Anda di halaman 1dari 10

1

2








3
PENENTUAN KOEFFISIEN GAYA HAMBAT PADA GAYA
ANGKAT SAMA DENGAN NOL DAN FAKTOR
EFFISIENSI OSWOLD PADA PESAWAT TERBANG
MODEL LAYANG JENIS CHUCK GLIDER OHLG
PELANGI
(Determination of Zero lift Drag and Oswold Efficiency Factor of a Chuck Glider OHLG
Pelangi)

Nur Rachmat, Dipl. Ing. Aeronautical Engineering Study Program Mechanical Eng.Department
Politeknik Negeri Bandung.

Abstrak/Abstract
Uji Terbang adalah salah satu metode pengujian yang memberikan data yang paling
nyata dalam memberikan gambaran kinerja dari suatu pesawat terbang hasil rancangan. Selain
memberikan gambaran mengenai kinerja yang dimiliki oleh pesawat terbang, Pengujian terbang
juga dapat memberikan harga - harga variabel kinerja terbang yang tidak dapat langsung
diperoleh dengan hanya analisis di atas kertas. Gaya hambat pada gaya angkat nol dan faktor
effisiensi Oswold adalah dua variabel karakteristik utama pesawat terbang yang harus diketahui
lebih awal sebelum dapat dilakukannya analisis mengenai kinerja lain dari pesawat terbang. Cara
pengujian terbang yang sederhana dapat dilakukan pada satu jenis pesawat terbang layang dan
hasil yang diharapkan dapat diperoleh dengan cepat dan hanya menggunakan methode analisis
sederhana. Makalah ini menjelaskan bagaimana menentukan kedua variabel tersebut di atas.

Flight test is one of testing methods giving the most real data, which describe a designed
aircrafts performance. Flight test can also give values of flight performance variables that can not
be determined with only analysis on paper. Zero-lift drag and Oswolds efficiency factor are two of
several main characteristics variables of an airplane. These two variables must be known to
enable further airplane performance analysis. A simple method of Flight Testing can be done on a
certain type of glider to determine the above two variables. This paper deal with the above
mentioned flight test method to determine zero - lift drag and Oswold efficiency factor of a certain
type of glider.

Kata kunci / Key words : Flight test method, Overhand Launce Glider (OHLG), zero-lift drag and
Oswold efficiency factor.

1. Pendahuluan.

Pada analisis kinerja pesawat
terbang, koeffisien gaya hambat gaya
angkat nol, C
Do
(zero-lift drag) dan faktor
effisiensi Oswold, e (Oswold efficiency
factor) adalah merupakan dua variabel
penting yang perlu diketahui lebih awal
sebelum menganalisis kinerja pesawat
terbang lebih jauh.
Kedua variabel ini sangat
menentukan kinerja pesawat terbang secara
keseluruhan dan khususnya kinerja terbang
layangnya. Untuk mendapatkan harga
kedua variabel ini perlu dilakukannya
pengujian pengujian baik dalam sekala riil
melalui uji terbang (flight test) maupun
skala model melalui uji terowong angin
(wind tunnel test).
Pada makalah ini akan dijelaskan
bagaimana menentukan / mendapatkan
harga kedua variabel ini (Cdo & e) melalui
pengujian skala riil (uji terbang) pesawat
terbang layang (glider) jenis chuck Glider
OHLG Pelangi. Pengujian yang dilakukan
adalah pengujian kinerja terbang layang
pesawat terbang tersebut di atas..
Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui kinerja dasar dari pesawat uji
untuk kemudian dapat dilakukan pengujian
maupun analisis lebih jauh mengenai kinerja
lainnya.
Metode pengujian ini dapat
dilakukan juga untuk menguji kemampuan /
kinerja terbang layang pesawat terbang

4
pada umumnya untuk kemudian ditentukan
koeffisien gaya hambat pada gaya angkat
nol (C
Do
) dan faktor effisiensi Oswold (e)
yang kemudian nantinya untuk membantu
analisis kinerja yang akan dilakukan.

2. Dasar Dasar Teori.

2.1 GayaGaya Pada Pesawat Terbang.

Secara praktis terdapat dua macam
gaya luar yang bekerja pada pesawat
terbang pada saat mengudara, (terbang)
yaitu gaya gravitasi (gaya berat) dan gaya
gaya aerodinamik.
Gaya gravitasi atau gaya berat
(W) adalah merupakan gaya yang
ditimbulkan oleh massa suatu benda (m)
karena pengaruh gaya tarik / percepatan
bumi g (dalam hal ini adalah massa pesawat
terbang dibawah pengaruh gravitasi bumi).

mg W = (1)

Gaya gaya aerodinamik adalah
gaya gaya yang timbul akibat gerakan
pesawat terhadap media dimana pesawat
terbang bergerak (dalam hal ini udara).
Gaya gaya aerodinamik ini secara prinsip
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
gaya aerodinamik yang dihasilkan oleh
karena interaksi antara udara dengan
permukaan luar pesawat terbang, dalam hal
ini disebut sebgai gaya resultan
aerodinamik R, karena gaya ini merupakan
resultan dari gaya angkat (lift, L) dan gaya
hambat (drag, D), dan gaya aerodinamik
yang dihasilkan oleh karena interaksi antara
udara dengan sistem propulsi / penggerak
pesawat terbang yang disebut gaya
dorong (thrust, T).
Secara prinsip kesetimbangan gaya
gaya yang bekerja pada pesawat terbang
pada saat terbang dalam kondisi tak
berubah terhadap waktu (steady), maka
jumlah vektor gaya gaya tersebut adalah
sama dengan nol.

0 = + + W T R

(2)

Kondisi umum penerbangan
pesawat terbang adalah dalam kondisi
terbang tak berubah terhadap waktu dan
simetris (steady symmetric flight),
sehingga kesetimbangan gaya gaya yang
terjadi (Gambar 1) dapat dinyatakan
sebagai berikut:

T R W

+ = atau T D L W

+ + = (3)

dan

T
T D L W o sin sin cos + + = (4)

o cos sin cos D L T
T
+ = (5)

atau

T
T L W o sin cos + = (6)

D W T
T
+ = o sin cos (7)

Persamaan (4) & (5) adalah
merupakan kesetimbangan gaya gaya
pada arah y dan x sumbu pesawat
terbang, (Y
b
& X
b
aircraft axis system)
dan persamaan (6) & (7) adalah merupakan
persamaan kesetimbangan gaya gaya
pada arah sumbu y dan x sumbu angin/
sumbu aerodinamika / sumbu lintasan
terbang, (Y
a
& X
a,
aerodynamic / flight
path axis system)


Gambar 1. Gaya Gaya Pada Pesawat Terbang.

2.2 Koeffisien Gaya Hambat Pada Gaya
Angkat Nol & Faktor Effisiensi
Oswold.

Gaya hambat total (total drag)
yang terjadi pada pesawat terbang dapat
dibagi menjadi dua yaitu gaya hambat dari
sayap D
W
dan jumlah gaya hambat dari
komponen komponen lainnya D
N
.


5
N W
D D D + = (8)
Gaya hambat sayap sendiri dapat
dibagi menjadi dua yaitu gaya hambat
profil D
p
dan gaya hambat induksi D
I,

dalam bentuk koeffisien non dimensional
dapat ditulis sebagai berikut:

Di Dp DW
C C C + = (9)

Sehingga gaya hambat total
pesawat terbang dapat dinyatakan sebagai:

N i P
D D D D + + = (10)

Gaya hambat profil terdiri dari
gaya hambat tekanan, gaya hambat
gesekan kulit dan gaya hambat
gelombang (pressure drag, skin friction
darg and wave drag). Gaya hambat
gelombang sama dengan nol untuk
kecepatan subsonik dibawah angka Mach
kritis.
Gaya hambat tekanan , gaya
hambat gesekan kulit dan gaya hambat
gelombang secara bersama membentuk
gaya hambat komponen komponen
pesawat terbang. Karena koeffisien gaya
hambat dari setiap komponen, C
Dn
,
didasarkan pada suatu luasan tertentu Sn,
sebagai luasan acuan, dimana gaya hambat
total dinyatakan sebagai:

+ = S V C S V C
Di D
2 2
2
1
2
1

( )
2
2
1
2
1
V S C VS C
n Dn Dp
E + (11)

Dengan demikian koeffisien
gaya hambat pesawat terbang (Gambar 2)
adalah:

S
S C
C C C
n Dn
D Di D
E
+ + =
0
(12)

dimana suku ketiga sebelah kanan
persamaan (12) disebut sebagai koeffisien
gaya hambat parasit (parasite drag
coefficient).
Secara teoritis aerodinamis
diprediksi bahwa koeffisien gaya hambat
induksi adalah berbanding lurus terhadap
kuadrat koeffisien gaya angkat C
L
, dan
berbanding terbalik terhadap Aspek Rasio A
dan suatu faktor effisiensi sayap |.

| tA
C
C
L
Di
2
= (13)
Faktor effisiensi sayap |
bergantung utamanya pada bentuk bidang
sayap (wing planform) hal ini karena bentuk
bidang sayap menunjukkan kedekatannya
dengan bentuk elliptik distribusi gaya angkat
yang diperoleh. Untuk distribusi gaya angkat
(lift) elliptik | = 1 (koeffisien gaya hambat
induksi minimum). Dalam kebanyakan kasus
| akan lebih kecil dari satu.
Dengan demikian koeffisien gaya
hambat pesawat udara adalah:

S
S C
C
A
C
C
n Dn
Dp
L
D
E
+ + =
| t
2
(14)


Gambar 2. Koeffisien Gaya Hambat
Pesawat Terbang.

Dikarenakan koeffisien gaya hambat
profil dan gaya hambat parasit tidak
bergantung pada sudut serang (angle of
attack), persamaan (7) dapat ditulis menjadi:

+ + =
2
2
L
L
D
XC
A
C
C
| t


0 =
(

E
+
L
C
n Dn
Dp
S
S C
C (15)

Suku kedua sebelah kanan
persamaan (15) merupakan perubahan
parabolik yang diasumsikan dari koeffisien
gaya hambat profil dan koeffisien gaya
hambat parasit terhadap gaya angkat. Suku
dalam kurung disebut sebagai koeffisien

6
gaya hambat gaya angkat sama dengan
nol (zero-lift drag coefficient) dan ditulis
dengan simbol C
Do
. Dengan demikian
persamaan (15) dapat tuliskan menjadi:

Ae
C
C C
L
Do D
t
2
+ = (16)

dimana faktor e diperoleh dari:

|
t
1 1
+ = A X
e
(17)

dan disebut sebagai faktor effisiensi
Oswold (Oswold Efficiency Factor). Jelas
bahwa faktor ini mempengaruhi perubahan
koefisien gaya hambat profil dan koefisien
gaya hambat parasit terhadap koeffisien
gaya angkat, dan effek dari distribusi gaya
angkat aktual pada koeffisien gaya hambat
induksi. Untuk hampir semua jenis pesawat
terbang harga e ini bervariasi antara 0.6
dan 0.9. Persamaan (16) dapat pula
dituliskan sebagai:

2
L Do D
kC C C + = (18)

dimana k = 1/(tAe) dan disebut sebagai
faktor gaya hambat induksi (induced drag
factor).


2.3 Analisis Kinerja Terbang Layang
Pesawat Terbang.

Terbang layang (gliding flight)
secara definisi adalah merupakan kondisi
terbang dengan gaya dorong nol (zero
thrust). Kondisi ini terjadi (benar) pada
pesawat terbang layang tanpa motor
penggerak (enginelless glider / sailplane),
akan tetapi hal ini juga bisa terjadi pada
pesawat terbang yang memiliki motor
penggerak pada saat motor penggeraknya
dalam kondisi statsioner (idle) dimana
gaya dorong yang dihasilkan biasanya
cukup kecil sehingga kontribusinya
terhadap gaya aerodinamik dapat diabaikan.
Lebih jauh gaya dorong nol dapat terjadi
pada saat motor penggerak kehabisan
bahan bakar atau mengalami kegagalan
(engine failure).

Dengan menyatakan gaya dorong
T = 0, maka persamaan (6) & (7) dapat
ditulis menjadi:

L W = cos (19)

D W + = sin 0 (20)

Persamaan (19) & (20) menyatakan
kesetimbangan gaya gaya pada pesawat
terbang pada kondisi terbang simetris tak
bertenaga (symmetric unpowered flight)
mengacu pada sistem sumbu angin. Kedua
persamaan menunjukkan bahwa berat
pesawat terbang harus diimbangi hanya
oleh gaya angkat dan gaya hambat. Karena
gaya hambat D bekerja ke arah sumbu Xa
(sistem sumbu kecepatan) negatif, kondisi
kesetimbangan akan terjadi jika berat
pesawat udara menghasilkan komponen
gaya pada arah terbang (sumbu Xa positif).
Dengan kata lain, pesawat terbang harus
bergerak menuju ke bawah sehingga < 0
(Gambar 3).


Gambar 3. Terbang Layang Simetris Mantap..

Pada saat pesawat terbang terbang
dengan sudut lintasan terbang negatif, <
0 (negative flight path angle), pesawat
terbang dikatakan dalam kondisi terbang
turun (descent) atau menyelam (dive).
Isttilah turun digunakan bila sudut lintasan
terbang relatif kecil terhadap bidang
horizontal. Sementara bila sudut lintasan
terbangnya relatif cukup besar maka
dikatakan menyelam (dive).
Secara konvensional, rumus /
simbol untuk sudut lintasan terbang turun ini
dinayatakan sebagai:

=
d
(21)


7
Dengan demikian sudut
d
dianggap
positif kebawah dan disebut sebagai sudut
turun atau sudut layang (descent / glide
angle). Dengan cara yang sama laju
kenaikan negatif (negative rate of climb)
dapat diganti dengan laju penurunan
positif (positive rate of descent), sehingga
dapat dituliskan:

RC RD = (22)

Dengan mensubstitusikan
persamaan (21) ke persamaan (19) & (20)
dan dengan menggunakan persamaan
umum gaya angakat dan gaya hambat,
dapat diperoleh:

L d
C SV W
2
2
1
cos = (23)
D d
C SV W
2
2
1
sin = (24)

Dari persamaan (23) dapat
diperoleh kecepatan pesawat terbang
(airspeed) sebagai:

L
d
SC
W
V

cos 2
= (25)

Dengan membagi persamaan (24)
dengan persamaan (23) memberikan:

L D d
C C / tan = (26)
Dari persamaan (23) dan (24) laju
turun pada terbang layang dapat diperoleh
sebagai:

L
D
d
C
C
V V RD = = sin


3
3 2
cos 2
L
d D
SC
WC


= (27)

Pada persamaan (25) s/d (27) perlu
dicatat bahwa pada kecepatan terbang
subsonik dan pengabaian effek angka
Reynolds, kuantitas V,
d
dan RD
sepenuhnya ditentukan oleh sudut serang
(angle of attack) pesawat terbang yang
merupakan satu satunya kendali dalam
hal ini dilakukan oleh elevator pesawat
terbang.
Persamaan (25) s/d (27) merupakan
dasar untuk analisis kinerja terbang layang
pesawat terbang. Pada makalah ini akan
dilakukan analisis kinerja terbang layang
pesawat terbang layang jenis Chuck Glider
OHLG Pelangi untuk menentukan
koeffisien gaya hambat gaya angkat nol
dan faktor effisiensi Oswold.

3. Metode Penentuan Koeffisien Gaya
Hambat Pada Gaya Angkat Nol dan
Faktor Effisiensi Oswold.

Metode yang digunakan untuk
menentukan koeffisien gaya hambat pada
gaya angkat sama dengan nol dan faktor
effisiensi Oswold ini adalah dengan
menggunakan metode pengujian terbang
(flight testing method).

Uji terbang dilakukan terhadap satu
jenis pesawat terbang model layang Chuck
Glider OHLG Pelangi, yaitu satu jenis
pesawat terbang model layang (glider) tanpa
motor penggerak (engine) yang terbuat dari
konstruksi sederhana kayu balsa dan kertas
roti / minyak. Kayu balsa merupakan bahan
konstruksi utama pembentuk bagian
bagian pesawat terbang, mulai dari badan
sayap dan ekor. Sementara kertas roti /
minyak digunakan sebagai kulit penutup
(cover) bagian luar sayapnya.

Pesawat ini secara ringkas
spesifikasinya dapat disebutkan sebagai
berikut:
Jenis : Pesawat Layang (Glider)
Bahan : Kayu Balsa & Kertas Roti / minyak.
Panjang
Fuselage : 460 mm.
Bentang
Sayap : 500 mm.
Rerata Chord
Sayap : 53 mm
Berat : 20 gr.
Posisi c.g. : 50 %
Cara Mener
bangkan : Dilempar Tangan,
Overhand Launce Glider
(OHLG)

Pesawat model ini merupakan satu
jenis pesawat yang dapat digunakan
sebagai media pemahaman akan fenomena

8
Grafik Lintasan Terbang
0
1
2
0 10 20
Ketinggian Lempar (h)
[m]
J
a
r
a
k

P
e
n
d
a
r
a
t
a
n

(
S
)

[
m
]
Ketinggian
Lempar
Jarak
Horizontal
Pendaratan
Panjang
Lintasan
Terbang
fenomena yang terjadi di pesawat terbang
sebenarnya.
Untuk tujuan penentuan koeffisien
gaya hambat pada gaya angkat nol dan
faktor effisiensi Oswold ini, Pesawat model
ini diuji terbang dengan cara melemparnya
pada beberapa ketinggian lempar dan sudut
serang / setting sayap serta membiarkannya
terbang lurus melawan arah datangnya
angin.
Data pengujian yang diperlukan
dalam hal ini adalah ketinggian lempar (h),
jarak jatuh / pendaratan S dan waktu yang
diperlukan mulai dari saat dilempar hingga
saat jatuh / mendarat.
Data data ini selanjutnya
dievaluasi dianalisis dengan menggunakan
dasar dasar teori seperti dijelaskan di
atas.


4. Hasil Pengujian dan Analisis Hasil
Pengujian.

Data Kondisi Terbang:
Ketinggian/Altitude : 745 ( m )
Densitas Udara : 1.401 {kg/m
3
)


4.1 Data Hasil Pengujian.

Data yang didapat dari pengujian
dalam hal ini adalah ketinggian pelemparan
h, jarak horizontal pendaratan (S) dan waktu
tempuh pendaratan (t). Secara grafis
lintasan terbang pada pengujian ini dapat
digambarkan sebagai berikut di bawah ini:











Gambar 4. Grafik Lintasan Terbang.

Dengan ketiga data pengukuran dari hasil
pengujian ini maka dapat dihitung kecepatan
turun (V
v
), kecepatan horizontal (V
h
),
kecepatan terbang (V) dan sudut layang /
luncur (
d
)..

Tabel 1. Data Hasil Pengujian.
No. H S t
[m] [m] [dtk]
1 1.6 10.21 2.62
2 14.76 3.43
3 1.7 11.84 3.12
4 14.90 3.54
5 1.8 15.40 2.88
6 14.71 4.03
7 1.6 21.50 3.66
8 22.42 3.97
9 1.7 19.60 2.58
10 25.10 5.06
11 1.8 13.90 2.68
12 13.50 3.26
13 1.6 22.10 4.20
14 25.00 5.50
15 1.7 21.10 4.20
16 24.10 4.35
17 1.8 22.60 4.60
18 24.80 4.75

Catatan:
H : Ketinggian / Altitude Penerbangan,
S : Jarak Horizontal Pendaratan,
t : Waktu tempuh dari ketinmggian
pelemparan s/d pendaratan.

4.2 Data Hasil Perhitungan / Analisis.

Tabel 2. Kec. Turun, Kec. Horizontal & Kec.
Terbang
No. V
v
V
h
V
[m/dtk] [m/dtk] [m/dtk] [deg]
1 0.61 3.90 3.94 8.91
2 0.47 2.98 3.01 8.91
3 0.54 3.79 3.39 8.17
4 0.48 3.34 3.38 8.17
5 0.62 5.35 3.87 6.67
6 0.45 3.82 3.85 6.67
7 0.44 5.87 5.43 4.26
8 0.40 5.42 5.43 4.26
9 0.66 7.60 3.93 4.96
10 0.34 3.87 3.89 4.96
11 0.67 5.19 4.32 7.38
12 0.55 4.26 4.30 7.38
13 0.38 5.26 3.42 4.14
14 0.25 3.40 3.41 4.14
15 0.40 5.02 4.87 4.61

9
16 0.39 4.85 4.87 4.61
17 0.39 4.91 4.77 4.55
18 0.38 4.76 4.77 4.55

Catatan:

t S V
h
/ = t H V
v
/ =
2 2
v h
V V V + = ) / tan(
h v d
V V a =

Selanjutnya dengan data data kecepatan
ini dapat dihitung besar gaya hangkat (L)
dan gaya hambat (D) yang terjadi pada
pesawat terbang uji, berikut harga koeffisien
gaya angkat (C
L
) dan koeffisien gaya
hambat (C
D
) yang terjadi.

Tabel 3. Gaya Angkat, Koeffisien Gaya Angkat,
Gaya Hambat & Koeffisien Gaya Hambat.
No. L D CL CD
[N] [N] [-] [-]
1 0.19 0.03 0.90 0.14
2 0.19 0.03 1.54 0.24
3 0.19 0.03 1.22 0.17
4 0.19 0.03 1.22 0.18
5 0.19 0.02 0.93 0.11
6 0.19 0.02 0.95 0.11
7 0.20 0.01 0.48 0.04
8 0.20 0.01 0.48 0.04
9 0.20 0.02 0.91 0.08
10 0.20 0.02 0.93 0.08
11 0.19 0.03 0.75 0.10
12 0.19 0.03 0.76 0.10
13 0.20 0.01 1.20 0.09
14 0.20 0.01 1.21 0.09
15 0.20 0.02 0.59 0.05
16 0.20 0.02 0.59 0.05
17 0.20 0.02 0.62 0.05
18 0.20 0.02 0.62 0.05
Catatan:

cos W L = sin W D =
2
5 . 0 SV
L
C
L

=
2
5 . 0 SV
D
C
D

=

Dengan memanfaatkan hubungan antara
C
L
dan C
D
pada persamaan (18) maka
didapat harga C
Do
dan e maupun C
L
/C
D
dan
C
L
3
/C
D
2
.

Tabel 4. CDo, e, CL/CD & CL
3
/CD
2
.
No. CDo e CL/CD C
L
3
/C
D
2

[-] [-] [-] [-]
1 0.09 0.57 6.38 36.49
2 6.38 62.54
3 0.09 0.62 6.96 59.01
4 6.96 59.35
5 0.05 0.59 8.56 68.43
6 8.56 69.32
7 0.02 0.47 13.44 86.09
8 13.44 86.17
9 0.04 0.78 11.53 121.06
10 11.53 123.63
11 0.05 0.43 7.72 44.80
12 7.72 45.15
13 0.03 0.88 13.81 164.85
14 13.81 165.46
15 0.02 0.54 12.41 91.47
16 12.41 91.51
17 0.02 0.57 12.56 97.31
18 12.56 97.35
Rerata 0.05 0.60 10.37 87.22

5. Kesimpulan.

Terlihat bahwa dari hasil pengujian
didapat harga CDo berkisar antara 0.02
0.09 dengan rerata sebesar 0.05.
Sementara harga e didapat berkisar antara
0.47 0.88 dengan rerata 0.60.
Dari kisar harga yang didapat baik untuk
CDo maupun e terlihat cukup sesuai dengan
kisar harga yang diberikan secara teori,
namun demikian perlu dilakukannya
pengecekan ulang dengan cara pengujian
lain.
Cara pengujian lain yang dapat
dilakukan dalam hal ini antara lain adalah
dengan cara melontarkan pesawat terbang
uji dengan menggunakan pelontar/ketapel.
Dengan menggunakan pelontar / ketapel ini
maka ketinggian pelemparan / pelontaran
maupun gaya dorong yang diberikan pada
pesawat uji akan lebih akurat dibandingkan
bila dengan cara dilempar dengan tangan.
Pada pelempararan dengan tangan,
kesalahan pengukuran ketinggian
pelemparan sangat besar dan gaya dorong
lemparan tangan juga sangat mungkin tidak
konstan karena sangat dipengaruhi oleh
kondisi fisik pelempar. Pada makalah yang
akan datang akan disajikan hasil pengujian

10
kinerja terbang layang pesawat terbang
model layang Chuck Glider OHLG Pelangi
dengan menggunakan pelontar / ketapel,
dimana pada pengujian ini ketinggian
pelemparan / pelontaran akan terukur
dengan pasti dan gaya dorong / pelontaran
akan relatif sangat konstan, sehingga akan
dapat diharapkan hasil pengujian yang lebih
akurat.


6. Daftar Simbol / Notasi.

A : Aspek Rasio Sayap
C
D
: Koeffisien gaya hambat
C
Di
: Koeffisien gaya hambat induksi
C
Do
: Koeffisien gaya hambat gaya
angkat nol
C
Dp
: Koeffisien gaya hambat parasit
C
DW
: Koeffisien gaya hambat sayap
C
L
: Koeffisien gaya angkat

D : Gaya hambat (drag)
D
I
: Gaya hambat induksi
D
N
: Gaya hambat bagian pesawat
selain sayap

D
p
: Gaya hambat profil
D
W
: Gaya hambat sayap
e : Angka Oswold / Faktor effisiensi
sayap.
g : Gravitasi bumi
k : Faktor gaya hambat induksi
L : Gaya angkat (Lift)
M : Massa Pesawat Udara
R : Resultan gaya aerodinmika
R : Vektor resultan gaya aerodinamika
RD : Laju kecepatan turun
S : Luas sayap
S
n
: Luas bagian pesawat selain sayap
T : Gaya Dorong (thrust)
T : Vektor gaya dorong
V : Kecepatan luncur pesawat
V
h
: Kecepatan maju / horisontal
Pesawat
V
v
: Kecepatan vertikal / turun pesawat
W : Berat Pesawat Udara
W : Vektor Berat Pesawat Udara
X
a
: Sumbu X sistem sumbu angin
X
b
: Sumbu X sistem sumbu pesawat
Y
a
: Sumbu Y sistem sumbu angin
Y
b
: Sumbu Y sistem sumbu pesawat
o : Sudut serang sayap / pesawat
o
T
: Sudut pasang gaya dorong

u : Sudut tukik pesawat

d
: Sudut luncur pesawat
7. Daftar Pustaka.

1. G.J.J. Ruijgrok, Elements of
Airplane Performance, Delf
University Press 1990.
2. Ir. Budi Atmoko MBA, Mengenal
Teknologi Pesawat Terbang Model,
Erlangga, 1995.


Nur Rachmat, Dosen Program Studi Teknik
Aeronautika Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Bandung (POLBAN), Task
Force Persiapan Sertifikasi POLBAN sebagai
Aircraft Maintenance Training & Education
Center (PAMTEC) mengacu pada Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) atau
Civil Aviation Safety Regulation (CASR) Part
147).

Anda mungkin juga menyukai