa ada restoran? “Restoran itu suatu kebudayaan (civilitation). Itu bukan
untuk kesehatan kita. Jika untuk kesehatan,
kita harus balik ke DNA kita. Kita hanya makan dedaunan atau sayuran mentah. Tidak
ada cara lain. Kalau tidak demikian, pasien saya pasti gagal semua….,” katanya dengan
lantang.

Sayur mentah satu baskom

Dokter Tan, tidak hanya cuap-cuap memberi nasihat kepada pasien-pasiennya agar
mengkonsumsi sayuran mentah untuk mengobati stroke yang mereka derita, tetapi dalam
keseharian ia benar-benar mempraktikannya dengan disiplin. “Pukul 6 pagi saya makan
buah. Buah yang ada dalam simpanan saya. Kalau ada apel ya itu saja yang dimakan, tapi
bukan buah manis tinggi fruktosa seperti pepaya, pisang atau mangga ranum,” katanya.

Menurutnya, dari tengah malam sampai jam 12.00 terjadi siklus pembuangan, sebaiknya
perut tidak diisi dengan makanan berat. “Siang hari saya makan sayur mentah.
Banyaknya satu baskom (mangkuk besar) yang ditambah jahe, kunyit, masing-masing
ukuran satu jari, dan satu siung bawang putih. Semua bahan itu dimasukkan ke dalam
juice-extractor- bukan blender atau juicer biasa. juice extractor ini mempunyai putaran
mesin hanya 30 rpm sehingga tidak menimbulkan panas di atas 30 derajat Celsius, dan
ekstraksi mineral terjamin sempurna. Selain itu saya juga makan satu kuning telur mentah
organik yang jelas bebas bakteri,” katanya. Siang itu sayur yang memenuhi baskomnya
terdiri dari brokoli, selada, paprika kuning, tomat, dan mentimun yang dipotong-potong.
la adalah pelaku raw-food yang setia dan mengerti betul dasar latar belakang mengapa
makanan
yang disantap harus raw alias mentah. Bahan makanan dari tanaman yang memungkinkan
dimakan mentah dan enzim (katepsin) yang terkandung dalam sayuran mentah itulah
yang menghancurkan diri sendiri (self destruct) agar komponennya dapat diserap
pencernaan kita sebagai sumber gizi. Sedangkan sayuran lain yang biasanya perlu
dimasak (misalkan kangkung,
bayam, kailan, caisim, diambil ekstraknya melalui juice extractor.

Makan sayur mentah saja, apakah tidak lapar? “Tentu saja tidak, karena komposisi
sayuran saya bermacam-macam, kondisi ini menjamin” plant-based food” tetap prima
sebagai sumber kalori dan energi. Masih ditambah bawang bombai, aneka sprouts (se-
jenis taoge). Kalau masih lapar saya menggado tomat dan mentimun,” katanya.

Masih makan kedondong

Dengan berbagai pengetahuan yang dimilikinya kini Dr Tan sangat hati-hati


mengkonsumsi makanan maupun minuman. la tidak lagi minum kopi kendati dulu
disukainya. “Kalau orang setua saya minum kopi sekali, berarti terbentuk kortisol dalam
waktu 24 jam. Kortisol akan bertumpuk jika kita terus mengkonsumsi kopi. Jika sudah
demikian, segala macam penyakit akan datang. Misalnya, kita jadi pikun,” katanya.

Air putih adalah minuman terbaik, karena dapat menggelontor lemak-lemak tubuh.
Seberapa banyak kita minum air putih per hari? “Ukurannya yaitu sampai urine kita tidak
berwarna. Urine yang sehat adalah yang bening seperti air ledeng, tidak boleh berwarna,”
katanya.

la juga mengingatkan bahwa kita harus waspada terhadap bahaya gula.

“Batasi makanan yang mengandung gula seperti beras, terigu, kentang, umbi-umbian,
serta wortel (yang dimasak sebagai sup atau dijus). Wortel yang dijus akan menjadi air
gula. Artinya kalau kita minum jus wortel sama dengan kita minum air gula. Segala buah
yang manis juga mengandung gula. Pemanis dalam bentuk artifisial, seperti aspartam,
sakarin, lebih berbahaya daripada gula,” katanya.

Jika demikian, buah apa yang baik? Ditanya demikian ia tersenyum. “Buah yang baik
adalah alpukat dan kedondong. Gigi saya sudah habis. Agar saya bisa makan sayur
mentah, kedondong, mangga muda, dan pepaya muda, semua gigi sudah diganti dengan
teknologi implant. Bukan karena keropos, tapi kebanyakan karena kecelakaan di masa
lalu, zaman masih menunggang
scooter. Oh ya, mangga muda, pepaya muda (bukan yang sudah ranum dengan tinggi
kadar fruktosanya) baik dimakan,” sambungnya.

Menularkan pola hidup sehat

Dengan mengubah pola makannya, Dr Tan merasa badannya nyaman dan lebih energik.
Bobot tubuhnya pun proporsional dengan tingginya. la berhasil menurunkan berat
badannya 21 kg dari berat semula 80 kg. Bukan hanya itu, daya ingatnya pun semakin
tajam. “Waktu kuliah dulu, kalau ada teman yang menyebut suatu masalah, saya
langsung ingat masalah itu dibahas di
buku apa, halaman berapa. Nah, di usia saya sekarang ini, daya ingat saya kembali seperti
itu.
Temuan-temuan ini ditularkan kepada pasien-pasiennya.

“Mereka saya anjurkan makan tomat dan mentimun. Saya perhatikan, hanya dalam waktu
tiga hari atau seminggu, kondisi kesehatan mereka mengalami kemajuan. Mengapa?
Karena sayuran mentah adalah makanan yang sesuai dengan DNA kita,” katanya.

Kepada pasien-pasiennya, Dr Tan tidak pernah memberi obat-obatan kimia. Bilamana


perlu ia hanya memberikan satu suntikan untuk memperlebar pembuluh darah.
“Pembuluh darah pasien stroke sering bermasalah,”demikian
alasannya. Di samping itu, ia juga mengaplikasikan teknik meridian melalui titik-titik
akupuntur. Ilmu tersebut dipelajarinya antara lain dari sebuah buku keluaran Bayer dan
banyak buku asli tentang meridian dan akupuntur dari bahasa dan sumber aslinya yaitu
bahasa Mandarin. Bahasa itu justru baru dikenalnya sebagai orang Tionghoa ketika
Jepang masuk dan bahasa Belanda dilarang.

Tidak merepotkan orang lain

Sekarang ini Dr Tan masih sering ke hotel bintang lima untuk makan, tapi ia lebih cerdik.
“Saya pilih light lunch, ya murah, ya sehat. Saya bisa makan salad sesuka saya,” katanya.

la sangat yakin, apabila setiap orang mau menjaga diri dan merawat diri, ia akan
mendapatkan kesehatan yang prima, yang memperpanjang usia hidup aktif. “Dampaknya
tentu sangat positif, yang jelas kita tidak merepotkan diri sendiri di usia lanjut dan tidak
tergantung pada pasangan, anak-anak, atau orang-orang di sekitar kita. Saya mempunyai
tujuan mempertahankan hidup yang berkualitas demi kemanusiaan dengan
mempraktikkan kejujuran serta kebenaran untuk tujuan tersebut,” tuturnya.

“Sekarang saya punya konklusi yang jelas sekali, yaitu dengan mengikuti DNA - hanya
makan sayur, selanjutnya dikombinasi dengan quantum touch- pasti akan sehat seumur
hidup.”

Bagaimana dengan bermacam-macam diet yang digembar-gemborkan sekarang ini?


“Omong kosong! Ndak bisa itu! Pokoknya paling baik hanya mengkonsumsi sayuran
mentah. Yang lain dilupain aja, deh,” ujarnya. Ekstrim? Tentu begitu kesan pertamanya.
Tapi bagaimanapun, komitmen dan disiplinnya untuk sehat sangat mengagumkan. (N)

Sang Alkemi
May 11th, 2007 posted by support
Add comments

Diadaptasi dari: Hazrat Inayat Khan

Pernahkah anda mendengar istilah Alkemi? Alkemi dikenal sebagai sebuah ilmu yang
mampu mengubah besi menjadi emas. Dalam banyak kisah, beberapa orang
menganggapnya sebagai sebuah sihir belaka, tetapi yang lain percaya bahwa ilmu itu
benar-benar ada. Dan, siapa yang tak tergiur untuk bisa menguasai ilmu alkemi? Hanya
dengan kemampuan alkemi, ia bisa mengubah besi menjadi emas dan tentu menjadi
kaya-raya.

Alkisah, di sebuah negara di Timur ada seorang Raja yang hendak mencari orang yang
benar-benar mengerti tentang alkemi. Sudah banyak orang datang pada Raja, tetapi ketika
diuji, mereka ternyata tidak mampu mengubah besi menjadi emas.

Suatu ketika seorang menteri berkata pada Raja bahwa di sebuah desa terdapat seseorang
yang hidup sederhana dan bersahaja. Orang-orang di sana mengatakan bahwa ia
menguasai ilmu alkemi. Segera saja Raja mengirimkan utusan untuk memanggil orang
itu. Sesampainya di istana, Raja mengutarakan maksudnya ingin mempelajari ilmu
alkemi. Raja akan memberikan apa yang diminta oleh orang itu. Tetapi apa jawab orang
desa itu, “Tidak. Saya tidak mengetahui sedikit pun ilmu yang Baginda maksudkan.”

Raja berkata, “Setiap orang memberitahu aku bahwa engkau mengetahui ilmu itu.”

“Tidak, Baginda,” jawabnya bersikeras. “Baginda mendapatkan orang yang keliru.”

Raja mulai murka dan mengancam. “Dengarkan baik-baik!” kata Raja. “Bila kau tak mau
mengajariku ilmu itu, aku akan memenjarakanmu seumur hidup.”

“Apa pun yang Baginda hendak lakukan, lakukanlah. Baginda mendapatkan orang yang
keliru”

“Baiklah. Aku memberimu waktu enam minggu untuk memikirkannya. Dan, selama itu
kau akan dipenjara. Jika pada akhir minggu ke enam kau masih berkeras hati, aku akan
memenggal kepalamu.”

Akhirnya orang itu dimasukkan ke dalam penjara. Setiap pagi Raja datang ke penjara dan
bertanya, “Apakah kau telah berubah pikiran? Maukah kau mengajariku alkemi?
Kematianmu sudah dekat, berhati-hatilah. Ajari aku pengetahuan itu.”

Orang itu selalu menjawab, “Tidak Baginda. Carilah orang lain. Carilah orang lain yang
memiliki apa yang Baginda inginkan, saya
bukanlah orang yang Baginda cari.”

Setiap malam ada seorang pelayan yang melayani orang itu dalam penjara.

Pelayan itu berkata bahwa Raja mengirimnya untuk melayani orang itu sebaik-baiknya.
Pelayan itu menyapu lantai serta membersihkan ruangan penjara itu. Pelayan itu juga
selalu mengantarkan makanan dan minuman untuk orang itu, memberikan simpati
kepadanya, melakukan apa saja yang diminta oleh orang itu, dan bekerja apa saja
selayaknya seorang pelayan. Pelayan itu selalu menanyakan, “Apakah anda sakit?
Apakah ada sesuatu yang dapat saya lakukan untuk anda? Apakah anda lelah? Bolehkah
saya membersihkan tempat tidur anda? Maukah anda bila saya mengipasi anda hingga
anda tertidur, udara di sini panas sekali.” Dan, segala sesuatu yang bisa pelayan itu
lakukan, maka ia lakukan saat itu juga.

Hari terus belalu. Dan, kini tinggal satu hari lagi sebelum kepala orang itu dipenggal.
Pagi hari Raja mengunjungi dan
berkata, “Waktumu tinggal sehari.

Ini kesempatan bagimu untuk menyelamatkan nyawamu sendiri.”

Tetapi orang itu tetap saja berkata, “Tidak Baginda. Yang Baginda cari bukanlah hamba.”

Pada malam hari, sebagaimana biasa pelayan itu datang. Orang itu memanggil pelayan itu
untuk duduk dekat dirinya kemudian diletakkan tangannya di bahu pelayan itu dan
berkata, “Wahai orang yang malang. Wahai pelayan yang malang. Engkau telah berlaku
sunguh baik terhadap diriku. Kini aku akan membisikkan di telingamu sebuah kata
tentang alkemi. Sebuah kata yang akan membuatmu mampu mengubah besi menjadi
emas.”

Pelayan itu berkata, “Aku tak tahu apa yang kau maksudkan dengan alkemi.

Saya hanya ingin melayani anda. Saya sungguh sedih bahwa besok anda akan dihukum
mati. Itu sungguh mengoyak hatiku. Saya harap saya bisa memberikan jiwa saya untuk
menyelamatkan anda. Seandainya saya bisa, sungguh saya sangat bersyukur.”

Sang alkemi menjawab, “Lebih baik aku mati daripada memberikan ilmu alkemi ini
kepada orang yang tidak layak menerimanya. Ilmu yang baru saja aku berikan kepadamu
dalam simpati, dalam penghargaan, dan dalam cinta, tak akan kuberikan kepada Raja
yang akan mengambil nyawaku besok. Mengapa demikian?

Karena engkau pantas menerimanya, sedangkan Raja itu tidak.”

Esok harinya, Raja memanggil sang alkemi dan memberikan peringatan terakhir.

“Ini adalah kesempatan terakhirmu. Kau harus mengajariku ilmu alkemi, bila tidak
lehermu harus dipenggal.”

Sang alkemi menjawab, “Tidak Baginda, anda mendapatkan orang yang keliru.”

Raja pun, “Baiklah. Aku putuskan kau untuk bebas, karena kau telah memberikan alkemi
itu padaku.”

Sang alkemi keheranan, “Kepadamu? Saya tidak memberikannya pada Baginda Raja.
Saya telah memberikannya pada seorang pelayan.”

“Tahukah kau, bahwa orang yang melayanimu setiap malam adalah aku,” jawab sang
Raja.
Renungan Editor: Banyak orang menginginkan emas dalam hidupnya dengan
mempelajari alkemi. Tetapi saat ia mencapai tujuannya, bukan emas yang ia temukan,
justru ia sendiri menjadi emas itu.

Berimajinasi, bermain dan belajar


May 23rd, 2007 posted by support
Add comments

Sasha, anak saya yang pertama, punya sebuah “buku impian” yang ditulis diam2 di
kamarnya. Kemarin, saya memperoleh privilege untuk membaca buku impian nya. Dan
saya cukup kaget dengan apa yang ditulis anak saya. Isinya dahsyat. Mulai dari nama
SMP favorit (dengan tulisan besar2 dibawahnya: Diterima!), nilai yang ingin dicapai
lulus SD nanti, dengan siapa dia ingin menikah (ya, padahal dia baru 11 tahun),
keinginan punya pesawat terbang sendiri, rumah di Hollywood dan Itali, bahkan
dicantumkan juga punya uang sebesar $ 96 trilyun. Ya, dia menulis dalam dollar dan nol
dua belas. Bapak nya saja tidak berani bermimpi se-dahsyat itu. Hampir saja saya
nyletuk: “Emang kamu siapa? Paris Hilton?”

Saya jadi teringat cerita ikon internet marketing Indonesia, Anne Ahira, sewaktu
mengikuti seminar internet marketingnya beberapa waktu lalu. Ahira kecil juga adalah
pengkhayal yang hebat. Saking ingin nya keliling dunia, ia pernah menempelkan foto diri
nya di kalender yang berisi gambar2 kota dunia. Jadi waktu kecil Ahira sudah punya
“foto” dirinya didepan obyek wisata dunia, seperti misalnya di depan Golden Gate,
Menara Eiffel, dsb. Gambar-gambar tadi di fotocopy dan ditempel di dinding. Ahira kecil
ngotot, sekalipun Ibu nya mencoba meyakinkan bahwa keliling dunia hanyalah mimpi
bagi anak seorang buruh pabrik dan penjual gado-gado.

Dan belakangan, Ahira dan Ibu nya menangis terharu setelah melihat foto Ahira yang
dimuat di Kompas yang menggambarkan dia sedang di depan Golden Gate. Pose nya
sama persis dengan foto khayalan Ahira sewaktu kecil. Luar biasa. Thoughts become
Things.

Pikiran anak-anak memang sangat jernih. Saya yakin sewaktu kecil kita semua berani
bermimpi dengan segala kepolosan kita. Tanpa ada ketakutan-ketakutan apakah mimpi
kita akan menjadi nyata atau tidak. Barangkali konsep-konsep seperti: berpikir positif,
law of attractions, dsb. sebenarnya sudah diinstall oleh Tuhan di otak kita semua sejak
kita lahir. Hanya lambat laun pikiran jernih tadi hilang. Hingga saat kita dewasa,
seringkali sangat sulit untuk diinstall ulang.

Anak-anak berpikir dengan cara yang berbeda dengan kita. Ada sebuah cerita, seorang
konsultan yang sedang membantu memecahkan masalah disebuah perusahaan yang sudah
listed di bursa suatu ketika ikut menghadiri manajemen meeting untuk memecahkan
suatu masalah. Sang konsultan membuat sebuah titik di papan tulis. Dan
bertanya:”gambar apa ini?”. Seluruh anggota manajemen kompak dengan
jawaban:”sebuah titik hitam di papan tulis putih”. Sang konsultan tiga kali mengulang
pertanyaan yang sama, dan mendapat jawaban yang sama. Sang konsultan pun geleng-
geleng kepala.”Kemarin saya menanyakan pertanyaan yang sama disebuat TK, dan
mendapat 50 jawaban yg berbeda…” Ya, bagi anak-anak, titik hitam tadi dapat menjadi
mata seekor burung, bola semut, lalat nemplok, dsb. Kreatifitas para pemimpin puncak
perusahaan tadi kalah jauh dengan anak TK. Padahal kreatifitas sangat diperlukan dalam
memecahkan masalah.

Tidak heran jika Picasso sampai pernah berkata: “Every child is an artist. The challenge
is to remain an artist after you grow up”. Ya, pelan-pelan kita berubah menjadi orang
dewasa dengan meniadakan kehebatan cara berpikir anak-anak yang super kreatif itu.

Menurut pengamatan saya, anak-anak ternyata selalu menerapkan 3B yang seringkali


sudah kita lupakan:

Berimajinasi

Anak-anak adalah gudang nya imajinasi. Hari ini mereka bisa menjadi guru, besok
menjadi perawat, besok lagi menjadi pembalap, dsb. Hari ini bisa perang-perangan di
tengah hutan, besok bisa di dalam pesawat angkasa. Imajinasi ternyata sangat penting
dalam dunia pemasaran. Saya teringat cerita salah seorang teman saya yang pekerjaannya
seorang marketer. Sebelum merumuskan strategi marketing. Bahkan jauh pada saat
produk baru sedang di rumuskan, tim mereka berimajinasi. Misalnya dengan
membayangkan bahwa produk tadi adalah sesosok manusia. Berapa umurnya, apa hobby
nya, pekerjaanya, kemana kalau “hang-out”, minumnya apa, makanya apa, dst. Ini yang
kemudian menjadi bahan untuk mengembangkan materi-materi iklan. Karena sudah
memiliki imajinasi tentang “karakter” produk tadi, maka penyusunan program marketing
menjadi lebih mudah.

Buat anak-anak, tidak ada yang tidak mungkin. Imajinasi mereka spontan dan tidak
terlalu memikirkan “the how” nya. Karena bagi anak-anak semuanya mungkin terjadi.
Justru orang dewasa yang sering “menyabotase” pikiran jernih mereka dengan kata2: “ah,
mana mungkin”.Bayangkan kalau cara berimajinasi anak-anak ini kita terapkan dalam
menetapkan visi kita kedepan. Kita tidak akan diganggu dengan pikiran-pikiran negatif
“ah mana mungkin” tadi.

Bermain

Bagi anak-anak semuanya hanyalah permainan. Dengan demikian tidak ada “masalah”
bagi anak-anak. Semua hal bisa dilihat dari sisi yang menyenangkan. Lihat saja, sewaktu
bencana banjir di Jakarta yang baru lalu, anak-anak yang justru ceria bermain di tengah
banjir. Anak-anak lebih pandai melihat sisi menyenangkan dari setiap “persoalan”. Coba
kalau ini kita terapkan dalam keseharian. Betapa “persoalan” akan lebih mudah kita
hadapi. Semua menjadi permainan yang menyenangkan.
Saya dulu punya teman yang hampir putus asa karena punya banyak hutang. Saya juga
sudah bingung mau ngomong apa. Ketika saya ucapkan kata-kata:” its just a game man
…”, ternyata dia langsung bangkit kembali. Dia mendapat inspirasi bahwa bisnis yg dia
jalani toh hanyalah permainan. Bahwa skor nya saat ini minus, hanyalah skor, dan mulai
sekarang dia bisa bermain lebih bagus untuk mendapay skor yang lebih besar. Its just a
game. And its fun!

Belajar

Siapa bilang anak-anak malas belajar. Justru mereka belajar setiap waktu. Saya pernah
baca berita suatu penelitian di MIT yang menyimpulkan bahwa cara belajar anak2 itu
seperti para scientist. Mereka sangat tertarik hubungan kausalitas. Bagaimana kalau saya
melakukan ini, apa reaksi nya. Ini adalah dasar eksperimen. Dan banyak eksperimen yang
mereka lakukan. Bagaimana kalau mobil-mobilan ini ban nya dicopot? Bagaimana kalau
rambut boneka Barbie ini dipotong, dsb. Rasa ingin tahu yang besar ini, sebenarnya bisa
menjadi pendorong kesuksesan yang luar biasa jika kita pertahankan hingga dewasa.

Anak-anak belajar secara alamiah untuk menjadi lebih baik. Seorang bayi yang belajar
berjalan, setiap kali jatuh akan bangkit kembali. Berapa kali seorang anak terjatuh dari
sepeda? Apakah dia akan berhenti dan meratap. Tidak, dia akan tertawa, bangkit lagi, dan
bersepeda lebih baik. Ini adalah proses belajar yang luar biasa. Berani mencoba, berani
jatuh dan berani mengevaluasi diri, ini yang sayangnya sering hilang pada saat kita
menjadi manusia dewasa.

Jadi, kalau Anda sekarang adalah anak-anak, Anda mau menjadi siapa? Menjadi
Spiderman? Batman? Donald Trump? Atau mau jadi Paris Hilton? Selamat berimajinasi.

Sumber : Fauzi Rachmanto

I love U Mom
May 31st, 2007 posted by support
Add comments

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di
sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika
makan, ibu sering memberikan bahagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke
mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———-KEBOHONGAN
IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya
untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia
dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing,
ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup
ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel
di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu
seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan suduku dan memberikannya kepada
ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka
makan ikan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan
kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel,
dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup.
Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu
pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis.
Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu
tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, aku tidak penat” ———-KEBOHONGAN
IBU YANG KE TIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika
hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku
di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi,
menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh
yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak
dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang
dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum.
Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE
EMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan
ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan
hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa
penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik
hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun
masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu
sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras
kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta”
———-KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu
yang sudah tua sudah waktunya pencen. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke
pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk
membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang
tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya ada duit” ———-
KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

Setelah lulus dari ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk buat master dan kemudian
memperoleh gelar master di sebuah universiti ternama di Amerika berkat sebuah biasiswa
di sebuah syarikat swasta. Akhirnya aku pun bekerja di syarikat itu. Dengan gaji yang
lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika.
Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mahu menyusahkan anaknya, ia berkata
kepadaku : “Aku tak biasa tinggal negara orang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG
KE TUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di
hospital, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk
menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah
menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh
kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit
yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku
sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air
mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu
dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan” ———-
KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya


untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti
merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!” Coba dipikir-pikir
teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah
kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-
tengah aktiviti kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk
meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada
di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan
pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia
sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah
kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita
sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah
ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai
kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai
ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.

Makna Pekerjaan Anda…


June 16th, 2007 posted by support
Add comments

Beberapa waktu yang lalu saya memberikan pelatihan mengenai sikap


kerja disebuah hotel berbintang lima di Singapura. Salah satu peserta
pelatihan adalah Pak Lim, seorang pria berusia 60 tahunan yang bekerja
di hotel tersebut. Bagi saya pekerjaan sehari-hari Pak Lim sangatlah
monoton dan membosankan. Setiap hari, dengan membawa sebuah daftar,
dia mengecek engsel pintu setiap kamar hotel.

Saya akan menceritakan sedikit bagaimana tugas Pak Lim sebenarnya.


Pak Lim memulai rangkaian tugasnya dengan mengecek engsel pintu pintu
kamar 1001 dan memastikan bahwa engsel dan fungsi kunci pintu
berfungsi dengan baik. Pengecekan yang dilakukannya bukanlah
pengecekan “seadanya”, namun pengecekan yang saksama di setiap engsel
dan memastikan bahwa setiap pintu bisa dibuka-tutup tanpa masalah.

Untuk mengecek satu pintu saja, Pak Lim berulang kali membukan dan
menutup pintu tersebut hanya untuk memastikan bahwa semuanya berfungsi
dengan baik. Barulah setelah puas, dia memberi paraf pada daftar yang
dibawanya dan mengecek pintu kamar berikutnya, kamar 1002, dia
melakukan hal yang sama, begitu seterusnya. Dalam sehari, Pak Lim bisa
mengecek pintu 30 kamar.

Anda tentu bertanya, berapa hari waktu yang dibutuhkan Pak Lim untuk
mengecek pintu semua kamar di hotel itu. kurang lebih sebulan! Tidak
mengejutkan sebenarnya karena hotel berbintang lima ini memiliki
sekitar 600 kamar.

Tugas pengecekan Pak Lim dapat diibaratkan sebagai lingkaran.


setelahpintu kamar terakhir selesai dicek, Pak Lim akan kembali lagi
ke kamar pertama, kamar 1001. Rangkaian tugas ini terus berjalan
seperti itu, dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun demi tahun.
Pekerjaan semaca ini jelas merupakan pekerjaan monoton, tanpa variasi
dan membosankan! saya sendiri tidak habis pikir, bagaimana mungkin Pak
Lim masih bisa cermat dan teliti mengecek setiap engsel pintu dalam
menjalani tugas yang membosankan ini. saya membayangkan, seandainya
saya sendiri yang diminta melakukan hal semacam ini, mungkin saya akan
memeriksa setiap engsel sekedarnya saja.

Karena sangat penasaran, suatu hari saya bertanya kepada Pak Lim apa
yang sebenarnya membuatnya begitu tekun menjalani pekerjaan rutin itu.
Jawabannya sungguh diluar dugaan saya. Dia mengatakan,” James, dari
pertanyaan Anda, saya bisa menyimpulkan bahwa Anda tidak mengerti
pekerjaan saya. Pekerjaan saya bukan sekedar memeriksa engsel, tetapi
lebih dari itu. Begini. Tamu-tamu kami di hotel berbintang lima ini
jelas bukan orang sembarangan. mereka biasanya adalah Kepala Keluarga,
CEO sebuah perusahaan, Direktur atau Manajer Senior. Dan saya tahu
mereka semua jelas bertanggung jawab atas kehidupan keluarga mereka,
dan juga banyak karyawan dibawahnya yang jumlahnya mungkin 20 orang,
100 atau bahkan ribuan orang.

“Nah, kalau sesuatu yang buruk terjadi di hotel ini, misalnya saja
kebakaran dan pintu tidak bisa dibuka karena engselnya rusak, mereka
bisa meninggal didalam kamar. akibatnya bisa Anda bayangkan, pasti
sangat mengerikan, bukan hanya untuk reputasi hotel ini, tetapi juga
bagi keluarga mereka, karyawan yang berada dibawah tanggungan mereka.
Keluarga mereka akan kehilangan sosok Kepala Keluarga yang menafkahi
mereka dan karyawan mereka akan kehilangan sorang pimpinan senior yang
bisa jadi mengganggu kelancaran perusahaan. Sekarang Anda mungkin
dapat mengerti bahwa tugas saya bukan sekedar memeriksa engsel, tapi
menyelamatkan Kepala Keluarga dan Pimpinan unit bisnis sebuah
perusahaan. Jadi, jangan meremehkan tugas saya.”

Saya benar-benar terperangah mendengar penjelasan panjang lebar Pak


Lim. Dari situlah saya mengerti bahwa jika seseorang tahu benar makna
dibalik pekerjaannya, dia akan melakukan pekerjaannya dengan bangga,
dengan senang hati, dengan penuh tanggung jawab. Sebaliknya,
seandainya saja Pak Lim tidak mengerti makna pekerjaannya, dia akan
mengatakan bahwa tugasnya hanya sebagai tukang periksa engsel.

Sekarang, coba tanyakan pada diri sendiri. Apakah anda tahu benar
makna dibalik pekerjaan Anda? Katakanlah Anda adalah seorang Staff,
Kepala Bagian, Manajer unit bisnis, Kadiv, apakah Anda tahu makna
dibalik pekerjaan anda sebagai seorang Staff, Kepala Bagian , Manajer
atau Kadiv ?

Ingatlah bahwa jika seorang tahu makna pekerjaannya, dia pasti akan
melakukan pekerjaan dengan rasa bangga, dan yang terpenting, dia akan
membuat pekerjaannya penuh arti, bagi dirinya, bagi keluarganya dan
bagi perusahaannya.

Regards,
JAMES GWEE

Berfokus Pada Kelebihan Diri


June 30th, 2007 posted by support
Add comments

Berfokus Pada Kelebihan Diri


Sumber: Tak Diketahui

“Anak-anak, coba tuliskan tiga kelebihanmu, ” kata seorang guru yang hari itu menjadi
pembimbing retreat bagi anak-anak sekolah dasar.

Menit demi menit berlalu namun anak-anak itu seakan masih bingung.

Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara keras : “Ayo, tuliskan! Kalau
ngga, kertasmu saya sobek lo.” Anak-anak manis itu seketika menjadi salah tingkah.

Beberapa di antara mereka, memang tampak mulai menulis. Salah satu di antara mereka
menulis di atas kertas, “Kadang-kadang nurutin kata ibu. Kadang-kadang bantu ibu.
Kadang-kadang nyuapin adik makan.”
Penuh rasa penasaran, sang guru bertanya kepadanya : “Kenapa tulisnya kadang-kadang?
“. Dengan wajah penuh keluguan, sang bocah hanya berkata : “Emang cuma kadang-
kadang, pak guru”

Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru kemudian melanjutkan
instruksi berikutnya : “Sekarang anak-anak, coba tuliskan tiga kelemahanmu atau hal-hal
yang buruk dalam dirimu.”

Seketika ruangan kelas menjadi gaduh. Anak-anak tampak bersemangat. Salah satu dari
mereka angkat tangan dan bertanya : “Tiga saja, pak guru?”. “Ya, tiga saja!” jawab pak
guru. Anak tadi langsung menyambung : “Pak guru, jangankan tiga, sepuluh juga bisa!”.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu? Saya menangkap setidaknya
ada beberapa hal penting yang bisa kita pelajari. Salah satunya, kita sering tidak
menyadari apa kelebihan diri kita karena lingkungan dan orang di sekitar kita jauh lebih
sering mengkomunikasikan kepada kita kejelekan dan kekurangan kita.

Baru-baru ini, saya dan istri saya menyaksikan di sebuah televisi swasta pertunjukkan
seni dari para penyandang cacat. Kami benar-benar terharu. Ada orang buta yang begitu
piawai bermain piano atau kecapi. Pria tanpa lengan dan wanita muda yang tuli dapat
menari dengan begitu indahnya. “Luar biasa, dia bisa menari dengan penuh penghayatan.
Yang membuat saya heran, dia kan tuli tapi kok bisa mengikuti irama lagu dengan sangat
tepat?”, kata istri saya terkagum-kagum.

Seorang pria buta yang bernyanyi dengan nada merdu sempat berkata, “Saudaraku, saya
memiliki dua mata seperti Anda. Namun yang ada di depan saya hanyalah kegelapan. Ibu
saya mengatakan saya bisa bernyanyi, dan ia memberi saya semangat untuk bernyanyi.”

Benarlah apa yang dikatakan Alexander Graham Bell : “Setelah satu pintu tertutup, pintu
lainnya terbuka; tetapi kerap kali kita terlalu lama memandangi dan menyesali pintu yang
telah tertutup sehingga kita tidak melihat pintu yang telah dibuka untuk kita.”

Fokuskan perhatian pada kelebihan kita dan bukan kelemahan kita.

Kekuatan terbesar manusia


July 11th, 2007 posted by support
Add comments

Manusia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan mahakarya.


Kekuatan terbesar dalam diri manusia itu terdapat pada pikiran. Tetapi
kita jarang membuktikan kekuatan pikiran tersebut, sebab kita sering
terjebak dalam zona nyaman atau kebiasaan tertentu. Sehingga selamanya
tidak dapat mencari kemungkinan yang lebih baik atau perubahan nasib
yang berarti.
Oleh karena itu milikilah target yang lebih tinggi untuk merangsang
kekuatan dalam pikiran tersebut. Sebab target atau sasaran baru yang
dipikirkan itu akan menggerakkan diri kita untuk melaksanakan tindakan.
Apalagi jika diyakini target tersebut bakal tercapai, maka diri kita
akan lebih siap menghadapi tantangan yang ada.

Setelah tindakan-tindakan baru yang lebih konstruktif dikerjakan hingga


berulang-ulang, maka tanpa disadari kita sudah banyak melakukan hal-hal
penting hinga kita tiba di zona baru, dimana kita berhasil mencapai
target yang didambakan. Itulah mengapa dikatakan bahwa manusia mempunyai
potensi yang sangat besar dalam pikiran bawah sadar. Kekuatan pikiran
bawah sadar itu dapat dibangkitkan melalui 2 cara, yaitu: autosuggestion
dan visualization.

Autosuggestion

Keinginan-keinginan kita merupakan informasi penting untuk pikiran bawah


sadar. Sebab keinginan yang terekam kuat dalam pikiran bawah sadar
sangat besar dapat menjadi daya dorong yang akan menggerakkan diri kita
untuk berbuat sesuatu yang luar biasa. Keinginan yang sangat besar dan
terekam dalam pikiran bawah sadar itulah yang dinamakan autosuggestion.

Autosuggestion seharusnya dilakukan dengan penuh rasa percaya,


melibatkan emosi dalam diri, dilakukan penuh konsentrasi terhadap obyek
yang positif, dan berulang-ulang. Selanjutnya, pikiran bawah sadar
inilah yang akan mendikte gerak-gerik tubuh kita. Kekuatan yang
ditimbulkan oleh pikiran bawah sadar itu sangat dahsyat entah digunakan
untuk melakukan perbuatan buruk atau baik. Kadangkala niat untuk
melakukan sesuatu secara otomatis muncul dari pikiran bawah sadar.

Autosuggestion akan mengetuk kesadaran (heartknock) . Karena dilakukan


berulang-ulang dan rutin, suatu ketika kata-kata tersebut akan menembus
pikiran bawah sadar. Lalu pikiran bawah sadar itupun memompa semangat.
Energi itu dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan impian hidup kita.

Mungkin kegiatan autosuggestion ini akan dianggap aneh oleh orang lain.
Tetapi itulah salah satu cara untuk mengubah diri dari dalam. Biasakan
mendengar pola pikir positif dan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang
konstruktif. Jadi jangan ragu untuk melakukan budaya-budaya yang
potensial, menumbuhkan optimisme dan kreatifitas.

Ada 5 (P) petunjuk dalam melakukan autosuggestion, yaitu;

- Positive : pada saat melakukan autosuggestion, pikirkan hal-hal yang


positif saja.
- Powerful : lakukan dengan penuh keyakinan sebab dapat memberikan
kekuatan untuk berbuat sesuatu yang luar biasa.

- Precise : keinginan yang hendak dicapai harus sudah dapat


dideskripsikan, karena pikiran bawah sadar hanya bisa menyusun
berdasarkan kategori.

- Present Tense: dalam bentuk keinginan saat ini, bukan keinginan di


masa lalu atau akan datang.

- Personal : lakukan perubahan positif terhadap diri sendiri terlebih


dahulu.

Visualization

Bila kita menginginkan sesuatu maka pikiran bawah sadar akan


menggambarkan apa yang didambakan itu. Dengan cara memvisualisasikan
impian terlebih dahulu, terciptalah banyak sekali karya-karya
spektakuler di dunia ini. Marcus Aurelius Antonius, seorang kaisar
Romawi jaman dahulu mengatakan, “A man’s life is what his thought make
of it - Kehidupan manusia ialah bagaimana mereka memikirkannya. ”

Sesuatu yang selalu divisualisasikan manusia akan mudah terekam dalam


pikiran bawah sadar. Lalu muncul kekuatan pikiran tersebut, yang
berperan sebagai penghubung antara jiwa dengan tubuh. Sehingga tubuhpun
bereaksi dengan mengerahkan seluruh potensi yang sebelumnya tidak pernah
digunakan, dalam bentuk kreatifitas atau tindakan. Memvisualisasikan
impian memungkinkan seluruh impian tercapai oleh pikiran bawah sadar.

Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan potensi yang sama besar kepada
manusia. Tidak ada ruginya membayangkan betapa berpotensinya diri kita
untuk mencapai impian-impian. Berikut ini beberapa langkah dalam
memvisualisasikan impian, yaitu:

1. Mendefinisikan impian

Mendefinisikan impian artinya memberikan batasan atau standar akan


impian yang hendak dicapai. Kemudian, gambarkanlah semua impian
seolah-olah Anda sudah sepatutnya meraih impian tersebut. Meskipun
tindakan ini terkesan sederhana, tetapi dari gambaran impian itulah kita
akan mencoba berbuat sesuatu untuk melakukan perubahan dan akhirnya
dapat meraih cita-cita.

2. Menentukan target waktu


Dambakan impian itu terwujud sesuai target yang telah ditentukan, sebab
impian tanpa target waktu hanya akan menjadi mimpi sesaat. Impian dengan
target waktu akan menggerakkan kesadaran untuk tidak segan-segan
melakukan perubahan. Maka mulailah dari sekarang, Be the best, do the
best, and then let God take care the rest ?Jadilah yang terbaik, lakukan
yang terbaik, biarlah Tuhan yang menentukan. Potensi yang kita miliki
kelihatannya sangat sayang jika tidak dioptimalkan.

3. Melakukan berulang-ulang

Melakukan ulangan artinya mengkondisikan diri kita untuk lebih sering


ingat akan impian kita. Jika sering ingat, maka perlahan-lahan impian
itu akan tertanam di alam pikiran bawah sadar. Bila pesan sudah diterima
oleh SCM (sub-conscience mind), maka dia akan menggerakkan diri kita
untuk menciptakan keputusan atau menjadikan kita lebih kreatif.

Jika impian lebih sering diimajinasikan ternyata dapat melipatgandakan


kekuatan dari pikiran bawah sadar. Imajinasi yang diulang-ulang ini akan
secara tidak langsung merangsang ilusi akan kenyataan yang luar biasa
tentang potensi kita sebagai umat manusia. Sehingga diri kita akan
berusaha keras mencapai impian yang

divisualisasikan. Begitulah seterusnya kekuatan pikiran bawah sadar


bekerja dan dibangkitkan, hingga perubahan besar terjadi dalam diri kita
pada suatu waktu.*

Sumber: Kekuatan Pikiran Bawah Sadar oleh Andrew Ho

Oprah Winfrey - Wanita Luar Biasa!


July 19th, 2007 posted by support
Add comments

Bermodal keberanian “Menjadi Diri Sendiri”, Oprah menjadi presenter paling populer di
Amerika dan menjadi wanita selebritis terkaya versi majalah Forbes, dengan kekayaan
lebih dari US $ 1 Milyar. Copy acara “The Oprah Winfrey Show” telah diputar di hampir
seluruh penjuru bumi ini.

TAHUKAH ANDA?
Lahir di Mississisipi dari pasangan Afro-Amerika dengan nama Oprah Gail Winfrey.
Ayahnya mantan serdadu yang kemudian menjadi tukang cukur, sedang ibunya seorang
pembantu rumahtangga. Karena keduanya berpisah maka Oprah kecil pun diasuh oleh
neneknya di dilingkungan yang kumuh dan sangat miskin. Luarbiasanya, di usia 3 tahun
Oprah telah dapat membaca Injil dengan keras. “Membaca adalah gerai untuk mengenal
dunia” katanya dalam suatu wawancaranya.
Pada usia 9 tahun, Oprah mengalami pelecehan sexual, dia diperkosa oleh saudara sepupu
ibunya beserta teman-temannya dan terjadi berulang kali. Di usia 13 tahun Oprah harus
menerima kenyataan hamil dan melahirkan, namun bayinya meninggal dua minggu
setelah dilahirkan.

Setelah kejadian itu, Oprah lari ke rumah ayahnya di Nashville. Ayahnya mendidik
dengan sangat keras dan disiplin tinggi. Dia
diwajibkan membaca buku dan membuat ringkasannya setiap pekan. Walaupun tertekan
berat, namun kelak disadari bahwa didikan keras inilah yang menjadikannya sebagai
wanita yang tegar, percaya diri dan berdisiplin tinggi.

Prestasinya sebagai siswi teladan di SMA membawanya terpilih menjadi wakil siswi
yang diundang ke Gedung Putih. Beasiswa pun di dapat saat memasuki jenjang
perguruan tinggi. Oprah pernah memenangkan kontes kecantikan, dan saat itulah pertama
kali dia menjadi sorotan publik..

Karirnya dimulai sebagai penyiar radio lokal saat di bangku SMA. Karir di dunia TV di
bangun diusia 19 tahun. Dia menjadi wanita negro pertama dan termuda sebagai pembaca
berita stasiun TV lokal tersebut. Oprah memulai debut talkshow TVnya dalam acara
People Are Talking. Dan keputusannya untuk pindah ke Chicago lah yang akhirnya
membawa Oprah ke puncak karirnya. The Oprah Winfrey Show menjadi acara talkshow
dengan rating tertinggi berskala nasional yang pernah ada dalam sejarah pertelevisian di
Amerika. Sungguh luar biasa!

Latar belakang kehidupannya yang miskin, rawan kejahatan dan diskriminatif mengusik
hatinya untuk berupaya membantu sesama.
Tayangan acaranya di telivisi selalu sarat dengan nilai kemanusiaan, moralitas dan
pendidikan. Oprah sadar, bila dia bisa mengajak seluruh pemirsa telivisi, maka bersama,
akan mudah mewujudkan segala impiannya demi membantu mereka yang tertindas.

Oprah juga dikenal dengan kedermawanannya. Berbagai yayasan telah disantuni, antara
lain, rumah sakit dan lembaga riset penderita AIDs, berbagai sekolah, penderita
ketergantungan, penderita cacat dan banyak lagi.

Dan yang terakhir, pada 2 januari 2007 lalu, Oprah menghadiri peresmian sekolah khusus
anak-anak perempuan di kota Henley-on-Klip, di luar Johannesburg, Afrika selatan, yang
didirikannya bersama dengan pemirsa acara televisinya. Oprah menyisihkan 20 juta
pounsterling ( 1 pons kira2 rp. 17.000,- )atau 340 milyiar rupiah dari kekayaannya.
“Dengan memberi pendidikan yang baik bagi anak2 perempuan ini, kita akan memulai
mengubah bangsa ini” ujarnya berharap.

Kisah Oprah Winfrey ialah kisah seorang anak manusia yang tidak mau meratapi nasib.
Dia berjuang keras untuk keberhasilan hidupnya, dan dia berhasil. Dia punya mental baja
dan mampu mengubah nasib, dari kehidupan nestapa menjadi manusia sukses yang punya
karakter. Semangat perjuangannya pantas kita teladani!
Sumber : Anonymous

Renungan
August 18th, 2007 posted by support
Add comments

Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000 apabila dibawa ke masjid untuk
disumbangkan; tetapi
betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!

Betapa lamanya melayani Allah selama lima belas menit namun betapa singkatnya kalau
kita melihat film.
betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun betapa mudahnya
kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar / teman tanpa harus berpikir panjang-
panjang.

Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra namun kita
mengeluh ketika khotbah di masjid lebih lama sedikit daripada biasa. Betapa sulitnya
untuk membaca satu lembar Al-qur’an tapi betapa mudahnya membaca 100 halaman dari
novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser namun
lebih senang berada di saf paling belakang ketika berada di Masjid

Betapa Mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata, namun
alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama 30 hari ketika berpuasa.

Betapa sulitnya untuk menyediakan waktu untuk sholat 5 waktu; namun betapa
mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada saatterakhir untuk event
yangmenyenangkan.

Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam al qur’an; namun
betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.

Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun betapa kita
meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci AlQuran.

Betapa setiap orang ingin masuk sorga seandainya tidak perlu untuk percaya atau
berpikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.

Jangan Pernah Berhenti


September 14th, 2007 posted by support
Add comments

Jangan Pernah Berhenti


Penulis: Gede Prama
Sejumlah sejarahwan yakin, bahwa pidato Winston Churchill yang paling berpengaruh
adalah ketika beliau berpidato di wisuda Universitas Oxford. Churchill mempersiapkan
pidato ini selama berjam-jam. Dan ketika saat pidatonya tiba, Churchill hanya
mengucapkan tiga kata : ‘never give up’ (jangan pernah berhenti).

Sejenak saya merasa ini biasa-biasa saja. Tetapi ketika ada orang yang bertanya ke saya,
bagaimana saya bisa berpresentasi di depan publik dengan cara yang demikian
menguasai, saya teringat lagi pidato Churchill ini.

Banyak orang berfikir kalau saya bisa berbicara di depan publik seperti sekarang sudah
sejak awal. Tentu saja semua itu tidak benar. Awalnya, saya adalah seorang pemalu,
mudah tersinggung, takut bergaul dan minder.

Dan ketika memulai profesi pembicara publik, sering sekali saya dihina, dilecehkan dan
direndahkan orang. Dari lafal ‘T’ yang tidak pernah lempeng, kaki seperti cacing
kepanasan, tidak bisa membuat orang tertawa, pembicaraan yang terlalu teoritis, istilah-
istilah canggih yang tidak perlu, serta segudang kelemahan lainnya.

Tidak bisa tidur beberapa minggu, stress atau jatuh sakit, itu sudah biasa. Pernah bahkan
oleh murid dianjurkan agar saya dipecat saja menjadi dosen di tempat saya mengajar.

Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh banyak agen asuransi jempolan. Ditolak,
dibanting pintu, dihina, dicurigai orang, sampai
dengan dilecehkan mungkin sudah kebal. Pejuang kemanusiaan seperti Nelson Mandela
dan Kim Dae Jung juga demikian. Tabungan kesulitan yang mereka miliki demikian
menggunung. Dari dipenjara,hampir dibunuh, disiksa, dikencingin, tetapi toh tidak
berhenti berjuang.

Apa yang ada di balik semua pengalaman ini, rupanya di balik sikap ulet untuk tidak
pernah berhenti ini, sering bersembunyi banyak
kesempurnaan hidup. Mirip dengan air yang menetesi batu yang sama berulang-ulang,
hanya karena sikap tidak pernah berhentilah yang membuat batu berlobang.

Besi hanya menjadi pisau setelah ditempa palu besar berulang-ulang, dan dibakar api
panas ratusan derajat celsius. Pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun, berhasil
melewati ribuan angin ribut, jutaan hujan, dan berbagai godaan yang meruntuhkan.

Di satu kesempatan di awal Juni 1999, sambil menemani istri dan anak-anak, saya sempat
makan malam di salah satu restoran di depan hotel Hyatt Sanur Bali. Yang membuat
kejadian ini demikian terkenang, karena di restoran ini saya dan istri bertemu dengan
seorang penyanyi penghibur yang demikian menghibur.

Pria dengan wajah biasa-biasa ini, hanya memainkan musik dan bernyanyi seorang diri.
Modalnya, hanya sebuah gitar dan sebuah organ. Akan tetapi, ramuan musik yang
dihasilkan demikian mengagumkan. Saya dan istri telah masuk banyak restoran dan kafe.
Namun, ramuan musik yang dihadirkan penyanyi dan pemusik solo ini demikian
menyentuh. Hampir setiap lagu yang ia nyanyikan mengundang kagum saya, istri dan
banyak turis lainnya. Rasanya susah sekali melupakan kenangan manis bersama
penyanyi ini. Sejumlah uang tip serta ucapan terimakasih saya yang dalam, tampaknya
belum cukup untuk membayar keterhiburan saya dan istri.

Di satu kesempatan menginap di salah satu guest house Caltex Pacific Indonesia di Pekan
Baru, sekali lagi saya bertemu seorang manusia mengagumkan. House boy (baca :
pembantu) yang bertanggungjawab terhadap guest house yang saya tempati demikian
menyentuh hati saya. Setiap gerakan kerjanya dilakukan sambil bersiul. Atau setidaknya
sambil bergembira dan tersenyum kecil. Hampir semua hal yang ada di kepala, tanpa
perlu diterjemahkan ke dalam perintah, ia laksanakan dengan sempurna. Purwanto,
demikian nama pegawai kecil ini, melakoni profesinya dengan tanpa keluhan.

Bedanya penyanyi Sanur di atas serta Purwanto dengan manusia kebanyakan, semakin
lama dan semakin rutinnya pekerjaan dilakukan, ia tidak diikuti oleh kebosanan yang
kemudian disertai oleh keinginan untuk berhenti.

Ketika timbul rasa bosan dalam mengajar, ada godaan politicking kotor di kantor yang
diikuti keinginan ego untuk berhenti, atau jenuh menulis, saya malu dengan penyanyi
Sanur dan house boy di atas. Di tengah demikian menyesakkannya rutinitas, demikian
monotonnya kehidupan, kedua orang di atas, seakan-akan faham betul dengan pidato
Winston Churchill : “never give up.”

Anda boleh mengagumi tulisan ini, atau juga mengagumi saya, tetapi Anda sebenarnya
lebih layak kagum pada penyanyi Sanur dan house boy di atas. Tanpa banyak teori, tanpa
perlu menulis, tanpa perlu menggurui, mereka sedang melaksanakan profesinya dengan
prinsip sederhana : “jangan pernah berhenti.”

Saya kerap merasa rendah dan hina di depan manusia seperti penyanyi dan pembantu di
atas. Bayangkan, sebagai konsultan, pembicara publik dan direktur sebuah perusahaan
swasta, tentu saja saya berada pada status sosial yang lebih tinggi dan berpenghasilan
lebih besar dibandingkan mereka. Akan tetapi, mereka memiliki mental “never give up”
yang lebih mengagumkan.

Kadang saya sempat berfikir, jangan-jangan tingkatan sosial dan penghasilan yang lebih
tinggi, tidak membuat mental “never give up” semakin kuat.

Kalau ini benar, orang-orang bawah seperti pembantu, pedagang bakso, satpam, supir,
penyanyi rendahan, dan tukang kebunlah guru-guru sejati kita.

Jangan-jangan pidato inspiratif Winston Churchill - sebagaimana dikutip di awal - justru


diperoleh dari guru-guru terakhir.

Anger Management
November 20th, 2007 posted by support
Add comments
Hanya seorang yang pemarah yang bisa betul-betul bersabar.

Seseorang yang tidak bisa merasa marah -tidak bisa disebut penyabar; karena dia hanya
tidak bisa marah.

Sedang seorang lagi yang sebetulnya merasa marah, tetapi mengelola kemarahannya
untuk tetap berlaku baik dan adil adalah seorang yang berhasil menjadikan dirinya
bersabar.

Dan bila Anda mengatakan bahwa untuk bersabar itu-sulit, Anda sangat tepat; karena
kesabaran kita diukur dari kekuatan kita untuk tetap mendahulukan yang benar dalam
perasaan yang membuat kita seolah-olah berhak untuk berlaku melampaui batas.

Kesabaran bukanlah sebuah sifat, tetapi sebuah akibat.

Perhatikanlah bahwa kita lebih sering menderita karena kemarahan kita, daripada karena
hal-hal yang membuat kita merasa marah. Perhatikanlah juga bahwa kemarahan kita
sering melambung lebih tinggi daripada nilai dari sesuatu yang menyebabkan kemarahan
kita itu, sehingga kita sering bereaksi berlebihan dalam kemarahan.

Hanya karena Anda menyadari dengan baik –tentang kerugian yang bisa disebabkan oleh
reaksi Anda dalam kemarahan, Anda bisa menjadi berhati-hati dalam bereaksi terhadap
apa pun yang membuat Anda merasa marah. Kehati-hatian dalam bereaksi terhadap yang
membuat Anda marah itu lah yang menjadikan Anda tampil sabar.

Kemarahan adalah sebuah bentuk nafsu.

Nafsu adalah kekuatan yang tidak pernah netral, karena ia hanya mempunyai dua arah
gerak; yaitu bila ia tidakmemuliakan,pasti ia
menghinakan.

Nafsu juga bersifat dinamis, karena ia menolak untuk berlaku tenang bila Anda merasa
tenang. Ia akan selalu memperbaruhi kekuatannya untuk membuat Anda memperbaruhi
kemapanan Anda.

Maka perhatikanlah ini dengan cermat; bila Anda berpikir dengan jernih dalam memilih
tindakan dan cara bertindak dalam kemarahan, nafsu itu akan menjadi kekuatan Anda
untuk meninggalkan kemapananAndayang sekarang -untuk menuju sebuah kemapanan
baru yang lebih tinggi.

Tetapi, bila Anda berlaku sebaliknya, maka ke bawahlah arah pembaruan dari kemapanan
Anda.

Itu sebabnya, kita sering menyaksikan seorang berkedudukan tinggi yang terlontarkan
dari tingkat kemapanannya, dan kemudian direndahkan karena dia tidak berpikir jernih
dalam kemarahan.
Dan bila nafsunya telah menjadikannya seorang yang tidak bisa direndahkan lagi, dia
disebut sebagai budak nafsu.

Kualitas reaksi Anda terhadap yang membuat Anda marah, adalah penentu kelas Anda.

Kebijakan para pendahulu kita telah menggariskan bahwa untuk menjadi marah itu
mudah, dan patut bagi semua orang. Tetapi, untuk bisa marah kepada orang yang tepat,
karena sebab yang tepat, untuk tujuan yang tepat, pada tingkat kemarahan yang tepat, dan
dengan cara yang tepat -itu tidak untuk orang-orang kecil.

Maka seberapa besar-kah Anda menginginkan diri Anda jadinya?

Memang pernah ada orang yang mengatakan bahwa siapa pun yang membuat Anda
marah-telah mengalahkan Anda. Pengamatan itu tepat-hanya bila Anda mengijinkan diri
Anda berlaku dengan cara-cara yang merendahkan diri Anda sendiri karena kemarahan
yang disebabkan oleh orang itu.

Itu sebabnya, salah satu cara untuk membesarkan diri adalah menghindari sikap dan
perilaku yang mengecilkan diri.

Kita sering merasa marah karena orang lain berlaku persis seperti kita.

Perhatikanlah, bahwa orang tua yang sering marah kepada anak-anaknya yang bertengkar
-adalah orang tua yang juga sering bertengkar dengan pasangannya.

Bila kita cukup adil kepada diri kita sendiri, dan mampu untuk sekejap menikmati
kedamaian kita akan melihat dengan jelas bahwa kita sering menuntut orang lain untuk
berlaku seperti yang tidak kita lakukan.

Dan dengannya, bukankah kemarahan Anda juga penunjuk jalan bagi Anda untuk
menemukan perilaku-perilaku baik yang sudah Anda tuntutdariorang lain,tetapi yang
masih belum Anda lakukan?

Lalu, mengapakah Anda berlama-lama dalam kemarahan yang sebetulnya adalah tanda
yang nyata bahwa Anda belum memperbaiki diri?

Katakanlah, tidak ada orang yang cukup penting yang bisa membuat saya marah dan
berlaku rendah.

Bila Anda seorang pemimpin, dan Anda telah menerima tugas untuk meninggikan orang
lain; maka tidak ada badai, gempa, atau air bah yang bisa membuat Anda mengurangi
nilai Anda bagi kepantasan untuk mengemban tugas itu.

Ingatlah, bahwa orang-orang yang berupaya mengecilkan Anda itu-adalah sebetulnya


orang-orang kecil.
Karena, orang-orang besar akan sangat berhati-hati dengan perasaan hormat Anda kepada
diri Anda sendiri. Bila mereka marah pun kepada Anda, mereka akan berlaku dengan
cara-cara yang mengundang Anda untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Sedangkan orang kecil? Orang-orang kecil membuat orang lain merasa kecil agar mereka
bisa merasa besar.

Anda mengetahui kebesaran yang dijanjikan untuk Anda. Maka besarkan-lah orang lain.

(Sumber: Mario Teguh, MSTS 13.07.2006)

Anda mungkin juga menyukai