Anda di halaman 1dari 15

Yashinta Meyla R.

PSIK A UB/0810720074

LAPORAN PENDAHULUAN KANKER SERVIKS


1. Definisi Menurut Faradina (2006) kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus. Dimana serviks adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding vagina anterior bagian atas dan berhubungan dengan vagina melalui sebuah saluran yg dibatasi ostium uterus eksternum & internum. Kanker serviks dapat berasal dari permukaan oktoserviks atau endoserviks. Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yg tidak terkendali yg dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2008). Kanker serviks adalah kanker yg terjadi pada leher rahim daerah organ reproduksi wanita yg merupakan pintu masuk kea rah rahim yg terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (Suharja, 2000). 2. Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab utama kanker serviks adalah virus HPV (human papilloma virus). Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 & 18 mempunyai peranan yg penting melalui sekuensi gen Onkoprotein dari E6 akan meningkat & menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berkaitan & menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya kanker serviks yaitu: Faktor Demografi 1. Ras di Amerika Serikat insiden kanker serviks paling banyak dijumpai pada wanita Amerika Latin, Amerika Afrika, & penduduk asli 2. Status ekonomi rendah prevalensi kanker serviks lebih tinggi pada wanita sosioekonomi rendah 3. Usia kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita usia tua Faktor kebiasaan 1. Jarang atau tidak pernah pap smear 2. Koitus usia dini jika pertama kali koitus <18 tahun, resiko relative menjadi kanker serviks adalah 1,6 3. Pasangan seksual >1 wanita dengan riwayat >6 pasangan seksual memiliki resiko relative kanker serviks sebanyak 2,2 x

4. Pasangan laki-laki memiliki pasangan seksual >1 5. Merokok merokok meningkatkan resiko relative menjadi kanker serviks sebanyak 1,7x 6. Malnutrisi Faktor medis: 1. Paritas insiden kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita multipara (RR= 1,5-5,0) 2. Imunosupresi 3. Klasifikasi Klasifikasi kanker serviks menurut KOmite Ginekologi Onkologi FIGO

merekomendasikan (Faradina, 2006): Stadium FIGO I Keterangan Kanker serviks terbatas di serviks (penyebaran ke corpus uteri diabaikan) IA Kanker invasive didiagnosa hanya dengan mikroskopis. Semua lesi yg dapat terlihat dengan mikroskop meskipun dengan invasi superficial adalah stadium IB/T1B IA1 Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm atau dengan penyebaran horizontal 7 mm atau kurang IA2 Invasi stroma dengan kedalaman >3 mm dan <5 mm dengan penyebaran horizontal 7 mm atau kurang IB Lesi yg dapat dilihat secara klinis dikhususkan di serviks atau lesi mikroskopik lebih besar dari IA2 IB2 Lesi yg dapat dilihat secara klinis >4 cm pada dimensi yg paling besar II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul IIA IIA1 IIA2 IIB III Besar tumor mempunyai prognosis yg sama dengan stadium IB Besar tumor 4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas Besar tumor >4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas Dengan invasi parametrium Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau afungsi ginjal IIIA Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina & infiltrasi parametrium, tidak terdapat perluasan ke dinding pelvis

IIIB

Tumor

meluas

ke

dinding

pelvis

dan/atau

menyebabkan

hidronefrosis atau afungsi ginjal IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau rectum dan/atau meluas ke pelvis IVB Metastasis jauh

4. Manifestasi Klinis Gejala umum yg dapat ditemukan yaitu: perdarahan kontak, keputihan campur darah & berbau, serta tanda2 anemia. Sedangkan gejala khusus yg dijumpai yaitu: keluar cairan dari kemaluan berupa darah bercampur dengan keputihan & berbau khas. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, tanda-tanda klinis akan terlihat jelas, berupa serviks yg membesar, irregular & padat. Pertumbuhan serviks dapat berupa endofitik, eksofitik maupun ulseratif. Dapat melibatkan vagina, parametrium maupun dinding panggul. Menurut Dalimartha (2004) pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala2 khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid, amenorrhea, hipermenorrhea, & penyaluran secret vagina yg sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yg khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yg keluar berbentuk mukoid. Nyeri yg dirasakan dapat menjalar ke ekstremitas bagian bahwah dari daerah lumbal.

5. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan pap smear Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil dari posio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau

ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x hasil pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun. b. Pemeriksaan DNA HPV Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan paps smear untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yg positif yg ditemukan kemudian dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan resiko kanker serviks. c. Biopsy Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear emnunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Teknik yg biasa dilakukan adalah punch biopsy yg tdk memerlukan anastesi & teknik cone biopsy yg menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan yg ada pada serbiks. Jaringan yg diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsy akan memperjelas apakah yg terjadi itu kanker invasive atau hanya tumor saja. d. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena kolposkopi memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam mengetes darah yg abnormal. e. Tes schiller Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada serviks yg normal akan membentuk bayangan yg terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yg mengadnung kanker akan menunjukkan warna yg tidak berubah karena tidak ada glikogen. f. Radiologi Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih & rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, & sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan abdomen/pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau terkenanya nodus limpa regional. Pelvic limphangiografi dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvic atau peroartik limfe Pemeriksaan intravena urografi dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yg dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.

6. Penatalaksanaan a. Stadium A1 Penatalaksanaan yg direkomendasikan adalah histerektomi total

(perabdominal atau pervaginam).Jika terdapat vaginal intraepithelial neoplasie (VAIN) maka histerektomi menyertakan pengangkatan vagina sampai batas yg diperkirakan dari VAIN. Jika fertilitas masih diinginkan, terapi cukup dengan konisasi dilanjutkan dengan pengamatan lanjut (pap smear pada bulan ke-4 & kemudian tiap tahun jika kesua smear sebelumnya nagatif) b. Stadium IA2 Terdapat potensi untuk terjadinya metastasis ke kelenjar getah bening (KGB), untuk membuktikan metastasis ke KGB maka harus dilakukan limfadektomi pelvis. Pengobatan yg direkomendasikan adalah histerektomi radikal (tipe 2) & limfadektomi pelvis. Jika fertilitas masih diinginkan pilihannya adalah: trakelektomi radikal & limfadektomi pelvis ekstra peritoneal atau laparoskopi. c. Stadium IB1 <4 cm, IIA <4 cm Pengobatan pembedahan standar stadium IB1/IIa (diameter 4 cm) adalah histerektomi radikal (tipe II & III berdasarkan klasifikasi Piper Rutledge) dan limfadenektomi pelvis. Pada psien yg lebih muda, ovarium dapat ditinggalkan & atau digantungkan diluar lapangan radiasi. Untuk stadium IB1 <2 cm, dapat dilakukan tindakan trakelektomi radikal. d. Stadium IB2 IIA >4 cm Pilihan untuk terapi primer pada stadium ini antara lain: 1. Kemoradiasi primer 2. Histerektomi radikal primer & limfadenektomi pelvis bilateral, yg biasanya diikuti dengan radiasi ajuvan 3. Kemoterapi neoajuvan (pemberian 3 seri kemoterapi) diikuti dengan histerektomi radikal & limfadenektomi pelvis radiasi atau kemoradiasi ajuvan pasca operasi.

Dalam sumber lain disebutkan terapi untuk kanker srviks ditetapkan berdasarkan stadium klinik. Dalam hal ini dikenal (1) terapi bedah (2) radioterapi (3)kemoterapi. a. Terapi bedah Pada karsinoma in situ & mikroinvasif, tumor dibuang dengan cara konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma lebih banyak memilih histerektomi total & pembuatan manset vaginal kecil. Khusus mikroinvasif banyak memilih karsinoma radikal. Bagi wanita yg masih menginginkan anak dapat dipertimbangkan konisasi atau kriokoagulasi dan elektrokoagulasi
5

b. Radioterapi Pada karsinoma invasive sstadium lanjut (IIB, III, IV) tetapi biasanya bersifat faliatif, dititik beratkan pada radiasi eksternal dan internal. Radioterapi pada saat ini radiasi diarahkan pada massa tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak menimbulkan penyulit yg berarti. c. Kemoterapi, pada umumnya sitistatika hanya merupakan terapi ajuvan

HISTEREKTOMI RADIKAL
1. Tipe Histerektomi Tahun 1974, Piver dkk mengklasifikasikan 5 tipe histerektomi, yaitu: a. Histerektomi ekstrafasial (tipe I) Ini merupakan simple histerektomi. Maksud dari histerektomi tipe ini adalah untuk mengangkat semua jaringan serviks. Deteksi & retraksi ureter kea rah lateral tanpa diseksi dari uretral bed memungkinkan clamping jaringan paraservikal tampa melakukan diseksi kearah jaringan serviks itu sendiri. Tindakan ini sesuai untuk kanker serviks stadium IA1. b. Histerektomi radikal yg dimodifikasi (tipe II) Tujuannya adalah untuk mengangkat jaringan paraservikal lebih banyak, namun tetap mempertahankan aliran darah ke ureter sebelah distal & kandung kemih. Ureter dibebaskan dari posisi paraservikal, namun tidak di diseksi di luar ligamentum pubovesikal. Ligamentum kardinale & 1/3 atas vagina diangkat. Tindakan ini biasanya dilakukan pada kanker serviks stadium IA2. c. Histerektomi radikal (tipe III) Tindakan operasi ini sering dilakukan pada kanker serviks stadium IB. tujuan prosedur ini adalah eksisi radikal yg luas dari jaringan parametrium & paravesikal, serta pengangkatan KGB pelvis. Arteri uterine di ligasi dari asalnya di arteri iliakan interna. Dilakukan diseksi ureter dari ligamentum pubovesikal hingga ke masuknya ureter ke kandung kemih, kecuali sebagian kecil lateral dari ligamentum dipertahankan antara ujung bawah ureter & arteri vesikalis superior, yg akan mempertahankan aliran darah ke ureter sebelah distal. Ligamentum uterosakral di eksisi pada pertemuannya dengan sacrum, sedangkan

ligamentum kardinale di eksisi pada dinding pelvis. bagian vagina juga diangkat. d. Histerektomi radikal yg diperluas (tipe IV) Tujuan operasi ini adlaah pengangkatan seluruh jaringan periuretral. Tindakan ini berbeda dari histerektomi tipe III yaitu dari aspek: dilakukan diseksi ureter seluruhnya dari ligamentum pubovesikal, arteri vesikalis superior dikorbankan dan vagina dieksisi. Resiko terjadinya fistula ureter meningkat dengan prosedur ini. e. Eksentrasi parsial (tipe V) Tujuan operasi ini adalah pengangkatan kanker yg mengalami rekuren sentral yg melibatkan ureter sebelah distal atau kandung kemih. Prgan yg

bersangkutan di eksisi secara parsial & ureter di implantasikan kembali ke dalam kandung kemih. Perosedur ini biasanya dilakukan jika tidak sengaja ditemukan kanker yg melibatkan ureter sebelah distal pada saat dilakukan histerektomi radikal. Alternative lain, operasi dapat dilibatkan & pasien diterapi dg radiasi. Klasifikasi histerektomi radikal berdasarkan luas pengangkatan jaringan paraservikal yaitu (International Gynecologic Cancer Society): Kelas A: reseksi minimal jaringan paraservikal serviks diangkat secara intoto Kelas B: reseksi jaringan paraservikal pada daerah ureter reseksi komponen fibrous Kelas C: reseksi jaringan paraservikal pada daerah dinding pelvis reseksi seluruh jaringan paraservikal Kelas D: perluasan reseksi sesuai struktur anatomi dinding pelvis prosedur eksenterasi 2. Persiapan Histerektomi Radikal Persiapan untuk operasi, terutama operasi radikal, termasuk didalamnya adalah anamnesa riwayat medis & operatif (disertai hasil patologi jika ada), pemeriksaan fisik diagnostic untuk menilai kondisi umum pasien & toleransi operasi serta menilai penyebaran/perluasan penyakit. Tujuan persiapan operasi adalah untuk meminimalisasi resiko komplikasi intraoperatif & post operatif. a. Urografi intravena menilai abnormalitas fungsional & anatomis dari traktus urinarius b. Sistokopi dapat menunjukkan bullous edema atau invasi tumor ke kandung kemih c. Kultur urin menilai ada tidaknya infeksi pada traktus urinarius d. Penilaian urodinamik menunjukkan abnormalitas yg sebelumnya (ex. inkontinensia) e. Kateter transurethral dipasang saat operasi untuk memonitor ekskresi renal f. Persipan kolon pasien puasa min.12 jam sebelum operasi & kolon dikosongkan sepenuhnya jika memungkinkan g. Vagina dibersihkan dengan larutan providon iodine h. Pasien diberikan informasi mengenai prosedur dan konsekuensi yg mungkin terjadi i. Pasien diberikan antibiotic profilaksis

3. Teknik Histerektomi Radikal Insisi Dinding abdomen dibuka melalui insisi lower midline yg diperluas ke sebelah kiri umbilicus atau melalui insisi low transverse Maylard atau Cherney Eksplorasi Setelah memasuki rongga peritoneum, semua organ di palpasi secara sistematis & jika diduga ada oenyebaran & metastase dilakukan pemeriksaan potong beku Histerektomi radikal Dengan uterus yg dilakukan traksi, kita memasuki

retroperitoneum melalui ligamentum rotundum kiri & kanan. Ureter diidentifikasi & rongga paravesikal & pararektal dibuka dengan diseksi secara tumpul & tajam Pemisahan kandung Plika vesikouterina dibuka & dibebaskan dari serviks kemih Ligasu arteri uterine anterior & bagian atas vagina Arteri uterine diligasi pada pangkal percabangan dengan arteri hipogastrika Diseksi ureter Masing2 ureter dibebaskan dari perlengketan dengan peritoneum & juga dibebaskan dari sisi uterus sampai ke tempat muara ureter dengan kandung kemih Diseksi posterior Peritoneum yg melewati kavum Douglas di insisi & rongga rektovaginal diidentifikasi dengan melakukan traksi pada rectum. Dengan menggunakan diseksi tajam & tumpul, rectum dipisahkan dari vagina posterior & ligamentum uterosakral & ligamentum tersebut pertengahannya Diseksi lateral Setelah ligamentum uterosakral terbagi, ligamentum di potong pada

kardinale di klem sedekat mungkin ke dinding pelvis. Jika ovarium hendak diangkat, ligamentum infundibulopelvikum di klem & dipotong. Jika ovarium hendak dipertahankan, ovarium dibebaskan dari fundus melalui transeksi

lgamentum ovarium & tuba falopi Reseksi vagina Seberapa panjang vagina yg hendak diangkat tergantung dari lesi primer & temuan koloskopi di vagina Limfadenektomi pelvis Bila ada pembesaran KGB pelvis atau paraaorta yg dikonfirmasi dengan frozen section, maka yg diangkat atau dibuang hanya kelenjar getah bening yg membesar & untuk menghilangkan mikromestatase dapat dilakukan radiasi

eksternal. Jika tidak ada KGB yg dicurigai, maka dilakukan limfadenektomi pelvis seluruhnya Post ekstirpasi Rongga peritoneum di irigasi menggunakan air hangat atau saline. Peritoneum pelvis tidak ditutup & tidak dipasang drain kecuali ada kekhawatiran hemostasis

4. Komplikasi a. Komplikasi intraoperatif Cedera pada kandung kemih, usus, ureter, pembuluh darah pelvis, & saraf. Dapat pula terjadi banyak kehilangan darah yg kadang membutuhkan transfuse darah. b. Komplikasi post-operatif Infeksi traktus urinarius, thrombosis vena, emboli paru, fistula uterovaginal, fistula vesikovaginal, demam, ileus, burst abdomen, obstruksi ureter. c. Komplikasi lanjut histerektomi Disfungsi kandung kemih yg memanjang, limfadema, disfungsi seksual

10

PATHWAY
Usia koitus pertama kali <16 tahun Sel mukosa pada serviks belum matang Rentan terhadap rangsangan Sering paritas Sering terjadi perlukaan di organ reproduksi Port de enrtry kuman terbuka Infeksi virus HPV Berganti-ganti pasangan Resiko tertular penyakit menular seksual tinggi Hygiene Penggunaan antiseptic berlebihan Iritasi mukosa Mukosa rentan terhadap rangsangan Merokok Lender serviks mengandung nikotin Menurunkan daya tahan serviks Rentan terhadap invasi virus

Masuknya mutagen Metaplasia sel Neoplasia intraepitelia serviks Dysplasia sel Deferensiasi sel2 epitel Perubahan struktur sel & fungsi sel2 normal Aktivitas regenerasi sel meningkat Sel2 ganas/karsinoma Menekan jaringan sekitar Kurang pengetahuan tentang proses penyakit Iskemia jaringan Ansietas Perdarahan massif Deficit volume cairan Pengeluaran bradikinin, histamine Penekanan ujung saraf simpatik Respon nyeri Perubahan pola seksual Radikal Histerektomi Nyeri akut

Ulkus nekrosis jaringan Perdarahan saat koitus Ketidakpuasan saat koitus Jaringan sekitar serviks rapuh Kerusakan integritas jaringan

Pre operasi Kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan Ansietas

Intra operasi Prosedur pembedahan Diskontinuitas jaringan Perdarahan massif Deficit volume cairan Tingkat kewaspadaan berkurang Resiko cedera

Post operasi

Efek anastesi saat pembedahan Penurunan kesadaran

Pembedahan pada vesika urinaria Sensai rangsang VU menurun Kesulitan pengosongan VU Retensi urin Gangguan pola eliminasi

Perlukaan pada bekas pembedahan Terbukanya port de entry kuman Resiko infeksi

11

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Pengkajian meliputi: a. Identitas pasien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, dll) b. Keluhan utama c. Riwayat penyakit sekarang d. Riwayat kesehatan masa lalu e. Riwayat kesehatan keluarga f. Riwayat psikososial g. Pola kebiasaan sehari-hari (pola nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat dan tidur) h. Pemeriksaan fisik (pemeriksaan kesadaran, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan head to toe) i. Pemeriksaan penunjang 2. Diagnosa dan Intervensi Nyeri akut Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam klien tidak mengalami nyeri Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang klien mengatakan mampu mengontrol nyeri klien mampu mengenali nyeri INTERVENSI Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Kontrol tekanan darah klien RASIONAL Memudahkan menentukan inetrvensi selanjutnya

Mengidentifikasi adanya nyeri pada klien Perubahan tekanan darah dapat mengindikasikan adanya reaksi dari pemberian obat-obatan Kontrol lingkungan yang dapat Mengurangi faktor pencetus nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Apabila faktor pencetus berkurang maka intensitas nyeri akan berkurang Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan Dukungan dari keluarga dapat
12

menemukan dukungan Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dada, relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin Tingkatkan istirahat

membantu klien mengatasi nyeri Teknik non farmakologi yang benar akan membuat klien rileks dan nyaman sehingga dapat mengurangi nyeri Istirahat akan membuat klien merasa nyaman, sehingga nyeri dapat berkurang Kolaborasi: Penggunaan agens-agens farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, untuk mengurangi atau menghilangkan seperti nyeri Resiko Infeksi Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam resiko infeksi tidak menjadi aktual Kriteria hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Klienmenunjukkan perilaku hidup sehat Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal INTERVENSI Pantau tanda/gejala infeksi (missal.suhu tubuh, denyut jantung, pembuangan, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise) Kaji faktor yg meningkatkan serangan infeksi (missal.usia lanjut, tanggap imun rendah, dan malnutrisi) Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung granulosit absolut, hasil-hasil yg berbeda, protein serum, dan albumin) Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yg benar Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke pusat kesehatan Berikan terapi antibiotic bila diperlukan RASIONAL Mengetahui tanda infeksi secara dini memungkinkan pencegahan terhadap infeksi dan mengurangi keparahan infeksi yg mungkin sudah terjadi Faktor pemberat dapat mengakibatkan infeksi berkembang leboh cepat Perubahan hasil laboratorium mengidentifikasikan adanya infeksi Cuci tangan dengan benar dapat mencegah transmisi organism Pengetahuan tentang tanda gejala infeksi memungkinkan pencegahan infeksi lebih dini Mencegah infeksi

13

Ansietas Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien teratasi Kriteria hasil : TTV klien dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas Klien mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas INTERVENSI Identifikasi tingkat kecemasan RASIONAL Membantu menentukan intervensi selanjutnya yang Mengidentifikasi sumber kecemasan klien

Bantu klien mengenali situasi menimbulkan kecemasan Dorong klien untuk mengungkapkan Mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan perasaan, ketakutan, persepsi persepsi akan mengurangi kecemasan klien Dengarkan dengan penuh perhatian Membuat klien merasa tenang dan mengurangi kekhawatiran klien Temani klien untuk memberikan keamanan Memberikan keamanan pada klien dan dan mengurangi takut mengurangi takut Jelaskan semua prosedur dan apa yang Mengurangi kecemasan klien, dirasakan selama prosedur meningkatkan pemahaman klien mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan Libatkan keluarga untuk mendampingi klien Keluarga dapat member dukungan positif kepada klien Instruksikan pada klien untuk menggunakan Untuk mengurangi kecemasan yang teknik relaksasi dirasakan klien Kolaborasi: Pemberian obat anti cemas sesuai dengan Berikan obat anti cemas kebutuhan klien dapat mengurangi kecemasan klien

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28690/3/Chapter%20II.pdf. tanggal 21 Juli 2012. Pukul 11.47 WIB. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21557/4/Chapter%20II.pdf. tanggal 21 Juli 2012. Pukul 11.23 WIB. Diakses

Diakses

Faradina, D. 2009. Tesis: Histerektomi Radikal pada Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik Medan Januari 2002-Desember 2006. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6451/1/09E00708.pdf. Diakses tanggal 21 Juli 2012. Pukul 11.53 WIB.

14

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN CA CERVIKS STADIUM IB DENGAN RADIKAL HISTEREKTOMI di RUANG 9 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh: Yashinta Meyla Rosiana 0810720074

Mengetahui,

Kepala Ruang 9,

Preceptor Klinik,

Tri Agustin P, Amd.Keb NIP. 19710801 199312 2 001

Indah Yuniarti, Amd.Kep NIP. 19780626 200801 202

Anda mungkin juga menyukai