BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan
regulasi yang berkaitan dengan perencanaan wilayah dan pembangunan kota di
Surabaya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 33
Setiap orang yang akan membongkar sebagian atau melakukan demolisi
terhadap bangunan dan /atau lingkungan cagar budaya harus memiliki Izin
Membongkar.
Pasal 34
(1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33
diajukan kepada Kepala Daerah melalui Pejabat yang ditunjuk.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33 harus
mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Tim Cagar Budaya.
Pasal 36
(1) Setiap orang yang memiliki, menghuni dan/atau mengelola bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya wajib melindungi, memelihara dan
melestarikan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya tersebut.
(2) Pemilik, penghuni dan atau pengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya wajib melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan dan peraturan
yang berlaku.
(3) Bagi pemilik, penghuni dan atau pengelola yang tidak mampu melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kewajiban tersebut
dapat dialihkan kepada Pemerintah Daerah atau pihak lain dan pemanfaatan
atas bangunan serta lingkungan cagar budaya tersebut dilakukan sesuai dengan
kesepakatan bersama.
pembangunan konstruksi di atas tanah. Namun peraturan gubernur tersebut masih terlalu
luas cakupannya. Karena untuk pembangunan tower komunikasi diperlukan pengaturan
yang khusus menyangkut konstruksi dan pengaturan frekuensi yang digunakan.
● Permasalahan
Pembangunan tower BTS di Surabaya semakin bertambah. Selain itu pembangunan
tower tersebut tidak lagi memperhatikan keadaan lingkungan sekitar. Tower tersebut
dibangun dalam jarak yang berdekatan. Hal ini tentunya akan merusak estetika dari
lingkungan itu sendiri dan membahayakan kawasan sekitar.
● Identifikasi masalah
Peraturan yang mengatur tentang pembangunan tower BTS, yaitu Peraturan Gubernur
Jatim Nomor 61 tahun 2006 tentang pengawasan ketat pembangunan konstruksi di atas
tanah. Di dalam peraturan tersebut dijelaskan mengenai bangunan konstruksi di atas
tanah termasuk tower BTS di dalamnya. Regulasi yang terkait dengan permasalahan ini
yaitu:
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang
telekomunikasi
Berisi tentang peran pemerintah berupa pembinaan yang meliputi penentuan
kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian dengan mengikutsertakan
peran masyarakat. Peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
telekomunikasi tidak mengurangi prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33
ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945, yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, hal-hal yang menyangkut
pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit
b. Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 52 tahun 2000 tentang
penyelenggaraan telekomunikasi.
c. Peraturan menteri komunikasi dan informatika tentang sanksi denda terhadap
penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak memenuhi kewajiban, meliputi:
Pasal 25
Perlindungan konsumen dinilai berdasarkan tolok ukur pemenuhan kewajiban
perlindungan konsumen sebagaimana dicantumkan dalam izin penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi yang dimiliki, yaitu pemenuhan:
a. kewajiban terhadap pelanggan; dan
b. kewajiban hubungan dengan pelanggan.
Pasal 26
● Identifikasi masalah
Peraturan yang berhubungan dengan permasalahan tentang pelanggaran bangunan
liar yang ada di sekitar rel kereta api adalah;
1. UU No.4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman.
2. Inpres No.5 Tahun 1990 tentang peremajaan permukiman kumuh di atas tanah
negara
Para urban atau pendatang baru tidak mampu mendapatkan tempat tinggal
yang layak karena harga lahan untuk tempat tinggal yang semakin tinggi terutama di
pusat kota. Mereka terpaksa mencari lahan untuk mendapatkan tempat tinggal
seadanya baik secara legal maupun ilegal, sehingga tanpa disadari
perkembangannya telah mengakibatkan munculnya permukiman kumuh di kota.
Semakin banyaknya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan
salah satunya adanya pemukiman di sepanjang sempadan rel kereta api ini dapat
menimbulkan masalah tersendiri.
Adapun dasar hukum yang menangani masalah permukiman kumuh diatur
dalam UU No.4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman. Pada Bab I
Ketentuan Umum disebutkan bahwa lingkup pengaturan undang-undang ini meliputi
penataan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan
maupun perdesaan, yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi (pasal 2
ayat 1). Sedangkan pada pasal 2 ayat 2 lingkup pengaturan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan
pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan,
dan pemanfaatannya.
Dalam Bab II Azas dan Tujuan pasal 4 menyebutkan bahwa penataan
perumahan dan permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai
salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat (huruf a), mewujudkan perumahan dan permukiman yang
layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur (huruf b), memberikan
arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional (huruf c),
menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang
lainnya (huruf d).
Bab III Perumahan, pasal 5 menjelaskan bahwa:
(1) Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati
dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan teratur.
(2) Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan
serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Selain itu, jika ditinjau dari regulasi yang terkait yaitu pada Inpres No.5 Tahun
1990 tentang peremajaan permukiman kumuh di atas tanah negara, diketahui bahwa
untuk menangani masalah permukiman kumuh tidak bisa hanya satu pihak saja yang
melaksanakannya. Untuk itu perlu adanya kerjasama dengan beberapa pihak yang
terkait (stakeholders). Menurut Budiharjo dan Hardjohubojo (1993) bahwa persepsi
dan aspirasi masyarakat yang menjadi kelompok sasaran, sekaligus sebagai subyek
peremajaan permukiman kumuh, mesti dipahami dan diserap untuk diwadahi,
sehingga luluh dalam perencanaan.
● Identifikasi masalah
Peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dengan bangunan yang
melanngar IMB adalah;
1. Peraturan Pemerintah pasal 4 tentang Ijin Mendirikan Bangunan.
2. Peraturan daerah kota Surabaya nomor 2 tahun 2005 tentang izin perencana
bangunan gedung.
dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan
pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan
dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan
(KLB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam
rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan
tersebut.”
Permasalahan yang terjadi pada wilayah studi adalah banyaknya
pelanggaran bangunan yang didirikan tidak mempunyai izin. Sangat tidak lazim bila
Peraturan Pemerintah yang dilanggar, tetapi tetap diberikan kemudahan oleh
instansi pemerintah yang berwenang.
Berikut merupakan isi dari regulasi yang terkait dengan permasalahan
bangunan yang melanggar IMB:
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2005 tentang izin perencana
bangunan gedung :
Pasal 2
(1) Orang perseorangan yang menyelenggarakan usaha jasa perencanaan
bangunan gedung di Daerah wajib mendapatkan izin dari Kepala Daerah.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Warga Negara
Indonesia atau Warga Negara Asing yang berkerjasama dengan Warga Negara
Indonesia yang telah memiliki izin, dalam melakukan perencanaan bangunan
gedung di Daerah;
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas bidang :
a. Arsitektur Bangunan Gedung;
b. Sipil Bangunan Gedung;
c. Mekanikal dan Elektrikal Bangunan Gedung;
d. Tata Lingkungan Bangunan Gedung;
Pasal 4
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlaku selama 2 (dua) tahun
dan dapat diperpanjang atas permohonan pemegang izin;
(2) Permohonan perpanjangan izin, harus diajukan paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum batas berlaku izin tersebut berakhir, kepada Kepala Daerah melalui
Kepala Dinas;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian permohonan izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.
● Identifikasi Masalah
Kasus reklame roboh di ata melanggar Perda reklame No. 8 tahun 2006 tentang
penyelenggaran reklame. Di dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa semua papan
reklame pondasinya harus sepertiga dari tiang reklame yang dipasang. Tujuannya
agar tahan terpaan angin dan hujan. Ketentuan ini wajib dipatuhi, sehingga jika ada
reklame roboh dan pondasinya kurang dari sepertiga tiang, berarti terjadi
pelanggaran. Berikut merupakan bentuk spasial dari perda mengenai tiang reklame:
3 meter
1 meter
wilayah Sidoarjo misalnya, sedikitnya terdapat 582 WC tipe helikopter (langsung hanyut
di air). Sedangkan di Kali Surabaya jumlah WC model ini mencapai 700 buah. Direktur
Ecoton, Prigi Arisandi mengungkapkan, besarnya volume tinja menjadi faktor serius yang
mengakibatkan menurunnya kualitas air Kali Surabaya.
● Permasalahan
Beberapa pabrik di Surabaya terbukti telah membuang limbah tanpa diolah
terlebih dahulu ke badan sungai. Limbah tanpa olahan tersebut dikhawatirkan akan
berbahaya bagi kesehatan penduduk Surabaya.
Pencemaran limbah industri dari pabrik-pabrik yang ada di Surabaya
menyebabkan kali Surabaya mengalami penurunan kualitas air. Selain itu adanya
pemukiman di sepanjang kali Surabaya yang sebagian besar tidak memiliki fasiitas
WC pada umumnya membuang kotoran tinja langsung ke sungai. Hal ini tentunya
dapat mencemari keadaan kali Surabaya sendiri, dimana dengan adanya
pencemaran tersebut selama 10 tahun terakhir ini kualitas air kali Surabaya tidak
dapat lagi digunakan sebagai bahab baku air minum.
● Identifikasi Masalah
Peraturan perundangan yang berhubungan dengan permasalahan pencemaran air
sungai tercantum dalam:
1. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
2. Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan hidup.
3. Keputusan menteri perindustrian No.12/M/SK/1/78 tentang pencegahan dan
penanggulangan pencemaran lingkungan sebagai akibat dari usaha industri.
4. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air.
Adapun penjelasan tentang regulasi tentang permasalah pencemaran air sungai tertera
pada:
1. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001
Pasal 5
(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas
batas negara.
Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan
masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan
kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan
masing-masing mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.
Pasal 43
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya
b. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan
c. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa usaha dan/atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain
Pasal 6
(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan
hidup
(3) Peraturan menteri Negara lingkungan hidup nomer 111 tahun 2003 tentang
pedoman mengenai syarat dan tata cara perizinan serta pedoman kajian
pembuangan air limbah ke air atau sumber air
Pasal 4
Untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan akibat
terlepasnya sesuatu/bahan/zat yang berbahaya, pengusaha industri yang
menggunakan bahan/ zat yang berbahaya diwajibkan untuk menyusun rencana
keadaan darurat (emergency plan).
Pasal 23
Upaya pengendalian pencemaran air yang disebabkan oleh masuknya limbah cair
atau bahan lain tidak melalui saran yang dibuat khusus untuk itu dan atau yang
bukan berupa sumber yang tertentu titik masuknya ke dalam air
● Permasalahan :
Adanya bangunan permanen diatas brandgang yang seharusnya dilarang untuk
didirikan bangunan apapun diatasnya.
● Identifikasi Masalah :
Brandgang adalah suatu jalur alternatif yang disediakan khusus untuk jalur
pemadam kebakaran. Berdasarkan UU No.28 tahun 2002 tentang bangunan
gedung, brandgang disiapkan untuk mendukung efektifitas sistem proteksi pasif
yang dipakai untuk evakuasi dan pemadaman api. Melihat pentingnya fungsi
brandgang maka tidak seharusnya didirikan suatu bangunan diatas brandgang
tersebut. Terlebih lagi, bangunan yang berada diatas brandgang tidak memiliki IMB.
Oleh karena itu, pendirian bangunan diatas brandgang jelas merupakan
pelanggaran.
● Permasalahan :
Penyerobotan tanah pada kasus di atas dapat terjadi karena adanya kecurangan
oknum dengan penyalahgunaan jabatan dalam pemalsuan surat. Seharusnya oknum
tersebut dapat berperan sebagai aparat penegak hukum dengan jabatannya. Dari
kasus di atas dapat dilihat kelemahan hukum yang mengatur tentang
penyalahgunaan jabatan dan pemalsuan dokumen.
● Identifikasi masalah :
Dalam kasus penyerobotan tanah ini, dapat dikenai pasal 242 KUHP tentang
penyalahgunaan jabatan dan pasal 266 KUHP tentang memberikan keterangan
palsu.
9. Sengketa Pasar Turi
● Permasalahan
Sengketa kepemilikan tanah pasar turi antara PEMKOT Surabaya dengan PT.
KA semakin rumit, berawal dari PEMKOT Surabaya yang menyewa lahan kepada PT.
KA seluas 1.6 Ha, namun akhirnya tanah tersebut disertifikasi dan diklaim milik
PEMKOT Surabaya tanpa adanya perundingan dengan DPRD Kota Surabaya maupun
dengan PT. KA. Akhirnya PT. KA mengajukan gugatan kepada Mahkamah Agung yang
● Identifikasi Masalah
Adapun regulasi yang terkait dengan permasalahan ini yaitu:
1. UU No. 5 th 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria)
Pasal 23.
(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak
tersebut.
Pasal 24.
Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan
peraturan perundangan.
Bagian Ketiga
Tanah Yang Belum Dimohon Haknya
Pasal 8
(1) Tanah yang sudah diperoleh penguasaannya, tetapi belum diperoleh hak atas
tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat
dinyatakan sebagai tanah terlantar, apabila tanah tersebut oleh pihak yang telah
memperoleh dasar penguasaan tidak dimohon haknya atau tidak dipelihara
dengan baik.
(2) Jika hanya sebagian dari bidang tanah yang sudah diperoleh dan dikuasai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memenuhi kriteria terlantar, maka
hanya bagian bidang tanah tersebut yang dapat dinyatakan terlantar.
Pasal 24
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut
berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang
bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan
berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan
selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon
pendaftaran dan pendahuluanpendahulunya, dengan syarat:
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh
yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh
kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat
hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Persoalan PKL ini memang sudah menjadi permasalahan yang krusial hampir di
semua kota besar di Indonesia. Berdasarkan data resmi Dinas Koperasi dan Sektor
Informal Pemkot Surabaya pada tahun 2006 menyebutkan terdapat 18.823 PKL yang
berada di kota Surabaya. Mereka tersebar 600 titik yang ada di 31 kecamatan. Dari
18.823 PKL itu, 40% adalah warga Surabaya, sementara 60% sisanya berasal dari luar
kota. Namun menurut Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), jumlah PKL di
Surabaya mencapai 56.000.
● Permasalahan
● Identifikasi masalah
Peraturan yang berhubungan dengan permasalahan penertiban PKL adalah ;
1. Perlindungan hukum bagi PKL :
● Undang – Undang Dasar 1945
Pencabutan hak milik atas sesuatu benda demi kepentingan umum; hanya dapat
diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera diperbolehkan
dengan mengganti kerugian yang wajar dan serta pelaksanaannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ada.
c. Pasal 37 ayat (2)
Apabila ada sesuatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum
harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik itu untuk selama-lamanya maupun
untuk sementara waktu, maka hal itu dilakuakan dengan mengganti kerugian.
d. Pasal 40
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak
3. Undang – Undang No. 13 Tahun 1980 tentang jalan
● Pasal 2
a. Jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik,
sosial budaya. dan pertahanan keamanan serta dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
b. Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan semua Satuan Wilayah
Pengembangan, dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah yang
semakin merata.
c. Jalan merupakan suatu kesatuan sitem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.
● Pasal 70
a. Dilarang melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan terganggunya peranan jalan
di dalam Daerah Milik Jalan dan Daerah Pengawasan Jalan.
b. Dilarang menyelenggarakan wewenang pembinaan jalan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Dilarang menyelenggarakan suatu ruas jalan sebagai Jalan Tol tanpa Keputusan
Presiden.
d. Dilarang memasuki Jalan Tol, kecuali Pemakai Jalan Tol dan Petugas Jalan Tol.
4. RPJMD Kota Surabaya Tahun 2006-2010
Dalam RPJMD 2006-2010, Pemkot Surabaya menegaskan komitmen penataan dan
pengelolaan sektor informal. Selain itu, secara khusus didirikan Dinas Koperasi dan
Sektor Informal. Lembaga tersebut berupaya menyediakan kawasan “legal” bagi PKL
untuk berjualan dan menyediakan dana bergulir.
5. Peraturan Daerah Kota Surabaya No.17 Tahun 2003 tentang penataan dan
pemberdayaan PKL di Surabaya
Pada peraturan ini, Kota Surabaya benar – benar mengatur penataan dan
pemberdayaan PKL secara rinci, untuk lebih rinci dapat melihat keseluruhan isi
peratutan perda ini.
6. Peraturan Walikota Surabaya No. 34 Tahun 2005 tentang penetapan lokasi, waktu
kegiatan, jumlah PKL dan jenis barang yang diperdagangkan pada usaha PKL di Kota
Surabaya
Pasal 1
Penetapan lokasi, waktu kegiatan, jumlah PKL dan jenis barang yang diperdagangkan
pada usaha Pedagang Kaki Lima, sebagai berikut :
● Lokasi Gelora 10 Nopember
a. Jumlah PKL : 76
b. Jenis Dagangan : Makanan
c. Waktu Kegiatan : Pukul 16.00 – 24.00 WIB
● Lokasi Jalan Banyu Urip
a. Jumlah PKL : 53
b. Jenis Dagangan : Makanan
c. Waktu Kegiatan : Pukul 17.00 – 24.00 WIB
● Lokasi Jalan Indrapura
a. Jumlah PKL : 43
b. Jenis Dagangan : Makanan
c. Waktu Kegiatan : Pukul 08.00 – 17.00 WIB
● Lokasi Jalan Dharma Husada
a. Jumlah PKL : 144
b. Jenis Dagangan : Makanan
c. Waktu Kegiatan : Pukul 18.00 – 24.00 WIB
● Lokasi Kompleks Pertokoan RMI
a. Jumlah PKL : 76
b. Jenis Dagangan : Makanan
c. Waktu Kegiatan : Pukul 16.00 – 24.00 WIB
● Lokasi Gelora 10 Nopember
a. Jumlah PKL : 30
b. Jenis Dagangan : Makanan
c. Waktu Kegiatan : Pukul 18.00 – 24.00 WIB
Pasal 2
Denah lokasi Pedagang Kaki Lima dimaksud dalam Pasal 1, sebagaimana dinyatakan
dalam Lampiran I sampai dengan V Peraturan Walikota ini.
Pasal 3
Pada saat Peraturan Walikota ini mulai berlaku, semua ketentuan yang pernah
ditetapkan sebelumnya sepanjang bertentangan dengan Peraturan Walikota ini, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 4
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan
penempatannya dalam Berita Daerah Kota Surabaya.
Monumen atau “Denkmal“, secara harifiah memiliki fungsi yang utama, yakni
menjadi sebuah simbol dalam ruang publik yang mengajak orang untuk berpikir
(denken), dan memberikan petunjuk-petunjuk kepada jejak sejarah. Dengan berdirinya
suatu Monumen, diharapkan mampu mendorong para pengunjungnya untuk
merefleksikan peristiwa sejarah, menjadi motivasi di kehidupan sehari-hari. (Goethe
Institute). Gencarnya kegiatan pembangunan di kota-kota besar, jika tidak dikendalikan
bisa mengancam kepunahan benda dan bangunan kuno yang memiliki sejarah penting
bagi bangsa ini. Sudah banyak contoh sejumlah bangunan kuno yang tergolong cagar
budaya telah berubah menjadi pusat pertokoan. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan terus-
menerus sehingga perlu langkah kongkret untuk menyelamatkan cagar budaya.
Surabaya dengan statusnya sebagai Kota Pahlawan, memang sudah lengkap dengan
masih tersisanya Cagar Budaya dan berdirinya Monumen Perjuangan di beberapa
lokasi. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemerintah Kota Surabaya mencatat,
setidaknya ada 26 Monumen berdiri kokoh di kota ini. Namun sayang memang, jumlah
yang cukup besar itu, tidak memiliki arti apapun bagi kemajuan Surabaya.
● Permasalahan
● Identifikasi Permasalahan
Pasal 4
● Semua benda cagar budaya dikuasai oleh Negara.
● Penguasaan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi benda cagar budaya yang terdapat di wilayah hukum Republik
Indonesia.
Pasal 18
● Pengelolaan benda cagar budaya dan situs adalah tanggung jawab
Pemerintah
● Masyarakat, kelompok, atau perorangan berperanserta dalam
pengelolaan benda cagar budaya dan situs
● Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan benda cagar budaya dan situs
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Undang – Undang No. 5 Tahun 2005 tentang pelestarian dan atau lingkungan
cagar budaya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan dari sebuah kota akan berdampak pada pertumbuhan kota
yang semakin maju. Kemajuan dari kota ini akan berpengaruh pada tata ruang kota
tersebut. Apabila pembangunan kota tidak dikendalikan, maka hal ini akan
menimbulkan dampak pada tata ruang kota yang semakin tidak terarah.
Pembangunan kota yang terarah diharapkan dapat menjaga keindahan dan
kelestarian lingkungan, salah satunya dengan cara tidak menyalahgunakan
kegunaan lahan RTH menjadi fasilitas umum, tidak mendirikan bangunan liar di
sepanjang bantaran sungai, sempadan sungai, bahkan di sepanjang rel kereta api.
Oleh karena itu agar pembangunan kota tersebut dapat dikendalikan
diperlukan suatu aturan yang mengatur tentang pembangunan kota agar tata ruang
kota dapat terarah, yakni melalui hukum. Hukum yang mengatur tentang
pembangunan kota diharapkan dapat menjaga kelestarian lingkungan untuk
keberlangsungan makhluk hidup yang ada di dalamnya.
Penegakan hukum tentang peraturan pembangunan kota masih belum
sepenuhnya terlaksana, baik dari segi pelaksanaan peraturan dan pengawasan,
bahkan pemberian sanksi yang jelas. Dalam penegakan hukum ini perlu adanya
pengawasan yang ketat mengenai pembangunan kota yang sesuai dengan
peraturan tertulis yang tertuang jelas di dalam peraturan daerah maupun undang-
undang. Selain itu, pentingnya kesadaran masyarakat dan penegak hukum untuk
menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat mereka tinggal juga dibutuhkan.
3.2 Rekomendasi
Diharapkan aturan dan undang-undang yang sudah ada ini dapat lebih
ditegakkan lagi dalam hal pengawasannya. Selain itu, dibutuhkan sanksi hukum
yang jelas bagi pelaku pelanggaran agar pelanggaran mengenai hukum
pembangunan kota dapat diminimalisir.