Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Berkat dan
Rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Propeller dan Sistem Perporosan
ini tepat waktu sesuai dengan yang direncanakan, walaupun masih banyak kekurangan
kekurangan yang terdapat dalam laporan ini.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada dosen pembimbing Tugas Sistem
Propeller dan Perporosan saya Bapak Irfan Syarif Arif ST MT atas kesabarannya dalam
membimbing saya dalam menyelesaikan Tugas Propeller dan Sistem Perporosan ini, dan
juga teman-teman saya angkatan 2006, dan kakak-kakak senior yang banyak membantu
dalam penyelesaian Tugas Sistem Propeller dan Perporosan ini.
Dengan selesainya tugas ini semoga dapat menunjang kelanjutan tugas-tugas yang
lain di masa mendatang. Saya berharap selain laporan ini bermanfaat bagi saya juga
bermanfaat bagi rekan rekan lain yang membaca laporan ini.
Akhir kata saya mohon maaf bila ada kekurangan kekurangan dalam laporan saya
ini, dan saya berharap kritikan dan saran untuk menyempurnakan laporan laporan yang
akan saya buat untuk tugas tugas yang akan datang. Terima kasih.
Penulis,
BAB I
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
2
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
PENDAHULUAN
Propeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling umum digunakan dalam
menggerakkan kapal. Sebuah propeller yang digunakan dalam kapal mempunyai bagian daun baling
baling ( blade ) yang menjorok kearah tertentu dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada poros yang
digerakkan oleh mesin penggerak utama kapal.
Sebuah kapal berjalan dengan menggunakan suatu daya dorong yang dalam istilahnya disebut
sebagai thrust. Daya dorong tersebut dihasilkan oleh suatu motor atau engine yang ditransmisikan
melalui suatu poros (sistem transmisi yang banyak digunakan) kemudian daya tersebut disalurkan ke
propeller. Daya dorong yang ditransmisikan tersebut dalam menggerakkan kapal akan sangat
dipengaruhi oleh bagaimana kita mendesain propeller itu sendiri. Semakin baik desainnya baik dari
segi bentuk, effisiensi, jumlah daun, dan lain sebagainya maka akan semakin besar daya dorong yang
akan dihasilkan.
Untuk mendesain propeller pertama-tama kita harus tahu dulu ukuran utama daripada kapal
yang akan ditentukan atau direncanakan propellernya tersebut. Kemudian dari data itu kita
menghitung tahanan total dari kapal. Dalam laporan ini metode yang digunakan untuk menghitung
tahanan total kapal adalah metode Harvald.
Langkah-Langkah Pengerjaan Tugas Gambar
1. Pemilihan motor penggerak utama
Perhitungan tahanan kapal.
Perhitungan daya motor penggerak utama kapal.
Pemilihan motor penggerak utama kapal.
2. Perhitungan dan penentuan type propeler.
Perhitungan type propeller
Perhitungan kavitasi
Perhitungan dimensi gambar propeler
3. Perhitungan dan penentuan sistem perporosan
Perhitungan diameter poros propeller
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
3
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Perhitungan perlengkapan propeller
BAB II
PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL DENGAN METODE HARVALD
II.1 DATA KAPAL :
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
4
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Lpp : 123 m
Lwl : 127,92 m
B : 22,6 m
H : 11,2 m
T : 7,7 m
Cb : 0,632
Cbwl : 0,60769
Vs : 17 knot = 8,744 m/s
II.2. Alogaritma Perhitungan:
II.2.1. Volume Displasemen ( )
= Lpp x B x T x Cbwl
II.2.2. Displasemen ()
= x
air laut
II.2.3. Koefisien tahanan total
C
T
= RT1/2V2S atau C
T
= C
R
+ C
F
+ C
A
+ C
AA
+ C
AS
II.2.4. Koefisien tahanan sisa
10
3
C
R
= 10
3
C
R(B/T=2,5)
+0,16(B/T 2,5 ) atau
Koefisien tahanan sisa untuk bentuk kapal yang standard dapat diambil dari diagram
(Gb.5.5.5 5.5.13)
II.2.5. Koefisien tahanan gesek
C
F
= 0,075(Log10Rn-2)2
Koefisien tahanan tambahan (C
R
) tegantung pada cara penentuan koefisien tahanan
sisa dan koefisien tahanan gesek
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
5
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
II.2.6. Froude number (Fn)
F
n
= VgL
II.2.7. Reynold number
R
n
=VLWL
II.2.8. Luas permukaan basah
S = 1,025 Lpp (pp B+1,7T)
II.2.9. Tahanan total (R
t
)
R
T
= C
t
. . . V
2
. S
II.2.10. Tahanan total pada waktu dinas
R
Tdinas
= R
T
+ 15%R
T
(dimana 15% adalah sea margin)
II.2.11. Efektive horse power (EHP)
EHP = R
Tdinas
x V
s
II.2.12. Thrust Horse Power (THP)
THP = T x Va atau EHPH
II.2.13. Hull efisiensi (
H
)
H
= 1-t1-
II.2.14. Delevery Horse Power (DHP)
DHP = THPB
II.2.15. Effisiensi behind propeller (
B
)
B
=
0
.
rr
Asumsikan
0
II.2.16. Shaft Horse Power (SHP)
SHP = DHPs
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
6
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
II.2.17. Effisiensi shaft s antara (96% - 97%)
II.2.18. Brake Horse Power (BHP
scr
)
BHP
scr
= SHP0
II.2.19 Brake Horse Power (BHP
mcr
)
BHP
mcr
= BHP
scr
x 0,85 (engine margin)
II.3. Perhitungan Detail :
II.3.1. PERHITUNGAN VOLUME DISPLACEMENT ()
=Lwl x B x T x C
= 13527,57 m
3
(harvald, tahanan dan propulsi kapal 6)
II.3.2. PERHITUNGAN DISPLACEMENT ( )
= 1,025 ton/m
3
= 1025 kg/m
3
= Lwl x B x T x Cb x
= 13865,76 ton
II.3.3. LUAS PERMUKAAN BASAH (S)
S = 1.025Lpp(CbxB+1.7T)
= 3451,08 m
2
(Harvald 5.5.31, tahanan dan propulsi kapal 133)
II.3.4. MENENTUKAN HARGA BILANGAN FROUDE DAN ANGKA REYNOULD
Vs = 17 knot 1 knot = 0,5144 m/s
= 8,7448 m/s
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
7
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
g = 9,8 m/s
2
=1,8831 x 10
-6
Fn = Vs/(gxLwl)^0.5
= 0,247
(Harvald5.5.9, tahanan dan propulsi kapal hal 118)
Rn = (VsxLwl)/
= 941366155,3
(harvald, tahanan dan propulsi kapal hal 118)
II.3.5. MENCARI Cf dari DIAGRAM
Koefisien tahanan gesek spesifik adalah garis korelasi model kapal ITTC 1957. Dipakai untuk
menentukan koefisien tahanan gesek :
Cf =0.075/(log
10
R
n
-2)
2
= 0,00154
(harvald 5.5.7, tahanan dan propulsi kapal hal 118)
II.3.6. MENENTUKAN HARGA Cr Dari DIAGRAM
tahanan sisa kapal dapat ditentukan melalui diagram Guldhammer-Harvald dengan hasil
sebagai berikut :
Lwl/
1/3
= 5,368
(harvald, tahanan dan propulsi kapal hal 118)
koefisien presmatik ()= Cb/
=(0,08*Cb)+0,93 = 0,98056
sehingga ()= 0,644529657 (untuk mencari Cr pada diagram koef tahanan sisa)
Fn= 0,247 (untuk mencari Cr pada diagram koef tahanan sisa)
dari interpolasi diagram pada diagram Guldhammer-harvald diperoleh :
a b
Lwl/^1/3 Cr
Interpolasi
= (1b + (2a-1a)x(3b-1b))/(3a-1a)
5 1,59E-03 = 1,30E-03
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
8
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
5,368 1,30E-03 Jadi Cr = 1,30E-03
5,5 1,20E-03
Gambar diagram I.3.1. (tahanan dan propulsi kapal hal122)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
9
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Gambar diagram I.3.2. (tahanan dan propulsi kapal hal123)
II.3.7. Koreksi Koeffisien Tahanan Sisa Kapal (Cr)
II.3.7.1. Bentuk Badan Kapal
Karena bentuk badan kapal yang ada standart, maka tidak ada koreksi.
II.3.7.2. Rasio B/T
Karena diagram tersebut dibuat berdasarkan rasio lebar sarat B/T = 2,5
Maka harga C
R
untuk kapal yang mempunyai rasio lebar sarat lebih besar
atau lebih kecil daripada harga tersebut maka harus dikoreksi.
B/T = 2,935064935
Maka ,
10
3
CR=10
3
CR(B/T=2.5) + 0.16 ( B/T - 2.5 )
= 0,00137257
II.3.7.3. Adanya penyimpangan LCB
LCB dari Tugas Rencana Garis adalah LCB
= e%*Ldisp e% =-0,23%
= -0,2910672 Ldisp =125,46
Penentuan LCB standart dalam % dengan acuan grafik LCB Standart, buku
TAHANAN DAN PROPULSI kapal hal 130 gambar 5.5.15
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
10
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Gambar I.3.3.( harvald, tahanan dan propulsi kapal hal 130)
LCB
standar
= -1,2% (dilihat dari grafik diatas)
karena letak LCB di depan LCB standart maka perlu dikoreksi.(harvald, tahanan dan
propulsi kapal hal 130)
LCB =LCB - Standart LCB
= -0,23% - (1,2%)
= 0,97%
10^3 Cr = 10^3 Cr (standard) + (10^3Cr/ LCB) | LCB|
Cr= (10
3
x0,00137257)+(0,1x0,97%)/1000
= 0,001374
II.3.7.4. Anggota badan Kapal (harvald, tahanan dan propulsi kapal hal. 132)
dalam hal ini yang perlu dikoreksi adalah :
Daun kemudi = tidak ada koreksi bentuk standar sudah mencakup daun kemudi
Lunas bilga = tidak ada koreksi
Bos = Untuk kapal penuh C
R
dinaikan sebesar 3 5%
Braket dan poros baling baling = untuk kapal ramping C
R
dinaikkan sebesar 5 8%
II.3.7.5. Menghitung C
R
akibat pengaruh Bos baling baling
C
R
= (1+5%)x C
r
= (1+5%)x 0,001374
= 0,001442
(diambil 5% karena pada waktu perhitungan pasti ada margin eror sehingga saya mengambil
5% supaya pada waktu terjadi kesalahan dapan ditutupi oleh 5% ini sehingga dayang
diahisilkan nanti terpenuhi)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
11
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
II.3.7.6. Menghitung C
r
akibat pengaruh braket dan poros baling baling
C
r
= (1+6%)x C
r
= (1+6%)x0,001442
= 0,001529
(karena kapal saya ramping maka terjadi penambahan C
r
sebesar 5-8%)
II.3.8. TAHANAN TAMBAHAN
(harvald, tahanan dan propulsi kapal hal 132)
Koefisien penambahan tahanan untuk model kapal umumnya ditentukan sebesar C
A
=
0,0004. Namun demikian, penngalaman lebih lanjut menunjukan bahwa cara demikian itu
tidak selalu benar.karena itu, diusulkan koreksi untuk pengaruh kekasaran dan pengaruh
sebagai berikut.
Dikarenakan displacement hasil perhitungan = 13865,76 ton maka,
displacemen
t Ca
10000 0,0004
100000 0
(harvald, tahanan dan propulsi kapal hal 132)
Hasil interpolasi =
a b
displacement CA
Interpolasi
= (1b + (2a-1a)x(3b-1b))/(3a-1a)
10000 4,00E-04 = 3,83E-04
13865,78 3,83E-04 Jadi CA = 3,83E-04
100000 0,00E+00
Sehingga hasil C
A
= 0,000383
II.3.8.1 Tahanan Udara dan Tahanan Kemudi
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
12
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Jika data mengenai angin dalam perancangan kapal tidak diketahui maka disarankan untuk
mengoreksi 10
3
C
R
sebagai berikut
10
3
C
AA
= 0,07
Koreksi untuk tahanan kemudi sekitar
10
3
C
AS
= 0,04
II.3.9. MENGHITUNG TAHANAN TOTAL KAPAL
Koefisien tahanan total kapal atau Ct, dapat ditentukan dengan menjumlahkan s eluruh
koefisien - Koefisien tahanan kapal yang sudah ada
C
T
= Cf + Cr + Ca + Caa + Cas
= 0,00154 + 0,001529 + 0,000383 + 0,00007 + 0,00004
= 0,003562
Sehingga tahanan total,
R
T
= C
t
. . . V
2
. S
= 0,003562 x 0,5 x 1,025 x 8,744
2
x 3451,08
= 481,6849859 KN
II.3.9.1. Tahanan kapal pada waktu pelayaran dinas
R
T dinas
= (1+15%)xR
T
= (1+15%)x481,6849
= 552,96 KN
= 552960 N
(karena jalur pelayaran ke asia timur jadi sea marginnya 15%-20%. Harvald, tahanan dan
propulsi kapal hal 133).
II.3.10. PERHITUNGAN DAYA MOTOR PENGGERAK UTAMA
II.3.10.1. MENGHITUNG DAYA EFEKTIF KAPAL (EHP)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
13
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
perhitungan daya efektif kapal (EHP) menurut buku TAHANAN DAN PROPULSI KAPAL
hal. 135
EHP = RTdinas*Vs
= 4835,51 KW
= 6521,25 hp
II.3.10.2. MENGHITUNG WAKE FRICTION (w)
pada perencanaan ini digunakan tipe twin screw propeller sehingga nilai w adalah
w = 0.55Cb-0.05
= 0,266
II.3.10.3. MENGHITUNG THRUST DEDUCTION FACTOR (t)
nilai t dapat dicari dari nilai w yang telah diketahui yaitu
t =k*w (nilai k antara 0.7-0.9 dan diambil nilai k= 0,7)
= 0,266 x 0,7
= 0,1862
II.3.10.4. MENGHITUNG SPEED OF ADVANCE (Va)
Va = (1-w)*Vs
= (1-0,266) x8,744
= 6,42 m/s
II.3.10.5. MENGHITUNG EFISIENSI PROPULSIF
a. Efisiensi Relatif Rotatif (rr)
harga rr untuk kapal dengan propeller tipe single screw berkisar 2. pada perencanaan
propeller dan tabung poros propeller ini diambil harga rr sebesar 1.05
b. Efisiensi Propulsi (p)
nilainya antara 40-70%, dan diambil 60 %
c. Efisiensi Lambung (H)
H = (1-t)/(1-w)
= (1- 0,1862)/(1-0,266)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
14
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
= 1,1087
d. Coeffisien Propulsif (Pc)
Pc = rr*p*H
= 0,70
II.3.10.6. MENGHITUNG DAYA PADA TABUNG POROS BURITAN BALING-BALING (DHP)
Daya pada tabung poros baling-baling dihitung dari perbandingan antara daya efektif
dengan koefisien propulsif, yaitu :
DHP = EHP/Pc
= 6521,25 /0,70
= 9336,17 hp
II.3.10.7. MENGHITUNG DAYA DORONG (THP)
THP =EHP/H
= 6521,25/1,1087
= 5881,79 hp
II.3.10.8. MENGHITUNG DAYA PADA POROS BALING-BALING (SHP)
Untuk kapal yang kamar mesinnya terletak di bagian belakang akan mengalami losses
sebesar 2%, sedangkan pada kapal yang kamar mesinnya pada daerah midship kapal
mengalami losses sebesar 3%. Pada perencanaan ini kamar mesin di bagian belakang
sehingga mengalami losses atau efisiensi transmisi porosnya (sb) sebesar 0,98
SHP = DHP/sb
= 9336,17/0,98
= 9526,70 hp
II.3.10.9. MENGHITUNG DAYA PENGGERAK UTAMA YANG DIPERLUKAN
a. BHPscr
Adanya pengaruh effisiensi roda sistem gigi transmisi (G), pada tugas ini
memakai sistem roda gigi reduksi tunggal atau single reduction gears dengan loss 2%
untuk arah maju shg G = 0,98
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
15
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
BHPscr = SHP/G
= 9526,70/0,98
= 9721,12 hp
b. BHPmcr
daya keluaran pada kondisi maksimum dari motor induk, dimana besarnya
daya BHPscr= 85% dari BHPmcr (kondisi maksimum)
BHPmcr = BHPscr/0,85
= 9721,12/0,85
= 11436,62 hp
= 8531,72 Kw
II.3.11. Kesimpulan
no unit simbol nilai satuan
1 propeller max diameter Dmaks 4.831 meter
2 wake fraction w 0.266
3 thrust deduction factor t 0.1862
4 hull efficiency H 1.1087
5 efficiency relative rotative RR 1.05
6 propulsive efficiency O 0.6
7 propulsive coefficient PC 0.7
8 effective horse power EHP 4835.51 KW
9 delevery horse power DHP 6964.78 KW
10 thrust horse power THP 4387.81 KW
11 shaft horse power SHP 7106.92 KW
12 break horse power (service continous rating) BHPscr 7251.96 KW
13
break horse power (maximum continous
rating)
BHPmcr 8531.72 KW
II.3.11. Pemiliahan Motor Induk
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
16
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
N
o
ENGINE
CHARACTERISTIC UNIT
WARTSIL
A MAN B&W MaK
1 2 3 4 5
1 Type 18V32
18V32/40/P
GI 9 M 43 C
2 Engine Speed RPM 750 720 500
3 Engine Output kW 9000 8100 8100
4 Cylinder Output kW/cyl 725
5 Fuel Type MDF/HFO HFO MDO
6
Fuel consumption at
100% load g/kWh 172 176
7
Oil consumption at
100% load g/kWh
8 Length Overall mm 8385 12550 10528
9 Height Overall mm 4365 4960 4749
10 Breadth Overall mm 3030 3470 2878
11 Weight
metric
tons 88 107 126
II.3.12. Pemilihan gearbox
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
17
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
BAB III
PERENCANAAN PROPELLER DAN PEMERIKSAAN KAVITASI
III.1. PEMILIHAN PROPELER
Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang sesuai dengan
karakteristik badan kapal dan besarnya daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal.
Dengan diperolehnya karakteristik type propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya yang
ditransmisikan oleh motor induk ke propeller. Langkah langkah dalam pemilihan type propeller :
1. Perhitungan dan pemilihan type propeller
2. Perhitungan syarat kavitasi
3. Design dan gambar type propeller
III.2 PROPELLER DESIGN
III.2.1 UNIT dan SIMBOL
Va Velocity advanced
BP Power adsorpsion
P Pitch
P/D Pitch ratio
J Advanced coefficient
D Diameter
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
18
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Effisiency
Ae/AO Expanded area ratio
AP/AO Projected area ratio
AD/AO Developed area ratio
AO Disk Area / Area of tip circle
AD Developed Area of blade
AP Projected Area of blade
Vr Relative velocity
T Thrust Propeller
C Thrust Coefficient
0.7R Local cavitation number
III.1. LANGKAH PERHITUNGAN
1) Menghitung ulang daya-daya pada kapal Setelah mesin dan gear box dipilih, maka daya pada kapal
perlu dihitung kembali. Dari data mesin yang ada maka hasil perhitungan adalah sebagai berikut:
a) BHPMCR Brake horse power ( maksimum continuous rating)
Dapat dilihata pada spesifikasi mesin yang sudah kita pilih
b) BHPSCR Brake horse power ( Service continuous rating)
BHPSCR = BHPMCR x e/m
c) SHP Shaft horse power
SHP = BHPSCR x G
d) DHP Delivered horse power
DHP = SHP x s
e) EHP Effective horse power
EHP = DHP x C
f) THP Effective horse power
THP EHP/ H
2) Memilih propeller dengan metode BP -
Pembacaan grafik Bp dilakukan untuk memperoleh nilai P/D dan 1/J0. Sebelum membaca
grafik, terlebih dahulu dihitung nilai dari 0.1739 Bp , nilai inilah yang akan menjadi patokan dalam
pembacaan grafik. Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis lurus keatas dari nilai 0.1739
Bp yang sudah dihitung sampai memotong garis lengkung memanjang. Kemudian dari perpotongan
ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai P/D. Untuk mengetahui nilai 1/J0 maka dari
perpotongan tadi dibuat garis melengkung yang serupa dengan garis melengkung yang terdekat. Nilai
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
19
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
1/J0 digunakan untuk menghitung koefisien advance (0) yang digunakan untuk menghitung
coefficient advance.
a) NP putaran propeller
NP = Nm/e / ratio(G/B)
b) Va velocity advanced
Va = (1-w) VS
c) BP1 Power adsorbtion
BP1 = NP SHP0.5 / Va2.5
d) 0.1739 Bp1
Dari pembacaan grafik didapatkan
P/DO
1/JO
e) O = (1/JO) / 0.009875
f) DO = O (Va/N)
g) DB = 0.95 DO
h) Syarat pertama dalam pemilihan propeller yaitu jika Db < Dmax
i) B = DB (Va/N)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
20
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
j) 1/JB = B x 0.009875
k) Setelah nilai 1/JB didapatkan, maka kembali pada pembacaan grafik akan didapatkan
P / DB
Setelah nilai dari 1/Jb diketahui, maka pembacaan grafik Bp dapat dilakukan dengan berpatokan pada
nilai tersebut. Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis lengkung dari 1/Jb pada grafik
menurut garis yang terdekat sampai memotong garis lengkung. Kemudian dari perpotongan ini ditarik
garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai P/Db. Untuk mengetahui nilai dari propeller maka
dari perpotongan tadi ditarik garis lengkung sejajar dengan grafik effisiensi yang terdekat sehingga
didapatkan nya.
3) Menghitung kavitasi
Kavitasi adalah peristiwa munculnya gelembung gelembung uap air pada permukaan daun
propeller yang mana disebabkan oleh perbedaan tekanan yang besar pada tekanan pada back dan
tekanan yang terjadi pada face. Peristiwa kavitasi ini sangat merugikan bagi propeller karena
gelembung gelembung uap air yang muncul dapat bersifat korosif dan mengikis permukaan daun
propeller, sehingga mengakibatkan menurunnya effisiensi propeller karena kerusakan pada propeller
itu sendiri.
Perhitungan kavitasi sangat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa propeller yang dipakai
bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh proses kavitasi yang terjadi pada daun propeller. Diagram
yang digunakan dalam perhitungan kavitasi adalah diagram Burril. Sebelum membaca diagram Burril.
a) AO Disk Area / Area of tip circle
AO = ( D/2 )2
(principles of naval architecture vol II, page 138)
b) Ae = AO x (Ae/AO)
c) AP Projected Area of blade
AP = AD x ( 1.067 0.229 x P/D)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
21
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
(Ship Resistance and propulsion, page 30)
d) Vr2 = Va2 + ( 0.7 n D)2
e) T Thrust
T = EHP / ((1-t) VS)
(Ship Resistance and propulsion, page 30)
f) C Thrust Coefficient
C = T / ( AP 0.5 Vr2)
(Ship Resistance and propulsion, page 30)
g) 0.7R Local cavitation number
0.7R =(188.2+(19.62 x H))/(Va2+(4.836 x (N2) x (Db x 0.3048) 2))
(Ship Resistance and propulsion, page 30)
h) Dari pembacaan Burrils diagram maka akan didapatkan nilai C
Diagram Burril
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
22
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Setelah nilai 0.7R diketahui, maka nilai c dapat diketahui dengan pembacaan diagram
Burril. Cara pembacaan diagram adalah dengan menarik garis vertical keatas pada nilai 0.7R sampai
memotong garis putus putus yang kedua (Suggested upper limit for merchant ship propellers). Dari
perpotongan ini maka ditarik garis horizontal sehingga didapatkan nilai c. Suatu propeller dikatakan
tidak mengalami kavitasi apabila :
c hitungan < c diagram.
i) Syarat kedua dalam pemilihan propeller yaitu jika C hitungan < C diagram. Dalam keadaan ini
artinya propeller bebas kavitasi
4) Menghitung clearance propeller
Besarnya clearane propeller dapat diperoleh setelah perhitungan kavitasi dilakukan.
clearance prop = (Db x 0.3048)+(0.04 x Db x 0.3048)+(0.08x Db x 0.3048)
clearance propeller akan terpenuhi apabila 0.7 T < clearance prop.
Akhirnya, pemilihan propeller dapat dilakukan dengan memilih type propeller yang clearance
propellernya terpenuhi, tidak mengalami kavitasi, diameternya terpenuhi, dan yang memiliki effisiensi
tertinggi.
III.4. Perhitungan Detail.
III.4.1. Penentuan effiseinsi yang paling bagus
BP - Diagram
Menentukan nilai P/Db (pitch diameter propeller ratio) dan (advance coefficient) 0 dari
pembacaan Bp - Diagram Dari pembacaan grafik didapatkan :
1. P/Do 1feet = 0.3048 m
2. 0
Bp=Np
1/2
/Va
2
.5
Jenis
Prop
DHP (b
Hp)
N
(Rpm)
Ratio
G/B
N.prop
(Rpm) w
Vs
(knot
)
Va
(knot) Bp
B3-35
9336.17
750 3.962
189.29
8 0.266 17 12.478 33.26
B3-50 9336.17 750 3.962
189.29
8 0.266 17 12.478 33.26
B3-65 9336.17 750 3.962
189.29
8 0.266 17 12.478 33.26
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
23
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
B4-40 9336.17 750 3.962
189.29
8 0.266 17 12.478 33.26
B4-55 9336.17 750 3.962
189.29
8 0.266 17 12.478 33.26
B4-70 9336.17 750 3.962
189.29
8 0.266 17 12.478 33.26
Db = 0.96*Do N = Propeller RPM
Do = o*Va/Ngb P = Shaft Horse Power (DHP) British
baca grafik
baca
grafik
P/D
0
D
0
(ft) D
b
(ft) D
b
(m)
D
max
(ft) D
max
(m)
B3-35 0.6 244.00 16.08 15.44 4.71 15.85 4.83
B3-50 0.625 240.00 15.82 15.19 4.63 15.85 4.83
B3-65 0.765 219.00 14.44 13.86 4.22 15.85 4.83
B4-40 0.66 228.50 15.06 14.46 4.41 15.85 4.83
B4-55 0.7 222.50 14.67 14.08 4.29 15.85 4.83
B4-70 0.78 217.00 14.30 13.59 4.14 15.85 4.83
b = Db*Ngb/Va
grafik grafik
D
b
< D
max
b
P/D
b
,
`
.
|
a
i
w w
d
d
nx
xC P
FxKx
d (mm)required outside diameter of shaft
di (mm)diameter of shaft bore, where present. If the bore in the shaf is <= 0,4xd the expression
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
69
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
0 , 1 1
4
,
`
.
|
a
i
d
d
may be applied.
da (mm)actual shaft diameter
Pw (kW)rated power transmitted by shaft
N (rpm)rated shaft speed
F factor for the typ of propulsion installation
Cw material factor=
160
560
+
m
R
=
Rm (N/mm2)tensiel strength of the shaft material
k factor for the type of shaft
VI.5 Perencanaan Boss Propeller
VI.5.1 Diameter Boss (Db)
Db = 1,8 x Ds
= 1,8 x 573.306
= 1032 mm
tr = 0,045 x Dprop
= 0,045 x 4410
= 198.45 mm
(Dr.Ir. W. P. A. Van Lammern, Resistance Propulsion and Steering of Ship)
VI.5.2 Diameter Terkecil Boss Propeler (Dba)
Diameter terkecil boss propeler atau Dba berkisar antara 0,85 sampai 0,9 diameter boss propeler.
Diambil Dba =0,85. Db
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
70
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Dba = 0.85 Db
= 0,85 x 1032
= 877.15 mm
VI.5.3 Diameter Terbesar Boss Propeler (Dbf)
Diameter terbesar boss propeler atau Dbf berkisar antara 1,05 sampai 1,2 kali diameter boss propeler.
Diambil Dbf = 1,05 Db
Dbf = 1,05 Db
= 1,05 x 1032
= 1083.54 mm
VI.5.4 Panjang lubang dalam boss propeller (Ln)
Lb = 1.8 - 2.4
= 2,2
Lb = 2,2 x Ds
= 2,2 x 573.306
= 1261.273 mm
VI.5.4 Panjang lubang dalam boss propeller (Ln)
Ln/ Lb = 0,3
Ln = 0,3 x Lb
= 0,3 x 1261.273
= 378.38 mm
tb/tr = 0,75
tb = 0,75 x tr
= 0,75 x 198.45
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
71
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
= 149 mm
rf/tr = 0,75
rf = 0,75 x tr
=0,75 x 198.45
=149 mm
rb/tr = 1
rb = 1 x 198.45
= 198.45
Gambar 18
Propeller Fitting
VI.6 Bentuk Ujung Poros Propeller
VI.6.1 Panjang Konis
Panjang konis atau Lb berkisar antara 1,8 sampai 2,4 diameter poros
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
72
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Diambil Lb = 2 Ds
Lb = 2 Ds
= 2 x 573.306
= 1146.612mm
VI.6.2 Kemiringan Konis
BKI menyarankan harga kemiringan konis berkisar antara 1/10 sampai 1/15.
Diambil sebesar 1/12
1/12 = x / Lb
x = 1/12 .Lb
= 1/12 x 1146.612
= 95.551 mm
VI.6.3 Diameter Terkecil Ujung Konis (Da)
Da = Ds - 2x
= 573.306 - ( 2 x 80)
= 382.204 mm (Obrien, T, 1962)
VI.6.4 Diameter Luar Pengikat Boss
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar pengikat boss atau Du tidak boleh kurang
dari 60 % diameter poros.
Du = 60% x Ds
= 0,6 x 573.306
= 343.98 mm
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
73
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
VI.6.5 Mur Pengikat Propeller
Berdasarkan BKI 1988 Volume III Bab IV
Diameter luar ulir (d)
Menurut BKI78 Vol. III, diameter luar ulir(d) diameter konis yang
terbesar :
d 0,6 x Ds
d 0,6 x 573.306
d 344 mm
Diameter inti (di)
Di = 0,8 x d
= 0,8 x 344
= 275mm
Diameter luar mur (Do)
Do = 2 x d
= 2 x 344
= 688 mm
Tebal/tinggi mur (H)
Berdasarkan sularso, untuk ukuran standar tebal mur adalah 0,8 - 1
diameter konis, diambil 0,8 sehingga :
H = 0,8 x d
= 0,8 x 344
= 275.2 mm
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
74
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Gambar 19
Mur Pengikat Propeller
VI.7 Perencanaan Pasak Propeller
Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin Ir.
Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan dimensi dan spesifikasi pasak propeller yang diperlukan, berikut
ini urutan perhitungannya :
VI.7.1 Momen torsi (Mt) pada pasak
Mt =
xN
x DHPx
2
60 75
dimana :
Mt = momen torsi (Kg m)
DHP = delivery horse power = 7192.947 KW
N = Kecepatan putar propeller = 189.892 RPM
Jadi :
Mt =
892 . 189 2
60 75 947 . 7192
x
x x
=27142.70094 (Kg m)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
75
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
VI.7.2 Parameter yang dibutuhkan
Diameter poros (Ds) =573.306 mm
VI.7.3 Panjang pasak (L)
antara 0,751,5 Ds dari buku DP dan PEM hal. 27.diambil 1,3
L = 1,2 x Ds
= 1,2 x 573.306
= 688 mm
VI.7.4 Lebar pasak (B)
antara 25 % - 30 % dari diameter poros menurut buku DP dan PEM hal.
27. diambil 27 %
B = 27 % x Ds
= 27 % x573.306
= 155 mm
VI.7.5 Tebal pasak (t)
t =1/6 x Ds
=1/6 x 573.306
=95.5 mm
Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds), maka
gaya sentrifugal (F) yang terjadi pada permukaan poros adalah ;
T =
N
Pd
x x
5
10 74 , 9
=
892 . 189
7192.70094
10 74 , 9
5
x x
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
76
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
=36894289.27 Kg. Mm
F =
xDs
T
5 , 0
=
306 . 573 5 , 0
7 36894289.2
x
= 128706.136 kg
Gambar 20
Pasak
Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (ka) untuk pemakaian umum pada poros diperoleh dengan
membagi kekuatan tarik b dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2), sedang harga untuk Sf umumnya
telah ditentukan ;
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)
Sf2 = 1,0 1,5 , (beban dikenakan secara tiba-tiba)
= 1,5 3,0 , (beban dikenakan tumbukan ringan)
= 3,0 5,0 , (beban dikenakan secara tiba-tiba dan tumbukan berat)
Beban pada propeller yang terjadi secara tiba-tiba adalah karena gelambang laut, namun sifatnya
terjadi secara lunak, maka Sf2 = 1,5.
Bahan pasak digunakan S 45 C dengan harga b = 58 kg/mm2.
Sehingga :
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
77
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
ka =
2 1
xsf sf
b
=
5 , 1 6
58
x
= 6,44 kg/mm
2
Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah ;
k =
BxL
F
=
688 155
128706.136
x
= 1.2069 kg/mm
2
karena k < ka, maka pasak dengan diameter tersebut memenuhi
persyaratan bahan.
VI.7.6 Kedalaman alur pasak pada poros (t1)
t1 = 0, 5 x t
t1 = 0,5 x 95.5
= 47.77 mm
= diambil kedalaman alur pasak 48 mm
VI.7.7 Jari-jari pasak (i)
Diameter poros (Ds) = 573.306 mm
rs = 5 mm
r4 > r3 > r2 > r1
r4 = 6 mm
r3 = 5 mm
r2 = 4 mm
r1 = 3 mm
r6 = 0,5 x B
= 0,5 x 155
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
78
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
= 77.5 mm
VI.8 Perencanaan Bentuk Ujung Poros Kopling
VI.8.1 Panjang Konis
Panjang konis atau Lk berkisar antara 1,25 sampai 1,5 kali diameter poros
Diambil Lk = 1,5 Ds
Lk = 1,5 Ds
= 1,5 x 573.306
= 859.959 mm
= diambil panjang konis 860mm
(T. Obrien , Design Marine Screw Propeller)
VI.8.2 Kekonisan yang Disarankan
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kekonisan ujung poros kopling adalah sebesar
1/10 dari Lk
x = 1/10 . Lk
= 1/10 x 860
= 85.995 mm
VI.8.3 Diameter Terkecil Ujung Poros
Da = Ds - 2x
= 573.306- ( 2 x 86 )
= 401.31mm
= diambil diameter terkecil ujung poros 401 mm
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
79
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
VI.8.4 Diameter Lingkaran kopling yang Direncanakan
Db = 2,47 x Ds
= 2,47 x 573.306
= 1416 mm
VI.8.5 Diameter luar kopling :
Dout = (3 5,8) x Ds
Diambil Dout = 3 x Ds
= 3.4 x 573.306
=1949.24 mm
VI.8.6 Panjang Kopling
Panjang kopling atau L adalah berkisar antara 2,5 sampai 5,5 dari setengah diameter poros.
Diambil L =4,8 x 0,5 x Ds
= 4,8 x 0,5 x 573.306
= 1375.93 mm
= diambil panjang kopling 1376 mm
VI.8.7 Tebal Flens
Tebal flens tanpa konstruksi poros menurut Biro Klasifikasi Indonesia adalah paling sedikit
sebesar 25% dari diameter poros.
Diambil sebesar 30%
a = 30% . Ds
= 0,3 x 573.306
= 171.9 mm
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
80
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
= diambil tebal flens 172 mm
V.8.8 Diameter Minimum Baut Pengikat Kopling
Tenaga poros penggerak
SHP = 7336.789 kW
Putaran poros N =189.892 RPM
Jumlah baut Z = 8
Diameter baut yang direncanakan Db = 1416 mm
Kekuatan tarik material Rm = 500 /mm
2
Sehingga
Df =
2 / 1
6
10
16
]
]
]
Rm Z Db N
P
=
2 / 1
6
500 8 1416 892 . 189
7336789 10
16
]
]
]
mm
= 109.14 mm
VI.8.9 Diameter luar mur (D0)
D0 = 2 x Df
= 2 x 109.14
= 218.286 mm
VI.8.10 Tinggi mur (H)
H = (0,8 - 1) x df
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
81
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
= 0,8 x 109.14
= 87 mm
VI.8.11 Diameter luar ulir poros pengikat kopling (dn)
Dn = 0,6 .Ds
= 0,6 x 573.306
= 343.98 mm
VI.9 Perhitungan Pasak Kopling
VI.9.1 Diameter Tengah Konis Propeler
Dsa = ( Ds + Da ) / 2
= ( 573.306+401.132) / 2
= 487.301 mm
VI.9.2 Bahan Pasak
Bahan atau material untuk pasak dipilih yang memiliki kekuatan yang lebih rendah dari
kekuatan poros. Dalam hal ini bahan pasak yang diambil adalah S 30 C dengan sB = 48 Kg/mm2.
VI.9.3 Tegangan Geser yang Diijinkan
Faktor keamanan
1. sf1 = 6 (untuk material baja)
2. sf2 = 1,3 - 3
Diambil sf2 = 1,5
Sehingga
ka = sB / ( sf1 . sf2 )
= 48 / ( 6 x 1,5 )
= 5,3 Kg/mm
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
82
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
Gaya Tangensial pada Permukaan Poros
F = T / (
2
Dsa
)
=
( ) 2 / 331 . 487
10 05 . 2
7
= 151420.17 Kg
VI.9.4 Lebar pasak
Lebar pasak kopling atau b berkisar antara 0,25 sampai dengan 0,85 kali diameter poros propeler.
Diambil b = 0,3 Ds
b = 0,25 . Ds
= 0,25 x 573.306
= 143 mm
VI.9.5 Panjang Pasak
Bahan pasak yang diambil adalah S 30 C
Tinjauan terhadap faktor keamanan
Dimana
k = F / ( b.l )
Sehingga
ka k
F / ( b.l )
l
( ) kaxb
F
=
s
b
A
F
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
87
Haris Ari
Cahyon (4207 100 070)
=
2
4
1
b
b
xd x
F
=
2
40
4
1
97 . 12165
x x
= 9.686 kg/mm2
VI.10.5 Tegangan kompresi yang bekerja pada sebuah baut
cb
=
c
b
A
F
=
b
b
txd
F
=
40 60
97 . 12165
x
= 5.069 kg/mm2
VI.10.6 Tegangan yang diijinkan
a
=
2 1xsf sf
B
=
2 6
58
x
= 4,833 Kg/mm2
Karena
sb
dan
cb
<
a