1998
Dari hasil wawancara dengan berbagai lapisan masyarakat yang dilakukan oleh Redaksi Gema Duta Wacana, kesan kuat yang disampaikan adalah kebingungan tentang apa itu reformasi. Memang, secara jujur hanya dua responden yang menyampaikan pernyataan itu. Mungkinkah mereka (petani, dan pedagang kaki lima), yang paling bijaksana? Soalnya, pemahaman tentang reformasi sangat beraneka ragam. Secara kasar, pendekatan tentang reformasi dari hasil wawancara bisa dibagi empat kelompok. Kelompok terbesar merasa reformasi paling pokok adalah reformasi politik dimana KKN dikurangi, keadilan ditegakkan, transparansi, kejujuran dan moralitas politik diperbaiki dan rule of law atau hukum yang adil menjadi nyata. Kelompok kedua yang hampir sama besarnya, merasa reformasi paling penting adalah reformasi ekonomi. Bagi kelompok ini reformasi yang diperlukan adalah turunnya harga, menyediakan lapangan kerja, menjaga kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat kecil. Malah ada yang kuatir bahwa reformasi sebenarnya justru sedang merusak kesejahteraan rakyat. Mereka menyamakan reformasi dengan krismon, padahal gerakan reformasi hanya menjadi kuat sebagai respons terhadap krismon. Kelompok ketiga yang agak kecil berharap bahwa hasil dari reformasi adalah hidup dalam masyarakat yang lebih aman dan rukun. Semua dari
golongan ini dari kelas ekonomi menengah ke atas, termasuk orang yang masih trauma dengan kerusuhan yang terjadi. Kelompok keempat adalah kedua orang disebut di atas (petani dan pedagang kaki lima) yang sama sekali tidak tahu apa itu reformasi. Mungkinkah mereka hidup dalam dunia lain yang tidak tersentuh oleh gerakan reformasi yang menggoyang Indonesia? Ataukah mereka apatis dan tidak skeptis, tetapi bingung saja. Mereka betulbetul tidak mengerti makna nyata reformasi dan menunggu untuk mengetahui hasilnya. Seandainya begitu, mungkin saja mereka yang paling bijaksana oleh karena mengakui kebingungannya dan tidak menutupi ketidakmengertian mereka. Artikel singkat ini adalah usaha dari seorang asing, yang sudah lama tinggal di Indonesia dan mencintai tanah air ini, untuk merumuskan dan menjelaskan kebingungannya tentang makna reformasi dari sudut pandang teologi etika politik. Sebelum tanggal 21 Mei 1998, makna reformasi jelas dan sederhana: turunkan Presiden Soeharto. Bukan hanya mahasiswa yang bersatu berjuang untuk makna reformasi itu, tetapi mereka didukung oleh hampir semua suku, agama, ideologi dan ras di Indonesia. Lebih dari itu, mereka didukung oleh pasar global, pemerintah-pemerintah negara lain dan akhirnya oleh Golkar sendiri, bersama pengkhianat Harmoko. Luar biasa dan semacam mujizat dari Tuhan bahwa kesatuan seluruh dunia terjadi supaya Presiden Soeharto bisa turun tanpa pertumpahan darah yang lebih besar. Ciri khas dari gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan Soeharto adalah tujuan dan caranya (ends and means), sama dan sederhana. Yang harus dilakukan (caranya) adalah turunkan Soeharto supaya tujuannya (Soeharto turun) tercapai.
Dosen Pasca Sarjana bidang Etika pada Fakultas Teologi UKDW Yogyakarta.
Sekarang, sudah empat bulan, makna reformasi menjadi sangat kompleks. Tujuan dan cara tidak lagi sama dan belum ada kesepakatan, baik tentang tujuan maupun cara mencapainya. Bukan hanya oleh karena perbedaan di antara yang menekankan reformasi ekonomi dengan yang mengutamakan reformasi politik. Mungkin saja semua bisa setuju dengan reformasi yang ingin menghasilkan negara yang adil (secara politik) dan makmur (secara ekonomi). Tetapi kesepakatan itu semu. Semua pemimpin Indonesia dan juga di seluruh dunia akan setuju dengan reformasi yang indah itu. Tetapi bentuk dan struktur negara yang bagaimanakah bisa disebut adil dan ekonomi macam apa bisa disebut makmur? Lebih sulit lagi untuk mencari jalan benar yang menuju kepada tujuan yang masih kabur. Dari sudut pandang teologi etika politik saya tidak berani menyampaikan secara dogmatis tujuannya apalagi cara yang mutlak sebagai makna reformasi. Dengan sesederhana mungkin saya hanya mau memberi beberapa usulan tentang bagaimana kita sebaiknya berpikir tentang tujuan dan cara reformasi di Indonesia. Tentu saja ada asumsi-asumsi teologis di belakang usulan-usulan saya yang tidak bisa dijelaskan dalam artikel sesingkat ini.
semua jahat pula. Oleh karena itu, tidak cukup mencari yang jahat dan menghukum mereka supaya mereka diganti dengan orang baik. Ada kemungkinan besar kalau orang yang disebut baik masuk sistem yang sama, mereka (termasuk anda dan saya), cepat atau lambat akan melakukan hal yang sama (misalnya KKNK). Reformasi total agak semu karena tidak bisa mereformasikan hati manusia (Yer 17:9). Tentu saja, ada orangorang yang lebih jahat dan orang-orang yang lebih baik. Yang paling jahat harus dihukum dan yang paling baik sebaiknya didukung.
Lihat Roma 3:10-18. Reinhold Niebuhr terkenal sebagai orang yang paling menerapkan konsep ini demi etika politik.
dibutuhkan adalah sistem/struktur dimana orang melaksanakan yang baik oleh karena mereka diuntungkan dari tindakan baik. Sebaliknya mereka tidak melakukan yang jahat oleh karena takut dihukum atau dirugikan. Kecuali beberapa yang luar biasa baik, kebanyakan rakyat akan ikut saja apa yang disetujui oleh sistem dan memberi keuntungan yang aman, walaupun mereka tahu itu kurang baik. Sebaliknya, mereka tidak akan melakukan yang baik kalau yang baik juga merugikan. Itu namanya dosa. Kecuali kedua orang miskin yang bertanya apa itu reformasi? semua orang yang diwawancarai menyatakan reformasi diperlukan. Tetapi baru setahun lebih yang lalu, kebanyakan orang di Indonesia masih memilih Golkar dalam pemilu. Mengapa? Oleh karena takut rugi. Tentu saja sistem apapun akan jalan lebih lurus kalau masyarakat mempunyai kesadaran dan moralitas politik yang tinggi. Tetapi sistem yang baik juga akan membangkitkan kesadaran dan moralitas politik dalam masyarakat yang cenderung memusatkan kepentingan diri sendiri.
Proses itu bisa dilihat dengan Presiden Soekarno dan mungkin juga akan dialami oleh Presiden Soeharto. Tidak mustahil bisa terjadi dengan PKI. 3 WNI keturunan Tionghoa yang dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia sebaiknya dipandang sebagai pribumi.
Kasihan sekali kalau dikorbankan demi neo-liberalisme Barat yang sudah hampir bangkrut. Sebagai pribadi-pribadi, belum tentu pejabat Orba atau ABRI lebih jelek dibandingkan tokohtokoh reformasi. Pejabat Orba atau elite politik, ekonomi dan militer yang mau mendukung reformasi struktural sebaiknya dijadikan teman dan bukan musuh. Tenaga, ketrampilan dan dukungan mereka sangat dibutuhkan. Sebaliknya, kalau mereka dijadikan musuh atau terlalu diancam, mereka akan berperang demi keselamatan sendiri dan reformasi menjadi makin sulit. Perebutan kekuasaan akan berlangsung bertahun-tahun dan yang jauh lebih buruk dari Orba menjadi makin mungkin. Walaupun demikian, kontinuitas tidak bisa disebut reformasi tanpa diskontinuitas yang tajam dan radikal. Banyak dari elite di Indonesia sangat lama dalam sistem dimana mereka jauh terlalu berkuasa. Meskipun mereka omong reformasi, mereka akan berjuang habis-habisan untuk menjaga kekuasaan dan kekayaannya. Mereka sudah korup dan munafik walaupun tidak tahu sendiri. Hanya tekanan terus dari rakyat bisa lepaskan mereka dari susu tanah air yang sudah menjadi obat bius mereka. Apakah ikatannya di antara kekuasan dan kekayaan bisa dihapus di Indonesia? Tidak mungkin. Tetapi paling sedikit harus ada struktur dan mekanisme politik (dan bukan suasana saja, seperti sekarang ini), yang menghindari dan menghukum KKNK. Akar dari krisis ekonomi Indonesia adalah kehilangan legitimasi Pemerintahan Orba. Yang tidak bisa mendukung reformasi politik yang sangat membatasi kekuasaan siapapun harus dikeluarkan dari pemerintahan.
yang menghancurkan kehidupan rakyat Indonesia adalah anak buah dari krisis politik, yaitu krisis kekuasaan. Tujuan paling sederhana, sulit dan nyata demi reformasi adalah decentralization of power. Kekuasaan di pusat dan di atas harus dikurangi dan kekuasaan peri-peri dan rakyat kecil harus dikuatkan. Banyak penulis yang menyatakan proses ini harus mulai dari atas, baru menetes ke bawah. Tetapi menurut pendapat saya, ini tidak mungkin terjadi. Yang di bawah harus memaksa yang di atas berubah. Meskipun orang paling tulus, baik dan bijaksana, dia sulit melepaskan ataupun mengurangi kekuasaan sendiri. Demokrasi bukan ideal kesetaraan, melainkan mekanisme politk yang memaksa pemimpin politik tunduk kepada kehendak dan kedaulatan rakyat. Sebenarnya menurut hemat saya, tujuan reformasi adalah yang paling mulia, bukan keadilan atau kemakmuran masyarakat, tetapi bahwa masyarakat menjadi makin baik. Peter Maurin dan Dorothy Day pernah menyatakan, Kami bermimpi tentang masyarakat di mana lebih gampang seseorang bisa menjadi manusia yang baik4. Kalau jarak di antara orang miskin dan orang kaya terlalu besar, lebih susah untuk kedua-duanya menjadi baik. Yang kaya terlalu kuat, yang miskin terlalu lemah. Oleh karena itu, keadilan dan kemakmuran sangat penting. Tetapi lebih penting lagi adalah struktur sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik yang menguntungkan perilaku yang baik dan merugikan perilaku yang jelek. Menurut pandangan saya, orang Indonesia sudah mempunyai masyarakat yang baik di antara yang paling baik di dunia. Tetapi struktur kekuasaan di
4
Peter Maurin (Perancis) dan Dorothy Day (Amerika Serikat) adalah aktivis Katholik yang mendirikan Gerakan Buruh Katholik pada awal abad ini. Lihat Dorothy Day, The Long Loneliness.
sini sudah terlalu korup dan harus direformasikan supaya KKNK (serta kemunafikan) tidak lagi menjadi jalan paling aman dan lurus menuju sukses. 7. Apakah ada pengharapan untuk gerakan reformasi di Indonesia? Dalam wawancara-wawancara Redaksi Gema, sebagian responden kecewa dengan hasil dari reformasi dan tidak puas. Akan tetapi dua per tiga mengakui mereka optimis tentang masa depan reformasi. Terus terang, saya kurang tahu mana yang lebih rasional, dua pertiga yang optimis atau sepertiga yang pesimis. Tetapi optimisme tidak sama dengan pengharapan. Harapan Kristen bukan kalkulasi rasional, tetapi keyakinan dalam kebaikan Tuhan. Harapan politik adalah iman yang terletak dalam Kerajaan Allah yang sudah dijanjikan. Tuhan tidak akan meninggalkan masyarakat Indonesia yang dicintai. Saya percaya bahwa Tuhan sedang bergerak dalam gerakan reformasi. Tugas orang Kristen adalah ikut gerakan Tuhan sesuai kehendak Allah dan jiwa Yesus Kristus. Kita tidak usah takut oleh karena kita berharap dalam Yesus Kristus yang sudah di atas semua kekuasaan dalam dunia ini. Harapan ini bukan optimisme atau pesimisme oleh karena Tuhan yang mencintai dan setia juga Tuhan yang menghukum. Kami tidak tahu kalau kami akan hidup dalam masa penghukuman Allah atau masa berkat yang luar biasa. Tidak semua murid Yesus hidup enak. Sebaliknya, banyak yang paling sedia dibunuh. Tetapi kita percaya bahwa baik dalam berkat maupun kesusahan, Tuhan akan menemani dan menguatkan kita.