PENGANTAR
Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu
kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir
dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan
semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk
memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka
pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan
memiliki dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para eksistensialis
menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
Manusia bukanlah bidak dari kekuatan-kekuatan yang deterministik dari
pengondisian.
Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan
kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial
juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan
yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki
arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut
menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang
terhatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa eksistensial, yang juga
merupakan bagian dari kondisi manusia, adalah akibat dari kegagalan individu
untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan
tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi
kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian : manusia
lahir ke dunia sendirian dan mati sendirian pula. Sungguhpun pada hakikatnya
sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional.
Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan
kondisi-kondisi isolasi, depersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian.
Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri, yakni mengungkapkan
potensi-potensi manusiawinya. Sampai taraf tertentu, jika tidak mampu
mengaktualkan diri, ia bisa menjadi "sakit". Patologi dipandang sebagai
kegagalan menggunakan kebebasan untuk mewujudkan potensi-potensi
seseorang.
C. PROSES-PROSES TERAPEUTIK
Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara,
otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar
bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
Bugental (1965) menyebut keotentikan sebagai "urusan utama psikoterapi" dan
"nilai eksistensial pokok". Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik:
(1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, (2) memilih bagaimana hidup pada
saat sekarang, dan.(3) memikul tanggung jawab untuk memilih. Klien yang
neurotik adalah orang yang kehilangan rasa ada, dan tujuan terapi adalah
membantunya agar ia memperoleh atau menemukan kembali kemanusiaannya
yang hilang.
Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri
klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi
bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Penerimaan tanggung jawab
itu bukan suatu hal yang mudah; banyak orang yang takut akan beratnya
bertanggung jawab atas menjadi apa dia sekarang dan akan menjadi apa dia
selanjutnya. Mereka harus memilih, misalnya, akan tetap berpegang pada
kehidupan yang dikenalnya atau akan membuka diri kepada kehidupan yang
kurang pasti dan lebih menantang. Justru tiadanya jaminan-jaminan dalam
kehidupan itulah yang menimbulkan kecemasan. Oleh karena itu, terapi
eksistensial juga bertujuan membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan
sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa
dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar
dirinya.
2. Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang
pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien.
5. Makna adalah sesuatu yang tidak diperoleh begitu saja, tetapi merupakan
hasil dari pencarian kita dan dari penciptaan tujuan kita yang unik.
Pengalaman kesendirian
Para eksistensialis berdalil bahwa bagian dari kondisi manusia adalah
pengalaman kesendirian. Bagaimana, kita bisa memperoleh kekuatan dari
pengalaman melihat kepada diri sendiri dan dari merasakan kesendirian dan
keterpisahan. Rasa terisolasi muncul ketika kita menyadari bahwa kita tidak
bisa bergantung pada orang lain dalam mengukuhkan diri, yakni kita sendirilah
yang harus memberikan makna kepada hidup kita, kita sendiri yang harus
menetapkan bagaimana kita akan hidup, kita sendiri yang harus menemukan
jawaban-jawaban, dan kita sendiri yang harus memutuskan apakah kita akan
menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu. jika kita tidak sanggup
menoleransi diri ketika kita mengalami kesendirian, bagaimana mungkin kita
mengharapkan orang lain bisa cliperkaya oleh kehadiran kita. Sebelum kita
bisa memiliki jalinan hubungan yang kuat dengan orang lain, kita terlebih
dahulu harus memiliki jalinan hubungan dengan diri kita sendiri.". Kita harus
belajar mendengarkan diri kita sendiri. Kita terlebih dahul harus mampu berdiri
tegak sendirian sebelum berdiri di samping orang lain.
Terdapat suatu paradoks dalam dalil yang menyebutkan bahwa manusia
secara eksistensial sendirian, tetapi juga berhubungan. Paradoks ini
menguraikan kondisi manusia. Keliru apabila kita berpikir bahwa kita bisa dan
perlu memperbaiki kondisi itu. pada akhirnya kita sedirian. Kita mengalami
kesendirian eksistensial ketika kita mengakui dan menerima bahwa kita
memikul tanggung jawab atas pilihan-pilihan kita berikut hasil-hasilnya bahwa
komunikasi total dari individu yang satu dengan individu yang lainnya tidak
pernah bisa dicapai, bahwa kita adalah individu-individu yang terpisah dari
orang lain, dan bahwa kita adalah unik.
Pengalaman keberhubungan
Kita adalah makhluk yang relasional, dalam arti bahwa kita bergantung
pada hubungan dengan orang lain untuk kemanusiaan kita. Kita memiliki
kebutuhan untuk menjadi orang yang berarti dalam dunia orang lain, dan kita
butuh akan perasaan bahwa kehadiran orang lain penting dalam dunia kita.
Apabila kita memperbolehkan orang lain memiliki arti dalam dunia kita, maka
kita mengalami keterhubungan yang bermakna. Apabila kita mampu tegak
sendiri dan menyelam ke dalam diri sendiri untuk memperoleh kekuatan, maka
hubungan kita dengan orang lain berlandaskan pemenuhan bukan deprivasi.
Bagaimanapun, jika kita secara pribadi merasa mengala deprivasi, maka hanya
sedikit yang diharapkan dari hubungan kita denga orang lain kecuali hubungan
bergantung, parasitik, dan simbiotik.
Dalil 4: Pencarian Makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya
untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam
pencarian makna dan identitas pribadi.
Menurut pengalaman penulis, konflik-konflik yang menclasari sehingga
membawa orang-orang ke dalam konseling dan terapi adalah dilema-dilema
yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada?
Apa yang saya inginkan dari hidup? Apa yang memberikan maksud kepada
hidup saga? Di mana sumber makna bagi saya dalam hidup ini?
Terapi eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk
membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup. Pertanyaan-pertanyaan
yang bisa diajukan oleh terapis kepada kliennya adalah: Apakah Anda menyukai
arah hidup Anda? Apakah Anda puas atas apa Anda sekarang dan akan menjadi
apa Anda? Apakah Anda aktif melakukan sesuatu yang akan mendekatkan Anda
pada ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui apa yang Anda inginkan? Jika
Anda bingung mengenai siapa Anda dan apa yang Anda inginkan, apa yang
Anda lakukan untuk memperoleh kejelasan?
Implikasi-implikasi konseling
Penulis sampai pada pandangan bahwa kematian dan kehidupan adalah
lawan yang setara. Untuk tumbuh kita harus bersedia membiarkan sebagian dari
masa lampau kita berlalu. Bagian-bagian tertentu dari diri kita harus mati bila
dimensi-dimensi baru harus muncul. Kita tidak bisa berpegang. pada aspek-
aspek neurotik masa lampau kita jika kita sekaligus mengharapkan sisi kita
yang lebih kreatif berkembang.
Satu teknik kelompok yang telah terbukti berguna adalah meminta
kepada kelompok orang (klien) untuk mengkhayalkan diri mereka berada dalam
ruangan yang sama dengan orang-orang yang sama sepuluh tahun yang akan
datang. Penulis meminta kepada mereka untuk membayangkan bahwa mereka
tidak mengikuti putusan-putusan yang telah mereka buat dan bahwa mereka
gagal menerima peluang untuk mengubah diri dengan cara-cara yang sangat
diinginkan. Mereka juga diminta membayangkan bahwa mereka tidak
menghadapi bagian-bagian diri yang ditakuti, bahwa urusan rnereka yang tak
selesai tetap tidak terselesaikan, bahwa mereka tidak menggarap, proyek-proyek
mereka, dan bahwa mereka memilih untuk tetap seperti sekarang alih-alih
mengambil risiko untuk berubah. Kemudian penulis, meminta kepada mereka
untuk berbicara tentang kehidupan mereka seakan-akan mereka tahu bahwa diri
mereka sedang mendekati ajal. Praktek ini bisa memobilisasi para klien untuk
memandang waktu yang mereka." miliki secara serius dan is bisa mencegah
mereka menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaan
seperti zombie alih-alih kehidupan yang lebih sempurna.
Materi tambahan
DISUSUN OLEH:
SUPRAPTO G0108021
ELIZABETH A P S G0108053
FAHIMA G G0108056
I KADEK E T G0108062
HERWINDA N S G0108124
NORYSTA C R G0108128
TAHUN 2011