Anda di halaman 1dari 9

DAMPAK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PROFESI AKUNTANSI

Oleh Ratnawati Prasodjo, SH 1. PENGANTAR 2. MODAL DAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS 3. LAPORAN TAHUNAN DAN PENGGUNAAN LABA PERSEROAN 4. PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN 5. PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN 6. PEMBUBARAN PERSEROAN DAN LIKUIDASI

PENGANTAR
Kegiatan berusaha merupakan suatu jenis kegiatan yang sangat kompleks sifatnya, karena meliputi berbagai jenis kegiatan yang melibatkanbanyak orang dan pihak, baik pada cakupannya maupun jangka waktunya yang panjang dan terus menerus. Kegiatan berusaha tersebut dapat dilakukan secara pribadi dengan segala konsekuensinya dan dapat pula dilakukan dalam bentuk kerja sama antar pribadi atau antar kelompok, disamping itu mengenai bentuk usaha yang dipilih pada dasarnya sangat bergantung pada berbagai hal, baik faktor internal maupun eksternal dari para pihak yang mendirikan perusahaan. Sedangkan berdasarkan sumber dana yang dimanfaatkan untuk mendirikan perusahaan maka bentuk perseroan terbatas sangat diminati. Mengapa banyak pihak lebih memilih bentuk perseroan terbatas?, adapun alasannya adalah bahwa setiap pemilik dana selalu menginginkan resiko seminimal mungkin selain itu juga demi efisiensi. Selain itu dari segi manajemen maka pemegang saham tidak perlu untuk mengurus sendiri tetapi pengurusan perseroan dilakukan oleh suatu organ tersendiri yang terpisah kedudukannya dari pemegang saham. UU PT secara resmi mencabut dan mengantikan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur tentang Perseroan Terbatas, yaitu pasal 36 sampai dengan pasal 56, yang telah berlaku selama lebih kurang 100 tahun dan menyatakan Ordonasi Maskapai Andil Indonesia tidak berlaku terhitung 3 tahun sejak UU PT berlaku. UU PT banyak mengatur hal-hal baru seperti misalnya terdapatnya pernyataan secara tegas bahwa perseroan terbatas adalah suatu badan hukum,

meskipun status tersebut baru diperoleh apabila telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman. Di samping itu UU PT memuat konsep-konsep hukum perseroan yang berlaku di negara-negara maju seperti penyingkapan tabir perseroan (piercing the coporate veil), tanggungjawab fidusia pengurus (fiduciary duties), hak pemegang saham menuntut pengurus perseroan (derivative action), pemeriksaaan terhadap perseroan, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Selain itu juga diatur ketentuan-ketentuan yang memberikan dasar dalam perudangan lain seperti halnya dengan peraturan perudang-undangan mengenai pasar modal. Atau menciptakan hubungan dengan ketentuan lain seperti halnya disebutkan dengan tegas bahwa perhitungan tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Kesemuanya dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan keterbukaan bagi para pihak maupun bagi pihak ketiga serta menunjang profesional dalam melaksanakan tugas profesinya. Pada kesempatan ini kami ingin membahas ketentuan Undang-undang PT dalam kaitannya dengan profesi akuntan yang memberikan kepastian hukum dan keterbukaan sehubungan dengan modal dan saham perseroan, laporan keuangan perseroan, pemeriksaan terhadap perseroan, penggabungan (merger), peleburan (consolidation), pengambilalihan saham, pengambilalihan aset, pembubaran dan likuidasi perseroan.

MODAL DAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS


Sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 1.1 Undang-undang No. 1 Tahun 1995, perseroan adalah badan hukum, melakukan kegiatan usaha dengan modal yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Modal tersebut dikumpulkan oleh para pendiri serta para pemegang saham lainnya, dan digunakan untuk menjalankan usaha perseroan serta sebagai jaminan bagi para kreditur. Modal sebagai jaminan bagi para kreditur perlu sekali, khususnya karena para pemegang saham sendiri secara pribadi tidak bertanggungjawab atas perikatan yang dibuat oleh perseroan setelah diperolehnya status badan hukumnya. Selain itu modal perseroan penting untuk kemampuan menjamin (credietwaardigheid) perseroan. Bilamana usaha perseroan menguntungkan maka perseroan dapat memupuk harta kekayaannya selain dari modalnya juga dari cadangan dan sisa laba. Tetapi mengingat bahwa suatu usaha bersifat pasang surut maka kekayaan perseroansebagai

keseluruhan akan tetap dalam keadaan fluktuasi. Sehubungan dengan itu tanggungjawab terbatas tidak berlaku dalam hal pemegang saham dengan itikad buruk baik secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi (pasal 3 ayat 2). Mengingat keadaan tersebut maka pada kesempatan ini akan dipaparkan segi-segi hukum dari modal dan saham perseroan dengan maksud sekedar sebagai usaha mengantisipasi timbulnya masalah hukum di bidang tersebut. Perbuatan hukum yang berkatan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan harus dicantumkan dalam Akta Pendirian (pasal 10), sedangkan perbuatan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan perseroan sebelum perseroan disahkan mengikat perseroan setelah menjadi badan hukum apabila perseroan menyatakan secara tegas menerima semua perjanjian tersebut, mengambilalih semua hak dan kewajiban yang timbul atau mengukuhkan secara tertulis (pasal 11).

MODAL DAN SAHAM


Struktur permodalan perseroan adalah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Minimal besarnya modal dasar dalam undang-undang ditentukan sebesar Rp. 20.000.000,00 (pasal 25 ayat 1). Pada saat pendirian paling sedikit 25 % dari modal dasar harus telah ditempatkan dan paling sedikit 50 % dari nilai nominal setiap saham yang telah dikeluarkan harus telah disetor, sedangkan penyetoran penuh atas seluruh saham yang telah dikeluarkan dilakukan paling lambat pada saat pengesahan perseroan (pasal 26). Dan yang menarik adalah bahwa penyetoran tersebut harus disertai dengan bukti penyetoran yang sah. Sedangkan untuk selanjutnya setelah perseroan menjadi badan hukum setiap kali perseroanmengeluarkan saham kepada para pemegang saham, saham tersebut harus dibayar penuh oleh pemegang saham. Pada umumnya bentuk penyetoran saham adalah dalam bentuk uang, namun demikian tidak tertutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang yang dilakukan pada saat pendirian dicantumkan dalam akta pendirian, sedang penyetoran dalam bentuk lain yang dilakukan setelah pengesahan perseroan sebagai badan hukum dilakukan dengan persetujuan RUPS atau organ yang lain ditunjuk oleh RUPS.

Perincian tersebut maksudnya adalah supaya diketahui secara jelas bentuk-bentuk penyetorannya. Adapun penilaian harganya, undang-undang menentukan ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan tetapi yang berdasarkan keahlian atau pengetahuannya mempunyai kemampuan untuk menilai harga benda tersebut. Selain itu diatur pula kewajiban untuk mengumumkan dalam 2 (dua) buah surat kabar harian apabila penyetoran tersebut berupa benda tidak bergerak dengan maksud agar diketahui oleh umum dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tidak bergerak tersebut sebagai setoran modal. Undang-undang juga melarang tagihan pemegang saham kepada perseroan untuk dikompensasikan dengan kewajiban penyetoran atas harga saham, pasal 28 UU Perseroan Terbatas telah mengatur bahwa pemegang saham tidak diperkenankan untuk mengkompensasikan piutangnya kepada perseroan menjadi pemenuhan atas kewajiban penyetoran saham yang diambilnya. Artinya pemegang saham yang belum melaksanakan kewajibannya menyetor harga saham yang diambilnya di perseroan tidak dapat mengalihkan kewajiban tersebut sebagai kompensasi atas piutang yang dimilikinya dari perseroan. Jadi secara tegas UU memisahkan antara kewajiban menyetor harga ssaham dan hak atas tagihan piutang yang dimilikinya atas perseroan. Namun pasal 28 ayat (2) memberi peluang bagi pemegang saham untuk melakukan penyetoran sahamnya dalam bentuk lain sebagai kompensasi setoran tunai atas saham. Ketentuan mengenai larangan bagi perseroan untuk mengeluarkan saham untuk dimilikinya sendiri atau dimiliki oleh anak perusahaannya, dalam pembatasan tertentu untuk perseroan membeli sahamnya kembali baik dalam bentuk prosentasi dan sumber biaya untukl pembelian kembali tersebut maupun hilangnya hak suara selama saham tersebut dimiliki sendiri baik secara langsung atau tidak langsung (pasal 29,30, dan 33), dimaksudkan untuk melindungi modal dan kekayaan perseroan. Untuk keperluan ini maka Undang-undang memberikan pengertian anak perusahaan sebagai berikut, yang dimaksud dengan anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena : ! Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya; ! Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dari RUPS dikuasai oleh induk perusahaanya; dan atau ! Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. (penjelasan pasal 29).

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa modal yang sudah dikumpulkan dari para pemegang saham harus dipergunakan oleh perseroan sebagai alat untuk mencapai maksud tujuan perseroan. Ini berarti, bahwa setoran yang telah dilakukan tidak boleh dikembalikan kepadda para pemegang saham, kecuali dalam hal perseroan memperkecil modal. Kewajiban tersebut adalah sesuai dengan prinsip perseroan bahwa pada umumnya pembayaran kepada para pemegang saham adalah dari hasil keuntungan yang telah diperoleh perseroan. Jadi seperti apa yang dikatakan oleh Mr. EJJ. Van Der Hejden dalam bukunya Handboek Voor De Naamlaze Vennootschap, modal adalah sebagai pengikat (klem) dari kekayaan perseroan yang sampai jumlah tertentu harus dipertahankan, oleh karena itu dalam hal terjadi pengurangan modal, yaitu dengan menetapkan suatu prosedur yang memberikan kesempatan kepada kreditor untuk mengujukan keberatan (pasal 38).

LAPORAN TAHUNAN DAN PENGGUNAAN LABA PERSEROAN


Sebagai mekanisme lain untuk perlindungan modal dan kekayaan perseroan dalam arti luas adalah mengenai laporan tahunan dan penggunaan laba perseroan. Laporan tahunan disusun paling lama 5 (lima) bulan setelah penutupan tahun buku perseroan, untuk diajukan kepada RUPS, dengan ditandatangani oleh Direksi dan Komisaris. Dan bagi mereka yang tidak bersedia menandatangani harus disebutkan alasannya. Laporan antara lain memuat pertanggungjawaban dalam berbagai bentuk dokumen keuangan beserta hasil yang telah dicapai pada tahun buku yang bersangkutan serta rencana tahun berikutnya. Juga ditentukan bahwa bagi group perusahaan harus dibuat neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam grup tersebut, dengan menyertakan pula neraca dari masing-masing perseroan yang bersangkutan. (pasal 56). Perhitungan tahunan yang merupakan bagian dari laporan tahunan dibuat sesuai dengan standar akuntansi keuangan, dan apabila hal ini tidak dapat diterapkan harus diberikan penjelasan dan alasannya. Bagi perseroan tertentu seperti yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, yang mengeluarkan surat pengakuan utang, atau perseroan terbatas yang terbuka wajib menyerahkan perhitungan tahunannya kepada akuntan publik untuk diperiksa, dan mengumumkannya dalam surat kabar. (pasal 58 dan 59). Dalam hal dokumen perhitungan tahunan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan sehingga menimbulkan kerugian terhaddap suatu pihak, maka

direksi dan komisaris dibebani dengan tanggungjawab renteng terhadap pihak tersebut. Namun, direksi dan komisaris yang dapat membuktikan bahwa hal itu bukan karena kesalahannya, dibebaskan dari beban tanggungjawab tersebut (pasal 60). Dalam hal perseroan mengeluarkan klasifikaasi saham yang berkaitan dengan hak atas dividen terlebih dahulu maka dalam laporan tahunan hal tersebut harus tercantum. Setiap tahun buku, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan. Penyisihan tersebut dilakukan terus sampai besarnya cadangan mencapai minimal 20 % dari modal ditempatkan. Untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan bisnis perseroan dan penyediaan likuiditas dana dalam cadangan bagi kepentingan kreditor, maka ketentuan mengenai batas-batas dari penyisihkan laba bersih untuk cadanngan dan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (pasal 61). Seiring dengan ketentuan tersebut di atas, maka RUPS menentukan penggunaan laba bersih yang dihasilkan perseroan termasuk jumlah tertentu dalam batas-batas yang ada, untuk dimasukan kedalam cadangan tersebut. Dalam hal RUPS tidak menentukan lain, maka laba bersih yang telah dikurangi dengan penyisihan tadi, dibagi kepada pemegang saham sebagai dividen.

PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN


1. Penggabungan dan Peleburan Perseroan yang diatur dalam undangundang adalah penggabungan dan peleburan perseroan karena hukum (judicial merger). 2. Perbedaan penggabungan (merger) dan peleburan (cosolidation) adalah pada cara yang ditempuh oleh masing-masing perseroan dan perseroan yang menggabungkan diri atau meleburkan diri menjadi bubar, sedangkan aktiva dan pasivanya beralih karena hukum kepada perseroan hasil penggabungan atau peleburan. Pemegang saham perseroan yang menggambungkan diri atau meleburkan diri menjadi pemegang saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan sesuai dengan haasil konvesi saham yang telah disetujui oleh RUPS. Selain itu undang-undang mensyaratkan adanya laba rugi dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakir. 3. Pengambilalihan perseroan (atau lebih dikenal akusisi) yang diatur dalam Undang-undang PT dalam bab penggabungan, peleburan dan pengambilalihan adalah dengan cara pengambilalihan saham (pasal 103), sedangkan pengambilalihan kekayaan perseroan diatur dalam bab yang mengatur mengenai kewenangan direksi (pasal 88).

4. Tindakan hukum penggabungan, peleburan dan pengambilalihan harus dilakukan dengan seksama yaitu dengan persetujuan RUPS, memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan, kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usahanya.

PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN


Konsep baru yang diperkenalkan undang-undang ini dalam hal ada indikasi terjadinya perbuatan melawan hukum yang dikakukan oleh perseroan, direksi dan komisaris sehingga menimbulkan kerugian, dan perseroan tidak memberikan data yang diminta oleh pihak yang berhak atau yang berkepentingan untuk itu, maka pihak-pihak tertentu yang disebutkan dalam undang undang dapat meminta kepada pengadilan negeri untuk menetapkan diadakan pemeriksaan terhadap perseroan. Permohonan pemeriksaan harus diseratai dengan alasan yang kuat dan wajar, dan apabila tidak maka ketua pengadilan negeri dapat menolaknya. Dalam hal permohonan dikabulkan, diangkat 3 (tiga) orang ahli yang independen sebagai pemeriksa. Pemeriksa berhak untuk memeriksa semua dokumen dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu diketahui, dan direksi, komisaris serta karyawan wajib memberikan segala keterangan yang dibutuhkan. Pemeriksa terikat pada kewajiban untuk menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaannya. Laporan hasil pemeriksaan hanya dapat disampaikan kepada ketua pengadilan negeri, untuk kemudian diberikan salinannya kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan. (pasal 111 dan 112).

PEMBUBARAN PERSEROAN DAN LIKUIDASI A. Pembubaran Perseroan


Perseroan bubar karena keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir, atau penetapan pengadilan. (pasal 114). Keputusan RUPS untuk membubarkan perseroan dapat didasarkan pada usul direksi. Sedang bagi perseroan yang jangka waktu berdirinya akan berakhir masih dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu tersebut. (pasal 115 dan 116).

Pembubaran karena penetapan pengadilan dapat didasarkan atas permohonan kejaksaan yang mewakili minimal 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kreditor dalam hal yang berkaitan dengan kepailitan, atau pihak yang berkepentingan karena adanya cacat dalam akta pendirian. (pasal 117). b. Likuidasi Pembubaran perseroan tersebut di atas bersifat bubar secara de jure, dan masih harus diikuti dengan proses likuidasi,. Setelah selesai proses likuidasi maka barulah perseroan dapat dikatakan bubar secara de facto. Tugas pertama likuidator adalah mendaftarkan dan mengumumkan serta melaporkan kepada menteri kehakiman tentang pembubaran perseroan tersebut. Hal ini penting dilakukan sebagai pemberitahuan kepada masyarakat. Selanjutnya likuidator melakukan verifikasi terhadap kekayaan dan utang perseroan, serta memberitahukan pembubaran tersebut kepada kreditor. (pasal 118). Dalam melaksanakan pemberesan maka tindakan yang harus dilakukan meliputi: ! ! ! ! Pencatatan dan pengumpulan kakayaan perseroan: Penentuan tata cara pembagian kekayaan; Pembayaran kepaddda para kreditor; Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan ! Tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan. Yang dimaksud dengan kekayaan perseroan tentu saja tidak hanya meliputi aktiva tetap dan persediaan, tetapi termasuk tegihan dan aktiva lain, seperti yang disajikan dalam laporan keuangan perseroan. Kepada kreditor diberi jangka waktu 120 hari untuk mengajukan tagihannya. Dan apabila ditolak, untuk dapat mengjukan gugatan kepada pengadilan negeri dalam batas waktu 90 hari sejak saat penolakan. Bahkan, kepada kreditor yang pada saat verifikasi tidak diketahui identitasnya, masih diberikan waktu selama 2 (dua) tahun untuk mengajukan kepada pengadilan negeri sepanjang ia dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai kreditor yang sah dari perseroan, dan masih ada sisa hasil likuidasi yang belum dibagikan kepada pemegang saham. (pasal 120 dan 121). Posisi sebagai likuidator tidak harus selalu dipegang oleh direksi perseroan. Hanya apabila tidak ditunjuk likuidator maka direksi bertindak sebagai likuidator. Karena tugasnya yang penting sebagai pengurus perseroan selama

proses likuidasi berlangsung maka ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggungjawab dan pengawasan terhadap direksi berlaku pula bagi likuidator. (pasal 122). Selain ketentuan yang telah diuraikan tersebut di atas, dalam pasal 55 ayat (1) ditentukan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa : ! Perubahan Anggaran Dasar; ! Penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; dan ! Penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perseroan. Sehubungan dengan hal tersebut untuk dapat menilai saham dengan harga yang wajar maka dibutuhkan peran serta akuntan. Demikian uraian singkat dari kami dan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai