Anda di halaman 1dari 29

STUDI KASUS 2 MODUL EMG SEORANG WANITA 48 TAHUN MENGELUH BENGKAK PADA KEDUA TUNGKAI KAKI

KELOMPOK II 030.08.018 030.08.096 030.08.131 030.08.152 030.08.171 030.08.191 030.08.204 030.08.237 030.09.015 030.09.029 030.09.049 Almira Devina Gunawan Faishal Lathifi Jonathan Sinarta K Maimunah Nadia Alwainy Phoespha Mayangsarie Ria Angelia Putri T. Rini Puspasari Andravina Pranathania Arini Damayanti Brilli Bagus Dipo

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 14 MARET 2012

BAB I PENDAHULUAN

Topik diskusi Seorang wanita 48 tahun mengeluh bengkak pada kedua tungkai kakinya Tutor diskusi dr. Suweino. Diskusi I sesi 1 9 Maret 2012 10:00 12:00 2 jam Brilli Bagus Dipo Almira Devina Gunawan 11 orang Diskusi I sesi 2 12 Maret 2012 13.00 15.00 2 jam Faishal Lathifi Nadia Alwainy 11 orang

Tanggal Waktu Durasi Ketua diskusi Sekertaris Jumlah peserta

Perilaku peserta dan perjalanan diskusi: Peserta diskusi dapat mengikuti arahan tutor dengan baik. Tutor juga memberikan learning issue kepada peserta untuk dibahas pada hari diskusi selanjutnya. Tutorial berjalan dengan baik.

BAB II LAPORAN KASUS


Seorang wanita 48 tahun, mengeluh bengkak pada kedua tungkai kaki hingga ke mata kakinya sehingga ia tidak lagi dapat memakai sepatunya. Ia menyadari hal ini sejak 2-3 bulan yang lalu. Seorang temannya memberinya lasix yang katanya sedikit menolong, tapi sekarang obat itu sudah habis. Berat badannya bertambah hingga kira-kira 10 kg dalam waktu 2-3 bulan terakhir. Sebelum ini dia mengeluh sering kencing dan mudah lelah serta mengantuk. Seorang temannya mengatakan mungkin ia menderita kencing manis dan memberinya tablet yang katanya harus diminum setiap pagi sebelum makan. Ia memang merasakan lebih enak. Ia tidak pernah pergi lagi ke dokter.

Pada matanya tampak edema periorbital dan edema yang bersifat pitting pada tangan, kaki, dan kedua tungkainya. Ia merasa kebal pada kaki hingga pertengahan betisnya. Pada pemeriksaan urin di dapatkan glukosa +2, protein +3, leukosit 0-2/LPB, eritrosit 0-1/LPB.

BAB III

PEMBAHASAN

ANAMNESIS Identitas Pasien o o o o o o o Nama Jenis kelamin Umur Agama Pekerjaan Status pernikahan Alamat : Ny. A : Perempuan : 48 Tahun ::::: Bengkak pada kedua tungkai kaki

Keluhan utama

Riwayat penyakit sekarang : o Edema ekstremitas dan periorbital 4

o o o o

Sering kencing, mudah lelah, dan mengantuk Berat badan bertambah 10kg dalam 2-3 bulan terakhir Kebal paada kaki Proteinuria dan Glukosuria :: -. :-

Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat kebiasaan

ANAMNESIS TAMBAHAN Adapun anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan untuk menegakkan diagnosis adalah: Riwayat Penyakit Sekarang o o o o Bagaimana dengan nafsu makan? Apakah disertai dengan gangguan penglihatan? Apa ada keluhan lain? Berapa berat badan sebelumnya?

Riwayat Penyakit Dahulu o o Apakah ada riwayat hipertensi? Apakah ada riwayat Diabetes Mellitus? 5

Apakah ada riwayat penyakit ginjal dan jantung?

Riwayat Penyakit Keluarga o Apakah ada riwayat diabetes melitus dalam keluarga?

Riwayat Kebiasaan o o Bagaimana dengan pola makan nya? Bagaimana dengan gaya hidup? Apakah merokok/ minum alcohol/olahraga?

Riwayat Pengobatan o Apa nama obat yang diminum setiap pagi sebelum makan untuk mengurangi keluhan?

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis o Keadaan Umum Tingkat kesadaran : :-

Kesan Sakit

Status Antropometri : Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk perhitungan BMI/IMT, dengan menggunakan rumus berikut. Rumus BMI/IMT = berat badan

(kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (meter) = satuannya kg/ m. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT1: BMI/IMT < 18,5 18,5 22,9 6 KATEGORI Underweight (berat badan kurang) Normal

23-24,9 25-29,9 30

Overweight (berat badan berlebih) Obese I (gemuk) Obese II

Kriteria BMI menurut World Health Organization (WHO)2: BMI/IMT < 18,5 18,5 24,9 25 29,9 > 30 KATEGORI Under weight (berat badan kurang) Normal Overweight (berat badan berlebih) Obese (gemuk)

Tanda Vital

Suhu Denyut nadi Irama denyut Tekanan darah Pernafasan

Hasil -

Normal 36,5 - 37,2 C 60-100 X/mnt teratur(reguler) 120/80 mmHg(optimal) 14-18 x/mnt

Status Lokalis Mata Ekstremitas : Edema periorbital : Edema ekstremitas ++/++

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan Protein Glukosa Eritrosit Leukosit Hasil +3 +2 0-2/LPB 0-2/LPB Nilai Normal 0-2/LPB 0-2/LPB Keterangan Positif Positif Normal Normal

Dari hasil pemeriksaan laboratorium urin dapatkan interpretasi sebagai berikut: Terdapat proteinuria diakibatkan adanya kerusakan di glomelurus dan atau gangguan reabsorsi di tubulus ginjal. Manifestasi awal nefropati diabetik adalah munculnya jumlah albumin yang sedikit dalam urin ( > 30 mg/hari) yaitu makroalbumiuria. Pada pasien ini termasuk dalam kategori proteinuria berat. Proteinuria berat bila kadar > 3 gr/hari. Glukosa yang positif berarti glukosa sudah melampaui batas reabsorsi dan tidak dapat direabsori sepenuhnya.

HIPOTESIS

NO 1

MASALAH Edema ekstrimitas dan periorbital

DASAR MASALAH Pemeriksaan fisik Hasil laboratorium

HIPOTESIS Nefropati diabetik Penyakit jantung Sindroma Nefrotik Diabetes melitus

Sering kencing, mudah lelah, dan mengantuk

Anamnesis Hasil laboratorium Anamnesis Anamnesis Hasil laboratorium

3 4 5

Berat badan bertambah 10 kg dalam 2-3 bulan Kebal pada kaki Proteinuria

Nefropati diabetik Intake >> Neuropati diabetik Nefropati diabetik Sindroma Nefrotik

PENGKAJIAN

Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua tungkai tangan, kaki, dan kedua tungkainya. Pada matanya tampak juga edema periorbital. Pasien menyadari hal ini sejak 2-3 bulan yang lalu dan meminum obat lasix. Lasix merupakan obat yang mengandung furosemid. Furosemid (diuretik kuat) menurunkan reabsorsi sodium dan klorida di ascending loop Henle dan tubulus distal ginjal. Meningkatkan eksresi sodium, air, klorida, kalsium, dam magnesium. Diuretik kuat diindikasikan untuk edema, hiperkalsemia akut, gagal ginjal akut, dan hipertensi. Dari hasil peremeriksaan urin, Ny.A mengalami glukosuria dan proteinuria. Adanya tanda dan gejala klinis yang tampak mengarahkan pada hipotesis diabetes nefropati diabetik.

PATOFISIOLOGI

DIAGNOSIS Diagnosis Kerja Nefropati Diabetik Kami menegakkan diagnosis ini berdasarkan: Anamnesis usia pada pasien ini Adanya tanda dan gejala klinis seperti poliuri, mudah lelah dan mengantuk Pemerisksaan fisik di dapatkan edema ekstrimitas dan periorbital Hasil laboratorium ditemukan proteinuria dan glukosuria

Diagnosis Banding Sindroma Nefrotik 10

Alasan kami untuk menjadikan diagnosis banding adalah: Ditemukan proteinuria pada hasil laboratorium Didapatkan edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, tangan, dan kedua tungkai.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN Pemeriksaan Laboratorium o Darah rutin Tujuan untuk melihat keadaan umum pasien. Dimana kita ketahui pasien ini mengalami lemah, letih, dan lesu yang bisa dicurigai anemia. o Gula darah Bertujuan untuk memastikan pasien ini terkena diabetes melitus sesuai kriteria diagnosis yaitu: 1. Apa bila didapatkan gula darah puasa > 126 mg/dl atau gula darah

sewaktu > 200 disertai gejala klasik pasien bisa didiagnosa diabetes melitus. 2. Dapat juga dengan melakukan tes toleransi glukosa oral (TGO) dengan hasil > 200 mg/dl o HbA1c Pemeriksaan ini mencerminkan kondisi glukosa darah 2-3 bula sebelumnya. o C Peptide Pemeriksaan khusus untuk mengetahui kadar insulin serum karena C-peptide merupakan prekusor pembentukan insulin. Kadar normal c-peptide (0,6-12,0 mg/ml). Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan tipe DM. o Creatinin Clearens Test

11

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kreatinin dalam darah dalam kurun waktu untuk mengukur fungsi ginjal dalam ekresi kreatinin. Apabila clearen mengecil berarti kosentrasi kreatinin dalam darah naik. o Ureum dan Kreatinin Pemeriksaan ureum dan kreatinin berguna untuk menunjukkan fungsi ginjal. USG Untuk melihat perubahan bentuk pada ginjal, apakah terjadi pembesaran pada ginjal atau tidak

PENATALAKSANAAN Medikamentosa o Untuk perbaikan fungsi ginjal : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB). o Untuk pengendalian kadar gula darah : Obant Anti Diabetes (OAD) ; Pioglitazon Dosis awal: 15-30 mg melalui mulut (per oral), 1 kali sehari. Boleh tingkatkan dosis dengan kenaikan berdasarkan reaksi pasien. Dosis maksimum: 45 mg/hari.

Non Medikamentosa o Olahraga Olahraga rutin yang dianjurkan adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan 1012 menit/km, 4-5 kali seminggu o o Diet rendah garam dan protein Pola hidup sehat : Hindari merokok, alkohol, dll

12

Rujuk ke Rumah Sakit

KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien ini adalah : Neuropati Diabetik Ketoasidosis Diabetik Retinopati Diabetik

PROGNOSIS Ad vitam : Dubia Ad Bonam

Ad fungsionam : Dubia Ad Malam Penyakit ini timbul karena kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi defisiensi insulin. Dan fungsi ini tidak bisa dikembalikan lagi.

Ad sanationam : Ad Malam Karena pasien dengan penyakit seperti ini jika tidak menjalani pengobatan secara teratur keadaan pasien bisa memburuk lagi. Sampai bisa manimbulkan kematian.

13

BAB

IV

TINJAUAN PUSTAKA

Berikut kami sajikan tinjauan pustaka mengenai sindroma metabolik yang kami tegakan sebagai diagnosis pada kasus ini:

NEFROPATI DIABETIK
1. Definisi Nefropati diabetik adalah sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan LFG (laju filtrat glomerulus). Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik.

14

Diagram 2.1. Algoritma diagnosis albuminuria

2. Epidemiologi Insidens kumulatif mikroalbuminuria pada pasien DM tipe 1 adalah 12.6% berdasarkan European Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study Group selama lebih dari 7,3 tahun dan hampir 33% pada follow-up selama 18 tahun pada penelitian di Denmark. Pada pasien dengan DM tipe 2, insidens mikroalbuminuria adalah 2% per tahun dan prevalensi selama 10 tahun setelah diagnosis adalah 25% di U.K. Prospective Diabetes Study (UKPDS). Proteinuria terjadi pada 15-40% dari pasien dengan DM tipe 1, dengan puncak insidens sekitar 15-20 tahun dari pasien diabetes. Pada pasien dengan DM tipe 2, prevalensi sangat berubah-ubah, berkisar antara 5 sampai 20%.

Nefropati diabetik lebih umum di antara orang Afrika-Amerika, Asia, dan Amerika asli daripada orang Kaukasia. Di antara pasien yang memulai renal replacement therapy, insidens nefropati diabetik dua kali lipat dari tahun 1991-2001. Rata-rata peningkatan menjadi semakin menurun, mungkin karena pemakaian pada praktek klinis bermacam-macam langkah yang berperan pada diagnosis awal dan pencegahan nefropati diabetik, yang dengan cara demikian 15

menurunkan perkembangan penyakit ginjal yang terjadi. Bagaimanapun, pelaksanaan langkah-langkah ini jauh dibawah tujuan yang diharapkan.

Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.

3. Faktor risiko Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetik. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor risiko antara lain: 1. Kepekaan genetik 2. Hiperglikemia 3. Hipertensi 4. Dislipidemia 5. Hiperfiltrasi glomerular 6. Merokok 7. Tingkat proteinuria 8. Faktor diet seperti jumlah dan sumber protein dan lemak dalam makanan. 4. Klasifikasi Mogensen membagi 5 tahapan nefropati diabetik, yaitu : a. Tahap 1

16

Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat. b. Tahap 2 Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerolus tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan mesangium fraksional. c. Tahap 3 Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300 mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus. d. Tahap 4 Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah. e. Tahap 5 Timbulnya gagal ginjal terminal.

Table 2.1. Derajat Nefropati Diabetik: Cutoff Values dari Albumin Urin untuk Diagnosis dan Karakteristik Klinis yang Utama Derajat Mikroalbuminuria cutoff values Albuminuria 20-199 g/mnt 30-299 mg/24 jam 17 Karakteristik Klinis Nocturnal Peningkatan tekanan darah Peningkatan trigliserida,

kolesterol 30-299 mg/g*

total,

LDL,

dan

asam lemak jenuh Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik Disfungsi endotel Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan

penyakit kardiovaskuler Peningkatan kardiovaskuler Macroalbuminuria 200 g/mnt 300 mg/24 jam >300 mg/g* LFG stabil Hipertensi Peningkatan mortalitas

trigliserida

kolesterol total dan LDL Asimptomatik Iskemik miokardial Penurunan LFG yang progresif

* Sedikit sampel urin Pengukuran proteinuria total (500 mg/24 jam atau 430 mg/l in sedikit sampel urin) dapat juga digunakan untuk menetapkan derajat ini.

5. Patofisiologi Patofisiologi, gambaran klinis, dan bentuk nefropati diabetik adalah mirip antara DM tipe 1 dan tipe 2, meskipun sejalannya waktu mungkin pada DM tipe 2 lebih singkat. Hipertensi glomerular dan hiperfiltrasi adalah abnormalitas ginjal yang paling awal pada hewan eksperimental dan manusia yang diabetes dan diobservasi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu diagnosis. Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme 18

patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.

Diagram 2.2 Patofisiologi Nefropati Diabetik9 Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF- yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih 19

stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End Product (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.

Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.

6. Patologi Diabetes menyebabkan perubahan yang unik pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis klasik dicirikan sebagai penebalan membrana basalis, sklerosis mesangial yang difus, hialinosis, mikroaneurisma, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstitial juga terjadi. Daerah ekspansi mesangial yang ekstrim dinamakan nodul Kimmelstiel-Wilson atau ekspansi mesangial nodular yang diobservasi pada 40-50% pasien yang terdapat proteinuria. Pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria memiliki lebih banyak struktur heterogenitas daripada pasien dengan DM tipe 1. Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrana basalis, ekspansi mesangium yang kemudian menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus, hialinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.

7. Penatalaksanaan Evaluasi

20

Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin.1 Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu : LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *) 72 x kreatinin serum *) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2.2. Pemantauan fungsi ginjal pada pasien diabetes 1 Derajat Mikroalbuminuria cutoff values Albuminuria 20-199 g/mnt 30-299 mg/24 jam Karakteristik Klinis Nocturnal Peningkatan tekanan darah Peningkatan trigliserida, kolesterol 30-299 mg/g* total, LDL, dan

asam lemak jenuh Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik Disfungsi endotel Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan

penyakit kardiovaskuler Peningkatan kardiovaskuler Macroalbuminuria 200 g/mnt 300 mg/24 jam 21 LFG stabil Hipertensi Peningkatan mortalitas

trigliserida

>300 mg/g*

kolesterol total dan LDL Asimptomatik Iskemik miokardial Penurunan LFG yang progresif

Terapi Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih

normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui : 1. Pengendalian gula darah dengan olahraga, diet, obat anti diabetes. 2. Pengendalian tekanan darah dengan diet rendah garam, obat antihipertensi. 3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah protein, pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB). 4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain seperti pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas. Terapi non farmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat meliputi olah raga rutin, diet, menghentikan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan 10-12 menit/km, 4-5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam 4-5 g/hari, serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari. Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah <130/80 mmHg. Obat antihipertensi yang dianjurkan adalah ACE-I atau ARB. Walaupun pasien diabetik nefopati memiliki tekanan darah normal, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pemberian ACE-I dan ARB dapat mencegah laju penurunan fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan tekanan darah, penurunan tekanan intraglomerulus, peningkatan aliran darah ginjal, penurunan proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan proliferasi sel, hipertrofi, ekspansi 22

matriks, sitokin dan sintesa growth factor, disamping hambatan aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag, serta perbaikan sensitivitas terhadap insulin.1 Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus, maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai 10-15 ml/menit dianjurkan untuk memulai dialisis. Rujukan American Diabetes Association menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/menit/1.73m2 atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi dan hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 30 ml/menit/1.73m2 atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.

SINDROMA NEFROTIK Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh : Proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari) Hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl) Edema Hiperlipidemia Lipiduria Liperkoagulabilitas Sindroma ini dapat terjadi pada segala usia. Pada anak-anak paling sering menyerang usia 18 bulan sampai 4 tahun, dan lebih banyak menyerang pada anak-laki-laki.

ETIOLOGI 23

Kebanyakan 90% anak yang menderita nefrosis memiliki beberapa bentuk sindroma nefrotik idiopatik : penyakit lesi minimal ditemukan pada sekitar 85%, proliferasi mesangium pada 5%, dan skelosis setempat 40%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis, sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis dan yang tersering adalah membranosa dan membranoproliferatif.

GEJALA KLINIS Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia, dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15gr/hr. Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan esbach. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula lipoid; terdapat pula seldarah putih; dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile bodies. Pada fase non nefritis, uji fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap normal atau meningkat. Dengan perubahan yang progresif di glomerolus terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefritik. Kimia darah menunjukan hipoalbuminemia. Kadar albumin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin globulin yang terbalik. Terdapat pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, sedangkan kadar ureum normal, anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dala urin. Pada 10% kasus terdapat defisiensi faktor IX. Laju endap darah meninggi kadar kalsium darah sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang glukosuria tanpa hiperglikemia. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 24

Selain proteinuria masif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi hemeturia mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis: sklerosis glomerolus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan IgG menuyrun. Komplemen serum normal dan tidak ada tioglobulin. DIAGNOSA Analisis urin menunjkukkan proteinuria +3 atau +4. mungkin ada hematuria mikroskopis, tetapi jarang hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun. Klirens kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal akibat penurunan volume intravaskuler, dan akan kembali normal bila volume intravaskuler membaik. Ekresi protein melebihi 2gr/24jam. Kadar kolesterol dan trigliserida serum naik, karena penurunan fraksi terikat albumin. PENGOBATAN Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Penatalaksanaan 1.Istirahat sampai tinggal edema sedikit. 2.Makanan yang mengandung protein sebanyak 3-4 mg/kgBB/hari :minimun bila edema masih berat. Bila edema berkurang diberi garam sedikit. 3.Mencegah infeksi. Diperiksa apakah anak tidak menderita TBC. 4.Diuretika. 5.Inter national Cooperatife study of Kidney disease in Childrenmengajukan: a.)Selama 28 hari prednison per os sebanyak 2 kg/kgBB/sehari dengan maksimun sehari 80 mg. b.)Kemudian prednison per os selama 28 hari sebanyak 1,5 mg/kgBB / hari setiap 3hari dalam 1mingggu dengan dosis maksimun sehari : 60mg . Bila terdapat respons selama

25

(b) maka dilanjutkan dengan 4 minggu secara intermiten. c.)Pengobatan prednison dihentikan. Bila terjadi relaps maka seperti pada terapi permulaan diberi setiap hari prednison sampai urine bebas protein. Kemudian seperti terapi permulaan selama 5 minggu tetapi secara interminten. 6.Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi. 7.Lain-lain : Fungsi acites, Fungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada dekompensasi jantung diberikan digitalisasi.

BAB V K E S I M P U LAN

26

Nefropati Diabetika adalah komplikasi Diabetes Mellitus pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal Kami menegakkan diagnosis ini berdasarkan: Anamnesis usia pada pasien ini Adanya tanda dan gejala klinis seperti poliuri, mudah lelah dan mengantuk Pemerisksaan fisik di dapatkan edema ekstrimitas dan periorbital Hasil laboratorium ditemukan proteinuria dan glukosuria

Tetapi untuk menentukan lebih lanjut atas diagnosis pasti pasien ini, kami masih membutuhkan pemeriksaan tambahan yang lebih lanjut.

Sekian penjelasan kami menganai hasil diskusi kasus pertama. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada tutor pembimbing dan para narasumber yang kemudian akan menilai makalah dan presentasi kami. Kritik dan saran akan kami jadikan pembelajaran untuk diskusi, pembuatan makalah, ataupun seminar selanjutnya. Semoga ilmu yang dipelajari dapat berguna.

BAB VI DAFTAR PUSTAKA


27

1. Rully Roesli, Endang Susalit, Jusman Djafar. Nefropati Diabetik. Dalam : Slamet Suyono,dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Edisi 3, Jakarta, BP FKUI,2001 p.356363

2. World Health Organization. Global database on body mass index: BMI classification.
[http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html, accessed on Maret 12, 2012].
3. Hendromartono. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. 1898-1901

28

29

Anda mungkin juga menyukai