Anda di halaman 1dari 4

Peran Provider Dalam Kegiatan Outreach 1.

Komunikasi kepada WPS Dalam hal melakukan kegiatan outreach, provider dalam hal ini dari hasil wawancara dengan PL (mba Rara dan Mas Ari) menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh PL di Griya Asa sebagai berikut:
-

Penjangkauan outreach ke WPS diutamakan ke WPS yang masih baru atau yang terifeksi HIV dengan melakukan pendekatan personal yaitu menemui secara langsung WPS yang baru tersebut. Kegiatan outreach dari Griya Asa sendiri lebih difokuskan ke gang 4,5,6 namun dengan tetap memperhatikan gang lainnya. Dalam hal komunikasi, pemberian info yang diutamakan yaitu mengenai info tentang kesehatan yaitu berupa VCT, IMS, KB, ODHA, dan pemakaian kondom. Untuk info-info sosial seperti konseling tentang masalah pribadi diberikan bila PL menemui secara WPS secara langsung. Dalam hal pemberian informasi, sudah ada jadwal rutin berupa pembinaan dengan mengumpulkan WPS berdasarkan gang tempat kerjanya yaitu hari Senin untuk gang 1 & 2, hari Selasa untuk gang 3 & 4, dan hari Kamis untuk gang 5 & 6 Lama waktu kegiatan pembinaan outreach tidak ditargetkan alokasi waktunya. Kegiatan pembinaan dilakukan sampai WPS paham dengan materi yang telah disampaikan Untuk menimbulkan rasa empati dan percaya kepada WPS, provider berusaha untuk mendengarkan keluhan dari WPS secara terbuka tanpa menghakimi dari perbuatan WPS, berusaha menjaga rahasia dari pasien agar tidak terdengar ke orang lain, berusah menempatkan diri sebagai saudara atau teman, tidak berbicara kasar, tidak memaksa WPS untuk skrining, dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh WPS. Akan tetapi di sini provider juga harus bertindak tegas dengan tidak memanjakan WPS. Untuk kegiatan outreach ke WPS yang berada di luar wisma (contoh: yang tinggal di kost) maka provider melakukan penjangkauan dan pembinaan melalui telepon atau mendatangi secara langsung (face to face) WPS pada saat pembinaan (khusus WPS yang bermasalah) Metode komunikasi yang dipakai adalah face to face untuk kasus-kasus tertentu dan kelompok di dalam kelas seperti kegiatan pembinaan (sekolah) Media komunikasi yang dipakai dalam kegiatan outreach selama ini dapat berupa LCD, leaflet, stiker, brosur, booklet, spanduk, maupun poster. Untuk LCD biasanya digunakan dalam kegiatan presentasi untuk pembinaan, akan tetapi biasanya jarang dipakai. Untuk leaflet, stiker, brosur, booklet maupun poster dipakai apabila telah ada stok kiriman dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS).

Untuk menilai hasil kegiatan outreach berjalan dengan baik atau tidak, kita dapat menilai dari hasil kunjungan WPS untuk skrining agar memeriksakan diri secara sukarela, WPS rajin untuk ikut datang ke kegiatan pembinaan (sekolah), dan ikut VCT. Untuk kendala-kendala dalam outreach antara lain jumlah PL yang terlalu minim yaitu ada 3 orang (idealnya 1 gang 1 orang), ketidakpedulian dari WPS dan Mucikari untuk mendukung kelancaran dari kegiatan outreach

2. Pelaksanaan PRI dan PRK -

Untuk pelaksanaan PRI dan PRK sudah ditiadakan (terakhir bulan Desember 2011) dan berubah menjadi CO (Community Organiser) dikarenakan antara lain kurangnya tenaga PL untuk PRI dan WPS tidak selalu stand by sehingga sulit dilakukan PRK Untuk pelaksanaan kegiatan CO sendiri dilakukan oleh PL dengan terjun langsung ke lapangan untuk membujuk WPS menjadi CO terutama ke WPS yang sukarela menjadi CO. Kriteria WPS yang dapat menjadi CO antara lain yang mau secara sukarela, dapat mengayomi WPS lainnya, dan mampu menjaga rahasia.

3. Wawancara dengan ketua Resos - Visi resosialisasi meningkatkan kesejahteraan ditindaklanjuti dengan misi yang meliputi tiga bidang, yaitu: kesehatan, pengamanan, dan pengentasan.
- Dalam hal kesehatan pengurus mencanangkan program kondom 100%, skreening,

VCT, olah raga. Dalam program kondom 100% pengurus mewajibkan semua WPS memakai kondom. Distribusi kondom berasal dari Peer Educator sejumlah 20 kondom untuk masing-masing WPS yang jumlah keseluruhan 650 orang dan 3 kondom yang dibagikan dari sekolah untuk masing-masing WPS setiap minggunya. Peer Educator sekaligus bertugas mengecek kondom yang tersisa dan kemudian mewajibkan WPS untuk membeli kondom untuk mencukupi kekurangannya. Jika ditemukan pelanggaran untuk kasus narkoba, sanksinya adalah dikeluarkan dari resosialisasi dan diserahkan pada pihak yang berwajib.
- Dalam hal keamanan, resosialisasi Argorejo menerapkan sistem siskamling 24 jam,

yang terbagi dalam 4 jadwal jaga yaitu jam 2 5, 5 10, 10 15, 15 2. Tujuannya adalah mengayomi anak asuh. Bantuan keamanan juga diberikan oleh pihak kepolisian dan aparat terkait (Babinsa, Babinmus). Menurut Bapak Suwandi Eko Putranto ketua Resosialisasi Argorejo selama masalah masih dapat ditangani, masalah keamanan tidak dilaporkan ke polisi. Tamu yang bermalam di atas jam 11 wajib lapor. Setiap jam 1 pagi petugas keamanan akan berkeliling untuk mengecek tamu. Tamu yang mabuk hingga meresahkan warga dan tamu yang tidak bayar akan diamankan.

- Dalam hal

pengentasan, dilakukan lewat pembinaan dan pengarahan dari Departemen Agama, Dinas Sosial, kepolisian, kecamatan, dan kelurahan. Pembinaan dapat berupa pemberian keterampilan berupa sekolah salon, menjahit, dan alih profesi menjadi penyanyi. Maksimal pembinaan bagi WPS di Resosialisasi Argorejo adalah tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun diharapkan para WPS sudah dapat diterima masyarakat dengan berbekal kemampuan/ skill pada bidang tertentu. antaranya adalah jika tiga kali tidak ikut skreening sekolah, maka WPS wajib mengikuti kuliah malam. Jika mendapatkan surat peringatan sampai tiga kali maka WPS bisa dikeluarkan. Skreening dilakukan tiga kali seminggu dengan jadwal tiap Senin bagi RT 1 2, Selasa bagi RT 3 4, dan Kamis bagi RT 5 6.

- Dalam upaya melaksanakan misi tersebut, pengurus menetapkan beberapa sanksi, di

- Kondom dibagikan oleh Peer Educator yang berjumlah 60 orang. Kepatuhan

memakai kondom akan terlihat dari hasil skreening yakni bagi yang positif IMS sudah dapat dipastikan tidak memakai kondom.
- Bapak/ ibu asuh akan diundang oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) untuk

diberi penyuluhan dan pengarahan serta bertanggung jawab terhadap WPS. Rapat bapak/ ibu asuh diadakan setiap dua bulan sekali untuk membicarakan seputar permasalahan yang dihadapi oleh anak asuhnya terutama ketika berhadapan dengan tamu dan memberikan informasi agar anak-anak yang bandel jangan diterima. Surat Ijin Mucikari berlaku 1 tahun. Sanksi bagi mucikari berupa teguran sampai pada penutupan wisma yang akan dilakukan oleh Satpol PP dan Dinas Sosial. Ada sebagian mucikari yang dulunya bekerja sebagai WPS tetapi ada juga yang merangkap sebagai pengurus. - WPS yang sakit mendapatkan santunan dana sosial yang bervariasi antara 300 sampai satu juta.
- Penerimaan WPS baru dilakukan tiap bulan pada hari Rabu pertama dengan

screening terlebih dahulu. Untuk gang 1, 2, dan 3 screening dilakukan di Puskesmas. Sedangkan untuk gang 4, 5, dan 6 skreening dilakukan di Griya ASA. Usia minimal untuk WPS baru adalah 18 tahun. Karaoke dibuka mulai pukul 11.00 sampai 23.30.
- Dahulu Resosialisasi adalah bagian dari Dinas Sosial tetapi sekarang mandiri tetapi

tetap diawasi oleh Dinas Sosial. Sampai saat ini pengawasan yang dilakukan terhadap tamu seperti TNI, mahasiswa, pelajar yang secara tertulis tidak diperbolehkan untuk menjadi tamu masih sulit. Pengawasan hanya dilakukan melalui tukang parkir. - Iuran wajib perminggu bagi WPS sebesar lima ribu, sedangkan bagi mucikari adalah 25 ribu/ bulan.
- Pengurus Resosialisasi Argorejo juga menerapkan sistem reward bagi WPS yang

berhasil mensukseskan program kondom 100% selama enam bulan berturut-turut.

Hadiah dapat berupa alat dapur, dispenser, dan kipas. Tetapi reward ini masih belum rutin dilakukan.
- Bapak Suwandi sebagai ketua resosialisasi Argorejo berperan sebagai perantara

antara pemuka agama yang menolak keberadaan WPS dengan para WPS. Aksi nyata yang dilakukan adalah mengadakan kegiatan Mujadah bersama pemuka agama setiap hari Selasa Kliwon. Bapak Suwandi juga memelopori pendirian sarana beribadah seperti mesjid (sudah berdiri sejak tahun 1999) dan gereja (sejak tahun 2006) - Prosedur pemulangan bagi WPS yang HIV+ adalah jika dalam suatu VCT ditemukan WPS yang HIV+ maka WPS tersebut akan dipulangkan. Pertama pengurus Resosialisasi Argorejo wajib melapor pada KPA kota nama kota tujuan kepulangan WPS, kemudian dilaporkan ke KPA Provinsi, kemudian dicek ke KPA kabupaten dan dipantau kesehatan dan pengobatan yang diberikan.
- Prosedur penanggulangan WPS yang IMS+ adalah jika screening pertama positif

maka WPS akan diberikan pengobatan dan disarankan untuk alih profesi sebagai PK (tidak berhubungan intim), jika screening kedua positif maka akan diberikan surat peringatan, jika screening ketiga masih positif, maka WPS tersebut akan dipulangkan selama 3 bulan untuk kemudian diperbolehkan untuk bekerja kembali setelah diskreening lagi. - Setiap WPS memiliki Kartu Tanda Anggota.

Anda mungkin juga menyukai