DAN
ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN
GERAK DUA DIMENSI PADA MODUS LONGITUDINAL
ROKET RX 250 LAPAN
Tugas Akhir
Oleh
Pembimbing
Pada
Departemen Teknik Penerbangan
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Bandung
Pembimbing 1 Pembimbing 2
TUGAS SARJANA
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Tembusan :
1. Pembimbing Tugas Sarjana
2. Mahasiswa Ybs.
3. Arsip Departemen
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah,
pertolongan dan kemudahan yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dialah zat yang Maha Agung, Maha
Tinggi, dan Maha Takterbayangkan. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan
kepada nabi suci Muhammad SAW, pemimpin terbesar sepanjang jaman,
makhluk paling sempurna di seluruh alam.
Tugas Akhir (TA) ini diselesaikan dalam masa lima bulan, yaitu sejak
Februari 2002 hingga Juni 2002. Penulisan Laporan TA ini dimulai sejak bulan
Mei 2002 hingga pertengahan Juni 2002. Sedangkan perbaikan Laporan TA ini
dilakukan pada akhir Juni 2002.
Tugas Akhir ini dilatarbelakangi oleh kerjasama antara LAPAN dengan ITB
dalam rangka penelitian dan pengembangan roket RX 250 LAPAN untuk sistem
pertahanan. Objek penelitian yang dipilih oleh penulis adalah perhitungan
karakteristik aerodinamika roket RX 250 LAPAN dan analisis dinamika dan
kestabilan geraknya.
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu dan
Bapak yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, dan perhatian kepada
penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Hari Muhammad dan Bapak Toto Indriyanto atas bimbingannya selama ini.
Kesan paling mendalam yang penulis alami selama proses pengerjaan Tugas
Akhir ini adalah ditundanya jadwal sidang karena keterlambatan pengiriman surat
undangan sidang kepada dosen penguji. Maafkan saya Pak Hari, saya sudah
berusaha cepat, tapi nyatanya telat juga. Terima kasih kepada Pak Toto atas
koreksi yang sangat teliti atas draft Laporan TA dan program simulasi gerak.
Selama menempuh pendidikan di Departemen Teknik Penerbangan ITB,
penulis telah mendapat banyak ilmu pengetahuan dan informasi di dunia
aeronautics dan astronautics dari seluruh staf dosen dan pengajar. Karenanya,
penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Ichsan, Bpk Said, Bpk. Djoko,
Kata Pengantar ii
Bpk. Wayan, Bpk. Setyamartana, Bpk. Ridanto, Bpk. Rianto, Bpk. Dadang, Bpk.
Bambang Kismono, Bpk. Gunawan, dan dosen-dosen yang lain atas ilmu yang
telah diajarkan kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua staf karyawan di
Departemen Teknik Penerbangan atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis selama mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Penerbangan. Terima
kasih juga kepada teman-teman angkatan 98 yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis untuk menjadi yang terbaik dan lulusan tercepat. Thanks a lot
friends.
Besar harapan penulis agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
baik kalangan akademisi yang tertarik untuk mempelajari dunia peroketan,
maupun praktisi industri di bidang peroketan. Amin.
Penulis
Kupersembahkan Yang Terbaik Ini
Untuk
Ibu Dan Bapakku
Analisis dinamika dan kestabilan gerak roket merupakan hal yang sangat penting,
sebab kestabilan gerak roket merupakan faktor utama yang mempengaruhi
prestasi terbang roket. Sebuah roket dapat memiliki prestasi terbang yang baik,
yang diukur dari jauhnya jarak jangkauan atau tinggi terbang yang dapat
ditempuh, jika roket stabil selama geraknya. Sebaliknya, prestasi terbang roket
dapat menjadi rendah jika roket tidak stabil selama geraknya.
Dalam penelitian ini akan dianalisis dinamika dan kestabilan roket RX 250
LAPAN dalam modus longitudinal. Parameter-parameter aerodinamika yang
digunakan dalam analisis diperoleh dengan menggunakan metode Datcom dengan
bantuan perangkat lunak Digital Datcom. Sedangkan simulasi gerak dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB. Dalam simulasi gerak ini,
gangguan dimodelkan dengan defleksi gaya dorong yang berharga konstan.
Dari hasil analisis kestabilan roket RX 250 LAPAN dapat disimpulkan
bahwa roket ini stabil statik pada modus longitudinalnya. Dan dari analisis
simulasi gerak yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa roket ini stabil dinamik
selama tidak ada gangguan atau jika gangguan yang terjadi cukup kecil, yaitu
untuk defleksi gaya dorong kurang dari tiga derajat.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR NOTASI xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penelitian 3
1.3 Ruang Lingkup Penelitian 3
1.4 Metodologi Penelitian 4
1.5 Sitematika Penulisan 4
REFERENSI 97
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar E.2 Grafik momen gaya dorong dan momen aerodinamika 120
terhadap waktu
Gambar E.3 Grafik CD, CL dan Cm terhadap waktu 120
Gambar E.4 Grafik kecepatan terbang (Mach) terhadap waktu 121
Gambar E.5 Trayektori terbang roket RX 250 LAPAN 121
terhadap waktu
Gambar E.6 Grafik temperatur udara, kerapatan udara, 122
dan percepatan gravitasi terhadap waktu
Gambar F.1 Trayektori Roket RX 250 LAPAN hasil 123
Uji Terbang LAPAN
Gambar F.2 Trayektori Roket RX 250 LAPAN hasil Simulasi 124
Dengan lp = 10 m, δ = 3o
Gambar F.3 Trayektori Roket RX 250 LAPAN hasil Simulasi 124
Dengan lp = 10 m, δ = 0o
Gambar F.4 Trayektori Roket RX 250 LAPAN hasil Simulasi 125
Dengan lp = 10 m, δ = -3o
DAFTAR NOTASI
xiii
Daftar Notasi xiv
Ma Bilangan Mach
Maero Momen aerodinamika dalam arah sumbu-y TAK Benda, positif jika
pitch-up
M’ Momen aerodinamika dalam arah sumbu-y TAK Benda, positif jika
pitch-down
N Gaya normal, tegak lurus sumbu longitudinal
q Kecepatan anguler dalam arah sumbu-y TAK Benda
q̂ Tekanan dinamik
re Vektor posisi pusat aliran massa, dalam TAK Benda
Re Bilangan Reynold
S Luas acuan
T Gaya tangensial, sejajar sumbu longitudinal
Vcm Vektor kecepatan pusat massa, dalam TAK Benda
W Vektor gaya gravitasi, dalam TAK Benda
xe Jarak titik tangkap gaya dorong terhadap pusat massa roket
SIMBOL
α Sudut serang
δ Sudut defleksi gaya dorong
γ Sudut lintas terbang
ρ Kerapatan udara
θ Sudut pitch
Ω Vektor kecepatan rotasi, dalam TAK Benda
BAB 1
PENDAHULUAN
kendalinya yang canggih dan akurat serta prestasi terbangnya yang baik (dapat
menempuh jarak jangkauan yang jauh). Saat ini telah banyak dibuat roket-roket
raksasa yang dapat diluncurkan dengan jangkauan yang sangat jauh, hingga ribuan
mil dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Di bidang sipil, penggunaan roket sebagai wahana peluncur dimulai sejak
akhir Perang Dunia II, yang dipelopori oleh dua negara adikuasa saat itu, Rusia
dan Amerika Serikat. Dengan menggunakan roket, Rusia berhasil meluncurkan
satelit pertamanya, yaitu Sputnik I. Keberhasilan Rusia ini segera diikuti oleh
Amerika Serikat dengan satelit pertamanya, Explorer 1.
Pengembangan teknologi roket terus berlanjut seiring berjalannya waktu.
Kini teknologi ini sudah menjadi milik semua bangsa. Pengetahuan tentang roket
sudah menjadi pengetahuan umum. Saat ini banyak negara yang memiliki
lembaga khusus di bidang ini, yang bertujuan melakukan penelitian dan
pengembangan roket untuk berbagai keperluan, baik militer maupun sipil.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki lembaga tersebut.
Penelitian dan pengembangan teknologi roket di Indonesia dilakukan oleh
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
LAPAN telah melakukan pengembangan berbagai roket. Salah satunya
adalah RX 250. Roket ini memiliki panjang sekitar 4.5 meter dan diameter 250
mm. Roket ini dirancang dapat ditembakkan dari darat ke udara dengan tinggi
terbang maksimum (apogee) hingga 70 km [Ref. 14]. Tetapi, dalam uji terbang
yang dilakukan, prestasi terbang roket ini berada jauh di bawah hasil
perancangannya. Tinggi terbang maksimum yang dapat dicapai hanya berkisar 16
km [Ref. 15], atau hanya 23 % dari hasil yang diinginkan dalam perancangan.
Untuk mengetahui penyebab prestasi terbang yang rendah ini perlu
dilakukan kaji ulang terhadap semua aspek wahana tersebut, meliputi perhitungan
karakteristik aerodinamika dan analisis mengenai dinamika dan kestabilan gerak
roket RX 250.
Dalam upaya kaji ulang ini, LAPAN melakukan kerjasama dengan ITB.
Kajian yang dilakukan ini terbagi menjadi dua, yaitu kajian mengenai prestasi
terbang roket RX 250 dan dinamika gerak roket RX 250. Kajian mengenai
Bab 1
Pendahuluan 3
Selama geraknya, roket yang bergerak dalam medan udara akan selalu mengalami
perubahan sikap. Perubahan sikap ini terjadi karena adanya gaya dan momen yang
bekerja pada roket, baik dari dalam maupun luar. Gaya dan momen dari dalam
yang dapat menimbulkan perubahan sikap ini adalah gaya dan momen propulsi.
Sedangkan gaya dan momen dari luar adalah gaya gravitasi dan gaya serta momen
aerodinamika.
Di bawah ini akan disajikan persamaan-persamaan yang digunakan dalam
menganalisis gerak dan kestabilan roket. Penurunan dan penjelasan lebih rinci
mengenai persamaan gerak ini dapat dilihat pada Lampiran A.
Pada bagian akhir Bab ini akan dijelaskan konsep kestabilan, baik statik
maupun dinamik, terutama yang berkaitan dengan aspek aerodinamika roket. Pada
akhir bab ini juga akan dijelaskan konsep kestabilan Lyapunov yang dipakai
sebagai dasar analisis kestabilan roket.
⎡ I xx J xy J xz ⎤
⎢ ⎥
I = ⎢ J yx I yy J yz ⎥
⎢ J zx J zy I zz ⎥⎦
⎣
(2-3)
dengan komponen pada tensor di atas didefinisikan berikut ini
M
(
I xx = ∫ y 2 + z 2 ) dM J xy = J yx = ∫ − xy dM
M
M
(
I yy = ∫ x 2 + z 2 ) dM J xz = J xz = ∫ − xz dM
M
M
(
I zz = ∫ x 2 + y 2 ) dM J yz = J yz = ∫ − yz dM
M
(2-4)
Ixx, Iyy, Izz disebut sebagai momen inersia, sedangkan Jxy, Jxz, Jyz dan seterusnya
disebut sebagai inersia silang. Dengan memilih pusat massa sebagai titik asal
sistem koordinat, maka diperoleh harga inersia silang sama dengan nol, sehingga
komponen tensor inersia hanya tinggal momen inersia (Ixx, Iyy, dan Izz).
Dengan menguraikan persamaan (2-1) dan (2-2) dalam TAK Benda
diperoleh hasil akhir sebagai berikut (penurunan dapat dilihat dalam Lampiran A):
Bab 2
Dasar Teori 8
= M (vr − wq ) + Fx + Mg x + Ax
du
M
dt
(2-5a)
= M (wp − ur ) + Fy + Mg y + Ay
dv
M
dt
(2-5b)
= M (uq − vp ) + Fz + Mg z + Az
dw
M
dt
(2-5c)
= − p xx + rq (I yy − I zz ) + mxe ( y e q + z e r ) + L'
dp dI
I xx
dt dt
(2-5d)
dI yy
+ pr (I zz − I xx ) − mqxe2 − xe Fz + z e Fx + M '
dq
I yy = −q
dt dt
(2-5e)
= −r zz + pq (I xx − I yy ) − mrxe2 + x e Fy − y e Fx + N '
dr dI
I zz
dt dt
(2-5f)
Persamaan (2-5) di atas adalah persamaan gerak lengkap roket di dalam
ruang tiga dimensi. Pada persamaan (2-5) di atas terlihat bahwa terdapat 6
persamaan diferensial yang menunjukkan gerak dengan 6 derajat kebebasan.
Persamaan ini akan disederhanakan dengan asumsi gerak dua dimensi yang akan
dibahas pada pasal selanjutnya.
Dalam prakteknya, gerak roket dapat mendekati dua dimensi pada berbagai
kasus, misalnya pada kasus peluncuran roket dari darat ke darat, dan karenanya
asumsi bahwa gerak roket adalah dua dimensi dapat digunakan untuk
menyederhanakan persamaan gerak roket. Meskipun gerak (dua dimensi) ini
sudah cukup sederhana, namun masih cukup rumit untuk diselesaikan sehingga
juga diperlukan metode numerik untuk mendapatkan solusinya. Dengan asumsi
ini, gerak roket yang semula terdiri atas 6 derajat kebebasan dapat disederhanakan
menjadi 3 derajat kebebasan, yang terdiri atas dua gerak translasi dan satu gerak
rotasi. Gerak dengan 3 derajat kebebasan ini akan dijelaskan di bawah ini.
Zb
Zi Xb
θ
-xe
q
dθ Sumbu
dt Longitudinal
δ
F
Xi
Untuk menggambarkan gerak roket dua dimensi ini diperlukan dua kerangka
(Tata Acuan Koordinat, TAK) acuan berikut (Gambar 2.1):
Tata Acuan Koordinat Inersial OXiYiZi. TAK ini dipilih sedemikian rupa sehingga
trayektori pusat massa roket berada dalam bidang XiZi. Jadi bidang ini ditentukan
oleh arah peluncuran (kecepatan awal) dan arah medan gravitasi. Vektor satuan
sepanjang sumbu TAK Inersial ini dinyatakan oleh exi, eyi, ezi.
Bab 2
Dasar Teori 10
Tata Acuan Koordinat Benda OXbYbZb. Titik asal TAK ini adalah pusat massa
roket. Sumbu-Xb berimpit dengan sumbu longitudinal roket dan positif ke depan.
Sumbu-Zb tegak lurus sumbu-Xb sehingga bidang XbZb (bidang longitudinal)
sebidang dengan XiZi. Sumbu-Yb diperoleh dengan menggunakan aturan tangan
kanan. Vektor satuan sepanjang sumbu TAK Benda ini dinyatakan oleh exb, eyb,
ezb. Karena gerak roket berada pada bidang longitudinal roket, maka gerak dua
dimensi ini disebut juga gerak pada modus longitudinal. Selanjutnya, kestabilan
roket juga disebut sebagai kestabilan longitudinal.
Persamaan gerak roket untuk kasus dua dimensi ini diperoleh dengan
memasukkan harga v = p = r = 0 ke dalam persamaan (2-5). Dan karena trayektori
roket berada dalam bidang XiZi yang berimpit dengan bidang XbZb, maka
persamaan gerak roket menjadi :
⎛ du ⎞
M ⎜ + wq ⎟ = Fx + Mg x + Ax
⎝ dt ⎠
(2-6a)
⎛ dw ⎞
M⎜ − uq ⎟ = Fz + Mg z + Az
⎝ dt ⎠
(2-6b)
dq dI
I yy = −q yy − mqxe2 − xe Fz + ze Fx + M '
dt dt
(2-6c)
Persamaan (2-6a) dan (2-6b) adalah persamaan gerak translasi, sedangkan Pers.
(2-6c) adalah persamaan gerak rotasi. Dengan demikian terlihat bahwa gerak dua
dimensi ini adalah gerak dengan tiga derajat kebebasan.
Posisi roket dinyatakan oleh koordinat Xi dan Zi pusat massanya. Sedangkan
orientasi sikapnya dinyatakan oleh sudut antara sumbu-Xb dan -Xi yang disebut
sudut pitch (pitch angle) θ. Laju perubahan sudut pitch ini dapat dihubungkan
dengan kecepatan angular q sebagai berikut :
dθ
= −q
dt
(2-7)
Bab 2
Dasar Teori 11
Tanda negatif pada persamaan (2-7) muncul disebabkan laju perubahan sudut
pitch berlawanan arah dengan kecepatan anguler q. Laju perubahan sudut pitch
positif jika berlawanan arah putaran jarum jam, sedangkan kecepatan anguler q
berharga positif jika searah dengan putaran jarum jam (Gambar 2.1).
Gaya dorong memiliki titik tangkap di sumbu-Xb (Gambar 2.1). Gaya
dorong ini membentuk sudut δ terhadap sumbu-Xb negatif, yang disebut sudut
defleksi gaya dorong. Sudut defleksi gaya dorong ini positif jika arah putarnya
berlawanan dengan arah putaran jarum jam, dan sebaliknya berharga negatif jika
arah putarnya searah dengan putaran jarum jam. Dalam analisis pada Tugas Akhir
ini, defleksi gaya dorong ini dianggap sebagai kesalahan arah (misalignment) gaya
dorong.
Dengan mengacu pada Persamaan (A-30) pada Lampiran A, gaya dorong
dapat dinyatakan dalam TAK Benda sebagai berikut :
F = Fx e xb + Fz e zb
(2-8)
dimana Fx dan Fz adalah komponen gaya dorong pada sumbu-Xb dan sumbu-Zb.
Dengan memperhatikan Gambar 2.1, komponen gaya dorong pada TAK Benda
dapat dinyatakan sebagai berikut
Fx = F cos δ
(2-9a)
Fz = F sin δ
(2-9b)
Percepatan gravitasi g, dan vektor posisi pusat massa roket Rcm dapat
diuraikan dalam TAK Inersia sebagai berikut :
g = g x e xi + g z e zi
(2-11)
Rcm = Xe xi + Ze zi
(2-12)
dimana gx dan gz masing-masing adalah komponen percepatan gravitasi pada
sumbu-Xi dan sumbu-Zi. Sedangkan X dan Z masing-masing adalah komponen
vektor posisi pusat massa roket pada sumbu-Xi dan sumbu-Zi.
Dengan memperhatikan Gambar 2.1, Transformasi dari TAK Benda ke TAK
Inersial dapat diperoleh sebagai berikut
⎡ e xi ⎤ ⎡ e xb ⎤
⎢e ⎥ = C b ⎢e ⎥
⎢ yi ⎥ i ⎢ yb ⎥
⎢⎣ e zi ⎥⎦ ⎢⎣ e zb ⎥⎦
(2-13)
Dimana Cib adalah matriks transformasi dari TAK Benda ke TAK Inersial, yang
(2-14)
d 2Z
M = Fx sin θ + Fz cos θ + Mg z + Ax sin θ + Az cos θ
dt 2
(2-15b)
d 2θ dθ ⎛ dI yy ⎞
I yy 2 = − ⎜ + mxe2 ⎟ + xe Fz − M '
dt dt ⎝ dt ⎠
(2-15c)
Pada persamaan (2-15) di atas, terlihat bahwa terdapat dua belas variabel
yang berperan dalam menentukan gerak roket. Variabel-variabel tersebut adalah
massa roket (M), gaya dorong (Fx dan Fz), sudut pitch (θ), percepatan gravitasi (gx
dan gz), gaya aerodinamika (Ax dan Az), jarak titik tangkap gaya dorong terhadap
pusat massa (xe), laju perubahan massa (m), momen inersia terhadap sumbu-Yb
(Iyy), dan momen aerodinamika terhadap sumbu-Yb (M’). Keduabelas variabel ini
akan dijelaskan lebih rinci berikut ini.
(2-17)
dimana F(t) adalah besar gaya dorong.
Bab 2
Dasar Teori 14
tb tb
I sp =
∫
0
F (t ) dt
=
∫ 0
F (t )dt
tb
M p go
∫
0
g o m(t )dt
(2-18)
dimana go adalah percepatan gravitasi standar di atas permukaan laut, dan m
adalah laju perubahan massa.
Jika besar gaya dorong F(t) berharga konstan, dan laju perubahan massa m
juga konstan, maka impuls spesifik dapat dinyatakan sebagai
Ft F
I sp = =
mg ot mg o
(2-19)
dari persamaan di atas, gaya dorong dapat dinyatakan sebagai fungsi dari Isp dan
m yaitu
F = mg o I sp
(2-20)
Persamaan (2-20) di atas adalah persamaan yang menyatakan besar gaya dorong
pada kasus F dan m konstan. Persamaan ini akan digunakan dalam simulasi gerak
roket yang akan dijelaskan pada Bab 4.
Fa N
L
(+) Maero
D
α
T cp cm
α
l
x Vcm
(2-23)
Gaya tangensial :
T = qSC
ˆ T
(2-24)
Bab 2
Dasar Teori 16
(2-29)
adalah vektor yang menyatakan jarak antara titik cp dengan cm dan memiliki arah
dari cm menuju cp.
Bab 2
Dasar Teori 17
Zb
N (+) Maero
Xb
(+) M'
luas acuan, dan panjang acuan. Hubungan ini dapat dinyatakan melalui persamaan
berikut
M aero = qScC
ˆ m
(2-31)
dimana q̂ adalah tekanan dinamik, S adalah luas acuan, c adalah panjang acuan,
dan Cm adalah koefisien tak berdimensi untuk momen aerodinamika. Koefisien
momen aerodinamika ini juga akan dicari dengan menggunakan perangkat lunak
Digital Datcom.
Secara umum, koefisien gaya dan momen aerodinamika adalah fungsi dari
tinggi terbang h, bilangan Reynold Re, bilangan Mach Ma, dan sudut serang α.
Khusus untuk momen aerodinamik, terdapat tambahan faktor yang
mempengaruhi, yaitu l = xcp – xcm. Hubungan ini dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut [Ref. 17] :
CL = f (h, Re , M a , α )
(2-32)
CD = f (h, Re , M a ,α )
(2-33)
Cm = f (h, l , Re , M a ,α )
(2-34)
(
I yy = ∫ x 2 + z 2
M
) dM
(2-35)
untuk lebih memahami makna fisik dari persamaan di atas, perhatikan Gambar
2.4.
Bab 2
Dasar Teori 19
(2-36)
dan momen inersia total adalah integrasi persamaan (2-36) yang dinyatakan oleh
persamaan (2-35) di atas.
Yb
dm z
x
Xb
Zb
Untuk menghitung momen inersia roket, integrasi langsung pers. (2-35) sulit
dilakukan. Ini disebabkan bentuk roket yang rumit dan struktur roket yang terdiri
atas berbagai jenis bahan dengan karakteristik massa yang berbeda. Untuk
menyederhanakan perhitungan, digunakan asumsi bahwa roket terdiri atas
elemen-elemen massa yang diskrit. Dengan asumsi ini, maka momen inersia total
roket dapat dihitung dengan persamaan berikut
I yy = ∑ ( xi2 + zi2 ) M i
N
i =1
(2-37)
dimana N adalah jumlah elemen massa roket, xi dan zi adalah posisi x dan z
elemen massa ke-i terhadap sumbu-Yb, dan Mi adalah massa elemen ke-i.
Bab 2
Dasar Teori 20
Momen inersia Iyy dapat juga dicari terhadap sumbu-Y suatu TAK Benda
sembarang yang titik asalnya tidak berimpit dengan pusat massa roket (perhatikan
Gambar 2.5). Momen inersia elemen massa dm terhadap sumbu-Y adalah
dIˆyy = ( xn2 + zn2 ) dM
(2-38)
dengan memperhatikan Gambar 2.5, persamaan (2-38) dapat dituliskan menjadi
dIˆyy = {( x + d )
x
2
+ ( z + d z ) dM
2
}
(2-39)
momen inersia total menjadi
{
Iˆyy = ∫ ( x + d x ) + ( z + d z ) dM
2 2
}
(2-40)
integral di atas dapat dijabarkan menjadi
(2-41)
Y Yb
dx dz
z zn
x dm
xn X
Xb
Z
Zb
karena x dan z menyatakan posisi-x dan -z terhadap pusat massa, maka integrasi
∫ x dM dan ∫ z dM berharga nol. Sementara ∫ x2dM + ∫ z2dM = Iyy dan ∫ dM = M.
Dengan demikian hasil integrasi di atas adalah
Iˆyy = I yy + ( d x2 + d z2 ) M
(2-42)
atau
I yy = Iˆyy − ( d x2 + d z2 ) M
(2-43)
Persamaan (2-43) adalah persamaan yang akan digunakan dalam
menghitung momen inersia roket RX 250 LAPAN terhadap sumbu-Yb.
Perhitungan momen inersia roket RX 250 LAPAN ini disajikan dalam bentuk
tabel pada Lampiran D.
(2-44)
Massa roket selalu berkurang selama selang waktu tb. Ini terjadi karena massa
propelan berkurang akibat proses pembakaran. Pengurangan massa ini secara
umum tidak berjalan linear. Secara matematis, massa roket setiap saat dinyatakan
dengan
M = M (t ) ; 0 ≤ t < tb
(2-45)
Setelah propelan habis, massa roket akan konstan, yang berupa massa struktur dan
muatan.
M = Mc + Mu = Mo − M p ; t ≥ tb
(2-46)
Bab 2
Dasar Teori 22
Jika laju perubahan massa m konstan, maka massa roket setiap saat selama selang
waktu dari nol sampai dengan tb dapat dinyatakan dengan
M (t ) = M o − mt
(2-47)
dimana
dM M p
m=− =
dt tb
(2-48)
tanda negatif pada persamaan (2-48) muncul karena massa roket berkurang
selama selang waktu nol sampai tb. Persamaan (2-47) dan (2-48) di atas akan
digunakan dalam simulasi gerak roket yang akan dijelaskan dalam Bab 4.
(2-51)
Bab 2
Dasar Teori 23
Karena penambahan sudut serang ini sebanding dengan penambahan gaya normal,
maka C N α berharga positif. Adanya penambahan gaya normal ini akan
(xcp − xcm )
=
Cm α
c CN α
(2-53)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, roket disebut stabil statik jika dapat
menghasilkan gaya atau momen yang melawan gangguan. Dengan
memperhatikan Gambar 2.2 dan Gambar 2.3, dapat disimpulkan bahwa roket
dikatakan stabil statik jika menghasilkan momen, Maero, negatif akibat
penambahan sudut serang. Selanjutnya dengan memperhatikan persamaan (2-31)
diperoleh hubungan Maero negatif jika C m α negatif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa roket disebut stabil statik jika C m α negatif. Karena itu, C m α
disebut sebagai parameter kestabilan statik. Secara matematis, roket disebut stabil
statik jika memenuhi
Cm α < 0
(2-54)
C m α < 0 yang berarti roket stabil statik. Sedangkan bila (xcp-xcm)/c > 0, atau
ekivalen dengan C m α > 0, menunjukkan roket tidak stabil statik. Dan apabila (xcp-
Secara fisik, roket disebut tidak stabil statik jika roket menghasilkan gaya
atau momen yang menambah gangguan yang terjadi, sehingga gangguan semakin
besar. Hal ini terjadi jika titik cp berada di depan cm. Sedangkan jika titik cp
berimpit dengan cm, maka roket disebut stabil netral. Pada keadaan ini (stabil
netral), roket tidak bereaksi terhadap gangguan yang terjadi.
y = y (t ; yo , to )
(2-55)
persamaan di atas mengandung arti bahwa y merupakan fungsi dari t dan
bergantung pada kondisi awal yo, dimana yo ini adalah harga fungsi y pada t = to.
Jika solusi persamaan di atas pada t = to berbeda dari yo dengan selisih Δyo, maka
fungsi yang dihasilkan, yaitu y = y(t; yo+Δyo, to) akan berbeda dari fungsi aslinya
y = y(t; yo, to) dengan selisih
Δy (t ; yo + Δyo , to ) ≡ y (t ; yo + Δyo , to ) − y (t ; yo , to )
(2-56)
jika Δy(t; yo+Δyo, to) ≤ Δyo maka sistem ini memenuhi syarat kestabilan Lyapunov.
Penjelasan mengenai definisi kestabilan Lyapunov ini dapat disajikan
melalui Gambar 2.6. Pada Gambar 2.6 terlihat bahwa kriteria kestabilan Lyapunov
terpenuhi jika |Δy| < ε.
y1 Δ yo
yo
ε
y t
to
y2
Pada bab ini akan dijelaskan penerapan perangkat lunak Digital Datcom dalam
perhitungan parameter aerodinamika roket, yaitu CL, CD, dan Cm. Perangkat lunak
ini sebenarnya dibuat untuk menghitung karakteristik aerodinamika pesawat
udara. Perangkat lunak ini dipilih untuk menghitung karakteristik aerodinamika
roket karena konfigurasi roket pada dasarnya serupa dengan pesawat udara. Selain
itu, medan gerak roket RX 250 LAPAN sama dengan medan gerak pesawat udara,
yaitu medan atmosfer bumi. Dengan alasan ini, roket RX 250 dapat dianggap
sebagai pesawat udara, sehingga penggunaan Digital Datcom dalam perhitungan
karakteristik aerodinamika roket RX 250 dapat dipertanggungjawabkan
kesahihannya.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai karakteristik perangkat lunak
Digital Datcom, meliputi sistematika input dan output Digital Datcom, dan
batasan-batasannya berkaitan dengan analisis yang dilakukan serta konfigurasi
roket RX 250 LAPAN yang akan dianalisis. Bab ini disajikan dalam dua bagian,
bagian pertama menjelaskan tentang seluk beluk Digital Datcom, sedangkan
bagian kedua menjelaskan konfigurasi RX 250 serta cara inputnya ke Digital
Datcom.
● Output Available
□ Output only for confugrations with straight tapered suface
▲ Output only with experimental data input
SPEED STATIC AERODYNAMIC CHARACTERISTIC OUTPUT DYNAMIC STABILITY OUTPUT
CONFIGURATION
REGIME A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
TRANSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
BODY
SUPERSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
HYPERSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
TRANSONIC □ ▲ ▲ ▲ ▲ □ □ ▲ □ □ □ □
WING
SUPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● □ □ □ □ □ ● ● ● ●
HYPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● □ □ □
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
TRANSONIC □ ▲ ▲ ▲ ▲ □ □ ▲ □ □ □ □
HORIZONTAL TAIL
SUPERSONIC ▲ □ □ □ □ ● ● □ □ □ □ □ ● ● ● ● ●
HYPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● □ □ □
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
VERTICAL TAIL OR TRANSONIC □ ● ● ● ● ● ●
VENTRAL FIN SUPERSONIC ● ● ● ● ● ● ● □ □ □ ● ● ● ●
HYPERSONIC ● ● ● ● ● ● ● □ □ □
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
TRANSONIC □ ▲ ● ▲ ▲ □ □ ● ● ● □ □ □ □
WING-BODY
SUPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● ● ● □ ● ● ● □ ● ●
HYPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● ● ● □
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
HORIZONTAL TAIL- TRANSONIC □ ● □ ▲ ▲ □ □ ● ● ● □ □ □ □
BODY SUPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● ● ● □ ● ● ● □
HYPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● ● ● □
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
VERTICAL TAIL- TRANSONIC □ □ ▲ ▲ ▲ ● ● ● ● ● ●
VENTRAL FIN-BODY SUPERSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● □ □ □ ● ● ● ●
HYPERSONIC ● ● ● ● ● ● ● □ □ □
SUBSONIC □ □ □ □ □ □ □ □ ● ● ● □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □
WING-BODY- TRANSONIC □ ▲ ▲ ▲ ▲ □ □ □ □ □ □ □ □ □
HORIZONTAL TAIL SUPERSONIC □ □ □ □ □ □ □ ● ● □ □ □ □ □ □ □ □ □ □
HYPERSONIC □ □ □ □ □ □ □ ● ● □ □ □ □
SUBSONIC ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
WING-BODY-
TRANSONIC □ ▲ □ ▲ ▲ □ □ ● ● □ □ □ □
VERTICAL TAIL-
SUPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● ● ● □ ● ● ● ●
VENTRAL FIN
HYPERSONIC ● □ □ □ □ ● ● ● ● □
WING-BODY- SUBSONIC □ □ □ □ □ □ □ □ ● ● ● □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □
HORIZONTAL TAIL- TRANSONIC □ ▲ ▲ ▲ ▲ □ □ □ □ □ □ □ □ □
□
VERTICAL TAIL- SUPERSONIC □ □ □ □ □ □ □ ● ● □ □ □ □ □ □ □ □
VENTRAL FIN HYPERSONIC □ □ □ □ □ □ □ ● ● □ □ □ □
Dimana kolom-kolom yang diwakili oleh abjad A sampai dengan W dalam Tabel
3.2 adalah sebagai berikut :
A ≡ CDo F ≡ CA K ≡ Clβ O ≡ CLq T ≡ CYp
B ≡ CD G ≡ Clα L ≡ qH/q∞ P ≡ Cmq U ≡ Cnp
C ≡ CL H ≡ Cmα M ≡ εH Q ≡ C lα V ≡ Cnr
D ≡ Cm I ≡ CYβ dε R ≡ C mα W ≡ Clr
E ≡ CN N≡
J ≡ Cnβ dα S ≡ Clp
Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa ada dua cara untuk memodelkan roket RX 250,
yaitu dengan konfigurasi wing-body-vertical tail-ventral fin dan wing-body-
horizontal tail-vertical tail-ventral fin.
Bab 3
Perhitungan Parameter Aerodinamika
Roket RX 250 LAPAN Dengan Digital Datcom 32
dan Clr yang dihitung untuk setiap komponen dan konfigurasi build-up seperti
disajikan pada Tabel 3.2. Untuk dapat menghasilkan output yang lebih akurat,
dianjurkan kepada pengguna untuk memasukkan hasil eksperimen ke dalam input
Digital Datcom.
dengan bilangan Mach atau kecepatan, sedangkan kondisi atmosfer dengan tinggi
terbang atau tekanan statik dan temperatur udara.
DIMENSI
VARIABEL DEFINISI UNIT
ARRAY
Banyaknya Mach number yang
NMACH - -
dijalankan, maksimum 20
MACH 20 Harga Mach number freestream -
VINF 20 Harga kecepatan freestream l/t
Banyaknya sudut serang yang
NALPHA - -
dijalankan, maksimum 20
ALSCHD 20 Harga sudut serang DEG
RNNUB 20 Bilangan Reynolds per satuan panjang 1/l
Banyaknya kondisi atmosfer yang
NALT - -
dijalankan, maksimum 20
ALT 20 Harga ketinggian geometri l
PINF 20 Harga tekanan statik freestream F/A
TINF 20 Harga temperatur freestream DEG
= .TRUE. analisis hipersonik pada
HYPERS - -
semua bilangan Mach ≥1.4
Batas atas dari bilangan Mach untuk
STMACH - analisis subsonik (0.6 ≤ STMACH ≤ -
0.99). Harga default = 0.6
Batas bawah dari bilangan Mach untuk
TSMACH - analisis supersonik (1.01 ≤ TSMACH ≤ -
1.4). Harga default = 1.4
Drag karena transisi lift, untuk analisis
regresi konfigurasi wing-body
TR - -
= 0.0 untuk tanpa transisi, default
= 1.0 untuk transisi
WT - Berat pesawat / wahana F
GAMMA - Sudut lintas terbang DEG
Kontrol loop program
= 1 vary altitude and Mach together,
LOOP - default -
= 2 vary Mach, at fixed altitude
= 3 vary altitude, at fixed Mach
Bab 3
Perhitungan Parameter Aerodinamika
Roket RX 250 LAPAN Dengan Digital Datcom 34
Pada Tabel 3.4 terlihat bahwa daerah Supersonik dan Hipersonik dibatasi
oleh bilangan Mach sama. Pada keadaan default, Digital Datcom mendefinisikan
bilangan Mach ≥ 1.4 sebagai kecepatan supersonik. Tetapi, jika pada input
dimasukkan HIPERS = .TRUE. maka Digital Datcom mendefinisikan bilangan
Mach ≥ 1.4 sebagai kecepatan hipersonik.
Digital Datcom mengijinkan analisis subsonik pada Mach ≤ 0.99 dengan
menggunakan variabel STMACH, dengan batasan 0.6 ≤ STMACH ≤ 0.99.
Demikian pula untuk analisis supersonik, dapat dilakukan pada Mach ≥ 1.01
dengan menggunakan variabel TSMACH, dengan batasan 1.01 ≤ TSMACH ≤ 1.4.
Harga batas untuk variabel STMACH dan TSMACH di atas adalah harga yang
tetap dan tidak dapat diubah, misalnya jika dimasukkan harga STMACH = 0.999
atau TSMACH = 1.001, maka program Digital Datcom akan menunjukkan pesan
kesalahan.
Program Digital Datcom akan membagi daerah Mach seperti pada Tabel 3.4
jika kedua variabel tersebut tidak dimasukkan. Dengan demikian daerah bilangan
Mach dapat didefinisikan ulang seperti dalam Tabel 3.5. Dalam Tabel ini juga
terlihat bahwa kecepatan supersonik dan hipersonik dibatasi oleh bilangan Mach
Bab 3
Perhitungan Parameter Aerodinamika
Roket RX 250 LAPAN Dengan Digital Datcom 35
5. Efek jet dan propeller hanya dapat diterapkan pada parameter stabilitas
longitudinal pada kecepatan subsonik.
6. Hanya satu high lift atau bidang kendali yang dapat dianalisis pada satu
waktu.
7. Jet flaps dipandang sebagai high lift dan bidang kendali simetris. Metode
ini hanya berlaku pada parameter stabilitas longitudinal pada kecepatan
subsonik.
8. Program (Digital Datcom) menggunakan input namelist untuk
mendefinisikan konfigurasi komponen untuk disintesis. Sebabai contoh,
adanya namelist HTPLNF menyebabkan Digital Datcom mengasumsikan
bahwa konfigurasi ini memiliki ekor horizontal.
Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan berhubungan dengan batasan
nomor 1, 3, dan 8. Batasan-batasan yang lain tidak menjadi kendala, karena
konfigurasi yang digunakan tidak berhubungan dengan batasan-batasan tersebut.
Pembagian grup input ini dapat disajikan dengan lebih sistematis dengan
Tabel 3.6. Pada Tabel 3.6 ini terdapat namelist yang merupakan kata-kata kunci
dalam eksekusi program. Penjelasan lanjut mengenai namelist ini dapat dilihat
pada lampiran.
Dalam penelitian Tugas Akhir ini, output yang menjadi sumber perhatian
adalah karakteristik aerodinamika, khususnya yang berkaitan dengan kestabilan
statik longitudinal, yaitu CL, CD, dan Cm. Hasil perhitungan Digital Datcom ini
selanjutnya digunakan dalam simulasi gerak roket. Output Digital Datcom untuk
roket RX 250 dapat dilihat pada Lampiran C.
300
200
100
0
0 100 200 300 400 500 600
-100
-200
-300
Airfoil yang dipakai pada sirip roket RX 250 adalah airfoil segilima
(Gambar 3.8). Dalam Digital Datcom, airfoil seperti ini tidak dapat dianalisis.
Airfoil yang dapat dianalisis oleh Digital Datcom hanya airfoil yang memiliki
koordinat upper dan lower yang bertemu di TE. Karena keterbatasan ini, maka
airfoil yang diinputkan pada program diubah sedikit, yaitu dengan mengubah
bagian di TE sehingga koordinat upper dan lower bertemu di TE (Gambar 3.8).
Sedangkan airfoil yang dipilih sebagai acuan dalam penentuan penampang sirip
ini adalah airfoil pada bagian sirip yang memiliki panjang chord rata-rata atau
mean aerodynamic chord (MAC). Panjang MAC adalah 325.65 mm, seperti
terlihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.7.
Bab 3
Perhitungan Parameter Aerodinamika
Roket RX 250 LAPAN Dengan Digital Datcom 43
Airfoil yang dapat dianalisis oleh Digital Datcom adalah airfoil yang
memiliki TE runcing. Karena itu, airfoil roket RX 250 yang digunakan sebagai
input pada Digital Datcom harus diubah dari aslinya yang semula memiliki TE
tumpul menjadi runcing. Bagian yang runcing ini diasumsikan memiliki panjang
1% x MAC. Harga 1% ini dipilih dengan pertimbangan agar perubahan geometri
airfoil ini tidak terlalu besar terhadap airfoil aslinya. Dan diharapkan perubahan
geometri yang sedikit ini tidak menyebabkan perubahan karakteristik
aerodinamika yang cukup besar dibanding airfoil aslinya.
Bab 3
Perhitungan Parameter Aerodinamika
Roket RX 250 LAPAN Dengan Digital Datcom 44
x(cm) r (cm)
0 0
5 2.0715
10 3.9365
15 5.6029
20 7.0777
25 8.3666
30 9.4745
35 10.4055
40 11.1629
45 11.7494
50 12.1669
55 12.4168
60 12.5000
Gambar dari geometri hidung pada Tabel 3.8 dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Untuk mendapatkan ujung bola dengan diameter 141.55 cm seperti pada Gambar
3.3, maka pada namelist BODY pada input Digital Datcom ditambahkan namelist
DS=141.55. Data koordinat hidung ini pada input program dimasukkan dalam
Bab 3
Perhitungan Parameter Aerodinamika
Roket RX 250 LAPAN Dengan Digital Datcom 47
namelist BODY bersama dengan data koordinat tabung payload, tabung motor,
dan tabung sirip. Data koordinat dalam namelist BODY ini disajikan pada Tabel
3.9.
x (cm) r (cm)
0.0 0.0000
10.0 3.9365
20.0 7.0777
30.0 9.4745
40.0 11.1629
50.0 12.1669
60.0 12.5000
80.0 12.5000
120.0 12.5000
160.0 12.5000
200.0 12.5000
240.0 12.5000
280.0 12.5000
320.0 12.5000
360.0 12.5000
400.0 12.5000
465.6 12.5000
Bentuk body roket RX 250 berdasarkan Tabel 3.9 disajikan dengan Gambar
3.10. Pada Gambar ini terlihat bahwa geometri hidung juga disertakan. Koordinat
body roket ini dinyatakan dalam besaran r (radius), yang menunjukkan jarak
terhadap sumbu simetrisnya (sumbu longitudinal). sesuai dengan metode inputnya
ke dalam Digital Datcom.
Bab 3
Perhitungan Parameter Aerodinamika
Roket RX 250 LAPAN Dengan Digital Datcom 48
1000
800
600
400
200
r (mm)
0
-200 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
-400
-600
-800
-1000
x (mm)
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
y/c
0
0
0.04
0.08
0.12
0.16
0.2
0.24
0.28
0.32
0.36
0.4
0.44
0.48
0.52
0.56
0.6
0.64
0.68
0.72
0.76
0.8
0.84
0.88
-0.01
-0.02
-0.03
-0.04
-0.05
x/c
Bab ini berisi tentang program simulasi gerak roket dua dimensi. Simulasi ini
merupakan solusi numerik dari persamaan gerak dua dimensi yang telah
dijelaskan dalam Bab 2. Metode yang digunakan dalam mendapatkan solusi
numerik persamaan gerak roket dua dimensi ini adalah integrasi Euler.
(i) Roket diluncurkan dengan peluncur tanpa gesekan. Pada saat roket
bergerak pada peluncur, sudut serang berharga nol sedangkan sudut lintas
terbang sama dengan sudut peluncuran.
(j) Permukaan Bumi berupa bidang datar.
(k) TAK Inersial yang digunakan adalah TAK Horizon Lokal (Gambar 4.1).
Dalam TAK ini, sumbu-x dan -y berimpit dengan permukaan bumi,
sedangkan arah sumbu-z diperoleh dengan menggunakan aturan tangan
kanan dengan arah positif ke atas.
dxe
(l) Laju perubahan xe, konstan
dt
(m) Gangguan dimodelkan dengan defleksi gaya dorong δ yang berharga
konstan, dan waktu ketika gangguan mulai muncul dinyatakan oleh
tgangguan.
Zi
Xi
d 2θ dθ ⎛ dI yy ⎞
I yy 2 = − ⎜ + mxe2 ⎟ + xe Fz + M aero
dt dt ⎝ dt ⎠
(4-1c)
karena TAK Inersial yang digunakan adalah TAK Horizon Lokal, maka diperoleh
percepatan gravitasi pada arah sumbu-x berharga nol (gx = 0). Jika g adalah besar
percepatan gravitasi Bumi, diperoleh gz = -g. Dengan demikian, persamaan (4-1)
menjadi
d2X
M = Fx cos θ − Fz sin θ + Ax cosθ − Az sin θ
dt 2
(4-2a)
d 2Z
M 2 = Fx sin θ + Fz cos θ − Mg + Ax sin θ + Az cosθ
dt
(4-2b)
d 2θ dθ ⎛ dI yy ⎞
I yy 2
=− ⎜ + mxe2 ⎟ + xe Fz + M aero
dt dt ⎝ dt ⎠
(4-2c)
Dengan mendefinisikan variabel-variabel berikut
dX dV d2X
Vx = dan ax = x = 2
dt dt dt
(4-3a)
Bab 4
Simulasi Gerak Dua Dimensi Roket RX 250 LAPAN Dengan Matlab 53
dZ dV d 2Z
Vz = dan az = z = 2
dt dt dt
(4-3b)
dθ dθ d 2θ
θ = dan θ = = 2
dt dt dt
(4-3c)
dI
Iyy = yy
dt
(4-3d)
maka persamaan (4-2) dapat dituliskan menjadi
ax = ( Fx cos θ − Fz sin θ + Ax cosθ − Az sin θ ) / M
(4-4a)
az = ( Fx sin θ + Fz cos θ − Mg + Ax sin θ + Az cosθ ) / M
(4-4b)
{ }
θ = −θ ( Iyy + mxe2 ) + xe Fz + M aero / I yy
(4-4c)
α =θ −γ
(4-8)
Zi
Zb
Xb
N
L
θ Vcm
Fa
α
γ
cm
cp l
D
α T
Mg
Xi
(4-9a)
az = ( Fx sin θ + Fz cos θ − Mg − D sin γ + L cos γ ) / M
(4-9b)
{ }
θ = −θ ( Iyy + mxe2 ) + xe Fz + M aero / I yy
(4-9c)
dengan integrasi Euler dan mengacu pada persamaan (4-3), solusi numerik
persamaan (4-9) dapat dilakukan sebagai berikut
Bab 4
Simulasi Gerak Dua Dimensi Roket RX 250 LAPAN Dengan Matlab 55
t +Δt
Vx = ∫ ax dt + Vxo
t
(4-10a)
t +Δt
X =∫ Vx dt + X io
t
(4-10b)
t +Δt
Vz = ∫ az dt + Vzo
t
(4-10c)
t +Δt
Z =∫ Vz dt + Z io
t
(4-10d)
t +Δt
θ = ∫ θdt + θo
t
(4-10e)
t +Δt
θ =∫ θdt + θ o
t
(4-10f)
Semua komponen berindeks ‘o’ dalam persamaan (4-10) di atas menunjukkan
harga awal pada saat t. Dalam selang waktu Δt yang sangat kecil, variabel dalam
tanda integral dianggap konstan, sehingga tanda integral dapat dihilangkan.
Dengan demikian persamaan (4-10) dapat dituliskan menjadi
Vx = ax Δt + Vxo
(4-11a)
X = Vx Δt + X io
(4-11b)
Vz = az Δt + Vzo
(4-11c)
Z = Vz Δt + Z io
(4-11d)
θ = θΔt + θo
(4-11e)
Bab 4
Simulasi Gerak Dua Dimensi Roket RX 250 LAPAN Dengan Matlab 56
θ = θΔt + θ o
(4-11f)
Persamaan (4-11) adalah solusi numerik dari persamaan gerak roket dua
dimensi. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan selang waktu integrasi,
Δt yang sangat kecil. Perhitungan dimulai pada suatu waktu awal, to dan berakhir
pada waktu akhir, tstop.
Variabel yang akan diamati untuk mengetahui kestabilan roket adalah sudut
serang α, sudut lintas terbang γ, dan sudut sikap (pitch) θ, dalam selang waktu
sejak roket diluncurkan hingga propelan habis. Karena itu, selang waktu yang
akan digunakan dalam simulasi ini adalah dari to = 0 hingga tstop = 15 detik.
Hasil perhitungan ini akan semakin teliti jika selang waktu integrasi, Δt
semakin kecil. Tetapi, proses perhitungan menjadi semakin lambat. Karena itu,
pemilihan Δt yang sesuai, dapat menghasilkan solusi yang akurat dengan proses
perhitungan yang cukup cepat. Dengan alasan tersebut, dalam simulasi gerak
dengan MATLAB ini digunakan Δt = 0.01 detik.
Selain digunakan parameter tstop, dalam program juga digunakan batasan
αstop untuk mengakhiri perhitungan, yang didefinisikan sebagai batas sudut serang
dimana penambahan sudut serang tidak menyebabkan penambahan gaya angkat.
Penjelasan lebih lanjut mengenai αstop ini dibahas dalam Bab 5.
Mulai
Input
(Harga Awal)
ya 2 2 2
X + Z ≤ lp
tidak
t ≤ tstop
ya
dan
α ≤ α stop
tidak
Output
Selesai
Dalam bab ini akan dibahas data hasil perhitungan parameter aerodinamika dan
kestabilan roket RX 250 Lapan dari Bab 3, serta hasil simulasi gerak roket dua
dimensi dari Bab 4.
Hasil perhitungan dari Bab 3 akan dibahas pada bagian pertama bab ini,
sedangkan hasil simulasi dari Bab 4 dibahas pada bagian kedua. Selanjutnya data
ini akan diolah dan kemudian dianalisis.
Alpha CL
(Deg) Ma = 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.05 1.2 2 3 4
-45 -0.4950 -0.4390 -0.3510 -0.1380 -0.2280 -2.6140 -2.3960 -2.6980 -2.4290 -2.3100
-40 -0.7000 -0.6550 -0.5850 -0.4110 -0.4840 -2.6410 -2.4260 -2.6510 -2.3250 -2.1770
-30 -0.9210 -0.8960 -0.8640 -0.7730 -0.8110 -2.3100 -2.0290 -2.2150 -1.7400 -1.5270
-25 -0.9250 -0.9110 -0.8950 -0.8410 -0.8630 -2.0270 -1.7320 -1.8180 -1.4010 -1.2150
-18 -0.8140 -0.8110 -0.8120 -0.8000 -0.8040 -1.5350 -1.2800 -1.0530 -0.9300 -0.8150
-16 -0.8030 -0.8000 -0.7970 -0.7910 -0.7920 -1.3790 -1.1440 -0.8830 -0.7880 -0.7050
-12 -0.7010 -0.7050 -0.7170 -0.7360 -0.7320 -1.0490 -0.8630 -0.6010 -0.5010 -0.4700
-8 -0.4930 -0.4980 -0.5090 -0.5260 -0.5200 -0.7000 -0.5740 -0.3700 -0.2830 -0.2480
-4 -0.2480 -0.2500 -0.2580 -0.2690 -0.2640 -0.3490 -0.2850 -0.1730 -0.1260 -0.1030
0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
4 0.2480 0.2500 0.2580 0.2690 0.2640 0.3490 0.2850 0.1730 0.1260 0.1030
8 0.4930 0.4980 0.5090 0.5260 0.5200 0.7000 0.5740 0.3700 0.2830 0.2480
12 0.7010 0.7050 0.7170 0.7360 0.7320 1.0490 0.8630 0.6010 0.5010 0.4700
16 0.8030 0.8000 0.7970 0.7910 0.7920 1.3790 1.1440 0.8830 0.7880 0.7050
18 0.8130 0.8090 0.8120 0.8070 0.8160 1.5350 1.2800 1.0530 0.9300 0.8150
25 0.7040 0.7190 0.7630 0.8220 0.9460 2.0270 1.7320 1.8180 1.4010 1.2150
30 0.6510 0.6770 0.7430 0.8250 0.9930 2.3100 2.0290 2.2150 1.7400 1.5270
40 0.5280 0.5590 0.6340 0.7200 0.9180 2.6410 2.4260 2.6510 2.3250 2.1770
45 0.4210 0.4480 0.5150 0.5870 0.7840 2.6140 2.3960 2.6980 2.4290 2.3100
8 -2.0321 -2.0529 -2.1106 -2.1934 -2.1571 -2.8725 -2.1984 -0.7860 -0.2774 -0.1313
12 -2.8959 -2.9105 -2.9741 -3.0671 -3.0401 -4.1547 -3.1605 -1.1805 -0.3758 -0.1396
16 -3.2588 -3.2306 -3.2162 -3.1830 -3.1844 -5.2651 -3.9786 -1.5949 -0.4594 -0.2148
18 -3.2293 -3.1954 -3.2046 -3.1782 -3.2234 -5.7373 -4.3190 -1.8337 -0.5344 -0.2927
25 -2.3090 -2.3674 -2.6033 -2.9180 -3.6113 -6.8234 -5.0293 -3.4716 -1.0871 -0.7793
30 -1.7352 -1.8427 -2.2143 -2.6776 -3.6649 -6.9405 -4.9642 -4.2160 -1.9737 -1.3658
40 -0.1635 -0.2502 -0.7043 -1.2354 -2.5916 -5.2830 -3.2764 -5.2053 -4.5018 -4.7102
45 1.3098 1.2981 0.8860 0.4203 -1.0746 -3.6394 -1.8740 -5.0934 -4.7350 -5.1833
Hasil-hasil perhitungan di atas akan dianalisis pada pasal 5.1.2 bagian (b).
0.12
h=0
0.1
5000
0.08 10000
CD
0.06 15000
20000
0.04
25000
0.02
30000
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Bilangan Mach
0.25 h=0
0.2
5000
10000
CL
0.15
15000
0.1 20000
25000
0.05
30000
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Bilangan Mach
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
-0.2
h=0
5000
-0.4
10000
15000
Cm
-0.6
20000
-0.8
25000
30000
-1
-1.2
Bilangan Mach
Perubahan CL terhadap bilangan Mach dapat dilihat pada Gambar 5.2. Pada
gambar ini terlihat bahwa CL naik sampai bilangan Mach = 0.7, dan kemudian
turun untuk M > 0.7. Dari gambar ini juga terlihat bahwa CL relatif konstan
terhadap perubahan tinggi terbang.
Perubahan Cm terhadap bilangan Mach serupa dengan CL. Pada Gambr 5.3
terlihat bahwa Cm turun sampai bilangan Mach = 0.7 dan kemudian naik untuk
bilangan Mach > 0.7. Dari gambar terlihat bahwa Cm relatif tetap meskipun tinggi
terbang berubah.
3
Ma = 0.1
2.5 0.3
0.5
2 0.7
0.9
CD
1.5
1.05
1 1.2
2
0.5 3
4
0
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
Sudut Serang (Deg)
Pada Gambar 5.4 terlihat bahwa harga CD cenderung simetrik terhadap sudut
serang nol. Dari gambar ini juga dapat dilihat bahwa harga CD untuk bilangan
Mach < 1 dan sudut serang < -20o atau > 20o cukup kecil, yaitu kurang dari 0.5.
Bab 5
Analisis Hasil Perhitungan Dan Simulasi 67
Sementara dalam interval sudut serang yang sama, harga CD untuk bilangan
Mach > 1 sangat besar, yaitu lebih dari 0.5. Secara umum dapat dilihat bahwa
harga CD bertambah seiring bertambahnya sudut serang dan bilangan Mach.
Pada Gambar 5.5 dapat dilihat bahwa harga CL bertambah seiring
bertambahnya sudut serang dan bilangan Mach. Dari gambar ini juga dapat dilihat
batas sudut serang dimana variasi CL tidak lagi bertambah seiring bertambahnya
sudut serang. Sudut serang dimana CL tidak lagi naik ini didefinisikan sebagai
sudut serang stop, αstop. Dari gambar terlihat bahwa untuk bilangan Mach < 1
harga αstop ini sekitar 20o, sedangkan untuk bilangan Mach > 1 harga αstop sekitar
40o. Sudut serang stop ini digunakan sebagai batas dihentikannya simulasi gerak
roket, jika sudut serang sudah mencapai harga tersebut. Simulasi dihentikan
karena untuk α > αstop harga parameter aerodinamika hasil perhitungan Digital
Datcom sudah tidak valid lagi. Kesalahan perhitungan Digital Datcom untuk ini
dapat dilihat dari harga CD yang tidak simetrik pada interval sudut serang tersebut.
Misalnya untuk Mach = 3, harga CD pada α = -42o tidak sama dengan harga CD
pada α = 42o. Seharusnya, harga CD pada sudut serang tersebut berharga sama
karena geometri roket RX 250 simetri terhadap sumbu longitudinalnya.
Variasi Cm terhadap sudut serang dapat dilihat pada Gambar 5.6. Pada
gambar ini terlihat bahwa harga Cm menurun seiring bertambahnya sudut serang
sampai pada suatu sudut serang tertentu. Untuk bilangan Mach < 1, harga Cm
menurun dari sudut serang –18o hingga sudut serang sekitar 18o. Pada interval ini
dapat dilihat bahwa turunan Cm terhadap sudut serang, C m α adalah negatif. Sesuai
dengan kriteria kestabilan statik longitudinal, maka pada interval ini roket stabil
statik. Sedangkan untuk sudut serang, α < –18o atau α > 18o, diperoleh harga
C m α positif, yang menunjukkan bahwa roket tidak stabil statik. Untuk bilangan
2 Ma = 0.1
0.3
0.5
1
0.7
0.9
CL
0
1.05
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
1.2
-1
2
3
-2 4
-3
Sudut Serang (Deg)
6
Ma = 0.1
4 0.3
0.5
2 0.7
0.9
Cm
0
1.05
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
-2 1.2
2
-4 3
4
-6
-8
Sudut Serang (Deg)
Grafik Cm terhadap x cm
0
2.82 2.84 2.86 2.88 2.9 2.92 2.94 2.96
-0.2
M = 0.1
M = 0.3
-0.4
M = 0.5
M = 0.7
Cm
-0.6
M = 1.5
M = 2.0
-0.8 M = 2.5
-1
-1.2
x cm
2.5
Alpha = 0 Deg
4
2 8
12
16
CD
1.5
18
25
1 30
40
0.5 45
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Bilangan Mach
3.5
3 Alpha = 0 Deg
4
2.5 8
12
2
16
CL
1.5 18
25
1 30
40
0.5
45
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Bilangan Mach
2
Alpha = 0 Deg
0
4
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
-2 8
12
-4
16
Cm
18
-6
25
-8
30
40
-10
45
-12
Bilangan Mach
Gambar 5.8, 5.9, dan 5.10 dapat disajikan ulang dalam grafik tiga dimensi
menggunakan MATLAB. Hasil pengolahan lanjut dengan MATLAB disajikan
dalam Gambar 5.11, 5.12, dan 5.13.
Grafik CD sebagai Fungsi dari Bilangan Mach dan Sudut Serang
2.5
1.5
CD
0.5
0
50
40 4
30 3.5
3
2.5
20 2
1.5
10 1
0.5
0 0
Sudut Serang
Bilangan Mach
3.5
2.5
2
CL
1.5
0.5
0
50
40 4
30 3.5
3
2.5
20 2
1.5
10 1
0.5
0 0
Sudut Serang
Bilangan Mach
-2
-4
Cm
-6
-8
-10
50
40 4
30 3.5
3
2.5
20 2
1.5
10 1
0.5
0 0
Sudut Serang
Bilangan Mach
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
70
γ (derajat)
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
75
θ (derajat)
70
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
α (derajat) 10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
75
γ (derajat)
70
65
60
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
80
θ (derajat)
75
70
65
60
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
85
γ (derajat)
80
75
70
65
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
90
θ (derajat)
80
70
60
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
α (derajat) 10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
90
γ (derajat)
85
80
75
70
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
100
θ (derajat)
90
80
70
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
α (derajat)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
95
γ (derajat)
90
85
80
75
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
100
θ (derajat)
90
80
70
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
110
γ (derajat)
100
90
80
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
110
θ (derajat)
100
90
80
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
70
γ (derajat)
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
75
θ (derajat)
70
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
α (derajat)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
70
γ (derajat)
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
75
θ (derajat)
70
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
70
γ (derajat)
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
75
θ (derajat)
70
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
110
γ (derajat)
100
90
80
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
110
θ (derajat)
100
90
80
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
5
α (derajat)
-5
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
60
γ (derajat)
55
50
45
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
60
θ (derajat)
55
50
45
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
0.5
-0.5
-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
α (derajat)
0
-10
-20
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
90
γ (derajat)
80
70
60
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
90
θ (derajat)
80
70
60
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
-1000
-2000
-3000
-4000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
6000
4000
2000
-2000
-4000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
20
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
60
γ (derajat)
59
58
57
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Sudut Sikap vs Waktu
80
θ (derajat)
70
60
50
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
-500
-1000
-1500
-2000
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Waktu (detik)
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
70
γ (derajat)
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
75
θ (derajat)
70
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
-5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
65
γ (derajat)
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
70
θ (derajat)
65
60
55
50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
2000
-2000
-4000
-6000
-8000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
-2
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
65
γ (derajat)
60
55
50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
65
θ (derajat)
60
55
50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
2000
-2000
-4000
-6000
-8000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
α (derajat) 2
-2
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
65
γ (derajat)
60
55
50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
65
θ (derajat)
60
55
50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
2000
-2000
-4000
-6000
-8000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
α (derajat) 2
-2
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
65
γ (derajat)
60
55
50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
65
θ (derajat)
60
55
50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
2000
-2000
-4000
-6000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
6.1 Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
(a) Secara aerodinamis, roket RX 250 memenuhi syarat kestabilan statik
longitudinal dalam interval sudut serang tertentu. Ini terlihat pada harga
C m α yang negatif. Untuk kecepatan subsonik, roket ini stabil statik dalam
interval sudut serang antara –20o sampai 20o. Batas sudut serang ini
bertambah untuk kecepatan supersonik, yaitu dalam interval –30o sampai 30o
pada bilangan Mach 1 sampai 2. Sedangkan pada bilangan Mach lebih dari
2, interval sudut serang ini adalah –40o sampai 40o. Interval sudut serang
agar roket stabila statik ini bertambah seiring bertambahnya bilangan Mach
disebabkan energi kinetik yang dimiliki aliran udara semakin besari seirng
bertambahnya bilangan Mach, sehingga aliran udara lebih mampu bertahan
melekat (attach) dipermukaan roket pada sudut serang yang besar.
(b) Sudut peluncuran, θo berpengaruh terhadap kestabilan gerak roket sesaat
setelah roket meninggalkan peluncur. Pada θo = 65o, terlihat bahwa
simpangan yang terjadi pada sudut serang sesaat setelah roket meninggalkan
peluncur adalah sekitar 3o. Pada θo yang lebih besar, yaitu 70o, 75o, 80o, dan
85o, simpangan ini terus menurun. Pada θo = 85o simpangan sudut serang ini
sekitar 0.5o. Jadi semakin besar sudut peluncuran, semakin kecil simpangan
yang terjadi pada sudut serang sesaat setelah meninggalkan peluncur.
(c) Sudut defleksi gaya dorong, δ berpengaruh besar terhadap kestabilan gerak
roket. Ini terlihat pada simpangan sudut serang yang terjadi ketika sudut
defleksi gaya dorong ini terjadi. Pada δ = 0, tidak terjadi simpangan pada
sudut serang, tetapi pada δ = -3o terjadi simpangan sudut serang sebesar 16o,
Bab 6
Kesimpulan Dan Saran 95
6.2 Saran
Setelah mengkaji ulang proses dan hasil dari analisis yang telah dilakukan, ada
beberapa saran yang dapat disampaikan, baik kepada pihak yang berkaitan dengan
industri roket, khususnya Lapan, maupun pihak yang berminat untuk melakukan
kajian di bidang peroketan, berikut ini :
(a) Perlu adanya uji terhadap gaya dorong yang dihasilkan roket RX 250
LAPAN apakah berimpit dengan sumbu longitudinal roket (δ = 0) atau tidak
(δ ≠ 0). Sebab adanya sudut defleksi gaya dorong ini berpengaruh besar
Bab 6
Kesimpulan Dan Saran 96
Berikut ini akan disajikan persamaan gerak lengkap sebuah roket yang disarikan
dari [Ref. 1 dan 11]. Persamaan gerak yang disajikan ini diturunkan dengan
mendefinisikan roket sebagai sebuah sistem massa yang dibatasi permukaan S,
yang terbagi atas SR permukaan dinding luar roket dan Ae yang menyatakan
permukaan keluaran nosel (Gambar A.1). Dalam penurunan persamaan gerak ini
digunakan asumsi berikut :
1. Semua massa yang dibatasi permukaan S merupakan benda kaku (rigid
body), kecuali propelan. Ini alasan digunakannya istilah benda kaku
untuk roket. Pada kenyataannya, tidak ada roket yang kaku (rigid).
2. Permukaan SR memiliki sebuah sumbu simetri, yaitu sumbu longitudinal
roket.
3. Pusat massa roket terletak pada sumbu longitudinal.
4. Sumbu longitudinal adalah sumbu inersia.
Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas, gerak roket dapat didekati sangat
baik dengan persamaan gerak yang akan diturunkan berikut ini.
SR Sumbu Longitudinal
Ae
dan Ω adalah kecepatan sudut roket relatif terhadap kerangka inersial, persamaan
gerak roket dapat dituliskan menjadi :
dVcm
M = Fs + Wc + Frel
dt
(A-1)
⎛ dΩ ⎞
∫ r×⎜ × r ⎟ dM + ∫ r × {Ω × ( Ω × r )} dM = M cm + M c + M rel
M
⎝ dt ⎠ M
(A-2)
dimana adalah vektor posisi dari elemen massa dM relatif terhadap pusat massa
roket. Bentuk di sisi kanan persamaan di atas adalah gaya nyata dan luar serta
momen nyata dan luar. Gaya dan momen ini dapat dinyatakan sebagai berikut
∂r
Fc = −2Ω × ∫ dM
M ∂t
(A-3)
∂ 2r
Frel = − ∫ dM
M ∂t 2
(A-4)
⎛ ∂r ⎞
M c = −2∫ r × ⎜ Ω × ⎟dM
M
⎝ ∂t ⎠
(A-5)
∂ 2r
M rel = − ∫ r × 2 dM
M ∂t
(A-6)
faktor ∂r/∂t dan ∂2r/∂t2 dalam persamaan ini menyatakan kecepatan dan
percepatan relatif produk pembakaran terhadap pusat massa roket. Jika V dan a
adalah kecepatan dan percepatan hasil pembakaran relatif terhadap struktur roket,
maka diperoleh hubungan berikut
Lampiran A
Persamaan Gerak Roket Dalam Ruang (Tiga Dimensi) 101
∂r
= V − u cm
∂t
(A-7)
∂ 2r
= a − a cm
∂t 2
(A-8)
dimana ucm dan acm adalah kecepatan dan percepatan pusat massa relatif terhadap
struktur roket.
(A-11)
Sedangkan gaya relatif dapat dinyatakan sebagai berikut
∂
Frel = − ( mre ) − m ( Ve − ucm )
∂t
(A-12)
Dimana Ve adalah kecepatan rata-rata aliran massa hasil pembakaran
1
V ( ρ V in ) dAe
m ∫Ae
Ve =
(A-13)
Lampiran A
Persamaan Gerak Roket Dalam Ruang (Tiga Dimensi) 102
pada umumnya, kecepatan relatif dari pusat massa dan pusat massa aliran hasil
pembakaran sangat kecil dibandingkan kecepatan rata-rata aliran massa
pembakaran. Selain itu, laju perubahan massa sangat kecil sehingga perbandingan
bentuk re dm/dt dapat diabaikan terhadap mVe. Dengan demikian, gaya relatif
dapat didekati dengan
Frel = − mVe
(A-14)
A.3 Gaya Luar
Gaya luar total merupakan penjumlahan antara gaya gravitasi (gaya berat), gaya
aerodinamik, dan gaya tekan udara. Gaya luar total ini dinyatakan sebagai berikut
Fs = Fa + W − ∫
Ae
( p − pa )ndAe
(A-15)
M
(
I xx = ∫ y 2 + z 2 ) dM J xy = J yx = ∫ − xy dM
M
M
(
I yy = ∫ x 2 + z 2 ) dM J xz = J xz = ∫ − xz dM
M
Lampiran A
Persamaan Gerak Roket Dalam Ruang (Tiga Dimensi) 103
M
(
I zz = ∫ x 2 + y 2 ) dM J yz = J yz = ∫ − yz dM
M
(A-18)
Ixx, Iyy, Izz disebut sebagai momen inersia, sedangkan Jxy, Jxz, Jyz dan seterusnya
disebut sebagai inersia silang. Dengan memilih pusat massa sebagai titik asal
sistem koordinat, maka diperoleh harga inersia silang sama dengan nol, sehingga
komponen tensor inersia hanya tinggal momen inersia (Ixx, Iyy, dan Izz).
Sementara, momen relatif dapat dinyatakan sebagai berikut
M rel = − mre × Ve
(A-19)
(A-21)
d
( IiΩ ) = −mre × ( Ω × re ) − mre × Ve − ∫Ae ( p − pa ) r × ndAe + M a
dt
(A-22)
Selanjutnya didefinisikan
F = − mVe − ∫
Ae
( p − pa ) ndAe
(A-23)
Lampiran A
Persamaan Gerak Roket Dalam Ruang (Tiga Dimensi) 104
Gaya F ini disebabkan kerja dari motor roket. Karena itu, gaya ini disebut sebagai
gaya dorong (thrust). Bagian pertama disebut impulse thrust dan bagian kedua
disebut pressure thrust. Jika arah gaya dorong ini tidak mengarah ke pusat massa
roket, maka akan timbul momen
M F = −mre × Ve − ∫
Ae
( p − pa ) r × ndAe
(A-24)
Karena impulse thrust jauh lebih besar dibanding pressure thrust, maka momen
gaya dorong ini dapat didekati dengan
M F = re × F
(A-25)
dan akhirnya, diperoleh persamaan gerak berikut
dVcm
M = F + W + Fa
dt
(A-26)
d
( I ⋅ Ω ) = −mre × ( Ω × re ) + re × F + M a
dt
(A-27)
selanjutnya, persamaan gerak di atas akan diuraikan menjadi enam persamaan
skalar. Untuk menyederhanakan, maka digunakan Tata Acuan Koordinat (TAK)
Benda sebagai acuan. Karena TAK Benda berputar dengan kecepatan sudut Ω
terhadap TAK inersial, maka diperoleh hubungan berikut
dVcm ∂Vcm
= + Ω × Vcm
dt ∂t
(A-28)
d ∂I ∂Ω
( I i Ω ) = iΩ + I i + Ω × ( I i Ω )
dt ∂t ∂t
(A-29)
Vektor-vektor dalam persamaan (A-26) dan (A-27) diuraikan dalam TAK Benda
sebagai berikut :
Lampiran A
Persamaan Gerak Roket Dalam Ruang (Tiga Dimensi) 105
Vcm = [u v w] Eb
(A-30a)
F = [Fx Fy Fz] Eb
(A-30b)
g = [gx gy gz] Eb
(A-30c)
Fa = [Ax Ay Az] Eb
(A-30d)
Ma = [L’ M’ N’] Eb
(A-30e)
re = [xe ye ze] Eb
(A-30f)
Ω = [p q r] Eb
(A-30g)
Gaya Fy dan Fz cukup kecil dibandingkan dengan Fx, dan begitu pula ye dan ze
dibandingkan dengan xe, karena bentuk ini merupakan akibat dari
ketidaksimetrisan (asymmetry), yang dibatasi berharga minimum. Karenanya,
nilai orde-kedua dari bentuk-bentuk di atas akan diabaikan.
Subtitusi persamaan (A-28) sampai (A-30) ke persamaan (A-26) dan (A-27)
menghasilkan
= M (vr − wq ) + Fx + Mg x + Ax
du
M
dt
(A-31a)
= M (wp − ur ) + Fy + Mg y + Ay
dv
M
dt
(A-31b)
= M (uq − vp ) + Fz + Mg z + Az
dw
M
dt
(A-31c)
Lampiran A
Persamaan Gerak Roket Dalam Ruang (Tiga Dimensi) 106
= − p xx + rq (I yy − I zz ) + mxe ( y e q + z e r ) + L'
dp dI
I xx
dt dt
(A-31d)
dI yy
+ pr (I zz − I xx ) − mqxe2 − xe Fz + z e Fx + M '
dq
I yy = −q
dt dt
(A-31e)
= −r zz + pq (I xx − I yy ) − mrxe2 + x e Fy − y e Fx + N '
dr dI
I zz
dt dt
(A-31f)
Persamaan (A-31) di atas adalah persamaan gerak lengkap roket di dalam ruang
tiga dimensi pada TAK Benda.
LAMPIRAN B
Berikut ini akan disajikan program input untuk Digital Datcom yang digunakan
untuk melakukan perhitungan karakteristik aerodinamika roket RX 250. Listing
lengkap program tersebut dapat dilihat di bawah ini :
DIM CM
DUMP
$FLTCON
STMACH=0.99,
TSMACH=1.01,
NMACH=20.0,
MACH(1)=0.001,0.1,0.2,0.3,0.4,0.5,0.6,0.7,0.8,0.9,0.95,1.02,
1.05,1.2,1.5,2.0,2.5,3.0,3.5,4.0,
NALPHA=19.0,
ALSCHD(1)=-45.0,-40.0,-30.0,-25.0,-18.0,-16.0,-12.0,-8.0,-
4.0,0.0,4.0,8.0,12.0,16.0,18.0,25.0,30.0,40.0,45.0,
NALT=20.0,
ALT(1)=0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,
0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,0.0,
$END
$OPTINS
SREF=3838.86,
CBARR=32.565,
BLREF=108.0,
$END
$SYNTHS
XCG=282.86,
ZCG=0.0,
$END
$BODY
NX=17.0,
X(1)=0.0,10.0000,20.0000,30.0000,40.0000,50.0000,60.0,80.0,12
0.0,160.0,200.0,240.0,280.0,320.0,360.0,400.0,465.6,
R(1)=0.0,03.9365,07.0777,09.4745,11.1629,12.1669,12.5,12.5,01
2.5,012.5,012.5,012.5,012.5,012.5,012.5,012.5,012.5,
BNOSE=2.0,
DS=14.155,
BLN=60.0,
BLA=412.5,
$END
$SYNTHS
XW=423.1,
ZW=0.0,
ALIW=0.0,
Lampiran B
Program Input Untuk Digital Datcom 108
XV=423.1,
ZV=0.0,
XVF=423.1,
ZVF=0.0,
$END
$WGPLNF
CHRDTP=22.6,
SSPNE=41.5,
SSPN=54.0,
CHRDR=48.4939,
SAVSI=25.58,
CHSTAT=0.0,
TWISTA=0.0,
SSPNDD=0.0,
DHDADI=0.0,
DHDADO=0.0,
TYPE=1.0,
$END
$WGSCHR
TYPEIN=1.0,
NPTS=28.0,
XCORD(1)=0.0000,0.0125,0.0250,0.0375,0.0500,0.0625,0.0750,0.0
875,0.0925,0.2000,0.3000,0.4000,0.5000,0.6000,0.7000
,0.8000,0.9000,0.9900,0.9910,0.9920,0.9930,0.9940,0.
9950,0.9960,0.9970,0.9980,0.9990,1.0000,
YUPPER(1)=0.0000,0.0021,0.0042,0.0063,0.0083,0.0104,0.0125,0.
0146,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.015
4,0.0154,0.0154,0.0154,0.0139,0.0123,0.0108,0.0093,0
.0077,0.0062,0.0046,0.0031,0.0015,0.0000,
YLOWER(1)=0.0000,-0.0021,-0.0042,-0.0063,-0.0083,-0.0104,-
0.0125,-0.0146,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-
0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-
0.0139,-0.0123,-0.0108,-0.0093,-0.0077,-0.0062,-
0.0046,-0.0031,-0.0015,0.0000,
$END
$VTPLNF
CHRDTP=22.6,
SSPNE=41.5,
SSPN=54.0,
CHRDR=48.4939,
SAVSI=25.58,
CHSTAT=0.0,
TWISTA=0.0,
SSPNDD=0.0,
DHDADI=0.0,
DHDADO=0.0,
TYPE=1.0,
$END
$VTSCHR
TYPEIN=1.0,
NPTS=28.0,
XCORD(1)=0.0000,0.0125,0.0250,0.0375,0.0500,0.0625,0.0750,0.0
875,0.0925,0.2000,0.3000,0.4000,0.5000,0.6000,0.7000
,0.8000,0.9000,0.9900,0.9910,0.9920,0.9930,0.9940,0.
9950,0.9960,0.9970,0.9980,0.9990,1.0000,
Lampiran B
Program Input Untuk Digital Datcom 109
YUPPER(1)=0.0000,0.0021,0.0042,0.0063,0.0083,0.0104,0.0125,0.
0146,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.015
4,0.0154,0.0154,0.0154,0.0139,0.0123,0.0108,0.0093,0
.0077,0.0062,0.0046,0.0031,0.0015,0.0000,
YLOWER(1)=0.0000,-0.0021,-0.0042,-0.0063,-0.0083,-0.0104,-
0.0125,-0.0146,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-
0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-
0.0139,-0.0123,-0.0108,-0.0093,-0.0077,-0.0062,-
0.0046,-0.0031,-0.0015,0.0000,
$END
$VFPLNF
CHRDTP=22.6,
SSPNE=41.5,
SSPN=54.0,
CHRDR=48.4939,
SAVSI=25.58,
CHSTAT=0.0,
TWISTA=0.0,
SSPNDD=0.0,
DHDADI=0.0,
DHDADO=0.0,
TYPE=1.0,
$END
$VFSCHR
TYPEIN=1.0,
NPTS=28.0,
XCORD(1)=0.0000,0.0125,0.0250,0.0375,0.0500,0.0625,0.0750,0.0
875,0.0925,0.2000,0.3000,0.4000,0.5000,0.6000,0.7000
,0.8000,0.9000,0.9900,0.9910,0.9920,0.9930,0.9940,0.
9950,0.9960,0.9970,0.9980,0.9990,1.0000,
YUPPER(1)=0.0000,0.0021,0.0042,0.0063,0.0083,0.0104,0.0125,0.
0146,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.0154,0.015
4,0.0154,0.0154,0.0154,0.0139,0.0123,0.0108,0.0093,0
.0077,0.0062,0.0046,0.0031,0.0015,0.0000,
YLOWER(1)=0.0000,-0.0021,-0.0042,-0.0063,-0.0083,-0.0104,-
0.0125,-0.0146,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-
0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-0.0154,-
0.0139,-0.0123,-0.0108,-0.0093,-0.0077,-0.0062,-
0.0046,-0.0031,-0.0015,0.0000,
$END
SAVE
CASEID ROCKET RX 250, XCG = 282.86, ZCG = 0,
LAMPIRAN C
1 AUTOMATED STABILITY AND CONTROL METHODS PER APRIL 1976 VERSION OF DATCOM
CHARACTERISTICS AT ANGLE OF ATTACK AND IN SIDESLIP
WING-BODY-VERTICAL TAIL-VENTRAL FIN CONFIGURATION
ROCKET RX 250, XCG = 282.86, ZCG = 0,
1 AUTOMATED STABILITY AND CONTROL METHODS PER APRIL 1976 VERSION OF DATCOM
CHARACTERISTICS AT ANGLE OF ATTACK AND IN SIDESLIP
WING-BODY-VERTICAL TAIL-VENTRAL FIN CONFIGURATION
ROCKET RX 250, XCG = 282.86, ZCG = 0,
1 AUTOMATED STABILITY AND CONTROL METHODS PER APRIL 1976 VERSION OF DATCOM
CHARACTERISTICS AT ANGLE OF ATTACK AND IN SIDESLIP
WING-BODY-VERTICAL TAIL-VENTRAL FIN CONFIGURATION
ROCKET RX 250, XCG = 282.86, ZCG = 0,
-30.0 0.228 -0.864 3.0613 -0.862 -0.235 -3.550 -1.336E-02 1.105E-01 -7.662E-02
-25.0 0.199 -0.895 3.3030 -0.895 -0.197 -3.690 1.385E-03 1.704E-02 -7.184E-02
-18.0 0.146 -0.812 3.1155 -0.817 -0.112 -3.813 8.268E-03 3.256E-03 -6.457E-02
-16.0 0.135 -0.797 3.1392 -0.804 -0.090 -3.906 1.148E-02 -8.488E-03 -6.227E-02
-12.0 0.109 -0.717 2.9426 -0.725 -0.042 -4.061 3.597E-02 -1.291E-01 -5.760E-02
-8.0 0.074 -0.509 2.1065 -0.515 0.002 -4.092 5.749E-02 -2.347E-01 -5.300E-02
-4.0 0.050 -0.258 1.0650 -0.260 0.032 -4.090 6.369E-02 -2.633E-01 -4.827E-02
0.0 0.042 0.000 0.0000 0.000 0.042 ****** 6.438E-02 -2.654E-01 -4.331E-02
4.0 0.050 0.258 -1.0583 0.260 0.032 -4.064 6.369E-02 -2.638E-01 -3.814E-02
8.0 0.074 0.509 -2.1106 0.515 0.002 -4.100 5.749E-02 -2.395E-01 -3.277E-02
12.0 0.109 0.717 -2.9741 0.725 -0.042 -4.105 3.597E-02 -1.382E-01 -2.712E-02
16.0 0.135 0.797 -3.2162 0.804 -0.090 -4.002 1.148E-02 -1.632E-02 -2.098E-02
18.0 0.146 0.812 -3.2046 0.817 -0.112 -3.922 4.096E-03 2.358E-02 -1.781E-02
25.0 0.172 0.763 -2.6033 0.765 -0.167 -3.405 -5.219E-03 8.117E-02 -6.279E-03
30.0 0.201 0.743 -2.2143 0.744 -0.198 -2.975 -6.320E-03 1.022E-01 1.961E-03
40.0 0.265 0.634 -0.7043 0.656 -0.205 -1.074 -1.956E-02 2.624E-01 1.848E-02
45.0 0.291 0.515 0.8860 0.570 -0.158 1.555 -2.818E-02 3.738E-01 2.673E-02
1 AUTOMATED STABILITY AND CONTROL METHODS PER APRIL 1976 VERSION OF DATCOM
CHARACTERISTICS AT ANGLE OF ATTACK AND IN SIDESLIP
WING-BODY-VERTICAL TAIL-VENTRAL FIN CONFIGURATION
ROCKET RX 250, XCG = 282.86, ZCG = 0,
45.0 0.334 0.676 -0.2448 0.714 -0.242 -0.343 -3.266E-02 3.842E-01 2.773E-02
1 AUTOMATED STABILITY AND CONTROL METHODS PER APRIL 1976 VERSION OF DATCOM
CHARACTERISTICS AT ANGLE OF ATTACK AND IN SIDESLIP
WING-BODY-VERTICAL TAIL-VENTRAL FIN CONFIGURATION
ROCKET RX 250, XCG = 282.86, ZCG = 0,
Berikut ini disajikan tabel perhitungan momen inersia roket RX 250 LAPAN.
HASIL LENGKAP
SIMULASI GERAK ROKET RX 250 LAPAN
Berikut ini akan disajikan hasil lengkap simulasi gerak roket RX 250. Hasil
simulasi disajikan dalam Gambar E.1 sampai dengan E.6. Simulasi dilakukan
dengan harga panjang peluncur 10 meter, sudut peluncuran 60 derajat, sudut
defleksi gaya dorong –3 derajat, dan waktu terjadinya gangguan tgangguan = 1 detik.
10
-10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Lintas Terbang vs Waktu
70
γ (derajat)
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Sudut Sikap vs Waktu
75
70
θ (derajat)
65
60
55
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-5000
-10000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
0.15
CD
0.1
0.05
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
CL vs Waktu
1
0.5
CL
-0.5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Cm vs Waktu
2
0
Cm
-2
-4
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
Mach vs Waktu
4
3.5
2.5
Bilangan Mach
1.5
0.5
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
10000
5000
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
Jarak Horizontal (meter)
15000
Jarak Vertikal (meter)
10000
5000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
6000
Jarak Horizontal (meter)
4000
2000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
Temperatur vs Waktu
300
Temperatur (Kelvin)
280
260
240
220
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Rho vs Waktu
Kerapatan Udara (kg/m3)
1.5
0.5
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Percepatan Gravitasi vs Waktu
Percepatan Gravitasi (m/s 2)
9.81
9.8
9.79
9.78
9.77
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (detik)
Berikut ini akan disajikan perbandingan trayektori terbang roket RX 250 hasil uji
terbang LAPAN dengan hasil simulasi dalam penelitian Tugas Akhir ini.
Trayektori hasil uji terbang LAPAN disajikan dalam Gambar F.1 sedangkan
trayektori hasil simulasi disajikan dalam Gambar F.2, Gambar F.3, dan Gambar
F.4. Simulasi dilakukan dengan panjang peluncur 10 meter dan berbagai sudut
peluncuran (sudut elevasi).
18000
16000 65 Derajat
70 Derajat
14000
75 Derajat
Jarak Vertikal (m)
12000 80 Derajat
10000 85 Derajat
8000
6000
4000
2000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000
Jarak Horizontal (m)
80 Derajat
20000
85 Derajat
15000
10000
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000
Jarak Horizontal (m)
35000 65 Derajat
70 Derajat
30000
75 Derajat
Jarak Vertikal (m)
25000 80 Derajat
20000 85 Derajat
15000
10000
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000
Jarak Horizontal (m)
25000 80 Derajat
85 Derajat
20000
15000
10000
5000
0
-25000 -15000 -5000 5000 15000 25000
Jarak Horizontal (m)
Dengan penuh rasa syukur dan ikhlas, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis, sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir sarjana ini. Sebagai bukti penghargaan, penulis
abadikan nama-nama mereka dalam tulisan ini.