Anda di halaman 1dari 75

Bab -I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tekanan darah tinggi atau yang lazimnya sehari hari disebut sebagai Hipertensi merupakan salah satu penyakit Kardiovaskuler dengan prevalensi dan angka kematian yang cukup tinggi terutama di negara negara maju dan didaerah perkotaan/urban untuk negara berkembang seperti halnya di Indonesia. Penyakit Hipertensi ini tergolong dalam klassifikasi penyakit Subacute & chronic yang memerlukan penangan rutine dan kesadaran dari masyarakat penderitanya untuk selalu memiliki tekanan darah yang terkontrol dengan cara monitoring pribadi secara rutin. Penderita hipertensi biasanya sangat heterogen itu membuktikan bahwa penyakit ini bagaikan mozaik, diderita oleh orang banyak yang datang dari berbagai subkelompok berisiko di dalam masyarakat. Hal tersebut juga berarti bahwa hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti

neurotransmitter, hormon, dan genetik, maupun yang bersifat eksogen, seperti rokok, nutrisi, dan stresor. Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan permanen dan kematian mendadak. Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda,

akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. Di seluruh dunia, penyakit ini menarik perhatian yang besar, terutama karena ketidaksesuaian antara perkembangan teknologi intervensinya dengan daya beli masyarakat. Penyakit yang diderita oleh orang banyak ini berkembang ke arah bisnis yang besar dan menawan, seakan mengucilkan halayak ramai yang membutuhkannya. Prevalensi hipertensi di Indonesia yang ditentukan berdasarkan kriteria ambang hipertensi (bordeline hypertention) yaitu tekanan darah dengan rentang antara 140/90-159/94 mmHg, diperkirakan 4,8--18,8%. Angka ini lebih tinggi dari angka prevalensi yang dilaporkan oleh Cheng dan kawan-kawan di Taipeh, yaitu sekitar 6,2% dan oleh Freis di Amerika Serikat, yaitu 10--15%. Selain prevalensinya yang tinggi, juga angka kematian akibat hipertensi di masyarakat mengalami peningkatan yang sangat pesat. Menurut pengamatan WHO, selama 10 tahun terakhir, terlihat bahwa jumlah penderita hipertensi yang dirawat di berbagai rumah sakit meningkat lebih dari 10 kali lipat. Peningkatan ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, karena penemuan kasus yang hanya dilakukan secara pasif pada masyarakat yang tingkat pengetahuannya rendah hanyalah sebongkah gunung es yang muncul di permukaan samudra. Apalagi banyak para ahli yang beranggapan bahwa tidak ada korelasi antara hipertensi dengan keluhan-keluhan subjektif yang sering diutarakan penderita. Bahkan, ada yang beranggapan bahwa keluhan hipertensi tidak ada yang spesifik. Sifatnya yang

sangat subjektif memberikan peluang besar untuk diekspresikan secara berbeda oleh setiap penderita yang datang dari sub-kelompok dalam populasi dengan tingkat pemahaman yang sangat berbeda. Sebagai contoh, di kota Semarang terlihat bahwa hipertensi berhubungan dengan nyeri kepala, tetapi di pedesaan tak satupun keluhan itu yang signifikan. Itu berarti bahwa penemuan kasus secara pasif akan sangat tidak berarti jika dibandingkan dengan besar penduduk dan luasnya wilayah yang terkena. Khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia, fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia belum mampu menjangkau seluruh wilayah secara efektif. Pelayanan pasif seperti itu paling tinggi hanya mampu menjangkau sekitar 50% dari penderita hipertensi yang ada di masyarakat, dan hanya sekitar 25% dari penderita yang terdeteksi tersebut mendapat pengobatan. Dari jumlah itu, hanya sekitar 12,5% yang berkesempatan mendapat pengobatan secara baik dan teratur. Sisanya akan terkucil dan dilupakan. Mereka selanjutnya akan mengalami keadaan patologi mengerikan tanpa intervensi yang layak, satu per satu masuk ke dalam perangkap cacat dan kematian yang mengenaskan. Di lain pihak, pemahaman para petugas kesehatan, termasuk dokter, terhadap hipertensi tidaklah mengembirakan. Dari wawancara yang pernah dilakukan terhadap dokter, diketahui bahwa hanya 60,9% dokter yang secara jujur menyatakan melakukan peneraan alat pengukur tekanan darahnya. Hanya sekitar 14% yang mengetahui angka prevalen hipertensi di Indonesia, dan hanya sekitar 7,7% yang menganjurkan pasien

hipertensi untuk berolah raga. Hal yang mungkin menggembirakan adalah bahwa obat yang sering digunakan para dokter adalah diuretika, alkaloid rauwalfia, dan obat campuran yang sering digunakan adalah metyldopa serta beta bloker. Di samping mungkin merefleksikan kepedulian dokter Indonesia terhadap kesehatan masyarakat, tetapi tidak tertutup kemungkinan hal tersebut mencerminkan tingkat ketertinggalan mereka di bidang terapi hipertensi. Bagaimanapun, yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa hanya 48% dari dokter yang diwawancarai yang menyatakan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang perlu pengamatan seumur hidup. Kalau ada orang yang paling peduli pada masalah hipertensi dalam masyarakat, mungkin dia adalah Prof. Boedhi Darmojo dari FK Universitas Diponegoro, Semarang. Selama bertahun-tahun, perhatiannya tercurah pada hipertensi dalam masyarakat. Sehubungan dengan tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia, menurut Prof. Boedhi Darmojo, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian serius, antara lain: Pertama, penemuan kasus secara aktif oleh semua petugas yang bekerja di bidang kesehatan, terutama dokter dan dokter perusahaan. Kedua, intensifikasi dan ekstensifikasi upaya penyuluhan tentang tanda atau gejala hipertensi, berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi, serta berbagai komplikasi hipertensi kepada masyarakat luas. Ketiga, peningkatan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan sampai ke tingkat pedesaan.

Keempat, peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik tentang tujuan

penanganan

hipertensi di kalangan tenaga kesehatan, khususnya dokter. Terakhir, peningkatan kerjasama dan sistem rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut WHO dan hasil penelitian yang dipublikasikan pada American Journal Of Public Health tahun 1994 duapuluh percent ( 20%) dari masyarakat dinegara maju dengan usia dewasa menderita hipertensi,dimana kelompok usia ini mempunyai resiko yang tinggi untuk mendapatkan stroke terutama bagi penderita yang tidak terkontrol dan tidak di obati. Penelitian/Screening dilakukan oleh David H Stockwell dkk tahun 1994 dimana dari 1394 karyawan Dinas Kesehatan di New York City diperiksa tekananan darahnya dan didapatkan 409 karyawan menderita Hipertensi (29.34 %) dan ternyata dari 409 penderita hipertensi tersebut diatas : a. 120 orang tidak mengetahui menderita hipertensi ( 29.33 %) b. 289 orang tahu dirinya sebagai penderita ( 70.67 %) c. 88 orang penderita tidak pernah berobat ( 21.50 %) d. 150 orang penderita berobat tapi tekanan darah gagal dikontrol ( 36.67 %) Dari gambaran hasil penelitian tersebut dapat dikatakan hypertensi fenomenanya didalam masyarakat bila tidak di-intervensi dengan monitoring rutine dan kontrol maka dari seluruh kasus hipertensi 358 penderita ( 87.5 % ) potensial untuk mendapatkan berbagai resiko komplikasi dari hipertensi seperti Stroke, Kegagalan Jantung dan lainnya.

Jadi jelas hipertensi merupakan suatu penyakit kronik yang perlu diawasi karena potensial menambah beban permasalahan kesehatan di masyarakat dimana hubungan linier dari hipertensi dengan penyakit penyakit lain yang diakibatkannya . Di Indonesia Prevalensi hipertensi secara Nasional sampai saat ini angkanya belum pernah ada karena penelitian terhadap prevalensi hipertensi ini secara Nasional & simultan (penelitian multicenter)belum pernah di lakukan. Angka morbiditas hipertensi yang ada hanyalah hasil hasil penelitian di berbagai Propinsi yang secara terpisah pisah. Budi Darmojo dalam naskah ilmiahnya mengumpulkan angka angka mengenai hipertensi dan berkesimpulan 18 - 28.6 % penduduk Indonesia yang ber-umur diatas 20 tahun adalah penderita Hipertensi. Selain hal Penyakit Jantung Budi Darmojo menemukan hal tersebut diatas pada survei

prevalensi hipertensi sebesar 33.3 %

dimana wanita prevalensinya lebih tinggi dari laki-laki. Dari survei penyakit jantung tersebut distribusi derajat hipertensi ditemukan 68.4 % hipertensi ringan ; 28 % hipertensi sedang dan 3.5 % hipertensi berat dan tidak ditemukan hubungan linier antara derajat hipertensi dan umur. Dari pencatatan dan pelaporan Rumah Sakit di 27 propinsi di Indonesia tahun 1985 oleh Dirjen pelayanan medik dari semua penderita berobat jalan 0.8 % adalah penderita hipertenssi. Ditinjau dari geografic patologi dikatakan terdapat kecenderungan bahwa

masyarakat yang berdomisili di daerah urban/perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat yang berdomisili di daerah rural /pedesaan dimana

Susalit E dalam laporannya mendapatkan angka 14.2 % untuk masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota Jakarta ,sedangkan penelitian lain yang dilakukan pada penduduk didaerah sukabumi didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 28.6

%,sedangkan penelitian /screening yang dilaksanakan oleh Sugiri dan kawan kawan pada masyarakat pedesaan daerah randu blatung,Kabupaten Blora Jawa Tengah mendapatkan angka 8.6 %. Saharman Leman dan kawan kawan mendapatkan angka prevalensi hipertensi 17.8 % pada penelitiannya di masyarakat pedesaan di Kangirian Talang,Kabupaten Solok Sumatera Barat . Syakip Baleri dan kawan kawan yang meneliti prevalensi hipertensi pada beberapa kelompok masyarakat di Ujung Pandang mendapatkan angka prevalensi hipertensi 11.75 % pada kelompok Industri ; 9.75 % pada kelompok Nelayan dan 7.92 % pada kelompok tani .Terlihat dari disetiap geografi/wilayah yang diteliti menunjukkan perbedaan angka yang cukup bermakna sehingga masih perlu diadakan suatu penelitian lebih lanjut dan mendalam. Penelitian prevalensi hipertensi pada pelajar sekolah menengah pertama yang dilaporkan oleh Wasilah Rochmah dkk di Yogjakarta sebanyak 203 pelajar yang

berumur 12- 17 tahun didapatkan 10 orang pelejar dengan tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan dengan tekanan darah diastolic lebih atau sama dengan 90 mmHg. Penelitian yang sama dilaksanakan oleh Robinson Harahap terhadap 3612 pelajar SMA dengan umur 15 21 tahun didapat angka prevalensi hipertensi 3.3 %.

Penelitian lainnya yang dilaksanakan di Indonesia antara lain Darmoyo tahun 1986 Mendapatkan 6 % sampai 15 % orang dewasa mempunyai tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg atau tekanan darah diastolik diatas 95 mmHg . Penelitian yang mendapatkan angka prevalensi tertinggi di Silungkang Sumatera Barat yaitu 19.5 % dan yang terendah di Lembah Balim Irian Jaya sebesar 0.6 % Tekanan darah meningkat sesuai dengan kenaikkan umur baik pada laki-laki maupun wanita dan hal ini terlihat jelas pada wanita setelah berumur 45 tahun. Prevalensi hipertensi pada penduduk yang tinggal di tepi pantai lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di Pedalaman dan pegunungan. Tidak terlihat perbedaan antara perkotaan dan pedesaan. Survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 melaporkan angka prevalensi hipertensi tertinggi di 7 daerah yang di survei di Yogjakarta,Bali,Sulawesi utara ,bengkulu, Kalimantan barat ,Maluku dan Nusa Tenggara Barat didapatkan didaerah Sulawesi Utara yaitu sebesar 816.2 per 100000 penduduk dan Yogjakarta dan Bali prevalensinya agak rendah yakni untuk golongan umur 15 24 tahun sebesar 42 per 100000 penduduk,untuk golongan umur 25 34 tahun sebesar 207 per 100000 penduduk dan sangat meningkat pada golongan umur 55 tahun keatas sebesar 2534,3 per 100000 penduduk ( Budiarso dkk 1989). Survei ini juga melaporkan bahwa penyebab kematian kelompok penyakit kardiovaskuler yang menonjol adalah hipertensi yakni sebesar 42 per 100000 penduduk dan kematian yang disebabkan oleh hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur dimana pada kelompok umur 35 44 tahun angka kematiannya sebesar 30,7 per 100000 penduduk dan naik menjadi 339,5 per 100000 penduduk pada umur 55 tahun keatas.

Suatu penelitian untuk mengetahui status penderita hipertensi yang berhubungan dengan pengendaliannya pada penduduk di Indonesia dilakukan oleh Darmoyo tahun 1977 pada penduduk kota Semarang berupa survei rumah tangga yang dilaksanakan sesuai dengan Pedoman W.H.O. didapatkan dari 1315 penduduk yang berumur diatas 20 tahun tidak mengetahui mereka menderita hipertensi dan 34,1 % diantaranya

mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi tetapi tidak diobati. Terdapat sebesar 17,9 % penderita hipertensi yang mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi dan diobati akan tetapi hipertensinya tidak terkendali. Sugiri di Jawa Tengah melaporkan didapatkan pervalensi hipertensi sebagai berikut 6,6 % kelompok pria dan 11.6 % kelompok wanita. Laporan dari Sumatera Barat didapatkan 18.6 pria dan 17,4 % wanita dan didaerah perkotaan Semarang 7,5 % pria dan 10.9 % wanita,sedangkan didaerah perkotaan Jakarta 14,6 % pria dan 13,7 % wanita. Menurut laporan Puskesmas tahun 1984 penderita penyakit darah tinggi adalah 0,9 % dari seluruh pengunjung dan yang dirawat inap di Rumah Sakit pada tahun yang sama adalah 1,1 % penderita hipertensi. Pada tiga survei rumah tangga yang telah dilakukan oleh badan penelitian dan pembangunan kesehatan tahun 1972, 1980 dan 1986 ada tendensi kenaikan prevalensi tekanan darah tinggi dan hampir merata meliputi semua daerah yang disurvei. Pada tahun 1972 tercatat penderita dengan penyakit kardiovaskuler 2,5 % dengan urutan ke 2, pada tahun 1980 kejadian kardivaskuler naik menjadi 5,2 % menduduki urutan ke 6 dan didapat kejadian hipertensi 3,3 % dari yang sakit. Pada tahun 1986 kardivaskuler tercatat 9,84 % dan hipertensi 5,09 % dari yang sakit. Menurut hasil sensus penduduk Indonesia tahun 1980 persentasi golongan orang

usia lanjut telah bertambah disebabkan perbaikan dalam kegiatan pencegahan kesehatan masyarakat dan angka harapan hidup menigkat serta umur rata-rata sewaktu meningkat pula. Dari data tersebut diatas memberikan gambaran bahwa hipertensi merupakan masalah kesehatan yang potensial,hipertensi merupakan faktor resiko yang utama untuk terjadinya stroke di Indonesia . Mengacu pada data data hasil survei diatas telah dapat diperkirakan 16 juta sampai dengan 18 juta penduduk di Indonesia memiliki potensi untuk mendapatkan stroke dari derajat ringan sampai berat pada saat awalan milineum ketiga ini. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menanggulangi hipertensi di masyarakat dengan beberapa program intervensi, antara lain pengurangan faktor-faktor resiko dengan perubahan cara hidup, pencegahan melalui integrasi program di puskesmas, pendidikan pada tenaga kesehatan, cara-cara melakukan case finding dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Dengan kata lain pendekatan komunitas harus segera dilakukan ,dan berubah dari pendekatan klinis yang individual. 2. Permasalahan Seperti diketahui dari hasil hasil penelitian yang lampau prevalensi penyakit darah tinggi/hipertensi berkisar antara 7 % sampai dengan 20 % dan cenderung meningkat pada kelompok usia lanjut. Dilain pihak angka kematian akibat hipertensi menurut penelitian tahun 1986 mencapai 42,8 per 100000 penduduk dengan distribusi yang meningkat untuk kelompok umur 35 45 tahun sebesar 30,7 % dan untuk kelompok umur 55 tahun keatas sebesar 339,5 per 100000 penduduk.

10

Hal lain yang penting adalah tingkat kesadaran masyarakat terhadap penyakit hipertensi cukup rendah dimana dari hasil survei menunjukkan 43,9 % penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi dimana angka ini hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan penelitian oleh David H.Stockwell di Newyork tahun 1994. Di Kotamadya Palembang dimana penelitianPola Kejadian hipertensi dan beberapa faktor resikonya ini dilakukan terdapat beberapa permasalahan yang perlu dijawab antara lain: 1. Dari komposisi demografi kependudukan kotamadya Palembang mempunyai kelompok umur 15 tahun keatas dengan persentase yang cukup tinggi dimana angka absolut menunjukkan jumlah 1017539 jiwa ( >1.000.000 ). Kelompok ini merupakan kelompok yang potensial untuk terkena hipertensi. 2. Sehubungan dengan gambaran demografi diatas sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian berapa besarnya prevalensi hipertensi pada

kelompok tersebut baik secara kasar maupun secara spesifik. 3. Berkaitan Pola Kejadian hipertensi di Kotamadya Palembang sampai saat ini dari berbagai jenis faktor resiko hipertensi yang ada belum pernah ada penelitian yang menghasilkan angka yang mewakili faktor resiko kejadian hipertensi di Kotamadya Palembang. Dari keseluruhan uraian diatas dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa di

Kotamadya belum ada data data dasar mengenai pola kejadian hipertensi yang meliputi

11

distribusi prevalensi , distribusi faktor resiko maupun distribusi tingkat kesadaran masyarakat terhadap penyakit hipertensi. Dalam penelitian ini dicoba menjawab berbagai permasalahan yang diuraikan diatas dengan mencoba mencari distribusi angka prevalensi hipertensi dan Jenis faktor resiko dari hipertensi yang ada pada masyarakat Kotamadya Palembang tahun 2001 3. Tujuan Penelitian

Penelitian pola kejadian hipertensi dan beberapa faktor resikonya di Kotamadya Palembang ini bertujuan : 1. Tujuan umum : 1.1. Mencari/menghimpun angka prevalensi hipertensi di Kotamadya Palembang 1.2. Mencari & membuktikan asosiasi hipertensi dengan beberapa variabel faktor resiko yang dikumpulkan pada penelitian ini 2. Tujuan Khusus 2.1.Menghitung beberapa jenis angka prevalensi hipertensi di Kotamadya Palembang antara lain a. Menghitung Palembang b. c. d. e. Menghitung prevalensi hipertensi berdasarkan kelompok umur Menghitung prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin Menghitung prevalensi hipertensi berdasarkan umur Menghitung prevalensi hipertensi berdasarkan status gizi prevalensi umum hipertensi di Kotamadya

12

f.

Menghitung merokok

prevalensi

hipertensi

berdasarkan

kebiasaan

g. h. rokok

Menghitung prevalensi hipertensi berdasarkan lamanya merokok Menghitung prevalensi hipertensi berdasarkan jumlah batang

yang dihisap per-hari i. Menghitung prevalensi hipertensi berdasarkan status pekerjaan 2.2.Mencari asosiasi faktor resiko dengan kejadian hipertensi Di Kotamadya Palembang : a. b. per hari c. d. e. kelamin f. pekerjaan 4.Jadwal pelaksanaan Penelitian Membuktikan perbedaan kejadian hipertensi berdasarkan status Mencari asosiasi hipertensi dengan lamanya merokok Mencari asosiasi hipertensi dengan status gizi Membuktikan perbedaan kejadian hipertensi berdasarkan jenis Mencari asosiasi hipertensi dengan faktor kebiasaan merokok Mencari asosiasi hipertensi dengan jumlah rokok yang dihisap

13

NO

BULAN

KEGIATAN 1.Pembuatan usulan penelitian 2.Pembentukan organisasi penelitian

OKTOBER 2008 3.Pelatihan petugas lapangan/surveyor 4.Intrument test 1.Pengumpulan data NOVEMBER SAMPAI 2.Data entry

DENGAN DESEMBER 3.Supervisi di lapangan 2001 4.Editing data 1..Menyusun draft laporan 1 JANUARI 2008 2.Diskusi draft laporan FEBUARI 3.Editing draft laporan 4.Penyusunan laporan akhir

SAMPAI 2009

5.Organisasi Penelitian
NO 1 2 3. 4. 5 JABATAN Peneliti Konsultan & Editor Sekretaris
Penanggung Jawab Pengumpulan Data Penanggung Jawab Pengolahan data

NAMA Dr. R.M. Suryadi DTM&H;MPH 1.Dr. M.A. Husnil Farouk MPH 2.Dr. Hendarmin Aulia S.U. Zr . Nurazizah B.SC Zr . Isnawati B.Sc
Dr. Zulkarnain M.Sc

14

1.Zr. Isnawati B.Sc 2.Zr. Zuhro B.Sc 3.Zr. Dewi Usdiningsih B.Sc 4.Zr. Eliya Sumirah B.Sc 5.Zr. Yuliana B.Sc

Pewawancara/surveyor

6.Zr. Betty Yuliana B.Sc 7.Zr. Arniyanti. B.Sc 8.Zr Anisah B.Sc 9.Zr Nurazizah B.Sc 10.Zr Rupiah B.Sc 11.Zr.Kesumawati B.Sc 1.Zr. Nurazizah B.Sc 2. Nurbaiti

Pengolah data

3. Dewi Anggraini 4. Maria Muhareni

15

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

1.Definisi Menurut WHO batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau di atas 140/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi disebut borderline hipertensi. Batasan tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin sedangkan batasan hipertensi dengan memperhatikan perbedaan usia dan jenis kelamin dianjurkan oleh Kaplan sebagai berikut :

1. Pada usia < 45 tahun dikatakan hipertensi apabila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90 mmHg. 2. Pria usia 45 tahun dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya di atas 145/95 mmHg. 3. Pada wanita tekanan darah di atas atau sama dengan 160/95 mmHg dinyatakan hipertensi. Batasan lain berdasarkan peningkatan tekanan darah sistolik. Peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut hipertensi sistolik atau hipertensi sistolik terisolasi ( isolated systolik hypertension ).

16

Kriteria hipertensi sistolik terisolasi adalah bila peninggian tekanan sistolik lebih dari 2 kali tekanan diastolik dikurangi 15 mmHg tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik atau tekanan sistolik lebih dari 2 kali tekanan diastolik bila tekanan diastolik tidak melebihi 90 mmHg. The Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, 1984 membagi sistolik, diastolik serta sistolik dan diastolik. Tabel 1. klasifikasi Hipertensi Sistolik No 1 2 3 Tekanan Darah Sisitolik dalam mmHg < 140 140 159 > 160 Kategori / klasifikasi Tekanan Darah Normal Hipertensi terisolasi border line Hipertensi sistolik terisolasi

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Diastolik No 1 2 3 4 5 Tekanan Darah Diastolikdalam mmHg < 85 85 -89 90 - 104 104 - 114 > 115 Kategori / klasifikasi Tekanan Darah Normal Tekanan darah normal tinggi Hipertensi ringan Hipertensi sedang Hipertensi berat

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan Tekanan Sistolik dan Diastolik Diatolik( mmHg) < 85 85 89 90 104 105 114 < 140 Normal Tekanan Darah Sistolik( mmHg) 140 159 > 160 Hipertensi sistolik Hipertensi sistolik terisolasi Border Line terisolasi

Normal Tinggi Hipertensi Ringan Hipertensi Sedang

17

> 115

Hipertensi Sedang

Sebuah komite yang dibentuk oleh Experimental Medical case Review Organisation ( EMCRO ) di Amerika menentukan bahwa kriteria hipertensi yang menetap adalah sebagai berikut : 1. Apabila tekanan darah tetap tinggi setelah diperiksa 3 kali berturut turut dengan interval tidak kurang dari satu minggu. 2. Apabila 3 dari 4 kali pengukuran tekanan darah yang dilakukan 2 hari berturut turut, tekanan diastolik lebih dari 100 mmHg. 3. Pada wanita hamil adanya hipertensi menetap ditentukan setelah 6 minggu post partum.

4. Pada wanita yang memakai oral kontrasepsi obat tersebut harus dihentikan 4 6 bulan dulu sebelum diagnosa hipertensi ditentukan. Menurut Freis, hipertensi esensial dibagi dalam beberapa tingkatan : 1 Hipertensi ringan dengan diastolik menetap rata rata antara 90 104 mmHg pada 3 kali kunjungan atau lebih. 2. Hipertensi sedang dengan diastolik menetap rata rata antara 105 114 mmHg pada 3 kali kunjungan atau lebih. 3. Hipertensi berat dengan diastolik menetap antara 115 129 mmHg. 4. Hipertensi maligna bila tekanan diastolik 130 mmHg atau lebih.

18

Sebelum hipertensi ringan adapula suatu tingkatan yang disebut hipertensi labil (boderline hypertension ) dimana tekanan darah berkisar antara 150/90 160/100 mmHg. Pembagian pada saat ini yang terkenal adalah berdasarkan kadar renin dalam darah. 1. Kadar renin rendar lebih kurang 30 % dari penderita hipertensi esensial. 2. Kadar renin normal sekitar 50 % dari penderita hipertensi esensial. 3. Kadar renin tinggi sekitar 20 % dari penderita hipertensi esensial. Pembagian lain berdasarkan patofisiologi yaitu: 1. Hipertensi labil 2. Hipertensi menetap 3. Hipertensi maligna

2. Etiologi Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal. Berbagai faktor dihubungkan dengan hipertensi esensial akan tetapi belum terdapat keterangan pasti yang dapat menjelaskan penyebabnya. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang 90 % dari seluruh penderita hipertensi dan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Dari golongan hipertensi sekunder hanya 50 % yang dapat diketahui penyebabnya dari golongan ini hanya

19

beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu upaya penanganan hipertensi esensial lebih mendapat prioritas. Banyak pendapat yang dikemukakan tentang penyebab tekanan darah tinggi esensial ini diantaranya menyatakan bahwa tekanan darah esensial tidak disebabkan satu macam akan tetapi sebagai akibat komplek faktor faktor yang satu sama lain saling berkaitan. Ada kemungkinan tekanan darah tinggi esensial sudah dimulai sejak anak anak meskipun sekarang belum ada bukti bukti yang meyakinkan. Bila hal tersebut dapat dibuktikan betul kita dapat mengadakan pencegahan sejak kanak kanak.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain : 1. Faktor herediter, didapat pada keluarga yang umumnya hidup dalam lingkungan dan kebiasaan makan yang sama. 2. Faktor usia, berkorelasi positif antara umur dan tekanan darah tinggi. 3. Jenis kelamin, pria lebih tinggi dari wanita, tetapi di Indonesia terlihat pada beberapa penelitian lebih tinggi wanita. 4. Konsumsi garam, telah jelas ada hubungan tetapi ada penelitian pada daerah di mana konsumsi garam tinggi tidak selalu mempunyai prevalensi tinggi.

20

5. Obesitas, telah hipertensi.

diketahui adanya korelasi timbal balik antara obesitas dan

6. Faktor geografis dan lingkungan mempunyai peran dalam hubungan dengan terjadinya hipertensi, seperti penduduk di pantai dan pedalaman pegunungan, daerah terisolir. 7. Faktor psikokultural, ada banyak hubungan antara psikokultural dengan

hipertensi tetapi belum didapat kesimpulan. Pekerjaan, pendidikan dan lain lain tidak banyak berpengaruh, tetapi stress, psikososial akut menaikkan tekanan darah secara tiba tiba.

Menurut WHO penyebab tekanan darah tinggi esensial berkaitan langsung dengan peradaban hidup, makin modern suatu kehidupan dituntut konsentrasi harus cepat sehingga

penggunaan waktu yang serba cepat, segala sesuatunya

kehidupan selalu tergesa gesa. Akibat ketenangan dan ketentraman hidupnya berkurang ini merupakan salah satu faktor yang penting untuk terjadinya penyakit hipertensi tetapi penyebab penyebab yang pasti sampai sekarang ini belum dapat diketemukan.

3. Patogenesis dan Patofisiologi Hipertensi Esensial

21

Etiologi hipertensi esensial masih belum jelas. Beberapa faktor diduga memegang peranan dalam genesis hipertensi. Faktor psikik, sistem saraf, ginjal, jantung dan pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, natrium dan air. Hipertensi tidak disebabkan oleh satu faktor tetapi oleh beberapa faktor turut memegang peranan dan menjalin satu sama lain dalam genesis hipertensi, ini dikenal dengan teori Mosaik. Ledingham mengemukakan klasifikasi patofisiologi hipertensi esensial : 1. 2. 3. Stadium labil (labile essential hypertension), Menetap (fixed essential hypertension) Maligna (labile essential hypertension).

1. Stadium Labil ( labile essential hypertension ) Tekanan emosi akan meningkatkan aktifitas saraf otonom dan menyebabkan kenaikan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriole glomerulus. Vasokonstriksi darah ginjal arteriole post glomerulus menimbulkan retensi natrium dengan akibat kenaikan volume plasma (VP) dan volume cairan ekstra seluler (VCES) dan kenaikan tekanan pengisian atrium, akhirnya isi semenit meningkat. Kenaikan isi semenit menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi (tekanan perifer) akibatnya terjadi hipertensi. Proses ini akan berlangsung terus walaupun tekanan emosi telah hilang.

22

Menurut beberapa peneliti, tekanan emosi dapat mempertahankan kenaikan darah terutama pada pasien pasien peka. Ginjal memegang peranan penting dalam mengendalikan kelebihan cairan dan homeostasis natrium. Pada hipertensi esensial stadium labil dimana belum terdapat kelainan struktur dinding pembuluh darah ginjal maka kenaikan tekanan darah akan menjadi normal kembali (normotensi) karena ekskresi natrium melalui urine meningkat. Analisa pada stadium labil 1. Renin: sebagian besar pasien dengan PRA (plasmarenin activity) normal, hanya 10 40 % dengan PRA rendah. 2. Isi semenit: labilitas hipertensi paralel dengan labilitas isi semenit terutama pada usia muda.

2. Stadium Menetap (fixed essential hypertension) Pada stadium menetap telah terdapat perubahan perubahan struktur dinding pembuluh darah yang irreversibel berupa hiperplasi, hialinisasi dan fibrionid, mengenai arteriole post glomerulus. Perubahan perubahan dinding ini menyebabkan penyempitan lumen diikuti oleh filtration friction dan renal

vaskuler resistance yang persisten.

23

Pada stadium menetap terjadi tipe renal karena telah terdapat perubahan pada pembuluh darah ginjal. Tekanan darah dipertahankan tinggi akibat kenaikan TPR walaupun isi semenit dan volume cair telah normal kembali. Secara teoritis pada stadium menetap terdapat kenaikan renin plasma tetapi ternyata sebagian pasien mempunyai renin plasma rendah. Mekanisme penurunan renin

plasma tidak diketahui, diduga penurunan RBF (renal blood flow) primer akibat kenaikan TPR pada arteriole post glomerular dan diikuti oleh kenaikan FF (filtration friction) dan akhirnya terjadi penurunan renin plasma 3. Stadium Maligna (malignant essential hypertension) Hubungan sistem renin angiotensin aldosteron Kenaikan tekanan intravaskuler menyebabkan perubahan struktur dinding pembuluh darah arteriole afferen glomerulus berupa nekrose fibrinoid. Sebenarnya perubahan perubahan ini sudah mulai terjadi pada stadium menetap, hanya pada stadium maligna perubahan perubahan lebih kuat sehingga menyebabkan penyempitan

lumen. Penyempitan lumen pembuluh darah menyebabkan iskemi yang merangsang sel juxta glomerulus untuk melepaskan langsung menyebabkan hipertensi. Kenaikan tekanan darah tergantung dari komponen zat pressor dan komponen volume (aldosteron dan natrium). renin. Kenaikan renin dan angiotensin

24

Sebagian besar pasien hipertensi esensial stadium maligna menunjukkan tanda tanda hiperaldosteronisme sekunder : kenaikan plasma renin dan aldosteron, peningkatan tahanan pembuluh darah tepi dan penurunan konsentrasi natrium melalui urine meningkat (natriuresis). Natriuresis ini menyebabkan penurunan volume plasma dan konsentrasi natrium. Pada hipertensi esensial stadium maligna peranan diuretik dan pembatasan garam natrium dalam diit tidak akan menurunkan tekanan darah tetapi meningkatkan konsentrasi plasma renin. 4. Diagnosis Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan penunjang.

Umumnya sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa dirinya menderita tekanan darah tinggi, kadang kadang tekanan darah tinggi ini ditemukan secara kebetulan sewaktu penderita datang ke dokter untuk memeriksakan penyakit lain. Gejala yang dirasakan oleh penderita tekanan darah tinggi sangat individual sekali, kadang kadang terasa : 1. Pusing pusing di seluruh kepala dan kadang kadang sampai muntah.

25

2. 3. 4.

Rasa sakit dan kaku pada kuduk / leher bagian belakang. Penderita mudah tersinggung dan mudah marah. Tetapi kadang kadang penderita tidak merasa apa apa.

Pada 70-80% kasus hipertensi essensial, didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga, Walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnostik hipertensi essensial. Apabila riwayat hipertensi didapat pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial lebih besar. Mengenai usia penderita hipertensi, sebagian besar timbul pada usia 25-45 tahun dan hanya 20 % yang timbulnya kenaikan tekanan darah dibawah usia 20 tahun dan di atas 50 tahun. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara akurat. Berbagai faktor dapat mempengaruhi hasil pengukuran, misalnya faktor pasien, alat dan tempat pengukuran. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada penderita dengan cukup istirahat, sedikitnya 5 menit sesudah berbaring dan dilakukan pengukuran pada posisi berbaring, duduk dan berdiri, sebanyak 3 4 kali pengukuran dengan interval antara 5 10 menit. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil. Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Balon dipompa sampai diatas tekanan sistolik dan dibuka perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg perdenyut jantung. Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V). Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan pada posisi berbaring, duduk dan berdiri. 5. Pedoman Umum Terapi Hipertensi

26

Keputusan untuk memulai pengobatan hipertensi tidak hanya ditentukan oleh tingginya tekanan darah, tetapi juga oleh adanya faktor resiko kardiovaskuler lainnya dan adanya TOD. Makin tinggi tekanan darah, adanya faktor resiko kardiovaskuler yang lain dan atau sudah adanya TOD makin tinggi resiko terjadinya morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Bagi mereka ini, manfaat pengobatan hipertensi makin besar. Sebaliknya pada hipertensi ringan tanpa disertai faktor-faktor lain atau TOD, manfaat pengobatan hipertensi kecil sekali, sehingga penderita mungkin lebih dirugikan oleh adanya efek samping yang ditimbulkan oleh anti hipertensi.

Berdasarkan perimbangan manfaat dan kerugian ini, maka JNC-V menggunakan rekomendasi berikut untuk memulai pengobatan hipertensi pada orang dewasa. Tekanan darah yang meningkat pada pengukuran pertama harus dipastikan dengan pemeriksaan ulang sedang satu sampai beberapa minggu sebelum diputuskan untuk diobati. Kecuali bila tekanan darah sangat tinggi (diastolik lebih atau sama dengan 120 mmHg atau sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg) atau disertai dengan TDD, maka penderita perlu segera diobati. Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua (2) : 1. Non farmakologis/modifikasi pola hidup : Pembatasan garam

27

Latihan dan diet kaya kadar kalium Hentikan kebiasaaan merokok Hindarkan dan atasi tekanan mental Hentikan dan hindarkan pemakaian obat obatan kortikosteroid dan kontrasepsi oral

2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) Pengobatan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut : 1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan penyebab hipertensi 2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi 3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi 4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan kemungkinan seumur hidup 2.1.Jenis-jenis obat anti hipertensi

28

Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid. Efek samping yang sering dijumpai adalah : hipokalemia (kekurang kalsium dalam darah) dan hiponatremia (kekurang natrium dalam darah) yang dapat mengakibatkan gejala lemas, hiperurisemia (peningkatan asam urat dalam darah) dan gangguan lainnya seperti kelemahan otot, muntah dan pusing.

Penghambat simapetik

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah : anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah karena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati dan kadang-kadang dapat menimbulkan hepatitis kronis. Betabloker Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa

29

jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.

Vasodilator Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.

Penghambat ensim konversi Angiotensin

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

30

Antagonis kalsium

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

Penghambat Reseptor Angiotensin II

Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

31

Bab-III METODOLOGI PENELI'TIAN 1 Lokasi Lokasi penelitian ini adalah di Kotamadya Palembang. 2 Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 sampai Juni 2002 pelaksanaannva sebagal berikut : NO 1 BULAN JANUARI 2001 KEGIATAN 1.Pembuatan usulan penelitian 2.Pembentukan organisasi penelitian 3.Pelatihan petugas lapangan/surveyor

32

4.Intrument test 1.Pengumpulan data FEBRUARI 2 DENGAN 2001 4.Editing data 1.Editing data 2.Menyusun draft laporan 1 3 dengan Juni 2002 4.Editing draft laporan 5.Penyusunan laporan akhir 3 Jenis penelitian Penelitian ini adalah Studi Cross sectional yang bersifat deskriftif dalam mencari prevalensi hipertensi dan bersifat analitik dalam pengukuran faktor resiko Januari 2002sampai 3.Diskusi draft laporan SAMPAI 2.Data entry 31Desember 3.Supervisi di lapangan

4 .Populasi dan sampel Populasl penelitian adalah penduduk vang berumur diatas 15 tahun di Kotamdya Palembang Jumlah sampel adalah 16489 unit dasar sampel yang dihitung memakai Metoda perhitungan sampel cross sectional dengan design effect = 1

p = 0.05 power = 90% dan Jumlah penduduk Kotamadya Palembang tahun 2001 1471443 jiwa dengan jumlah penduduk umur 15 tahun keatas 1017539 jiwa Sampel diperoleh dari populasi dengan metoda Multistage Random sampling disetiap kampung yang ada Dikotamadya Palembang dengan merujuk pada demografi

33

penduduk Kotamadya Palembang dimana Rukun tetangga merupakan terakhir dari penarikan sample

tingkatan

5. Variabel penelitian Variabel terikat/dependent penelitian ini adalah tekanan darah sistolik dan diastolik Sedangkan variabel bebas/Independent terdiri dari umur , jenis kelamin, pekerjaan, status gizi, kebiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan lamanya merokok dan Jumlah pendapatan rata-rata perbulan

6. Cara pengumpulan data

1. Tekanan darah ; berat badan & tinggi badan didapatkan dengan pengukuran langsung memakai alat dengan metoda yang sudah ditentukan. 2. Data lainnya didapatkan dengan wawancara memakai kwesioner bersamaan pada waktu pemeriksaan. 3. Alat yang digunakan adalah sphygmomanometer air raksa. Tekanan darah diukur dengan cara responden berbaring dengan lengan kanan diletakkan lurus di samping tempat tidur, dan manset dari spygmanometer diikat pada lengan kanan atas kemudian tekanan darah diukur dengan menggunakan stetoskop dengan catatan pengukuran tekanan darah dilakukan setelah objek yang diteliti istirahat selama 5 10 menit.

34

7. Instrument test Perneriksaan tekanan darah menggunakan stetoskop Littmann dan manset merek LPK. Pasien diperiksa dengan posisi berbaring lengan yang diperiksa adalah lengan kanan Yang sebelum penelitian personal dan instrument screening test telah dilakukan terlebih dahulu dan hanya direkrut personel yang mempunyai kemampuan yang homogen (p<0.05)

8 Analisis data Data disajikan dalam bentuk teks dan tabulasi kemudian data dianalisis secara deskriptif dan inferensial dengan memakai bantuan program Scansoft

Statistik/SPSS/G.Power/Epical/ SxS sesuai dengan kebutuhan analisis .

9 Batasan operasional

1. Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah dirnana tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolik - 90 mmHg. Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi pertarna (Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi. (Korotkoff V).

35

2. Umur dihitung berdasarkan tanggal lahir atau menanyakan ulang tahun terakhir. 3. Jenis kelarnin adalah laki-laki dan perempuan dicatat pada saat interview

4. Pekerjaan

adalah

semua

yang

dilakukan

individu

sehingga

dapat

menghasilkan uang untuk kebutuhan dapat menghasilkan uang untuk kebutuhan.

5. Status gizi adalah suatu keadaan gizi seseorang berdasarkan TB/BB diklasifikasikan menjadi Normal; Underweight dan Overweight sesuai dengan rumus perhitungan berat badan ideal. 6. Kebiasaan merokok adalah apakah seseorang itu merokok atau tidak. 7. Jumlah batang rokok yang dihisap per hari adalah banyaknya rokok yang dihisap dalam satu hari. 8. Lamanya merokok adalah waktu dari saat pertama kali merokok sampai dengan waktu sekarang. 10.Hipotesis 1. Hipotesis Nul:

36

Tidak terdapat asosiasi prevalensi

hipertensi dengan faktor

resiko jenis

kelamin,status gizi, kebiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan lamanya merokok.

2. Hipotesis alternatif (H1) Terdapat asosiasi bermakna prevalensi hipertensi dengan faktor resiko jenis

kelamin, status gizi- kehiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan lamanya merokok.

3. Hipotesis penelitian : 1. Prevalensi hipertensi di Kotamadya Palembang tidak berbeda dengan prevalensi Nasional 2. Faktor Resiko jenis kelamin, status gizi- kehiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan lamanya merokok berasosiasi dengan kejadian hipertensi di Kotamadya Palembang

37

BA B I V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian


Tabel.4.Penduduk Kotamadya Palembang berdasarkan jenis Kelamin dan wilayah Kecamatan

NO

KEC AMATAN

LAKI_LAKI

PER EMP UAN

JUMLAH

1 2 3 4 5 6

Ilir Barat II Seberang-Ulu-I Seberang Ulu II Ilir-Barat-I Ilir-Timur-I Ilir-Timur-II

37728 79662 47378 59308 44221 90176

38388 80067 47475 59736 47119 90782

76116 159729 94853 119044 91340 180952

SEX- R ATIO 0.982807 0.994942 0.997957 0.992835 0.938496 0.993325

38

7 8 9 10 11 12 13 14 15
100000

Sukarami Sako Gandus Kertapati Plaju Bukit Kecil Kemuning Kalidoni Jumlah

86254 51675 26617 43548 45634 27349 47557 45457 732564

86377 51198 26734 44121 45608 27393 48824 45063 738879

172631 102873 53351 87669 91242 54742 96381 90520 1471443

0.998576 1.009317 0.995624 0.987013 1.00057 0.998394 0.97405 0.982807 0.994942

Ilir Barat II Seberang-Ulu-I Seberang Ulu II

90000

80000

Ilir-Barat-I Ilir-Timur-I Ilir-Timur-II

70000

60000

Sukarami Sako Gandus

50000

40000

Kertapati Plaju Bukit Kecil

30000

20000

Kemuning Kalidoni

10000

0 LAKI_LAKI PEREMPUAN

Dari table dan grafik diatas tampak jumlah penduduk wanita lebih banyak dari laki laki dimana sex ratio pria terhadap wanita lebih kecil dari 1 ( < 1 ) dan distribusi penduduk

39

terpadat terdapat pada kecamatan Ilir Timur II ,Sukarame dan Seberang Ulu I. Dari angka sex ratio mempunyai pengaruh dimana peluang wanita untuk mendapatkan hipertensi lebih tinggi dari pria yang selanjutnya akan di inferensi pada analisa faktor resiko pada penelitian ini.

Tabel.5 Karakteristik demografi Kotamadya Palembang

NO

KELOMPOK UMUR DALAM TAHUN

LAKI -LAKI

PEREMPUAN

JUMLAH

1 2 3 4 5 100000 6 7 90000 8 9 80000 10 11 12 70000 13 14 60000 15 16 50000 17


40000

04 71927 71340 59 82471 67697 Grafik demografi kotamdaya Pelambang berdasarkan sex 10 14 82147 78302 15 19 87935 94128 20 24 74436 77877 25 29 60877 77290 30 34 54765 60229 35 39 51729 53672 40 44 47317 39323 45 49 34486 36712 50 54 24731 29305 55 59 17081 16231 60 64 15381 11880 65 69 11374 10281 70 74 8581 9006 > 75 7306 5606 Jumlah 732544 738879

143267 150168 160449 182063 152313 04 138167 114994 59 105401 86640 10 14 71198 15 19 54036 33312 20 24 27261 25 29 21655 17587 30 34 12912 35 39 1471423
40 44 45 49

30000

50 54 55 59 60 64

20000

10000

65 69

0 LAKI -LAKI

40
PEREMPUAN

70 74 > 75

Distribusi grafik kependudukan kotamadya Palembang laki laki dan wanita simetris walapun sex ratio laki laki terhadap wanita < 1 dan populasi penelitian usia > 15 tahun mencakup 70 % dari total penduduk..

Tabel. 6 Karakteristik demografi populasi penelitian

NO

KELOMPOK UMUR DALAM TAHUN

LAKI -LAKI

PEREMPUAN

JUMLAH

41

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

15 19 20 24 25 29 30 34 35 39 40 44 45 49 50 54 55 59 60 64 65 69 70 74 > 75 Jumlah
Mean : 34.25

87935 74436 60877 54765 51729 47317 34486 24731 17081 15381 11374 8581 7306

94128 77877 77290 60229 53672 39323 36712 29305 16231 11880 10281 9006 5606

495999 521540 ; 95% CI] 34.22 - 34.28 SD : 15.02

182063 152313 138167 114994 105401 86640 71198 54036 33312 27261 21655 17587 12912 1017539

100000 15 19 90000 20 24 25 29 30 34 70000 35 39 60000 40 44 45 49 50 54 55 59 30000 60 64 20000 65 69 70 74 > 75 PEREMPUAN

80000

50000

40000

10000

0 LAKI -LAKI

42

Dari tabel dan grafik diatas jumlah populasi penelitian adalah sebesar 1017539 yang iterdiri dari 521540 orang wanita dan 495999 orang pria. Kelompok umur secara deskriptif menunjuk hubungan negative dimana makin meningkat kelompok umur

jumlah penduduk menurun dan pada populasi penelitian ini kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 15- 19 tahun

Tabel.7 Umur dan jenis kelamin Subjek /sampel penelitian

NO

KELOMPOK UMUR DALAM TAHUN

LAKI -LAKI

PEREMPUAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

15 19 20 24 25 29 30 34 35 39 40 44 45 49 50 54 55 59 60 64 65 69 70 -74 >75

1425 1206 986 887 838 767 559 401 277 249 184 139 118

1525 1262 1252 976 870 637 595 475 263 193 167 146 91

JUMLAH 2950 2468 2239 1863 1708 1404 1154 876 540 442 351 285 209

43

14
Mean 34.25

Jumlah

8038

8451

16489

95% CI: 34.02- 34.48 SD: 15.02

1600 15 19 20 24 1400 25 29 30 34 35 39 40 44 45 49 1000 50 54 55 59 800 60 64 65 69 600 70 -74 >75

1200

400

200

0 LAKI -LAKI

44
PEREMPUAN

Tabel.8 Distribusi Umur Populasi dan sample Penelitian

KELOMPOK Populasi

RATA RATA UMUR 34.25

SD 15.02

p 0.0000 0.0000

Sampel 34.25 15.02 Tidak ada perbedaan bermakna distribusi umur antara populasi dan sampel

Tabel.9 Proporsi Jenis Kelamin Sampel dan Populasi KELOMPOK Populasi Sampel PROPROSI WANITA 0.51255 0.51255 PROPORSI PRIA 0.48744962 0.487449621

Tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin kelompok populasi dan sample pengaruh distribusi umur dan jenis kelamin dalam penelitian ini untuk populasi dan sample sama

45

Tabel 9. Sebaran subjek penelitian berdasarkan jenis pekerjaan (n=16489)


NO 1 2 3 4 5 6 7
4500 4000 3500 3000

PEKERJAAN PNS Buruh Swasta Pedagang IRT Pelajar Jumlah

JUMLAH
3031 2357 4067 1429 2542 3063 16489

18.32 14.36 24.66 8.67 15.42 18.58


100

PNS Buruh Sw asta Pedagang IRT Pelajar

2500 2000 1500 1000 500 0

JUMLAH

46

Dari

sebanyak 16489 sampel

yang diteliti porsi terbesar pekerjaan adalah

pegawai swasta mencapai 24.66 % disusul dengan Pegawai Negri Sipil sebanyak 18.32 % dan sisanya adalah buruh , pelajar pedagang dan ibu rumah tangga.

Tabel 10. Sebaran status gizi sample penelitian (n=16489)


Status Gizi Overweight Normoweight Underweight Jumlah Pria 746 6286 799 7831 Wanita 1275 4833 2550 8658 Jumlah 2021 11119 3349 16489

Status Gizi Sampel Penelitian (n=16489)

7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0


Underweight Normoweight Overweight

Pria
Status Gizi

Wanita

Dari tabel di atas didapatkan bahwa kebanyakan responden memilki status gizi normal yaitu sebanyak 11119 orang terdiri dari 6286 laki-laki dan 4833

47

perempuan sedangkan untuk status gizi overweight wanita lebih banyak dari laki laki dimana dari seluruh sample penelitian didapati 1275 wanita dengan status gizi overweight dan laki-laki sebanyak 746 orang ,selebihnya berat badan normal dan kelompok dengan berat badan underweight sejumlah 3349 yang terdiri dari 2550 orang wanita dan 799 orang pria Tabel.10 Distribusi Kebiasaan merokok sample penelitian KEBIASAAN MEROKOK Perokok Bukan Perokok Jumlah
10000

JUMLAH 6760 9729 16489

PERSENTASE
0.409970283 0.590029717

100

9000

8000

7000

6000

5000

4000

3000

2000

1000

Perokok

Bukan Perokok

Prevalensi perokok pada sample penelitian ini adalah sebesar 40.99 % dan sisanya bukan perokok. Dengan kata lain setiap 100 penduduk berusia diatas 15 tahun terdapat 41 orang perokok. Tabel.11 Distribusi jumlah rokok yang dihisap perhari pada sample penelitian

48

NO 1 2 3 4 5
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0

JUMLAH BATANG ROKOK PERHARI 1 4 batang 5 10 batang 11 15 batang > 15 batang Jumlah

JUMLAH 996 1127 849 3788 6760

PERSENTASE (%) 14.74 16.67 12.56 56.02 99.99

1 4 batang

5 10 batang

11 15 batang

Jum lah Jum lah rokok perhari > 15 batang

Jumlah rokok yang dihisap perhari terdistribusi dari minimal 1 - 4 batang perhari sampai dengan kelompok > 15 batang perhari yang mencapai 56.02 % dari keseluruhan sample penelitian.

Tabel.12 Distribusi lamanya sebagai perokok sample penelitian NO 1 2 3 LAMA MEROKOK < 1 tahun 1 5 tahun > 5 tahun JUMLAH 771 2479 3510 PERSENTASE (%) 11.41 36.67 51.92

49

Jumlah

6760

100

Distribusi lamanya merokok


< 1 tahun 4000 3500 3000 2500 1 5 tahun

Jumlah

2000 1500 1000 500 0 > 5 tahun

lama merokok Dari table dan grafik didapatkan sample yang merokok lebih dari 5 tahun sebanyak 3510 orang atau 51.92 % dan antara 1 5 tahun sebanyak 2479 orang atau 36.67 % sisanya adalah perokok pemula yang lamanya merokok kurang dari 1 tahun

Tabel.13 Distribusi Hipertensi pada subjek penelitian DIAGNOSA JUMLAH % Normal 14455 87.67 Hipertensi 2034 12.33 Jumlah 16489 100 Proportion hypertensi :12.33 confidence interval: 11.84,- 12.85 ( p < 0.05 ) Prevalensi hipertensi di kotamadya Palembang tahun 2001 adalah 12.33 %

50

16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0

14455

Norm al

Hipertensi

2034

Dari 16489 sampel didapatkan 2034 orang tergolong kedalam penderita hipertensi atau dengan kata lain prevalensi hipertensi di Kotamadaya Palembang adalah sebesar 12.33 %.

Tabel.14 Distribusi penderita hipertensi berdasarkan umur


UMUR 15 19 20- 24 25 29 30- 34 35 39 40- 44 45 49 50- 54 55 59 60 64 65- 69 > 70 Jumlah HIPERTENSI 22 26 53 71 150 203 256 342 439 289 121 62 2034 PERCENTAGE 1.09 1.26 2.6 3.48 7.4 10 12.6 16.8 21.6 14.2 5.94 3.03 100

51

Age Speciifc Absolute Prevalence

2500

2000

15 19 20- 24 25 29 30- 34

1500

35 39 40- 44 45 49 50- 54

1000

55 59 60 64 65- 69

500

> 70 Jumlah

HIPERTENSI

52

Prevalensi absolute didapatkan suatu trend peningkatan sesuai dengan peningkatan umur sampai dengan kelompok umur 55 59 tahun dan selanjutnya menurun pada kelompok umur 60-64 tahun serta usia diatas 70 tahun

Tabel.15 Prevalensi rate hipertensi berdasarkan kelompok umur


UMUR AGE SPECIFIC PREVALENCE RATE( % )

15 19 20 - 24 25 29 30- 34 35 39 40 - 44 45 49 50 - 54 55 59 60 64 65 - 69 > 70
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

0.745763 1.053485 2.367128 3.811057 8.782201 14.45869 22.18371 39.0411 81.2963 65.38462 34.47293 21.75439
15 19 20 - 24 25 29 30- 34 35 39 40 - 44 45 49 50 - 54 55 59 60 64 65 - 69 > 70

AGE SPECIFIC PREVALENCE RATE

Prevalensi spesifik berdasarkankan umur cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan umur dimana prevalensi hipertensi spesifik berdasarkan umur tertinggi

53

pada kelompok umur 55 59 tahun disusul oleh kelompok umur selanjutnya 60 64 tahun sebesar 65,38 % ,umur 65 69 tahun 34,37 % dan untuk kelompok umur > 70 tahun 21.75 % . Populasi umur 55- 59 tahun adalah yang paling perlu diwaspadai terjadinya komplikasi hipertensi. Tabel.16 Distribusi penderita Hipertensi berdasarkan Umur & Sex
UMUR PRIA WANITA JUMLAH 15 19 10 12 22 20- 24 12 14 26 25 29 30 23 53 30- 34 31 40 71 35 39 76 74 150 40- 44 101 102 203 45 49 137 119 256 50- 54 170 172 342 55 59 196 243 439 60 64 181 108 289 65- 69 61 60 121 > 70 32 30 62 Jumlah 1037 997 2034 Prevalensi Hipertensi berdasarkan sex & umur di Kotamadya Prevalensi 13.24224237 11.51536152

Palembang tahun 2001

250

200

15 19 20- 24 25 29 30- 34 35 39

150

100

40- 44 45 49

50

50- 54 55 59

0 PRIA

60 64

54

WANITA

Kelompok Umur

65- 69 > 70

Berdasarkan table dan grafik diatas Laki laki lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dari wanita dimana prevalensi pada laki laki sebesar 13.342 % dan prevalensi pada wanita sebesar 11.515 % ,sedangkan untuk kelompok umur & sex bervariasi seperti yang tersaji pada table dan grafik.

Tabel.17.Distribusi penderita hipertensi berdasarkan pekerjaan Occupational Pekerjaan PNS Buruh Swasta Pedagang lbu rumah tangga Pelajar Jumlah
Hipertensi

% 17.7 16.2 26.06 15.6 23.4 1.04 100

Sampel

Prevalence Rate (%)

360 330 530 317 476 21 2034

3031 2357 4067 1429 2542 3063

11.87727 14.00085 13.03172 22.18334 18.72541 0.685602

16489

55

Distribusi hipertensi bedasarkan status pekerjaan 600 500 400 300 200 100 0 Status Pekerjaan

PNS

Buruh

Sw asta

Pedagang

lbu rum ah tangga

Pelajar

Prevalensi hipertensi tertinggi pada kelompok Pedagang 22.18 %,disusul oleh kelompok ibu rumah tangga 18.72 % dan buruh 14 %, sedangkan pada kelompok pelajar hanya didapati angka sekitar 0.685 % Tabel.18.Sebaran absolute penderita hipertensi berdasarkan status gizi (n=16489)
NUTRITIONAL

STATUS GIZI

HIPERTENSI

SAMPEL

SPECIFIC PREVALENCE RATE

Under weight Normo weight Over weight Jumlah


1200 1000 800 600 400 200 0

2021 185 9.09 11119 697 34.26 Distribusi status gizi3349 1152 hipertensi berdasarkan 56.65 2034 100 16489

9.153884 6.268549 34.39833

12.33

Under w eight

Norm o w eight

Over w eight

56
Status Gizi

Dari tabel

dan grafik di atas didapatkan 1152 orang yang menderita hipertensi

(56,65 %) status gizinya termasuk over weight, 697 orang (34,26%) normo weight dan 185 orang (9,09%) under weight. Sedangakan prevalensi spesifiknya untuk overweight 34.39 %,Normoweight 6.268 % dan untuk kelompok underweight 9.153 %

Tabel.19 Sebaran penderita hipertensi berdasarkan kebiasaan merokok

PREVALENSI MEROKOK HIPERTENSI % SAMPEL SPESIFIK (%)

Perokok Bukan Perokok Jumlah

1693 341 2034

83.22 16.78 100

6760 9729 16489

25.04438 3.504985

12.33

Graf ik status kebiasaan merokok penderita hipertensi

Perokok
1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0

Bukan Perokok

Kebiasaan Merokok

57

Secara deskriptif didapatkan sebagian besar penedrita hipertensi adalah perokok yaitu sebanyak 1693 orang ( 83.22 %) dan sisanya sebanyak 341 orang adalah penderita hipertensi yang bukan perokok. Sedangkan perbedaan prevalensi spesifik sangatlah menyolok dimana dimana pada kelompok perokok sebesar 25.04 % sedangkan pada kelompok bukan perokok hanya 3.5 %. Tabel.20 Distribusi penderita hipertensi berdasarkan Jumlah rokok yang dihisap per hari Jumlah Rokok perhari < 15 batang > 15 batang Jumlah N 299 1394 1693 % 17.6 82.4 100 Sampel
2972

Prevalensi spesifik (%)


10.06057 36.80042

3788
6760

25.044

Distribusi hipertensi berdasarkan jum lah rokok yang dihisap

1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Jum lah rokok yang dihisap

< 15 batang

> 15 batang

58

Dari tabel dan grafik di atas didapatkan 299 orang (17.6 %) yang menghisap rokok kurang dari 15 batang per hari menderita hipertensi sedangkan 1394 orang (82.4%) menghisap rokok lebih dari 15 batang perhari. Sedangkan prevalensi spesifik untuk perokok lebih dari 15 batang rokok perhari sebesar 36.8 % dan kelompok kurang dari 15 batang rokok perhari sebesar 10.06 % dan prevalensi spesifik hipertensi dikalangan perokok adalah 25.044 % atau dengan kata lain diantara 100 perokok akan didapati 25 orang penderita hipertensi. Tabel.21 Distribusi penderita hipertensi berdasarkan lamanya merokok Prevalensi Lama merokok < 5 tahun > 5 tahun Jumlah Hipertensi 810 883 1693 % 47.84 52.16 100 Sampel Spesifik ( % )
3250 24.92308 25.1567 25.04438

3510

Grafik hipertensi berdasarkan lam anya sebagai perokok

900 880 860 840 820 800 780 760 Lama merokok

< 5 tahun

> 5 tahun

59

Dari tabel di atas didapatkan 810 orang (47.84 %) perokok yang menghisap rokok kurang dari 5 tahun menderita hipertensi dan 883 orang (52.16%) perokok yang menghisap rokok lebih 5 tahun menderita hipertensi. Prevalensi spesifik tidak berbeda banyak dimana prevalensi spesifik untuk kelompok perokok yang lamanya lebih dari 5 tahun adalah sebesar 25.15 % dan kelompok perokok kurang dari 5 tahun 24.9 %

60

Hubungan Kejadian Hipertensi dengan beberapa Faktor Resiko yang diteliti


Tabel.22 Hubungan kejadian hipertensi dengan jenis kelamin Jenis Kelamin Pria Wanita Jumlah Hipertensi 1037 997 2034 Tidak Hipertensi 6794 7661 14455 Jumlah 7831 8658 16489

Grafik Hipertensi berdasarkan jenis kelamin

16000 Pria

14000

12000

10000 Wanita

8000

6000

4000 Jum lah 2000

0 Hipertensi Tidak Hipertensi

Jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap kejadian hipertensi dimana pada penelitian ini didapatkan odd ratio sebesar 1.17 atau dengan kata lain jenis kelamin laki laki mempunyai resiko 1.17 kali lebih besar dibandingkan dengan

61

kelompok wanita ( p = 0.000827 ) dengan perbedaan resiko maksimal sebesar 2 %. Untuk perkiraan pada populasi resiko atribut didapatkan nilai sebesar 7 % . Tabel.23 Hubungan status pekerjaan dan kejadian hipertensi Pekerjaan PNS Buruh Swasta Pedagang lbu rumah tangga Pelajar Jumlah
Hipertensi 360 330 530 317 476 21

Normal 2671 2027 3537 1112 2066 3042 14455

Jumlah
3031 2357 4067 1429 2542 3063

Proporsi
11.87727 14.00085 13.03172 22.18334 18.72541 0.685602

2034

16489

12.33

Dari hasil analisis data pada table terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan kejadian hipertensi (2 =611.65 p = 0.000004 ) Dalam hal ini status pekerjaan yang mempunyai proprosi hipertensi yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi,Dalam hal penelitian ini status pekerjaan Pedagang dan ibu rumah tangga mempunya proporsi sebesar 22.18 % dan 18.72 %. Tabel.24 Hubungan kejadian hipertensi dengan kebiasaan merokok TIDAK MEROKOK Perokok Bukan 9000 Perokok 8000 Jumlah
7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 HIPERTENSI Perokok Bukan Perokok 10000

HIPERTENSI 1693 341 2034 HIPERTENSI 5067 9388 14455

JUMLAH 6760 9729 16489

62
TIDAK HIPERTENSI

Kebiasaan merokok terlihat merupakan faktor resiko untuk terjadinya hipertensi pada subjek penelitian dimana didapatkan : Odds ratio = 9.20 yang dapat dinterpretasikan kelompok perokok mempunyai resiko 9.2 kali lebih besar untuk mendapatkan hipertensi dibandingkan bukan perokok dengan perbedaan resiko sebesar 22 % ( p < 0.001) Dari angka dan besarnya sample yang diteliti dapat ditaksir resiko atribut pada populasi dikotamadya Palembang sebesar 72 % atau dengan kata lain perbedaan proporsi incidence hipertensi antara kelompok perokok dan bukan perokok adalah sebesar 72 % Dapat disimpulkan disini bahwa Rokok merupakan salah satu factor resiko atau determinan dari kejadian penyakit darah tinggi / Hipertensi di Kotamadya Palembang.

Tabel.25.Hubungan kejadian hipertensi dengan lamanya merokok Lama merokok > 5 tahun < 5 tahun Jumlah Hipertensi 883 810 1693 Tidak Hipertensi 2627 2440 5067 Jumlah 3510 3250 6760

900 880 860 840 820 800 780 760

> 5 tahun < 5 tahun

63
Hipertensi

Dari tabel diatas tidak didapatkan perbedaan bermakna kejadian hipertensi pada kelompok perokok kurang dari 5 tahun dan kelompok perokok lebih dari 5 tahun ( p = 0.846641 ) .Prevalensi hipertensi tidak dipengaruhi oleh lamanya merokok .

Tabel.26 Hubungan hipertensi dengan jumlah rokok yang dihisap perhari

Jumlah Rokok perhari Hipertensi Tidak hipertensi < 15 batang 299 1394 1693 2673 2394 5067

Jumlah
2972

Proporsi
10.06057

> 15 batang Jumlah

3788
6760

36.80042

25.044

Dari hasil analisi table diatas terdapat perbedaan bermakna kejadian hipertensi antara kelompok perokok > 15 batang perhari dengan kelompok perokok kurang dari 15 batang perhari dimana didapatkan odd ratio = 5.21., Risk ratio = 3.66 dan perbedaan incidence

64

hipertensi pada kedua kelompok tersebut pada populasi sebesar 60 % ( p = 0.000003 ) dengan sensitivitas sebesar = 80 84 %. Dapat disimpulkan disini jumlah rokok yang dihisap perhari yang lebih dari 15 batang perhari merupakan factor resiko yang dominan untuk terjadinya hipertensi.

Tabel.27 Hubungan Hipertensi dan Status Gizi Subjek Penelitian


STATUS GIZI Underweight Normoweight Overweight Jumlah HIPERTENSI TIDAK HIPERTENSI JUMLAH 2021 11119 3349 PROPORSI 0.091539 0.062685 0.343983 0.123355

185 697 1152 2034

1836 10422 2197 14455

16489

Prorporsi hipertensi berdasarkan status gizi

0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0


PROPORSI

Underweight Normoweight Overweight

65

Proporsi Hipertensi

Dari tabel diatas perbandingan antara kelompok overweight dan Normoweight didapatkan odd Ratio = 7,84 yang berarti kelompok populasi dengan status gizi overweight mempunyai resiko 7.84 kali untuk mendapatkan hipertensi

dibandingkan kelompok normo weight dengan perbedaan incidence pada populasi sebesar 51 %. ( p < 0.0001). Dapat disimpulkan kelebihan berat badan merupakan salah satu factor resiko dari kejadian hipertensi didalam masyarakat. Dilain pihak didapatkan kelompok underweight mempunyai resiko yang lebih rendah

dibandingkan kelompok overweight dengan odd ratio = 5,20 dan perbedaan incidence pada populasi sebesar 63 %. Untuk perbandingan kelompok Underweight dan Normoweight didapatkan odd Ratio = 1.51 dan perbedaan incidence pada populasi sebesar 7 % ( p = 0.000003) dan dapat dikatakan underweight lebih beresiko dibandingkan normo weight.

66

B. Pembahasan Penelitian prevalensi hipertensi di Kotamadya Palembang pada prinsipnya meneliti 2 permasalahan yaitu: 1. 2. Secara Deskriptif meneliti prevalensi Hipertensi secara umum dan spesifik Secara Analitik mencoba membuktikan apakah beberapa faktor resiko yang diteliti memang merupakan salah satu faktor resiko / determinan untuk terjadinya penyakit hipertensi didalam masyarakat. Pada studi deskriptif ditemukan prevalensi hipertensi dikotamadya Palembang sebesar 12.33 % atau dengan kata lain setiap 10000 penduduk berumur diatas 15 tahun akan ditemukan 1233 penderita hipertensi berbagai tipe dengan ineterval 1200 1300 penderita hipertensi setiap 10000 penduduk ( p <0.05) atau dengan kata lain diantara 1017539 penduduk berusia diatas 15 tahun di di Kotamadya Palembang tahun 2001 terdapat 125463 orang penderita hipertensi dari berbagai kelompok umur ,jenis kelamin dan pekerjaan dimana jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar dan merupakan

67

masalah kesehatan kedepan yang mempunyai dampak pada produktivitas kerja dimasa depan bila penyuluhan pencegahan hipertensi usia muda tidak dilakukan lebih lebih lagi tingkat social ekonomi masyarakat makin hari makin merosot. Bila hasil ini dibandingkan dengan negara maju seperti hasil penelitian yang dipublikasikan pada American Journal Of Public Health tahun 1994 dua puluh percent ( 20%) dari masyarakat dinegara maju dengan usia dewasa menderita hipertensi, prevalensi hipertensi di Palembang jauh lebih rendah,sedangkan bila dibandingkan dengan perkiraan prevalensi Nasional di Indonesia sebesar 4,8--18,8% tidak ada

perbedaan yang bermakna dengan perbedaan yang bermakna dimana variasi prevalensi hipertensi di Palembang berkisar antara 11.84 12.85 % (p<0.05) . Prevalensi spesifik berdasarkan kelompok umur didapatkan hubungan linier sampai usia 55 59 tahun dan menurun pada usia 60 tahun keatas dan secara bermakna resiko pada pria lebih tinggi dari wanita. Prevalensi hipertensi juga lebih tinggi pada kelompok perokok ,overweight dan pada status pekerjaan pedagang buruh dan swasta. Faktor resiko yang diteliti antara lain kebiasaan merokok, status gizi overweight, jumlah rokok yang dihisap yang tinggi perhari, jenis kelamin laki laki Status pekerjaan Pedagang , Buruh,Ibu Rumah Tangga dan Pegawai negri sipil secara bermakna merupaka factor resiko pola kejadian hipertensi pada masyarakat di Kota madya Palembang. Dari faktor resiko yang didapat ini dapat dipakai sebagai pedoman penyuluhan dan program penannggulangan hipertensi didalam masyarakat.

68

Sebagai penutup diskusi ini tentunya terdapat beberapa kelemahan dan kealfaan dari peneliti terutama dalam hal rujukan sebagai bahan perbandingan penelitian ini sampai saat ini masih sangat terbatas.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Prevalensi Hipertensi di Kotamadya Palembang tahun 2001 ditemukan sebesar 12.33 % 2. Prevalensi Spesifik yang didapatkan antara berdasarkan ,umur, jenis kelamin pekerjaan , status gizi , kebiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap perhari,lamanya merokok tersaji pada bab hasil penelitian. 3. Faktor resiko dari kejadian hipertensi dikotamadya Palembang yang secara signifikan ditemukan antara lain status gizi,pekerjaan,kebiasaan merokok ,jeniskelamin laki-laki, dan jumlah rokok yang dihisap perhari dengan hasil analisis tersaji pada bab hasil penelitian

69

B.

SARAN 1. Perlukan dilakukan kampanye dan penyuluhan hipertensi terutama mengenai kebiasaan masyarakat secara rutine memeriksakan tekanan darah terutama untuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi.

2. Penyuluhan cara melakukan pemeriksaan tekanan darah secara mandiri pada kelompok umur resiko tinggi akan membuahkan hasil pendeteksian dini hipertensi dan mengurangi angka kejadian komplikasi hipertensi. Hal ini sudah dilakukan dinegara-negara maju. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. Departemen Kesehatan RI,Rencana pembangunan tahun ke enam 1994/95 -1998/1999. Pangan dan perbaikan gizi Bab II 1994 Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan Profil Kesehatan Sumatera Selatan 1996 Palembang 1997 ; 14: 672-7 Muhilal. Pemantauan keadaan kurang gizi dengan cara anthropometri.Gizi Indonesia 1988;13 (2);31-9 Enoch M. Tinggi badan pada umur tertentu sebagai indicator Gizi dan kesehatan masyarakat,Medika 1988; 14 ;672-7 Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Sumatera Selatan,Hasil studi analisis kecenderungan kesehatan Propinsi Sumatera Selatan tahun 1996. Kanwil Depkes SumSel dan Puslitbang DepKes RI Palembang 1996 ; 21-4 Jalal F. Soekirman Pemanfaatan Anthropometri sebagai indicator Sosial Ekonomi,Gizi Indonesia 1990 XV( 2) 26 35 Biro Pusat Statistik Sumsel ;Palembang dalam angka 2001 12 42 Nasrin Kodim; Hypertensi masalah besar yang diabaikan; Medika 2001 1-2

6. 7. 8.

70

9. 10. 11. 12. 13.

Managing hypertension in the UK ;Farmafocus 2001 ; 1-3 Pengobatan Hipertensi Norvartis Indonesia 2001; 3-5 Diagnosa Hipertensi ,Norvartis Indonesia 2001; 6-8 M. Mohsen Ibrahim, MD, Epidemiologic Surveys in Hypertension in search of risk factors. Egyptians Hyepretension Society, 1-10 Pan American Health Organization. Health in the Americas. Washington, D.C.: PAHO, 1998.

14.

Reyes S. Envejecimiento poblacional en el IMSS. Implicaciones econmicas de polticas de salud (PhD Thesis) Londres: London School of Hygiene and Tropical Medicine, Health Policy Unit.

15.

Secretara de Salud. Boletn de Informacin Estadstica, Recursos y Servicios. Mxico: SSA; 1995.

17. Secretara de Salud. Encuesta Nacional de Enfermedades Crnicas. Mxico, D.F.: Direccin General de Epidemiologa, 1996. 18. World Health Organization. World Health Statistics Annual. Ginebra: WHO; 1986-1995. 19. 1999 World Health Organization-International Society of Hypertension Guidelines for the Management of Hipertension. Guidelines Subcommittee. J Hypertens 1999;17:151-183.

71

20. MacMahon S, Peto R, Cutler J, Collins R, Sorlie P, Neaton J et al. Blood pressure, stroke, and coronary heart disease.Part 1, prolonged differences in blood pressure: Prospective observational studies corrected for the regression dilution bias. Lancet 1990;335:765-774. 21.Ebrahim S, Davey-Smith G. Health promotion in older people for the prevention of coronary heart disease and stroke. Health promotion effectiveness reviews. Londres: Health Education Authority, 1996.

22.Kaplan N. Clinical Hypertension. Baltimore (MD): Williams and Wilkins, 1998. 23.O Brien E, Petrie J, Littler W, de Swiet M, Padfield P, Dillon M et al. Blood pressure measurement. Recommendations of the British Hypertension Society. Londres: British Medical Journal Publishing Group, 1997. 24.Messerli F. Osler s Manoeuvre, pseudohypertension, and true hypertension in the elderly. Am J Med 1986;80:907-910. 25.Rodrguez GC, Hughes F, Hamsho P, Aubry P. Estudio estadstico de la presin arterial en derechohabientes del IMSS en Veracruz. Arch Inst Cardiol Mex 1982;52:425. 26.Gonzlez CA, Cooper R. A blood pressure survey in Nuevo Laredo, Mxico. Public Health Rep 1982;97:116. 27. Yamamoto-Kimura L, Zamora-Gonzlez J, Garca de la Torre G, Cardoso

72

G, Fajardo A, Ayala C et al. Prevalence of high blood pressure and associated coronary risk factors in an adult population of Mexico City. Arch Med Res 1998;29:341-349. 28. National High Blood Pressure Education Program. Working group report on hypertension in the elderly. Hypertension 1994;23:275-285 29. Lerman I, Villa A, Llaca-Martnez C, Cervantes-Turrubiatez L, AguilarSalinas C, Wong B et al. The prevalence of diabetes and associated coronary risk factors in urban and rural older Mexican populations. J Am Ger Soc 1998;46:1387-1395. 30. SHEP Co-operative Research Group. Prevention of stroke by antihypertensive drug treatment in older persons with isolated systolic hypertension. JAMA 1991;265:3255-3264. 31. Whelton P, Appel L. Espeland M, Appelgate W, Ettinger W, Kostis J et al. Sodium reduction and weight loss in the treatment of hypertension in older persons. A randomized controlled trial of nonpharmacologic interventions in the elderly (TONE). JAMA 1998;279:839-846. 31. Staessen J, Fagard R, Thijs L, Celis H, Arabidze GG, Birkenhager WH et al. Randomised double-blind comparison of placebo and active treatment fot older patients with isolated systolic hypertension. Lancet 1997;350: 757-764. 32. Lisheng L, Guang Wang J, Gong Lansheng, Gouzhang L, Staessen J for the Systolic Hypertension in China (syst-China) Collaborative Group.

73

Comparison of active treatment and placebo in older Chinese patients with isolated systolic hypertension. J Hypertens 1998;16:1823-1829. 33. Stergiou G, Skeva I, Zourbaki A, Mountokalasi T, Self-monitoring of blood pressure at home: How many measurements are need? J Hypertens 1998;16:725-731. 34. Colhoun HM, Dong W, Poulter NR. Blood pressure screening, management and control in England: Results from health survey for England 1994. J Hypertens 1998;16:747-752.

74

75

Anda mungkin juga menyukai