Kegiatan 1.1. Optimasi Teknik Produksi Gelatin Dari Kulit Ikan Nila
Abstrak
Teknik produksi gelatin dari kulit ikan nila telah dilakukan dengan metoda asam,
yaitu kulit ikan nila yang sudah bersih direndam dalam larutan asam sitrat pH 3 selama
2 – 3 jam, kemudian dicuci sampai netral menggunakan air mengalir, selanjutnya di
ekstraksi secara bertingkat, pertama suhu 60 0C selama 6 jam, kemudian disaring
menggunakan vibrator 250 mesh, ampasnya diekstraksi kembali dengan menaikan suhu
menjadi 70 0C selama 1 jam, kemudian disaring.
Filtrat pertama dan kedua digabung, kemudian dilakukan pemekatan dengan
menggunakan vakum evaporator pada suhu 55 0C hingga volume filtrat tinggal 10%.
Dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan alat pengering dehumidifier pada suhu
55 0C secara bertahap. Gelatin yang diperoleh selanjutnya dianalisa sifat fisik, kimia,
mikrobiologi dan uji organoleptik.
Dari kegiatan ini didapatkan rendemen 13,69%; kadar air 7,43%; kadar abu
0,54%; kadar protein 87,96; kadar lemak 0,10%; pH 5,37; derajat putih 32,18;
0
viskositas 3,65 cps; gel strenght 143,4 gr/bloom; titik leleh 27,5 C; dan titik gel 5,08
0
C. Sedangkan pengamatan organoleptik terhadap gelatin adalah yang terbaik
menunjukan warna tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial yaitu berwarna kuning
kecoklatan
Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila telah dilakukan.
Hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila
dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya
untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-
PENDAHULUAN
Ikan Nila merupakan ikan budidaya yang mempunyai nilai ekonomis cukup
tinggi serta mempunyai peluang pasar yang untuk dikembangkan. Permintaan pasar
dunia terhadap ikan nila, terutama dalam bentuk fillet cukup tinggi, dimana salah satu
pengusaha yang bergerak dibidang usaha ini yaitu P.T. Aqua Farm di Semarang, Jawa
Tengah, kesulitan untuk memenuhi kuota ekspor. Limbah hasil fillet ikan Nila ini cukup
banyak yang belum semuanya tertangani atau diolah dan dimanfaatkan untuk produk
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salah satu alternative pemanfaatan limbah kulit
ini diolah menjadi gelatin.
Sampai saat ini gelatin diimpor dari beberapa negara produsen karena Indonesia
belum mempunyai industri gelatin, sementara kebutuhan gelatin dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Penelitian produksi gelatin skala laboratorium telah dilakukan dan
dari hasil penelitian ini diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi proses
ekstraksi hingga diperoleh gelatin yang memenuhi persyaratan untuk pangan dan
farmasi. Kondisi selama proses produksi gelatin menentukan sifat gelatin yang
diperoleh, oleh karena itu sumber bahan baku, umur dan tipe dari kolagen
1
mempengaruhi sifat-sifat gelatin yang diperoleh (Harris, 1990), kemampuan ekstraksi,
kelarutan dan ukuran molekuler kolagen (Miller, et al., 1983). Teknik ekstraksi juga
sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena dapat menyebabkan degradasi dan
solubilisasi kolagen. Pemanasan serat kolagen dalam air sampai 60 – 70 0C dapat
memperpendek 1/3 atau ¼ dari panjang asalnya. Suhu khas ini menjadi ciri kolagen dan
disebut suhu susut (Ts). Ts kolagen kulit ikan sangat rendah yaitu 35 0C. Jika suhu
dinaikan sampai 80 0C kolagen berubah menjadi gelatin.
Gelatin yang diekstrak dari kulit anjing laut dengan pH 2,7, kemudian
dinetralisasi secara efisien (pH 7,3) dan menghilangkan garam dengan metode ion
exchange, dengan hasil rendemen 7,6%. Setelah residu yang tertinggal diekstrak pada
suhu 75 0C diperoleh rendemen total 10,8% (Artnesen dan Gilberg, 2001). Rendemen
gelatin sebesar 14% diperoleh dari kulit ikan Cod (Gudmundson dan Hafsteinson,
1997). Gelatin yang diekstrak dari kulit ikan kaci-kaci dengan asam sitrat dan asam
sulfat pH 3 mempunyai kekuatan gel masing-masing adalah 380,53 dan 208,03
g/bloom, viskositas 10 dan 6 cPs, kadar air 9,2 dan 9,4%, kadar protein 82,5 dan 81,8%,
dan kadar lemak 1,8 dan 2,1%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memproduksi gelatin skala pilot yang layak
teknis dan layak komersial yang memenuhi persyaratan standar untuk pangan dan
farmasi.
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kulit ikan nila dari P.T. Aqua
Farm, Semarang, yang sudah dibekukan. Bahan dibawa ke Laboratorium Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta, didalam cold box,
selanjutnya dilakukan tahap-tahap proses ekstraksi gelatin, yaitu:
a. Tahap demineralisasi; gunanya untuk menghilangkan komponen anorganik dari
bahan baku (kulit ikan Nila) dengan cara asam. Kulit direndam dalam larutan asam
sitrat pH 3 sampai swelling lebih kurang 2 jam, kemudian dicuci dengan air
mengalir sampai netral pH 7.
b. Tahap ekstraksi. Ekstraksi bertingkat, pertama dengan suhu 60 0C selama 6 jam,
disaring dengan vibrator 250 mesh, didapatkan filtrat 1, dilanjutkan ekstraksi kedua
dengan menaikan suhu menjadi 70 0C selama 1 jam. Kemudian disaring dan
didapatkan filtrate 2. Kedua filtrat digabung dilanjutkan dengan pemekatan.
c. Tahap pemekatan. Bertujuan untuk mengurangi kadar air guna memudahkan
pengeringan supaya jangan terlalu lama. Pemekatan dengan menggunakan vakum
evaporator pada suhu 55 0C, disimpan pada suhu chilling.
d. Tahap destruksi. Gelatin yang sudah dipekatkan dan disimpan pada suhu chilling
sudah menjendal dan keras, untuk proses pengeringan dilakukan destruksi, sehingga
didapatkan gelatin yang berbentuk mie dan selanjutnya dikeringkan.
e. Tahap pengeringan. Pengeringan dengan alat pengering dehumidifier dengan suhu
55 0C yang dilakukan secara bertahap.
f. Tahap penggilingan. Untuk mendapatkan gelatin yang halus dilakukan
penggilingan, sehingga didapatkan gelatin dalam bentuk bubuk yang halus.
g. Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap gelatin yang didapat, meliputi
rendemen, analisa kimiawi, mikrobiologi, serta uji organoleptik.
2
PENGAMATAN
3
kemudian sampel didestilasi dan ditambahkan 35 mL aquades dan 10 mL NaOH 50%.
Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 mL H3BO3, dan indikator metal
merah dan metal biru, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Kadar protein dihitung
dengan rumus :
(mL HCl – mL blanko ) x N HCl x 14,007
Kadar nitrogen (%) = ---------------------------------------------------- x 100%
mg contoh
Protein Kasar (%) = kadar nitrogen x 5,46
berat lemak
Kadar lemak (%) = x 100%
berat sampel
Derajat Putih
Analisa warna dilakukan dengan menggunakan kornameter. Alat dikalibrasi
dengan warna putih yang diasumsikan mempunyai derajat putih 100%. Kemudian
dilakukan pengukuran terhadap sample. Hasil pengukuran berupa y, x, dan y dikonversi
menjadi y, x, dan z dengan rumus:
Y = Y
X = Y(x/y)1/2
Z = Y(1 – x – y)/y)1/2
Nilai Y, X, dan Z selanjutnya dikonversi menjadi L, a, dan b dengan rumus :
L = 10 Y
a = (17.5 (1.02X - Y))/ Y
b = (7.0 (Y - 0.847Z))/ Y
4
Derajat putih (WO) dihitung dengan rumus :
wo = 100 − (100 − L) 2 + a 2 + b 2
5
Uji Organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1991)
Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah sampel
disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu yang meliputi warna, bau
dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama atau kurang. Pembanding yang
digunakan adalah gelatin standard dan gelatin komersial.
Panelis yang menilai adalah panelis terlatih sebanyak 15 orang. Data hasil
respon dari 15 orang panelis terlatih dianalisa dengan cara tabel. Tabel yang digunakan
adalah tabel beda nyata pada uji segitiga dengan hipotesis berekor satu. Jika jumlah
panelis 15 orang, maka untuk dinyatakan berbeda nyata, jumlah respon yang terkecil
terhadap pembanding harus mencapai 9 orang pada beda nyata tingkat 5% atau
mencapai 10 orang pada beda nyata tingkat 1%.
- Temperatur kolom : 38 0C
- Kolom : picotag 3,9 x 190 nm coulomb
- Kecepatan alir : sitem linier gradient
- Batas tekanan : 3000 psi
- Program : gradient
- Fase gerak : Aseton 60 %
- Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5,75
- Detektor : UV, panjang gelombang 254 nm
Konsentrasi asam amino (%) = Ac x Bs x BM x Pp x 100 %
As Bc
6
Keterangan : Ac = Luas area sampel
As = Luas area standar
Bc = Berat sampel (µg)
Bs = Berat standar (µg)
BM = Berat molekul masing-masing asam amino
Pp = Faktor pengencer (1,5)
Gambar 1.1.1. Gelatin dari Kulit Ikan Nila yang Telah Dikeringkan
Dari serangkai produksi gelatin skala pilot yang telah dilakukan dapat dilihat
pada tabel.
Rendemen Gelatin
Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai efektif
atau tidaknya suatu proses produksi glatin. Effisien dan efektifnya proses ekstraksi
pembuatan gelatin dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen
dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin kering yang dihasilkan dengan berat
basah bahan baku atau kulit. Rendemen gelatin dari kulit ikan nila yang dibuat
berdasarkan perendaman asam sitrat pH 3 berkisar antara 8,6 sampai dengan 18,4%.
Sedangkan gelatin yang diperoleh melalui ekstraksi kolagen secara bertingkat adalah 14
– 28% terhadap bahan baku (Glicksman, 1969). Rendemen setiap kali ulangan berbeda-
beda, hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses penirisan kulit yang kurang
sempurna setelah pencucian yang mengakibatkan kandungan air kulit menjadi tinggi
sehingga pada saat penimbangan bobot yang terhitung bukan bobot murni kulit.
Kandungan air yang tinggi dari bahan dapat mempengaruhi proses perendaman
bahan, karena sifat air dapat mengencerkan larutan asam yang digunakan sehingga
proses perendaman menjadi kurang efektif. Efektifitas proses perendaman kulit akan
semakin tinggi apabila kadar air bahan bias dikurangi terlebih dahulu sebelum
perendaman, contohnya dengan cara diperas atau dikeringkan. Selain pada proses
produksi, pada proses pengeringan dalam oven, apabila tidak dilakukan dengan
sempurna, maka akan mempengaruhi kadar air.
7
Viskositas Gelatin
Sifat fungsional hidrokoloid yang paling utama adalah dalam proses pengentalan
dan pembentukan gel. Staisby (1977) menyatakan bahwa viskositas larutan gelatin
tergantung pada tingkat hidrodinamik (tingkat dispersi) antara molekul-molekul gelatin
sendiri. Disamping itu, viskositas tergantung pada temperature (di atas 40 0C viskositas
menurun secara eksponensial dengan naiknya suhu), pH (viskositas terendah pada titik
isoelektrik) dan konsentrasi dari larutan gelatin. Viskositas yang diperoleh dari
penelitian ini berkisar antara 2.0 – 5.0 cPs. Nilai ini telah memenuhi standar gelatin
farmasi menurut Fish Gelatin (2003).
Menurut Glicksman (1969), residu mineral yang tertinggal dalam gelatin dapat
mempengaruhi karakteristik gelatin tersebut. Aldehyde yang mempertahankan ikatan
silang (cross-link) dalam molekul gelatin akan membentuk polyaldehyde dengan residu
mineral tersebut, sehingga menurunkan kelarutan dalam air dan meningkatkan
viskositasnya. Disamping residu mineral, pH juga mempengaruhi viskositas gelatin
yang dihasilkan. Peningkatan nilai pH gelatin dari kulit ikan nila berhubungan dengan
meningkatnya residu mineral gelatin, khususnya residu mineral kalsium. Nilai pH yang
meningkat tersebut menyebabkan konsentrasi larutan gelatin meningkat, sehingga
viskositas yang dihasilkan semakin besar.
pH Gelatin
Pengukuran nilai pH larutan gelatin sangat penting dilakukan, karena nilai pH
larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin yang lainnya seperti viskositas dan
kekuatan gel (Astawan et al, 2002). Menurut GMIA (2001), nilai pH gelatin berkisar
antara 5,0 – 7,5. Gelatin dengan nilai pH netral akan bersifat stabil dan penggunaannya
akan lebih luas. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum diharapkan
mendekati pH netral (pH 7). Nilai pH gelatin ikan nila yang diperoleh berkisar antara
4,96 – 5,9. Nilai pH gelatin berhubungan lansung dengan proses yang digunakan untuk
membuatnya. Proses asam cenderung menghasilkan nilai pH rendah, sedangkan proses
basa memiliki kecenderungan menghasilkan pH yang tinggi.
Mengetahui pH dari gelatin akan memudahkan dalam aplikasinya, misalnya
gelatin dengan nilai pH netral akan sangat baik bila digunakan untuk produk farmasi,
daging, fotografi, cat, dan sebaginya. Sedangkan gelatin dengan nilai pH rendah akan
sangat baik digunakan dalam produk juice, jelly, sirop, dan lain sebagainya. Daya
mengikat air, viskositas, dan kapasitas emulsi bahan kolagen yang diekstrak dari
jaringan otot dan kulit ikan sangat dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi NaCI (Montero
dan Bonderias, 1991, Montero et. al, 1991)
8
Tabel 1.1.1. Rendemen Limbah Kulit Ikan Nila
Panjang Berat Fillet Fillet Isi Berat Berat Tulang+ Tulang Tetelan
Panjang Lebar Tinggi
No Standar Total Skin On Skin Less Perut Kepala Kulit Daging Bersih Daging
Total (cm) (cm) (cm)
(cm) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr)
1 37 31 13 5.5 1100 280 220 50 300 60 160 100 50
2 32 25 11 5 550 235 200 25 195 45 160 100 50
3 37 30.5 13 6.5 1120 495 420 75 405 90 175 120 50
4 28 21.5 9.5 4.5 430 160 135 20 160 35 100 60 25
5 35 29 11.5 5.5 960 360 305 50 365 70 175 120 45
6 33 27 10.5 5.5 710 285 230 70 310 65 175 115 55
7 33 27.5 10.5 4.5 730 260 220 55 290 65 140 105 25
8 32 26 10.5 5.5 720 330 260 50 325 60 115 80 25
9 43 36 14 6.5 1550 590 500 120 585 130 330 250 75
10 35.5 28.5 12 5.5 920 330 270 60 340 85 225 170 50
11 30.5 25.5 10 4.5 590 255 215 45 225 60 145 100 35
12 31 25.5 11 5 680 270 195 50 235 60 135 95 30
13 34 28.5 11.5 5 880 335 275 70 290 65 185 135 45
14 30 25 10.5 5 690 295 240 50 245 60 145 105 30
15 41 34 14 6.5 1450 790 600 100 440 190 230 210 50
16 46 38.5 11 7.5 1800 810 640 150 715 180 340 250 80
17 35 29 10.5 5.5 720 320 250 60 260 45 165 130 25
18 29 24 10.5 4 375 165 130 30 170 40 95 65 20
19 27.5 22 9.5 4.5 320 190 160 30 180 40 80 55 10
20 28 23 9.5 4 325 180 120 20 135 50 115 75 30
21 27.5 22.5 9.5 3.5 300 210 140 25 180 60 80 60 10
22 27.5 23 9 4 325 165 120 20 160 35 100 70 25
23 28 23 9 4 350 175 130 25 170 35 200 170 25
24 27 22 9.5 3.5 300 160 120 20 50 30 95 65 20
25 28 23 8.5 3.5 320 165 130 25 150 30 100 80 15
32.6 26.8 10.8 4.98 728.6 312.4 249 51.8 275.2 67.4 158.6 115.4 36
9
Tabel 1.1.2. Rendemen Kandungan Kimiawi dan Fisik Gelatin Kulit Ikan Nila
No Kadar Air Kadar Kadar Kadar Derajat Gel pH Viskositas Titik Titik Gel
(%) Abu (%) Lemak Protein Putih Strenght (cPs) Leleh (oC)
o
(%) (%) (g/cm2) ( C)
1. 11.53 1.23 0.17 87.01 29.50 143.00 5.30 4.00 29.00 9.00
2. 10.57 0.68 0.18 88.46 33.00 163.20 4.96 2.00 28.00 7.00
3. 11.31 0.67 0.21 87.78 32.50 133.50 5.07 3.00 30.00 10.00
4. 10.43 0.51 0.04 88.96 31.00 136.50 4.82 3.00 35.00 10.00
5. 11.10 0.50 0.30 86.50 35.60 153.30 5.20 3.00 17.00 4.00
6. 10.95 0.33 0.06 88.60 2.20 184.70 5.47 2.00 28.00 6.00
7. 10.30 0.48 0.10 86.70 30.00 139.00 4.50 4.00 31.00 10.00
8. 11.20 0.63 0.25 87.50 31.60 144.00 5.00 3.00 21.00 10.00
9. 6.58 0.40 0.14 87.40 30.30 184.70 5.90 5.00 24.50 9.00
10. 8.00 0.45 0.16 86.92 29.95 145.30 5.90 4.50 23,90 9.00
11 7.20 0.40 0.10 87.23 30.15 131.10 5.90 4.50 24,10 10.00
12. 7.90 0.40 0.13 87.13 30.40 163.20 5.90 5.00 24,20 9.00
13. 7.70 0.30 0.09 86.98 29.90 126.50 5.90 4.500 24.00 9.00
9.60 0.54 0.15 87.47 28.93 149.85 5.37 3.65 20.58 8.61
10
Tabel 1.1.3. Rendemen Gelatin dari Kulit Ikan Nila
No. Berat Kulit Berat No. Berat Kulit Berat
(g) Rendemen (g) Rendemen
(g) (g)
1. 5000 8.6 8. 5000 18.4
2. 5000 8.6 9. 5000 15.6
3. 5000 10.6 10. 5000 15.2
4. 5000 14.7 11. 5000 12.0
5. 5000 15.0 12. 5000 14.4
6. 5000 14.8 13. 5000 15.2
7. 5000 14.8
Kadar Air
Kadar air adalah kandungan air bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat
basah dan berat kering (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air merupakan parameter
penting dari suatu produk pangan, karena kandungan air dalam bahan makanan ikut
menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 1997).
Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi,
yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi non enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan
sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. (Syarief dan Halid, 1993).
Hasil pengukuran kadar air gelatin kulit ikan nila berkisar antara 7,2 – 11,52%
jauh dibawah nilai gelatin standar yaitu 16% (SNI 06–3735, 1995), sedangkan kisaran
mutu gelatin farmasi sebesar 14% (Fish Gelatin, 2003). Rendahnya kadar air ini diduga
disebabkan oleh pendeknya waktu perendaman dalam asam yaitu selama 2 jam, dimana
jumlah air yang diserap sangat sedikit, apabila perendaman mencapai taraf maksimal,
gelatin yang terkonversi mengikat air sehingga meningkatkan kadar air bahan dan
kehilangan air selama proses pengeringan. Gelatin dari kulit ikan nila yang dihasilkan
dengan pengeringan sistim dehumidifier pada suhu 55 oC selama 8 jam.
11
Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik dan
biasanya komponen-komponen tesebut terdiri dari kalsium, natrium, besi, magnesium,
dan mangan. Abu yang terbentuk berwarna putih abu-abu, berpartikel halus dan mudah
dilarutkan. Tujuan utama dari analisa kadar abu adalah untuk mengetahui secara umum
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan. Menurut Apriyantono et. al, (1989)
menyatakan bahwa nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah
mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut.
Hasil analisa kadar abu gelatin kulit ikan nila (table 1.1.2) berkisar antara 0,3 –
1,23%, ini termasuk dalam kisaran standar kadar abu gelatin yang tidak lebih dari 3%
(Food Chemical Codex, 1996) dan standar mutu kadar abu gelatin farmasi yaitu 1 – 2%
(Fish Gelatin, 2003). Dengan demikian berdasarkan kadar abu, gelatin kulit ikan nila
sudah memenuhi standar mutu gelatin farmasi.
Tabel 1.1.4. Sifat Kimia Gelatin Kulit Ikan Nila, Gelatin Komersial dan Gelatin
Standar Laboratorium
Gelatin
Parameter
Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
Kadar air (%) 9,14 11,66 11,45
Kadar Abu (%) 0,35 1,66 0,52
Kadar Lemak (%) 0,13 0,23 0,25
Kadar Protein (%) 87,57 85,59 87,28
Nilai pH 5,84 7,1 5,0
Kadar Lemak
Penentuan kadar lemak digunakan untuk mengetahui kemungkinan daya simpan
produk, karena lemak berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan. Lemak
berhubungan dengan mutu dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta
menyebabkan penyimpangan rasa dan bau (Winarno, 1997). Gelatin yang bermutu
tinggi diharapkan memiliki kandungan lemak yang rendah, bahkan diharapkan tidak
mengandung lemak. Jobling dan Jobling (1983) menyatakan bahwa kadar lemak yang
tidak melebihi batas 5% merupakan salah satu persyaratan mutu penting gelatin.
Rendahnya kadar lemak ini memungkinkan tepung gelatin dapat disimpan dalam waktu
relatif lama tanpa menimbulkan bau dan rasa tengik.
Tabel 2 menunjukan bahwa hasil analisa kadar lemak gelatin kulit ikan nila
berkisar antara 0,05 – 0,30%. Dari hasil analisa kadar lemak ini dimungkin untuk
menyimpan gelatin dari kulit ikan nila dalam batas waktu yang relatif lama tanpa
menimbulkan perubahan mutu yang berarti. Kadar lemak gelatin tergantung pada
perlakuan (treatment) selama proses pembuatan gelatin baik pada tahap pembersihan
kulit (degreasing) hingga pada tahap penyaringan filtrat hasil ekstraksi, dimana setiap
perlakuan yang baik akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku
sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah. Ini menunjukan
bahwa perlakuan yang digunakan dalam proses pembuatan gelatin dari kulit ikan nila
sudah sangat efisien.
12
Kadar Protein
Gelatin merupakan salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui
proses hidrolisis kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Gelatin
merupakan bahan makanan tambahan berupa protein murni, yang diperoleh dari
penguraian kolagen dengan penggunaan panas. Tingginya kadar protein dari gelatin
kulit ikan nila menunjukan bahwa gelatin tersebut memiliki mutu yang baik.
Berdasarkan berat keringnya gelatin terdiri dari 98 – 99% protein.
Kandungan Mikrobiologi
Analisa mikrobiologi gelatin ikan nila dilakukan terhadap Total Plate Count
(TPC), Eschercia coli dan Salmonella yang merupakan parameter mikrobiologi yang
kritis pada produk pangan (gelatin). Sebagaimana diketahui bahwa gelatin sebagai
nutrient yang sangat baik untuk kebanyakan bakteri, karenanya dalam proses
pengolahannya harus secara hati-hati untuk menghindari kontaminasi. Beberapa negara
mempunyai spesifikasi tertentu mengenai kandungan mikrobiologi gelatin, biasanya hal
itu tidak begitu berbeda. Total Plate Count untuk mesophylic yang berlaku secara
umum adalah 1000, dimana beberapa negara membatasi kehadiran E. coli, Salmonella,
spora Clostridium, Staphylococcus, dan pakan kadang-kadang Pseudomonas (Gelatin
Food Science, 2002).
Tabel 1.1.5. Kandungan Mikrobiologi Gelatin Kulit Ikan Nila, Komersial, dan Standar
Laboratorium
Parameter Gelatin
Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
4 9
Total Plate Count 3,85 x 10 5,7 x 10 4,0 x 109
Eschercia coli <3 negatif negatif
Salmonella negatif negatif negatif
Hasil analisa mikrobiolagi terhadap gelatin kulit ikan nila mempunyai nilai total
plate count sebesar 3,85x104, lebih kecil bila dibandingkan nilai total plate count gelatin
komersial maupun gelatin standar laboratorium yaitu sebesar 5,7x109 dan 4,0x109,
sedangkan untuk nilai E. coli sebesar <3 lebih besar dari gelatin komersial maupun
standar laboratorium.
Uji Organoleptik
Sifat organoleptik dari gelatin kulit ikan nila diuji dengan menggunakan uji
pasangan segitiga terhadap gelatin standar laboratorium dan gelatin komersial. Sifat
organoleptik yang diamati pada penelitian ini adalah aroma/bau, penampakan, dan
warna.
13
HASIL PENILAIAN HEDONIK "GELATIN"
8.00
6.00
HEDONIK
4.00
2.00
0.00
912 274 653
K OD E SAM P E L
Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap uji hedonik
berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel memberikan pengaruh yang nyata di
antara sampel tersebut. Panelis menilai gelatin yang disimpan dalam wadah plastik dan
botol mulai dari agak tidak suka sampai netral sedangkan untuk gelatin yang komersial,
panelis memberikan nilai mulai suka sampai sangat suka. Bila tingkat kesukaan
diurutkan berdasarkan penilaian panelis, maka gelatin komersial menduduki peringkat
pertama lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah botol dan peringkat
terakhir gelatin yang disimpan dalam wadah plastik.
5.00
4.00
3.00 WA RNA
2.00
1.00
0.00
912 274 653
KODE SAM P E L
Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap warna gelatin
berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel memberikan pengaruh yang nyata di
antara sampel dengan intensitas warna dari kuning kecoklatan sampai coklat kehijauan.
Bila diurutkan berdasarkan penilaian panelis terhadap intensitas warna, gelatin
komersial menduduki peringkat pertama mulai dari warna kuning sampai kuning
kecoklatan lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik dan peringkat
terakhir adalah gelatin yang disimpan dalam wadah botol, dimana antara gelatin yang
disimpan dalam wadah plastik maupun botol, intensitas warna nya tidak begitu berbeda
nyata.
14
HASIL PENILAIAN BAU "GELATIN"
4.00
3.00
BA U
2.00
1.00
0.00
912 274 653
K OD E SAM P E L
Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap bau gelatin
berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel tidak menunjukkan beda nyata
terutama antara gelatin komersial dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik.
Bila diurutkan berdasarkan penilaian panelis, gelatin komersial menduduki peringkat
pertama lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik yang dimulai
dari agak bau ikan sampai dengan tidak bau ikan dan peringkat terakhir adalah gelatin
yang disimpan dalam wadah botol mulai dari bau ikan sampai agak bau ikan.
Tabel 1.1.6. Komposisi Asam Amino Gelatin Kulit Ikan Nila, Komersial dan Standar
Laboratorium
Gelatin (%)
Asam Amino
Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
Asam aspartat 2,97 4,93 5,15
Asam glutamate 3,16 9,43 9,47
Serin 2,78 2,18 1,97
Glisin 12,49 23,01 23,13
Histidin 2,01 0,03 0,02
Arginin 1,86 8,95 8,12
Theonin 1,71 2,87 2,93
Alanin 1,50 10,24 10,07
Prolin 15,05 12,34 12,54
Tirosin 2,95 0,15 0,11
Valin 1,39 1,60 1,26
Methionin 1,70 0,55 0,42
Sistin 1,39 0,07 0,10
Isoleusin 1,52 1,13 1,03
Leusin 12,04 - -
Phenilalanin 2,47 1,92 1,96
Lisin 2,16 2,86 1,53
Hidroksilisin 6,12 - -
15
Gelatin sebagai protein hasil ekstraksi dari kolagen memiliki komposisi asam
amino yang mirip dengan asam amino yang dikandung oleh kolagen. Menurut Eastoe
dan Leach (1977) bahwa molekul kolagen tersusun dari kurang lebih dua puluh asam
amino yang memiliki bentuk berbeda-beda tergantung pada sumber bahan bakunya.
Asam amino glisin, prolin dan hidroksi prolin merupakan asam amino utama kolagen
Asam amino aromatik dan sulfur terdapat dalam jumlah sedikit. Komposisi asam amino
sangat penting dalam karakteristik sifat gelatin. Pada analisa komposisi asam amino,
penentuan dilakukan dengan teknik High Performance Liquid Chromatography
(HPLC).
Logam Berat
Logam berat seperti merkuri, krom, cadmium, arsen, dan timbal mempunyai
berat molekul yang besar. Logam berat terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup
yang mengakibatkan kadarnya lebih besar daripada kadarnya di lingkungan dan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya posisi organisme pada rantai makanan.
Analisis logam berat sangat penting bagi produk seperti gelatin kulit ikan nila,
antara lain untuk menentukan apakah gelatin tersebut aman digunakan atau dikonsumsi
terutama dalam produk farmasi (obat-obatan) dan produk pangan.
Tabel 1.1.7. Kandungan logam berat pada gelatin kulit ikan nila, gelatin komersial, dan
gelatin standar laboratorium
Gelatin
Jenis Logam Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab
(mg/kg) (mg/kg) (mg/kg)
Raksa (Hg) Ttd Ttd Ttd
Timbal (Pb) Ttd Ttd Ttd
Tembaga (Cu) 5,11 7,75 4,85
Arsen (As) Ttd Ttd Ttd
Seng (Zn) 15,24 21,35 11,87
Hasil analisa logam berat dari ketiga jenis gelatin tersebut (Tabel 1.1.7)
menunjukkan bahwa kandungan logam berat dalam gelatin komersial lebih tinggi
dibandingkan kedua jenis gelatin lainnya. Akan tetapi, secara umum konsentrasi logam
berat dalam ketiga jenis gelatin tergolong rendah, sesuai dengan standar mutu gelatin
farmasi (Fish, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gelatin yang diproduksi dari kulit
ikan nila dapat digunakan dalam industri farmasi dan pangan.
Analisa Ekonomi
Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila juga dilakukan
dalam kegiatan ini. Hasil pengamatan ditunjukkan dalam tabel 1.1.8 dan 1.1.9. Secara
umum dapat disimpulkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila dibutuhkan
biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya untuk
memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-
16
Tabel 1.1.8. Tahapan Proses, Kebutuhan Bahan dan Alat, serta Kapasitas Alat
TAHAPAN PROSES, BAHAN, ALAT DAN KAPASITAS
Bahan Alat
No. Tahap proses Rendemen
Jenis Jumlah Satuan Jenis Kapasitas Satuan
atau Dosis
1 Pencucian Kulit 750.00 kg
Air 3.00 2.25 m3
3 3
TOTAL 3.00 m Mollen 9.00 m
18
17
6 Perajangan Kulit 1.02 1140.75 kg Perajang 1140.75 kg
18
19
13 Filtrasi I Larutan 1.34 1.01 m3 Filter vakum 1.01 m3
19
20
Tabel 1.1.9. Analisa Pembiayaan Produksi Gelatin Kulit Ikan Nila
21
20
Alat Daya Waktu kerja Bahan bakar Tenaga kerja Biaya
No. Tahap proses Biaya BB (Rp)
Jenis Kapasitas Satuan (KW) (jam) Biaya (Rp) (kg) (HOK) Tenaga Kerja
1 Persiapan bahan baku wadah plastik 200 ltr 0.00
2 Pencucian wadah plastik 500 ltr 0.00
3 Perendaman 0.00
wadah plastik 500 ltr 0.00
4 Pencucian mesin cuci 500 ltr 1.50 0.25 375.00
5 Ekstraksi I ekstraktor 500 ltr 1.50 4.00 400.00 6.00 36000.00
6 Ekstraksi II ekstraktor 1.50 1.00 100.00 1.50 9000.00
7 Penyaringan filter vibrator 500 ltr 0.75 1.50 1125.00 3.00
8 Pemekatan evaporator 600 ltr 6.00 27.00 162000.00 27.00 162000.00
9 Pendinginan chillroom 0.75 12.00 9000.00
10 Ekstruksi ekstruksi 60 ltr 0.00
11 Pengeringan pengering 54 kg 2.20 8.00 17600.00 2.00
12 Penepungan penggiling 15 kg 0.75 0.17 125.00
13 Pengemas pengemas 1.00 kg 0.50 0.13 62.50 2.00
Jumlah 190,788 7 238,000
Jumlah (=1.028.226 + 190.788 + 238.000) 1,457,014
21
22
KESIMPULAN
1. Analisa terhadap gelatin dari kulit ikan nila memberikan nilai rendemen 13,69%;
kadar air 7,43%; kadar abu 0,54%; kadar protein 87,96; kadar lemak 0,10%; pH
5,37; derajat putih 32,18; viskositas 3,65 cps; kekuatan gel 143,4 gr/bloom; titik
0 0
leleh 27,5 C; dan titik gel 5,08 C. Sedangkan pengamatan organoleptik terhadap
gelatin adalah yang terbaik menunjukan warna tidak berbeda nyata dengan gelatin
komersial yaitu berwarna kuning kecoklatan.
2. Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila telah dilakukan.
Hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan
nila dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg,
jadi biaya untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono A., Fardiaz D., Puspitasari N., Yasri S., Budyanto S., 1989. Analisis
Pangan, IPB Press. Bogor.
Astawan M., Haryadi A., 2002. Analisis Sifat Reologi Gelatin dari Kulit Ikan Cucut.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 8 (1). Hal. 38 – 46.
Aviana, T. 2002. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam serta Metode
Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Gelatin dari Kulit dan
Tulang Cucut. Skripsi. Fakultas Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2002. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor, Jakarta.
Ballian, G. and J. H. Bowes. 1969. The Structure and Properties of Colagen. In: A.G.
Ward and A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic
Press. London, New York.
Charley, H. 1982. Food Science. 2nd ed. John Willey and Sons. New York.
22
Gelatin Food Science. 2002. Gelatin. http:///www.gelatin.co.za/gltnl.html. Diakses
tanggal 5 September 2005.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry, Academic Press, New York.
Johns, P. 1977. The Structure and Composition of Collagen Containing Tissue. In:
Ledward, D. A., Taylor, A. J., Lawrie, R. A. (ed). Upgrading Waste for Fee and
Food. Butterworths. London.
King, W, 1969. Gelatin. In: Glicksman, M. (ed). Gum and Technology in Food
Industry. Academic Press. New York.
Norland, R. E. 1993. Fish Gelatin. In: Volght, M. N., Botta, J. K. (ed). Advances in
Fisheries Technology and Biotechnology for Increased Profitability, Lancaster,
pa: Technomic Pub, Co.
SNI 01-2339. 1991. Penentuan Total aerobic Plate Count (TPC). Dewan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
SNI 06-3735. 1991. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
23
Soekarto ST, Hubeis M, 1991. Metodologi Penelitian Organoleptik. Program Studi
Ilmu Pangan, IPB, Bogor.
Stainsby, G. 1977. The Gelatin, Gel and The Sol-Gel and Transformation. In:
Ward A. G, Court A. (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic
Press, New York.
SNI 01–2339. 1991. Penentuan Total Aerobic Plate Count (TPC). Dewan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
SNI 06–3735. 1991. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Stainsby, G. 1977. The Gelatin, Gel and the Sol–Gel in Transformation. In: Ward, A.G.,
Court, A. (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New
York.
Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology, Applied Science
Publisher, Ltd. London.
Syarief, R., dan Halid, H., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.
Utama, H. 1997. Gelatin yang Bikin Heboh. Jurnal Halal. LPPOM – MUI. No.18. hal:
10 – 12.
Viro, F. 1002. Gelatin. In: Hui, Y. H. (ed). Encyclopedia of Food Science and
Technology 2. John Wiley and Sons, Inc. Toronto.
Ward, A. G. dan Court, A. 1977. The Sciance and Technology of Gelatin. Academic
Press. New York.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wiyono, V. S. 2001. Gelatin Haram Gelatin Halal. Jurnal Halal, LPPOM–MUI no.36,
26 – 27.
24