Anda di halaman 1dari 19

JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL INFUS DEKSTROSE 5 % (INTROS)

Oleh : Kelompok 1 Golongan I

Ni Made Ary Sukmawati A.A.Ayu Putri Kusuma Dewi Ida Ayu Gede Astiti Nyoman Darpita Wijaya Pande Nyoman Karismawan Putu Hengky Prawiranata Widyana Sagita Putri

(0908505002) (0908505003) (0908505004) (0908505005) (0908505006) (0908505007) (0908505008)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2012

BAB I. PRAFORMULASI

1.1. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat 1. Farmakokinetika Dextrosa merupakan senyawa yang siap dimetabolisme di dalam tubuh. Senyawa ini meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan kalori. Konsentrasi dektrosa akan menurun apabila terjadi penurunan jumlah protein dan nitrogen dalam tubuh, dan juga dapat memicu pembentukan glikogen. Dextrosa merupakan senyawa monosakarida yang sangat cepat diserap dalam usus halus dengan mekanisme difusi aktif. Dextrosa pada saluran pencernaan akan mengalami 3 jalur metabolisme yaitu glikolisis, siklus krebs, dan jalur pentose fosfat. Dextrosa juga disimpan sebagai glikogen pada hati dan otot. Metabolisme dextrose akan menghasilkan CO2, air, dan sumber energi (Reynolds, 1982).

2. Indikasi Sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang mengalami dehidrasi. Terapi pada pasien hipoglikemi yang membutuhkan konsentrasi glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dekstrosa yang ada sebagai cadangan gula dalam darah (McEvoy, 2002).

3. Kontraindikasi Pada pasien hiperglikemi (diabetes), pasien gangguan ginjal, gangguan absorpsi glukosa-galaktosa, sepsis akut (McEvoy, 2002).

4. Mekanisme Aksi

Senyawa ini meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan kalori (Reynolds, 1982).

5. Efek Samping Poliuria: peningkatan jumlah urine, yang disebabkan karena gula yang ada menyerap air dengan kuat dalam tubuh. Nyeri setempat: hal ini disebabkan karena konsentrasi sediaan yang terlalu tinggi, biasanya diberikan pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral dengan konsentrasi dekstrosa yang tinggi. Hiperglikemia: terjadi peningkatan kadar gula dalam darah dan glukosuria. (McEvoy, 2002).

6. Dosis Dosis melalui injeksi i.v. untuk pemulihan kondisi pasien laju kecepatan infusnya adalah 0,5 g/kg per jam tanpa disertai produksi gula dalam urine (glukosuria). Laju atau kecepatan infus maksimum pada umumnya tidak melebihi 0,8 g/kg per jam (McEvoy, 2002).

7. Penyimpanan Penyimpanan pada suhu 2o-25oC, terlindung dari sinar matahari (McEvoy, 2002).

1.2. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat 1. Struktur dan Berat Molekul

Rumus molekul dextrose: C6H12O6.H2O Bobot molekul dextrosa: 198,17 (Reynolds, 1982)

2. Kelarutan Dalam air Dalam etanol : Mudah larut : Sukar larut (Depkes RI, 1995).

3. Stabilitas A. Terhadap cahaya: Dextrosa memiliki daya tahan yang baik terhadap cahaya, namun penyimpanannya diusahakan terlindung dari sinar matahari (McEvoy, 2002). B. Terhadap suhu: Dextrosa tidak stabil terhadap suhu tinggi, pada pemanasan suhu tinggi dextrosa akan berubah menjadi 5-hidroksi-metil-furfural, yang akhirnya berubah menjadi asam lauvulinic. Penyimpanan pada suhu 2o-25oC atau disimpan pada suhu kamar (tahan sampai 14 bulan) (McEvoy, 2002). C. Terhadap pH: Dextrosa memiliki stabilitas terdapat pada rentang pH 3,5 sampai 5,5 (dalam 20% b/v larutan). pH yang lebih rendah akan menyebabkan terbentuknya karamel. Jika pH terlalu basa akan terdekomposisi dan berwarna coklat (Kibbe 2000). D. Terhadap oksigen: Dextrosa anhidtrat memiliki kemampuan absorpsi yang signifikan pada suhu 250C dan kelembaban sekitar 85% (McEvoy, 2002).

4. Titik lebur 830C (Kibbe, 2000).

5. Inkompatibilitas: Sediaan dextrosa bersifat inkompatibilitas terhadap: Obat-obat vitamin B12, kanamicin sulfat, Na-novobiosin, warfarin. Eritromicyn tidak stabil pada larutan dextrose pada pH di bawah 5,05

sedangkan vitamin B12 mengalami dekomposisi atau penguraian bila dipanaskan dengan sediaan dextrosa. Pada sediaan aldehid: Glukosa bereaksi dengan senyawa amin, amida asam amino, peptida, dan protein. Perubahan warna menjadi coklat dan penguraian dapat terjadi apabila sediaan bereaksi dengan senyawa alkali kuat (McEvoy, 2002).

1.3 Bentuk Sediaan, Dosis dan Cara Pemberian 1. Bentuk Sediaan: Infus dextrosa 5%

2. Dosis: Dosis melalui injeksi i.v. untuk pemulihan kondisi pasien laju kecepatan infusnya adalah 0,5 g/kg per jam tanpa disertai produksi gula dalam urine (glukosuria). Laju atau kecepatan infus maksimum pada umumnya tidak melebihi 0,8 g/kg per jam. Dosis dari penggunaan sediaan dextrose ini tergantung dari umur pasien, berat badan, kondisi klinik, cairan elektrolit, dan keseimbangan asam-basa dari pasien. Pada pengobatan hipoglikemia dosis umumnya adalah 20-50 mL dextrosa 50%, yang diberikan dengan lambat. Untuk pengobatan gejala hipoglikemia akut pada bayi dan anak-anak dosis umumnya adalah 2mL/kg dengan konsentrasi glukosa 10%-25%. (McEvoy, 2002)

3. Cara pemberian: Injeksi intravena

BAB II FORMULASI

2.1. Bentuk dan Formula yang Dibuat A. Bentuk B. Formula yang dibuat : Infus dextrosa 5% :

R/

Dextrose Monohidrat Karbon aktif NaCl Aqua pro injeksi ad

5% 0,015% 0.11% 100 mL

2.2. Permasalahan 1. Dextrose akan terurai menjadi senyawa furfuran (hidroksi

metilfurfuran) apabila dipanaskan pada temperatur yang tinggi. 2. Dextrose merupakan sumber nutrisi yang baik bagi mikroba sehingga dapat ditumbuhi oleh mikroba yang bersifat pirogen. 3. Kejernihan dextrose akan mempengaruhi warna yang dihasilkan pada sediaan. 4. Penguraian dapat terjadi pada pH dibawah pH stabilitas dari dextrose. 5. Adanya sifat isotonis atau hipertonis dari sediaan.

2.3. Pencegahan Masalah 1. Agar Dextrose tidak terurai menjadi senyawa furfuran maka proses sterilisasi dilakukan pada suhu yang terjaga dan diusahakan agar waktu yang digunakan tidak terlalu lama. Suhu yang stabil akan sangat menentukan hasil dari sediaan, di mana dengan adanya kestabilan suhu akan menghambat terjadinya penguraian dextrose. Kemurnian dextrose akan mempengaruhi dari warna yang dihasilkan pada sediaan (Voigt, R., 1995). 2. Untuk membebaskan sediaan dari pirogen digunakan absorbing agent yaitu karbon aktif yang akan mengadsorbsi pirogen dari larutan. Karbon

aktif yang ditambahkan sebanyak 0,1 % , dikocok selama 5 hingga 10 menit (Jenkins et al., 1957) 3. Untuk mempertahankan kejernihan sediaan, biasanya ditambahkan karbon aktif dalam sediaan yang akan dibuat. Aktivitas karbon aktif ini baik pada suhu 600, sehingga pada proses pembuatan dilakukan pemanasan pada suhu tersebut (Voigt, R., 1995). 4. Untuk mencegah agar infus yang dihasilkan tidak memiliki pH di luar rentang pH stabilitas dextrose, yaitu pH 3,5-6,5, maka pada sediaan ditambahkan NaCl untuk memperoleh pH yang sesuai (Voigt, R., 1995). 5. Sifat isotonis dari sediaan sangat berpengaruh terhadap rasa sakit yang ditimbulkan pada saat penggunaan sediaan tersebut, sehingga dalam hal ini dibutuhkan perhitungan isotonis untuk mengetahui isotonis sediaan yang dibuat. Biasanya sediaan yang mengandung kadar dextrosa yang tinggi memiliki sifat hipertonis, dan hal ini tidak dapat diatasi dengan melakukan pengenceran sediaan dengan menambahkan cairan pembawa yang sesuai, melainkan cara yang digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan memberikan peringatan pada etiket bahwa sediaan ini hipertonis, sehingga pada saat menggunakannya harus diberikan secara perlahan-lahan (Voigt, R., 1995).

2.4. Macam- Macam Formulasi

R/

Dextrose Anhidrat Karbon aktif Aqua pro injeksi ad

52,50 g 0,15 g 1L (Niazi,2004)

R/

Dextrose Anhidrat Karbon aktif NaCl Aqua pro injeksi ad

55 g 500 mg 9.33 g 1L (Niazi,2004)

2.5. Penimbangan Bahan Membuat sediaan sebanyak 2 botol (1 biotol = 100 mL) dengan penambahan bobot ekstra 10%.

a. Dextrose monohidrat Untuk 1 sediaan :

= 5 % (zak aktif)

Dekstrosa yang diperlukan Penimbangan

5 gr x100mL 5 gram 100 mL

10 = 5 gram + 5gx 100


= 5,5 gram

Untuk 2 sediaan : Dekstrosa yang diperlukan Penimbangan =

5 gr x200mL 10 gram 100 mL

10 = 10 gram + 10 gx 100
= 11 gram

b.

Aqua pro injeksi Untuk 1 botol sediaan = 100 mL + (10% x 100 mL) = 110 mL Untuk 2 botol sediaan = 200 mL + (10% x 200 mL) = 220 mL

c. Karbon aktif 0,015 % dari total sediaan (adsorbing agent) Penggunaan karbon aktif pada pustaka (Niazi, 2004) adalah 0,15 % untuk 1000 mL sediaan. Untuk 100 mL sediaan, karbon aktif yang dibutuhkan adalah :

GramKarbonAktifPadaL iteratu GramKarbonAktifSedia an VolumeSediaanLiteratur VolumeSediaan

0,15 gr GramKarbon AktifSediaan 1L 0,1L


GramKarbonAktifSedia 0,015gram an

Penimbangan dengan massa berlebih 10 % untuk 100 mL (1 botol) sediaan : = 0,015 gr + (10% x 0,015 gr) = 0,0165 gr Penimbangan dengan massa berlebih untuk 200 mL (2 botol) sediaan : = 2 x 0,0165 gr = 0,033 gr = 33 mg

d. NaCl (pengisotonis) Perhitungan Tonisitas - Kesetaraan NaCl yang diperlukan untuk 110 mL (1 botol) larutan isotonik Kesetaraan NaCl = 110 mL x 0,9 % b/v = 0,99 g

- Kesetaraan NaCl untuk Dekstrose Monohidrat (untuk 1 botol sediaan) Kesetaraan NaCl = gram dekstrose x (E) = 5,5 g x 0,16 = 0,88 g

- NaCl yang diperlukan untuk 1 botol sediaan Dengan jumlah penambahan dextrose sebanyak 5,5 gram berarti sudah menambahkan 0,88 gram NaCl.

Jadi sisa NaCl yang ditambahkan untuk 1 botol sediaan : Gram NaCl = Kesetaraan NaCl kesetaraan NaCl untuk dektrose monohidrat = 0,99 g 0,88 g = 0,11 g

NaCl untuk 2 botol sediaan

= 2 x 0,11 g = 0,22 g

Jadi, formula akhir yang digunakan adalah : R/ Dextrose Monohidrat Karbon aktif NaCl Aqua pro injeksi ad 5g 0,015 g 0,11 g 100 mL

2.6. Tabel Penimbangan Dibuat infus dextrosa 5% sebanyak 2 botol dengan volume masingmasing 100 ml. No 1 Bahan Dextrose Monohidrat 2 3 4 Karbon aktif NaCl Aqua pro injeksi Adsorben Pengisotonis 0,0165 g 0,11 g 0,33 g 0,22 g 220 ml Fungsi Bahan aktif Penimbangan Penimbangan (1 botol) 5,5 g (2 botol) 11,0 g

Pelarut/Pembawa 110 ml

BAB III PELAKSANAAN 3.1. Cara Kerja Dilakukan sterilisasi terhadap alat alat yang hendak dipergunakan

Gelas beaker ditera 100 mL dengan aquades dan ditandai

Aquadest yang dimasukan ke dalam gelas beaker dipanaskan diatas penangas air pada suhu 60o C Ditimbang bahan-bahan yang digunakan Setelah suhu air 60o C, masukan dextrose yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam aquadest dan diaduk perlahan selama pemanasan (15 menit)

Ditambahkan karbon aktif ke dalam campuran tersebut, aduk perlahan dan dipanaskan selama 15 menit. Diusahakan agar suhu sediaan tetap terjaga 600C

Ditambahkan NaCl kedalam campuran tersebut dan digoyangkan perlahan selama 15 menit Larutan tersebut disaring dengan kertas saring (dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali) yang bertujuan memisahkan karbon aktif dari larutan tersebut

Pada saringan ke-3 kali, filtrat yang diiperoleh dari langkah 8 dituangkan ke dalam wadah gelas kaca 100 mL yang telah disterilkan. Kemudian . tutup dengan penutup karet

Bagian atas botol dibungkus dengan aluminium foil dan ikat dengan tali kasur (dikat dalam bentuk simpul) Kemudian dilakukan sterilisasi akhir sediaan dengan autoklaf pada suhu 1100C selama 20 menit

Etiket ditempelkan pada sedian, dimasukkan ke dalam kemasan sekunder

3.2. Alat-Alat yang Dipergunakan dan Cara Sterilisasinya Nn 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Alat Gelas ukur Pipet tetes Beaker gelas Corong gelas Kertas saring Botol infus Batang pengaduk Erlemeyer Ukuran 100 mL 500 mL besar 100 mL sedang 100 mL Cara Sterilisasi Autoklaf Autoklaf Oven Oven Autoklaf Oven Autoklaf Oven Suhu 1210 1210 2500 2500 121
0

Waktu 15 15 30 30 15 30 15 30

2500 1210 1800

3.3 Kemasan dan Brosur 1. Kemasan

2. Etiket

3. Brosur
INTROS INFUS DEXTROSE 5%

KOMPOSISI:
100 mL mengandung 5 g Dextrose

INDIKASI:
Larutan dextrose 5% diberikan secara intravenous untuk menggantikan atau mempertahankan cairan tubuh;

DOSIS:
0,5 g/kg bb per jam

KONTRAINDIKASI:
Pada pasien hiperglikemi (diabetes), gangguan ginjal, gangguan absorpsi glukosa-galaktosa, sepsis akut

EFEK SAMPING:
Poliuria, nyeri setempat, dan hiperglikemia

PERINGATAN-PERHATIAN:
Pemberian injeksi harus dilakukan oleh tenaga medis terlatih

CARA PENYIMPANAN:
Simpan pada suhu 2-25oC, terlindung dari sinar matahari

KEMASAN:
Botol @ 100 mL No.Reg : DKL 9230555239C1 No.Bacth : K280322 No.Lot : K28032201 Mfg Date : April 2012 Exp.Date : April 2015

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

BAB IV EVALUASI SEDIAAN

3.1. Fisika 1. Penetapan pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH stick. Sejumlah cairan infus diletakkan di dalam beaker glass. pH stick dicelupkan ke dalam cairan infus, setelah beberapa saat dicek warna yang terbentuk pada pH stick. Warna yang terbentuk pada pH stick kemudian dicocokan dengan rentang warna yang terdapat pada kemasan pH stick untuk mengetahui pH dari sediaan. Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan electrode inidikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, electrode kaca, dan electrode pembanding yang sesuai seperti electrode kalomel atau electrode perak-perak klorida. Untuk injeksi pH yang masih bisa diterima adalah 3-10,5.

2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1ml dan 2ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung. Volume tertera dalam penandaan 0,5 ml 1,0 ml 2,0 ml 5,0 ml 10,0 ml 20,0 ml 30,0 ml 50,0 ml atau lebih Kelebihan Volume yang Dianjurkan Untuk Cairan Encer 0,10 ml 0,10 ml 0,15 ml 0,30 ml 0,50 ml 0,60 ml 0,80 ml 2% Untuk Cairan Kental 0,12 ml 0,15 ml 0,25 ml 0,50 ml 0,70 ml 0,90 ml 1,20 ml 3%

Bila wadah dalam dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan penentuan seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera. Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok baik-baik sebelum memindahkan isi. Dinginkan hingga suhu 250C sebelum pengukuran volume (Depkes RI, 1995)

3. Kejernihan Larutan Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata (Lachman, 1994).

4. Bahan Partikulat dalam Injeksi Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut, dan melayang, kecuali gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral. Pengujian bahan partikulat dibedakan sesuai volume sediaan injeksi seperti yang tercantum pada FI IV tahun 1995.

5. Uji Kebocoran Uji kebocoran dilakukan dengan membalikkan botol sediaan infus dengan mulut botol menghadap ke bawah . Diamati ada tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol. Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Uji kebocoran juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan metilen biru 0,1 %. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen akan

masuk ke dalam wadah tersebut akibat adanya perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang

divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.

3.2. Kimia 1. Penetapan Kadar Pipet sejumlah volume injeksi setara dengankurang lebih 90 mg natrium klorida, masukkan ke dalam wadah dari porselen dan tambahkan 140 ml air dan 1 ml diklorofluoresein LP. Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1N LV hingga perak klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. 1 ml perak nitrat 0,1N setara dengan 5,844 mg NaCl.

2. Identifikasi Menunjukkan reaksi natrium cara A dan B dan reaksi klorida cara A, B, dan C seperti yang tertera pada uji identifikasi umum. Uji identifikasi umum Reaksi natrium Cara A: tambahan Kobalt uranil asetat LP sejumlah lima kali volume kepada larutan yang mengandung tidak kurang dari 5 mg natrium per ml sesudah diubah menjadi klorida atau nitrat: terbentuk endapan kuning keemasan setelah dikocok kuat-kuat beberapa menit. Cara B: senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang tidak berwarna.

Reaksi klorida Cara A: tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan: terbentuk endapan putih seperti dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amonium hidroksida 6N sedikiti berlebih. Cara B: pada pengujian alkaloida hidroklorida, tambahkan amonium hidroksida 6N, saring, asamkan filtrat dengan asam nitrat P, dan lakukan seperti yang tertera pada uji A. Cara C: campur senyawa klorida kering dengan mangan dioksida P bobot sama, basahi dengan asam sulfat P dan panaskan perlahanlahan: terbentuk klor yang menghasilkan warna biru pada kertas kanji iodida P basah.

3.3. Biologi 1. Uji Sterilitas Asas: larutan uji + media pembenihan, inkubasi pada 200-250C. Metode uji yang digunakan adalah teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2 bagian) lalu diinkubasi.

2. Uji Pirogen Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara intravena.

DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jenkins, G.L. 1957. Scovilles The Art of Compounding, 9th ed. Mac Graw Hill Book Co. Inc:, New York. Kibbe, A. H., 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition. London : Pharmaceutical Press (PhP). Lachman,L., Herbert,A.L., and Joseph,L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi 3. Jakarta: UI Press. McEvoy, G. K., 2002, AHFS Drug. America : American Society of HealthSystem Pharmacists. Niazi, S. K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Semisolid Products. Volume 4. Boka Raton : CRC Press. Reynolds, J. E. F., 1982, Martindale TheExtra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1. London : Pharmaceutical Press (PhP). Rowe, R. C., Paul J. S., and Paul J. W. 2003. Hand Book of Pharmaceutical Excipients. USA: Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical Association. Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai

  • 60
    60
    Dokumen1 halaman
    60
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • 50
    50
    Dokumen1 halaman
    50
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • 50
    50
    Dokumen1 halaman
    50
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • 60
    60
    Dokumen1 halaman
    60
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen1 halaman
    2
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • 50
    50
    Dokumen1 halaman
    50
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • Org 11 Ok
    Org 11 Ok
    Dokumen105 halaman
    Org 11 Ok
    NanaDinaWahyuni
    Belum ada peringkat
  • Di Bawah Payung
    Di Bawah Payung
    Dokumen1 halaman
    Di Bawah Payung
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • BAB III Tgs Bu Cok
    BAB III Tgs Bu Cok
    Dokumen10 halaman
    BAB III Tgs Bu Cok
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • Formulasi Sediaan Gel
    Formulasi Sediaan Gel
    Dokumen2 halaman
    Formulasi Sediaan Gel
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • Arik Krim Sementara Teori
    Arik Krim Sementara Teori
    Dokumen6 halaman
    Arik Krim Sementara Teori
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat
  • Steril Fix !
    Steril Fix !
    Dokumen3 halaman
    Steril Fix !
    Putu Aan Pustiari
    Belum ada peringkat
  • JB Corporation Body Lotion
    JB Corporation Body Lotion
    Dokumen35 halaman
    JB Corporation Body Lotion
    Ary Sukma
    50% (6)
  • Etno Ari Sudah Berusaha Dengan Maksimal
    Etno Ari Sudah Berusaha Dengan Maksimal
    Dokumen5 halaman
    Etno Ari Sudah Berusaha Dengan Maksimal
    Ary Sukma
    Belum ada peringkat