Anda di halaman 1dari 24

Kegiatan 1.

Optimasi Teknik Produksi Gelatin Dari Tulang


dan Kulit Ikan Skala Pilot

Kegiatan 1.1. Optimasi Teknik Produksi Gelatin Dari Kulit Ikan Nila

Abstrak

Teknik produksi gelatin dari kulit ikan nila telah dilakukan dengan metoda asam,
yaitu kulit ikan nila yang sudah bersih direndam dalam larutan asam sitrat pH 3 selama
2 – 3 jam, kemudian dicuci sampai netral menggunakan air mengalir, selanjutnya di
ekstraksi secara bertingkat, pertama suhu 60 0C selama 6 jam, kemudian disaring
menggunakan vibrator 250 mesh, ampasnya diekstraksi kembali dengan menaikan suhu
menjadi 70 0C selama 1 jam, kemudian disaring.
Filtrat pertama dan kedua digabung, kemudian dilakukan pemekatan dengan
menggunakan vakum evaporator pada suhu 55 0C hingga volume filtrat tinggal 10%.
Dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan alat pengering dehumidifier pada suhu
55 0C secara bertahap. Gelatin yang diperoleh selanjutnya dianalisa sifat fisik, kimia,
mikrobiologi dan uji organoleptik.
Dari kegiatan ini didapatkan rendemen 13,69%; kadar air 7,43%; kadar abu
0,54%; kadar protein 87,96; kadar lemak 0,10%; pH 5,37; derajat putih 32,18;
0
viskositas 3,65 cps; gel strenght 143,4 gr/bloom; titik leleh 27,5 C; dan titik gel 5,08
0
C. Sedangkan pengamatan organoleptik terhadap gelatin adalah yang terbaik
menunjukan warna tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial yaitu berwarna kuning
kecoklatan
Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila telah dilakukan.
Hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila
dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya
untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-

PENDAHULUAN

Ikan Nila merupakan ikan budidaya yang mempunyai nilai ekonomis cukup
tinggi serta mempunyai peluang pasar yang untuk dikembangkan. Permintaan pasar
dunia terhadap ikan nila, terutama dalam bentuk fillet cukup tinggi, dimana salah satu
pengusaha yang bergerak dibidang usaha ini yaitu P.T. Aqua Farm di Semarang, Jawa
Tengah, kesulitan untuk memenuhi kuota ekspor. Limbah hasil fillet ikan Nila ini cukup
banyak yang belum semuanya tertangani atau diolah dan dimanfaatkan untuk produk
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salah satu alternative pemanfaatan limbah kulit
ini diolah menjadi gelatin.
Sampai saat ini gelatin diimpor dari beberapa negara produsen karena Indonesia
belum mempunyai industri gelatin, sementara kebutuhan gelatin dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Penelitian produksi gelatin skala laboratorium telah dilakukan dan
dari hasil penelitian ini diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi proses
ekstraksi hingga diperoleh gelatin yang memenuhi persyaratan untuk pangan dan
farmasi. Kondisi selama proses produksi gelatin menentukan sifat gelatin yang
diperoleh, oleh karena itu sumber bahan baku, umur dan tipe dari kolagen

1
mempengaruhi sifat-sifat gelatin yang diperoleh (Harris, 1990), kemampuan ekstraksi,
kelarutan dan ukuran molekuler kolagen (Miller, et al., 1983). Teknik ekstraksi juga
sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena dapat menyebabkan degradasi dan
solubilisasi kolagen. Pemanasan serat kolagen dalam air sampai 60 – 70 0C dapat
memperpendek 1/3 atau ¼ dari panjang asalnya. Suhu khas ini menjadi ciri kolagen dan
disebut suhu susut (Ts). Ts kolagen kulit ikan sangat rendah yaitu 35 0C. Jika suhu
dinaikan sampai 80 0C kolagen berubah menjadi gelatin.
Gelatin yang diekstrak dari kulit anjing laut dengan pH 2,7, kemudian
dinetralisasi secara efisien (pH 7,3) dan menghilangkan garam dengan metode ion
exchange, dengan hasil rendemen 7,6%. Setelah residu yang tertinggal diekstrak pada
suhu 75 0C diperoleh rendemen total 10,8% (Artnesen dan Gilberg, 2001). Rendemen
gelatin sebesar 14% diperoleh dari kulit ikan Cod (Gudmundson dan Hafsteinson,
1997). Gelatin yang diekstrak dari kulit ikan kaci-kaci dengan asam sitrat dan asam
sulfat pH 3 mempunyai kekuatan gel masing-masing adalah 380,53 dan 208,03
g/bloom, viskositas 10 dan 6 cPs, kadar air 9,2 dan 9,4%, kadar protein 82,5 dan 81,8%,
dan kadar lemak 1,8 dan 2,1%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memproduksi gelatin skala pilot yang layak
teknis dan layak komersial yang memenuhi persyaratan standar untuk pangan dan
farmasi.

BAHAN DAN METODA

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kulit ikan nila dari P.T. Aqua
Farm, Semarang, yang sudah dibekukan. Bahan dibawa ke Laboratorium Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta, didalam cold box,
selanjutnya dilakukan tahap-tahap proses ekstraksi gelatin, yaitu:
a. Tahap demineralisasi; gunanya untuk menghilangkan komponen anorganik dari
bahan baku (kulit ikan Nila) dengan cara asam. Kulit direndam dalam larutan asam
sitrat pH 3 sampai swelling lebih kurang 2 jam, kemudian dicuci dengan air
mengalir sampai netral pH 7.
b. Tahap ekstraksi. Ekstraksi bertingkat, pertama dengan suhu 60 0C selama 6 jam,
disaring dengan vibrator 250 mesh, didapatkan filtrat 1, dilanjutkan ekstraksi kedua
dengan menaikan suhu menjadi 70 0C selama 1 jam. Kemudian disaring dan
didapatkan filtrate 2. Kedua filtrat digabung dilanjutkan dengan pemekatan.
c. Tahap pemekatan. Bertujuan untuk mengurangi kadar air guna memudahkan
pengeringan supaya jangan terlalu lama. Pemekatan dengan menggunakan vakum
evaporator pada suhu 55 0C, disimpan pada suhu chilling.
d. Tahap destruksi. Gelatin yang sudah dipekatkan dan disimpan pada suhu chilling
sudah menjendal dan keras, untuk proses pengeringan dilakukan destruksi, sehingga
didapatkan gelatin yang berbentuk mie dan selanjutnya dikeringkan.
e. Tahap pengeringan. Pengeringan dengan alat pengering dehumidifier dengan suhu
55 0C yang dilakukan secara bertahap.
f. Tahap penggilingan. Untuk mendapatkan gelatin yang halus dilakukan
penggilingan, sehingga didapatkan gelatin dalam bentuk bubuk yang halus.
g. Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap gelatin yang didapat, meliputi
rendemen, analisa kimiawi, mikrobiologi, serta uji organoleptik.

2
PENGAMATAN

Kekuatan Gel (British Standard 767, 1975)


Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades.
Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen kemudian
dipanaskan sampai suhu 60 0C selama 15 menit. Tuang larutan dalam Standard Bloom
Jars (Botol dengan diameter 58 – 60 mm, tinggi 85 mm), tutup dan diamkan selama 2
menit. inkubasi pada suhu 10 0C selama 17+2 jam. Selanjutnya diukur menggunakan
alat TA-XT Plus Texture Analyzer pada kecepatan probe 0,5 mm/s dengan kedalaman 4
mm. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuan g/bloom.

Viskositas (British Standard 757, 1975).


Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades.
Kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Haake viscometer.
Pengukuran dilakukan pada suhu 60 0C dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindle
1. Hasil pengukuran dikalikan dengan faktor konversi, dimana untuk spindle 1 faktor
konversinya adalah 1. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipose (cPs).

Derajat Keasaman (pH) (British Srandard 757, 1975)


Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades.
Larutan sampel dipanaskan pada suhu 70 0C dan dihomogenkan dengan magnetic
stirrer, kemudian diukur derajat keasamannya pada suhu kamar dengan pH meter.

Kadar air (AOAC, 1995).


Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 0C selama 1 jam. Kemudian
didinginkan dan ditimbang, contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang
sebanyak 2 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukan ke dalam oven bersuhu
105 0C sampai beratnya konstan. Kadar air dengan rumus:

Kadar air (%) = ( B – A ) x 100%


Berat contoh

Keterangan: A = berat cawan + contoh kering (g)


B = berat cawan + contoh basah (g)

Kadar abu (AOAC, 1995)


Contoh yang telah diuapkan airnya dimasukan ke dalam tanur bersuhu 600 0C,
sebelumnya barat cawan kering dan berat contoh telah diketahui. Proses penguapan
dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu, kemudian contoh
ditimbang, kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar abu (%) = Berat abu x 100%


Berat sampel

Kadar Protein (AOAC, 1995)


Sejumlah 0,02 – 0,05 g contoh dimasukan dalam labu kjeldahl 100 mL
kemudian ditambah 2 – 3 g katalis (1,2 g Na2SO4 dan 1 g CuSO4) dan 2 – 3 mL H2SO4
pekat, lalu dilakukan destruksi hingga menjadi jernih. Setelah itu didinginkan,

3
kemudian sampel didestilasi dan ditambahkan 35 mL aquades dan 10 mL NaOH 50%.
Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 mL H3BO3, dan indikator metal
merah dan metal biru, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Kadar protein dihitung
dengan rumus :
(mL HCl – mL blanko ) x N HCl x 14,007
Kadar nitrogen (%) = ---------------------------------------------------- x 100%
mg contoh
Protein Kasar (%) = kadar nitrogen x 5,46

(Leach dan Eastoe, 1977)

Kadar Lemak (Apriyantono et al, 1989)


Sebanyak 2 g sampel dibungkus dengan kertas saring dan dimasukan ke dalam
labu soxlet (labu sebelumnya dikeringkan dalam oven, dimasukan ke dalam desikator
lalu ditimbang). Dimasukan pelarut petroleum eter kemudian dilakukan reflux selama 6
jam. Lalu labu berisi hasil reflux dipanaskan dalam oven dengan suhu 195 0C. Setelah
itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

berat lemak
Kadar lemak (%) = x 100%
berat sampel

Titik Jendal (Suryaningrum dan Utomo, 2002)


Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades dan
disiapkan dalam tabung reaksi volume 15 mL yang dihubungkan dengan sensor
termometer digital Hanna. Sampel diturunkan suhunya secara perlahan-lahan dengan
cara menempatkan pada wadah yang telah diberi pecahan es. Titik jendal ditentukan
tepat pada saat sensor dapat mengangkat gel dalam tabung reaksi.

Titik Leleh (Suryaningrum dan Utomo, 2002)


Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% disiapkan dengan aquades. Sampel
diinkubasi pada suhu 10 0C selama 17 + 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan
cara memanaskan gel gelatin dalam waterbath. Di atas gel gelatin tersebut diletakan
gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar maka suhu tersebut ditentukan sebagai titik leleh
gelatin.

Derajat Putih
Analisa warna dilakukan dengan menggunakan kornameter. Alat dikalibrasi
dengan warna putih yang diasumsikan mempunyai derajat putih 100%. Kemudian
dilakukan pengukuran terhadap sample. Hasil pengukuran berupa y, x, dan y dikonversi
menjadi y, x, dan z dengan rumus:
Y = Y
X = Y(x/y)1/2
Z = Y(1 – x – y)/y)1/2
Nilai Y, X, dan Z selanjutnya dikonversi menjadi L, a, dan b dengan rumus :
L = 10 Y
a = (17.5 (1.02X - Y))/ Y
b = (7.0 (Y - 0.847Z))/ Y

4
Derajat putih (WO) dihitung dengan rumus :

wo = 100 − (100 − L) 2 + a 2 + b 2

Total Mikroba (Total aerobic Plate Count) (SNI 01–2339, 1991)


Sebanyak 10 g sampel disuspensikan ke dalam 90 mL larutan 0,85% NaCl.
Untuk menghitung jumlah mikroba yang ada pada sampel tersebut, dilakukan
penumpukan dengan metode agar tuang. Sebanyak 1 mL sampel yang telah diencerkan
dimasukan ke dalam cawan petri steril dan dituang media agar PCA + 15 mL (suhu 44 –
45 0C), kemudian digoyang mendatar supaya sampel menyebar rata. Setelah agar
membeku, dilakukan inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 0C selama 48 jam,
koloni yang tumbuh dihitung dan dilaporkan sebagai jumlah koloni per gram menurut
Standarad Plete Count.

Uji Escherichia coli (SNI 01–2332, 1991)


Uji kualitatif E. coli dilakukan melalui uji penduga dan uji penguat. Uji penduga
dilakukan dengan cara menginokulasi sampel ke dalam tabung reaksi yang berisi LST
(Lauryl Sulfate Triptose Broth) dan tabung durham, kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam. Uji penduga positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari
volume didalam tabung durham. Uji penguat dilakukan dengan cara menggoreskan
suspensi dari tabung positif pada cawan dengan warna hijau metalik diatas EMBA.

Penentuan Salmonella (SNI 01–2335, 1991)


Sebanyak 10 g gelatin dimasukan ke dalam blender jars dan ditambahkan 90 mL
lactose broth, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan
dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Sampel dipindahkan secara
aseptis ke dalam botol steril yang bertutup. Kedalam larutan sampel ditambahkan NaOH
1 N untuk mencapai pH 7, lalu diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam. Setelah
inkubasi botol sampel dikocok secara perlahan-lahan kemudian diambil 1 mL dan
dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 mL media Selenite Cystine Broth
(SCB). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam. Selesai inkubasi,
ditumbuhkan pada tiga macam media yaitu Bismuth Sulphite gar (BSA), Salmonella –
Shiggella Agar, dan Brilliant Green Agar(BGA), dengan cara goresan. Kemudian
diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati adanya koloni
Salmonella dengan ciri-ciri sebagai berikut pada media BGA, tidak berwarna, merah
muda, tidak jelas atau kabur dengan media sekeliling berwarna merah muda sampai
merah, pada SSA, tidak berwarna, merah muda yang pucat, bening, kabur, ada titik
hitam pada bagian tengah sel, pada BSA, berwarna coklat, hitam kadang – kadang
memberi cahaya metalik, sekeliling media berwarna coklat pada mulanya berubah
menjadi hitam dengan makin lamanya inkubasi, koloni berwarna hijau dengan sedikit
atau tanpa terjadinya warna gelap disekeliling media. Apabila pada agar-agar tersebut
tidak ditemukan koloni tersangka maka diinkubasikan kembali selama 24 jam.
Setiap koloni tersangka Salmonella dipindahkan ke agar miring Triple Sugar
Iron Agar (TSIA) dengan cara menggoreskannya, lalu diinkubasikan pada suhu 35 0C
selama 24 jam. TSIA yang tersangka ditumbuhi Salmonella akan menunjukan
terbentuknya warna merah dengan atau tidak disertai timbulnya H2S yang warnanya
hitam.

5
Uji Organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1991)
Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah sampel
disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu yang meliputi warna, bau
dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama atau kurang. Pembanding yang
digunakan adalah gelatin standard dan gelatin komersial.
Panelis yang menilai adalah panelis terlatih sebanyak 15 orang. Data hasil
respon dari 15 orang panelis terlatih dianalisa dengan cara tabel. Tabel yang digunakan
adalah tabel beda nyata pada uji segitiga dengan hipotesis berekor satu. Jika jumlah
panelis 15 orang, maka untuk dinyatakan berbeda nyata, jumlah respon yang terkecil
terhadap pembanding harus mencapai 9 orang pada beda nyata tingkat 5% atau
mencapai 10 orang pada beda nyata tingkat 1%.

Analisa Logam Berat


Kandungan logam berat yang dianalisa adalah Hg, Pb, As, Zn, dan Cu
menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Sebanyak 5 – 6 mL HCl 6
N ditambahkan ke dalam cawan/pinggan berisi abu hasil pengabuan kering kemudian
dipanaskan di atas hot plate dengan pemanasan rendah sampai kering. Setelah itu
ditambahkan 15 mL HCl 3 N, lalu cawan dipanaskan di atas pemanas sampai mulai
mendidih. Setelah didinginkan dan disaring, filtrat dimasukan ke dalam labu takar dan
diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Blanko disiapkan menggunakan
pereaksi yang sama.
Alat AAS diset sesuai interuksi dalam manual alat tersebut. Larutan standar
logam, blanko dan sampel diukur. Selama penetapan sampel, dilakukan pemeriksaan
apakah nilai standar tetap konstan, kemudian dibuat kurva standar untuk masing-masing
logam (nilai absorbsi/emisi vs konsentrasi logam dalam µg.Ml).

Analisa Asam Amino (Muchtadi, dkk, 1992)


Sebanyak 0,2 g sampel disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan ditambahkan
sebanyak 5 mL HCl 4 N. Sampel dimasukan dalam oven dengan suhu 100 0C selama
18 – 24 jam. Selanjutnya sampel disaring dengan kertas saring whatman nomor 40.
Hasil hidrolisis dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 30 L larutan pengering, lalu dikeringkan dengan pompa vakum
bertekanan 50 ton. Sampel yang telah dikeringkan diencerkan dengan 200 L larutan
pengencer natrium asetat 1 M. Sampel siap dianalisa dengan menggunakan HPLC
Waters Associates. Kondisi HPLC pada saat dilakukan analisis:

- Temperatur kolom : 38 0C
- Kolom : picotag 3,9 x 190 nm coulomb
- Kecepatan alir : sitem linier gradient
- Batas tekanan : 3000 psi
- Program : gradient
- Fase gerak : Aseton 60 %
- Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5,75
- Detektor : UV, panjang gelombang 254 nm
Konsentrasi asam amino (%) = Ac x Bs x BM x Pp x 100 %
As Bc

6
Keterangan : Ac = Luas area sampel
As = Luas area standar
Bc = Berat sampel (µg)
Bs = Berat standar (µg)
BM = Berat molekul masing-masing asam amino
Pp = Faktor pengencer (1,5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.1.1. Gelatin dari Kulit Ikan Nila yang Telah Dikeringkan

Dari serangkai produksi gelatin skala pilot yang telah dilakukan dapat dilihat
pada tabel.

Rendemen Gelatin
Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai efektif
atau tidaknya suatu proses produksi glatin. Effisien dan efektifnya proses ekstraksi
pembuatan gelatin dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen
dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin kering yang dihasilkan dengan berat
basah bahan baku atau kulit. Rendemen gelatin dari kulit ikan nila yang dibuat
berdasarkan perendaman asam sitrat pH 3 berkisar antara 8,6 sampai dengan 18,4%.
Sedangkan gelatin yang diperoleh melalui ekstraksi kolagen secara bertingkat adalah 14
– 28% terhadap bahan baku (Glicksman, 1969). Rendemen setiap kali ulangan berbeda-
beda, hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses penirisan kulit yang kurang
sempurna setelah pencucian yang mengakibatkan kandungan air kulit menjadi tinggi
sehingga pada saat penimbangan bobot yang terhitung bukan bobot murni kulit.
Kandungan air yang tinggi dari bahan dapat mempengaruhi proses perendaman
bahan, karena sifat air dapat mengencerkan larutan asam yang digunakan sehingga
proses perendaman menjadi kurang efektif. Efektifitas proses perendaman kulit akan
semakin tinggi apabila kadar air bahan bias dikurangi terlebih dahulu sebelum
perendaman, contohnya dengan cara diperas atau dikeringkan. Selain pada proses
produksi, pada proses pengeringan dalam oven, apabila tidak dilakukan dengan
sempurna, maka akan mempengaruhi kadar air.

7
Viskositas Gelatin
Sifat fungsional hidrokoloid yang paling utama adalah dalam proses pengentalan
dan pembentukan gel. Staisby (1977) menyatakan bahwa viskositas larutan gelatin
tergantung pada tingkat hidrodinamik (tingkat dispersi) antara molekul-molekul gelatin
sendiri. Disamping itu, viskositas tergantung pada temperature (di atas 40 0C viskositas
menurun secara eksponensial dengan naiknya suhu), pH (viskositas terendah pada titik
isoelektrik) dan konsentrasi dari larutan gelatin. Viskositas yang diperoleh dari
penelitian ini berkisar antara 2.0 – 5.0 cPs. Nilai ini telah memenuhi standar gelatin
farmasi menurut Fish Gelatin (2003).

Gambar 1.1.2. Gelatin dari Kulit Ikan Nila

Menurut Glicksman (1969), residu mineral yang tertinggal dalam gelatin dapat
mempengaruhi karakteristik gelatin tersebut. Aldehyde yang mempertahankan ikatan
silang (cross-link) dalam molekul gelatin akan membentuk polyaldehyde dengan residu
mineral tersebut, sehingga menurunkan kelarutan dalam air dan meningkatkan
viskositasnya. Disamping residu mineral, pH juga mempengaruhi viskositas gelatin
yang dihasilkan. Peningkatan nilai pH gelatin dari kulit ikan nila berhubungan dengan
meningkatnya residu mineral gelatin, khususnya residu mineral kalsium. Nilai pH yang
meningkat tersebut menyebabkan konsentrasi larutan gelatin meningkat, sehingga
viskositas yang dihasilkan semakin besar.

pH Gelatin
Pengukuran nilai pH larutan gelatin sangat penting dilakukan, karena nilai pH
larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin yang lainnya seperti viskositas dan
kekuatan gel (Astawan et al, 2002). Menurut GMIA (2001), nilai pH gelatin berkisar
antara 5,0 – 7,5. Gelatin dengan nilai pH netral akan bersifat stabil dan penggunaannya
akan lebih luas. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum diharapkan
mendekati pH netral (pH 7). Nilai pH gelatin ikan nila yang diperoleh berkisar antara
4,96 – 5,9. Nilai pH gelatin berhubungan lansung dengan proses yang digunakan untuk
membuatnya. Proses asam cenderung menghasilkan nilai pH rendah, sedangkan proses
basa memiliki kecenderungan menghasilkan pH yang tinggi.
Mengetahui pH dari gelatin akan memudahkan dalam aplikasinya, misalnya
gelatin dengan nilai pH netral akan sangat baik bila digunakan untuk produk farmasi,
daging, fotografi, cat, dan sebaginya. Sedangkan gelatin dengan nilai pH rendah akan
sangat baik digunakan dalam produk juice, jelly, sirop, dan lain sebagainya. Daya
mengikat air, viskositas, dan kapasitas emulsi bahan kolagen yang diekstrak dari
jaringan otot dan kulit ikan sangat dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi NaCI (Montero
dan Bonderias, 1991, Montero et. al, 1991)

8
Tabel 1.1.1. Rendemen Limbah Kulit Ikan Nila

Panjang Berat Fillet Fillet Isi Berat Berat Tulang+ Tulang Tetelan
Panjang Lebar Tinggi
No Standar Total Skin On Skin Less Perut Kepala Kulit Daging Bersih Daging
Total (cm) (cm) (cm)
(cm) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr)
1 37 31 13 5.5 1100 280 220 50 300 60 160 100 50
2 32 25 11 5 550 235 200 25 195 45 160 100 50
3 37 30.5 13 6.5 1120 495 420 75 405 90 175 120 50
4 28 21.5 9.5 4.5 430 160 135 20 160 35 100 60 25
5 35 29 11.5 5.5 960 360 305 50 365 70 175 120 45
6 33 27 10.5 5.5 710 285 230 70 310 65 175 115 55
7 33 27.5 10.5 4.5 730 260 220 55 290 65 140 105 25
8 32 26 10.5 5.5 720 330 260 50 325 60 115 80 25
9 43 36 14 6.5 1550 590 500 120 585 130 330 250 75
10 35.5 28.5 12 5.5 920 330 270 60 340 85 225 170 50
11 30.5 25.5 10 4.5 590 255 215 45 225 60 145 100 35
12 31 25.5 11 5 680 270 195 50 235 60 135 95 30
13 34 28.5 11.5 5 880 335 275 70 290 65 185 135 45
14 30 25 10.5 5 690 295 240 50 245 60 145 105 30
15 41 34 14 6.5 1450 790 600 100 440 190 230 210 50
16 46 38.5 11 7.5 1800 810 640 150 715 180 340 250 80
17 35 29 10.5 5.5 720 320 250 60 260 45 165 130 25
18 29 24 10.5 4 375 165 130 30 170 40 95 65 20
19 27.5 22 9.5 4.5 320 190 160 30 180 40 80 55 10
20 28 23 9.5 4 325 180 120 20 135 50 115 75 30
21 27.5 22.5 9.5 3.5 300 210 140 25 180 60 80 60 10
22 27.5 23 9 4 325 165 120 20 160 35 100 70 25
23 28 23 9 4 350 175 130 25 170 35 200 170 25
24 27 22 9.5 3.5 300 160 120 20 50 30 95 65 20
25 28 23 8.5 3.5 320 165 130 25 150 30 100 80 15
32.6 26.8 10.8 4.98 728.6 312.4 249 51.8 275.2 67.4 158.6 115.4 36

9
Tabel 1.1.2. Rendemen Kandungan Kimiawi dan Fisik Gelatin Kulit Ikan Nila

No Kadar Air Kadar Kadar Kadar Derajat Gel pH Viskositas Titik Titik Gel
(%) Abu (%) Lemak Protein Putih Strenght (cPs) Leleh (oC)
o
(%) (%) (g/cm2) ( C)
1. 11.53 1.23 0.17 87.01 29.50 143.00 5.30 4.00 29.00 9.00
2. 10.57 0.68 0.18 88.46 33.00 163.20 4.96 2.00 28.00 7.00
3. 11.31 0.67 0.21 87.78 32.50 133.50 5.07 3.00 30.00 10.00
4. 10.43 0.51 0.04 88.96 31.00 136.50 4.82 3.00 35.00 10.00
5. 11.10 0.50 0.30 86.50 35.60 153.30 5.20 3.00 17.00 4.00
6. 10.95 0.33 0.06 88.60 2.20 184.70 5.47 2.00 28.00 6.00
7. 10.30 0.48 0.10 86.70 30.00 139.00 4.50 4.00 31.00 10.00
8. 11.20 0.63 0.25 87.50 31.60 144.00 5.00 3.00 21.00 10.00
9. 6.58 0.40 0.14 87.40 30.30 184.70 5.90 5.00 24.50 9.00
10. 8.00 0.45 0.16 86.92 29.95 145.30 5.90 4.50 23,90 9.00
11 7.20 0.40 0.10 87.23 30.15 131.10 5.90 4.50 24,10 10.00
12. 7.90 0.40 0.13 87.13 30.40 163.20 5.90 5.00 24,20 9.00
13. 7.70 0.30 0.09 86.98 29.90 126.50 5.90 4.500 24.00 9.00
9.60 0.54 0.15 87.47 28.93 149.85 5.37 3.65 20.58 8.61

10
Tabel 1.1.3. Rendemen Gelatin dari Kulit Ikan Nila
No. Berat Kulit Berat No. Berat Kulit Berat
(g) Rendemen (g) Rendemen
(g) (g)
1. 5000 8.6 8. 5000 18.4
2. 5000 8.6 9. 5000 15.6
3. 5000 10.6 10. 5000 15.2
4. 5000 14.7 11. 5000 12.0
5. 5000 15.0 12. 5000 14.4
6. 5000 14.8 13. 5000 15.2
7. 5000 14.8

Kekuatan Gel Gelatin


Gelatin merupakan hidrokoloid yang terkait fungsinya untuk meningkatkan
kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan. Gelatin sangat efektif
dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk
membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam
aminonya yang unik (Fardiaz, 1989).
Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan yang terbaik dalam proses
ekstraksi gelatin, karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu mengubah cairan
menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible.
Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya, baik dalam
pangan, farmasi, dan bidang-bidang lainnya. Nilai kekuatan gel kulit ikan nila yang
diperoleh dalam penelitiaan ini adalah antara 126,5 – 184,7 bloom.
Jika ditinjau dari nilai kekuatan gel gelatin ikan nila antara 126,5 – 184,7
g/bloom, gelatin ini sudah memenuhi gelatin standar pangan yang dikeluarkan oleh
Norland produk yaitu sebesar 100 – 220 g/bloom dan standar gelatin yang dikeluarkan
oleh Glicksman (1969) yaitu 50 – 300 g/bloom.

Kadar Air
Kadar air adalah kandungan air bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat
basah dan berat kering (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air merupakan parameter
penting dari suatu produk pangan, karena kandungan air dalam bahan makanan ikut
menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 1997).
Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi,
yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi non enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan
sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. (Syarief dan Halid, 1993).
Hasil pengukuran kadar air gelatin kulit ikan nila berkisar antara 7,2 – 11,52%
jauh dibawah nilai gelatin standar yaitu 16% (SNI 06–3735, 1995), sedangkan kisaran
mutu gelatin farmasi sebesar 14% (Fish Gelatin, 2003). Rendahnya kadar air ini diduga
disebabkan oleh pendeknya waktu perendaman dalam asam yaitu selama 2 jam, dimana
jumlah air yang diserap sangat sedikit, apabila perendaman mencapai taraf maksimal,
gelatin yang terkonversi mengikat air sehingga meningkatkan kadar air bahan dan
kehilangan air selama proses pengeringan. Gelatin dari kulit ikan nila yang dihasilkan
dengan pengeringan sistim dehumidifier pada suhu 55 oC selama 8 jam.

11
Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik dan
biasanya komponen-komponen tesebut terdiri dari kalsium, natrium, besi, magnesium,
dan mangan. Abu yang terbentuk berwarna putih abu-abu, berpartikel halus dan mudah
dilarutkan. Tujuan utama dari analisa kadar abu adalah untuk mengetahui secara umum
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan. Menurut Apriyantono et. al, (1989)
menyatakan bahwa nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah
mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut.
Hasil analisa kadar abu gelatin kulit ikan nila (table 1.1.2) berkisar antara 0,3 –
1,23%, ini termasuk dalam kisaran standar kadar abu gelatin yang tidak lebih dari 3%
(Food Chemical Codex, 1996) dan standar mutu kadar abu gelatin farmasi yaitu 1 – 2%
(Fish Gelatin, 2003). Dengan demikian berdasarkan kadar abu, gelatin kulit ikan nila
sudah memenuhi standar mutu gelatin farmasi.

Tabel 1.1.4. Sifat Kimia Gelatin Kulit Ikan Nila, Gelatin Komersial dan Gelatin
Standar Laboratorium
Gelatin
Parameter
Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
Kadar air (%) 9,14 11,66 11,45
Kadar Abu (%) 0,35 1,66 0,52
Kadar Lemak (%) 0,13 0,23 0,25
Kadar Protein (%) 87,57 85,59 87,28
Nilai pH 5,84 7,1 5,0

Kadar Lemak
Penentuan kadar lemak digunakan untuk mengetahui kemungkinan daya simpan
produk, karena lemak berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan. Lemak
berhubungan dengan mutu dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta
menyebabkan penyimpangan rasa dan bau (Winarno, 1997). Gelatin yang bermutu
tinggi diharapkan memiliki kandungan lemak yang rendah, bahkan diharapkan tidak
mengandung lemak. Jobling dan Jobling (1983) menyatakan bahwa kadar lemak yang
tidak melebihi batas 5% merupakan salah satu persyaratan mutu penting gelatin.
Rendahnya kadar lemak ini memungkinkan tepung gelatin dapat disimpan dalam waktu
relatif lama tanpa menimbulkan bau dan rasa tengik.
Tabel 2 menunjukan bahwa hasil analisa kadar lemak gelatin kulit ikan nila
berkisar antara 0,05 – 0,30%. Dari hasil analisa kadar lemak ini dimungkin untuk
menyimpan gelatin dari kulit ikan nila dalam batas waktu yang relatif lama tanpa
menimbulkan perubahan mutu yang berarti. Kadar lemak gelatin tergantung pada
perlakuan (treatment) selama proses pembuatan gelatin baik pada tahap pembersihan
kulit (degreasing) hingga pada tahap penyaringan filtrat hasil ekstraksi, dimana setiap
perlakuan yang baik akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku
sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah. Ini menunjukan
bahwa perlakuan yang digunakan dalam proses pembuatan gelatin dari kulit ikan nila
sudah sangat efisien.

12
Kadar Protein
Gelatin merupakan salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui
proses hidrolisis kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Gelatin
merupakan bahan makanan tambahan berupa protein murni, yang diperoleh dari
penguraian kolagen dengan penggunaan panas. Tingginya kadar protein dari gelatin
kulit ikan nila menunjukan bahwa gelatin tersebut memiliki mutu yang baik.
Berdasarkan berat keringnya gelatin terdiri dari 98 – 99% protein.

Kandungan Mikrobiologi
Analisa mikrobiologi gelatin ikan nila dilakukan terhadap Total Plate Count
(TPC), Eschercia coli dan Salmonella yang merupakan parameter mikrobiologi yang
kritis pada produk pangan (gelatin). Sebagaimana diketahui bahwa gelatin sebagai
nutrient yang sangat baik untuk kebanyakan bakteri, karenanya dalam proses
pengolahannya harus secara hati-hati untuk menghindari kontaminasi. Beberapa negara
mempunyai spesifikasi tertentu mengenai kandungan mikrobiologi gelatin, biasanya hal
itu tidak begitu berbeda. Total Plate Count untuk mesophylic yang berlaku secara
umum adalah 1000, dimana beberapa negara membatasi kehadiran E. coli, Salmonella,
spora Clostridium, Staphylococcus, dan pakan kadang-kadang Pseudomonas (Gelatin
Food Science, 2002).

Tabel 1.1.5. Kandungan Mikrobiologi Gelatin Kulit Ikan Nila, Komersial, dan Standar
Laboratorium
Parameter Gelatin
Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
4 9
Total Plate Count 3,85 x 10 5,7 x 10 4,0 x 109
Eschercia coli <3 negatif negatif
Salmonella negatif negatif negatif

Hasil analisa mikrobiolagi terhadap gelatin kulit ikan nila mempunyai nilai total
plate count sebesar 3,85x104, lebih kecil bila dibandingkan nilai total plate count gelatin
komersial maupun gelatin standar laboratorium yaitu sebesar 5,7x109 dan 4,0x109,
sedangkan untuk nilai E. coli sebesar <3 lebih besar dari gelatin komersial maupun
standar laboratorium.

Uji Organoleptik
Sifat organoleptik dari gelatin kulit ikan nila diuji dengan menggunakan uji
pasangan segitiga terhadap gelatin standar laboratorium dan gelatin komersial. Sifat
organoleptik yang diamati pada penelitian ini adalah aroma/bau, penampakan, dan
warna.

13
HASIL PENILAIAN HEDONIK "GELATIN"

8.00

6.00
HEDONIK
4.00

2.00

0.00
912 274 653
K OD E SAM P E L

Gambar 1.1.3. Hasil Uji Organoleptik Menyatakan Untuk Uji Hedonik

Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap uji hedonik
berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel memberikan pengaruh yang nyata di
antara sampel tersebut. Panelis menilai gelatin yang disimpan dalam wadah plastik dan
botol mulai dari agak tidak suka sampai netral sedangkan untuk gelatin yang komersial,
panelis memberikan nilai mulai suka sampai sangat suka. Bila tingkat kesukaan
diurutkan berdasarkan penilaian panelis, maka gelatin komersial menduduki peringkat
pertama lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah botol dan peringkat
terakhir gelatin yang disimpan dalam wadah plastik.

HASIL PENILAIAN WARNA "GELATIN"

5.00
4.00

3.00 WA RNA
2.00
1.00

0.00
912 274 653
KODE SAM P E L

Gambar 1.1.4. Hasil Uji Organoleptik Menyatakan Untuk Uji Warna

Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap warna gelatin
berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel memberikan pengaruh yang nyata di
antara sampel dengan intensitas warna dari kuning kecoklatan sampai coklat kehijauan.
Bila diurutkan berdasarkan penilaian panelis terhadap intensitas warna, gelatin
komersial menduduki peringkat pertama mulai dari warna kuning sampai kuning
kecoklatan lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik dan peringkat
terakhir adalah gelatin yang disimpan dalam wadah botol, dimana antara gelatin yang
disimpan dalam wadah plastik maupun botol, intensitas warna nya tidak begitu berbeda
nyata.

14
HASIL PENILAIAN BAU "GELATIN"

4.00

3.00
BA U
2.00

1.00

0.00
912 274 653
K OD E SAM P E L

Gambar 1.1.5. Organoleptik Menyatakan untuk Uji Bau

Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap bau gelatin
berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel tidak menunjukkan beda nyata
terutama antara gelatin komersial dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik.
Bila diurutkan berdasarkan penilaian panelis, gelatin komersial menduduki peringkat
pertama lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik yang dimulai
dari agak bau ikan sampai dengan tidak bau ikan dan peringkat terakhir adalah gelatin
yang disimpan dalam wadah botol mulai dari bau ikan sampai agak bau ikan.

Komposisi Asam Amino

Tabel 1.1.6. Komposisi Asam Amino Gelatin Kulit Ikan Nila, Komersial dan Standar
Laboratorium
Gelatin (%)
Asam Amino
Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
Asam aspartat 2,97 4,93 5,15
Asam glutamate 3,16 9,43 9,47
Serin 2,78 2,18 1,97
Glisin 12,49 23,01 23,13
Histidin 2,01 0,03 0,02
Arginin 1,86 8,95 8,12
Theonin 1,71 2,87 2,93
Alanin 1,50 10,24 10,07
Prolin 15,05 12,34 12,54
Tirosin 2,95 0,15 0,11
Valin 1,39 1,60 1,26
Methionin 1,70 0,55 0,42
Sistin 1,39 0,07 0,10
Isoleusin 1,52 1,13 1,03
Leusin 12,04 - -
Phenilalanin 2,47 1,92 1,96
Lisin 2,16 2,86 1,53
Hidroksilisin 6,12 - -

15
Gelatin sebagai protein hasil ekstraksi dari kolagen memiliki komposisi asam
amino yang mirip dengan asam amino yang dikandung oleh kolagen. Menurut Eastoe
dan Leach (1977) bahwa molekul kolagen tersusun dari kurang lebih dua puluh asam
amino yang memiliki bentuk berbeda-beda tergantung pada sumber bahan bakunya.
Asam amino glisin, prolin dan hidroksi prolin merupakan asam amino utama kolagen
Asam amino aromatik dan sulfur terdapat dalam jumlah sedikit. Komposisi asam amino
sangat penting dalam karakteristik sifat gelatin. Pada analisa komposisi asam amino,
penentuan dilakukan dengan teknik High Performance Liquid Chromatography
(HPLC).

Logam Berat

Logam berat seperti merkuri, krom, cadmium, arsen, dan timbal mempunyai
berat molekul yang besar. Logam berat terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup
yang mengakibatkan kadarnya lebih besar daripada kadarnya di lingkungan dan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya posisi organisme pada rantai makanan.
Analisis logam berat sangat penting bagi produk seperti gelatin kulit ikan nila,
antara lain untuk menentukan apakah gelatin tersebut aman digunakan atau dikonsumsi
terutama dalam produk farmasi (obat-obatan) dan produk pangan.

Tabel 1.1.7. Kandungan logam berat pada gelatin kulit ikan nila, gelatin komersial, dan
gelatin standar laboratorium
Gelatin
Jenis Logam Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
(mg/kg) (mg/kg) (mg/kg)
Raksa (Hg) Ttd Ttd Ttd
Timbal (Pb) Ttd Ttd Ttd
Tembaga (Cu) 5,11 7,75 4,85
Arsen (As) Ttd Ttd Ttd
Seng (Zn) 15,24 21,35 11,87

Hasil analisa logam berat dari ketiga jenis gelatin tersebut (Tabel 1.1.7)
menunjukkan bahwa kandungan logam berat dalam gelatin komersial lebih tinggi
dibandingkan kedua jenis gelatin lainnya. Akan tetapi, secara umum konsentrasi logam
berat dalam ketiga jenis gelatin tergolong rendah, sesuai dengan standar mutu gelatin
farmasi (Fish, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gelatin yang diproduksi dari kulit
ikan nila dapat digunakan dalam industri farmasi dan pangan.

Analisa Ekonomi

Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila juga dilakukan
dalam kegiatan ini. Hasil pengamatan ditunjukkan dalam tabel 1.1.8 dan 1.1.9. Secara
umum dapat disimpulkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila dibutuhkan
biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya untuk
memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-

16
Tabel 1.1.8. Tahapan Proses, Kebutuhan Bahan dan Alat, serta Kapasitas Alat
TAHAPAN PROSES, BAHAN, ALAT DAN KAPASITAS

Bahan Alat
No. Tahap proses Rendemen
Jenis Jumlah Satuan Jenis Kapasitas Satuan
atau Dosis
1 Pencucian Kulit 750.00 kg
Air 3.00 2.25 m3
3 3
TOTAL 3.00 m Mollen 9.00 m

2 Soaking Kulit 1.19 892.50 kg


Sandosinil 0.00 0.75 kg
Air 3.00 2.25 m3
TOTAL 3.14 m3 Mollen 9.43 m3

3 Dehairing Kulit 1.22 915.00 kg


Kapur tohor 0.03 22.50 kg
Na2S 0.02 15.00 kg
3
Air 2.00 1.50 m
3 3
TOTAL 2.14 m Mollen 6.41 m

4 Pencucian Kulit 1.69 1267.50 kg


3
Air 3.00 7.50 m
3 3
TOTAL 8.77 m Mollen 26.30 m

5 Penyesetan lemak Kulit 1.69 1267.50 kg Flesher 1267.50 kg

18
17
6 Perajangan Kulit 1.02 1140.75 kg Perajang 1140.75 kg

7 Degreasing kimiawi Kulit 0.95 712.50 kg


Sandosinil 0.01 7.50 kg
3
Air 2.00 1.43 m
TOTAL 2.15 m3 Mollen 6.44 m3

8 Pencucian Kulit 0.85 637.50 kg


Air 3.00 2.25 m3
TOTAL 2.89 m3 Mollen 8.66 m3

9 Perendaman kapur Kulit 0.85 637.50 kg


Kapur tohor 0.15 112.50 kg
Air 3.00 2.25 m3
TOTAL 3.00 m3 Bak perendam 6.00 m3

10 Netralisasi Kulit 1.44 1080.00 kg


Amonium sulfat 0.01 7.50 kg
Air 2.00 1.50 m3
TOTAL 2.59 m3 Mollen 7.76 m3

11 Pencucian Kulit 1.44 1080.00 kg


Air 3.00 2.25 m3
TOTAL 3.33 m3 Mollen 9.99 m3

12 Ekstraksi I Kulit 1.44 1080.00 kg


Air 3.00 2.25 m3
TOTAL 3.33 m3 Ekstraktor 3.33 m3

18
19
13 Filtrasi I Larutan 1.34 1.01 m3 Filter vakum 1.01 m3

14 Ekstraksi II Ampas filter I 2.18 1.64 m3


Air 3.00 2.25 m3
TOTAL 3.89 m3 Ekstraktor 3.89 m3

15 Filtrasi II Larutan 2.51 1.88 m3 Filter vakum 1.88 m3

16 Ekstraksi III Ampas filter II 0.66 0.50 m3


Air 3.00 2.25 m3
TOTAL 2.75 m3 Ekstraktor 2.75 m3

17 Filtrasi III Larutan 0.66 0.50 m3 Filter vakum 0.50 m3

18 Deionisasi Larutan 6.42 4.82 m3 Ion exchanger 4.82 m3

19 Filtrasi Larutan 4.82 m3 Filter vakum 4.82 m3

20 Pemekatan Larutan 4.82 m3 Membran ultra 4.82 m3

21 Sterilisasi Larutan 2.26 1.70 m3 Sterliser 1.70 m3

22 Pendinginan Larutan 1.70 m3 Chiller 1.70 m3

23 Ekstrusi Gel 2.11 1.58 m3 Ekstrusi 1.58 m3

24 Pengeringan Gel pasta 2.04 1530.00 kg Pengering 1530.00 kg

25 Penggilingan Gelatin kering 0.20 150.00 kg Penggiling 150.00 kg

26 Pengemasan Gelatin butiran 150.00 kg Pengemas 150.00 kg

19
20
Tabel 1.1.9. Analisa Pembiayaan Produksi Gelatin Kulit Ikan Nila

TAHAPAN PROSES, BAHAN, ALAT DAN KAPASITAS KULIT IKAN NILA

Bahan Harga Biaya


No. Tahap proses Rendemen
Jenis atau Dosis Jumlah Satuan (Rp) (Rp)
1 Persiapan bahan baku kulit ikan nila 100.00 kg 10,000 1,000,000
2 Pencucian Air 200% 0.20 m3 200 40
3 Perendaman Air 100% 0.10 m3 200 20
Asam sitrat 1% 1.00 kg 25,000 25,000
4 Pencucian Air 500% 0.50 m3 200 100
5 Ekstraksi I Air 300% 0.30 m3 200 60
6 Ekstraksi II Air 30% 0.03 m3 200 6
7 Penyaringan 0
8 Pemekatan 0
9 Pendinginan 0
10 Ekstruksi 0
11 Pengeringan 0
12 Penepungan 0
13 Pengemas 15% 15.00 kantong 200 3,000
Jumlah 1,028,226

21
20
Alat Daya Waktu kerja Bahan bakar Tenaga kerja Biaya
No. Tahap proses Biaya BB (Rp)
Jenis Kapasitas Satuan (KW) (jam) Biaya (Rp) (kg) (HOK) Tenaga Kerja
1 Persiapan bahan baku wadah plastik 200 ltr 0.00
2 Pencucian wadah plastik 500 ltr 0.00
3 Perendaman 0.00
wadah plastik 500 ltr 0.00
4 Pencucian mesin cuci 500 ltr 1.50 0.25 375.00
5 Ekstraksi I ekstraktor 500 ltr 1.50 4.00 400.00 6.00 36000.00
6 Ekstraksi II ekstraktor 1.50 1.00 100.00 1.50 9000.00
7 Penyaringan filter vibrator 500 ltr 0.75 1.50 1125.00 3.00
8 Pemekatan evaporator 600 ltr 6.00 27.00 162000.00 27.00 162000.00
9 Pendinginan chillroom 0.75 12.00 9000.00
10 Ekstruksi ekstruksi 60 ltr 0.00
11 Pengeringan pengering 54 kg 2.20 8.00 17600.00 2.00
12 Penepungan penggiling 15 kg 0.75 0.17 125.00
13 Pengemas pengemas 1.00 kg 0.50 0.13 62.50 2.00
Jumlah 190,788 7 238,000
Jumlah (=1.028.226 + 190.788 + 238.000) 1,457,014

21
22
KESIMPULAN

1. Analisa terhadap gelatin dari kulit ikan nila memberikan nilai rendemen 13,69%;
kadar air 7,43%; kadar abu 0,54%; kadar protein 87,96; kadar lemak 0,10%; pH
5,37; derajat putih 32,18; viskositas 3,65 cps; kekuatan gel 143,4 gr/bloom; titik
0 0
leleh 27,5 C; dan titik gel 5,08 C. Sedangkan pengamatan organoleptik terhadap
gelatin adalah yang terbaik menunjukan warna tidak berbeda nyata dengan gelatin
komersial yaitu berwarna kuning kecoklatan.
2. Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila telah dilakukan.
Hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan
nila dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg,
jadi biaya untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association OfficiaL Agricultural


Chemist. Washington, DC.

Apriyantono A., Fardiaz D., Puspitasari N., Yasri S., Budyanto S., 1989. Analisis
Pangan, IPB Press. Bogor.

Astawan M., Haryadi A., 2002. Analisis Sifat Reologi Gelatin dari Kulit Ikan Cucut.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 8 (1). Hal. 38 – 46.

Aviana, T. 2002. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam serta Metode
Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Gelatin dari Kulit dan
Tulang Cucut. Skripsi. Fakultas Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2002. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor, Jakarta.

Ballian, G. and J. H. Bowes. 1969. The Structure and Properties of Colagen. In: A.G.
Ward and A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic
Press. London, New York.

British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatins


Bucle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan,
Terjemahan. Purnomo H, Adiono, UI Press, Jakarta.

Charley, H. 1982. Food Science. 2nd ed. John Willey and Sons. New York.

Estoe, J. E., Leach, A. A. 1977. Chemical Constitution of Gelatin.In: Ward, A. G.,


Courts, A. The Science and Technology of Gelatin, Academic Press. New York

Fardaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor.

22
Gelatin Food Science. 2002. Gelatin. http:///www.gelatin.co.za/gltnl.html. Diakses
tanggal 5 September 2005.

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry, Academic Press, New York.

Gomez-Guillen, M. C, Montero, P. 2001. Extaction of Gelatin from Megrim


(lepidorhombius boscii) Skin with Several Organic Acids. J. Food Sci – 66(2):
213 – 216.

Gudmunsson, M., Hafsteinsson, H. 1997. Gelatin From Cod Skin As Affecied by


Chemical Treatments. J. Food Sci. 62 (1): 37 – 39, 47.

Hinterwaldner, R. 1977. Tecnology of Gelatin Manufacture. In: Ward, A. G., Courts, A.


(ed). The Science and Tecnology of Gelatin. Academic Press. New York.

Johns, P. 1977. The Structure and Composition of Collagen Containing Tissue. In:
Ledward, D. A., Taylor, A. J., Lawrie, R. A. (ed). Upgrading Waste for Fee and
Food. Butterworths. London.

King, W, 1969. Gelatin. In: Glicksman, M. (ed). Gum and Technology in Food
Industry. Academic Press. New York.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika – Majelis Ulama Indonesia


(LPPOM – MUI). 1997. Tulang yang Berserakan. 3. Halal. 3(8), 7 – 13.

Leueriberger , B. H. 1991. Investigation of the Viscocity and Gelation Properties of


Different Mammalian and Fish Gelatins. Food Hydrocolloids 5, 353 – 361.

Montero, P., Borderlas, J. 1991. Emulsifying Capacity of Colagenous Material from


Muscie and Skin of Hake (Merluccius merluccius) and Trout (Salmo irideus
Gibb): Effect of pH and NaCl Concentration. Food Chem. 41: 251 – 267.

Norland, R. E. 1993. Fish Gelatin. In: Volght, M. N., Botta, J. K. (ed). Advances in
Fisheries Technology and Biotechnology for Increased Profitability, Lancaster,
pa: Technomic Pub, Co.

SNI 01-2332. 1991. Metode Pangujian Mikrobiologi Produk Perikanan: Penentuan


Escherererhia coli. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

SNI 01-2335. 1991. Metode Pengujian Mikrobiologi Produk Perikanan: Penantuan


Salmonella. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

SNI 01-2339. 1991. Penentuan Total aerobic Plate Count (TPC). Dewan Standarisasi
Nasional, Jakarta.

SNI 06-3735. 1991. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

23
Soekarto ST, Hubeis M, 1991. Metodologi Penelitian Organoleptik. Program Studi
Ilmu Pangan, IPB, Bogor.

Stainsby, G. 1977. The Gelatin, Gel and The Sol-Gel and Transformation. In:
Ward A. G, Court A. (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic
Press, New York.

SNI 01–2339. 1991. Penentuan Total Aerobic Plate Count (TPC). Dewan Standarisasi
Nasional, Jakarta.

SNI 06–3735. 1991. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Soekarto, S. T., Hubeis, M. 1991. Metodologi Penelitian Organoleptik. Program Studi


Ilmu Pangan, IPB, Bogor.

Stainsby, G. 1977. The Gelatin, Gel and the Sol–Gel in Transformation. In: Ward, A.G.,
Court, A. (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New
York.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology, Applied Science
Publisher, Ltd. London.

Syarief, R., dan Halid, H., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.

Utama, H. 1997. Gelatin yang Bikin Heboh. Jurnal Halal. LPPOM – MUI. No.18. hal:
10 – 12.

Viro, F. 1002. Gelatin. In: Hui, Y. H. (ed). Encyclopedia of Food Science and
Technology 2. John Wiley and Sons, Inc. Toronto.

Ward, A. G. dan Court, A. 1977. The Sciance and Technology of Gelatin. Academic
Press. New York.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wiyono, V. S. 2001. Gelatin Haram Gelatin Halal. Jurnal Halal, LPPOM–MUI no.36,
26 – 27.

24

Anda mungkin juga menyukai