Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Beberapa macam limbah berbahaya dan beracun antara lain :
1.

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.

2.

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

3.

Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

4.

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.

5.

Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

6.

Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. Apabila limbah B3 tersebut tidak dikelola dengan baik dan benar dapat

merusak lingkungan dan berbahaya bagi makhluk hidup yang berda disekitarnya. Dengan demikian harus mendapat perhatian lebih dalam pengelolaannya. Pengelolaan limbah B3 telah diatur oleh pemerintah melalui Undang-undang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 yang di revisi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Jo. PP Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, sebagai revisi dari PP RI No. 19 Tahun 1994 Jo. PP No.12 Tahun 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan beberapa Permen, Kepdal dan Kepmen, yang pada akhirnya pula dengan Perda pada tingkat kabupaten/kota. B. Tujuan Tujuan penyusunan naskah akademis ini adalah diterbitkannya peraturan daerah tentang pengelolaan limbah B3 sebagai dasar dalam pelaksanaan pengawasan dan memperkuat peraturan diatasnya. C. Metode Metode dalam penyusunan naskah akademik ini adalah kepustakaan, konsultasi, koordinasi dan metode diskusi.

BAB II TELAAH AKADEMIK A. Kajian Filosofis. Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. Pengelolaan limbah B3 ini perlu ditangani secara serius mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan, oleh karena itu perlu kajian khusus dan metode penanganan yang tepat serta perlu diatur dengan peraturan sesuai kondisi daerah dan karakteristik wilayah. B. Kajian Yuridis Secara yuridis pengelolaan limbah B3 telah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 yang di revisi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Jo. PP Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, sebagai revisi dari PP RI No. 19 Tahun 1994 Jo. PP No.12 Tahun 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3, yang diperkuat dengan beberapa Keputusan Kepala Bapedal. Kemudian ditetapkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang tata cara perizinan pengelolaan limbah B3, dan No 30 tahun 2009 tentang Tatalaksana Perizinan Pengelolaan Limbah B3 serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah B3 oleh Pemerintah Daerah. Dari beberapa peraturan diatas, yang pada akhirnya diperkuat pula dengan Perda pada tingkat kabupaten/kota. C. Kajian Politis Sebagai dasar telaah kajian politis, bahwa penyusunan perda ini berfungsi sebagai penguatan pada aturan dan tatalaksana pengawasan yang akan dilakukan oleh pemerintah, baik berupa juknis dan juklak di lapangan maupun sebagai dasar dalam penetapan kebijakan selanjutnya. Dalam pengambilan kebijaksanaan dalam pengawasan dan mediasi proses perizinan yang selanjutnya mengawasi pelaksanaan pengelolaan limbah B3 perlu adanya

panduan khusus yang tertuang dalam peraturan daerah, sehingga kebijakan-kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan kinerja pemerintahan diharapkan dapat lebih baik. D. Kajian Sosiologis Dalam kajian sosiologis ini pada realitas masyarakat yang meliputi kebutuhan hukum masyarakat, kondisi masyarakat dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang pada masyarakat yang pada prinsipnya memerlukan perlindungan optimal dari payung hukum yang berlaku, sehingga tidak merugikan masyarakat, dalam artian bahwa tidak terjadi dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Bagi pengelola terdapat rambu-rambu yang perlu diperhatikan, agar tidak menimbulkan kerusakan. Dengan adanya peraturan daerah tentang limbah B3 ini diharapkan dapat menjadi perlindungan bagi masyarakat dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengelola limbah B3. E. Kajian Teoritis Kajian teoritis sebagai kerangka teori dari perumusan peraturan daerah mengenai pengelolaan limbah B3 pada naskah akademis ini adalah bahwa pada peraturan menteri yang mengatur tentang pengelolaan limbah B3 dan tata laksana perizinannya serta pengawasan oleh pemerintah daerah memerlukan aturan dibawahnya berupa peraturan daerah sebagai wujud pelaksaanaan dan pelaksana pengawasannya. Secara teori telah ditetapkan ketentuan, kewajiban dan tolak ukur yang wajib dipenuhi dan telah disesuaikan dengan baku mutu yang ditetapkan oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup.

BAB III MATERI DAN RUANG LINGKUP Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Peraturan daerah tentang pengelolaan limbah Berbahaya dan Beracun (B3) ini mencakup aturan mengenai sumber, identifikasi limbah B3 secara uji karakteristik dan uji toksikologi. Pelaku pengelolaan limbah B3 yang diatur dalam peraturan daerah ini beserta definisi adalah sebagai berikut : 1. Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah B3 serta penimbunan hasil pengolahan tersebut. 2. Penghasil limbah B3 adalah orang yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah B3. 3. Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. 4. Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan dan/atau pemanfaatan dan/atau penimbunan limbah B3. 5. Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3. 6. Pemanfaat limbah B3 adalah Badan Usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. 7. Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang mengoperasikan sarana pengolahan limbah B3. 8. Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan penimbunan limbah B3.

9.

Pengawas adalah pejabat yang bertugas di instansi yang bertanggungjawab melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah B3.

10. Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. 11. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3. 12. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemafaat dan/atau dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3. 13. Pemanfaat limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (Recovery) dan/atau pengunaan kembali (Reuse) dan/atau daur ulang (Recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 14. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun. 15. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. A. Pengaturan asas dan tujuan Asas dan Tujuan peraturan daerah ini merupakan nilai-nilai dasar yang akan mengilhami norma pengaturan selanjutnya. Dengan demikian ruang lingkup pengaturan peraturan daerah yang akan disusun tidak terlepas dari asas dan tujuan dari peraturan daerah itu sendiri. Misalnya di dalam peraturan daerah yang mengatur pengelolaan limbah B3 maka dipakai asas sebagai berikut : 1. Sustainability (keberlanjutan), 2. Responsibility (pertanggung-jawaban), dan 3. utility (manfaat).

B. Pengaturan Kewenangan dan Kelembagaan Secara kewenangan kelembagaan telah diatur sedemikian rupa di dalam peraturan daerah ini baik kewenangan dari pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah. Kewenagnan ini mencakup pemberian izin, verifikasi, dan pengawasan secara berkelanjutan. C. Pengaturan Hak dan Kewajiban Hak dan kewajiban yang diatur dalam peraturan daerah ini meliputi : 1. Hak dan kewajiban Usaha dan atau badan usaha Adapun hak dan kewajiban dari Usaha dan atau badan usaha adalah memiliki perizinan setelah semua kewajiban yang diatur dalam peraturan ini telah terpenuhi. 2. Hak dan kewajiban Pemerintah Pemerintah berhak mencabu perizinan dan menghentikan usaha apabila telah terjadi pelanggaran oleh usaha atau badan usaha di maksud, dan berkewajiban mengawasi setiap detail kegiatan yang dilakukan oleh usaha atau badan usaha tersebut. 3. Hak dan kewajiban masyarakat dan lingkungan sekitar Masyarakat berhak dan wajib melaporkan apabila melihat atau merasa telah terjadi pelanggaran oleh usaha atau badan usaha pengelola, sehingga tidak mengganggu dan merusak lingkungan sekitar. D. Pengaturan Mekanisme Mekanisme pengajuan perizinan dan pengelolaan serta pengawasan oleh penerintah telah diatur secara detail didalam peraturan daerah ini. E. Pengaturan Larangan-larangan dan sanksi Pengaturan larangan dan sanksi telah diatur sedemikian rupa pada bagian akhir peraturan daerah ini sehingga dalam pelaksanaannya asas ketaatan atas kewajiban harus terpenuhi.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pada dasarnya peraturan tentang pengelolaan limbah B3 ini telah memiliki dasar dari peraturan di atasnya, sehingga ketentuan yang tertuang dalam peraturan daerah ini bersifat menegaskan, memperjelas dan menyesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing. Dalam hal ini peraturan daerah ini perlu di susun atas tuntutan peraturan di atasnya, bahwa untuk memperjelas aturan tersebut haruslah disususn peraturan daerah, untuk mengatur lebih lanjut. B. Saran Sebagai saran dalam kajian akademis ini adalah sebagai berikut : 1. Perlunya tim terpadu untuk menangani masalah pengelolaan limbah B3 ini. 2. Kelengkapan peralatan uji harus menjadi prioritas, sehingga ketelitian dalam verifikasi dan pengujian dapat menjamin keabsahan dokumen. 3. Perlunya sumber daya manusia yang terlatih unutk menangani pengelolaan limbah B3, dan perizinan limbah B3. 4. Dalam penyusunan raperda selanjutnya, perlu dipertimbangkan masalah pendanaan.

DAFTAR PUSTAKA Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.1998. Jakarta. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol Dan Label Bahan Berbahaya Dan Beracun. 2008. Jakarta. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tanun 2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. 2009. Jakarta. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Tata Laksana Perizinan Dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah. 2009. Jakarta. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. 2009. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai