Anda di halaman 1dari 27

PENANGANAN PATAH TULANG - 2010-12-22

Definisi : Patah Tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan. Gejala klasik patah tulang: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Riwayat trauma Nyeri pada tulang yang patah Bengkak Kelainan bentuk (angulasi, rotasi, discrepancy) Tenderness atu nyeri tekan setempat dan nyeri sumbu (axial) Teraba kripitasi, sebagai gesekan permukaan fragmen Gangguan fungsi (fungsion laesa)

Apabila gejala klasik ditemukan, maka jelas secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan.

Pembagian Patah Tulang (Klasifikasi Fraktur) 1. Klinis

Secara klinis dibedakan :

y y

Fraktur tertutup : tidak didapatkan perlukaan didaerah fraktur. Fraktur terbuka : didapatkan perlukaan di daerah fraktur.

Dari segi perlukaan Gustilo membagi fraktur terbuka menjadi 3 derajat : . Untuk menentukan initial, diperlukan pencitraan yang menyatakan jenis dan kedudukan fraktur yaitu dengan pemeriksaan radiologis seperti X-ray, CT atau MRI. 2. Radiologis Derajat I : Perlukaan kurang dari 1 cm, Derajat II : Perlukaan lebih dari 1 cm, Derajat III : Perlukaan disertai kerusakan luas

Pemeriksaan radiologis dibagi menjadi :

y y y y
-

Komplit inkomplit atau kompresi Simple kominutif atau segmental Transversal, oblique, spiral Intra atau ekstra-artikuler :

Pada fraktur dislokasi

MANAJEMEN PATAH TULANG


1.REDUCTION (REPOSISI) Penegakkan diagnosis berdasarkan gambaran klinis dan radiologis, sehingga dengan demikian dapat ditentukan cara reposisi sebagai tindakan berikutnya. 1. Fraktur Tertutup Reposisi Tertutup

Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan cara manipulasi, traksi kulit ( skin traction) atau traksi skeletal Indikasi tindakan operasi bila :

y y y
2.

Reposisi tertutup gagal Terjadi fraktur avulse atau distraksi Non union

Fraktur Terbuka Reposisi Terbuka

Menurut Gustilo reposisi terbuka terdiri dari :

y y y

Debridement Reposisi terbuka (a voe) Fiksasi dan pertimbangan rehabilitasi agar dapat sembuh paripurna.

2.RETAIN ING Hasil reposisi perlu dipertahankan dengan cara imobilisasi Imobilisasi dapat dengan cara :

Fiksasi luar : bidai, gips, external fixator. Fiksasi dalam : penggunaan implant.

Fiksasi Luar 1. Bidai ( Splint)

Bidai dengan mengunci 2 buah sendi yaitu pada bagian proksimal dan distal tulang yang fraktur, sehingga dapat diharapkan : 2. Nyeri berkurang Pendarahan dapat dihentikan Kerusaan lebih lanjut dapat dicegah Memudahkan untuk transportasi Gips (Plaster of Paris : POP)

Gips dipakai dalam bentuk slab atau sirkuler, seperti halnya bidai. S yarat pemasangannya sama yaitu dengan mengunci 2 buah sendi, bagian proksimal dan bagian distal fraktur kecuali apabila dapat dibuat dengan baik agar tidak ada pergerakan yang berarti pada daerah fraktur seperti Sarmento plaster. 3. Eksternal fixator (exfix)

Exfix adalah alat fiksasi luar yang dipergunakan untuk mempertahankan kedudukan fraktur hasil reposisi dimana jaringan lunak rusak dan perlu perawatan khusus. Biasanya pada fraktur terbuka derajat III B atau derajat III 4.Fiksasi Dalam Fiksasi dalam digunakan untuk pemasangan implant. Ada beberapa cara yang dilakukan, dengan maksud sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Splinting Adaptasi atau netralisai Stabilisasi dengan atau tanpa kompresi Tension Band

REHABILITATION Rehabilitasi berarti upaya mengembalikan kemampuan anggota yang cedera atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali.

(Dari Kumpulan Kuliah Prof.Soelarto Reksoprodjo)

http://www.dokterbedahtulang.com/?mn=101&id=11

PENANGANAN PATAH TULANG TERBUKA GRADE 1, 2, 3


25 Februari 2009 bedahumum Tinggalkan komentar Go to comments

http://bedahumum.wordpress.com/2009/02/25/penanganan-patah-tulang-terbuka-grade-1-2-3/

Minggu, 14 Desember 2008


PENATALAKSANAAN FRAKTUR PADA ANAK

Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga.(7) Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.(4,5) Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis.(6)
2.1. Definisi (7)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang.


2.2.Anatomi dan Fisiologi (4,5,6)

Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang dewasa, yaitu : Biomekanik tulang Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi. Biomekanik lempeng pertumbuhan Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar. Biomekanik periosteum Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa. Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu : Pertumbuhan berlebihan (over growth) Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan. Deformitas yang progresif Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi. Fraktur total Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

2.3.Etiologi (7,6,8) Fraktur dapat disebabkan karena oleh : 1. Trauma 2. Non Trauma 3. Stress 1. Trauma

Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian.
2. Non Trauma

Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu. 2.4.Klasifikasi (2,6,8)

Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis, klinis dan fraktur yang khusus pada anak. A. Klasifikasi Radiologi - Fraktur Buckle atau torus - Tulang melengkung - Fraktur green-stick - Fraktur total B. Klasifikasi Anatomis - Fraktur epifisis - Fraktur lempeng epifisis - Fraktur metafisis

- Fraktur diafisis C. Klasifikasi Klinis - Traumatik - Patologik - Stress D. Fraktur khusus pada anak - Fraktur akibat trauma kelahiran Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong. - Fraktur salter-Haris Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi menjadi lima tipe : Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh. Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis. Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.
Beberapa jenis fraktur khusus pada anak

Ada 2 jenis fraktur khusus pada anak yaitu di daerah epifisis dan di lempeng epifisis. Fraktur epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng epifisis, yang dibagi dalam : 1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen 2. Fraktur kompresi yang bersifat komunitif 3. Fraktur osteokondral

Fraktur pada lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak. Lempeng epifisis berupa diskus tulang rawan yang terletak diantara epifisis dan metafisis. Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis, yaitu menurut Poland, Salter-Harris, Aitken, Weber, Rang dan Ogend. Tapi yang paling sering digunakan adalah menurut Salter-Harris karena paling mudah, praktis dan memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis. Klasifikasi menurut Salter-Harris dibagi dalam lima tipe, yaitu (6,7) :
Tipe I

Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.
Tipe II

Garis fraktur melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga disebut tanda Thurston-Holland.
Tipe III

Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis lempeng epifisis.
Tipe IV

Merupakan fraktur intra-intraartikuler yang melalui permukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis.
Tipe V

Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut. 2.5.Diagnosa (2,6,7) Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanamnesis dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan, perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Bila tidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis. Pada pemeriksaan fisik dilakukan : Look (Inspeksi)

- Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan). - Bengkak atau kebiruan. - Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak) Feel (Palpasi) - Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur. - Krepitasi. - Nyeri sumbu. Move (Gerakan) - Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif. - Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya. Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus urinarius dan pelvis. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler (Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral.
2.6.Penyembuhan Fraktur pada Anak(2,6,7,8)

Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan bila lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis seperti imobilisasi sangat penting untuk penyembuhan, selain itu faktor biologis juga sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada tulang panjang), tulang kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang pendek) dan pada tulang rawan persendian.

Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal (2,6,7,8)

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu : 1. Fase hematoma Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur. 4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahanlahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa (3)

Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor, yaitu : 1. Vaskularisasi yang cukup. 2. Terdapat permukaan yang lebih luas. 3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat. 4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur. Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis pada tulang panjang, tulang pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada anak-anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer didalam daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi kontak langsung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami konsolidasi.
Penyembuhan fraktur pada tulang rawan persendian (8)

Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk regenerasi. Pada fraktur intraartikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk melalui fibrokartilago. Waktu penyembuhan fraktur(2) Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodelling tulang pada anak sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah. Selain itu fragmen tulang pada anak mempunyai vaskularisasi yang baik dan penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu penyembuhan anak secara kasar adalah setengah kali waktu penyembuhan pada orang dewasa.

2.7.Penatalaksanaan Fraktur (2,3,7,8) Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin. I. Terapi Konservatif a. Proteksi saja Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik. b. Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik. c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan. d. Traksi Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction. II. Terapi Operatif a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image intensifier, C-arm) : 1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna. 2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna

Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi close nailing pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya. b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya : 1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) Keuntungan cara ini adalah : - Reposisi anatomis. - Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF : a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya : - Fraktur talus. - Fraktur collum femur. b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : - Fraktur avulsi. - Fraktur dislokasi. c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya : - Fraktur Monteggia. - Fraktur Galeazzi. - Fraktur antebrachii. - Fraktur pergelangan kaki. d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur. 2. Excisional Arthroplasty

Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya : - Fraktur caput radii pada orang dewasa. - Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone. 3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya. Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti. III. Pengobatan Fraktur Terbuka Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit : -Pembidaian -Menghentikan perdarahan dengan perban tekan -Menghentikan perdarahan besar dengan klem Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apleys System of Orthopaedics and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-515. 2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal, FKUGM, Yogyakarta, hal : 1-32. 3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400.

4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC, Jakarta, 1994, hal 1175-80. 5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996, hal 523,638,1119. 6. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525 7. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471. 8. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal : 1124-1286
http://medlinux.blogspot.com/2008/12/penatalaksanaan-fraktur-pada-anak.html Fraktur Patella, MEDICAL, HOSPYTAL, EMERGENCY, MEDICINE BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Sedangkan menurut anatominya, patella adalah tempurung lutut. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur patella pextra merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut pada kaki kanan. 2. ETIOLOGI Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: a. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagisan fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur

melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulangulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. c. Fraktur petologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh. 3. PATOFISIOLOGI Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement. 4. KALSIFIKASI FRAKTUR Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi raktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli: a. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: 1) Fraktur komplit Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks. 2) Fraktur inkomplit Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh). b. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi: 1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol malalui kulit. 2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu: a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot

b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit. c. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu: 1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek 2) Transverse yaitu patah melintang 3) Longitudinal yaitu patah memanjang 4) Oblique yaitu garis patah miring 5) Spiral yaitu patah melingkar d. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu: 1) Tidak ada dislokasi 2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi: a) Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut b) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh c) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang d) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek. 5. GAMBARAN KUNIK Lewis (2006) menyampaikan manifestasi kunik fraktur adalah sebagai berikut: a. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. b. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya. c. Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. d. Spame otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur. e. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema. f. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. g. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. h. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan. i. Defirmitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk

normalnya. j. Shock hipouolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. k. Gambaran X-ray menentukan fraktur Gambara ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur 6. KOMPLIKASI Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain: a. Shock b. Infeksi c. Nekrosis divaskuler d. Cidera vaskuler dan saraf e. Mal union f. Borok akibat tekanan 7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997), yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula (anatomis), imobiusasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak. Jenis-jenis fraktur reduction yaitu: a. Manipulasi atau close red Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum. b. Open reduksi Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM. c. Traksi Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 3 macam yaitu: 1) Skin traksi Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). 2) Skeletal traksi Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang. 3) Maintenance traksi Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.

http://911medical.blogspot.com/2007/06/fraktur-patella.html

Fractures

Definitions
y y y

Dislocation = total loss of congruity between articular surfaces Subluxation = partial loss of congruity between articular surfaces Fracture = a break in continuity of a bone

Fracture healing
y y y y y y

Fractures heal by restoration of bone continuity Rate of healing varies with age and is quicker in children Cancellous bone heals more quickly than cortical bone Some movement at fractures site is required for healing to occur Also requires an uninterrupted blood supply Bone healing can arbitrarily be divided in to five stages

Stage one
y y y y

Haematoma formation Bone ends bleed Periosteum is stripped for variable length Surrounding soft tissues may be damaged

Stage two
y y y

Acute inflammation Cell division begins within 8 hours Cell proliferation seen within periosteum

Stage three
y y y

Callus formation Dead bone is resorbed Immature woven bone is laid down

Stage four
y y

Woven bone is replaced by lamellar bone Fracture becomes united

Stage five
y y y

Phase of remodelling Medullary cavity is restored Bone returns to normal shape

Principles of fracture management


y y

y y y y y y y

Some general principles need to be applied to fracture management Need to consider o Reduction of the fracture o Immobilisation of the fracture o Rehabilitation Need for reduction varies from fracture to fracture Usually need to correct rotational or valgus or varus deformity Intra-articular fractures need anatomical reduction Reduction can be performed as either an open or closed procedure Immobilisation is required until fracture union Can be performed by external or internal methods External methods include o Plaster casts o Traction o External fixation Internal methods include o Plates o Intramedullary nails o K-wires

Indications for internal fixation


y y y y y y y y y

Intra-articular fractures - to stabilise anatomical reduction Repair of blood vessels and nerves - to protect vascular and nerve repair Multiple injuries Elderly patients - to allow early mobilisation Long bone fractures - tibia, femur and humerus Failure of conservative management Pathological fractures Fractures that require open reduction Unstable fractures

Complications of internal fixation


y y y y

Infection Non-union Implant failure Refracture

Indications for external fixation


y y y

Acute trauma - open and unstable fractures Non union of fractures Arthrodesis

y y y

Correction of joint contracture Filling of segmental limb defects - trauma, tumour and osteomyelitis Limb lengthening

Complications of external fixation


y y

Overdistraction Pin-tract infection

Complications of fractures
y

Early
o o o o o

Infection Muscle and tendon injuries Nerve injuries Vascular injuries Visceral injuries Delayed union Non-union Malunion Avascular necrosis Myositis ossificans Volkmann's contracture Stiffness and instability Algodystrophy Reflex sympathetic dystrophy

Late
o o o o o o o o o

Compound fractures
y y y y y y y y

All open fractures must be assumed to be contaminated Object of treatment is to prevent them becoming infected First aid treatment is the same as for a closed fracture Peripheral neurovascular status should be assessed In addition the wound should be covered with a sterile dressing Wound should be photographed so that repeated uncovering is avoided repeated exposure Antibiotic prophylaxis should be given Tetanus immunisation status should be evaluated

Picture provided by Matteo Bianchi, Trauma Centre San Paolo, Milan, Italy

Management
y y y

y y y

Open fractures require early operation Ideally this should be performed within 6 hours of injury Aims of surgery are to: o Clean the wound o Remove devitalised tissue o Stabilise the fracture Small clean wounds can be sutures Large dirty wounds should be debrided and left open Debrided wounds can be closed by delayed primary suture ar 5 days

Pathological fractures
y

Generalised bone disease o Osteoporosis o Metabolic bone disease - osteomalacia, hyperparathyroidism o Paget's disease o Myelomatosis Localised benign bone disorder o Chronic infection o Solitary bone cyst o Fibrous cortical defect o Chondroma

Primary malignant bone tumours o Osteosarcoma o Chondrosarcoma o Ewing's tumour

Bibliography

Forward D, Morgan C G. Diagnosis and immediate care of open fractures. Hosp Med 2002; 63: 298-299.
http://www.surgical-tutor.org.uk/default-home.htm?specialities/orthopaedic/fractures.htm~right http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview

Minggu, 02 Mei 2010


FRAKTUR (PATAH TULANG)
Dr. Suparyanto, M.Kes FRAKTUR (PATAH TULANG) Difinisi :

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa.

Patofisisiologi : Tulang normal mempunyai elastisitas sehingga dapat sedikit melengkung (bent) Tulang kortical lebih dapat menahan gaya kompresi (compression force) dan gaya geser (shearing force) daripada gaya regang (tension force)

y y

Patofisisiologi : Umumnya frakture terjadi karena kegagalan melawan gaya regang tersebut Bila tulang panjang mendapat suatu gaya bending (angulary force) pada permukaan tulang panjang akan sedikit melengkung tapi bila gaya regang telah terlampaui maka akan terjadi suatu frakture pada daerah convex pada tulang yang melengkung tersebut, dan gayanya akan diteruskan keseluruh tebal tulang sehingga menimbulkan fraktur yang tranversal atau oblique Pada anak anak struktur tulang lebih elastis sehingga daya bending tersebut mungkin hanya menyebabkan fraktur didaerah convex, sedang pada daerah concave hanya sedikit melengkung, ini yang disebut sebagai Green stick fracture . Gaya torsional atau rotational (twising force) menyebabkan patah tulang bentuk spiral

y y

y y

y y

Gaya tarik (traction force) yang mengenai tulang kecil seperti patella atau maleolus lateralis / tibialis melalui ligament atau otot yang melekat dapat menimbulkan avulsion fracture Tulang cancellous merupakan strukture tulang yang seperti spone (spongiosa) lebih tidak tahan terhadap gaya kompresi fraktur kompresi

Terminologi Fraktur Diagnosa frakture harus ditulis secara lengkap: Lokalisasi Luas Konfigurasi

y y y

y y y

Hubungan antar masing masing fragmen Hubungan frakture dengan dunia luar Komplikasi

Lokasisasi : Sebutkan nama tulang, letak frakture : 1/3 proksimal, 1/3 tengah, 1/3 distal, kiri / kanan Jika disertai dengan dislokasi maka disebut frakture dislokasi

y y
Luas :

Fracture komplit, fracture inklomplit (hair line fracture, green stick fracture)

Konfigurasi : Transversal, oblique, spiral, komminutiva

Hubungan fragmen satu terhadap yang lain: Fracture undisplaced, fracture displaced

Hubungan fracture dengan dunia luar

Fracture tertutup, fracture terbuka

Komplikasi Lokal atau sistemik

y
Diagnosa

y
Gejala :

Anamnesa : jatuh, terkilir, kecelakaan

y y

Nyeri lokal : nyeri menghebat bila digerakan atau berkurang bila tidak bergerak Crepitasi : mungkin bisa dirasakan oleh penderita atau bisa didengarkan bila kedua fragmen saling bergeser.

Pemeriksaan Fisik Inspeksi: bandingkan kiri dan kanan (ekspresi wajah, pembengkakan / swelling) Palapsi: analisis nyeri (nyeri subyektif, nyeri obyektif, nyeri lingkar, nyeri sumbu pada tarikan dan / atau tekanan) Gerak: aktif dan atau pasif

y y y

Pemeriksaan Radiologis Syarat mutu foto Roentgen pada pemeriksaan patah tulang:

y y y y

Patah tulang dipertengahan foto Persendian proksimal dan distal termasuk foto Dua foto dua arah bersilangan 90o Sinar menembus tegak lurus

Penatalaksanaan

y y y y y y y y y y y y

Jangan bertindak gegabah Pengobatan yang tepat dan memadai Memilih cara pengobatan dengan tujuan khusus: Mengurangi rasa nyeri : imobilisasi, analgesic Melakukan reposisi dan mempertahankan posisi yang sempurna ( imobilisasi ) daripada fragmen frakture ( continous traction, circular gips, internal fixation ) Memberikan kemungkinan atau memacu terjadinya Bony Union ( memungkinkan terjadi penyembuhan tanpa mengganggu proses alami ) Mengusahakan fungsi yang optimal : latihan otot untuk mencegah disuse atropi dan memberikan vascularisasi yang baik disekitar frakture. Menyesuaikan diri dengan hukum alam : Pengobatan harus didasarkan pada proses alami yang terjadi dengan mengenal sifat sifat alami daripada jaringan sehingga kita tidak menggangu / mencegah proses penyembuhan. Pengobatan harus didasarkan pada kenyataan dan secara praktis Penderita tua frakture dapat sembuh dengan traksi dalam waktu lama dapat menimbulkan komplikasi , maka pilihan operasi lebih baik

y y

Pilih cara pengobatan pada seorang penderita sebagai individu Mal union pada frakture jari tidak menjadi masalah pada sopir taksi, tetapi merupakan masalah yang besar pada seorang pemain piano.

Anda mungkin juga menyukai