Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

Meningitis bakteri merupakan salah satu dari infeksi yang kemungkinan paling serius pada bayi dan anak yang lebih tua. Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang tinggi. Pola meningitis bakteri dan pengobatannya selama masa neonatus (0-28 hari) biasanya berbeda dengan polanya pada bayi yang lebih tua dan anak anak. 1,2 Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba. 1 Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit. Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus, Herpes Simplex Virus (HSV). 1 Pada referat ini akan dibahas lebih kepada meningitis bakterialis. Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika Serikat sudah menurun sejak diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Umumnya penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun. 1

BAB II PEMBAHASAN

I.

DEFINISI

Meningitis merupakan suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik/non spesifik atau virus, yang dapat menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). 1,3 Meningitis adalah infeksi yang menular, sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. 4 Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi bermingguminggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. 1

II.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu: a. Pia meter : Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini. b. Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter. c. Dura meter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. 4

Gambar 1 :anatomi menigea

III.

ETIOLOGI

Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu : streptokokus grup B, basili enterik gram negatif, dan listeria monocytogenes). Lagipula Haemophilus influenzae (baik strain yang tidak dapat di tipe maupun tipe b) dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua. 2

Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur : 1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes 2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus. 3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus. 4,7

Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS. 5

* Etiologi meningitis pada neonatal Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal ibu di mana flora usus gram negatif (Escherichia coli) dan Streptococcus grup B adalah patogen predominan. Pada neonatus preterm yang menerima berbagai terapi antimikroba, berbagai prosedur pembedahan sering didapatkan Staphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai penyebab meningitis. Listeria monocytogenes merupakan patogen yang jarang dijumpai tetapi sering menyebabkan mortalitas. 1 Meningitis Streptococcus grup B dengan onset dini yang terjadi dalam 7 hari pertama kehidupan sering dihubungkan dengan komplikasi obstetri sebelum atau saat persalinan. Penyakit ini sering menyerang bayi preterm atau pun bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Meningitis onset lanjut terjadi setelah 7 hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh patogen nosokomial atau patogen selama masa perinatal. Streptococcus grup B serotipe 3 adalah 90% penyebab meningitis onset lanjut. 1 Penggunaan alat bantu respirasi meningkatkan resiko meningitis oleh Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Infeksi oleh Citrobacter diversus dan Salmonella sp jarang terjadi tetapi memberikan mortalitas tinggi pada penderita yang juga menderita abses otak. 1 * Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak Pada bayi dan anak-anak, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin. 1 Bakteriyang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya : 1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus). Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anakanak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus). 5,6

2. Neisseria meningitidis (meningococcus). Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah. 5,6 3. Haemophilus influenzae (haemophilus). Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini. 5,6 4. Listeria monocytogenes (listeria). Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan). 5,6 5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis. 5,6

IV.

EPIDEMIOLOGI

Faktor risiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif (rumah, pusat perawatan harian, sekolah, asrama tentara), penuh sesak, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan kemungkinan tidak ada ASI untuk bayi umur 2-5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekresi atau tetesan saluran pernapasan. 1,2 Pada Haemophilus influenzae tidak berkapsul dan dapat ditemukan dalam tenggorok dan nasofaring sampai 80% anak dan orang dewasa; 2-5% mengidap H.influenzae tipe b. Pengidap H.influenzae tejadi terutama pada anak usia 1 bulan-4 tahun. Pada anak yang tidak divaksinasi infeksi H.influenzae tipe b invasif paling lazim pada bayi umur 2 bulan sampai 2 tahun, insiden puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan,

an 50% kasus terjadi pada usia tahun pertama. Penggunaan vaksin terhadap H.influenzae tipe b yang luas, mulai pada usia 2 bulan, disertai dengan peurunan dalam frekuensi infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini. 1,2 Tenggorok dan nasofaring pengidap S.pneumoniae didapat dari kontak kluarga sesudah lahir, adalah sementara 2-4bulan, sering disertai dengan produksi antibodi homotip, dan jika baru <1bulan merupakan faktor resiko untuk infeksi serius. Insiden meningitis pneumococcus adalah 1-3 per 100000, infeksi terjadi selama hidup. Resiko meningitis adalah 5-36 kali lebih besar pada anak kulit hitam dari pada kulit putih. Pada anak kulit hitam dengan anemia sel sabit, insiden bertambah sampai 300 kali insiden anak kulit putih. Sekiar 4% anak dengan anemia sel sabit akan mengembangkan meningitis pneumokokus sebelum usia 5tahun jika mereka tidak diberi antibodi profilaksis. Faktor resiko tambahan untuk menderita meningitis pneumokokus adalah bersama ptitis media, sinusitis, pneumonia, otorrhea atau rhinorhea CSS, splenektomi. 2 Pengidap Neisseria Meningitidis nasofaring terjadi pada 1-5% orang dewasa. Kolonisasi dapat berakhir beberapa minggu sampai beberapa bulan. Insiden penyakit secara bersama terjadi dalam hubungan dengan indeks kasus pada keluarga adalah 1%, suatu angka yang 1000 kali resiko pada populasi umum. Risiko kasus sekunder yang terjadi pada kontak di pusat-pusat perawatan harian adalah sekitar 1 dalam 1000. Kebanyakan infeksi anak didapat dari kontak pada fasilitas perawatan harian, dari anggota keluarga dewasa yag dikolonisasi atau dari semua penderita sakit dengan penyakit meningokokus. 2

V.

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisinya antara lain: infeksi saluran pernapasan, otitis media, mastoiditis, trauma kepala, hemoglobinopathy, infeksi HIV, keadaan defisiensi imun lainnya. Laki-laki > perempuan, faktor maternal (ketuban pecah dini), infeksi maternal pada akhir kehamilan (meningitis pada neonatus), penurunan mekanisme immune dan penurunan leukosit (meningitis pada BBL), anak dengan kekurangan imunoglobulin dan anak yang minum obat imunosupresant. 1,8

VI.

PATOFISIOLOGI

Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme : 1,4 Invasi fe dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial. Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun ( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP. 1,4

Gambar 2 : normal meninges dan infected maninges

Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-), 7

interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bakterial. 1 TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-45 menit inkulasi endotosin intrasisternal. 1 Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. 1 Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial. 1,4 Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produk-produk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik. 1 Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan

hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen. 1 8

Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB). 1 Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas atau henti jantung. 1

VII. KLASIFIKASI
KlasifikasiMeningitis dibagi menjadi bebrapa golongan yaitu : 1. Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia. 4

2. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Dilococcus pneumonia (pneumococcus), Neisseria meningitis (meningococcus), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
4

3. Meningitis Tuberkulosis Generalisata, gejalanya dapat berupa : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebabnya adalah kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Diagnosis Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi,test tuberkulin. 4

4 . Meningitis Kriptikokus adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau kotoran burung kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Diagnosis : darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat di tes untk kriptokokus dengan dua cara, yaitu tes yang disebut Crag, mencari antigen (protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Dan tes biakan, mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes Crag dapat dilakukan dan memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif.
4

5. Viral meningitis termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis.Antara lain virus herpes dan virus penyebab flu perut. 4

6. Bacterial meningitis disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. 4

VIII. MANIFESTASI KLINIS


Tergantung pada luasnya penyebaran dan umur anak. Dipengaruhi oleh type dari organisme keefektifan dari terapi. Anak umur > 2 tahun : Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-

kejang Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma

Gejala pada respiratory atau gastrointestinal Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity) 10

Tanda kernig dan brudzinki (+)

(a) Gambar 3: (a) brudzinki neck sign (b) kernig sign

(b)

Kulit dingin dan sianosis Peteki/adannya purpura pada kulit - infeksi meningococcus (meningo cocsemia) Keluarnya cairan dari telinga - meningitis peneumococal Congenital dermal sinus - infeksi E. Colli. 3,8

Anak umur 2 bulan - 2 tahun : Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun

Adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, iritabel, mudah lelah dan kejang-

kejang, dan menangis meraung-raung.


Fontanel menonjol Nuchal Rigidity tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun lambat. 3,8

Neonatus : Sukar untuk diketahui - manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti :

Menolak untuk makan Kemampuan menelan buruk Muntah dan kadang-kadang ada diare Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah

11

Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang, RR yang tidak

teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.


Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak Leher fleksibel Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak

diobati/ditangan.3,7,8

IX.

DIAGNOSIS

Pemeriksaan cairan cerebrospinal Diagnosis meningitis purulenta akut diperkuat dengan analisis CSS, yang

menunjukkan mikroorganisme pada pewarnaan gram dan biakan, pleositosis neutrofil, kenaikan kadar protein, dan penurunan kadar glukosa. Pungsi Lumbal (PL) harus dilakukan bila meningitis bakteria dicurigai. Kontraindikasi PL segera adalah: 1. Bukti adanya kenaikan tekanan intrakranial (selain dari penjembungan fontanella) seperti kelumpuhan saraf kranial ke-3 atau ke-6 dengan penurunan tingkat kesadaran, atau hipertensi dan bradikardia dengan kelainan pernapasan. 2. Gangguan kardiopulmonal berat yang memerlukan cara-cara resusitasi segera atau untuk syok atau pada penderita yang padanya posisi untuk PL akan mengganggu lebih lanjut kardiopulmonal. 3. Infeksi kulit yang menutupi tempat PL. 2 PL segera terindikasipada anak yang menunjukkan bukti adanya koagulasi intravaskuler tersebar pada petekie tetapi dapat ditunda pada penderita imunosupresi dengan trombositopenia kronis sampai transfusi trombosit segera diberikan. Jika PL ditunda karena salah satu faktor yang disebutkan diatas, terapi empirik harus segera dimulai. Pungsi lumbal dapat dilakukan sesudah kenaikan tekanan intrakranial telah diobati atau abses otak telah dikesampingkan. 2 Biakan darah harus dilakukan pada semua penderita dengan persangkaan meningitis, terutama mereka yang akan diobati secara empiris sebelum pemeriksaan CSS. Biakan darah dapat menampakkan bakteri yang menyebabkannya pada 80-90% kasus meningitis anak.2 Pungsi lumbal secara tradisional dilakukan dengan penderita dalam posisi dekubitus fleksi lateral, jarum berstilet (berkawat halus) dimasukkan ke dalam sela intervertebral L3-L4 atau L4-L5. Sesudah masuk ke dalam sela subarakhnoid, posisi 12

penderita di ubah ke posisi yang lebih ekstensi untuk megukur tekanan pembukaan CSS. Bila tekanan tinggi, hanya sedikit volume CSS yang harus di ambil untuk menghindari penurunan tekanan intrakranial yang cepat. 2

Gambar 4 : posisi dekubitus fleksi lateral pada PL

Angka leukosit CSS pada meningitis bakteri biasanya naik sampai > 1000 dan menunjukkan dominasi neutrofil (75-95%). CSS keruh ada bila angka leukosit CSS >200-400. Neonatus normal sehat dapat mempunyai leukosit sebanyak 30 dan anak yang lebih besar tanpa meningitis virus atau bakteri dapat mempunyai 5-6 leukosit pada CSS, pada kedua kelompok umur ada dominasi limfosit dan monosit. 2 Pewarnaan gram positif pada kebanyakan (70-90%) penderita meningitis. Walaupun identifikasi diplokokus atau kokobasili pleomorfik gram positif atau gram negatif, pengobatan tidak boleh diubah atas dasar pewarnaan tetapi harus tetap empirik sampai mikroorganisme teridentifikasi dengan biakan. 2

13

tabel 1 : diagnosis banding meningitis menurut cairan serebrospinal

Pemeriksaan radiologi

1. X-foto dada : untuk mencari kausa meningitis 2. CT-scan kepala : dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi. 3 Pemeriksaan lain :

1. Darah : LED, leukosit, hitung jenis, biakan 2. Air kemih : biakan 3. Uji tuberkulin 4. Biakan cairan lambung. 3

14

X.

KOMPLIKASI

Sekuelae jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi tergantung etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat berskala jangka panjang sangat penting untuk mendeteksi sekuelae. 1 Sekuelae pada SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia otot, ataxia, kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar, hidrocephalus non-komunikan, atropi serebral. 1,8 Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak. Pemberian dini

dexamethasone dapat mengurangi komplikasi audiologis pada HIB meningitis. Gangguan pendengaran berat dapat menganggu perkembangan bicara sehingga evaluasi audiologis rutin dan pemantauan perkembangan dilakukan tiap kali kunjungan ke petugas kesehatan. Jika ditemukan sekuelae motorik maka perlu dilakukan terapi fisik, okupasional, rehabilitasi untuk menghindari kerusakan di kemudian hari dan mengoptimalkan fungsi motorik. 1 Komplikasi dapat dikurangi dengan diagnosis yang awal dan pemberian terapi antimikrobial dengan cepat. Bila infeksi meluas ke ventrikel, pus yang banyak (kental), adanya penekanan pada bagian yang sempit :

obstruksi cairan cerebrospinal. Hydrocephalus. 8 Perubahan yang dekstruktif ada pada kortex serebral dan adanya abses otak

infeksi langsung atau melalui penyebaran pembuluh darah. Komplikasi yang serius biasanya diakibatkan oleh infeksi : 1. meningococcal sepsis atau meningococcemia 2. Syndrom water haouse-Friderichsen 3. Overwhelming septic shock 4. DIC 5. Perdarahan 6. Purpura 7. SIADH, subdural effusion, kejang-kejang, edema serebral, herniasi dan hydrocephalus. 8

15

Komplikasi post meningitis pada neonatus: 1. Ventriculitis (yang menghasilkan kista, daerah yang dibatasi oleh akumulasi cairan dan tekanan pada otak) 2. Gangguan yang menetap dan penglihatan, pendengaran dan kelemahan nervus yang lain 3. Cerebral palsy, cacat mental, gangguan belajar, penurunan perhatian, gangguan hiperaktivitas dan adanya kejang. 4. Hemiparesis dan quadriparesis - arthritis/thrombosis. 8

XI.

PENGOBATAN

Pendekatan terapeutik pada penderita dengan dugaan meningitis bakteri tergantung pada sifat manifestasi klinis awal penyakit. Anak dengan penyakit yang menjelek dengan cepat selama kurang dari 24 jam, bila tidak ada kenaikan tekanan intrakranial atau penemuan-penemuan neurologis fokal, antibiotik harus diberikan tanpa melakukan PL dan sebelum malakukan CT scan. Tanda-tanda adanya peningkatan tekanan intrakranial adalah pupil anisokor, spastisitas (opistotonus), paralisis extremetias, napas tidak teratur. Jika tidak nyata ada kenaikan tekanan intrakranial, PL harus dilakukan. 2,11 Pemberian manitol; suatu diuretik osmotik; dapat meningkatkan secara transien osmolalitas ruang intravaskular, menyebabkan perpindahan cairan dari jaringan otak ke dalam ruang intravaskular. Manitol (0,25-1 g/kg IV) biasa diberikan selama 20-30 menit dan pemberiannya dapat diulang bila diperlukan. 11 Dexamethasone sudah sering digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial tetapi data terbaru tidak mendukung efikasi dari dexamethasone tersebut. Acetazolamid dan furosemid juga sering digunakan untuk mengurangi TTIK tetapi efikasinya pada penderita meningitis belum dapat ditunjukkan pada controlled trials. 11 Penderita meningitis pada umumnya berada dalam kesadaran yang menurun yang sering disertai muntah-muntah dan atau diare. Oleh karenanya untuk membina masukan yang baik, penderita perlu mendapat cairan intravena. Bila didapatkan tanda

16

asidosis maka hal ini harus dikoreksi dengan cairan yang mengandung korektor basa. Darah dan plasma dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan. 10 Bila anak masuk dalam status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5mg/kg/kali intravena yang dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama tapi diberikan secara intramuskular. Setelah kejang dapat diatasi, berikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30mg, anak kurang dari 1 tahun 50mg dan diatas 1 tahun 75mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumatan diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis diberikan selama 2hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Bila tidak tersedia diazepam, dapat digunakan langsung fenobarbital dosis awal dan selanjutnya dosis rumatan. 10 Pada Neonatus Terapi antimikroba dugaan pada meningitis bakteri harus terdiri dari ampisilin dan sefotaksim atau ampisilin dan gentamisin, kecuali kalau kemungkinannya stafilokokus yang merupakan indikasi untuk vankomisin. Uji kerentanan organisme enterik gram negatif penting karena telah terjadi resistensi terhadap sefalosporin dan aminoglikosida. Kebanyakan aminoglikosida yang diberikan lewat rute parenteral tidak cukup mencapai kadar yang tinggi pada CSS tulang belakang atau ventrikel untuk menghambat pertumbuhan basil gram negatif. 7 Basil gram negatif mungkin terus tumbuh dari sampel CSS ulangan selama 72-96 jam setelah terapi meskipun menggunakan antibiotik telah cepat. Pengobatan menigitis gram negatif harus dilanjutkan selama 21 hari atau paling tidak 14 hari bersihnya CSS dari kuman. Meningitif infeksi karena pseudomonas aeruginosa harus diobati dengan seftazidim. Metronidazol merupakan pengobatan pilihan infeksi yang disebabkan oleh B.fragilis. 7 Pemberian antibiotik yang lama, dengan atau tanpa drainase jarum untuk pengobatan dan diagnosis, diindikasikan pada abses serebral neonatus. CT scan diindikasikan bagi penderita yang dicurigai menderita ventrikulitis, hidrosefalus, atau abses serebral (untuk penilaian awal dan pemantauan) dan bagi mereka yang mengalami komplikasi yang tidak diharapkan (koma yang berkepanjangan, defisit neurologis setempat, demam terus menerus atau berulang). 7

17

Pada anak sesudah masa neonatus Antibiotik yang dipakai harus mencapai kadar bakterisid pada CSS. Sefalosporin

generasi ketiga, seftriakson atau sefotaksim, mewakili terapi baku sekarang untuk meningitis bakteri. Dosis seftriakson 100mg/kg/24jam diberikan ehari sekali atau 50mg/kg/dosis, diberikan setiap 24 jam. Dosis sefotaksim adaln 200mg/kg/24jam, diberikan setiap 6 jam. Penderita yang alergi terhadap antibiotik beta laktam harus diobati dengan kloramfenikol 100mg/kg/24jam, diberikan setiap 6 jam. 2 Walaupun kloramfenikol adalah bakteriostatik terhadap banyak bakteri, obat ini baktesid terhadap H.influenzae tipe b, S.pneumoniae, N.meningitidis. kloramfenikol sekarang dicadangkan untuk penderita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin karena kadar serum perlu dipantau selama terapi dan kloramfenikol mempunyai kemungkinan pengaruh yang merugikan seperti anemia aplastik, sindrom bayi abu-abu seperti syok dan supresi sumsum tulang tergantung dosis. Jika ada juga yang resisten terhadap kloramfenikol maka vankomisin adalah obat pilihan. 2 Penisilin intravena 300.000U/kg/24jam selama 5-7 hari merupakan pengobatan pilihan untuk meningitis N.meningitidis tidak terkomplikasi dan untuk meningitis pneumokokus sensitif penisilin tidak terkomplikasi dengan dosis sama diberikan setiap 4-6jam selama 10-14 hari. 2 PL ulangan rutin tidak terindikasi pada penderita meningitis terkomplikasi karena H.influenzae, N.meningitidis, S.pneumonia. pemeriksaan CSS ulangan terindikasi pada beberapa neonatus, pada meningitis basil gram negatif, dan pada mereka yang tidak berespon terhadap terapi antimikroba biasa dalam 48-72jam. Perbaikan pada profil CSS ditunjukkan oleh kenaikan kadar glukosa CSS dan penampakan sel limfosit-monosit; walaupun pewarnaan gram dapat tetap positif pada saat ini, CSS seharusnya steril. 2 Efek samping terapi antibiotik meningitis adalah flebitis, demam obat, ruam, muntah, kandidiasis oral, dan diare. Seftriakson dapat menyebabkan pseudolithiasis kandung empedu reversible, dapat dideteksi dengan ultrasonografi abdomen. Pseudolithiasis ini biasanya tidak bergejala tetapi dapat menimbulkan muntah dan nyeri kuadran kanan atas. 2 Untuk menigitis tuberculosa diberikan OAT minimal 4 regimen : 1. INH : 10mg/kg/hari (maksimum 300mg) selama 6-9 bulan. 2. Rifampisin : 15-20mg/kg/hari (maksimum 600mg) selama 6-9 bulan.

18

3. Pirazinamid : 35mg/kg/hari (maksimum 2000mg) selama 2 bulan pertama. 4. Etambutol : 15-25mg/kg/hari (maksimum 2500mg) atau streptomisin : 3050mg/kg/hari (maksimum 1g) selama 2 bulan. 11

Perawatan pada penderita meningitis o Longgarkan pakaian bila perlu di buka. o Hisap lendir o Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi o Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)

Pada waktu kejang :

Bila penderita tidak sadar lama: o o o Beri makanan melalui sonde Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan merubah posisi penderita seseing mungkin, minimal kekiri dan kekanan setiap 6jam. Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotik. Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter. Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement. Pemantauan ketat : o o o o o Tekanan darah Pernafasan Nadi Produksi air kemih Faal hemostasis untuk mengetahui secaara dini ada DIC

Fisioterapi dan rehabilitasi. 3

XII. DIAGNOSIS BANDING


Infeksi sistem saraf sentral setempat juga dapat dirancukan dengan meningitis, contoh infeksi ini adalah abses otak dan infeksi parameningeal, seperti empiema subdural. Menentukan etiologi spesifik dipermudah dengan pemriksaan CSS yang teliti dengan pewarnaan khusus (kinoyoun karbol fukhsin untuk mikobakteria, tinta cina untuk jamur), sitologi, deteksi antigen (pengobatan bakteri sebagian, cryptococcus), serologi (sifilis), dan biakan virus (enterovirus, HIV). Uji diagnostik lain yang kemungkinan

19

bermanfaat adalah CT atau MRI (magnetig resonance imaging) otak, biakan darah, uji serologis, dan mungkin biopsi otak. 2,3 Meningoensefalitis virus akut adalah infeksi yang paling mungkin dirancukan dengan meningitis bakteri. Walaupun pada umumnya anak dengan meningoensefalitis virus tampak kurang sakit dari pada mereka yang dengan meningitis bakteri. Perbedaan dapat dilihat pada profil CSS akibat infeksi bakteri dan viruscenderung berbeda , tetapi pada manifestasi klinis, mungkin ada banyak tumpang tindih pada angka neutrofil dan hitung jenis serta kadar glukosa dan protein. 2

XIII. PENCEGAHAN
Pencegahan dibagi 2 cara yaitu dengan kemoprofilaksis dan imunisasi. Ketersediaannya dan pemakaian setiap pendekatan ini berbeda untuk setiap tiga penyebab utama meningitis baIAkteri pada anak.

* Kemoprofilaksis Untuk N.meningitidis meningitis Semua individu yang tinggal serumah dan petugas kesehatan yang kontak dengan penderita perlu diberi kemoprofilaksis. Karena peningkatan resistensi terhadap sulfonamid maka obat pilihannya adalah rifampin, ceftriaxone, ciprofloxacin. Sulfonamid digunakan sebagai profilaksis pada keadaan tertentu di mana patogen tersebut masih sensitif. Bahkan setelah kemoprofilaksis adekuat, kasus sekunder dapat terjadi sehingga orang yang kontak dengan penderita harus segera mencari pertolongan medik saat timbul gejala pertama kali. Dosis rifampin 10mg/kg/dosis (dosis maksimum 600 mg) peroral tiap 12 jam selama 2 hari. 1,2

Untuk Haemophilus influenzae tipe b meningitis Rifampin dengan dosis 20 mg/kg/hari untuk 4 hari dianjurkan kepada individu yang kontak dengan penderita HIB meningitis. Jika anak usia 4 tahun atau lebih muda kontak dengan penderita maka anak tersebut harus diberi profilaksis tanpa memedulikan status imunisasinya. Yang dimaksud dengan kontak adalah seseorang yang tinggal pada rumah yang sama dengan penderita atau seseorang yang telah menghabiskan 4 jam atau lebih waktunya per hari dengan penderita tersebut selama 5-7 hari sebelum diagnosis ditegakkan. Jika 2 atau lebih kasus HIB meningitis terjadi pada anak yang mendatangi

20

tempat pelayanan kesehatan maka petugas kesehatan dan anak-anak lain perlu diberi profilaksis. 1,2 Untuk Streptococcus pneumoniae Tidak diperlukan kemoprofilaksis atau vaksinasi untuk hospes yang normal yang mungkin merupakan kontak penderita dengan meningitis pneumokokus, sebagai kasus sekunder yang jarang terjadi. Penderita resiko tinggi harus mendapat vaksin pneumokokus 23-valen, dan penderita dengan anemia sel sabit harus juga mendapat kemoprofilaksis dengan penisilin, amoksisilin, atau trimetoprim sulfametoksasol oral. 2

* Imunisasi Imunisasi massal di seluruh dunia terhadap infeksi HIB telah memberikan penurunan dramatis terhadap insidensi meningitis. FDA (Food and Drug Administration) telah meluncurkan vaksin konjugasi pneumococcal yang pertama (Prevnar) pada April 2000. Semua bayi dianjurkan untuk menerima imunisasi yang mengandung antigen dari 7 subtipe pneumococcal. 1 Vaksin quadrivalent meningococcal dapat diberikan bersama kemoprofilaksis saat adanya wabah. Vaksin quadrivalent yang mengandung antigen subgrup A, C, Y, W135 dianjurkan untuk kelompok resiko tinggi termasuk penderita dengan

imunodefisiensi, penderita dengan asplenia anatomik atau fungsional, defisiensi komponen terminal komplemen. Vaksin ini terdiri dari 50 mcg polisakarida bakteri yang telah dimurnikan. The Advisory Committee on Imunization Practices (ACIP) menganjurkan penggunaan vaksin ini untuk siswa sekolah yang tinggal di asramaasrama. 1,2 Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur, cukup istirahat, makan makanan sehat dan bergizi adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit, tutup mulut dan hidung anda ketika bersin atau batuk, jika anda sedang hamil, berhati-hatilah dengan apa yang anda konsumsi. 5,6,9

21

XIV. POGNOSIS
Prognosis tergantung pada keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik dan umur anak. Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan banyak parenkim, prognosis jelek, dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual,motorik, psikiatrik, epileptik, penglihatan atau pendengaran. 2 Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuelae atau resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu episode meningitis merupakan faktor resiko adanya sekuelae neurologis atau mortalitas. Meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae, L. monocytogenes dan basil gram negatif memiliki case fatality rate lebih tinggi daripada meningitis oleh bakteri lain. 1

22

BAB III KESIMPULAN

Meningitis merupakan suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik/non spesifik atau virus, yang dapat menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Faktor predisposisinya antara lain: infeksi saluran pernapasan, otitis media, mastoiditis, trauma kepala, hemoglobinopathy, infeksi HIV, keadaan defisiensi imun lainnya. Laki-laki > perempuan, faktor maternal (ketuban pecah dini), infeksi maternal pada akhir kehamilan (meningitis pada neonatus), penurunan mekanisme immune dan penurunan leukosit (meningitis pada BBL), anak dengan kekurangan imunoglobulin dan anak yang minum obat imunosupresant. Diagnosis meningitis dapat ditegakkan dari manifestasi klinis yang di dapatkan, dari pemeriksaan cairan serebrospinal, pemeriksaan X-foto dada, CT scan kepala dan pemeriksaan darah, dan lainnya. Pendekatan terapeutik pada penderita dengan dugaan meningitis bakteri tergantung pada sifat manifestasi klinis awal penyakit. Anak dengan penyakit yang menjelek dengan cepat selama kurang dari 24 jam, bila tidak ada kenaikan tekanan intrakranial atau penemuan-penemuan neurologis fokal, antibiotik harus diberikan tanpa melakukan PL dan sebelum malakukan CT scan. Tanda-tanda adanya peningkatan tekanan intrakranial adalah pupil anisokor, spastisitas (opistotonus), paralisis extremetias, napas tidak teratur. Jika tidak nyata ada kenaikan tekanan intrakranial, PL harus dilakukan.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-bakterial.html Prober G. Charles. 2000. Infeksi Sistem Saraf Sentral. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Editor : Prof. DR. dr. A. Samik Wahab, SpA(K). Volume 2. Edisi 15. Penerbit : EGC. Hal 872-880. 3. Prof. Darto Saharso, dr, SpA (K). 2008. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. 4. 5. 6. 7. http://www.scribd.com/doc/62157960/Referat-Meningitis http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-meningitis.html http://www.infofisioterapi.com/makalah-meningitis-pada-anak.html Gatof P. Samuel. 2000. Sepsis Dan Meningitis Neonatus. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Editor : Richard E. Behrman, Robert Kliegman, Ann M.Arvin. volume 1. Edisi 15. Penerbit : EGC. Hal 655-656. 8. 9. http://refmedika.blogspot.com/2009/02/meningitis-bakteri.html http://artikelhot.com/507/meningitis.aspx

10. Hasan Rusepno Dr, Alatas Husein Dr. 2007. Ilmu Kesehatan anak. Volume 2. Penerbit : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 11. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Cetakan pertama. Jakarta : Penerbit World Health Organization, 2009.

24

Anda mungkin juga menyukai