Anda di halaman 1dari 14

KETERBUKAAN DAN KEADILAN DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

A. Keterbukaan Pemerintah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


1. Pengertian dan pentingnya keterbukaan
Keterbukaan atau transparansi berasal dari kata dasar terbuka dan transparan, yang secara harfiah berarti jernih, tembus cahaya, nyata, jelas, mudah dipahami, tidak keliru, tidak sangsi atau tidak ada keraguan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterbukaan adalah hal terbuka, perasaan toleransi dan hati-hati serta merupakan landasan untuk berkomunikasi. Dengan demikian dapat dipahami pula bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah suatu sikap dan perilaku terbuka dari individu dalam beraktivitas. Dengan demikian Keterbukaan atau transparansi adalah tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, keterbukaan atau transparansi berarti kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan informasi faktual mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan.

2. Ciri-ciri dan batas-batas keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintah


Sikap keterbukaan, merupakan prasyarat dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan. Keterbukaan juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam harmonisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dilihat tentang ciri-ciri keterbukaan sebagai berikut. 1) Terbuka (transparan) dalam proses maupun pelaksanaan kebijakan publik. 2) Menjadi dasar atau pedoman dalam dialog maupun berkomunikasi. 3) Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun yang dilakukan orang lain. 4) Tidak merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain. 5) Bersikap hati-hati dan selektif (check and recheck) dalam menerima dan mengolah informasi dari manapun sumbernya. 6) Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain. 7) Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya atas segala yang dilakukan. 8) Sangat menyadari tentang keberagaman dalam berbagai bidang kehidupan. 9) Mau bekerja sama dan menghargai orang lain. 10) Mau dan mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi.

B. Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


1. Pengertian dan jenis-jenis keadilan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata keadilan yang berasal dari kata dasar adil, mempunyai arti kejujuran, kelurusan dan keikhlasan yang tidak berat

sebelah. Sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak dan tidak sewenang-wenang. Sedangkan di dalam Ensiklopedi Indonesia, disebutkan bahwa kata adil (bahasa Arab ; adl) mengandung pengertian sebagai berikut : 1) Tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak. 2) Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya. 3) Mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut peraturan atau syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Tidak sewenang-wenang dan maksiat atau berbuat dosa. 4) Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasiq (orang yang tidak mengerjakan perintah). Pengertian kata adil yang lebih menekankan pada tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-wenangan, maka sesungguhnya pada setiap diri manusia telah melekat sumber kebenaran yang disebut hati nurani. Tuhanlah yang menuntun hati nurani setiap manusia beriman agar sanggup berbuat adil sesuai dengan salah satu sifat-Nya yang Maha Adil. Kata keadilan dapat juga diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-wenangan; atau tindakan yang didasarkan kepada norma-norma (norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, maupun norma hukum). Berikut jenis-jenis keadilan : 1) Keradilan Komutatif (iustitia commutativa) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya berdasarkan hak seseorang (diutamakan obyek tertentu yang merupakan hak seseorang). Contoh : - adalah adil kalau si A harus membayar sejumlah uang kepada si B sejumlah yang mereka sepakati, sebab si B telah menerima barang yang ia pesan dari si A. - Setiap orang memiliki hidup. Hidup adalah hak milik setiap orang,maka menghilangkan hidup orang lain adalah perbuatan melanggar hak dan tidak adil 2) Keadilan Distributif (iustitia distributiva) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya berdasarkan asas proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa atau kebutuhan. Contoh : - Adalah adil kalau si A mendapatkan promosi untuk menduduki jabatan tertentu sesuai dengan kinerjanya selama ini. - Adalah tidak adil kalau seorang pejabat tinggi yang koruptor memperoleh penghargaan dari presiden. 3) Keadilan legal (iustitia Legalis), yaitu keadilan berdasarkan Undang-undang (obyeknya tata masyarakat) yang dilindungi UU untuk kebaikan bersama (bonum Commune). Contoh : - Adalah adil kalau semua pengendara mentaati rambu-rambu lalulintas. - Adalah adil bila Polisi lalu lintas menertibkan semua pengguna jalan sesuai UU yang berlaku. 4) Keadilan Vindikatif (iustitia vindicativa) adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau kejahatannya. Contoh : - Adakah adil kalau si A dihukum di Nusa Kambangan karena kejahatan korupsinya sangat besar.

Adalah tidak adil kalau koruptor hukumannya ringan sementara pencuri sebuah semangka dihukum berat. 5) Keadilan kreatif (iustitia creativa) adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang bagiannya berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreatifitas yang dimilikinya di berbagai bidang kehidupan. Contoh : - Adalah adil kalau seorang penyair diberikan kebebasan untuk menulis, bersyair sesuai denga kreatifitasnya. - Adalah tidak adil kalau seorang penyair ditangkap aparat hanya karena syairnya berisi keritikan terhadap pemerintah. 6) Keadilan protektif (iustitia protectiva) adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi-pribadi dari tindakan sewenang-wenang pihak lain. -

2. Keadilan Sosial
Yaitu keadilan yang pelaksanaannya tergantung pada struktur yang terdapat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan ideologi. Dalam pancasila setiap orang di Indonesia akan mendapat perilaku yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan. Pelaksanaan pembangunan nasional harus dilandasi oleh nilai-nilai yang tercermin dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip keadilan sosial yang melandasi pelaksaan pembangunan nasional di Indonesia adalah sebagai berikut.  Asas Adil dan Merata, yaitu mengandung arti bahwa pembangunan nasional yang diselenggarakan itu pada dasarnya merupakan usaha bersama yang harus merata disemua lapisan masyarakat Indonesia dan di seluruh tanah air. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan berperan dan menikmati hasilhasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan negara.  Asas keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan dalam peri kehidupan, yaitu berarti bahwa dalam pembangunan nasional harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan. Kepentingan tersebut adalah kepentingan dunia dan akhirat, materiil dan spiritual. Menurut Franz Magnis Suseno, keadilan sosial adalah keadilan yang pelaksanaannyatergantung dari struktur proses eknomi, politik, sosial, budaya dan ideologis dalam masyarakat. Maka struktur sosial adalah hal pokok dalam mewujudkan keadilan sosial. Keadilan sosial tidak hanya menyangkut upaya penegakan keadilan-keadilan tersebut melainkan masalah kepatutan dan pemenuhan kebutuhan hidup yang wajar bagi masyarakat. Keadilan menurut Aristoteles : - Keadilan Distributif, keadilan yang berhubungan dengan distribusi jasa dan kemakmuran menurut kerja dan kemampuannya. - Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa-jasa perseorangan. - Keadilan kdrat alam, yaitu keadilan yang bersumber pada hukum kodrat alam. - Keadilan konvensional adalah keadilan yang mengikat warga negara karena keadilan itu didekritkan melalui kekuasaan. Keadilan menurut Prof. Dr. Notonagoro SH, menambahkan adanya keadilan legalitas, yaitu keadilan hukum. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masalah keadilan menjadi masalah penting dalam rangka memberikan jaminan rasa aman dalam melaksanakan

3. Pentingnya jaminan keadilan

aktivitas sehari-hari, hak asasi manusia dan memperkukuh persatuan dan kesataun bangsa. Keterbukaan dalam pengertian sikap dan perilaku yang dilakukan pemerintah dan pejabat pulbik dewasa ini, merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari dengan cara apapun dan oleh negara manapun terkait dengan derasnya arus informasi dalam berbagai bidang kehidupan. Keterbukaan arus informasi di bidang hukum, telah menjadi bahan pemikiran bagi setiap negara untuk dapat melaksanakan jaminan keadilan bagi warga negara sejalan dengan tuntutan supremasi hukum , demokratisasi dan hak-hak asasi manusia. Perbuatan adil, tidak hanya merupakan idaman manusia, tetapi juga diperintah Tuhan apapun agamanya. Bila suatu negara terutama pemerintah, pejabat publik dan aparat penegak hukumnya -- mampu memperlakukan warganya dengan adil dalam segala bidang, niscaya kepedulian (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsbility) warga negara dalam rangka membangun negara serta memperkukuh persatuan dan kesatuan dapat terwujud. Keadilan pada umumnya relatif sulit diperoleh. Untuk memperoleh keadilan biasanya diperlukan pihak ketiga sebagai penegak, dengan harapan pihak tersebut dapat bertindak adil terhadap pokok-pokok yang berselisih. Oleh karena itu pihak ketiga tersebut harus netral, tidak boleh menguntungkan salah satu pihak. Jadi adanya pihak ketiga dalam rangka menghindari konfrontatif antara yang sedang berselisih. Dalam rangka jaminan keadilan di dalam suatu negara diperlukan peraturan yang disebut Undang-undang atau hukum. Hukum merupakan suatu sistem norma yang mengatur kehidupan dalam masyarakat. Oleh karena itu apabila ada seseorang yang merasa mendapatkan ketidak adilan, maka ia berhak mengajukan tuntutan. Setiap masyarakat memerlukan hukum, dikatakan di mana ada masyarakat disana ada hukum (ubi societes ini ius). Hukum diciptakan untuk mencegah agar konflik yang terjadi dipecahkan secara terbuka. Pemecahannya bukan atas dasar siapa yang kuat, melainkan berdasarkan aturan (hukum) yang tidak membedakan antara orang kuat dan orang lemah. Berdasarkan hal tersebut, maka keadilan merupakan salah satu ciri hukum dan jaminan keadilan hanya bisa tercapai apabila hukum diterapkan dengan tanpa memperhatikan aspek subjektifitas. Dalam hukum, tuntutan keadilan memiliki dua arti yaitu; Dalam Arti Formal Bahwa keadilan menuntut agar hukum berlaku, secara umum. Semua orang dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama. Dengan kata lain hukum tidak mengenal pengecualian. Oleh karena itu dihadapan hukum kedudukan orang adalah sama. Inilah yang disebut dengan kesamaan Bahwa hukum harus adil. Adil di sini adalah adil yang dianggap oleh masyarakat. Jadi bukan sekedar secara formal saja seperti apa yang tertulis itu adil. Itulah sebabnya perlu adanya penyesuaian antara keputusan sidang dan penilaian masyarakat, walaupun sidang peradilan itu telah selesai. Oleh karena itu, apabila yang diputuskan oleh pengadilan dirasakan tidak adil, maka reaksi masyarakat akan timbul.

Tuntutan Keadilan

Dalam Arti Material

Pelaksanaan jaminan keadilan sangat dituntut oleh penyelenggaraan negara (pemerintah dan pejabat publik) yang baik, bersih dan transparan. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut didasarkan pada beberapa asas umum, di antaranya adalah; a. Asas Kepastian hukum (principle of legal security = Rechts zekerheid beginsed). Asas ini menghendaki agar sikap dan keputusan pejabat administrasi negara yang mana pun tidak boleh menimbulkan keguncangan hukum atau status hukum. Dalam menjamin adanya kepastian hukum, pejabat administrasi negara wajib menentukan masa peralihan untuk menetapkan peraturan baru atau perubahan status hukum suatu peraturan. Tanpa masa peralihan, suatu keputusan administrasi negara yang sah (legal) secara mendadak (tanpa masa peralihan) menjadi tidak sah sehingga dapat merugikan masyarakat. Keadaan tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat kepada hukum, peraturanperaturan serta wibawa pejabat administrasi negara. b. Asas Keseimbangan. Asas ini menyatakan bahwa tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat administrasi negara harus seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya. Hal ini diatur dalam undang-undang kepegawaian dan peraturan tentang pegawai negeri umum (Ambtenarenwet juncto algemene rijksambte narenreglement). Dalam undang-undang ini terdapat banyak cara untuk menjatuhkan putusan terhadap suatu kelalaian, tetapi harus diingat tindakan yang dijatuhkan harus seimbang/sebanding dengan kelalaian yang dibuat. c. Asas Kesamaan. Dalam asas ini dinyatakan bahwa pejabat administrasi negara dalam menjatuhkan keputusan tanpa pandang bulu. Sebelum keputusan diambil, harus dipikirkan dulu secara masak-masak agar untuk kasus yang sama dapat diambil keputusan yang sama pula. Pejabat Administrasi negara tidak boleh melakukan diskriminasi dalam mengambil keputusan. Jika beberapa orang dalam situasi dan kondisi hukum yang sama mengajukan suatu permohonan, mereka harus mendapatkan keputusan dikenai syarat-syarat tambahan yang subjektif. Misalnya, karena mereka mendapat masalah pribadi sehingga keputusannya lebih berat. Hal demikian sangat terlarang karena selain akan merusak tujuan hukum objektif juga akan merongrong hukum dan menurunkan wibawa pejabat administrasi negara. d. Asas Larangan Kesewenang-wenangan. Bahwa keputusan sewenangwenangan adalah keputusan yang tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan secara lengkap dan wajar sehingga secara akal kurang sesuai. Contohnya, sikap sewenang-wenang pejabat administrasi negara ialah menolak meninjau kembali keputusannya yang dianggap kurang wajar oleh masyarakat. Pada prinsipnya, keputusan yang sewenang-wenang adalah dilarang dan keputusan semacam itu dapat digugat melalui pengadilan Perdata (pasal 1365 KUH Perdata). e. Asas larangan Penyalahgunaan wewenang (detoumement de pouvoir). Asas ini menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang adalah bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang

bertentangan atau menyimpang dari apa yang telah ditetapkan semula oleh undang-undang. f. Asas Bertindak Cermat. Jika pejabat administrrasi negara telah mengambil keputusan dengan kurang hati-hati sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, keputusan tersebut secara otomatis menjadi berat. Jika terjadi tanpa menunggu instruksi atasan atau pejabat, yang bersangkutan wajib memperbaiki keputusannya dengan menerbitkan keputusan baru. g. Asas Perlakukan yang Jujur. Asas ini menghendaki adanya pemberian kebebasan yang seluas-luasanya kepada warga masyarakat untuk kebenaran. Asas ini memberikan penghargaan yang lebih pada masyarakat dalam mencari kebenaran tersebut melalui instansi banding. Pengajuan banding ini dapat dilakukan pada pejabat administrasi negara yang lebih tinggi tingkatannya (administratief beroep) atau kepada badan-badan peradilan (judicial review). Asas ini penting untuk diketahui masyarakat karena pejabat administrasi negara diberikan kebebasan untuk bertindak. Dengan adanya asas ini berarti masyarakat dapat melakukan banding. h. Asas meniadakan Akibat Suatu keputusan yang Batal. Dalam asas ini dimaksudkan bahwa keputusan Centrale Raad van Beroep, 20 september 1920 tentang seorang pegawai yang berdasarkan Peradilan kepegawaian (Amotenarengerecht) tingkat pertama diberhentikan, tetapi oleh peradilan tingkat banding, putusan pemberhentian dibatalkan. Di Indonesia, asas ini telah memperoleh pengaturannya dalam pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, yang berbunyi; Seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitas. i. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum. Dalam asas ini bahwa tindakan aktif dan positif dari pejabat administrasi negara adalah penyelenggaraan kepentingan umum. Kepentingan umum meliputi kepentingan nasional, yaitu kepentingan bangsa, masyarakat, dan negara. Berdasarkan asas ini, kepentingan umum harus lebih didahulukan daripada kepentingan individu, yaitu memberikan hak mutlak pada hak-hak pribadi. Jaminan keadilan bagi warga negara, dapat ditemukan dalam beberapa contoh peraturuan perundang-undangan antara lain sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar 1945 : 1) Bidang Hukum dan Pemerintahan (Pasal 27); 2) Bidang Politik (Pasal 28); 3) Bidang Hak Asasi Manusia (Pasal 28A 28J); 4) Bidang Keagamaan (Pasal 29); 5) Bidang Pertahanan Negara (Pasal 30); 6) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31 dan 32); 7) Bidang Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 dan 34). b. Undang-Undang : 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi , atau Merendahkan Martabat Manusia. 4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. 5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak-hak Asasi Manusia. 7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. 8) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik. 9) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pertahanan Negara. 10) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Beberapa contoh peraturan perundang-undangan yang dibuat dalam rangka memberikan jaminan kepada warga negara, merupakan bukti nyata kesungguhan pemerintah. Sikap keterbukaan yang telah ditunjukkan pemerintah melalui berbagai peraturan perundangan yang dibuat, menuntut komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan peraturan tersebut. Kesiapan infrastruktur, fisik dan mental aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan hakim) sangat menentukan jalannya jaminan keadilan yang dibutuhkan masyarakat bila berurusan dengan hukum agar taat asas dan taat aturan. Sikap keterbukaan yang dituntut kepada aparat penegak hukum, adalah adanya transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam bekerja serta hasil kinerja yang optimal. Jika suatu negara aparat penegak hukumnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka akan terjerumus dalam keterpurukan pemerintahan mobokrasi atau dalam istilah Polybios disebut okhlokrasi. Pemerintahan okhlokrasi digambarkan sebagai suatu pemerintahan yang banyak diwarnai dengan kekacauan, kebobrokan dan korupsi yang merajalela sehingga hukum dan keadilan sulit ditegakkan. Bila keadaan tersebut tidak segera diperbaiki, akan muncul krisis kepercayaan masyarakat yang pada gilirannya timbul konflik kepentingan, konflik vertikal dan horizonal, hukum berpihak kepada penguasa dan orang-orang berduit, sehingga jaminan keadilan hanya dalam mimpi-mimpi.

C. Pentingnya Menuwujudkan Penyelengaraan Pemerintah yang Terbuka


1. Dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak terbuka
Suatu pemerintahan atau kepemerintahan dikatakan transparan (terbuka), yaitu apabila dalam penyelenggaraan kepemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Berbagai informasi telah disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Pada kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator. Dalam penyelenggaraan negara, pemerintah dituntut bersikap terbuka terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, termasuk anggaran yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap kebijakan tersebut pemerintah dituntut bersikap terbuka dalam rangka Akuntabilitas publik. Realisasinya kadang kebijakan yang dibuat pemerintah dalam hal pelaksanaannya kurang bersikap transparan, sehingga berdampak pada rendahnya kepercayaan

masyakarat terhadap setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Sebagai contoh, setiap kenaikan harga BBM selalu diikuti oleh demonstrasi penolakan kenaikan tersebut. Padahal pemerintah berasumsi kenaikan BBM dapat mensubsidi sektor lain untuk rakyat kecil miskin, seperti pemberian fasilitas kesehatan yang memadai, peningkatan sektor pendidikan dan pengadaan beras miskin (raskin). Akan tetapi karena kebijakan tersebut pengelolaannya tidak transparan bahkan sering menimbulkan kebocoran (korupsi), maka rakyat tidak mempercayai kebijakan serupa di kemudian hari.

a. Faktor Penyebab Terjadinya Penyelenggaraan Pemerintah Yang Tidak Transparan Terjadinya penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan disebabkan banyak hal disamping faktor sistem politik yang bersifat tertutup, sehingga tidak memungkinkan partisipasi waga negara dalam mengambil peran terhadap kebijakan publik yang dibuat pemerintah, juga disebabkan karena sumber daya manusianya yang bersifat feodal, opportunis dan penerapan aji mumpung serta pendekatan ingin dilayani sebagai aparatur pemerintah. Secara umum beberapa faktor penyebab terjadinya pemerintahan yang tidak transparan adalah sebagai berikut. No 1. Faktor-Faktor Pengaruh Kekuasaan Uraian / Keterangan  Penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaanya sehingga melakukan perbuatan menghalalkan segara cara demi ambisi dan tujuan politiknya.  Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah, dan dendam antara kelompok di masyarakat.  Pemerintah mengabaikan proses demokratisasi, sehingga rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya (saluran komunikasi tersumbat), maka timbul gejolak politik yang bermuara pada gerakan reformasi yang menuntut kebebasan, kesetaraan, dan keadilan.  Pemerintahan yang sentralistis sehingga timbul kesenjangan dan ketidakadilan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang sering memunculkan konflik vertikal, yaitu adanya tuntutan memisahkan diri dari negara.  Penyelahgunaan kekuasaan karena lemahnya fungsi pengawasan internal dan oleh lembaga perwakilan rakyat, serta terbatasnya akses masyarakat dan media massa untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan.  Terabaikannya nilai-niai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sebagai sumber etika sehingga dikemudian hari melahirkan perbuatan tercela antara lain berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia.

2.

Moralitas

3.

Sosial-Ekonomi

 Sering terjadinya konflik sosial sebagai konsekuensi keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan yang tidak dikelola dengan baik dan adil.  Perilaku ekonomi yang sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar.

4.

Politik dan Hukum

 Sistem politik yang otoriter sehingga para pemimpinya tidak mampu lagi menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.  Hukum telah menjadi alat kekuasaan sehingga pelaksanaannya banyak bertentangan dengan prinsip keadilan, termasuk masalah hak warga negara dihadapan hukum.

Akibat dari Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Tidak Transparan Jika penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan tertutup dan tidak transparan, maka secara umum akan berdampak pada tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat atau warga negara, sebagaimana tercantum dalam konstitusi negara, yaitu pencapaian masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan secara khusus penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan akan berdampak pada :  Rendahnya atau bahkan tidak adanya kepercayaan warga negara terhadap pemerintah.  Rendahnya partisipasi warga negara terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah.  Sikap Apatis warga negara dalam mengambil inisiatif dan peran yang berkaitan dengan kebijakan publik.  Jika warga negara apatis, di tunjang dengan rejim yang berkuasa sangat kuat dan lemahnya fungsi legislatif, maka KKN merajalela dan menjadi budaya yang mendarah daging (nilai dominan).  Krisis moral dan akhlak yang berdampak pada ketidakadilan, pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Sebagai patok banding (benchmarking) tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu berdasarkan prinsip-prinsip atau karakteristik yang telah dikemukakan UNDP tahun 1997. Dengan demikian, dapat dilihat beberapa indikator tentang penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan beserta akibat-akibatnya. No 1. Karakteristi Indikator Penyelenggaraan k Partisipasi o Warga masyarakat dibatasi/ tidak memiliki hak suara dalam proses pengambilan keputusan. o Informasi hanya sefihak (top down) dan lebih bersifat instruktif. o Lembaga perwakilan tidak dibangun berdasarkan kebebasan berpolitik Keterangan / Akibat Warga masyarakat dan pers cenderung pasif, tidak ada kritik (unjuk rasa), tidak berdaya dan terkekang dengan berbagai aturan dan doktrin.

2.

Aturan Hukum

o o

3.

Transparan

o o o

4.

Daya Tanggap

o o o

5.

Berorientasi Konsensus

o o o o

6.

Berkeadilan

o o

o 7. Efektivitas o dan Efisiensi o

(partai tunggal). Kebebasan berserikat dan berpendapat serta pers sangat dibatasi. Hukum dan peraturan perundangan lebih berpihak kepada penguasa. Penegakkan hukum (law enforcement) lebih banyak berlaku bagi masyarakat bawah baik secara politik maupun ekonomi. Peraturan tentang Hak-hak Asasi Manusia terabaikan demi stabilitas dan pencapaian tujuan negara. Informasi yang diperoleh satu arah, yaitu hanya dari pemerintah. Masyarakat sangat dibatasi dalam memperoleh segala bentuk informasi. Tidak ada atau sulit bagi masyarakat untuk memonitor / mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan. Proses pelayanan sentralistik dan kaku. Banyak pejabat memposisikan diri sebagai penguasa. Layanan kepada masyarakat masih diskriminatif, konvensional dan bertele tele (tidak responsif). Pemerintah lebih banyak bertindak sebagai alat kekuasaan negara. Lebih banyak bersifat komando dan instruksi. Segala macam bentuk prosedur lebih bersifat formalitas. Tidak diberikannya peluang untuk mengadakan konsensus dan musyawarah. Adanya diskriminasi gender dalam penyelenggaraan pemerintahan. Menutup peluang bagi dibentuknya organisasi non pemerintah/ LSM yang menuntut keadilan dalam berbagai segi kehidupan. Banyak peraturan yang masih berpihak pada gender tertentu. Manajemen penyelenggaraan negara konvensional dan terpusat (top down). Kegiatan penyelenggaraan negara lebih banyak digunakan untuk acaraacara seremonial.

Penguasa menjadi oto-riter, posisi tawar ma-syarakat lemah dan lebih banyak hidup dalam ketakutan serta tertekan.

Pemerintah sangat tertutup dengan segala kejelekannya, sehingga masyarakat tidak ba-nyak tahu apa yang terjadi pada negaranya. Banyaknya pejabat yang memposisikan diri sebagai penguasa, segala layanan sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah cenderung otoriter karena menutup jalan bagi dilaksanakannya konsensus dan musyawarah.

Arogansi kekuasaan sangat dominan dalam menentukan penyelenggaraan pemerintahan.

Negara cenderung salah urus dalam menge-lola sumber daya alam dan sumber daya manusianya sehingga banyak

8.

Akuntabilitas

9.

Bervisi Strategis

10.

Saling Keterkaitan

o Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia tidak terencana berdasarkan prinsip kebutuhan. o Pengambil keputusan didominasi oleh pemerintah. o Swasta dan masyarakat memiliki peran yang sangat kecil terhadap pemerintah. o Pemerintah memonopoli berbagai alat produksi yang strategis. o Masyarakat dan pers tidak diberi kesempatan untuk menilai jalannya pemerintahan. o Pemerintah lebih puas dengan kemapanan yang telah dicapai. o Sulit menerima perubahan terutama berkaitan dengan masalah politik, hukum dan ekonomi. o Kurang mau memahami aspek-aspek kultural, historis dan kompleksitas sosial masyarakatnya. o Penyelenggaraan pemerintahan statis dan tidak memiliki jangkauan jangka panjang. o Banyaknya penguasa yang arogan dan mengabaikan peran swasta atau masyarakat. o Pemerintah merasa yang paling benar dan paling pintar dalam menentukan jalannya kepemerintahan. o Masukan atau kritik dianggap provokator anti kemapanan dan stabilitas. o Swasta dan masyarakat tidak diberi kesempatan untuk bersinergi dalam membangun negara.

pengangguran dan tidak memiliki daya saing. Dominannya pemerintah dalam semua lini kehidupan, menjadikan warga masyarakatnya tidak berdaya mengon-trol apa saja yang telah dilakukan pemerintahnya. Banyaknya penguasa yang pro status quo dan kemapanan sehingga tidak memperdulikan terjadinya perubahan baik internal maupun eksternal negaranya.

Para pejabat pemerintah sering dianggap lebih tahu dalam segala hal, sehingga masyara-kat tidak merasakan dan tidak punya keinginan untuk bersi-nergi dalam mem-bangun negaranya.

Dampak yang paling besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan adalah korupsi. Istilah korupsi dapat dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam praktiknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administratif. Menurut MTI (Masyarakat Transparansi Internasional), bahwa korupsi merupakan perilaku pejabat, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi akan tumbuh subur, terutama pada negara-negara yang menerapkan sistem politik cenderung tertutup, seperti absolut, diktator, totaliter dan otoriter. Hal ini sejalan dengan pandangan Lord Acton, bahwa the power tends to corrupt.... (kekuasaan cenderung untuk menyimpang) dan ... absolute power

corrupts absolutely (semakin lama seseorang berkuasa, penyimpangan yang dilakukannya akan semakin menjadi-jadi....). Pada pemerintahan yang tertutup jauh dari sikap terbuka/transparan kepada rakyatnya, sehingga segala perencanaan dan kebijakan pemeritnah lebih banyak untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan dari pada untuk kesejahteraan rakyatnya. Di Indonesia, rezim pemerintahan yang dianggap paling korup adalah semasa orde baru berkuasa. Berdasarkan laporan Wold Economic Forum, dalam The global Competitiveness Report 1999, kondisi Indonesia termasuk yang terburuk di antara 59 negara yang diteliti. Bahkan pada tahun 2002, menurut laporan Lembaga Konsultasi Politik dan Resiko yang berdomisili di Hongkong, yaitu Political and Risk Consultancy (PERC), Indonesia berhasil mengukir prestasi sebagai negara yang paling korup di Asia. Nampaknya tidak salah lagi, bahwa di bawah rezim orde baru yang berkuasa kurang lebih selama 32 (tiga puluh dua) tahun telah membawa Indonesia ke jurang kehancuran krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dampak semua ini adalah merupakan akumulasi dari pemerintahan yang dikelola dengan tidak transparan, sehingga masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah meracuni semua aspek kehidupan dan mencakup hampir semua institusi formal maupun non formal. Pada saat itu, bukan hal rahasia karena sering muncul di mass media antara lain adanya mafia peradilan sehingga vonis hakim dapat dibeli, pemilihan kepala daerah atau pejabat yang diwarnai politik uang sehingga berakibat setelah terpilih bagaiamana mengembalikan modal dengan berbagai cara, dan sebagainya.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang terbuka

D. Bersikap Positif Terhadap Upaya Mewujudkan Keterbukaan dan Jaminan Keadilan


1. Apresiasi terhadap keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Apresiatif terhadap keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu upaya untuk memahami, menilai, dan menghargai keterbukaan dalamkehidupan berbangsa dan bernegara, seperti : a. Berusaha mengetahui dan memahami hal yang mendasar atau elementer tentrang keterbukaan dan keadilan. b. Aktif mencermati kebijakan dalam kehidupan bangsa dan negara. c. Berusaha menilai perkembangan keterbukaan dan keadilan d. Menghargai tindakan pemerintah atau pihak lain yang konsisten dengan prinsip keterbukaan e. Mengajukan keritik terhadap tindakan yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan f. Menumbuhkan danmempromosikan budaya keterbukaan dan transparansi mulai dari keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja.

2. Berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan keadilan


Peran warga negara dalam upaya untuk meningkatkan sikap keterbukaan dan jaminan keadilan, dapat dilakukan melalui partisipasi dari seluruh komponen masyarakat, mulai dari pejabat pemerintah hingga rakyat biasa. Partisipasi dari seluruh komponen masyarakat di butuhkan dalam rangka menumbuhkan sikap keterbukaan, penegakan supremasi hukum serta jaminan dan penghormatan hak asasi manusia.

Dewasa ini, semua komponen masyarakat dan aparatur negara sudah seharusnya mau bekerja sama sebagai mitra kerja untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak. Sikap terbuka dan jaminan keadilan, merupakan prasyarat bagi terwadahinya komunikasi yang baik guna memperoleh kepercayaan masyarakat menuju terbentuknya clean government (pemerintahan yang bersih). Untuk itu, diperlukan partisipasi konstruktif dari seluruh komponen warga masyarakat untuk saling introspeksi dan koreksi guna mewujudkan hasil kinerja yang optimal dan terhindar dari berbagai kebocoran yang hanya akan memperkaya segelintir orang. Bentuk partisipasi warga negara tersebut antara lain dapat dilakukan sebagai berikut : a. Pengawasan Terhadap Aparatur Negara. Pengawasan terhadap aparatur negara dari berbagai elemen masyarakat dan institusi pemerintah, dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan. Sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Oleh karena itu, hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan dalam menghentikan, mencegah, dan mencari agar kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidaktertiban tidak terjadi. Secara umum pengawasan terhadap aparatur negara dimaksudkan :  Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna, hasil guna, dan tepat guna yang sebaik-baiknya.  Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan. Agar hasil-hasil pembangunan dapat menjadi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan saran terhadap kebijaksanaan, perencanaan, pembinaan, dan pembangunan.

Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan serta perlengkapan milik negara. Dengan demikian, akan terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berhasil guna, dan berdaya guna. b. Peran Masyarakat Dalam Upaya Memberantas Korupsi. Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sulit diberantas, karena korupsi terkesan telah membudaya dan dilakukan secara sistematis. Mulai dari korupsi yang dilakukan pejabat negara hingga korupsi yang dilakukan pekerja biasa. Seperti korupsi waktu, biaya pembuatan KTP, pengurusan adminsitrasi tanah dan sebagainya. Untuk itu guna meminimalisir terjadinya korupsi dibutuhkan peran aktif masyarakat, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Berusaha memahami berbagai aturan yang diterapkan pemerintah pada isntansi-instansi tertentu.  2) Mau mengikuti prosedur dan mekanisme sesuai dengan aturan yang berlaku dalam mengurus suatu kepentingan di instansi tertentu.

3) Jika terdapat kejanggalan dalam penerapan aturan, tanyakan dengan baik dan sopan kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk konfirmasi. 4) Bersedia melaporkan atau mengimformasikan pelaku korupsi kepada lembaga berwenang, seperti Kejaksaan, Kepolisian dan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disertai dengan bukti-bukti awal yang memadai (tidak fitnah). 5) Mau menjadi bagian anggota masyarakat yang memberi contoh dan keteladanan dalam menolak berbagai pemberian yang tidak semestinya. Melakukan kampanye preventif (pencegahan) sedini mungkin melalui jalur-jalur pendidikan formal maupun non-formal dengan melaksanakan program seperti : pelajar BTP (Bersih, Transparan, Profesional), mengadakan lomba poster tolak suap/korupsi dengan segala bentuknya, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai