Anda di halaman 1dari 16

Seorang Anak Usia 1 Tahun

Mengalami Kejang Sebanyak Tiga Kali dan Demam

Kelompok V
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam sangat sering dijumpai pada bayi dan anak. Perlu dibedakan apakah
kejang demam murni yang terjadi tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau kejang karena
epilepsi yang dibangkitkan oleh demam atau kejang karena epilepsi. Baik itu dari anamnesis,
gejala, frekuensi, lamanya kejang dan juga dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
penunjang seperti Lumbal Pungsi.

Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu Simple febrile seizures
(Kejang Demam Sederhana) dan Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang
Demam Kompleks). Kejang Demam Sederhana biasanya memiliki gejala kejang menyeluruh
yang berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam. Sedangkan kejang demam
kompleks memiliki gejala kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung
> 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak usia 1 tahun mengalami kejang sebanyak tiga kali dan demam. Kejang baru
pertama kali dan pertama kali dan tidak ada riwayat trauma kepala. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan berat 9 kg, somnolen, suhu 39,5° C disertai tanda rangsang meningeal. Anda diminta
untuk merancang tindakan medik pada kasus tersebut.
BAB III

PEMBAHASAN

ANALISIS KASUS
I. Anamnesis
Identitas
Nama :A
Umur : 1 Tahun
Jenis kelamin : -
Nama Orang tua : -
Usia Orang tua : -
Pendidikan orang tua : -
Alamat : -
Pekerjaan Orang Tua : -

Keluhan utama
- Kejang sebanyak tiga kali dan demam
Kejang baru pertama kali dan tidak ada riwayat trauma kepala

Diperlukan anamnesis tambahan kepada orang tua untuk mengetahui :

1. Identitas

Ditanyakan kepada orang tua identitas anak dan orang tua untuk melengkapi data
identitas diatas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

- Lamanya kejang

- Kejang umum/fokal

- Keadaan sebelum atau setelah kejang

- Kejang berulang dalam kurun waktu berapa lama (dari hasil anamnesis pasien
mengalami kejang sebanyak 3 kali)
- Keluhan tambahan yang menyertai

3. Riwayat Penyakit dahulu

4. Riwayat kelahiran

- Cukup bulan atau tidak

- Cara kelahiran

- Berat dan panjang badan waktu lahir  untuk mengetahui BBLR

- Pasien anak keberapa dalam keluarga

5. Riwayat imunisasi

6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak

- Apakah sesuai dengan anak-anak seusianya?

7. Riwayat kehamilan ibu

- Kesehatan ibu selama hamil

- Keteraturan pemeriksaan kehamilan

- Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan

- Kebiasaan ibu pada waktu hami (contoh : merokok, alkohol)

- Gizi ibu selama kehamilan

8. Riwayat penyakit keluarga

- Apakah ada saudara pasien atau anggota keuarga lain yang pernah mengaami
hal yang sama

II. Pemeriksaan Fisik


o Keadaan umum : Somnolen
o Antopometri :
o BB : 9 kg  dalam keadaan normal BB bayi usia 4 bulan sudah mencapai 2
x BB lahir dan pada usia 1 tahun sudah 3 x BB lahir
o Tb : -
o Tanda Vital :
• TD : -
• RR : -
• Nadi : -
• Suhu : 39,5° C
o Kulit : turgor?
o Kepala : -
o Thorax : -
o Abdomen : -
o Ekstremitas : -

III. Pemeriksaan Neurologis

Meningeal Sign :+

HIPOTESIS

Pasien ini mengalami kejang demam dengan meningeal sign positif.

1. Infeksi Susunan saraf pusat : - Meningitis

- Ensefalitis

2. Epilepsi
3. Kejang Demam

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium : darah lengkap, urin lengkap, feces


2. Lumbal Pungsi

PENATALAKSANAAN

1. Anti Kejang (diazepam), jika pasien datang dalam keadaan kejang.


2. Profilaksis
3. Antipiretik (parasetamol)
Lumbal Pungsi

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi untuk mengetahui apakah ada
infeksi intrakranial. Dimana tanda rangsang meningeal positif (+) maka kemungkinan terdapat
infeksi intrakranial, kemungkinan meningitis. Maka untuk menentukan adanya infeksi perlu
diakukan pemeriksaan pada pada cairan serebrospinal yang diambi dengan Teknik Lumbal
Pungsi. Kemudian baru dilakukan analisis CSF yang diambil.

Dalam melakukan tindakan lumbal pungsi pada wajib diperhatikan indikasi dan
kontraindikasi nya, dan juga komplikasi yang mungkin timbul dari tindakan umbal pungsi.

Indikasi :

1. Diagnosis meningitis atau ensefalitis

2. Diagnosis dan pengobatan perdarahan intracranial

3. Pemeriksaan myelografi dengan zat kontras

4. Pengobatan atau pencegahan pada hidrosefalus komunikans yang disebabkan perdarahan


intraventrikular

Kontraindikasi :

1. Kelainan mekanisme pembekuan darah

2. Infeksi kulit pada daerah yang akan dipungsi

3. Kelainan tulang lumbo-sakral

4. Peningkatan tekanan intrakranial

5. Gangguan pernapasan dan sirkulasi

6. Anak dalam keadaan kejang.

Komplikasi Lumbal Pungsi

1. Infeksi
2. Sakit kepala

3. Jarum Pungsi patah

4. Herniasi

5. Tertusuknya saraf oleh jarum pungsi

6. Perdarahan

Jika tidak ada kontraindikasi pada pasien ini, maka bisa diakukan tindakan lumbal
pungsi, adapun alat-alat yang akan digunakan semuanya harus dalam keadaan steril.

Alat

1. Sarung tangan steril

2. Duk berlubang

3. Kassa steril, kapas, dan plester

4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet

5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%

6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Cara Pengambilan CSF

1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik ke arah

lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan sumbu kraniospinal

(kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan garis

potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika anterior

superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3

namun tidak boleh pada bayi.

3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan

povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi

lumbal dibiarkan terbuka.


4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung

tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum perlahan-lahan

menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus

duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap anak tergantung umur dan

keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun.

Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.)

6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih

baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan.

7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

LUMBAL PUNGSI

Merupakan suatu tindakan pengambilan cairan serebrospinal pada daerah lumbal.

Indikasi :

1. Diagnosis meningitis atau ensefalitis

2. Diagnosis dan pengobatan perdarahan intracranial

3. Pemeriksaan myelografi dengan zat kontras

4. Pengobatan atau pencegahan pada hidrosefalus komunikans yang disebabkan perdarahan


intraventrikular

Kontraindikasi :

1. Kelainan mekanisme pembekuan darah

2. Infeksi kulit pada daerah yang akan dipungsi

3. Kelainan tulang lumbo-sakral

4. Peningkatan tekanan intrakranial

5. Gangguan pernapasan dan sirkulasi

6. Anak dalam keadaan kejang.

Alat

1. Sarung tangan steril

2. Duk berlubang

3. Kassa steril, kapas, dan plester

4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet

5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%


6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Cara Pengambilan CSF

1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik ke arah

lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan sumbu kraniospinal

(kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan garis

potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika anterior

superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3

namun tidak boleh pada bayi.

3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan

povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi

lumbal dibiarkan terbuka.

4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung

tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum perlahan-lahan

menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus

duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap anak tergantung umur dan

keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun.

Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.)

6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih

baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan.

7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester


Komplikasi Lumbal Pungsi

1. Infeksi

2. Sakit kepala

3. Jarum Pungsi patah

4. Herniasi

5. Tertusuknya saraf oleh jarum pungsi

6. Perdarahan

Lumbal Pungsi memiliki beberapa komplikasi yang serius. Yang paling sering adalah sakit
kepala, terjadi pada satu dari 3 pasien, namun jarang yang bekembang menjadi sakit kepala hebat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh penurunan tekanan LCS dan dan penarikan pembuluh darah dural dan serebral
jika pasien berdiri. Walaupun tidak terlalu membantu, posisi berbaring sering disarankan dan obat
analgetik oral sering diberikan untuk mangatasi hal ini.
Perdarahan ke dalam meningen medulla spinalis atau rongga epidural dapat terjadi pada pasien
yang sedang mendapat terapi antikoagulan (umumnya dengan rasio normalisasi internasional/INH > 1.7),
jumlah trombosit yang rendah (<50.000/m3) atau mengalami ganguan fungsi trombosit
(alkoholisme,uremia). Hal ini diatasi dengan pemulihan terhadap koagulopati, dan pada beberapa kasus
dilakukan terapi badah evakuasi bekuan darah. Terjadinya meningitis purulenta dan infeksi pada diskus
merupakan komplikasi yang jarang dari LP yang diakibatkan oleh teknik sterilisasi yang kurang steril
serta masuknya benda asing ke dalam ruang subarakhnoid medulla spinalis juga dapat menyebabkan
meningitis steril.

PROSEDUR PEMERIKSAAN LUMBAL PUNGSI

Gambaran makroskopis LCS harus dicatat dan kemudian dibagi dalam beberapa tabung sebagai
sampel untuk pemeriksaan (1) jumlah dan jenis sel serta jenis kuman (2) kadar protein dan glukosa (3)
sitologi sel tumor (4) kadar gamaglobulin, fraksi protein lainnya, keberadaan pita oligoklonal dan tes
serologis (5) pigmen laktat, ammonia, pH, CO2, enzim dan substansi yang dihasilkan tumor (contohnya
β2 mikroglobulin) dan (6) bakteri dan jamur (melalui kultur), antigen kriptokokus dan organism lainnya,
DNA virus herpes, citomegalovirus dan kuman lainnya (menggunakan PCR) dan isolasi virus.

Tekanan dan Aliran

Pada pasien dengan posisi lateral dekubitus, tekananan LCS diukur menggunakan manometer
dengan jarum spinal yang terhubung ke dalam rongga subarachnoid. Pada dewasa normal, tekanan LCS
biasanya 100 - 180 mmH2O atau 8-14 mmHg. Pada anak tekanan berkisar antara 30 – 60 mmH2O.

Gambaran Makroskopik dan Pigmen

Normalnya, cairan LCS bening dan tidak berwarna (jernih). Adanya eritrosit dalam LCS
memberikan gambaran yang tidak jelas, setidaknya harus ada 200 eritrosit per millimeter kubik (mm 3)
untuk bisa mendeteksi perubahan warna. Jumlah eritrosit 1000-6000/mm3 akan memberikan warna sedikit
merah muda atau merah, dan tergantung pada jumlah eritrositnya, dan dengan sentrifugasi akan
didapatkan endapan eritrosit. Leukosit dengan jumlah ratusan dalam LCS (pleositosis) dapat
menyebabkan cairan LCS menjadi berwarna agak keruh.

Selularitas

Peningkatan jumlah leukosit biasanya merupakan reaksi terhadap bakteria dan agen infeksius
lainnya, darah, substansi kimia dan inflamasi imunologis, neoplasma, atau vaskulitis. Jumlah leukosit
dapat dihitung dengan menggunakan kamar hitung biasa, namun untuk identifikasi harus menggunakan
sentrifugasi cairan dan sedimentasi dengan pewarnaan Wright atau penggunaan filter Millipore, fiksasi
dan pewarnaan.
Protein

Bertolak belakang dengan jumlah protein yang tinggi dalam darah (5.500-8000 mg/dL), pada
orang dewasa jumlahnya dalam LCS berkisar 45-50mg/dL atau kurang. Kadar protein pada sisterna basal
10-25mg/dL dan pada ventrikel 5-15 mg/dL. Hal ini menggambarkan bahwa protein LCS memang
berasal dari cairan plasma melalui sawar darah otak. LCS berasal dari ultrafiltrasi darah di pleksus
khoroideus pada ventrikel lateral dan ventrikel IV yang analog dengan filtrasi urin di glomerulus. Jumlah
protein dalam LCS sebanding dengan lamanya kontak dengan sawar darah otak. Setelah memasuki
ventrikel jumlah protein biasanya menurun. Makin ke arah kaudal di daerah sisterna, kadar protein makin
tinggi dan kadar protein tertinggi terdapat pada daerah lumbal. Pada anak, konsenterasi protein LCS rata-
rata lebih rendah pada setiap level (<20mg/dL pada daerah lumbal). Peningkatan jumlah yang melebihi
normal mengindikasikan suatu proses patologis pada daerah sekitar ependim dan meningen, otak, medulla
spinalis ataupun serabut syaraf, meskipun penyebab peningkatan sedikit kadar protein (dalam kisaran
75mg/dL) kadang-kadang membingungkan.

Kadar protein dalam LCS pada meningitis bakterialis dimana perfusi koroid dan meningeal,
sering meningkat mencapai 500mg/dL atau lebih. Infeksi virus menyebabkan peningkatan padar protein
yang lebih sedikit, terutama reaksi dari limfosit, biasanya 50-100mg/dL tapi kadang-kadang dapat
mencapai 200mg/dL sedangkan pada beberapa kasus meningitis virus kadar proteinnya bisa normal.

Glukosa

Konsentrasi glukosa LCS normal adalah 45-80 mg/dL, kira-kira duapertiga dari konsentrasi
serum (0,6-0,7). Peningkatan konsentrasi di serum pararel dengan konsentrasi di LCS, namun pada kasus
hiperglikemia hal ini justru berbanding terbalik dengan konsentrasinya pada LCS (0,5-0,6). Pada kadar
glukosa serum yang sangat rendah, kadar dalam LCS justru meningkat mencapai 85%.

Secara teori, kondisi penurunan kadar glukosa dalam LCS juga dapat disebabkan oleh gangguan
entry glukosa ke LCS karena rusaknya sistem transfer membran. Di sisi lain, meningitis virus tidak
menurunkan kadar glukosa LCS meskipun kadar glukosa yang rendah juga dilaporkan pada beberapa
kasus meningoencepalitis mumps dan herpes simplek serta herpes zoster.

Tes Serologis dan Virologis

Tes serologis untuk virus akan memakan waktu, namun tes ini berguna dalam menentukan secara
restrofektif sumber meningitis atau encepalitis.
BAB IV

KESIMPULAN

.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Matondang S, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak. Jakarta:


Sagung Seto; 2009. Edisi 2. p.g. 9, 186-87

2. Mardjano M, Sidharta P. Neurologi Klinik Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. p.g
416

3. Mayoclic. Lumbar Puncture (Spinal Tap). Available at


http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM01849 Accessed on May, 17th
2011

4. Ikatan Dokter Anak Indonesia (Indonesian Pediatric Society). Kejang Demam pada
Anak. Available at http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?
q=198641315421 Accesed on January, 11st 2011

Anda mungkin juga menyukai