Anda di halaman 1dari 137

Alfred Hitchcock Dan Trio Detektif

dalam:
PENGEMIS BUTA BERMUKA RUSAK
Alihbahasa: Agus Setiadi

DJ VU: Zonadjadoel
Convert & edit: Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu



DAFTAR ISI
Sepatah kata dari Hector Sebastian
1. Ke Mana Larinya si Buta Tadi?
2. Dompet yang Tercecer
3. Pria Misterius
4. Trio Detektif Mendapat klien
5. Penuturan Mr. Bonestell
6. Pemimpi yang Ketakutan
7. Pete Menghadiri Rapat
8. Beberapa Petunjuk Baru
9. Penata Rias
10. Kawanan Teroris
11. Serangan!
12. Alat Penyadap Percakapan
13. Peringatan
14. Ernie Mengadakan Perjanjian
15. Bob dalam Kesulitan
16. J upe Terjebak
17. Petunjuk yang Menentukan
18. Para Tawanan
19. Mimpi Menjadi Kenyataan
20. Akhir yang Dahsyat
21. Mr. Sebastian Merasa Ingin Tahu



Sepatah Kata dari Hector Sebastian

PERTAMA-TAMA saya ucapkan selamat datang pada kalian. Saya merasa senang
dan juga bangga bahwa Trio Detektif meminta saya agar menuliskan kata
pendahuluan untuk kisah petualangan mereka yang terbaru ini. Kisahnya
membingungkan, dengan liku-liku internasional, dan melibatkan sebuah dompet
yang hilang, perampokan bank, serta kawanan terorisyang semuanya
dihubungkan oleh seorang tunanetra yang mukanya rusak.
Tapi kalian tentunya sudah bertanya-tanya dalam hati: kenapa bukan Alfred
Hitchcock yang menuliskan kata pengantar ini. Itu merupakan pertanyaan yang
tepat, dan jawabannya akan dapat ditemukan dalam buku ini.
Mengenal kisahnya sendiri, saya tidak mau terlalu banyak bercerita, karena
khawatir keasyikan kalian nanti berkurang. Kalau sudah tidak sabar lagi, silakan
mulai saja membaca Bab 1. Tapi jika di antara kalian ada yang kebetulan baru
sekali ini berkenalan dengan Trio Detektifsaya rasa kemungkinan itu sangat
kecilbaiklah saya katakan secara singkat bahwa ketiga detektif remaja itu
bertempat tinggal di Rocky Beach, sebuah kota kecil di pinggir kota besar Los
Angeles, di pantai barat Amerika Serikat. Pemimpin mereka bernama J upiter
J ones. Daya ingatnya luar biasa, sangat cerdas, dan tingkah lakunya berwibawa.
Pete Crenshaw, penyelidik yang satu lagi, bertubuh tinggi kekar. Ia lebih suka
berhati-hati kalau dibandingkan denjan J upiter, yang biasa disapa dengan
panggilan J upe. Bob Andrews bertugas di bidang penelitian dan pencatatan, meski
ia juga gemar melakukan petualangan.
Kalian mungkin ingin tahu, aku ini siapa. Baca saja kisah berikut ini, nanti kalian
pasti tahu juga.

HECTOR SEBASTIAN









Bab 1
KE MANA LARINYA SI BUTA TADI?

HHH! Kalau begini terus, bisa-bisa aku menjerit nanti! kata wanita bermantel
hujan itu dengan kesal, setengah pada diri sendiri.
Tiba-tiba datang angin kencang menyapu. Payung terbuka yang dipegang wanita
itu disentakkan angin sehingga terbalik ke atas. Air hujan bertemperasan
dibuatnya, membasahi kaca jendela toko-toko yang berjejer di tepi Wilshire
Boulevard.
Bob Andrews yang saat itu sedang berdiri di halte bis, untuk sesaat mengira wanita
itu benar-benar akan menjerit, melihat caranya mendelikkan mata menatap
payungnya yang rusak. Kemudian dipandangnya Bob dengan sikap menuduh,
seakan-akan semua itu karena kesalahan Bob. Tapi tahu-tahu wanita itu tergelak.
Sialan! katanya. Dicampakkannya payung rusak itu ke tong sampah yang
terdapat di tepi trotoar. Salahku sendiri, kenapa kelur juga, meski sudah tahu
sekarang ini di kawasan California sedang sering hujan dan angin."
Wanita itu menghampiri bangku yang ada di sebelah papan tanda halte bis, lalu
duduk di situ.
Bob menggigil. Ia menyempitkan bahunya, menahan kelembapan udara dan hawa
dingin. Sepanjang ingatannya, belum pernah dialaminya bulan April yang begitu
basah. Dan bukan cuma sangat sering hujan, tapi juga dingin! Saat itu hampir
pukul enam sore, hari Senin Paskah. Hari sudah gelap, karena cuaca mendung.
Sudah siang tadi Bob tiba di Santa Monica, karena disuruh ibunya mendatangi
sebuah toko kain untuk membeli pola gaun. Ia tidak berkeberatan menggunakan
masa liburan musim seminya untuk melakukan tugas itu. Tapi kini rasanya ia
sudah begitu lama menunggu datangnya bis untuk kembali ke Rocky Beach. Untuk
kesekian kalinya, dengan jengkel dikeringkannya kaca matanya yang basah kena
air hujan.
Ah, orang buta itu datang lagi, kata wanita yang duduk di bangku.
Bob mendengar bunyi tongkat diketuk-ketukkan ke trotoar dan gerincing uang
logam dalam mangkuk kaleng. Ia menoleh ke arah bunyi itu.
"Kasihan," kata wanita itu iagi. "Belakangan ini ia sering nampak di sekitar sini.
Setiap kali berjumpa, aku selalu memberinya uang sekadarnya."
Wanita itu mencari-cari dalam dompetnya, sementara orang buta itu semakin
mendekat. Bob melihat bahwa orang itu kurus dan bungkuk. Kerah jasnya yang
kumuh dilipat ke atas untuk menutupi telinga, sedang topi petnya yang terbuat dan
bahan kain dibenamkan dalam-dalam menutupi kening. Matanya terlindung di
batik kaca mata hitam. Sepotong kardus dengan tulisan rapi digantungkan dengan
peniti pada bagian depan jasnya. Kertas kardus itu ditapisi dengan plastik supaya
tidak basah. Tulisannya berbunyi, "Saya tunanetra. Semoga Tuhan memberkati
Anda
Cuacanya tidak enak, kata wanita tadi sambil berdiri, lalu menjatuhkan sekeping
uang ke dalam mangkuk yang dipegang orang buta itu.
Orang itu mengatakan sesuatu dengan suara tidak jelas. Tongkatnya yang dicat
putih diketuk-ketukkan pada tepi trotoar, lalu dipukulkan ke bangku. Ia mengetuk-
ngetukkannya sepanjang tepi bangku itu dulu. Setelah itu ia duduk.
Bob dan wanita tadi masih memperhatikan orang itu sesaat. Kemudian mereka
memalingkan muka, menatap jendela-jendela bangunan bank yang terang
benderangyang terdapat di seberang jalan.
Ruangan bank itu nampaknya baru saja selesai dibersihkan. Kursi-kursi di
dalamnya diatur pada tempat-tempat semestinya, dan meja-meja pelayanan
kelihatan mengkilat. Ada dua orang yang melakukan tugas membersihkan di situ.
Satu di antaranya pria berambut kelabu gondrong. Ia memakai pakaian kerja tanpa
lengan. Rekannya wanita, bertubuh pendek gempal. Mereka berdiri menunggu di
pintu bank yang membuka ke serambi depan bangunan, di mana bank itu berada.
Seorang satpam berpakaian seragam beigegas-gegas datang dari sebelah belakang
ruangan bank, membawa seberkas anak kunci. Ia bercakap-cakap sebentar dengan
kedua pekerja yang menunggu itu. Kemudian dibukakannya pintu bank, dan kedua
orang itu melangkah keluar.
Ketika kedua orang itu sudah masuk ke lift yang terdapat di seberang serambi, Bob
secara tidak sengaja menoleh lagi ke orang buta tadi. Dilihatnya rambut beruban
bersembulan dari tepi bawah topi pet orang itu. Pipinya ditumbuhi cambang yang
kelihatannya sudah beberapa hari tidak dicukur. J uga dilihatnya bekas luka yang
lebar memanjang dari dagu sampai tulang pipi. Luka separah itu pasti disebabkan
kecelakaan yang gawat kata Bob dalam hati. Ia menduga-duga, mungkin
kecelakaan itu pula yang menyebabkan orang itu buta.
Orang yang sedang diperhatikannya mencondongkan tubuhnya ke depan, seakan-
akan hendak berdiri. Tapi rupanya kakinya terkait ke tongkatnya. Itu menyebabkan
ia terhuyung ke samping dalam keadaan masih setengah duduk.
Wanita yang duduk di sebelahnya kaget. Cepat-cepat dipegangnya lengan orang
buta itu, untuk menjaga jangan sampai terjatuh. Entah bagaimana, tahu-tahu
mangkuk kaleng yang dipegangnya jatuh terpental ke tanah. Uang yang ada di
dalamnya berserakan ke mana-mana.
"Uangku!" seru orang buta itu.
Biar kami yang memungutkannya untuk Anda." kata wanita itu. Ia berjongkok
untuk memunguti keping-keping uang yang terserak di trotoar, sementara Bob
mencari-cari dalam selokan. Kemudian wanita tadi mengambil mangkuk kaleng
yang terguling sampal ke dekat sebuah tong sarnpah, lalu memasukkan keping-
keping uang itu ke dalamnya.
Sudah ketemu semuanya? tanya si Buta. Itu hasilku sehari penuh."
Bob menjatuhkan tiga keping uang yang basah karena terendam ke dalam
mangkuk, dua uang dua puluh lima sen dan satu uang sepuluh sen.
Rasanya semua sudah terkumpul kembali, katanya.
Wanita itu menyodorkan mangkuk itu pada si Buta. Orang itu menumpahkan
keping-keping uang itu ke telapak tangannya lalu menghitung-hitung jumlahnya. Ia
mendengus dan berkata, "Ya, cocok.
Anda juga menunggu bis? tanya wanita itu. Kelihatannya sudah datang.
Tidak, jawab si Buta. Terima kasih, Nyonya. Saya tinggal di dekat sini."
Bob memandang ke seberang jalan. Pria yang tadi membersihkan ruang bank
nampak muncul lagi di serambi depan bangunan itu. Ia berdiri di depan pintu
lembaga keuangan itu sambil mengguncang-guncang pintunya. Dari arah sebelah
belakang bank nampak satpam datang dengan berkas kunci di tangan. Ia membuka
pintu kemudian berbicara sebentar dengan pria pembersih ruangan yang lalu
masuk ke dalam bank.
Si Buta berdiri lalu melangkah pergi sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke
trotoar.
Kasihan, kata wanita tadi. Mudah-mudahan saja tempat tinggalnya memang
tidak jauh dari sini."
Bob memperhatikan si Buta berjalan dengan langkah tertegun-tegun menyusur
Wilshire Boulevard.
Eh, kata wanita itu, "ia menjatuhkan sesuatu!
"He, Pak!" seru Bob memanggil. Tunggu sebentar! "
Tapi si Buta rupanya tidak mendengar seruannya, karena ia terus saja berjalan.
"Tunggu!" seru Bob. Ia berlari dan memungut sebuah dompet yang tergeletak di
trotoar.
Sementara itu si Buta sudah sampai di ujung sebuah jalan samping. Ia melangkah
sampai ke tepi trotoar, meraba-raba dengan tongkatnya, lalu melangkah ke jalan
samping itu.
Sosok tubuhnya yang kurus nampak jelas disoroti lanpu-lampu besar sebuah mobil
yang datang dari jalan samping itu dengan kecepatan agak tinggi. Pengemudinya
mengerem karena di ujung jalan itu ada tanda Stop. Tapi karena jalan licin kena
air hujan, kendaraan itu tidak bisa langsung berhenti. Bob berseru kaget, sementara
wanita yang masih ada di dekatnya menjerit. Terdengar bunyi ban mendecit-decit.
Si Buta membalikkan tubuh, berusaha menghindari mobil yang bergerak dengan
kecepatan yang masih cukup tinggi ke arahnya. Terdengar bunyi berdebum, dan
pengemis buta itu jatuh terguling ke jalan.
Mobil yang membenturnya berhenti, dan pengemudinya meloncat ke luar. Bob
berlari menghampiri, disertai wanita itu. Mereka bertiga sampai pada waktu yang
sama di tempat orang buta itu tergeletak.
Pengemudi mobil berjongkok di samping korban. Ia menjamah lengan orang itu,
hendak membantunya duduk.
Tapi pengemis itu malah berteriak. Dipukulnya orang yang hendak menolong itu
dengan tangan terkepal, sehingga orang itu buru-buru mundur.
"Kaca mataku! Tangan pengemis itu menggerayang, mencari-cari.
Wanita yang datang bersama Bob mengambil kaca mata hitam yang tergeletak di
jalan dan menyodorkannya pada Si Buta. Untung kacanya tidak pecah.
Si Buta memakai kaca matanya kembali, lalu meraba-raba lagi mencari
tongkatnya.
Pengemudi mobil mengambilkannya dan menyodorkannya ke tangan Si Buta.
Pengemudi mobil itu masih muda. Bob melihat mukanya yang pucat karena masih
kaget diterangi sorot lampu mobilnya.
Dengan pelan-pelan pengemis buta itu berdiri. Ia menggerak-gerakkan kepalanya
dengan sikap mencari, seakan-akan bisa melihat jika Ia cukup keras berusaha, lalu
melangkah masuk ke jalan samping. J alannya kini pincang. Setiap kali ia napasnya
tersentak seperti kesakitan.
Tunggu sebentar, Pak! seru pengemudi mobil.
"Ia pasti cedera." kata wanita yang datang bersama Bob. "Kita mestinya
memanggil polisi!
Sementara itu si Buta terus berjalan sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya.
Terpincang-pincang dan dengan napas tersentak-sentak. Tapi walau begitu
geraknya masih cukup cepat, hampir-hampir berlari.
Bob lari menyusul sambil berseru-seru menyuruhnya menunggu.
Pengemis buta itu menghilang masuk ke dalam sebuah lorong yang terdapat di
belakang sederetan toko Bob menyusul masuk ke situ. Lorong itu sangat gelap
sehingga Bob tersandung-sandung berjalan dengan tangan diulurkan ke depan
untuk berjaga-jaga apabila di depan ada rintangan. Di ujung lorong itu ada
pekarangan sempit. Sebuah bola lampu menyala di atas pintu belakang sebuah
bangunan, menerangi sebuah tong sampah dan selembar kardus yang kelihatan
sudah mulai lunak kena air hujan. Bob melihat ada lorong lain di situ, yang menuju
kembali ke Wilshire Boulevard. Tapi pengemis buta tadi tidak kelihatan lagi.
Orang itu menghilang!





Bab 2
DOMPET YANG TERCECER

PASTI ia tidak benar-benar buta, kata Bob. Sebab, kalau buta mana mungkin
bisa lari begitu cepat?
Mungkin saja orang yang buta bisa cukup gesit jalannya apabila berada di
lingkungan yang dikenal baik olehnya, kata J upiter J ones. Dan jangan lupa,
orang buta sudah biasa bergerak dalam gelap. J upiter mengatakannya dengan
gaya bicaranya yang khas.
Saat itu sudah keesokan harinya. Bob sedang berkumpul bersama kedua
sahabatnya, J upiter dan Pete Crenshaw, di bengkel J upe yang terdapat di
pekarangan Pangkalan J ones. Hujan sudah berhenti. Langit pagi itu cerah, dan
ketiga remaja itu sedang membicarakan kejadian yang dialami Bob pada petang
hari sebelumnya. Dompet pengemis buta yang tercecer tertetak di bangku kerja
J upe.
Katakanlah ia sebenarnya tidak buta, tapi kenapa ia lari?" kata Bob. Ia bersikap
seperti takut pada kami yang ada di sana waktu itu.
Bob berpikir sebentar.
Kurasa kami yang ada di sana waktu itu semuanya bersikap aneh, katanya
kemudian. Wanita yang saat itu bersama aku sedang menunggu bis, tahu-tahu
sudah pergi ketika aku sedang masuk ke lorong. Rupanya saat itu bis datang dan ia
langsung saja naik. Pengemudi mobil yang menubruk orang buta itu dengan segera
pergi setelah kukatakan padanya bahwa orang buta itu tidak ada lagi. Sedang aku
cuma berdiri saja di situseperti orang tololsambil memegangi dompet itu.
Padahal, mestinya kan kusebutkan nama si Buta pada pengemudi mobil itu, serta
namaku juga.
"Kau kan sedang kaget waktu itu, kata J upiter. Dalam keadaan seperti begitu,
orang sering bertingkah laku aneh.
Sambil mendengarkan Bob bercerita, J upiter sibuk mengutik-utik sebuah pesawat
televisi bekas yang dibawa pulang ke pangkalan barang-barang bekas itu oleh
Paman Titus seminggu sebelumnya. J upiter telah menukar lampu-lampunya yang
sudah mati dengan lampu-lampu baru yang tersedia di situ, serta melakukan
beberapa penyetelan di bagian dalam pesawat. Kini ditegakkannya pesawat itu di
bangku kerjanya, lalu dicolokkannya kabel listriknya ke steker.
Seketika itu juga terdengar bunyi mendengung.
Nah! kata J upiter.
Lagi-lagi kau berhasil, kata Pete berlagak kagum.
"Mungkin," kata J upe. Diputarnya sebuah tombol.
Ketiga remaja itu tertawa nyengir. J upiter J ones mernang bisa dibilang jenius kalau
disuruh membetulkan barang-barang rusak atau membuat berbagai benda dari
bermacam-macam suku cadang yang sudah dibuang orang lain. Ia-lah yang
membuat ketiga pesawat radio walkie-talkie yang sering dipergunakan oleh ketiga
remaja itu. Dia pula yang membetulkan mesin cetak tua yang kini terdapat di salah
satu sudut bengkel itu. Dan ia yang membangun teropong yang merupakan bagian
perlengkapan kantor mereka, yang terletak dalam sebuah karavan tua yang sudah
tidak terpakai lagi. Karavan itu terletak dekat bengkel J upiter, disembunyikan di
bawah tumpukan barang rongsokan. Paman Titus dan Bibi Mathilda yang
memberikan karavan itu kepada J upiter dan kedua temannya untuk dijadikan
tempat berkumpul, sudah hampir-hampir tidak pernah ingat lagi kalau kendaraan
bekas itu ada di situ.
Paman dan bibi J upiter tahu bahwa ketiga remaja itu berminat menyelidiki kasus-
kasus kejahatan. Mereka juga tahu bahwa mereka menamakan diri mereka Trio
Detektif. Tapi Paman Titus dan Bibi Mathilda tidak tahu bahwa anak-anak itu
sangat giat melakukan kegemaran mereka itu. Karavan bekas yang diberikan pada
mereka diperlengkapi dengan berbagai peralatan yang diperlukan untuk
menyelidiki kasus-kasus yang ditangani. Ada laboratorium kecil di situ, lengkap
dengan alat pemeriksa sidik jari serta sebuah mikroskop. Ketiga remaja itu
mencuci dan mencetak sendiri foto-foto mereka di kaman gelap yang juga ada di
dalam karavan. Sebuah lemari arsip dari besi berisi catatan kasus-kasus yang sudah
mereka selesaikan. Ada pula pesawat telepon yang sewanya dibayar dengan uang
yang mereka peroleh dengan jalan membantu-bantu di pangkalan milik paman dan
bibi J upiter itu.
Dan kini, nampaknya pesawat televisi itu akan menjadi penlengkapan tambahan di
dalam kantor mereka. Di layarnya muncul gambar yang semula masih bergerak-
gerak sedikit, tapi dengan segera menjadi stabil.
...dengan warta berita, kata orang yang nampak di layar. Rupanya ia pembawa
acara.
Wajahnya digantikan seorang pembaca benita, yang pertama-tama mengucapkan
selamat pagi. Setelah itu ia mengatakan bahwa topan yang datang dari Pasifik
sudah melewati kota Los Angeles, dan diprakirakan bahwa untuk beberapa hari
berikut cuaca akan cerah di atas kawasan California Selatan.
Di bukit-bukit sebelah atas Malibu tenjadi tanah longsor di beberapa tempat,
kata pembaca berita itu melanjutkan. Dan penduduk Big Tujunga Canyon sibuk
membersihkan bekas-bekas banjir bandang yang melanda daerah ngarai itu
kemarin.
Reporter kami melaporkan terjadinya perampokan berani di sebuah bank, The
Santa Monica Thrift and Savings Company, yang baru ketahuan tidak sampai dua
jam yang lalu.
Para pelakunya memasuki bank itu kemarin petang dengan menyamar sebagai
petugas pembersih ruangan. Satpam yang bertugas di situ mereka sekap di dalam
ruang direksi. Dengan tenang para pelakunya kemudian menunggu sampai pagi ini,
menunggu saat para pegawai datang bekerja. Ketika kunci pengaman lemari besi
yang disetel agar hanya bisa dibuka pada waktu-waktu tertentu sudah tidak aktif
lagi pukul delapan empat puluh lima pagi ini, Samuel Henderson, wakil direktur
bank itu, dipaksa para penjahat untuk membuka lemari besi. Para pelaku kemudian
berhasil meloloskan diri dengan membawa uang tunai sebanyak kira-kira
seperempat juta dolar serta berbagai barang berharga yang tidak diketahui nilai
keseluruhannya, yang diambil dari kotak-kotak penitipan. Perincian lebih lanjut
tentang kasus ini akan kami sampaikan nanti, dalam warta berita tengah hari.
"Nah, begitulah!" kata J upe, sambil mematikan pesawat televisi.
Astaga!" seru Bob. The Santa Monica Thrift and Savings! Aku kemarin petang
ada tepat di seberang bank itu ketika pengemis buta itu... ketika... Ia tertegun. Air
mukanya berubth, nampak menjadi agak pucat. Kurasa saat itu aku melihat salah
seorang dari perampok itu, katanya.
Pete dan J upe diam saja, menunggu Bob meneruskan kata-katanya.
"Ya, sungguh, kata Bob lagi. "Dari tempatku berdiri di halte bis, aku bisa melihat
ke dalam ruangan bank yang letaknya persis di seberang jalan. Aku melihat kedua
orang yang membersihkan tempat itu keluar lalu masuk ke lift untuk naik ke atas.
Tapi kemudian salah seorang dari merekayang priadatang lagi. Ia mengetuk-
ngetuk pintu bank, yang kemudian dibukakan oleh satpam yang bertugas di situ.
Ia datang lagi? kata J upe. Orangnya sama dengan yang kaulihat pergi bersama
rekannya?"
Yah, mestinya... kurasa... Bob kelihatan bingung. Terus terang saja, aku tidak
tahu, katanya kemudian. "Pengemis buta itu menjatuhkan mangkuk kalengnya
sehingga uang yang ada di dalamnya berserakan ke mana-mana. Karena itu aku
dan wanita yang juga sedang menunggu bis lntas sibuk memunguti. Lalu setelah
mangkuk itu kami kembalikan pada si Buta, saat itulah aku melihat tukang
pembersih ruangan yang pria muncul lagi di depan pintu bank.
Jadi bisa saja dia sebenarnya bukan orang yang kaulihat pengi bersama
rekannya? kata J upe.
Bob mengangguk.
Hebat sekali siasat mereka! seru Pete. Para petugas pembersih ruangan naik ke
atas dengan lift, setelah menyelesaikan tugas membersihkan ruangan bank.
Kemudian seseorang yang berpakaian menyerupai petugas pembersih ruangan
muncul dan mengetuk-ngetuk pintu. Satpam yang bertugas datang membukakan,
lalu... Bukk! Satpam disekap di sebuah ruangan di sebelah belakang. Sementara
para penjahat sudah aman, berada di dalam bank. Mereka tinggal menunggu para
pegawai datang keesokan paginya.
"Ya, betul! kata Bob. Pasti begitulah kejadiannya."
Kau melihat dari mana petugas pembersih ruangan itu datang?" tanya J upe.
Maksudku, a datang di serambi depan itu lewat lift, atau masuk dari jalan?"
Bob menggeleng.
Ketika aku melihatnya, a sudah ada di depan pintu bank. Kusangka waktu itu, ia
tentunya turun lagi ke bawah dengan lift. Tapi kalau kupikir-pikir, bisa saja a
masuk dari luarjika ia bukan salah satu petugas pembersih ruangan yang ada di
dalam gedung itu
Dengan begitu muncul alur pemikiran yang menarik, kata J upiter. Diambilnya
dompet yang tadi digeletakkan Bob di bangku kerjanya. Katakanlah, orang yang
kaulihat itu datang dari luar, dari jalan. Si Buta menjatuhkan mangkuknya yang
berisi uang sewaktu orang yang masuk itu menghampiri pintu bank. Kau dan
wanita yang ada bersamamu di halte bis membungkuk untuk memunguti uang
yang berserakan di trotoar. Siapa pun juga, pasti juga akan melakukannya, karena
merasa kasihan pada pengemis buta itu. Kau begitu sibuk dengan urusan itu
sehingga tidak sempat melihat perampok masuk ke serambi. Ada sesuatu yang
timbul dalam pikiran kalian sekarang?"
Bob terkejut.
Pengemis buta itu sebenarnya pembantu para perampok!
J upiter mengamat-amati dompet yang ada di tangannya.
Bagus sekali, katanya. Terbuat dari kulit burung unta. Dibukanya dompet itu.
Dibelinya saja di Neiman-Marcus, salah satu toko paling mahal di kota itu.
Aku malah tidak melihatnya, kata Bob. Aku cuma memeriksa untuk melihat
apakah di dalamnya ada nomor telepon si Buta, karena aku bermaksud
meneleponnya untuk memberitahu. Tapi tidak ada catatan nomor teleponnya di
situ.
J upiter memeriksa isi dompet.
Selembar kartu kredit, uang tunai dua puluh dolar, dan sebuah kartu SIM
Sementara. Nah untuk apa orang buta punya surat izin mengemudi?"
Bob mengangguk.
"J adi benar katau begitu, katanya. Ia hanya pura-pura saja buta.
Hector Sebastian, kata J upiter, yang membaca nama yang tertera pada kartu
SIM. Menurut yang tertulis di sini, tinggalnya di Malibu, di Cypress Canyon
Drive nomor 2287.
Malibu! Wah, itu tempat tinggal yang nyaman, kata Pete. Mungkin penghasilan
pengemis lebih besar daripada yang umumnya dikira orang.
Mungkin juga ini bukan alamatnya, kata J upiter mengetengahkan. Mungkin
saja si Buta itu di samping pengemis juga pencopet, dan dompet ini hasil
kelincahan jari-jarinya. Atau bisa juga ia menemukannya di salah satu tempat.
Sudah kaucari nama Hector Sebastian ini di buku telepon, Bob?
"Namanya tidak terdaftar di dalamnya, jawab Bob.
J upiter berdiri.
Ada kemungkinan di tangan kita sekarang ini ada sesuatu yang menarik bagi
polisi," katanya. Tapi di pihak lain, kenyataan bahwa seorang pengemis buta
menjatuhkan dompet ini belum tentu berarti apa-apa. Begini sajalahCypress
Canyon Drive kan tidak begitu jauh dari sini. Bagaimana jika kita selidiki dulu ke
sana, sebelum kita putuskan tindakan apa yang harus kita ambil?
Setuju." kata Bob dengan segera.
Kebetulan Bob dan Pete tadi datang dengan sepeda masing-masing. Karenanya
dalam beberapa menit saja ketiga remaja itu sudah menyusur jalan raya pesisir
yang bernama Pacific Coast Highway ke arah utara, menuju Malibu. Tidak sampai
setengah jam kemudian mereka sudah melewati daerah pertokoan di kawasan
pemukiman yang terkenal itu.
Cypress Canyon Drive adalah sebuah jalan sempit yang merupakan percabangan
dari jalan raya pesisir. Setelah berkelok-kelok mendaki sejauh beberapa ratus
meter, jalan itu kemudian sejajar dengan Pacific Coast Highway, tapi letaknya
lebih jauh ke darat. Anak-anak yang sementara itu sudah bersepeda di jalan sempit
itu bisa mendengar bunyi mobil-mobil yang lalu lalang di jalan raya pesisir. Sekali-
sekali nampak Samudra Pasifik membentang luas, dilihat dari sela-sela pepohonan
yang berjejer di sisi kiri jalan. Di sebelah kanannya terdapat lereng pegunungan
pesisir, dengan langit yang biru cerah di atas puncak-puncak pegunungan itu.
Rasanya tidak ada yang tinggal di sekitar sini, kata Bob, setelah mereka selama
beberapa waktu bersepeda di jalan becek dan beralur-alur bekas ban kendaraan itu.
Aku sejak tadi tidak melihat sebuah rumah pun. J angan-jangan alamat yang
tertulis di kartu SIM itu palsu!
Situasi menjadi semakin misterius," kata Pete. Untuk apa orang yang buta punya
SIM? Dan jika SIM ini benar kepunyaan si Buta, untuk apa ia memakai alamat
palsu?"
J alan yang meneka lewati menurun masuk ke sebuah cekungan yang dilintasi
sebuah kali kecil. Setelah itu jalan menanjak lagi. Anak-anak berhenti ketika sudah
sampai di ujung seberang tanjakan itu. Di depan mereka terbentang sebuah parit
yang mestinya kering pada waktu musim panas, tapi kini penuh berisi air yang
mengalir deras. Dan di sisi kiri jalan, hampir di tepi parit yang sedang banjir itu
nampak sebuah bangunan tua yang kelihatannya mirip lumbung, dengan jendela-
jendela beratap di tingkat dua. Lampu-lampu neon terpasang sepanjang cucuran
atap. Sebuah papan nama yang terpasang pada salah satu ujung cucuran atap
bangunan yang kelihatan tidak terawat itu menunjukkan bahwa tempat itu bernama
Charlies Place
Restoran? kata Bob.
J upe mengeluarkan dompet yang ditemukan Bob dari kantungnya. Dibacanya lagi
tulisan yang tertera pada kartu SIM.
Nomor 2287, katanya. Nomor itu yang tertulis pada kotak pos yang masih baru,
yang terpasang di sebelah depan sana itu.
Anak-anak mendengar bunyi mobil datang dari arah sebelah belakang mereka.
Dengan segera mereka menepi. Sebuah mobil sport berwarna merah benjalan
pelan-pelan menyeberangi sungai kecil yang sudah mereka lewati. Seorang pria
kurus dngan rambut ubanan dan wajah berkerut yang nampak agak murung,
duduk di belakang setir. Ia lewat saja, tanpa kelihatannya memperhatikan mereka
bertiga. Ia membelokkan mobil merah itu memasuki lapangan becek berlumpur
yang merupakan pelataran parkir bangunan yang bernama Charlies Place itu.
Mobil dihentikannya di situ, lalu ia keluar dengan gerakan pelan. Diambilnya
sebuah tongkat yang terletak di lantai kendaraannya. Setelah itu dinaikinya dengan
pelan jenjang depan yang melendut dari bangunan reyot itu, lalu ia masuk ke
dalam. Pintu nyamuk yang dibukanya dibiarkan tertutup sendiri.
Jalannya pincang! kata Pete bersemangat. He, Bob, bukankah kau tadi
mengatakan pengemis buta itu ketika buru-buru pergi kemarin petang, jalannya
terpincang-pincang?
Mungkinkah dia pengemis itu? kata J upe. Adakah kemiripannya dengan si
Buta?
Bob mengangkat bahu.
Tingginya kurang lebih sama, begitu pula umurnya. Tapi pasti ada jutaan orang
yang seperti itu.
Baiklah, kata J upe. Tahu-tahu sikapnya menjadi lugas. Aku akan masuk.
Mau apa kau di situ? tanya Pete. Membeli hamburger?
Mungkin juga, kata J upe. Atau, bisa juga aku menanyakan jalan. Pokoknya,
akan kuselidiki siapa orang tadi. Bob, sebaiknya kau jangan sampai kelihatan. J ika
memang dia orang yang ada di luar bank di Santa Monica itu kemarin malam, ada
kemungkinan kau dikenalinya kembalilalu reaksinya tidak enak bagi kita.
Aku juga di sini sajalah, menemani Bob, kata Pete. Aku alergi, kalau
menghadapi orang yang tahu-tahu bisa naik pitam."
"Pengecut," ujar Bob mengejek.
Bukan pengecut, tapi cuma ambisius saja, kata Pete membalas. Aku berambisi
untuk hidup terus sampai uzur.
J upe terkekeh geli, lalu sambil mendorong sepedanya masuk ke pelataran parkir
Charlies Place. Bob dan Pete ditinggalkannya di pinggir jalan. Setelah
menyandarkan sepeda ke dinding bangunan itu, Ia pun menaiki jenjang yang
menuju ke serambi depan yang sempit. Ditariknya pintu berkawat nyamuk
sehingga terbuka, lalu ia masuk.
Ruangan yang dimasukinya remang-remang. J upiter melihat lantai papan yang
mengkilat, serta dinding yang dilapisi panel kayu berwarna gelap. Lurus di
depannya, di belakang sebuah ambang yang lebar, nampak sebuah ruangan yang
luas. Ruangan itu kosong. Dinding sebelah depannya terdiri dari jejeran jendela-
jendela. Di belakang jendela-jendela itu, di balik pepohonan, nampak samudra
yang kemilau airnya. Menurut dugaan J upe, ruangan itu dulunya pasti ruang makan
sebuah restoran yang kini sudah ditutup.
J upe berdiri di sebuah lorong lebar, yang sebenarnya merupakan serambi di luar
ruangan luas tadi. Di kiri serambi itu ada tempat yang berisi meja layan, bangku-
bangku tinggi dan bilik-bilik dengan meja serta bangku-bangku. Nampak pula
poci-poci kopi di situ. Semuanya kelihatan berdebu, diselubungi sarang labah-
labah. Itu dulu pasti ruangan tempat minum kopi, kata J upe menduga dalam hati.
kemudian a memandang ke kanan. Dilihatnya ada dinding di situ, dengan
beberapa pintu. Di tempat yang merupakan bekas kedai kopi, nampak kotak-kotak
kardus dan peti-peti yang ditumpuk-tumpuk. Di serambi pun terdapat pula
beberapa kotak kardus lagi. Sejumlah peti terdapat di lantai ruangan besar. Satu di
antaranya sudah terbuka. Dan dalamnya melimpah serutan kayu dan kertas-kertas
yang merupakan bahan pelindung barang-barang yang semula terdapat dalam peti
kemas itu.
J upe bergerak maju dengan langkah-langkah lambat. Baru saja ia hendak berseru
untuk memanggil, ketika didengarnya gagang telepon diangkat dari tempatnya.
J upiter langsung berhenti. Ia memasang telinga. Seseorang yang berada di ruang
luas dan terang di hadapannya, tapi tidak kelihatan dari tempatnya berdiri,
memutar nomor pesawat seseorang.
Sesaat kemudian terdengar suara seorang pria berbicara.
Di sini Sebastian."
Setelah sunyi sebentar, terdengar lagi suara orang itu.
Ya, katanya, Saya tahu harganya mahal, tapi saya bersedia membayarnya.
Semua memang ada harganya.
Saat itu J upiter merasa ada sesuatu yang kecil tapi keras disodokkan ke
punggungnya, sedikit di atas pinggangnya.
Silakan angkat tangan, kata seseorang yang ada di belakangnya dengan suara
pelan. J ika Anda bergerak, saya potong Anda menjadi dua!







Bab3
PRIA MISTERIUS

J UPITER mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Dirasakannya bulu
tengkuknya meremang.
Saya cuma hendak.. katanya.
Harap diam! kata orang yang ada di belakangnya.
Terdengar bunyi langkah orang berjalan di lantai papan. Pria beruban yang datang
dengan mobil merah beberapa menit yang lalu, muncul di ambang pintu ruangan
besar. Ia berdiri bertopang pada tongkatnya, sambil memandang J upe dengan
kepala agak dimiringkan ke samping. Kelihatannya seperti heran.
Ada apa, Don? katanya. Siapa dia?"
Kening J upiter berkerut. Ia rasanya seperti mengenal orang yang baru muncul itu.
Tapi Ia tidak yakin apakah cuma suaranya, atau sikap kepalanya yang agak
dimiringkan. Pernahkah ia berjumpa dengan orang itu? J ika ya di mana? Dan
kapan?
Anak ini masuk tanpa diundang, kata orang yang menodong J upiter dari
belakang. Ia berdiri di sini, sambil mendengarkan Anda menelepon.
Saya cuma ingin menanyakan jalan, kata J upe. Pada papan yang terpasang di
luar, saya tadi membaca tulisan, Charlies Place. Bukankah ini restoran? Dan saya
bukan masuk tanpa diundang. Ini kan tempat untuk umum, dan pintu depan
terbuka.
Tempat ini dulu memang restoran, kata si pria beruban. Ia mendatangi J upiter
sambil tersenyum. Dan pintu depan memang terbuka.
Kini J upiter melihat bahwa pipi orang itu kemerah-merahan dan hidungnya yang
mancung dan tipis terbakar matahari. Kulitnya terkelupas di sana-sini. Sepasang
matanya di bawah alis yang tebal, kelihatan sangat biru warnanya.
Tenang sajalah, Anak muda, katanya. Don takkan mungkin bisa menembakmu,
juga apabila ia ingin melakukannya."
Dengan hati-hati J upiter menurunkan kedua lengannya, lalu berpaling untuk
melihat orang yang dipanggil dengan nama Don Itu.
Kau menyangka aku punya pistol, kata orang yang ditatapnya dengan nada puas.
J upiter melihat bahwa orang itu orang Asia. Ia hampir sepantar dengan J upe.
Tubuhnya langsing, sedang wajahnya bersih dan ramah. Di tangannya tergenggam
sendok kayu yang gagangnya ditudingkan ke arah J upe. Kau lihat ini bukan
pistol, katanya. Tipuan ini kutiru dari televisi.
Hoang Van Don ini baru saja datang dari Vietnam, kata pnia beruban itu.
Sekarang ia sedang belajar bahasa inggris, dengan jalan menonton film-film yang
diputar pada saat tengah malam. Tapi kulihat sekarang bahwa kecuali belajar
bahasa Inggris, Don juga mempelajari hal- hal lain yang bermanfaat pula.
Orang Vietnam itu membungkuk.
J ika terkurung dalam ruang tingkat atas, cara yang benar untuk lari adalah dengan
membuat tali dari kain seprai. J ika tidak ada seprai, meluncur turun lewat pipa
saluran air.
Ia membungkuk lagi, lalu masuk ke ruangan yang dulunya kedai kopi. J upiter
mengikutinya dengan pandangan heran.
Kau hendak menanyakan jalan? tanya pria yang beruban.
J upiter terkejut.
0 ya, betul, katanya buru-buru. Di depan ada parit menggenangi jalan, sesudah
rumah ini. J upiter menunjuk ke arah depan rumah. "Apakah di seberang genangan
itu masih ada jalan terus? Adakah tempat di mana kami bisa menyeberanginya,
atau haruskah kami kembali lagi ke jalan raya?
"Di seberang parit itu tidak ada jalan lagi, karena memang hanya sampai di situ
saja. Dan jangan coba-coba menyeberangi parit itu, karena lumayan juga
dalamnya. Kau pasti hanyut.
Oh, kata J upiter, yang hanya mendengarkan sambil lalu saja. Perhatiannya
terarah pada salah satu kotak kardus yang terdapat di sebuah sudut ruang serambi
itu. Isinya sekitar setengah lusin buku yang semuanya berjudul sama. Buku-buku
itu bersampul hitam, dengan tulisan berhuruf merah menyala. Gambarnya berupa
sebilah belati yang terhunjam menembus selembar kertas dokumen. Buku itu
berjudul Warisan Terkutuk.
Hector Sebastian! seru J upe. Didatanginya kotak kardus itu, lalu diambilnya
salah satu buku yang terdapat di dalamnya. Dibaliknya buku itu, dan dilihatnya
foto yang terpampang pada sampul sebelah belakang. Nampak wajah orang yang
berdiri di hadapannya, dalam serambi kecil yang remang-remang itu.
Ini kan Anda! kata J upiter. Sikap mantap yang selalu dibangga-banggakannya,
lenyap tak berbekas. Kegembiraannya membuat J upiter bersikap persis seperti
remaja biasa. Anda Hector Sebastian! Maksud saya, Anda yang baru-baru ini
tampil di televisi!
Betul, kata pria itu. Bahkan sudah beberapa kali.
Saya sudah membaca Warisan Terkutuk, kata J upiter J agi. Kalau saat itu ia
sempat memperhatikan, pasti ia akan heran mendengar suaranya sendiri. Nadanya
melengking, bersemangat. Caranya bicara seperti seseorang penggemar film yang
berhadapan dengan bintang pujaanny. Asyik sekali buku itu! Dan Pembangkit
Kengerian, itu juga hebat! Anda tidak perlu repot-repot merampok bank, Mr.
Sebastian!
Jadi mulanya kau menyangka aku merampok bank? kata Hector Sebastian
sambil tersenyum. Kurasa kau tidak hanya kebetulan saja masuk kemari untuk
menanyakan jalan. Ada apa sebetulnya?"
Muka J upiter menjadi merah.
"Saya... mengaku apa yang ada dalam pikiran saya saja, sudah tidak enak rasanya,
katanya, lalu menyambung, Anda kehilangan dompet, Mr. Sebastian?
Pria itu terkejut. Dirabanya kantung jasnya yang sebelah dalam, lalu ditepuknya
kantung sebelah belakang celananya.
"Wah, tidak ada! katanya dengan nada cemas. "Kau menemukannya?"
Bukan saya, tapi teman saya Bob, kata J upe, lalu buru-buru menceritakan
kejadian yang dialami Bob sehari sebelumnya. Dijelaskannya penampilan orang
buta dari siapa dompet itu tercecer, dan dituturkannya peristiwa perampokan bank
serta kecelakaan lalu lintas yang dialami orang buta itu.
Hebat! kata Mr. Sebastian. Kedengarannya seperti awal sebuah film yang
disutradarai Alfred Hitchcock
Air muka J upe langsung berubah, kelihatan suram.
Ada apa?" kata Mr. Sebastian. Salah bicarakah aku? .
"Bukan begitu," kata J upe. "Cuma, Mr. Hitchock itu teman baik kami. Ia selalu
menuliskan kata pengantar untuk catatan yang disusun oleh Bob mengenai kasus-
kasus yang kami tangani. Kami sangat sedih ketika Mr. Hitchcock meninggal
dunia. Kami benar-benar merasa kehilangan.
Ya. tentu saja, kata Mr. Sebastian. Tapi aku tidak mengerti. Kasus-kasus apa,
maksudmu? Dan dimana temanmu Bob itu, yang kaukatakan tadi menemukan
dompetku?
Ada di luar, kata J upe. Sebentar, akan saya panggilkan!
J upiter melesat ke luar, lalu berlari melintasi pelataran parkir.
Ayo masuk! serunya memanggil. Mr. Sebastian ingin ketemu dengan kalian.
Kalian tahu siapa dia?"
Bob dan Pete berpandangpandangan. Pete menggeleng.
Harus tahukah kami? tanyanya.
Aku yang mestinya tahu!jawab J upiter sambil nyengir. Mestinya aku langsung
mengenali namanya. Rupanya otakku mulai beku sekarang! Dialah yang
mengarang Warisan Terkutuk, Jaga Malam, dan Pembangkit Kengerian.
Belakangan ini sering tampil dalam acara-acara di TV. Studio Moorpark baru saja
menyelesaikan pembuatan film berdasarkan kisah Pembangkit Kengerian, yang
musik pengiringnya akan digubah oleh Leonard Orsini."
Sekarang Pete tertawa lebar.
0, itu! katanya. "Aku pernah mendengar ayahku berbicara tentang Pembangkit
Kengerian. J adi orang yang bernama Sebastian itu pengarangnya?
Ya, betul! kata J upe. Mukanya merah karena bersemangat. Dulu dia detektif
swasta di New York. Tapi kemudian Ia mengalami kecelakaan dengan pesawat
terbang yang dikemudikan olehnya sendiri. Kakinya patah. Sementara menunggu
cederanya sembuh, secara iseng-iseng Ia mulai mengarang sebuah novel,
berdasarkan salah satu kasusnya. Novel itu berjudul Jaga Malam, dan setelah
diterbitkan ternyata banyak yang menyukainya. Pernjualannya sangat laris. Setelah
itu Mr. Sebastian menulis sebuah novel lagi, berjudul Warisan Terkutuk. Ceritanya
mengenai seseorang yang pura-pura sudah mati, dengan tujuan agar istrinya bisa
memperoleh pembayaran dari perusahaan asuransi. Novel itu kemudian dijadikan
film. ingat tidak kalian? Setelah itu Mr. Sebastian memutuskan untuk sepenuhnya
menjadi pengarang novel. Ia menulis skenario untuk film Pembangkit Kengerian,
setelah hak pembuatan film untuk buku itu dijual pada Studio Moorpark. Ayolah!
Kalian tidak kepingin berkenalan dengan dia? Dompet itu kaubawa, Bob?
Kan sudah kuberikan padamu, kata Bob. Masa tidak ingat lagi! Wah, kau
benar-benar terpesona karena berjumpa dengan Mr. Sebastian, ya!
J upe meraba kantung-kantungnya sambil meringis malu. "0 ya, ini dia. Oke, kita
masuk saja sekarang."
Pete dan Bob mengikutinya kembali ke dalam, di mana keduanya kemudian
diperkenalkan oleh J upe pada Mr. Sebastian. Pengarang itu mengajak mereka ke
ruangan besar dengan jejeran jendela pada salah satu sisinya, lalu menyilakan
anak-anak itu duduk di kursi-kursi lipat yang diatur mengelilingi sebuah meja
rendah berdaun kaca. Meja seperti itu biasanya ditaruh di luar. Di teras misalnya,
atau di tepi kolam renang. Meja, kursi-kursi, serta sebuah pesawat telepon
merupakan satu-satunya perlengkapan yang ada dalam ruangan itu.
Lama-lama tempat ini akan nyaman juga ditinggali, kata Mr. Sebastian. Aku
dan Don baru minggu lalu pindah kemari, dan kami belum punya waktu untuk
mengatur segala-galanya.
Anda berniat hendak bertempat tinggal di sini? tanya Pete.
Sekarang pun aku sudah tinggal di sini, jawab pengarang itu. Ia pergi ke
serambi, lalu berseru memanggil Don. Beberapa saat kemudian orang Vietnam itu
muncul membawa baki berisi teko kopi serta sebuah cangkir dengan tatakannya.
Tolong ambilkan minuman untuk anak-anak ini, kata Mr. SebastIan. Kita punya
minuman ringan di lemari es?
Ada, limun, kata Don, sambil meletakkan baki ke atas meja. Natures Own,
untuk cita rasa matang di pohon."
J upiter tersenyum karena mengenali kata-kata itu, yang merupakan semboyan iklan
salah satu merek limun yang terkenal. Pasti itu termasuk pengetahuan yang
diperoleh Don dari menonton televisi!
Mau limun?" kata Mr. Sebastian sambil memandang anak-anak, yang cepat-cepat
mengangguk. Don masuk lagi ke dapur, yang terletak di belakang kedai kopi.
"Coba Don sekali-sekali mau menonton siaran pelajaran masak, daripada selalu
saja memelototi film-film tua itu, yang setiap lima menit sekali diselingi iklan.
kata Mr. Sebastian ketika orang Vietnam itu sudah tidak ada di situ. Masakan
yang dihidangkannya, kadang-kadang aneh sekali!"
Setelah itu ia bercerita tentang bangunan bekas restoran yang baru saja seminggu
ditempatinya, serta rencananya untuk mengubahnya menjadi rumah tempat tinggal.
Kedai kopi itu nantinya akan menjadi ruang makan resmi, kalau ada tamu,
katanya pada anak-anak. "Di sebelah serambi ada gudang yang nantinya akan
menjadi kamar tidur Don, lalu akan kubuatkan kamar mandi untuk dia di sebelah
sana, di bawah tangga itu.
Anak-anak memandang tangga yang menuju ke atas, menyusur dinding sebelah
dalam dekat serambi. Di sebelah atas tangga itu ada semacam balkon yang
menjulur sepanjang bangunan dan membuka di pinggir atas ruang besar tempat
Mr. Sebastian sedang duduk-duduk bersama anak-anak. Langit-langit ruangan
besar itu tinggi, langsung terletak di bawah atap bangunan bertingkat dua itu.
Separuh bagian depan dari bangunan itu, yang ditempati ruangan serambi, gudang,
kedai kopi, dan dapur, tingkat duanya berisi kamar-kamar dengan pintu-pintu yang
semua menghadap ke balkon.
Aku tahu, tempat ini kelihatan acak-acakan, kata Mr. Sebastian. Tapi
konstruksinya masih baik. Sebelum kubeli, aku minta tolong dulu pada seorang
arsitek dan seorang kontraktor bangunan untuk menilainya. Kalian tahu berapa
uang yang harus kukeluarkan untuk membeli rumah sebesar ini, yang letaknya
begini dekat ke pantai?"
Yang jelas, pasti sangat mahal, kata J upe.
Mr. Sebastian mengangguk.
Dan bayangkan betapa indahnya tempat ini nanti, kalau sudah selesai dibenahi.
Ruangan ini, begini saja pun sudah hebat! Ada perapian di kedua ujungnya. Belum
lagi jejeran jendela-jendela itu, semuanya menghadap ke pantai! Dan atapnya sama
sekali tidak bocor. Untuk kalian, hal seperti itu mungkin kalian anggap biasa-biasa
saja. Tapi aku dua puluh tiga tahun lamanya tinggal di sebuah apartemen di
Brooklyn, yang atapnya saban kali bocor lagi. Aku sampai-sampai harus selalu
menyediakan sejumlah panci dan ember untuk kuletakkan di bawah tempat-tempat
yang bocor kalau ada hujan.
Mr. Sebastian meringis, lalu menyambung,
Siapa ya namanya, orang yang mengatakan bahwa ia pernah kaya dan juga pernah
miskin, tapi hidup sebagai orang kaya ternyata lebih enak? Yah, siapa pun
namanya, yang jelas pendapatnya itu kusetujui!
Saat itu Don datang lagi membawa limun. Sementara Ia menghidangkan minuman
itu pada anak-anak, Mr. Sebastian mengambil dompet yang diletakkan J upe di atas
meja.
"Dijatuhkan oleh pengemis buta, katamu tadi?" katanya. Dibukanya dompet itu,
lalu diperiksanya isinya. Rupanya pengemis itu tidak begitu sengsara hidupnya,
karena uang yang ada di sini sama sekali tidak diambil olehnya.
"Tapi ia mengemis, kata Bob. Ia menenteng mangkuk kaleng berisi uang logam.
Kaleng itu diguncang-guncangnya terus.
Aku ingin tahu, bagaimana ia sampai menemukan dompet ini. kata Mr.
Sebastian sambil merenung. "J ika ia buta..."
Ya, betul, kata J upiter. Orang buta takkan bisa melihat benda yang tergeletak di
trotoar. Memang, mungkin saja kakinya secara tidak sengaja tersandung, lalu
dompet itu dipungutnya. Kapan terakhir kalinya Anda tahu dompet itu masih ada
pada Anda, Mr. Sebastian?
Caramu bertanya persis detektif," kata pengarang itu pada J upe. Aku takkan
heran jika sekarang kau mengeluarkan pensil dan buku catatan, lalu mulai
mencatat. Tadi kau juga menyebut-nyebut nama Mr. Hitchcock. Katamu, selama
ini ia selalu menuliskan kata pengantar untuk kisah-kisah tentang kasus-kasus
kalian? Kalian ini sedang belajar menjadi detektif, barangkali?
"Bukan sedang belajar, Sir, kami ini memang detektif, kata J upiter dengan
bangga. Ia mengambil dompetnya, lalu mengeluarkan selembar kartu nama dari
dalamnya. Kartu itu disodorkannya pada Mr. Sebastian, yang langsung membaca:
TRIO DETEKTIF
Kami Menyelidiki Apa Saja
Penyelidik Satu .......................... J upiter J ones
Penyelidik Dua ....................... Peter Crenshaw
Data dan Riset ........................... Bob Andrews
Oh, begitu," kata Mr. Sebastian sambil mengangguk-angguk. "Kalian menamakan
diri kalian Trio Detektif, dan kalian bersedia menyelidiki apa saja. Berani juga
kalian, kalau mengingat bahwa detektif swasta kadang-kadang dimintai
pertolongan untuk menyelidiki hal yang aneh-aneh.
Memang, kami juga tahu, kata J upiter. Selama ini sudah beberapa kali kami
menjumpai kejadian-kejadian yang sangat aneh bahkan ada pula yang bisa
dibilang ajaib. Itu kekhususan kami. Kami sering berhasil datam menangani kasus-
kasus yang tidak dapat diselesaikan oleh aparat penegak hukum.
Aku percaya, kata Mr. Sebastian sambil mengangguk. "Otak anak-anak masih
lincah, belum dibebani dengan pandangan-pandangan kaku tentang apa yang
mungkin dan yang mustahil."
Bob mencondongkan badannya ke depan.
Kami tertarik pada pengemis buta itu karena ingin tahu apakah ada kemungkinan
ia terlibat dalam peristiwa perampokan bank kemarin malam, katanya. Anda
kemarin ke Santa Monica, Mr. Sebastian? Mungkinkah dompet Anda tercecer
waktu itu di sana? Atau barangkali orang buta itu mencopetnya dari Anda."
Itu tidak mungkin. Mr. Sebastian merebahkan punggungnya ke sandaran kursi.
Aku tahu, kemarin pagi dompetku ini masih ada. Aku ingat bahwa aku
memasukkannya ke dalam kantung sewaktu meninggalkan rumah untuk pergi ke
Denicolas. Setelah itu pikiranku tidak ke dompetku, sampai kau tadi
menyebutnya. Rupanya terjatuh sewaktu aku sedang di Denicolas, karena aku
kemarin cuma ke sana saja. Yang jelas, aku sama sekali tidak mendatangi tempat
ramai di mana ada kemungkinan dompetku ini dicopet orang. Dan kalau berjumpa
dengan seseorang yang buta, aku pasti ingat.
Denicolas? Bukankah itu tempat di pantai sebelah utara dari sini, di mana orang
yang hendak memancing di laut bisa menyewa perahu motor? kata Pete.
Mr. Sebastian mengangguk.
"Aku menaruh speedboat-ku di sana, karena letaknya lebih dekat daripada marina-
marina yang lainnya di sekitar sini. J ika aku hendak memakainya, anak yang
membantu Mrs. Denicola mengantarkan aku dengan perahu ke pelampung di mana
speedboat-ku itu ditambatkan. Kemarin aku pesiar sebentar dengannya. Dompetku
mestinya tercecer saat itu, dekat galangan, atau bisa juga di pelataran parkir."
Lalu ditemukan orang buta itu dan dipungutnya, kata Pete.
"Lalu ia pergi ke Santa Monica, tanpa mengatakan apa-apa tentang dompet itu
pada orang-orang yang ada di Deriicolas, kata Bob. Kemudian, ia secara
kebetulan saja berada di seberang jalan, tepat pada saat para perampok masuk ke
dalam bank dengan menyamar sebagai petugas pembersih ruangan. Mungkin ia
bahkan menyebabkan perhatian orang-orang yang ada di halte bis teralih dari bank
itu, dengan jalan menjatuhkan mangkuk kalengnya yang berisi uang.
"Bisa saja mangkuk itu licin, karena saat itu kan sedang hujan, kata Mr. Sebastian.
Atau mungkin saja ia capek. Kenyataan bahwa mangkuk itu terlepas dari
tangannya, belum berarti apa-apa.
"Ia langsung lari sesudah dompet itu terjatuh dari Bob mengejar untuk
mengembalikan padanya,kata J upe mengetengahkan. Lalu ia lari lagi, sesudah
ditubruk mobil.
Itu tidak aneh, kata Mr. Sebastian. Bisa saja itu tenjadi karena ia sangat kaget.
Mungkin pula merasa bersalah, karena membawa dompet yang bukan miliknya.
Atau ia takut polisi. Polisi sering bersikap keras terhadap pengemis. Rasanya kecil
sekali kemungkinannya ia ada sangkut-pautnya dengan perampokan bank itu. Tapi
kenapa kalian tidak ke polisi saja untuk melaporkan kejadian itu? Kalau kalian rasa
perlu, sebut saja namaku. Aku mau membantu, sebisa-bisaku.
Ya, memang itulah yang sebaiknya dilakukan, kate J upiter. Ia merasa kecewa.
Dan kata Anda tadi mungkin juga benar. Pengemis itu hanya kebetulan saja ada di
sana, ketika para perampok masuk ke dalam bank. Saya rasa sekali ini kami tidak
jadi menemukan kasus baru.
Ya, kelihatannya memang begitu, kata Mr. Sebastian. Tapi aku sangat
berterima kasih, kalian sudah mau bersusah-payah kemari untuk memulangkan
dompet ini." Ia mengatakannya sambil meneliti uang yang ada di dalam dompet
itu.
Ah, itu kan biasa, kata Pete buru-buru.
Kami senang bisa melakukannya, tambah Bob. Anda tidak perlu repot-repot,
memberi apa-apa pada kami."
Kalau begitu, dengan cara bagaimana aku bisa membalas jasa? tanya Mr.
Sebastian. Bagaimana jika kita pesiar dengan speedboatku? Mau ikut, jika aku
lain kali ingin jalan-jalan di laut?
Wah! Bolehkah kami ikut? seru Pete bergairah.
Tentu saja boleh! Kalian berikan saja nomor telepon kalian, supaya bisa
kuhubungi."
Dan dalam waktu setengah jam kami sudah akan ada di sini, kata Pete dengan
gembira.
Ketiga remaja itu memberikan nomor telepon rumah masing-masing pada Mr.
Sebastian. Kemudian mereka pergi, diantar sampai ke pintu oleh detektif swasta
yang kini suclah menjadi pengarang terkenal itu.
Orangnya ramah," kata Pete, ketika mereka sudah sampai lagi di jalanan.
Ya, memang, kata J upe sependapat. Dan kelihatannya dengan berat hati ia
melepaskan kita, sewaktu kita minta diri tadi. Tidak merasa kesepiankah dia, hidup
seorang diri di tempat sesunyi ini. Apalagi kalau mengingat bahwa sebelumnya ia
tinggal di New York yang begitu ramai.
Setiap saat ia ingin ditemani pesiar dengan speedboat-nya, aku pasti siap, kata
Bob. Wow! Ini benar-benar"
Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Sebuah sedan kecil berwarna coklat muncul dari
arah depan dan melewati ketiga remaja itu dengan kecepatan sedang, lalu
membelok masuk ke pekarangan tempat tinggal Mr. Sebastian. Dari dalamnya
keluar seorang pria yang sudah berumur. Ia menghampiri Mr. Sebastian yang
masih berdiri di ambang pintu, lalu mengatakan sesuatu.
Saat itu anak-anak sudah terlampau jauh, sehingga tidak bisa menangkap
pembicaraan kedua orang itu. Tapi mereka tidak pergi, melainkan tetap
memperhatikan dari jalan. Mereka melihat bahwa sesaat kemudian Mr. Sebastian
melangkah mundur, seperti mempersilakan orang yang baru datang itu masuk ke
dalam rumah. Dan itu memang terjadi.
Wah, wah! kata Bob. Ternyata penyelidikan masih perlu dilanjutkan."
Kenapa kau mengatakan begitu?" tanya Pete.
Orang tadi itu satpam yang membukakan pintu bagi perampok yang menyamar
sebagai petugas pembersih ruangan, sehingga bisa masuk ke dalam bank, kata
Bob. Untuk apa ia mendatangi Mr. Sebastian?





Bab 4
TRIO DETEKTIF MENDAPAT KLIEN

"BENAR-BENAR aneh." kata J upiter. Hector Sebastian kan sama sekali tidak
kekurangan uang! Buku-bukunya kan sangat laris!
"Baiklah! kata Bob. Tapi jika ia tidak ada sangkut-pautnya dengan perampokan
bank itu, lalu kenapa satpam dari bank itu mendatanginya?
Tentang itu, aku tidak tahu, kata J upe.
Saat itu hari sudah siang. Ketiga remaja itu berada dalam kantor mereka yang
tersembunyi letaknya di dalam pekarangan Pangkalan J ones. Tadi mereka
menunggu di tepi jalan di luar bangunan bekas restoran di Cypress Canyon Drive,
sampai petugas satpam dari bank di Santa Monica itu sudah pergi lagi dari tempat
kediaman Hector Sebastian. Anak-anak masih berembuk seberitar, apakah
sebaiknya mereka masuk lagi dan menanyakan pada Mr. Sebastian tentang
kedatangan satpam itu. Tapi J upe tidak setuju. Ia segan sekali lagi mengganggu
pengarang terkenal itu dengan alasan hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu saja.
Karenanya ketiga detektif remaja itu lantas kembali ke kantor mereka, untuk
membicarakan kejadian-kejadian pagi itu. Dan kini mereka sudah duduk-duduk
mengelilingi meja kerja di situ. Bob sibuk menuliskan hal-hal yang dianggapnya
perlu dalam buku catatannya.
Pengemis itu terpincang-pincang jalannya kemarin petang, sesudah kecelakaan
itu, katanya sambil menulis, "dan Mr. Sebastian juga pincang."
Kaki Mr. Sebastian patah, jadi pincangnya itu sudah lama." kata J upe. Pengemis
itu, sudah pincang tidak jalannya sebelum ditubruk mobil?"
Aku tidak tahu pasti, kata Bob.
Bisa saja cuma kebetulan kedua-duanya pincang, kata Pete, tapi bagaimana
dengan urusan dompet? Itu satu kebetulan lagi! Lalu tadi orang yang membukakan
pintu sehingga para perampok bisa menyusup masuk ke dalam bank, mendatangi
Mr. Sebastian. Itu satu kebetulan lagi. Tapi tiga peristiwa kebetulan secara
beruntun, rasanya agak terlalu banyak!
Kenapa kita tidak ke polisi saja untuk melaporkannya? kata Bob. Mr. Sebastian
kan mengatakan tadi, sebaiknya itu saja yang kita lakukan. Untuk apa ia
mengusulkan begitu, jika ia memang terlibat dalam kasus perampokan itu?"
Ia harus mengatakan begitu, kata Pete dengan mantap. Ia tidak berani
mengambil risiko tidak mengatakannya, karena itulah yang selalu dikatakan orang
dewasa.
Kurasa polisi nanti akan mengatakan teori kita terlalu mengada-ada, kata J upiter,
dan mungkin juga mereka benar. Rasanya mustahil membayangkan Mr. Sebastian
ikut membantu perampokan itu. Bagi dia, taruhannya terlalu besar, mengingat
bahwa uangnya lebih dari cukup. Tapi di pihak lain, pasti ada pertalian antara dia
dan kejadian itu. Mungkin saja Mr. Bonestell bisa membantu kita menemukan
pertalian itu.
"Mr. Bonestell? tanya Bob.
J upiter membuka surat kabar yang tergeletak di atas meja. Surat kabar itu edisi dini
dari harian Santa Monica Evening Outlook. J upiter membelinya tadi di kios, ketika
ketiga remaja itu mampir sebentar untuk membeli pizza dalam perjalanan pulang.
Mr. Bonestell, atau lengkapnya Walter Bonestell itu petugas satpam yang
membukakan pintu sehingga para perampok bisa masuk ke dalam bank." katanya.
Ini, namanya tertulis dalam artikel pada halaman depan. Ia meraih buku telepon
lalu mencari-cari sampai menemukan yang dikehendakiriya. "Hmm... dalam buku
telepon Santa Monica ini terdaftar seorang Walter Bonestell, yang tinggalnya di
Dolphin Court nomor 1129. Itu cuma beberapa blok saja dari pantai.
Saat itu terdengar suara memanggil-manggil di luar.
J upiter! J upiter J ones! Ke mana lagi anak itu? J upiter!
Bibi Mathilda sudah kesal lagi kedengarannya, kata J upiter sambil mendesah.
Ia belum melihat aku lagi sejak sarapan pagi tadi. Sekarang sudah pasti banyak
sekali pekerjaan yang menurut dia harus kulakukan."
Mungkin aku sementara ini juga sudah dicari-cari ibuku, kata Pete.
Aku sebenarnya hendak mengusulkan kunjungan ke Mr. Bonestell itu." kata
J upiter. Mungkin nanti petang kita bisa melakukannya. Bagaimana, kalian
rasanya bisa tidak? J ika kita berkumpul di depan Rocky Beach Market sekitar
pukul tujuh, kita bisa bersepeda ke pantai untuk mendatangi petugas satpam itu di
rumahnya.
Aku sih, boleh-boleh saja," kata Pete.
"Besok kita kan tidak sekolah, kata Bob sambil nyengir. J adi nanti malam tidak
ada persoalan!
Ketiga remaja itu keluar dari karavan. Lalu sepanjang siang sampai sore, J upiter
sibuk bekerja di pangkalan milik paman dan bibinya yang berdagang barang-
barang bekas. Dan malamnya, sesudah buru-buru makan bersama Bibi Mathilda
dan Paman Titus, ia langsung berangkat dengan sepeda ke Rocky Beach Market.
Bob dan Pete muncul pukul tujuh kurang lima menit, lalu berangkatlah mereka
bertiga menuju Santa Monica.
Dolphin Court ternyata merupakan seruas jalan yang pendek dan buntu. Letaknya
di lingkungan pemukiman yang terdiri dari rumah-rumah kecil yang masing-
masing ditinggali satu keluarga saja. Nomor 1129 adalah sebuah rumah kayu yang
letaknya kurang lebih di pertengahan jalan itu. Di jalan masuknya diparkir mobil
kecil berwarna coklat yang sudah dilihat anak-anak sewaktu di Cypress Canyon
Drive. Sisi depan rumah itu gelap. Tapi sebuah jendela di bagian belakang
kelihatan terang. Anak-anak membelokkan Sepeda mereka ke jalan masuk itu.
Mereka terus sampai di belakang, lalu memandang ke dalam lewat jendela yang
terang. Ternyata itu jendela dapur.
Petugas satpam itu ada di situ. Ia seorang diri saja, sedang duduk menghadapi meja
dekat jendela. Di depannya nampak setumpuk surat kabar, sedang di dekat sikunya
ada pesawat telepon. Ketika anak-anak menjenguk ke dalam, orang itu tidak
sedang menelepon. Ia hanya menatap taplak meja dengan pandangan kosong.
Penampilannya saat itu lebih tua daripada paginya, dan lebih ringkih. Rongga
matanya cekung dan hitam.
Anak-anak hanya memandang sambil membisu. Sesaat kemudian J upe berbalik.
Maksudnya hendak ke pintu depan dan membunyikan bel.
Tapi ia dihadang seorang laki-laki. Dan orang itu menggenggam pistol otomatis!
Cari apa kalian di sini?" tanya orang itu. Pistol yang dipegangnya tidak
diacungkan, dan ia berbicara dengan suara lirih dan tenang. Tapi J upe langsung
merasa keselamatan mereka bertiga sangat terancam saat itu. Penampilan orang
berpistol itu dingin dan penuh tekad. Mulutnya nampak berupa garis tipis,
menandakan bahwa a tidak bisa diajak bercanda. Matanya tertutup di balik kaca
mata hitam yang lebar.
Napas Pete tersentak karena kaget. Seketika itu juga orang yang tahu-tahu muncul
itu membentak dengan suara lirih, Diam!
J endela dapur terbuka, dan Mr. Bonestell menjenguk ke luar.
Ada apa, Shelby?"
Laki-laki itu menggerakkan pistolnya, menunjuk ke arah anak-anak.
Mereka bertiga ini mengintip Anda dari balik jendela."
Reaksi Mr. Bonestell bernada kaget bercampur heran.
Wah, katanya kemudian, tapi kini dengan nada cemas.
Ayo masuk! perintah orang yang memegang pistol. Lewat situ! Cepat!
J upe dan kedua temannya merasa bahwa tidak ada pilihan lain kecuali mematuhi
perintah itu. Mereka menuju ke pekarangan belakang, dan dari situ masuk ke dapur
lewat serambi.
"Ada apa ini sebenarnya? kata Mr. Bonestell. ketika aku mendatangi Mr.
Sebastian tadi pagi, a mengatakan bahwa sebelum aku datang ada tiga remaja
mendatanginya. Itu kalian, kan? Dan kalian ada di pinggir jalan ketika aku datang,
kan? Kalian membawa sepeda."
Betul, Mr. Bonestell, kata J upiter.
Tapi duduklah dulu, kata Mr. Bonestell. Ditariknya sebuah kursi yang ada di
sebelah meja dekat jendela.
"Ada apa sebenarnya, Walter? tanya laki-laki yang masih selalu menggenggam
pistol.
Aku juga tidak tahu pasti, jawab Mr. Bonestell. "Simpan pistolmu itu, Shelby.
Tidak enak rasanya melihatmu terus menggenggamnya!
Orang yang bernama Shelby itu kelihatan ragu-ragu sebentar. Kemudian ditariknya
pipa celananya ke atas sampai melewati tulang keringnya, lalu diselipkannya pistol
itu ke sarungnya yang terikat ke betisnya.
Pete melotot sambil terkejap-kejap melihatnya. Tapi ia diam saja. Ketiga remaja itu
mengambil tempat di kursi-kursi yang ada di sekeliling meja.
Mr. Sebastian mengatakan, kalian melihat orang yang mencurigakan dekat bank,
kata Mr. Bonestell.
Ada apa sih, sebenarnya?" seru Shelby.
Mr. Bonestell mendesah.
Kau tidak mendengar beritanya di radio? katanya. Bank dirampok tadi pagi.
Perampokan? Aku tidak mendengarnya. Radio di mobil tidak kunyalakan.
Apakah yang terjadi? Dan aku tidak mengerti, apa urusannya dengan anak-anak
ini?
Mr. Bonestell menuturkan peristiwa perampokan itu secara singkat pada Shelby.
Dan aku yang membukakan pintu, sehingga para perampok itu bisa masuk,
katanya kemudian. Kurasa menurut polisi aku pasti bersekongkol dengan
mereka. Air mukanya nampak keruh. J ika saat itu kuperhatikan benar-benar
tampang orang yang minta dibukakan pintu, mestinya aku akan tahu bahwa ia tak
kukenal. Tapi biarpun aku ceroboh, itu tidak berarti bahwa aku ini penjahat!
Seumur hidup, aku belum pernah melakukan perbuatan yang melanggar hukum!
Tapi payahnya, polisi tidak mengenal siapa aku. J adi aku harus mencari seseorang
yang bisa membantuku membuktikan bahwa aku tidak bersalah.
Seorang pengacara hukum, kata Shelby. Ia mengatakan sambil mengangguk
dengan sikap puas, seperti orang yang selalu mengetahui penyelesaian yang benar
dari setiap persoalan yang timbul. Itu keputusan yang bijak, Walter! Tapi, apa
hubungannya dengan anak-anak ini? Kenapa mereka memandangmu dari balik
jendela?
Wajah Mr. Bonestell nampak murung.
"Kurasa mereka pun merasa curiga." Ia mencondongkan tubuhnya ke arah J upiter,
lalu menyambung, Mula-mula kusangka barangkali saja Mr. Sebastian bisa
menolong. Aku kebetulan melihat dia tampil di Harry Travers Show minggu lalu.
Ketika itu ia bercerita tentang film yang naskahnya baru saja selesai ditulisnya. Ia
juga mengatakan bahwa orang kadang-kadang bisa terlibat dalam kesulitan, hanya
karena kebetulan saja berada di lokasi suatu kejadian. Aku termasuk orang yang
bernasib sial seperti itu, jadi kusangka Mr. Sebastian mungkin akan tertarik pada...
yah, pada kasusku. Salah seorang sekretaris di bank berpendapat, ada kemungkinan
ia akan bisa menolong aku. Diusahakannya alamat Mr. Sebastian dari salah satu
sumber yang dikenalnya. Nomor teleponnya tidak terdaftar dalam buku telepon
seperti halnya banyak di antara orang-orang terkenaljadi aku lantas langsung
saja mendatanginya dan...
Jangan mengoceh, Walter! tukas Shelby. "Katakan dulu, siapa itu Mr.
Sebastian?"
J upiter mendeham, lalu menjawabkan untuk Mr. Bonestell, Dia itu pengarang
novel dan penulis skenario. Dulunya detektif swasta. Tadi pagi kami mendatangi
dia. Soalnya begini. Bob, teman saya ini, memungut dompet yang dijatuhkan
seseorang di trotoar, di depan bank. Dompet itu milk Mr. Sebastian.
Menurut perkiraan saya, ketika perampok itu minta dibukakan pintu, saya sedang
berada di seberang jalan," sela Bob. "Saya melihat Anda membukakan pintu. Mr.
Bonestell.
Ketika kami melihat Anda datang ke tempat kediaman Mr. Sebastian tadi pagi
sesudah kami mengembalikan dompet itu padanya, kami memang merasa curiga."
kata Pete.
Kami menduga mungkin ada pertalian antara Anda dan Mr. Sebastian, dan juga
dengan... dengan perampokan itu. Pete berhenti sebentar, sementara mukanya
memerah. "Kalau dipikir-pikir, sebenarnya dugaan itu konyol, katanya
menyambung dengan berterus terang.
Aku ke sana sebetulnya hanya untuk minta tolong, kata Mr. Bonestell, tapi Mr.
Sebastian mengatakan bahwa ia saat ini tidak punya waktu, karena sedang mulai
menulis buku baru. Diberikannya alamat beberapa orang detektif swasta di Los
Angeles sini, tapi menurut dia sebaiknya aku menghubungi pengacara hukum. Aku
sudah menelepon beberapa orang pengacara tadi. kalian tahu berapa tarif
pengacara? Dan detektif swasta? Mana mungkin aku mampu memikul biayanya!
J upiter meluruskan duduknya.
Kami memang merasa curiga ketika kemari tadi, Mr. Bonestell, tapi sekarang
saya sudah tidak curiga lagi. Saya rasa kami bisa membantu Anda. Kami ini
detektif, Mr. Bonestell.
J upiter mengeluarkan kartu nama Trio Detektif dan menyodorkannya pada orang
itu.
Wah, menarik! kata Shelby, yang ikut membaca dari belakang punggung Mr.
Bonestell. Ia mengatakannya dengan nada meremehkan. J upiter menangkap
maknanya, tapi ia tetap tenang.
"Kasus-kasus keberhasilan kami selama ini mungkin bisa membuat biro-biro
detektif lainnya merasa iri. Kami tidak terhambat oleh berbagai prasangka, seperti
yang umum dialami oleh orang-orang yang sudah dewasa. Menurut kami, boleh
dibilang apa pun juga bisa saja terjadi, dan kami percaya bahwa dalam bertindak
sebaiknya kita mengikuti naluri, Mr. Bonestell. Menurut perasaan saya, tidak
mungkin Anda terlibat dalam perampokan bank itu. Dan saya rasa, teman-teman
saya sependapat mengenainya."
Bob dan Pete mengangguk.
Tapi kalian masih begini muda." kata Mr. Bonestell.
Apakah itu merupakan hambatan?" balas J upe.
Sebaiknya yang kuhubungi biro detektif yang biasa, tapi... tapi... Satpam yang
sudah berumur itu meremas-remas tangannya dengan sikap bingung.
Berapa biayanya untuk itu, Walter? tanya Shelby. Pria yang lebih muda dari Mr.
Bonestell itu menarik kursi ke dekat meja lalu duduk di situ. Ia menatap
bayangannya sendiri yang tercermin di kaca jendela, dengan kening berkerut.
Dengan jari-jari disisirnya rambutnya yang lurus dan berwarna pirang ke belakang.
Dibukanya kaca mata hitam yang selama itu terus dipakai, lalu dikantunginya.
"Aku tidak mengerti, mengapa kau begitu cemas, katanya kemudian pada Mr.
Bonestell. Berdasarkan hukum yang berlaku di negara ini, kalian menganut
prinsip praduga tak bersalah.
Tapi aku sedikit banyak merasa bersalah, karena kan aku yang membukakan pintu
sehingga perampok-perampok itu bisa masuk, kata Mr. Bonestell.
Itu belum cukup untuk dijadikan alasan memenjarakan dirimu, kata Shelby.
Tapi jika kau memang merasa tidak tenang, kenapa tidak kauterima saja
penawaran ariak-anak ini? Aku tidak tahu dengan cara bagaimana mereka bisa
membuktikan bahwa kau tidak bersalahtapi siapa tahu, barangkali saja mereka
bisa.
Yang jelas, kami akan berusaha, kata Pete berjanji.
"Kalian nampaknya ingin sekali menolong," kata Mr. Bonestell. Lega sekali
hatiku mendengarnya, karena tidak banyak orang yang bersikap begini ramah
padaku hari ini. Kurasa... jika kalian benar-benar mungkin bisa menolong... yah,
aku mau menjadi kilen kalian. Aku benar-benar memerlukan pertolongan!"





Bab 5
PENUTURAN MR. BONESTELL

SEPERTI sedang mimpi buruk rasanya! kata Mr. Bonestell. J arinya menelusuri
pola yang nampak pada taplak plastik yang mengalasi meja, sementara matanya
dengan gelisah beralih-alih menatap J upe, Bob, kemudian Pete. Aku diminta
jangan bekerja dulu sampai penyidikan tentang perampokan itu sudah tuntas.
Mereka tidak secara terang-.terangan mengatakan aku ini perampok, tapi aku bisa
merasakan bahwa mereka beranggapan begitu. Apakah tampangku seperti orang
yang mau membantu perampok bank? Apakah tempat ini kelihatannya seperti
sarang bandit?
Anak-anak memandang Mr. Bonestell, lalu memperhatikan dapurnya yang serba
bersih dan teratur. J upiter menyembunyikan senyumnya. Tidak bisa
dibayangkannya Mr. Bonestell mendalangi suatu tindak kejahatan. Ia juga tidak
percaya bahwa rumah itu pernah dijadikan tempat berembuk penjahat. keadaannya
begitu rapi, sehingga nyaris memberikan kesan tidak ada yang mendiaminya.
Aduh, barang-barang belanjaanku! kate Shelby dengan tiba-tiba. Ia bergegas ke
serambi belakang. Anak-anak mendengar bunyi pintu belakang ditutup dengan
keras.
Kenapa tidak dimulai dari awal saja, Mr. Bonestell? kata J upiter mengusulkan.
J ika Anda ceritakan semua yang Anda ingat tentang perampokan itu, mungkin
nanti akan teringat lagi salah satu hal yang selama ini mungkin Anda lupakan.
Mr. Bonestell tetap saja nampak putus asa.
Menurut Mr. Sebastian tadi, lebih sukar membuktikan seseorang tidak bersalah
itu jika ia tidak punya alibi, seperti aku daripada membuktikan bahwa ia
bersalah.
Anda tahu pasti, Anda tidak punya alibi?" kata J upe. Coba Anda ingat-ingat
dulu. J ika Anda salah satu dari para perampok itu, maka mestinya dalam beberapa
hari yang lalu ini ada waktu Anda yang dipergunakan untuk merancang aksi
perampokan. Dan Anda harus kenal perampok-perampok yang lain. Bisakah Anda
katakan apa saja kesibukan Anda selama... yah, katakanlah, selama dua minggu
belakangan?
Mr. Bonestell menggeleng dengan sedih.
Bagaimana dengan teman Anda tadi? Menurut dugaan saya, Mr. Shelby itu
tinggal di sini juga, ya? Barangkali ia bisa mengatakan apa saja kesibukan Anda
selama beberapa hari terakhir ini?"
Sekali lagi Mr. Bonestell menggeleng.
Shelby memang mondok di sini, tapi ia jarang ada di rumah. Ia petugas lapangan
dari Systems TX-4, sebuah perusahaan komputer. kerjanya berkeliling sebagai
konsultan untuk perusahaan-perusahaan yang hendak mulai menggunakan
peralatan komputer. Minggu lalu sampai dengan awal minggu ini ia sama sekali
tidak pulang, karena ada urusan di Fresno. Ia membantu sebuah perusahaan di kota
itu, yang melengkapi diri dengan sistem komputer TX. Ia baru saja kembali tadi.
Tapi kalau sedang ada di rumah pun, ia jarang bicara dengan aku. Ketika aku dulu
masih bekerja di TX-4, rasanya ia bersikap lebih ramah."
"Anda dulu bekerja di Systems TX-4?" tanya J upiter.
Betul. Setelah perusahaan itu mengambil aIih J ones-Templeton, yang bergerak di
bidang mesin-mesin perkantoran. Untuk pertama kali nampak membayang
perasaan bangga di wajah pria yang sudah berumur itu. Lebih dari tiga puluh aku
bekerja di perusahaan J ones-Templeton." katanya lagi. "Aku mulai di sana segera
seusai Perang Dunia Kedua. Mula-mula di bagian ekspedisi, lalu pindah ke bagian
pengadaan, dan di situ karirku menanjak. Pernah ada dua belas pegawai di bagian
itu, dan aku menjadi orang kedua di dalamnya. Itu sewaktu anak-anak mulai besar.
Aku senang bekerja di situ, dan anak-anak bisa hidup dengan sentosa. Tenang!
Tidak setiap kali pindah, seperti yang dialami beberapa orang. Mr. Bonestell
berdiri, laIu pergi ke ruang duduk.
Dengan segera ia sudah kembali lagi, membawa sebuah foto yang dibingkai. Foto
itu menampakkan dirinya sendiri yang masih muda, dengan rambut yang masih
tebal dan belum beruban. Bersama dia nampak seorang wanita berwajah bulat dan
berambut pirang, serta dua orang anak.
"Istriku, Eleanor, katanya sambil menunjuk wanita yang nampak di foto. Kami
menikah setahun sesudah perang. Ia meninggal dunia empat tahun yang lalu karena
penyakit jantung. Padahal masih begitu muda.
Mr. Bonestell berhenti berbicara, karena suaranya tiba-tiba menjadi serak.
Sayang, kata J upiter. Ia ikut terharu.
Ya, memang, kata Mr. Bonestell, yang nampaknya sudah bisa menguasai
perasaannya kernbali. Yah, begitulah, kalau sudah nasib. Tapi sepi rasanya hidup
sendiri di sini, sejak anak-anak meninggalkan rumah ini. Anakku yang laki-laki
menjadi pengatur bagian produksi pada perusahaan Elliot Electronics di
Sunnydale, sedang Debra, anakku yang wanita, sekarang sudah menikah.
Suaminya pegawai perusahaan asuransi. Mereka bertempat tinggal di Bakersfield.
Anak mereka sekarang sudah dua."
Jadi sudah sepatutnya aku bersyukur--- karena telah membesarkan dua orang anak
yang kini hidup sentosa. Tapi ingin juga rasanya mereka tinggal lebih dekat
kemari. Sayang, mereka tidak mau tetap tinggal di sini. J adi aku lantas mencari
seseorang yang bisa diajak sama-sama memikul biaya memelihara rumah ini. Itu
ketika aku masih di TX-4. Shelbynama lengkapnya Shelby Tuckermansaat itu
kebetulan mencari tempat tinggal. karenanya lantas kuajak tinggal bersama-
sama..."
Pintu belakang terbuka, dan Shelby masuk lagi dengan membawa sebuah kantung
kertas. Ia pergi ke lemari es, lalu memasukkan bahan pangan beku yang
dikeluarkannya dari kantung yang dibawa.
"Mengenai kejadian kemarin petang." kata J upiter sesaat kemudian, Maukah
Anda menceritakannya? "
"Boleh saja, kalau kauanggap ada gunanya," kata Mr. Bonestell. Pada mulanya
semua biasa-biasa saja. Aku sudah hampir setahun menjadi satpam di situ. Aku
mulai dinas pukul dua belas tengah hari dengan tugas mengerjakan ini dan itu
pokoknya tidak ada tugas penting di antaranya. Pekerjaan itu kuterima hanya
karena bosan rasanya menganggur saja sesudah aku... yah, dipensiunkan dari
Systems TX-4. Tenagaku diganti dengan komputer."
Jadi aku sekarang menjadi orang suruhan berseragam di bank itu. Sesudah bank
tutup, aku mengawasi para pekerja yang membersihkan ruangan. Sebentar saja
mereka sudah selesai, biasanya sebelum pukul enam. Sesudah mengunci pintu
setelah para pekerja itu keluar, kuperiksa sekali lagi tempat itu untuk memastikan
bahwa semuanya beres. Setelah itu aku pulang. Pada malam hari bank tidak dijaga
satpam, karena dianggap tidak perlu. Lemari besi tidak bisa dibuka tanpa
menyebabkan alarm berbunyi. Dan begitu alarm berbunyi, dengan segera polisi
berdatangan dari segala penjuru.
"Itu rupanya alasan kenapa Anda disekap para penjahat itu sepanjang malam," kata
Bob. "Mereka tidak bisa berbuat apa-apa selama sistem alarm masih bekerja."
Betul, kata Mr. Bonestell. Mereka bertiga, dan tentu saja mereka mengenal cara
kerja di bank itu. Rupanya mereka mengintai sambil menunggu di salah satu
tempat sampai para petugas pembersih ruangan sudah keluar dan masuk ke lift.
Lalu salah satu dari perampok itu datang ke pintu dan mengetuk-ngetuk minta
dibukakan. Cahaya lampu di serambi depan tidak begitu terang. Ketika aku
memandang ke luar lewat daun pintu yang terbuat dan kaca, kulihat seseorang
memakai pakaian kerja tanpa lengan dengan rambut gondrong beruban dan topi pet
yang dibenamkan dalam-dalam menutupi kening. Kusangka dia Rolf yang
kembali, karena ada sesuatu yang ketinggalan. Ketika pintu sudah kubuka dan
orang itu masuk, barulah kusadari bahwa ia bukan Rolf. Aku tidak bisa berbuat
apa-apa lagi, karena orang itu menggenggam pistol.
Dengan cepat dua temannya menyusul masuk. Mereka memakai rambut palsu,
begitu pula kumis dan cambang mereka. Aku disuruh masuk ke ruang direksi, di
mana aku tidak bisa dilihat dari jalan. Sepanjang malam aku dijaga terus. Selama
itu mereka sama sekali tidak pernah menghampiri lemari besi. Keesokan paginya
ketika para pegawai muiai berdatangan, mereka digiring pula masuk ke ruang
direksi. Ketika Mr. Henderson datangdialah yang mengetahui angka-angka
kombinasi untuk membuka pintu lemari besi para perampok ternyata sudah tahu
siapa dia. Mr. Henderson mereka paksa membuka lemari besi, ketika kunci
pengaman dengan penyetelan waktu sudah tidak bekerja lagi.
Shelby Tuckerman duduk di samping Pete.
Kurasa seseorang di sekitar sini mengintai gerak-gerik Anda selama ini, kata
Shelby pada Mr. Bonestell. Atau mungkin juga salah satu dari para gaek yang
tinggal di Panti Wreda itu yang melakukannya."
Mr. Bonestell kelihatan jengkel mendengar kata-kata itu.
Aku kan masih bisa mengenali tetangga atau kawan, Shelby." katanya. Aku tidak
mengenal orang-orang yang muncul kemarin petang itu.
Shelby berdiri, lalu meletakkan cerek berisi air di atas kompor.
Mereka menyamar, kan? katanya. Kurasa tidak ada jeleknya jika anak-anak ini
mengamat-amati para tetangga kita. Mereka tidak bisa dibilang tergolong bisa
dibanggakan.
Apakah mereka memang harus bisa dibanggakan? balas Mr. Bonestell dengan
jengkel.
Tentu saja Anda tidak perlu mencurigai para tetangga Anda, kata J upiter
menyela, tapi di pihak lain, kelihatannya memang ada seseorang yang benar-
benar mengetahui seluk-beluk kegiatan sehari-hari di bank itu. Anda tahu pasti
tidak ada yang mengamati gerak-gerik Anda belakangan ini? Ada yang bertanya-
tanya tentang pekerjaan Anda?"
Tidak. Mr. Bonestell nampak benar-benar merasa tidak enak.
Air dalam cerek mendidih. Shelby menyendokkan kopi bubuk ke sebuah cangkir
lalu menuangkan air mendidih ke dalamnya. Setelah itu ia kembali ke meja
membawa cangkir yang berisi minuman kopi panas. Sambil meneguk minumannya
ia memandang J upe dan Mr. Bonestell, silih berganti.
Mungkin kita harus membuktikan bahwa ada orang lain yang bersalah, sebelum
bisa membuktikan bahwa Anda sama sekali tidak terlibat, kata J upe. "Untuk itu,
mungkin kami punya petunjuk."
Petunjuk?" kata Mr. Bonestell bergairah. Petunjuk apa?"
Saat ini kita belum bisa memastikan apakah itu benar-benar merupakan
petunjuk. kata J upe lagi. Jadi lebih balk jangan kita bicarakan dulu. Kami akan
melakukan penyidikan mengenainya, lalu dalam satu atau dua hari ini Anda akan
kami hubungi lagi. Sementara itu, apabila Anda merasa ada di antara kenalan Anda
yang bersikap lain dari biasa atau terlalu ingin tahu, tolong beritahukan pada kami.
Nomor telepon kami ada di balik kartu nama kami."
"Ya, baiklah.
J upe mengajak kedua temannya pergi. Ketika pintu rumah sudah ditutup kembali
di belakang mereka, Bob berkata, Petunjuk? Maksudmu, dompet itu? itu
petunjuknya?
Memang tidak bisa terlalu diandalkan, tapi itu satu-satunya pegangan kita, kata
J upe. kurasa sementara ini aku sudah bisa menarik kesimpulan bahwa balk Mr.
Sebastian maupun Mr. Bonestell bukan penjahat. Tapi jika orang buta itu ada
sangkut-pautnya dengan perampokan itu, maka ada kemungkinan bahwa Mr.
Sebastian pernah berurusan dengan seorang penjahat. Pertaliannya dompet itu, jadi
ada gunanya jika kita menelusurinya."
Oke, kalau kau mengatakan begitu, kata Pete. Tapi usahakan, jangan sampai
kita datang ke tempat-tempat di mana kita nanti ditodong orang, ya?"





Bab 6
PEMIMPI YANG KETAKUTAN

SEBELUM pukul sembilan keesokan paginya, Bob Andrews sudah meninggalkan
Rocky Beach. Ia bersepeda ke selatan, menyusur jalan raya pesisir ke arah Santa
Monica. Ia diserahi tugas menanyai toko-toko yang terdapat di dekat bank yang
dirampok, apakah si pengemis buta sejak peristiwa itu masih datang lagi ke sana.
Setelah itu a harus kembali ke Rocky Beach lagi, untuk bekerja selama beberapa
jam di perpustakaan.
Setelah Bob pergi, Pete dan J upiter berangkat ke utara. Sebelum pukul setengah
sepuluh mereka sudah melewati Malibu. Mereka mengayuh sepeda masing-masing
mendaki suatu tanjakan di luar kota itu, lalu meluncur dengan cepat menuruni
lereng di belakangnya menuju dermaga milik perusahaan pengelola olahraga
memancing, Denicola Sport Fishing Company.
Kedua rernaja itu berhenti di tepi jalan, di seberang dermaga itu. Mereka sudah
sering melihat tempat itu dalam perjalanan melewatinya. Tapi baru saat itu mereka
benar-benar menaruh perhatian. Sebelumnya. Dermaga Denicola bagi mereka
hanya merupakan salah satu tempat di sepanjang jalan raya itu, tempat para
penggemar olahraga memancing biasa berkumpul. Beberapa karavan diparkir di
pinggir jalan, dan nampak sejumlah pria dan wanita sedang asyik memancing
dalam air di tepi pantai sebelah selatan dermaga. Angin musim semi di pagi hari itu
terasa menusuk tulang. Tapi walau begitu ada juga beberapa orang berpakaian
kedap air bermain selancar agak ke tengah laut di mana ombak mulai memecah
sebelum mencapai pantai.
Asyik juga gelombang hari ini, kata Pete dengan nada iri. Ia memang mahir
bermain selancar, dan pasti senang jika saat itu bisa meluncur di atas ombak yang
melaju ke arah pantai.
Tapi J upiter sama sekali tidak tertarik pada keadaan gelombang. Perhatiannya
terarah ke dermaga dan perahu penangkap ikan yang ditambatkan ke situ. Perahu
itu bernama Maria III. Potongannya kekar dan rapi. Panjangnya sekitar lima belas
meter, dengan rumah kemudi dan geladak terbuka tempat para pengail yang
menyewanya. Saat itu sebuah lubang di geladak terbuka, dan seorang pemuda yang
memakai jaket badai berwarna biru sedang memandang ke bawah, memperhatikan
mesin perahu motor itu.
Di sisi utara dermaga, di seberang tempat Maria III ditambatkan, ada sebuah rakit
dengan sebuah jembatan sempit yang menghubungkannya dengan dermaga.
Sebuah sampan tertambat pada rakit itu. Di bagian yang lebih dalam di depan
dermaga, nampak sebuah perahu motor yang langsing, tertambat pada sebuah
pelampung. Kokpitnya ditutupi dengan terpal.
Pasti itulah speedboat Mr. Sebastian, kata J upe.
Hm kata Pete asal-asalan, karena perhatiannya masih tetap tertuju pada orang-
orang yang asyik berselancar meniti ombak.
Kau mau tinggal di sini, menjaga sepeda-sepeda kita? kata J upiter.
Hm, kata Pete sekali lagi.
J upiter tersenyum, lalu menyeberang jalan. Sepedanya ditinggal di dekat Pete.
Sebuah jalan yang bisa dilalui mobil, mengarah dari jalan raya langsung ke
dermaga. Di sebelah kirinya ada pelataran parkir yang tidak terlalu luas. Saat itu
tidak nampak kendaraan diparkir di situ. Di sebelah kanan, suatu jalur dan jalan
raya menuju ke sebuah rumah beratap genting batu yang berwarna kelabu pudar.
Sebuah mobil jenis station wagon nampak di garasi terbuka di sebelah rumah itu.
Antara tempat itu dan dermaga ada sebuah pondok kecil yang kelihatannya
merupakan kantor. Pada tiga sisinya terdapat jendela-jendela, sedang pintunya
terdapat pada sisi yang paling dekat letaknya dengan dermaga. Lewat jendela-
jendela pondok itu J upe bisa melihat bahwa di dalamnya ada seorang wanita
berambut kelabu dan bergaun hitam, yang sedang sibuk meneliti sebuah buku kas,
sementara seorang wanita lagi yang nampak lebih muda dan berambut lebat
berwarna merah dan keriting sedang menelepon.
J upiter mendatangi kantor itu. Ia tersenyum dari balik kaca jendela pada wanita
yang berambut merah, membuka pintu, lalu masuk.
Ruang kantor itu dipenuhi bau air laut, sepatu karet, ganggang laut dan barang
lapuk. Sebuah bangku kayu disandarkan dekat sebuah dinding, beserta sebuah
meja yang di atasnya ada brosur-brosur mengenai olahraga memancing ikan serta
berbagai acara pesiar dengan perahu motor sewaan ke Pulau-pulau Selat yang
terletak di depan pesisir California.
Wanita yang berambut merah menutup corong tempat bicara dan pesawat telepon
yang sedang dipegangnya.
Sebentar, ya, katanya pada J upiter.
Saya tidak terburu-buru, kata J upe.
Wanita yang berambut kelabu mendongak. Tiba-tiba J upiter merasakan tatapan
matanya yang menusuk. Bulu tengkuknya langsung merinding. J upiter merasa
seram. Mata wanita itu berwarna gelap. Tatapannya aneh dan sepertinya bisa
melihat apa yang sedang pada dalam pikiran J upiter. Tapi senyumnya polos,
seakan-akan tidak menyadari dampak tatapan matanya pada J upiter. Setelah
memandang sekilas, ia kembali menekuni buku kas yang sedang diperiksa.
J upiter merasa kikuk. Ia memalingkan muka, memandang ke arah dermaga.
Pemuda berjaket badai yang ada di sana rupanya sudah selesai mengecek mesin
Maria III. Ia menutup lubang palka, lalu melompat ke dermaga dan berjalan
menuju kantor itu sambil bersiul-siul.
Oke, kata wanita berambut merah pada orang yang sedang berbicara dengan dia
lewat telepon. J adi empat puluh tiga orang, hari Sabtu. J ika ada tambahan, harap
beri tahu, ya!
Ia mengembalikan gagang telepon ke tempatnya. Pada saat yang sama, pemuda
berjaket badai tadi masuk.
Ya, ada perlu apa? tanya wanita itu pada J upe.
Saya ingin bertanya, apakah ada yang kebetulan menemukan dompet di sini?"
tanya J upe. "Mr. Sebastian kehilangan dompetnya, satu atau dua hari yang lalu.
Mr. Sebastian? Dia kemari belakangan ini? Aku tidak melihatnya. Ernie, kau
mengantar dia ke perahunya? Coba kauperiksa di sampan, mungkin dompet itu ada
di situ.
Tidak ada apa-apa di situ, kata pemuda yang berjaket badai. Mr. Sebastian
kemari dua hari yang lalu. Sesudah menjemputnya kembali ke dermaga, aku
sempat membersihkan sampan. J ika dompet itu terjatuh di situ, pasti waktu itu
sudah kutemukan."
Pemuda itu menoleh ke arah J upiter dengan heran.
Kenapa bukan Mr. Sebastian sendiri yang datang? katanya. Atau menelepon?"
Sedang sibuk, kata J upiter. Selama dua hari belakangan ini ia pergi ke beberapa
tempat dan ia tidak ingat di mana terakhir kalinya dompet itu masih ada.
Kukatakan padanya, biar kudatangi saja langsung tempat-tempat itu untuk
menanyakan. Dengan cara begitu lebih besar kemungkinan berhasil. kalau lewat
telepon, belum tentu orang yang ditelepon mau repot-repot mencarikan.
J upiter sebenarnya masih hendak menambahkan bahwa Mr. Sebastian melihat
seorang laki-laki yang rambutnya ubanan, memakai kaca mata hitam dan di
mukanya ada bekas luka. Tapi sebelum ia sempat menyebutkan ciri-ciri pengemis
buta itu, wanita yang lebih tua menoleh lagi ke arahnya.
Kau menanyakan tentang dompet?" katanya. Aneh, kemarin malam aku
bermimpi, tentang dompet.
Wanita yang berambut merah tersenyum.
Mertuaku ini kadang-kadang menyeramkan, katanya pada J upiter. Ia suka
memimpikan hal- hal yang kemudian benar-benar terjadi.
Bukan aku yang mengerikan, kata mertuanya. Ia berbicara dengan logat tertentu,
yang kemudian menjadi lebih kentara ketika ia menyambung, Kadang-kadang
mimpiku itu membuat aku ketakutan. kemarin malam aku bermimpi, ada seorang
laki-laki datang. Aku tidak kenal orang itu. Ia memungut sebuah dompet yang
tergeletak di tanah, lalu cepat-cepat mengantunginya.
Orang itu aneh! Rambutnya kelabu seperti rambut Vincenzo, suamiku, sebelum Ia
meninggal dunia. Tapi ia tidak kecil dan tua, seperti Vincenzo. Umurnya lebih
muda, dan ia memakai kaca mata hitam. Di mukanya ada bekas luka, yang
kelihatannya seperti bekas sayatan pisau. Ia berjalan sambil meraba-raba dengan
tongkat seperti tunanetra, tapi ia tahu bahwa aku memperhatikan dirinya. Aku
merasa bahwa dia itu merupakan ancaman bagi keselamatanku. Mimpiku itu jelas
sekali, seperti benar-benar sedang kualami." Ia menoleh ke arah menantunya.
Perasaanku tidak enak karenanya, Eileen."
Di samping J upiter terdengar bunyi seperti napas yang tersentak. J upe berpaling ke
arah suara itu. Dilihatnya wajah Ernie menjadi pucat. Dan tubuhnya agak
menggigil, menurut perasaan J upiter.
Ada apa, Ernie? tanya wanita yang bernama Eileen. Kau kenal orang yang
tampangnya seperti itu?
Tidak, tidak, bukan begitu! Ernie mengatakannya dengan buru-buru, dan dengan
suara yang terlalu keras. "Aku cuma merasa seram, mendengar mimpi Mrs.
Denicola."
Aku mengerti maksudmu." kata Eileen.
Semuanya sama-sama membisu sesudah itu. J upiter mengucapkn terima kasih
pada Mrs. Denicola dan menantunya, Lalu buru-buru keluar dan menyeberang
jalan ke tempat Pete yang masih melamun sambil memandang ke arab orang-orang
yang asyik berselancar di laut.
Berhasil! kata J upe bersemangat. "Wanita tua di kantor itu Mrs. Denicola,
sementara wanita yang lebih muda itu menantunya. Ia mengatakan bahwa
mertuanya suka memimpikan hal-hal yang kemudian ternyata benar-benar terjadi.
"Maksudmu, ia memimpikan hal-hal yang akan terjadi." kata Pete.
"Mungkin," jawab J upe. "Tapi ia juga memimpikan kejadian-kejadian yang sudah
lampau. Misalnya tadi malam ia bermimpi tentang seorang laki-laki yang
menemukan dompet lalu mengantunginya. Orang itu berjalan meraba-raba dengan
tongkat. J adi orang buta! Dan orang itu merupakan ancaman bagi Mrs. Denicola!"
Pete terkejut.
"Ah kau pasti mengada-ada sekarang! tuduhnya.
"Tidak, aku cuma mengulangi cerita wanita itu. Ia ketakutan, begitu pula halnya
dengan pemuda yang ketika kita tadi datang nampak sedang berada di kapal motor
itu. Ia setengah mati ketakutan mendengar cerita tentang mimpi itu. Ia mengetahui
sesuatu tentang orang buta itu, dan ia tidak ingin ada orang lain tahu bahwa ia
tahu! Pemuda itu ada sangkut-pautnya dengan misteri yang sedang kita hadapi. Itu
harus kuketahui!





Bab 7
PETE MENGHADIRI RAPAT

PETE sendiri yang memutuskan bahwa ia akan tetap tinggal dekat Dermaga
Denicola, untuk mengamat-amati orang yang bernama Ernie itu.
"J ika ada sesuatu yang dirahasiakan olehnya, kita perlu mengetahui apa itu,
katanya. Tapi ia pasti curiga, jika melihatmu berkeliaran terus di sini. Aku belum
dilihat olehnya, jadi tidak ada risikonya jika aku yang tetap tinggal di sini. Ia
takkan mungkin tahu bahwa aku mengamat-amati dirinya.
Tapi hati-hati, ya," kata J upe mengingatkan.
Itu tidak perlu kaukatakan lagi, balas Pete. Aku selalu berhati-hati - hal mana
tidak bisa dikatakan mengenal dirimu!
Ketika J upe sudah pergi dengan sepedanya, Pete menyeberang jalan menuju ke
pantai. Sepedanya disurukkan ke kolong dermaga yang di tepi air cukup tinggi
letaknya, sehingga memungkinkan orang berdiri di bawahnya. Sepeda itu
diamankan dengan cara mengikatkannya dengan rantai pada salah satu tonggak
penyangga dermaga. Pete bersikap seolah-olah sama sekali tidak memperhatikan
Dermaga Denicola. Kalau ada yang kebetulan melihat dia, pasti mengira bahwa
Pete itu anak biasa-biasa saja yang menaruh sepedanya di tempat yang aman.
Sesudah itu Pete berjalan menyusur pantai, melewati beberapa orang yang sedang
memancing. Sampai di suatu tempat yang tidak begitu jauh dan dermaga, Ia duduk
di pasir lalu memandang ke laut ke arah kapal motor yang bernama Maria III.
Ernie sudah ada di kapal itu lagi. Kelihatan bahwa ia sibuk menggosok bagian-
bagian kapal yang terbuat dari kuningan.
Pagi berlalu dengan menyenangkan. Serombongan anak-anak datang lalu bermain-
main di pasir dekat dermaga. Dari percakapan mereka, Pete berhasil mengetahui
bahwa mereka tinggal tidak jauh dari situ. Dengan segera dihampirinya anak-anak
itu, lalu ia mulai menanyakan ini dan itu. Dan mereka Pete mengetahui bahwa
Ernie tinggal di rumah kecil di tepi jalan raya tidak jauh dari situ, bersama dua
orang temannya. Kedua teman itu kalau bercakap-cakap sesama mereka memakai
bahasa asing. Pete merasa bangga karena berhasil mengorek keterangan itu. J upe
sendiri belum tentu bisa memperolehnya, pikir Pete.
Siangnya, Pete makan roti yang dibelinya di pusat perbelanjaan kecil yang ada di
dekat situ. Kemudian ia kembali ke pantai, lalu mengamati Ernie lagi. Beberapa
menit sesudah pukul lima sore, Ernie meninggalkan dermaga. Ia berjalan kaki
menyusur jalan raya. Pete membuntutinya, dengan jarak yang dirasanya cukup
aman.
Ernie langsung menuju sebuah rumah kecil yang kelihatan tidak terawat baik.
Rumah itu menghadap ke jalan raya. Bagian belakangnya berada di atas pasir,
ditopang tonggak-tonggak penyangga. Ernie masuk ke rumah yang sudah reyot itu.
Pete berdiri di luar. Ia agak bimbang, tidak tahu pasti apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Bagaimana caranya bisa mengetahui lebih banyak tentang orang itu,
yang ada kemungkinan mengenal si pengemis buta?
Sebuah truk tua yang sudah bobrok datang dan berhenti di pinggir jalan, di
seberang rumah tempat tinggal Ernie. Seorang laki-laki yang masih muda turun. Ia
melambai sambil mengucapkan terima kasih pada pengemudi truk itu, lalu
menyeberang dan langsung masuk ke rumah Ernie, sementara truk itu meneruskan
perjalanan.
Beberapa menit kemudian datang lagi seorang pemuda. Ia mengemudikan mobil
Buick model kuno. Mobil tua itu diparkirnya di sebidang tanah yang datar dan
ditumbuhi rumput liar di samping rumah. Pemuda itu kemudian masuk ke dalam
rumah. Pintu ditariknya sehingga tertutup kembali dengan bunyi yang keras.
Sementara itu sudah tidak banyak lagi orang yang masih memancing di pantai.
Matahari sudah hampir terbenam. Pete memutuskan untuk terus mengamati selama
sepuluh menit lagi, lalu sesudah itu pulang.
Tidak lama kemudian pintu rumah Ernie terbuka kembali. Ernie dan kedua pemuda
yang datang belakangan keluar dan langsung pergi, menyusur jalan raya. Pete
membuntuti mereka. ketiga pemuda itu terus saja berjalan. Sesudah melewati
dermaga mereka menyeberang, lalu masuk ke sebuah jalan kecil yang berkelok-
kelok. J alan itu menuju sebuah bangunan yang terletak di atas tebing yang
menghadap ke laut. Pada sebuah papan yang terpasang di lereng tebing itu tertera
nama Oceanview Motel.
Ketika Ernie beserta kedua temannya sudah sampai di atas tebing, sebuah mobil
membelok dari jalan raya dan mulai mendaki lereng tebing itu pula. Setelah itu
datang sebuah mobil lagi. Mobil itu menyusul kendaraan yang pertama, mendaki
ke puncak. Lalu datang mobil nomor tiga. Mobil itu dihentikan di pinggir jalan.
Seorang pria dan seorang wanita keluar, lalu mulai mendaki dengan berjalan kaki.
Sementara itu muncul dua pemuda naik sepeda motor. Mereka memacu kendaraan
masing-masing, mendaki lewat jalan kecil yang berkelok-kelok itu.
Selama itu Pete memandang saja dengan perasaan heran. Akhirnya ia mengambil
keputusan, ketika sebuah mobil kombi yang penuh berisi orang-orang yang masih
muda berhenti di pinggir jalan. Ia pergi ke seberang jalan, pada saat sebuah mobil
sedan kecil dihentikan di pinggir. Seorang pria dan seorang wanita, kedua-duanya
sudah setengah umur, keluar dari mobil itu, bersama dua remaja belasan tahun.
Pria dan wanita itu memasuki jalan sempit yang mendaki itu, diikuti oleh kedua
remaja. Pete langsung menyusul, beberapa langkah di belakang mereka.
Diikutinya keempat orang yang kelihatannya suami-istri beserta kedua anak
mereka itu sanpai ke puncak bukit. Dari sana mereka terus ke tempat parkir dan
kolam renang yang terletak di belakang motel. Kamar-kamar motel itu semuanya
menghadap ke belakang. Di atas kepala, lampu-lampu yang terpasang di pinggiran
atap sudah dinyalakan. Kursi lipat sudah diatur berjejer-jejer di sekeliling kolam
renang serta di sebagian pelataran parkir yang beralaskan aspal. Di belakang kolam
renang ada tempat terbuka di mana Ernie dan kedua temannya menaruh beberapa
buah kuda-kuda yang besar, lalu memasang foto-foto yang dibesarkan sampai
beberapa kali lipat di situ. Salah satu foto itu, yang hanya hitam-putih warnanya,
menampakkan seorang pria berambut putih dengan pakaian seragam meriah. Lalu
ada pula foto berwarna dari sebuah kota yang nampak kemilau diterangi sinar
matahari. Foto yang berikut menyebabkan napas Pete tensentak ketika melihatnya,
karena yang nampak adalah wajah seseorang berambut gondrong, dengan bekas
luka memanjang dan tulang pipi sampai dagu, serta kaca mata hitam yang
menutupi mata. Tampangnya persis pengemis buta yang diceritakan oleh Bob.
Pete mulai gelisah, karena merasa bahwa Ia sebenarnya tidak boleh ada di situ.
Hati kecilnya sudah menyuruhnya cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Tapi ia
tahu, bahwa jika rangsangan itu dituruti, J upe pasti marah-marah nanti.
Nampaknya di situ akan diadakan semacam rapat, dan mungkin nanti akan bisa
diketahuinya siapa laki-laki bermuka rusak itu sebenarnya. Pertemuan itu
kelihatannya tidak memungut bayaran, karena tidak ada orang yang
mengumpulkan karcis. Dan tidak ada yang memperhatikan Pete. karenanya ia
merasa bahwa takkan apa-apa jika ia tetap di situ, asal duduk dengan diam-diam
sambil berlagak seolah-olah memang termasuk kelompok yang mengadakan
pertemuan itu.
Sementara itu orang berdatangan terus. Ketika semua kursi sudah terisi, mereka
yang datang belakangan mengambil tempat duduk di jenjang di luar ruang kantor
motel dan di atas tembok rendah yang terdapat pada satu sisi daerah tempat kolam
renang. Tidak ada lampu yang menyala di dalam motel. Mungkin tempat
penginapan itu hanya buka pada musim panas saja, kata Pete dalam hati.
Hari sudah hampir gelap ketika akhirnya Ernie mengambil tempat di belakang
sebuah mimbar kecil yang diletakkan di depan jejeran foto-foto. Salah seorang
temannya muncul dari sebelah belakang kantor, membawa bendera yang terbuat
dari kain satin biru yang pinggirannya dihias dengan hiasan warna emas. Di
tengah-tengah bendera nampak gambar seberkas daun ek yang berwarna
keemasan.
Seorang wanita mulai menyanyi, diikuti oleh seorang wanita lain, lalu oleh seorang
pria. Dengan segera segenap hadirin sudah menyanyi sambil berdiri. Suara mereka
bertambah lantang, terdengar megah. Pete berdiri sambil pura-pura ikut menyanyi.
Lagu yang dinyanyikan belum pernah didengarnya, tapi rasa-rasanya seperti lagu
perjuangan. Atau mungkin juga lagu kebangsaan. Ketika lagu sudah selesai,
semuanya duduk lagi. Terdengar suara terbatuk-batuk dan bunyi kursi digeser.
Ernie meninggalkan, mimbar.
Kini tampil seseorang yang sudah agak tua. Ia mulai berbicaradalam bahasa
Spanyol! Pete mengeluh dalam hati. Ia sama sekali tidak bisa berbahasa Spanyol.
Coba J upe juga ada di situ.
Mula-mula orang itu berbicara dengan suara lembut. Tapi dengan segera nadanya
bertambah keras. Ia mengacung-acungkan tangannya yang terkepal seperti sedang
marah pada hadirin, atau pada seseorang yang ada sedikit di luar batas sinar lampu-
lampu yang menyala di puncak bukit itu.
Hadirin bersorak ketika orang itu selesai berbicara dan meninggalkan mimbar.
Setelah itu seorang wanita muda berambut pirang dan panjang yang dibiarkan
tergerai lurus ke bawah tampil dan tengah-tengah hadirin. Ia berdiri menghadapi
mereka, lalu menyerukan ssuatu yang kedengarannya seperti semboyan. Orang-
orang bertepuk dan bersuit-suit. Bahkan ada yang begitu bersemangat, sampai
mengentak-entakkan kaki ke lantai.
Hadirin diam kembali, begitu wanita itu mengangkat tangannya. kemudian ia
berpidato. Gayanya berapi-api. Gerak-geriknya seperti menari-nari di tengah
sorotan lampu-lampu yang terang. Ia menunjuk-nunjuk jejeran foto yang ada di
belakangnya. Hadirin bersorak, setiap kali wanita itu menunjuk foto laki-laki yang
ada bekas luka di pipinya.
Akhirnya wanita itu mengakhiri pidatonya, diiringi sorak-sorai dan suitan-suitan
ramai. Lalu Ernie tampil lagi di belakang mimbar. Hadirin yang masih
bersemangat, pelan-pelan menjadi tenang kembali. Pete kaget setengah mati,
karena tahu-tahu Ernie mulai menuding hadirin, menunjuk seseorang dan
memintanya agar berdiri dan mengatakan sesuatu, lalu menunjuk orang lain lalu
memintanya berbicara pula. Satu demi satu yang ditunjuk olehnya berbicara
sebentar, dan selalu dalam bahasa Spanyol. Mula-mula seorang laki-laki yang
duduk di deretan pertama, lalu seorang wanita yang berada di tengah-tengah
hadirin, dan setelah itu seorang remaja yang duduk di jenjang di luar kantor motel.
Setiap kali orang yang ditunjuknya sudah berdiri, sambil bertepuk tangan dan
tertawa Ernie menyerukan kata-kata pemberi semangat.
kemudian Ernie menuding Pete! Orang-orang yang ada di sekeliling penyelidik
remaja itu menoleh padanya.
Pete menggeleng. Tapi pria yang duduk di sebelah kanannya mendorong-dorong
lengannya sambil memberi isyarat agar berdiri.
Dengan gerakan lambat seperti sedang bermimpitapi mimpi buruk! Pete
berdiri. Ia sadar bahwa ia harus cepat-cepat mencari akal untuk menyelamatkan
diri dari keadaan gawat itu. Tapi otaknya serasa beku.
Ernie mengatakan sesuatu, dan hadirin tertawa. Setelah itu semuanya diam. Pete
melihat wajah-wajah berpaling ke arahnya, memandangnya dengan sikap
menunggu.
Pete sudah ingin lari saja, ingin buru-buru pergi dari situ, sebelum orang-orang
yang sedang menunggu itu sadar bahwa ia bukan salah seorang dari mereka.
Pria yang duduk di sebelahnya mengatakan sesuatu dengan suara lirih.
Bertanyakah dia? Atau mengancam?
Tiba-tiba Pete memegang kerongkongannya sambil membuka mulut dan
menuding-nuding. Ia mengeluarkan suara yang kedengarannya seperti orang
tercekik. Kemudian Ia menggeleng-geleng.
Ah, laringitis! kata pria yang duduk di sebelahnya.
Pete mengangguk sambil memaksa diri tersenyum. Terdengar suara orang-orang
tertawa. Pete duduk kembali dengan perasaan lega. Pria yang di sebelahnya
tersenyum ramah padanya. Untung saja dia langsung mengira bahwa aku terserang
radang tenggorokan, kata Pete dalam hati. Para hadirin mengalihkan perhatian
kembali ke mimbar, di mana Ernie mengatakan sesuatu lalu menunjuk seseorang
lagi di antara hadirin. Orang itu berdiri, dan berbicara sebentar. Akhirnya Ernie dan
salah seorang temannya mulai berkeliling menyusuri deretan kursi-kursi sambil
menyodorkan sebuah keranjang. Wanita muda berambut panjang berwarna pirang
tadi berbicara lagi. Rupanya ia mendesak hadirin agar bermurah hati.
Keranjang itu sudah lumayan penuh berisi uang kertas ketika sampai di tempat
Pete duduk. Pete menaruh selembar uang satu dolar ke dalam keranjang itu, lalu
menyodorkannya pada orang yang duduk di sebelahnya. Tiba-tiba terdengar suara
seseorang berseru dari ujung atas jalan sempit. Seketika itu juga keranjang tadi
disingkirkan.
Orang-orang nampak ribut sebentar. Tahu-tahu Ernie dan kedua temannya sudah
duduk di hadapan hadirin, memegang gitar dan akordeon. Ernie mulai memetik
gitar sebagai pembuka, disusul oleh temannya yang memegang akordeon, lalu
wanita muda berambut pirang tadi menyanyi dengan suara lembut.
Para hadirin ikut menyanyikan sebuah lagu yang sederhana dan enak didengar.
Seperti lagu rakyat yang dinyanyikan anak-anak.
Pete mendengar bunyi sepeda motor menderu-deru. Ia berpaling ke arah bunyi itu.
Dilihatnya seorang polisi patroli jalan raya mendaki tebing dengan sepeda
motornya.
Satu demi satu hadirin berhenti menyanyi. dan akhimya semua diam.
Polisi itu turun dan sepeda motornya, lalu berjalan ke tempat yang terbuka dekat
mimbar.
Maaf, mengganggu sebentar, katanya. Siapa yang bertanggung jawab di sini?
Saya, kata Ernie sambil bangkit. Ada apa? Kami sudah diizinkan Mr.
Sanderson untuk berlatih di sini
Sanderson? Polisi itu memandang ke arah kantor motel. Dia pemilik tempat
ini?"
"Betul. Kami menyewa ruang rekreasi dari dia. Mau lihat tanda pembayarannya?
Tidak perlu. Saya percaya. Tapi ini bukan ruang rekreasi. Dan tidakkah
Sanderson atau orang lainmengatakan bahwa tempat ini tidak aman? Kalau
tidak begitu, untuk apa tempat ini ditutup? Sesudah begitu banyak hujan yang
turun, tanah di sini tidak stabil. Tanah bukit ini setiap waktu bisa longsor. Lagi
pula, apa sebetulnya yang kalian lakukan di sini? Siapa orang-orang ini?"
Ernie tersenyum polos.
Kami ini anggota-anggota Federasi Musik Sunset Hills, katanya. Kami sedang
berlatih untuk J ambore Musik Rakyat yang akan diadakan tanggal dua puluh tujuh
nanti, di Coliseum.
Polisi itu memandang hadirin yang begitu banyak.
Kalian semua? katanya. Semuanya berlatih untuk... untuk jambore itu ?
Jambore Musik Rakyat itu diadakan untuk grup-grup amatir yang beranggota
banyak, kata Ernie menjelaskan dengan nada sabar. Dan memang, M. Sanderson
memang mengatakan bahwa tanah di bukit ini tidak stabil. Tapi saat itu kami sudah
tidak bisa lagi membatalkan jadwal latihan! Padahal orang-orang ini ada yang
datang dari jauh, dari Laguna misalnya. Karenanya kami lantas memutuskan untuk
berlatih di luar. Di sini lebih aman. J ika bangunan motel roboh, takkan ada yang
cedera. Ya, kan?"
Belum tentu, kata polisi itu. Lalu menyambung dengan suara dilantangkan,
Maaf, tapi saya terpaksa meminta Anda semua agar secepat mungkin
meninggalkan tempat. Tidak perlu panik, tapi harap pergi selekas rnungkin, karena
berbahaya jika Anda masih lebih lama lagi berada di tempat ini. Biarkan saja kursi-
kursi itu. Tidak perlu dibereskan. Cepat tinggalkan tempat ini.
Hadirin mulai meninggalkan pelataran, dengan tenang dan tertib. Pete ikut pergi.
Sewaktu menuruni bukit, Ia masih sempat mendengar Ernie berkata pada polisi itu,
"Ya, baiklah, tapi beri saya waktu untuk mengemasi gitar saya, ya?
Pete menggeleng-geleng dengan heran. Aku ingin tahu bagaimana komentar J upe
nanti jika ini kuceritakan padanya, katanya dalam hati.





Bab 8
BEBERAPA PETUNJUK BARU

AKU tidak tahu apa sebetulnya yang sedang mereka rencanakan, kata Pete, tapi
aku berani taruhan seluruh uang sakuku untuk bulan April, urusannya pasti tidak
ada sangkut-pautnya dengan kontes lagu-lagu rakyat.
Saat itu sudah keesokan paginya. Pete duduk di lantai ruang kantor Trio Detektif.
Ia berbicara dengan kening berkerut.
Kau tidak perlu bertaruh, kata J upe. Harian Los Angeles Times terbentang di atas
meja di depannya, terbuka pada halaman yang memuat jadwal acara pertunjukan
dan pameran. Pada tanggal dua puluh tujuh, di Coliseum dilangsungkan pameran
ternak."
Bob duduk di bangku tinggi dekat tirai yang memisahkan ruang kantor dan
laboratorium kecil yang juga ada dalam karavan bekas itu. kemarinnya, ketika
kembali dari Santa Monica, ia merasa kecewa karena tidak berhasil mengumpulkan
informasi lebih banyak tentang si pengemis buta. Dan kini ia membalik-balik
halaman sebuah atlas dunia yang diletakkannya di atas pangkuan.
"Bendera yang mereka pergunakan dalam latihan, atau rapat, atau entah apa yang
mereka lakukan kemarin yang jelas itu bukan bendera Meksiko, katanya
memberi tahu. Bendera Meksiko, merah, putih, dan hijau. Bendera Spanyol juga
bukan. Tidak satu negara pun di Amerika Tengah yang benderanya seperti yang
kaukatakan, Pete.
Mungkin sama sekali bukan bendera negara, kata J upe. "Bisa jadi itu bendera
suatu organisasi."
Tapi kemudian terdengar Bob berseru, seakan baru saja menemukan sesuatu. J upe
langsung menoleh dengan penuh minat ke arahnya.
Bob masih memandang halaman atlas yang terbuka di atas pangkuannya, sesaat
lagi. Lalu ia memandang kedua temannya.
Mesa dOro, katanya. Negara kecil di Amerika Selatan. Di samping peta
wilayahnya, ada dua bendera. Yang satu hijau dengan lambang negara di tengah-
tengah, sedang yang satu lagi biru dengan seberkas daun ek berwarna keemasan.
Yang hijau itu bendera resmi negara, sedang yang biru bendera dan apa yang pada
atlas ini disebut Republik Lama. Ada catatan di sini yang mengatakan, bendera
yang biru masih dikibarkan pada hari-hari raya tertentu oleh beberapa kelompok
konservatif dan di beberapa propinsi yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan.
Bob memandang ke atlas lagi.
"Mesa dOro memiliki sejumlah pelabuhan samudra di Pasifik," katanya sambil
meneliti peta. "Ekspornya kopi dan wol. Usaha pertaniannya jelai yang ditanam di
dataran tinggi sebelah selatan ibu kota, Cabo de Razon, yang juga merupakan kota
pelabuhan. Penduduknya tiga setengah juta jiwa.
Cuma itu saja?" kata Pete.
Dalam atlas memang tidak banyak dimuat keterangan selain gambar-gambar peta,
jumlah penduduk, serta hal-hal seperti itu, kata Bob menjelaskan.
Aneh! kata J upiter. Ada rapat dengan acara pengumpulan danamungkin
untuk semua negara kecil di Amerika Selatan. Orang-orang yang memimpinnya
bersikap sembunyi-sembunyi buktinya mereka berbohong pada poilsi itu.
Dalam rapat dipajang foto si Buta, dan orang yang memimpin pertemuan adalah
yang kelihatan kaget ketika Mrs. Denicola bercerita tentang mimpinya, dalam
mana muncul seorang buta yang memungut dompet yang tergeletak di jalan.
Apakah sebetulnya yang dilakukan orang-orang yang berkumpul kemarin malam
itu? Adakah pertalian antara mereka dengan peristiwa perampokan, atau kedua hal
itu merupakan kejadian yang tidak ada hubungannya satu dengan yang lain? Yang
jelas, mereka tidak ingin polisi sampai tahu apa sebetulnya tujuan mereka
berkumpul."
Tidak mungkin mereka ke sana untuk merencanakan tindak kejahatan," kata Bob.
"Itu tidak masuk akal, karena begitu banyak yang hadir di situ. Apalagi mereka
sama sekali tanpa pengamanan. Buktinya, Pete bisa dengan seenaknya ikut masuk
dan duduk bersama mereka, tanpa ada yang curiga."
J upe menarik-narik bibir bawahnya sambil mengerutkan kening. Itu tanda yang
pasti bahwa ia sedang memikirkan jawaban atas teka-teki yang sedang dihadapi.
Mungkin orang yang fotonya kulihat kemarin malam itu bukan orang yang dilihat
Bob di luar bank, kata Pete. Mungkin persamaan antara mereka berdua cuma
bahwa keduanya sama-sama tunanetra.
Itu merupakan kebetulan yang terlalu kebetulan, kata J upe dengan cepat. Kan
orang di foto itu juga ada bekas luka di pipi? Selain itu ada pula fakta bahwa
dompet Mr. Sebastian mestinya terjatuh dekat dermaga Denicola, ditambah fakta
bahwa Ernie mengenali si Buta dari penggambaran yang dikatakan oleh Mrs.
Denicola ketika ia menceritakan mimpinya. J adi orang yang ada di foto itu pasti si
Buta. Tapi apa hubungan antara dia dan suatu negara bernama Mesa dOro? Dan
adakah hubungan antara dirinya dengan peristiwa perampokan bank di Santa
Monica?
Jangan-jangan Ernie adalah mata-mata salah satu negara asing dan orang yang
buta itu kaki tangannya, kata Pete menduga. J ika Ernie ternyata memang mata-
mata, maka tidak aneh jika ia tidak mau kenyataan itu diketahui polisi yang tiba-
tiba muncul karena itu a lantas berlagak menjadi pemimpin grup paduan suara
lagu-lagu rakyat.
Kau ini rupanya terlalu banyak nonton serial TV, kata Bob. Mana ada orang
berbuat begitu dalam kehidupan nyata!
Menurutku, dalam kehidupan nyata orang bahkan mungkin bertingkah laku lebih
aneh lagi, kata J upe. Tapi saat ini belum cukup banyak yang kita ketahui tentang
diri Ernie atau tentang siapa pun juga yang kita jumpai dalam kasus ini. J adi kita
belum bisa mendapat gambaran tentang apa sebetulnya yang sedang terjadi.
Untungnya, pengalaman Pete kemarin malam menghasilkan beberapa petunjuk
yang perlu kita telusuri lebih lanjut. Misalnya saja, Mesa dOro. kita perlu terus
menggali sampai menemukan sesuatu yang bisa membebaskan Mr. Bonestell dari
kecurigaan bahwa ia terlibat dalam kasus perampokan itu.
J upiter!
Itu suara Bibi Mathilda, yang memanggil dari pekarangan. J upiter J ones! Di mana
kau?"
Kedengarannya kau diperlukan Bibi Mathilda, J upe, kata Pete sambil nyengir,
dan dengan segera!
Bob membuka pintu tingkap yang ada di lantai karavan, dan dengan segera ketiga
remaja itu keluar lewat lubang itu. Di bawah rumah beroda yang sudah tidak bisa
berjalan lagi itu terdapat ujung sebuah pipa besar dari besi seng bergelombang
yang sebelah dalamnya dilapisi potongan-potongan karpet bekas. itu lorong rahasia
yang disebut Lorong Dua. Lorong itu menjulur di bawah tumpukan kayu bekas dan
barang-barang rombengan lain menuju bengkel J upiter yang terdapat di salah satu
sudut Pangkalan J ones. Lorong Dua merupakan satu dan beberapa lorong
tersembunyi yang dibuat oleh J upe beserta kedua temannya agar bisa keluar masuk
kantor mereka dengan leluasa, tanpa terlihat oleh Bibi Mathilda atau Paman Titus.
Dengan cepat ketiga remaja itu sudah muncul di pekarangan. Sesudah menggeser
terali besi yang menutupi ujung pipa yang terdapat di sisi bengkel mereka.
J upiter J ones! Kini suara Bibi Mathilda terdengar dekat sekali.
J upiter buru-buru menaruh terali sehingga kembali menutupi ujung pipa.
Di sini kau rupanya! Bibi Mathilda muncul di tempat masuk ke bengkel.
Kenapa tidak menjawab tadi ketika kupanggil? Hans memerlukan bantuanmu. Ia
harus pergi mengantarkan barang yang dibeli orang. Kebetulan kau juga ada di
sini, Pete! Kau ikut dengan mereka. Ada beberapa mebelkau tahu kan, J upe,
meja-meja dan bangku-bangku yang oleh pamanmu Titus dicat norak itu? Itu, yang
biru, merah, hijau, dan kuning! Aku kadang-kadang heran melihat pamanmu itu.
Tapi yang penting, kemarin ada seorang wanita kemari, dan memborong semua
meja dan bangku itu. Katanya ia akan membuka Taman Kanak-kanak di Santa
Monica, di Dalton Avenue. Untunglah, sebab kalau tidak mungkin mebel itu
semuanya akan terus nongkrong di sini sampai tua. Eh, eh, Bob. kau mau ke
mana?
Saya sudah ditunggu di perpustakaan, kata Bob dengan cepat. Sepuluh menit
lagi saya sudah harus mulai bekerja di sana."
Kalau begitu lekaslah berangkat, kata Bibi Mathilda. Setelah itu ia pergi lagi
bergegas-gegas, sementara J upe dan Pete mendatangi Hans, satu dari kedua
pemuda asal J erman yang bekerja di pangkalan itu. Dalam waktu singkat mereka
bertiga sudah menaikkan mebel yang akan dibawa ke Taman Kanak-kanak yang
baru dibuka di Dalton Avenue di Santa Monica ke atas truk. Setelah itu mereka
berangkat ke selatan, dengan Hans di belakang kemudi.
Taman Kanak-kanak yang didatangi itu terdapat di sebuah jalan samping, dekat
kawasan pantai. Hans menghentikan truk yang membawa mebel di tepi jalan di
depan tempat itu. Saat itu J upe dan Pete melihat bahwa Panti Wreda Ocean Front
ternyata tidak jauh letaknya dar situ, berupa sebuah bangunan satu lantai yang
terbuat dari batu bata. Di sekelilingnya ada halaman rumput dengan bangku-
bangku tempat duduk. Empat orang pria yang sudah berumur nampak sedang asyik
main kartu di depan. Satu dari mereka berdiri sambil bertopang pada tongkatnya,
memperhatikan tiga orang lainnya bermain. Ia kelihatan lesu dan capek. J upe
menghela napas ketika melihatnya.
Orang itu Walter Bonestell.
Kelihatannya seperti kurang tidur, ya?" kata Pete sambil menuding ke arah orang
itu.
J upe mengangguk.
"Ini cuma sangkaanku saja, atau apakah orang-orang tua yang lain itu benar-benar
tidak mengacuhkan dia." kata Pete lagi.
"Mungkin kau benar", kata Pete. "Itulah sedihnya, kalau dicurigai. Orang lain tidak
tahu harus bersikap bagaimana."
Kalian kenal orang itu?" tanya Hans ingin tahu.
Dia klien kami, kata J upe. Aku mestinya mendatangi dan bicara dengan dia,
tapi tidak ada apa-apa yang bisa kukatakan padanya. Kami berusaha
menolongnya."
Untunglah, kalau begitu, kata Hans.
Ia turun dan truk, lalu menuju ke pintu Taman Kanak-kanak dan menekan bel.
Sementara ia menunggu pintu dibukakan, Pete memandang ke depan, ke arah
belakang panti wreda. Tiba-tiba terdengar napasnya tersentak.
Ada apa?" tanya J upiter.
Gadis itu." Pete menuding, lalu merunduk di dalam kabin agar jangan sampai
terlihat dari luar.
J upiter melihat seorang wanita muda yang sangat cantik berjalan di trotoar, datang
ke arah mereka. Rambutnya yang pirang dan panjang bergerak-gerak seirama
dengan langkahnya. Ia memakai celana panjang dan sweater longgar. Seekor
anjing jenis Saint Bernard yang bertubuh besar, berlari-lari di sampingnya dengan
mulut terbuka dan lidah terjulur ke luar.
Siapa itu?" kata J upiter. Kau kenal dia."
Dia gadis dari pertemuan itu, kata Pete. Dia juga berpidato, dan pidatonya
disambut dengan sorak-sorai hadirin!"
Hm! J upiter meluruskan duduknya. Diperhatikannya pakaian wanita muda itu
serta gayanya berjalan. Ia kelihatannya sangat... sangat ramah, katanya
kemudian. Ia merangkul Mr. Bonestell.
Apa?" Pete menegakkan tubuhnya, lalu memandang dengan heran.
Gadis berambut pirang itu melepaskan tali kekang anjing besar yang ikut dengan
dia. Ia merangkul bahu Mr. Bonestell dan memandangnya sambil tersenyum.
Setelah itu dikecupnya pipi pria yang sudah tua itu.
Mr. Bonestell nampak agak malu, tapi juga senang.
Itu dia! seru Pete puas. ltulah pertalian antara Mr. Bonestell dan kasus
perampokan serta orang-orang di dermaga Denicola dan... dan dompet Mr.
Sebastian serta si Buta!
Gadis itu penghubung antara segala hal-hal itu?" kata J upe yang masih belum
mengerti.
Ya, betul, kata Pete mantap. Penjelasannya sederhana. Gadis itu anggota
kawanan perampok. Entah dengan cara bagaimana, tapi pokoknya ia berkenalan
dengan Mr. Bonestell lalu mengorek keterangan dari pria itu tentang bank itu
tentang kegiatan sehari-hari di situ, termasuk petugas pembersih dan sebagainya.
Bos kawanan itu si Buta, dan dia beraksi sebagal mata-mata sebelum kawanannya
merampok bank. Mungkin juga gadis itu salah seorang perampok itu. Ya, kan?
Bisa saja ia memakai samaran sewaktu masuk ke situ, supaya tidak bisa dikenali
Mr. Bonestell. Atau mungkin juga ia cuma informasi saja.
"Maksudmu, informan," kata J upe sambil lalu, karena sedang memikirkan
kemungkinan teori yang diajukan Pete. Ya, mungkin saja, katanya. Tapi
bagaimana dengan hadirin selebihnya pada pertemuan kemarin malam itu?"
Yah, mereka itu... mereka... Pete tertegun, tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Bagaimana kalau mereka itu hanya diperalat saja sebenarnya? katanya
kemudian. Mereka diperalat para penjahat untuk... untuk...
Pete tendiam.
Para penjahat itu mengumpulkan dana kemarin malam, karena mereka yang baru
saja merampok seperempat juta dolar dari bank memerlukan uang lebih banyak
lagi, kata J upiter. Mungkin itu yang hendak kaukatakan!"
Yah, aku tahu, ideku tadi itu konyol, kata Pete.
Ah, tidak juga, kata J upe. Cuma satu kebetulan tagi yang menarik bahwa gadis
yang dalam pertemuan tadi malam itu begitu besar peranannya, ternyata kenalan
baik Mr. Bonestell. Nanti jika Mr. Bonestell sudah sendiri, perlu kita tanyakan
padanya tentang berapa banyak yang diceritakannya tentang bank tempat dia
bekerja pada gadis itu.
Gadis yang sedang diamat-amati oleh J upe dan Pete kini tertawa. Tali kekang
anjingnya tersangkut di semak-semak kembang sepatu. Gadis itu datang ke situ
untuk membebaskannya.
Kau di sini saja, membantu Hans, kata J upe lirih. Aku akan membuntuti gadis
itu, untuk melihat di mana tempat tinggalnya dan siapa saja teman-temannya. Ssst,
cepat merunduk! Gadis itu kemari!
Pete cepat-cepat merunduk agar tidak terlihat oleh gadis yang lewat di samping
truk sambil menggiring anjingnya.
J upiter menunggu sebentar di dalam truk, lalu turun dan langsung membuntutinya.





Bab 9
PENATA RIAS

J UPE berjalan sekitar setengah blok di belakang gadis itu. Tapi ketika yang
dibuntuti sampai di ujung jalan lalu membelok ke kanan, J upiter mempercepat
langkahnya. Sesampai di sudut jalan ia masih sempat melihat gadis tadi memasuki
pekarangan sebuah bangunan apartemen yang agak tua pada blok itu.
J upe berjalan lambat-lambat. Bangunan yang dimasuki gadis tadi berbentuk huruf
U, dengan sebuah kolam renang di tengah-tengahnya. Suatu pagar besi bercat putih
membatasi kolam itu dan jalan di depannya. Gadis itu tidak kelihatan lagi. Tapi
J upiter melihat bahwa pintu sebuah apartemen di tingkat satu bangunan itu berada
dalam keadaan terbuka. Sementara J upe masih berdiri di luar pagar dalam keadaan
bimbang, anjing Saint Bernard yang tadi melesat ke luar dan balik pintu itu.
Brandy! Ayo kembali!
Gadis berambut pirang itu muncut bergegas dari dalam apartemen. Anjing yang
dipanggil lari ke sudut pelataran kolam yang paling jauh, lalu duduk di tengah-
tengah petak bunga yang ada di situ.
Aduh, ampun! seru gadis ftu dengan kesal. "Kau ingin aku diusir dari sini, ya?"
Pelan-pelan J upe membuka pintu pagar, lalu masuk ke pekarangan. Di situ ia
berdiri, sambil merenungi deretan kotak pos yang terdapat di samping gerbang.
"Kau mencari seseorang?" tanya gadis berambut pirang itu.
"Sebenarnya sih tidak," kata J upe. "Aku cuma ingin tahu... Ia tertegun, seolah-
olah merasa kikuk.
Apa yang hendak kautanyakan?" kata gadis itu.
Aku ingin tahu, apakah... apakah Anda mau berlangganan Santa Monica Evening
Outlook?
Wah, maaf sajalah, kata gadis itu. Aku tidak punya waktu untuk membaca surat
kabar. Tapi terima kasih.
J upiter mengeluarkan sebuah buku catatan kecil serta sebatang pensil yang sudah
pendek dari kantungnya.
"Bagaimana dengan koran minggunya?" katanya.
Terima kasih, tapi tidak sajalah, kata gadis itu lagi.
"Wah." J upe memasang tampang sedih. "J arang yang masih mau berlangganan
koran sekarang, katanya.
Ya, keadaan ekonomi memang sedang sulit. Gadis itu tersenyum padanya.
Anjing besar tadi meninggalkan petak bunga lalu duduk di depan kaki majikannya.
Rupanya ia juga ingin diperhatikan. Gadis itu mengusap-usap telinganya.
"Kau bekerja sambil sekolah?" tanyanya pada J upiter. Atau ingin memenangkan
hadiah sepeda dengan sepuluh persneling jika berhasil mengumpulkan seratus
langganan baru?"
Kedua-duanya tidak, jawab J upiter. Aku cuma ingin memperoleh tambahan
uang saku dengan jalan mengantar koran. Ada tidak kira-kira orang di sini yang
mungkin mau berlangganan koran?
Sekarang kan baru hari kamis, kata gadis itu. Semua pasti sedang tidak ada,
karena harus bekerja.
Oh. Sekali lagi J upe memasang tampang sedih. Ia duduk di pinggir salah satu
kursi yang menghadap ke kolam renang. Yang paling suilt mencari langganan
baru. Bolehkah aku... maukah aa... eh...
"Apa maksudmu? tanya gadis itu. Ada apa? Kau haus, ya?
Ya, aku haus sekali. Bolehkah aku minta minum sedikit."
Tentu saja boleh, kata gadis itu sambil tertawa. Duduk sajalah dulu di sini, nanti
kuambilkan.
Gadis itu masuk ke apartemen yang pintunya masih terbuka, diikuti anjing
besarnya. Dalam beberapa menit ia sudah kembali lagi, membawa air dalam
sebuah gelas besar. Begitu ia keluar, dengan cepat pintu ditutupnya kembali
sehingga anjingnya tidak bisa ikut.
Mestinya aku bersikap tak acuh terhadapnya, katanya. Ia selalu berbuat yang
aneh-aneh jika aku berusaha menyuruhnya tenang.
J upiter minum setelah mengucapkan terima kasih. Gadis berambut pirang itu
duduk di kursi di dekatnya. Ia menyandar ke punggung kursi sehingga wajahnya
disinari matahari.
Kau mestinya berkeliling di malam hari, jika orang-orang sudah ada di rumah
masing-masing, katanya.
Ya, memang, kata J upiter. Ditatapnya gadis itu dengan pandangan anak yang
tidak begitu cerdas. Tapi mestinya ada juga yang di rumah dalam waktu-waktu
begini. Seperti Anda, misalnya."
Memang, tapi ini tidak sering terjadi, kata gadis itu.
Oh, kata J upiter. J adi Anda juga bekerja?
Tentu saja. Tapi saat ini tidak.
Oh?" J upe memasang tampang prihatin. Anda kehilangan pekerjaan?
Tidak, bukan begitu. Aku bekerja di bidang perfilman, dan itu merupakan
pekerjaan musim-musiman. Aku ini penata rias, jadi jika sedang ada pembuatan
film, aku bekerja. Kalau sedang sepi, aku juga menganggur."
J upiter mengangguk.
Aku punya kawan, ayahnya juga bekerja di film. Bidangnya, efek-efek khusus.
Sipa namanya?" tanya gadis itu.
Mungkin aku kenal dia.
Crenshaw, kata J upiter.
Gadis itu menggeleng.
Rupanya ayah kawanmu itu belum pernah bekerja dalam pembuatan film yang
sama dengan aku. Pekerjaan membuat efek khusus itu benar-benar mengasyikkan.
Kadang-kadang timbul keinginanku untuk pindah profesi. Tapi di pihak lain,
sebagai penata rias pun penghasilanku sudah lumayan, lagi pula dengan begitu aku
masih punya waktu untuk kursus."
Anda masih sekolah? tanya J upiter.
Bukan begitu. Aku mengambil lesbelajar aktingpada Vladimir Dubronski.
Yah, siapa tahumungkin saja aku mendapat kesempatan jadi pemain figuran."
J upe mengangguk. Ia memutar otak, meski tampangnya kelihatan terkantuk-
kantuk.
"Kurasa semua orang ingin bisa main film." katanya. Tapi pekerjaan penata rias
juga mengasyikkan! Minggu lalu misalnya, aku melihat film tentang seseorang
yang mencuri benda keramat dari sebuah kuil, dan sebagai akibatnya ia kena
kutukan.
Oh, film macam itu, kata gadis itu. Lalu ia berubah menjadi umbi atau sesuatu
seperti itu setiap kali bulan purnama.
J upiter tertawa.
Ia menjelma jadi ular, tapi penampilan selebihnya masih tetap manusia.
Ah, yang itu." kata gadis itu. Maksudmu, Serbuan manusia kobra! Film itu
dibuat dengan biaya murah sekali, tapi hasilnya masih lumayanlah. Aku kenal
orang yang merias pemain yang menjelma menjadi ular itu. Arnold Heckaby
namanya. Ia memang mengkhususkan diri untuk film-film semacam itu. Kapan-
kapan ia pasti akan dikontrak untuk pembuatan film dengan biaya besar, dan jika
itu terjadi ada kemungkinan ia bisa memenangkan hadiah Oscar."
Anda pernah melakukan tata rias khusus semacam itu?" tanya J upe. Maksudku,
membuat orang bertampang seperti kelelawar, atau serigala jadi-jadian, atau
semacam itu?"
Aku pernah beberapa kali membuat orang nampak lebih tua daripada
sebenarnya, kata gadis itu. Itu lebih banyak makan waktu daripada tata rias
biasa, tapi tidak bisa dibilang sulit. Aku belum pernah membuat tata rias monster
atau manusia sengala."
Sukar tidak, ya, membuat monster? tanya J upe. Dan bagaimana dengan bekas
luka? Ingat tidak, kisah lentang museum lilin, di mana penjahatnya penuh bekas
luka?"
Soalnya cuma lebih banyak memerlukan waktu saja, kata gadis itu sambil
mengangkat bahu. J ika diberi cukup waktu, hampir apa saja bisa dibuat tata
riasnya. Yang tidak mungkin cuma membuat orang yang sudah tua menjadi
kelihatan muda. Bisa saja dipoles di sana-sini, dan tentu saja banyak bintang film
wajahnya diremajakan dengan jalan operasi plastik, lalu rambut dicat, dan
sebagainya. Lalu dalam pengambilan film, juru kamera mengambil mereka dengan
lensa yang agak dikaburkan supaya kerut-kerut di muka tidak nampak. Tapi
akhirnya mereka tetap saja nampak terlalu tua.
Gelas yang dipegang J upe sudah hampir kosong. Ia tadi minta minum supaya ada
alasan untuk berlama-lama di situ sehingga bisa bercakap-cakap dengan gadis itu.
Kini Ia merasa sudah cukup banyak tahu. Sisa air dalam gelas dihabiskannya
dengan sekali teguk, lalu diletakkannya gelas itu di atas meja kecil yang terdapat di
samping kursi yang didudukinya.
Ah, segar lagi aku sekarang, katanya. Terima kasih banyak."
Oke, kata gadis itu. Masih mau segelas lagi?"
Terima kasih, tapi tidak usah, kata J upe. Nanti kuceritakan pada Mr. Crenshaw,
bahwa aku ketemu Anda. Mungkin kapan-kapan Anda akan ketemu dia, jika
kebetulan bekerja dalam pembuatan film yang sama."
Maksudmu ayah kawanmu yang kaukatakan tadi?" kata gadis itu. Yang
pekerjaannya membuat efek-efek khusus. Asyik juga, jika bisa kenal dengan dia."
"Siapa nama Anda? Kalau Mr. Crenshaw nanti menanyakan, kata J upiter.
"Namaku Graciela Montoa, kata gadis itu, "tapi aku biasa dipanggil Gracy saja.
Oke, kata J upiter. "Sekali lagi terima kasih untuk airnya tadi.
Sesudah itu ia keluar dan langsung kembali ke Taman Kanak-kanak. Ia merasa
puas dengan perannya sebagal anak yang agak ketolol-tololan tadi. Tapi
perasaannya langsung berubah ketika ia membelok masuk ke Dalton Avenue.
J upiter mengerang.
Dilihatnya truk Pangkalan J ones sudah tidak ada lagi di depan Taman Kanak-
kanak itu. Dan Hans serta Pete juga tidak kelihatan. J upiter terpaksa pulang ke
Rocky Beach dengan cara lain.
Sialan! umpatnya, lalu pergi ke Wilshire Boulevard, dan mana ia bisa naik bis
pulang. Sambil berjalan, ia sibuk berpikir. Ia mendapat gagasan baru.





Bab 10
KAWANAN TERORIS

J UPITER duduk di balik meja kerja di kantor Trio Detektif. Ditatapnya kedua
temannya. Saat itu sesudah waktu makan siang, dan J upiter baru saja selesai
menceritakan percakapannya dengan Graciela Montoya.
Bagaimana jika pengemis buta itu sebenarnya wanita, katanya mengajukan
dugaan.
Bob mempertimbangkan kemungkinan itu sesaat. Kemudian ia menggeleng.
Kurasa tidak mungkin."
Tidak mungkin bagaimana?" tukas J upe. Gadis itu penata rias, dan nampaknya ia
kenal baik dengan Mr. Bonestell. Kau mungkin benar, Pete. Gracie Montoya itu
mungkin penghubung antara pengemis buta dan para perampok serta pekerja-
pekerja di Dermaga Denicola."
Si Buta bukan gadis itu, kata Bob berkeras. Pengemis yang kulihat, berkumis
dan bercambang. Aku berdiri dekat sekali di belakangnya sewaktu di halte bis, dan
aku sempat memperhatikan mukanya. Nampak jelas bahwa Ia sudah beberapa hari
tidak mencukur rambut yang menumbuhi mukanya. Penata rias, masa mau repot-
repot memasang kumis dan cambang yang masih sependek itu ?!
Mm. J upiter agak kecewa. Tapi mungkin saja gadis itu mengorek keterangan
dari Mr. Bonestell lalu meneruskannya pada kawanan perampokdan mungkin
satu dari mereka itu si Buta. Bekas luka"
Bekas luka itu palsu, kata Bob.
J upiter tertawa nyengir. Kau menemukan sesuatu di perpustakaan.
"0 ya," kata Bob. Ia mengeluarkan beberapa majalah berita dari sebuah sampul
besar yang selama itu terletak di pangkuannya. Mesa dOro ternyata suatu negara
kecil yang menarik. Ukurannya cuma lima belas ribu mil persegi dan penduduknya
tidak sampai empat juta jiwa, tapi selama ini sudah cukup banyak terjadi kerusuhan
di sana."
Bob membuka salah satu majalah pada halaman yang diberi tanda olehnya dengan
secarik kertas. Di sini ada ringkasan sejarah negara itu, di majalah World Affairs
terbitan tiga tahun yang lalu, katanya. Seperti sudah bisa diduga, negeri itu dulu
dijajah Spanyol. Lalu sekitar tahun 1815 para tuan tanah di sana menggulingkan
gubernur yang diangkat Spanyol lalu menyatakan kemerdekaan negara itu. Mereka
memilih seorang presiden dan membentuk badan pembuat undang-undang."
Itu boleh-boleh saja, tapi apa hubungannya dengan orang buta dan perampok
bank? tanya Pete sinis.
Barangkali tidak ada, kata Bob. Ini cuma informasi latar belakang. Nah, pada
tahun 1872 terjadi revolusi di sana. Korban berjatuhan, dan itu mungkin masih
terjadi sampai sekarang ini!
Pete dan J upiter terkejut.
Revolusi yang pecah tahun 1872 sampai sekarang masih terus berlangsung? seru
Pete. Kau pasti bercanda!
Yang masih terus berlangsung bukan revolusi yang pertama, tapi kelanjutannya,
kate Bob menjelaskan. Revolusi tahun 1872 itu mirip Revolusi Prancis atau
Revolusi di Rusia tahun 1917. Para tuan tanah di Mesa dOro yang menggulingkan
kekuasaan Spanyol, kemudian menjadi korup. Mereka memperkaya diri dengan
memperkuda kaum miskin, tanpa sedikit pun memberi imbalan yang layak. Kaum
miskin di sana kebanyakan keturunan Indian, penduduk asli negeri itu. Tapi
mereka dianggap sepi oleh golongan tuan tanah.
Akhirnya seorang Indian bernama J uan Corso membangkitkan semangat teman-
teman yang senasib dan mengorganisir mereka. Ia berkeliling untuk berpidato
tentang hak yang sama bagi setiap orang. Pihak tuan tanah tidak menyukai
perkembangan baru itu, lantas Corso mereka jebloskan ke penjara.
Kau tadi menyebut-nyebut revolusi, kata J upiter mengingatkan.
Itu diawali dengan peristiwa dipenjarakannya Corso," kata Bob menjelaskan. "Ia
sangat populer di kalangan rakyat jelata. Mendengar Corso dipenjarakan, mereka
langsung mengamuk dan menyerbu ibu kota. Corso dibebaskan secara paksa. Lalu
presiden waktu itu, seseorang bernama Arturo Rodriguez, mereka gantung pada
sebatang pohon sampai mati. Anak laki-laki presiden itu, Anastasio Rodriguez,
mengadakan perlawanan. Terjadi pertumpahan darah, dan kendali pemerintahan
silih berganti dipegang kelompok-kelompok yang bertentangan. Tapi akhirnya
Corso diangkat menjadi presiden, sementara Rodriguez melarikan diri ke Mexico-
City.
Mestinya dengan begitu berakhirlah kerusuhan di sana, kata Bob menyambung,
tapi kenyataannya tidak begitu. Di Mexico-City, Rodriguez bersikap sebagai raja
dalam pembuangan. Sementara para tuan tanah yang tetap tinggal di Mesa dOro
sama sekali tidak senang karena kaum buruh kini memiliki hak memberikan suara
dalam pemilihan, dan dengan begitu berhasil memaksa kaum kaya untuk
membayar pajak tinggi.
Pasti itu tidak enak bagi yang kaya, kata Pete. J elas, kata Bob. Pendek kata,
kaum tuan tanah kemudian mulai mengungkit-ungkit tentang masa silam yang
nyaman ketika presiden mereka masih Arturo Rodriguez. Mereka mengkhayalkan
kemungkinan mengusahakan kembalinya putra Rodriguez untuk menjadi kepala
negara. kelompok yang tidak puas ini menamakan diri mereka Pejuang Republik.
Mereka memakai bendera yang biru dengan berkas daun ek yang berwarna
keemasan. Itu bendera Republik Lama, yaitu pemerintahan di bawah rezim
Rodriguez. Pemerintah baru yang dimulai dengan diangkatnya J uan Corso menjadi
presiden memakai bendera hijau dengan lambang kenegaraan di tengah-tengah.
Tapi semuanya ini terjadi lebih dari seabad yang lalu, kata J upiter sambil
mengerutkan kening. "J adi apa hubungannya dengan klien kita? Masa para tuan
tanah di Mesa dOro masih terus beraksi mengusahakan kembalinya putra presiden
yang lama. Orang itu mestinya kan sudah mati sekarang!
Ya, tentu saja, kata Bob, tapi sekarang cicitnya, Felipe Rodriguez, hidup di
Mexico-City. Felipe ini menunggu-nunggu kesempatan untuk kembali ke Mesa
d'Oro dan menjadi kepala negara di sana. Ia punya mata-mata yang melaporkan
tentang keadaan di tanah airnyayang sama sekali belum pernah dilihat olehnya!
Ah, masa! kata Pete dengan nada tidak percaya.
Aku tahu, kedengarannya memang tidak masuk akal, kata Bob, tapi begitulah
kenyataannya! Menurut artikel dalam World Affairs ini, pertikaian di Mesa dOro
itu disebut sebagal masalah tradisi. Pada kelompok mana seorang penduduk sana
memihak, tergantung dari pertalian keluarganya. J ika ia keturunan tuan tanah yang
lama, maka ia menjadi anggota Pejuang Republik. Itu bukan partai terlarang di
sana, dan anggota-anggotanya disebut kaum Republik. Kelompok itu sangat aktif.
Saban hari Minggu mereka mengadakan rapat umum, mendengarkan pidato-pidato
tentang betapa indahnya masa kejayaan kelompok mereka dulu. Sekali-sekali ada
anggota mereka yang berhasil menang dalam pemilihan umum, dan menjadi
anggota badan pembuat undang-undang.
Kalau cuma begitu saja, sebetulnya tidak apa-apa. Tapi ada beberapa orang di
Mesa dOro yang tidak puas menjadi anggota Pejuang Republik saja. Dalam
kelompok Partai Republik ada segolongan ekstrem yang ingin menggulingkan
pemerintah yang sekarang dengan jalan kekerasan. Mereka menamakan diri
mereka Brigade Pembebasan. Mereka ini yang merupkan kelompok terlarang di
sana. Kerjanya membakar-bakar kerusuhan, melakukan tindakan-tindakan
penculikan, serta melancarkan aksi-aksi pemboman. karenanya mereka dicari-cari
polisi negara itu. J ika sudah sangat terjepit, mereka melarikan diri ke luar negeri.
Di antaranya ada yang lari kemari!
Pete terkejut.
Jadi orang-orang dalam pertemuan yang kudatangi kemarin malam itu teroris
semuanya ?
"Mungkin," kata Bob. "tapi mungkin juga bukan. Orang-orang yang pindah dari
Mesa dOro banyak yang kemudian memilih tinggal di Amenka Serikat. Di antara
mereka ada yang mendukung Pejuang Republik, partai yang resmi tidak radikal.
Mereka menyumbang dana untuk menunjang kehidupan Felipe Rodriguez di
Mexico-City. misalnya, dan memperjuangkan terpilihnya orang-orang Republik
untuk berperan dalam badan-badan perwakilan di Mesa dOro. Tapi ada juga yang
memang mendukung Brigade Pembebasan yang terlarang."
Macam-macam saja. kata Pete mengomentari.
"0ke, jadi itulah latar belakang sejarahnya, kata Bob. Tapi yang benar-benar
menarik adalah bahwa aku melihat seorang buta di depan bank, dan orang itu
langsung lari ketika ada yang menyebut-nyebut polisi. Lalu orang bernama Ernie
itu ketakutan ketika Mrs. Denicola menceritakan mimpinya tentang seorang buta
dan dompet yang dipungutnya. Lalu tadi malam, Pete melihat foto seseorang yang
ada bekas luka di pipinya, dan memakai kaca mata hitam. Orang itu jelas dianggap
pahlawan oleh orang-orang yang menghadiri rapat, atau entah apa yang sedang
diadakan saat itu.
Bob membalik-balik halaman salah satu majalah yang dibawanya dari
perpustakaan, lalu mengangkatnya dengan salah satu halaman menghadap ke J upe
dan Pete. Mereka melihat foto seorang pria berkaca mata hitam dengan bekas luka
di pipi. Orang itu berdiri dengan tangan terangkat di depan mikrofon. Ia
kelihatannya sedang berteriak.
"Inikah foto yang kaulihat kemarin malam, Pete? kata Bob.
Bukan itu fotonya, kata Pete lambat-lambat, tapi orangnya. Sama. Ya, aku
yakin sekarang!
Dan dia inilah yang kulihat di depan bank itu, kata Bob. Tapi walau begitu
tidak mungkin orang ini yang kulihat, sebab dia ini Luis Pascal Dominguez de
Altranto namanya. Ia pernah menjadi ajudan Felipe Rodriguez, yang sekarang
hidup di Mexico-City. Dia ini teroris yang mendalangi aksi pemboman di Mesa
dOro, yang menimbulkan korban jiwa empat belas anak sekolah. Ia mengatakan
bahwa ia berada di pihak yang benar, dan nyawa anak-anak tak bersalah yang
melayang merupakan tanggung jawab pemerintah, yang merampas hak milik
penduduk teman sebangsanya.
Fanatik, kata J upe, benar-benar fanatik orang itu! Tapi apa sebabnya tidak
mungkin dia yang kaulihat di depan bank waktu itu?
Karena Altranto sudah mati. kata Bob. Sudah beberapa tahun yang lalu.
Sesaat ketiganya sama-sama membisu. kemudian Pete mendesah. Tapi jika
Altranto sudah mati... Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
Pengemis itu tampangnya mirip sekali dengan orang yang sudah mati ini
sampai-sampai bekas luka pada pipinya, ya? Lalu bagaimana dengan matanya yang
buta? Apakah Altranto itu tunanetra? tanya J upe.
Ya! Matanya cedera sehingga buta dalam kebakaran yang dinyalakan olehnya
sendiri di sebuah gudang di Mesa d'Oro. Tapi cacatnya itu tidak merintanginya
untuk melakukan aksi-aksi selanjutnya. Itu malah membuatnya menjadi semacam
tokoh pahlawan.
Jadi pengemis itu menyamar sehingga penampilannya persis Altranto, kata J upe
menarik kesimpulan. "Itu gampang saja, tinggal dirias mukanya dan ditambah
memakai kaca mata hitam! Aku ingin tahu, mungkinkah Gracie Montoya yang
membuat rias wajah itu? Tapi... untuk apa menyamar? Apa untungnya? Kan tidak
ada "
J upiter berhenti berbicara, karena saat itu
telepon berdering. J upe menatap pesawat itu sambil melotot kesal karena kata-
katanya terputus. Kemudian diangkatnya gagang telepon itu.
Halo, katanya. Oh, ya, ya. baiklah, Mr. Bonestell.
J upiter mendengarkan sebentar, lalu berkata lagi, Yah, mungkin itu tidak penting,
tapi memang tidak enak bagi Anda. Kalau Anda menghendakinya, saya bisa ke
tempat Anda sekarang. Saya ingin bicara tentang... tentang suatu hal yang baru
kami ketahui."
J upiter mendengarkan lagi sebentar, lalu berkata, Ya. Dalam waktu setengah
jam.
Gagang telepon dikembalikannya ke tempatnya.
Mr. Bonestell diperiksa polisi lagi tentang perampokan itu, katanya. "Ia gugup
sekali. Menurutku, polisi sebenarnya tidak securiga perkiraannya, tapi meski
begitu ada baiknya jika aku ke sana, supaya ia bisa agak tenang kembali. Akan
kutanyakan juga sekaligus tentang Gracie Montoya. Kita perlu tahu, bagaimana ia
sampai bisa kenal gadis itu.
J upe memandang kedua temannya dengan bersemangat.
Kita juga perlu terus mengamati Gracie. Aku ingin tahu apakah a berhubungan
erat dengan para pekerja di dermaga Denicolamaksudku Ernie dan teman-
temannya.
Jangan aku yang kaulihat, kata Pete. Ibuku pasti mengamuk jika siang ini aku
tidak memotong rumput di rumah. Habis, sudah panjang sekali sih, sesudah hujan
yang tidak henti-hentinya seminggu belakangan ini. Lagi pula, ada kemungkinan
gadis itu nanti mengenali aku.
"Bagaimana dengan kau, Bob? kata J upiter.
"Aku bisa," kata Bob. "Siang ini aku tidak diperlukan di perpustakaan.
Tapi hati-hati saja nanti, kata Pete. "J ika orang-orang itu dengan enak bisa
melakukan aksi-aksi pemboman dan pembunuhan jangan sampai kau harus
berurusan secara langsung dengan mereka!




Bab 11
SERANGAN!

SHELBY TUCKERMAN yang membukakan, ketika J upiter mengetuk pintu
rumah Mr. Bonestell setengah jam kemudian. Orang itu memakai kemeja hitam
dengan kerah bulat. Matanya masih terlindung di batik kaca mata hitamnya yang
lebar.
"Nah syukurlah, penyelidik ulung kita datang! kata Shelby. Mungkin kau bisa
mengatakan sesuatu yang akan memberi semangat pada Walter.
Dalam hati J upiter agak marah disindir begitu. Tapi ia diam saja. Diikutinya
Shelby melalui ruang duduk yang rapi dan sedikit pun tidak berdebu, menuju ke
dapur. Walter Bonestell ada di situ, duduk menghadap meja dekat jendela sambil
mengaduk-aduk kopi dalam cangkir. J upe datang menghampiri, lalu duduk di
depannya. Shelby menawarkan kopi pada J upiter, yang menolak dengan sopan.
"Saya tidak biasa minum kopi, katanya.
"Ya, tentu saja," kata Shelby. "Aku lupa, di negeri ini anak-anak tidak minum
kopi.
Ada limun jeruk, kalau mau, kata Mr. Bonestell.
Terima kasih, Mr. Bonestell, tapi saya kebetulan tidak sedang haus, kata J upiter.
Saya baru saja makan."
"Bukankah anak-anak biasanya tidak henti-hentinya mengudap." kata Shelby.
Masa kau lain dari yang lain. Potonganmu tidak begitu!
J upiter menggertakkan geraham. Ia memang agak gemuk, dan ia paling tidak suka
jika kenyataan itu disinggung-singgung. Tapi ia tidak berniat menunjukkan
kejengkelannya pada Shelby.
"Kau tentunya diet.. sekali-sekali, kata Shelby lagi.
J upiter diam saja. Kini Shelby pergi mendekati kompor, karena air dalam ketel
sudah mendesis. Ia menuangkan air ke dalam cangkir, membuat kopi untuknya
sendiri. Setelah itu ia datang lagi, lalu duduk di antara J upiter dan Mr. Bonestell.
Mudah-mudahan ada kemajuan yang bisa kaulaporkan pada Mr. Bonestell,
katanya sambil menyendokkan gula ke cangkir.
Tidak ada sebenarnya, kata J upe. Kalau petunjuk sih memang ada, tapi
mungkin tidak ada artinya sama sekali untuk urusan ini.
Tapi kalau ada? tanya Shelby.
Yah, siapa tahu? Kalau begitu, mungkin akan kami laporkan pada polisi.
Memang itu yang sebaiknya kalian lakukan, kata Shelby. Diminumnya kopinya
sampai habis, lalu ia berdiri untuk mencuci cangkir. Kemudian ia pergi ke luar.
J upiter mendengar bunyi mesin mobil dinyalakan di pekarangan belakang. Sesaat
kemudian nampak Shelby lewat di depan jendela dapur, naik mobil sport model
terbaru.
Mr. Bonestell duduk sambil termenung.
Ketika polisi kemari tadi, mereka kan tidak menuduh Anda?" tanya J upiter.
Mr. Bonestell menggeleng. Secara langsung memang tidak, tapi aku mereka suruh
bercerita sampai tiga kali tentang apa yang waktu itu terjadi. Bayangkan! Tiga kali!
Sejak awal!
Ia memandang J upe. Menurutmu, mungkinkah mereka menunggu sampai aku
salah ngomong? Aku... kurasa aku tadi satu kali pun tidak salah ngomong."
J ika Anda bercerita seperti apa adanya, mana mungkin Anda bisa salah
ngomong? kata J upiter. Mr. Bonestell, apakah Anda ini tidak cemas tanpa
alasan? Memang sayang Anda seorang diri di bank ketika para perampok itu
datang, tapi itu kan kebetulan saja meski tidak enak bagi Anda! Saya yakin,
polisi pasti mau mengerti. Mereka tahu perampokan itu tetap akan berlangsung,
siapa pun juga yang saat itu ada di sana. Setidak-tidaknya para perampok itu tidak
menggunakan kekerasan."
Memang, kata Mr. Bonestell. Mereka malah bersikap tenang dan sopan.
Setidak-tidaknya begitulah sikap satu-satunya dan mereka yang selalu bicara."
J upiter langsung waspada.
"Cuma satu saja dari mereka yang membuka mulut?"
Betul. Dialah yang menyamar sebagai Rolf, petugas pembersih nuangan yang
biasanya.
Apakah maksud Anda, Ia yang paling banyak bicara? tanya J upe. Ia yang
mengatur ini dan itu, sementara yang lain-lainnya mengatakan hal-hal yang tidak
penting?"
Mr. Bonestell menggeleng. Bukan begitu. Hanya dia saja yang bicara! Yang lain-
lain bungkam terus.
Anda sepanjang malam ada dalam satu ruangan dengan tiga orang, dan dua orang
di antaranya selama itu sama sekali tidak membuka mulut?
Betul.
"Sepatah kata pun tidak?"
Sepatah kata pun tidak, kata Mr. Bonestell. Kalau kupikir sekarang, itu memang
anehtapi waktu itu rasanya bagiku biasa saja. Soalnya, apa yang perlu
dipercakapkan? Mereka kan cuma menunggu sampai pagi, saat para pegawai bank
mulai masuk untuk bekerja lagi.
Hm! kata J upiter. Mungkinkah salah satu dari perampok-perampok itu wanita?
Adakah kemungkinan itu?"
Wanita?" Mr. Bonestell kelihatannya kaget. Kurasa bisa saja. Tinggi mereka
semuanya hampir samabegitulah, sekitar semeter tujuh puluh. Semuanya
memakai celana kerja dan kemeja longgar. Dan sarung tangan. Mereka memakai
sarung tangan. Sukar sekali mengenali bagaimana tampang mereka yang
sebenarnya. Salah satu dari perampok yang membisu selalu memakai kaca mata
hitam yang mengkilat, sehingga matanya tidak bisa dilihat. Ia juga berjenggot,
yang menurutku mungkin palsu. Temannya memakai rambut palsu berwarna
merah serta kumis tebal, serta alis mata palsu yang juga tebal, sampai menutupi
matanya.
"Bagaimana dengan satu-satunya yang berbicara?" kata J upiter. Apakah ia bicara
dengan logat tertentu? Masih mudakah dia? Atau tua? Apa yang bisa Anda katakan
tentang dia?
"Kalau mendengar suaranya, Ia belum tua. Begitulah, dua puluhan, atau tiga
puluhan. Bicaranya tanpa logat sama sekali.
Hm, kata J upiter lagi. Selama beberapa saat ia merenung, Iaiu menyambung,
Anda tahu perusahaan yang bernama Denicola Sport Fishing Company, Mr.
Bonestell? Mereka menyewakan perahu motor untuk penggemar olahraga
memancing, dan memiliki dermaga di sebelah utara Malibu.
Ya, aku tahu tempat itu, kata Mr. Bonestell. Dulu, ketika anak laki-lakiku
belum menikah, aku sering pergi memancing dengan dia. Aku masih ingat wanita
tua yang ada di sanaMrs. Denicola. Penampilannya menarik. Dan juga
menantunya, Eileen. keturunan Iriandia. Cantik. Suaminya meninggal dunia dalam
usia muda, dan Ia memiliki izin mengemudikan perahu motor. kau tahu itu? Diaiah
yang mengemudikan kapal mereka, jika ada yang menyewa:
Di sana juga ada seorang pemuda bernama Ernie, yang bekerja pada perusahaan
itu, kata J upe.
0, ya? Ketika aku dulu masih suka ke
bersama anakku, yang bekerja di sana bernama Tom, atau Hal, pokoknya
seseorang yang namanya seperti itu. Rupanya yang bekerja di sana sering berganti-
ganti. Soalnya, itu memang pekerjaan yang biasa dilakukan anak-anak muda yang
masih sekolah."
Anda pernah ke sana lagi belakangan ini." kata J upe.
Tidak
Jadi Anda tidak kenal Ernie. Bagaimana dengan orang buta itu?"
Orang buta yang mana?" Mr. Bonestell kelihatan heran.
Anda tidak pernah melihat seorang tunanetra dekat bank, atau di tempat lain?
Seorang tunanetra yang ada bekas luka di mukanya? Berjalannya sambil
mengetuk-ngetukkan tongkat, dan memakai kaca mata hitam!
Mr. Bonestell menggeleng.
Tadi pagi ada seorang gadis cantik bercakap-cakap dengan Anda, sewaktu Anda
sedang nonton orang main kartu, kata J upe. Bagaimana dengan dia?
Maksudmu Gracie? Gracie Montoya? Ada apa dengan dia? Dan dari mana kau
tahu aku bercakap-cakap dengan dia tadi pagi?
Kami kebetulan melihat Anda, kata J upe, dan kami juga melihat Mis Montoya.
Mr. Bonestell menatap J upe.
Lalu kenapa? tukasnya. Ada gadis cantik lewat, lalu aku mengobrol dengan dia.
Aku memang sudah tua tapi belum berniat masuk ke liang kubur!
"Memang bukan begitu maksud saya, Mr. Bonestell. Kita perlu mengecek segala-
galanya. Anda kenal baik dengan gadis itu?
Aku sering mengobrol dengan dia, kata Mr. Bonestell. Sikapnya masih tetap
seperti tadi. Ia selalu mengajak anjingnya jalan-jalan berkeliling blok. Kurasa ia
bekerja di bidang perfilman. Anaknya ramah, selalu mau diajak mengobrol
sebentar.
Ia tahu Anda bekerja di bank? tanya J upiter.
Tentang itu, aku tidak tahu pasti. Mungkin pernah kusinggung mengenainya. Tapi
sikapnya tidak pernah menyelidik, jika itu yang kaumaksudkan dengan
pertanyaanmu tadi. Ia cuma ramah saja lain tidak.
Begitu, ya, kata J upe. Lalu bagaimana dengan teman-teman Anda yang lain,
Mr. Bonestell? Anda pernah bicara dengan mereka tentang pekerjaan Anda?
"Pernah, kukira. Tapi sepanjang ingatanku, tidak ada yang secara menyolok
tertarik pada pekerjaanku."
Bagaimana dengan Mr. Tuckerman? kata J upe.
Shelby? Shelby hanya berminat mengenai hal- hal yang menyangkut dirinya
sendiri," kata Mr. Bonestell. Ia lebih banyak bepergian ke luar kota. Kalau sedang
ada di sini ia biasanya menyendiri terus. Umumnya ia makan di luar. Kalau sedang
ada di rumah, biasanya ia mengurung diri terus dalam kamarnya. Aku tidak
bercanda. Kalau mau, bisa kutunjukkan segala kunci dan gerendel yang dipakainya
untuk mengunci kamarnya.
Saya rasa itu tidak perlu. J upiter bangkit dari kursinya. J anganlah putus asa, Mr.
Bonestell. Polisi memang perlu mengulang-ulangi keterangan Anda. Mungkin
mereka belum menemukan petunjuk-petunjuk baru, jadi barangkali mereka
berharap bahwa dengan menanyai Anda terus mungkin Anda akan mengatakan
sesuatu yang selama ini terlupa oleh Anda.
Walter Bonestell tidak menjawab. Tapi wajahnya masih tetap nampak lesu. J upiter
meninggalkannya dalam keadaan duduk sambil termenung, menatap kosong ke
depan.
Ketika J upiter tiba kembali di Pangkalan J ones, hari sudah sore. Sudah pukul
setengah lima. Ia tidak masuk lewat gerbang depan melainkan berhenti di luar
pagar papan di sudut depan pekarangan. Pagar itu dihiasi lukisan yang dibuat
sekelompok pelukis yang bermukim di Rocky Beach. Sudut tempat ia berhenti itu
menampakkan gambar sebuah kapal layar yang sudah nyaris tenggelam dilanda
ombak hijau menggunung. Seekor ikan muncul dari dalam air di latar depan,
memandang ke arah kapal itu. J upe meletakkan tangannya pada mata ikan itu lalu
mendorong ke belakang. Seketika itu juga dua lembar papan terungkit ke atas.
Itulah jalan masuk rahasia, yang oleh J upe dan kedua temannya diberi nama
Gerbang Hijau Satu.
J upiter mendorong sepedanya, masuk ke bengkelnya yang terletak di balik pagar.
Sepeda Pete ada di situ, disandarkan ke mesin cetak. J upiter tersenyum, sementara
kedua lembar papan yang terangkat tadi dibiarkannya jatuh sehingga jalan masuk
rahasia tertutup kembali.
Kemudian ia mendengar suatu bunyi. Bunyi itu pelan sekali, tidak lebih dari
pakaian yang bergeser serta tarikan napas.
J upiter menoleh ke arah bunyi itu.
Dilihatnya si pengemis buta berdiri di situ. Wajahnya yang berbekas luka di pipi
dipalingkan ke arah, J upe, dengan kepala agak dimiringkan. Pipinya kini tidak
ditumbuhi cambang pendek, dan ia tidak memegang tongkat. J upiter bergidik,
karena bekas luka yang memanjang di pipi menyebabkan sisi wajahnya yang itu
kelihatan seperti menyeringai.
Sekejap lamanya J upiter tidak berkutik. Si Buta juga tidak bergerak. Ketika J upiter
kemudian menarik napas, si Buta akhirnya bergerak lagi. Kepalanya masih
dimiringkan dengan sikap heran dan mulutnya masih menyeringai. Ia memegang
sesuatu dengan tangan tergenggam rapat. Ia berusaha melewati J upe. Tiba-tiba
J upe merasa harus tahu apa yang ada di tangan orang buta itu. Setelah
mencampakkan sepedanya ke samping, J upiter menubruk orang itu, lalu
mencengkeram tangannya yang terkepal dengan kedua tangannya.
Si Buta berteriak sambil mundur dengan cepat. Tapi J upiter terus mencengkeram.
Dicobanya membuka tangan yang terkepal sehingga terbuka sedikit. Ada sesuatu
jatuh ke tanah.
Si Buta menyentakkan tangannya sehingga terlepas. Setelah itu ia balik
menyerang! Pukulannya membentur tulang pipi J upiter, sehingga mata anak itu
berkunang-kunang. Ia langsung lemas.
Tapi dengan segera kesadarannya pulih. Sementara itu si Buta melangkahinya,
menuju ke pagar. Kedua papan yang merupakan penutup Gerbang Hijau Satu
terangkat sebentar lalu tertutup kembali dengan keras.
J upiter tinggal seorang diri di situ.





Bab 12
ALAT PENYADAP PERCAKAPAN

J UPITER duduk di tanah. Kepalanya agak pusing. Ketika penglihatannya sudah
biasa kembali, nampak olehnya benda yang terjatuh dan genggaman si Buta tadi.
Benda itu terpental ke bawah bangku kerja. J upiter melihat sebuah kotak kecil dari
plastik, dengan lubang-lubang pada satu sisinya.
Menarik," katanya.
Ia mengatakannya dengan lantang. Dan seperti jawaban atas ucapannya itu, terali
besi yang terdapat di samping mesin cetak tergeser ke samping. Pete menjulurkan
kepalanya dari Lorong Dua.
Ada apa?" katanya. kau berteriak tadi?"
Kita kedatangan tamu, kata J upiter. Ia berlutut merangkak ke bawah bangku
kerja untuk memungut kotak kecil yang tergeletak di situ, lalu mengamat-
amatinya. Kalau tidak salah, ini alat penyadap percakapan, katanya. Aku pernah
melihat fotonya. Pengemis buta itu tadi ada di sini, dan dari gerak-geriknya tidak
nampak bahwa ia buta. Kurasa ia hendak menyadap percakapan kita di tempat ini.
Pengemis itu?" Pete mengambil alat berukuran kecil itu dari tangan J upe, lalu
mengamat-amatinya. Ununtuk apa percakapan kita hendak disadap? Dan
bagaimana ia bisa sampai kemari? Pete menoleh ke belakang, seakan
memperkirakan bahwa orang dengan bekas luka di pipi itu tahu-tahu sudah ada di
balik punggungnya. Ih, seram! katanya.
J upiter duduk di kursi dekat bangku kerja. Diambilnya alat penyadap percakapan
itu dari tangan Pete lalu dicongkelnya dengan pisau saku sehingga terbuka. Ini
semacam alat pemancar mini, katanya sambil memperhatikan. Suara-suara di
dekatnya disiarkan sehingga bisa ditangkap dari tempat yang tidak begitu jauh.
Begitulah, sampai seperempat mil dari sini. Biasanya alat penyadap meneruskan
percakapan untuk direkam sebuah alat perekam yang disembunyikan di dekat-
dekat sumber suara. Dengan alat mi, si Buta bisa mengikuti setiap percakapan di
tempat ini.
Kau yakin alat ini sekarang tidak bekerja?" tanya Pete. J angan-jangan setiap
katamu diteruskan!
J upiter menyingkirkan beberapa bagian yang kecil sekali dari alat itu dengan ujung
pisaunya. Kemudian ditutupnya lagi kotak itu.
Beres! katanya.
Setelah itu ia duduk sambil berpikir selama hampir satu menit. Lalu ia menoleh
pada Pete.
Kapan kau masuk ke pekarangan sini?" katanya.
Begitulah, sekitar dua puluh menit yang lalu.
Kau lewat Gerbang Hijau Satu.
Betul!
Wajah J upiter nampak geram.
Kalau begitu, kurasa si Buta tadi membuntutimu masuk kemarL
Tidak mungkin! seru Pete. Mustahil!
Mungkin ia melihatmu dalam pertemuan itu lalu kau dibuntutinya sampai di
Rocky Beach, kata J upiter menyambung, tanpa mempedulikan bantahan Pete.
Atau ia melihat kita berdua di dermaga Denicola kemarin. Atau mungkin juga kita
bertiga di rumah Mr. Bonestell, malam sebelumnya. Pokoknya ia melihat kita pada
suatu ketika selama tiga hari belakangan ini, lalu dibuntutinya kita sampai di sini.
Aku ingin tahu, sempat tidak orang itu menaruh alat penyadap yang lain di sekitar
sini sebelum aku muncul tadi.
Sekali lagi Pete memandang berkeliling, seakan-akan si Buta ada di situ dan
mengintai di dekatnya. Setelah itu disertainya J upiter yang sudah mulai memeriksa
di sekeliling bengkel. Tapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Tumpukan barang-barang bekas yang mengelilingi tempat itu tetap kelihatan
seperti biasanya.
Dari air mukanya nampak bahwa Pete merasa sangat tidak enak.
Aku kemari tadi langsung dari rumah, katanya. J ika dia membuntuti aku
kemari, jangan-jangan... mungkinkah ia juga mengamat-amati rumahku, J upe?
Tidak harus begitu, kata J upe. "Bisa saja ia sudah menunggu di sini, dekat
Pangkalan.
Bob datang ketika J upe sudah mengambil paku dan palu untuk memaku papan-
papan penutup Gerbang Hijau Satu sehingga tidak bisa dibuka lagi. Setelah
pekerjaan itu selesai dengan dibantu oleh Bob, ketiga remaja itu masuk ke kantor
mereka lewat Lorong Dua. Sesampai di dalam, J upe langsung mengambil tempat
duduknya yang biasa di belakang meja tulis, siap mendengarkan laporan Bob
tentang Grade Montoya.
Setelah beberapa waktu urusannya menjadi menarik, kata Bob di tengah-tengah
laporannya, sebab seseorang bernama Ernie muncul. Tampangnya persis pemuda
yang kauceritakan, J upe. Ia membunyikan bel, tapi Gracie tidak menyilakan dia
masuk. Gracie keluar dari apartemennya. Keduanya berdiri di samping kolam
renang, sambil saling berteriak dalam bahasa Spanyol.
Ah, yang benar! J upiter mengatakannya dengan wajah geli.
Bob mengangguk. Sebenarnya, Gracie yang paling banyak berteriak. Ernie
kedengarannya seperti berusaha menjelaskan sesuatu, tapi Gracie tidak mau
mendengarkan. Akhirnya Ernie marah, lalu dia berteriak-teriak pula. Seorang
wanita yang tinggal di bangunan sebelah keluar dan berdiri sambil mendengarkan
sebentar di trotoar. Setelah itu ia mengatakan akan memanggil polisi, jika mereka
masih saja berteriak-teriak.
Kemudian Ernie pergi, dan Gracie Montoya masuk lagi ke apartemennya untuk
mengambil tas. Aku melihatnya pergi dengan mobilnya beberapa menit kemudian.
Aku masih menunggu selama kira-kira setengah jam di sana. Tapi Gracie tidak
kembali. karenanya aku lantas pergi saja
"Hm! kata J upe. "Tentang apa mereka itu ribut-ribut, ya? Aku ingin tahu!
Sudahlah, kita lihat saja dulu apa yang sejauh ini sudah berhasil kita ketahui.
J upiter mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajahnya nampak bersungguh-
sungguh.
Kita bisa memastikan bahwa si Buta itu ada di dekat tempat perampokan
berlangsung, katanya. Dan lewat dompet, kita juga bisa menghubungkan dia
dengan Ernie serta kawan-kawannya. Gracie Montoya ada hubungannya dengan
kelompok itu, dan juga dengan Mr. Bonestell. Yang paling menarik, gadis itu
ternyata penata rias. Mungkinkah dia yang merias seseorang sehingga kelihatannya
seperti seorang teroris dari Mesa dOro yang sudah mati? Dan mungkinkah ia
sendiri menyamar menjadi laki-laki lalu ikut berperan dalam perampokan itu?
Tingginya cocok, kalau menurut keterangan yang diberikan Mr. Bonestell
mengenai para perampok itu. Dan tadi ia mengatakan padaku bahwa cuma
perampok yang menyamar sebagai petugas pembersih yang bernama Rolf saja
yang berbicara sejak ia disekap oleh mereka sampai saat berlangsungnya
perampokan. Yang dua lagi membisu terus.
"J ika salah seorang dari mereka memang Gracie, tentu saja ia tidak berani bicara,
karena pasti akan ketahuan," kata Pete.
Jadi ada kemungkinan salah satu dari para perampok itu wanita kata J upe,atau
mungkin juga yang tidak mau berbicara itu tidak bisa berbahasa Inggris, dan
mereka tidak mau kenyataan itu ketahuan.
Bisa saja mereka itu kedua pemuda yang serumah dengan Ernie, kata Pete. Aku
tidak tahu orang mana mereka itu, tapi bahasa Spanyol mereka sangat fasih.
Mungkin saja mereka tidak bisa berbahasa Inggris."
Sedang Ernie, ia fasih berbahasa lnggnis dan Spanyol, kata J upe. Kurasa
sekarang kita perlu tahu lebih banyak tentang Ernie dan kawankawannya. Bob, kau
satu-satunya di antara kita bertiga yang belum pernah dilihat orang-orang di
dermaga Denicola. Kau bisa berkeliaran di sekitar sana dengan aman, karena
biasanya memang selalu ada saja yang menonton orang yang sedang mengutak-
ngutik kapal. Ernie sudah melihat aku dan Pete, jadi kami tidak bisa lagi
melakukan tugas itu.
Oke, kata Bob.
Aku sendiri akan ke tempat Gracie Montoya barangkali saja ada sesuatu yang
bisa dilihat di sana kata J upe. Lalu kau, Pete, bagaimana jika kau tinggal saja di
sini, dalam kantor? Si Buta sudah sekali beraksi hari . Menurut firasatku kita akan
melihatnya lagi. Dan jika itu terjadi, mungkin kita perlu saling memberi tahu. kau
menjadi penghubung kita."
"Alaa, bilang saja aku menjaga telepon di sini," kata Pete. "Oke, aku sama sekali
tidak keberatan! Tapi jika si Buta muncul di dalam sini, pasti yang kutelepon
bukan kaliantapi polisi!"
"Boleh saja! kata J upiter dengan gembira. "Tapi," katanya menyambung, "Kurasa
sebaiknya kita semua harus berhati-hati. Si Buta tahu di mana kita berada, dan ada
kemungkinan ia juga tahuatau bisa mendugaapa yang kita lakukan. Tadi ia
lari, tapi itu tidak selalu harus begitu. Ia bisa merupakan bahayasetiap saat!




Bab 13
PERINGATAN

Asyik juga, kelihatannya," kata Bob Andrews.
Ia berdiri di pinggir dermaga Denicola. Saat itu hari J umat pagi. Pasang sedang
surut, sehingga letak geladak Maria III lebih rendah dari lantai dermaga tempat
Bob berdiri. Ernie ada di kapal, sedang mengecat sisi luau bulk anjungan kemudi.
Bob menunggu sesaat. Tapi Ernie tidak menanggapi komentarnya. Bahkan
menoleh pun tidak.
Rumah kami dicat, tahun lalu, kata Bob lagi. Aku diperbolehkan para tukang
membantu mereka. Aku mengecat bingkai jendela-jendela.
Ernie berhenti bekerja. Ia menoleh ke arah Bob, lalu memandang kuas yang ada di
tangannya. Setelah itu ia melangkah mundur menjauhi dinding bilik anjungan, dan
menyodorkan kuas pada Bob.
Bob meloncat turun ke geladak. Sambil nyengir diambilnya kuas lalu mulai
mengecat dengan hati-hati dan rapi. Ernie memperhatikan sambil tersenyum.
Setelah beberapa menit bekerja tanpa bicara, akhirnya Bob membuka mulut
"Wah pasti asyik, yabekerja di kapal! katanya.
Ernie hanya mendengus saja.
Aku pernah sekali diajak paman temanku naik perahu motor, kata Bob dengan
gaya mengoceh. "Asyik rasanyatapi kemudian kami sampai di tempat yang
bergelombang tinggi. Ia menyambung dengan kisah yang panjang dan kocak,
bagaimana ia mabuk laut. Akhirnya Ernie tertawa.
Ya, memang begitulah, kalau orang belum biasa naik kapal, kata pemuda itu. Ia
berbicara tanpa logat asing sama sekali. Kalau aku, aku tidak pernah mabuk laut.
Setelah didesak-desak sebentar, Ia menyambung dengan kisah tentang badai paling
gawat yang pernah dialaminya. Bob bertanya-tanya seperti anak yang terkagum-
kagum, dan Ernie makin lama makin bersikap ramah padanya. Tapi sebelum Bob
berhasil mengorek keterangan yang ada gunanya, dua orang pemuda yang sebaya
dengan Ernie datang. Mereka bicara dengan Ernie dalam bahasa Spanyol. ketika
pemuda itu menjawab, Ia melirik ke arah Bob. Setelah itu ia buru-buru naik ke
dermaga, lalu diajaknya kedua pemuda yang datang itu agak menjauh dari Maria
III.
Ketika sudah cukup jauh, ketiga pemuda itu lantas berdiskusi. Bob berusaha.
memperhatikan mereka tanpa menyolok. kedua pemuda yang baru datang
menggerak-gerakkan tangan ke arah pantai, dan seorang dari mereka menuding
seperti hendak menunjukkan bahwa ada sesuatu datang dari arah utara. Ernie
kelihatan mengangkat bahu, sementara salah seorang pemuda itu mengepalkan
tangan dan mengacung-acungkannya ke atas. Yang seorang lagi menunjuk arloji
tangannya sambil mengatakan sesuatu dengan bersemangat pada Ernie.
Akhirnya Ernie berpaling, sementara kedua kenalannya pergi meninggalkan
dermaga, kembali ke pondok reyot yang menghadap ke jalan raya dan
membelakangi laut. Bob menarik kesimpulan, pasti mereka itulah teman-teman
yang serumah dengan Ernie.
Ernie turun lagi ke kapal, lalu meneliti hasil kerja Bob dengan sikap senang.
Bagus sekali, katanya dengan ramah.
Anda fasih sekali berbahasa Spanyol tadi! kata Bob. Kawan-kawan Anda juga.
Itu bahasaku yang kedua, kata Ernie dengan nada menyombongkan diri.
Kawan-kawanku itu dari Amerika Selatan. Mereka kurang bisa berbahasa lnggris,
jadi kami berbicara dalam bahasa Spanyol."
Bob melihat Mrs. Denicola yang tua muncul dari numah yang di dekat pelatanan
parkir. Ia membawa baki dengan sesuatu yang kelihatannya seperti termos serta
beberapa mangkuk. Ketika sudah separuh jalan dari rumah tadi ke bangunan kecil
di mana Eileen Denicola berada, wanita tua itu memandang ke arah Maria III, ia
berhenti sejenak. Rupanya ia melihat Bob ada di situ bersama Ernie, sedang kuas
ada di tangan Bob. Meski jarak yang memisahkan tempat wanita itu berdiri dan
kapal paling sedikit seratus meter, tapi Bob bisa melihat bahwa sikap Mrs.
Denicola berubah menjadi tegang.
Setelah beberapa saat, wanita tua itu meneruskan langkahnya, menuju ke kantor
dan langsung masuk. Sesaat kemudian Eileen muncul dan menuju ke dermaga.
Wanita yang lebih muda itu memakai baju kerja yang terbuat dari kain kasar
berwarna biru dengan kerah terbuka. Selembar selampai berwarna putih dan biru
meliliti lehernya. Ia memakai celana jeans yang sudah pudar warnanya, sedang
kakinya terbungkus sepatu santai berwarna biru yang sudah tidak baru. Ia datang
dengan langkah-langkah tegas. kelihatannya agak marah.
"Kau yang seharusnya mengecat bilik anjungan, katanya pada Ernie. Ia
mengatakannya dengan suara biasa, tapi tetap saja terdengar galak.
Anak ini yang ingin membantu, jawab Ernie dengan sikap tak acuh. "Ia suka
mengecat.
Itu memang betul, Maam, kata Bob. Saya memang suka mengecat.
Baiklah, tapi selebihnya harus diselesaikan sendiri oleh Ernie," kata Eileen
Denicola. Mertuaku ingin bicara sebentar denganmu.
Dengan saya? kata Bob.
Ia menunggu di sana. Eileen menuding ke arah kantor. Aku tidak tahu untuk
urusan apa, tapi aku disuruhnya memanggilmu. Berikan kuas ini pada Ernie, dan
ikut aku."
Bob menyerahkan kuas pada Ernie, lalu mengikuti Eileen ke kantor. Wanita itu
berpaling sebentar untuk mengatakan pada Ernie agar kapal sudah siap untuk
berangkat sesudah makan siang. J angan sampai terlambat, katanya. Kita harus
ke Kelleher untuk membeli bahan bakar. Besok pagi pukul tujuh akan ada empat
puluh tiga orang di sini, jadi saat itu kita takkan punya waktu lagi."
"Baik, Mrs. Denicola," kata Ernie, lalu mempercepat sapuan kuasnya.
Bob tersenyum. Kelihatannya Eileen Denicola sudah biasa perintahnya dipatuhi.
Kini wanita muda itu berjalan di depannya. Rambutnya yang merah terayun-ayun
mengikuti irama langkahnya. Mrs. Denicola yang tua datang menyongsong mereka
di pintu kantor.
Kita ke rumah." kata wanita tua itu. Ia menggerakkan tangannya ke arah Bob.
Kau, Anak muda, kau ikut denganku.
Bob mengikutinya ke rumah. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa ia dipanggil.
Mrs. Denicola mengajaknya masuk ke sebuah ruang duduk. Suasana di tempat itu
kaku dan agak asing, dengan kursi-kursi besar berlengan dan bersandaran tinggi
serta sebuah sofa panjang yang jelek sekali.
Duduklah. Mrs. Denicola menunjuk ke sebuah kursi yang letaknya membentuk
sudut siku dengan sofa. Setelah keduanya duduk, wanita tua itu melipat kedua
tangannya di pangkuannya, lalu menatap Bob dengan matanya yang begitu tajam
sehingga Bob terpaksa membuang muka.
Aku pernah melihatmu?" kata wanita itu.
Saya... saya rasa kita belum pernah berjumpa," kata Bob dengan kikuk.
Kau memang tidak mungkin tahu, tapi aku pernah melihatmu, kata Mrs.
Denicola lagi. Aku melihatmu dalam mimpi, lalu aku melihatmu di sana tadi. Ia
menggerakkan tangannya ke arah jendela. Kurasa lebih baik jika kau tidak ada di
sini.
Mrs. Denicola nampaknya menunggu jawaban. Bob membuka mulut untuk
mengatakan sesuatu. Tapi tenggorokannya seperti tersumbat, sehingga hanya bunyi
antara tersedak dan batuk yang keluar. Ia menutup mulutnya dan menarik napas
dalam-dalam, lalu mendeham-deham sebentar.
Saya cuma... cuma membantu mengecat saja tadi, katanya. Saya belum pernah
kemari, dan...
Ia tidak meneruskannya. Dengan tiba-tiba Ia merasa kikuk. Ia tidak ingin
menyinggung perasaan wanita tua yang duduk di dekatnya itu, tapi ia ngeri
menghadapi kekuatan yang dirasakannya ada dalam diri wanita itu. Berhadapan
dengan Mrs. Denicola, Bob lantas teringat pada wanita-wanita bijaksana dari
zaman purba yang bertapa dalam gua dan yang bisa meramal masa depan serta
memperingatkan orang-orang akan bencana yang akan datang menimpa.
Hawa dalam rumah kecil itu pengap, tapi anehnya Bob merasa kedinginan.
Mrs. Denicola mendekatkan dirinya ke Bob, dengan tangan masih terlipat di
pangkuan yang terbungkus gaun berwarna hitam. Wajahnya cekung dan penuh
kerut. kelihatannya kurus dan sangat capek.
Kau seharusnya jangan kemari, kata wanita itu lagi. Kau kemari ini karena ada
perlu, menurutku. Kenapa kau datang?"
K kenapa? kata Bob dengan suara berbisik. Ia sendiri heran mendengar
bahwa ia berbisik, tapi ia tidak mampu berbicara dengan suara lebih keras. "Tidak
karena kenapa-kenapa. Saya cuma... cuma iseng saja."
Tapi dengan segera ia membuang muka, karena merasa yakin bahwa wanita itu
bisa membaca pikirannya, dan oleh sebab itu pasti tahu bahwa ia berbohong.
Keselamatanmu terancam, kata wanita itu. Kau harus lekas-lekas pergi dari sini.
Dan jangan kembali! J ika kau tetap ada di sini, nanti akan terjadi sesuatu yang
mengerikan. Dalam mimpi itu kulihat kau berada di suatu tempat yang bergetar-
getar. Ada bunyi yang sangat nyaring, dan kau jatuh bersama ambruknya tempat di
mana kau sedang berada. Di sekitarmu tanah merekah.
Bob memandang wanita tua itu. Ia merasa takut sekali. Kemudian disadarinya
bahwa tangannya terkepal, lalu dipaksanya agar terbuka kembali.
Eileen Denicola sudah mengatakan pada J upiter bahwa mertuanya kadang-kadang
memimpikan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi. Dan wanita tua itu
menceritakan mimpinya pada J upiter tentang seorang tunanetra yang memungut
dompet yang tergeletak di tanah. Kini ia memimpikan tanah yang merekah, serta
Bob jatuh. Apa makna mimpi itu?
Gempa bumi! Mrs. Denicola pasti mimpi tentang gempa! Tapi apa gunanya
menceritakan hal itu pada Bob? Dengan meninggalkan dermaga itu ia takkan bisa
melarikan diri dari gempa.
Mrs. Denicola mendesah.
Kau beranggapan aku ini perempuan tua yang tidak waras pikirannya, katanya
dengan sendu. Mungkin memang lebih baik tidak kuceritakan mimpiku itu
padamu. Kau akan pergi dan kembali dengan anak-anak lain, lalu mereka akan
tertawa-tawa dan mengatakan bahwa aku ini dukun sihirdukun sihir Italia tua
yang sudah sinting! Tapi sungguh, aku melihatmu di tempat yang menjadi
berantakan, dan aku... aku juga ada di situ!
Saat itu pintu depan rumah itu terbuka, menyebabkan angin segar menghembus ke
dalam. Eileen Denicola muncul di serambi depan dan menjenguk ke dalam ruang
duduk, memandang mereka. Tampangnya kelihatan geli, tapi bercampur cemas.
Ada apa, sih? katanya. Suaranya terdengar dipaksa bernada riang. "Mudah-
mudahan saja bukan mimpi lagi."
"Kalau ya, memangnya kenapa?" kata wanita tua itu. Ia memajukan tubuhnya lalu
menyentuh lutut Bob. Aku merasa bahwa dia ini anak baik yang biasa bekerja
keras, katanya. Aku mengatakan padanya bahwa ia akan berhasil dan maju
selama mau mendengarkan nasihat orang-orang yang bermaksud baik padanya."
Mrs. Denicola yang tua berdiri. Aku harus bergegas sekarang katanya pada
Eileen. Tamu kita sebentar lagi datang, dan masih banyak yang harus
dipersiapkan.
Setelah itu ia keluar, tanpa mengatakan apa-apa lagi pada Bob.
"Beres?" kata Eileen Denicola.
"Ya," jawab Bob dengan suara pelan. "Terima kasih.
Ia berdiri lalu bergegas keluar, melewati wanita berambut merah itu. Bob merasa
seram jika masih lama lagi di tempat itu. Ia harus cepat-cepat pergi!





Bab 14
ERNIE MENGADAKAN PERJANJIAN

KEDUA pemuda yang sekamar dengan Ernie muncul lagi di pantai. Mereka
berjalan menuju dermaga. Ernie masih terus sibuk mengecat di anjungan kapal.
Semuanya kelihatan persis seperti dua puluh menit sebelumnya. Tapi bagi Bob,
segala-galanya sudah berubah.
Mrs. Denicola yang tua berbicara tentang adanya bahaya.
Di pinggir jalan raya, beberapa ratus meter dari dermaga ada sebuah kawasan
perbelanjaan kecil-kecilan. Bob melihat bahwa di situ ada pasar swalayan kecil,
sebuah tempat cuci pakaian dengan peralatan otomatis, dan sebuah kantor real-
estate. Ia juga melihat sebuah bilik telepon di depan pasar. Dengan segera ia ke
sana, lalu memutar nomor telepon kantor Trio Detektif.
Dengan segera pula Pete menjawab. Begitu mendengar suara Bob, ia langsung
bertanya, Semuanya beres?"
Ya, kurasa bisa dibilang begitu. Tapi wanita tua ituMrs. Denicola yang tuaia
mengatakan padaku bahwa ia bermimpi tentang aku. kau ingat, menantunya
mengatakan bahwa mertuanya biasa memimpikan hal-hal yang betul-betul terjadi?
Nah, dalam mimpinya tentang aku, dilihatnya aku dalam bahaya. Aku berada di
suatu tempat di mana segala-galanya bergerak dan berjatuhan. Seperti sedang ada
gempa. Ia mengatakan, aku tidak boleh ada di sini. Menyeramkan, ya?
Sesaat tidak terdengar jawaban. Kemudian Pete berkata, He, Bob! J ika mimpi
wanita tua itu kemudian ternyata sungguh-sungguh terjadi, mungkin lebih baik jika
kau pergi saja dari sana. Bagaimana, aku perlu datang untuk menggantikan?"
Itu kan cuma mimpi, kata Bob. Itu dikatakannya lebih banyak untuk
menenangkan perasaannya sendiri.
Baiklah. Tapi hati-hati, ya! kata Pete.
Itu sudah pasti, kata Bob berjanji. Aku belum ingin pergi saat ini. Kelihatannya
sebentar lagi akan ada sesuatu. Masih ingat kedua pemuda yang tinggal bersama
Ernie? Mereka mondar-mandir terus di dermaga, berbicara dengan Ernie dalam
bahasa Spanyol. Kelihatannya ada sesuatu yang membuat mereka bersikap begitu
gelisah.
Sebuah mobil pick up muncul di jalan raya. Kendaraan itu berjalan larnbat-lambat,
lalu membelok masuk ke pelataran parkir perusahaan Denicola dan berhenti di situ.
Seorang laki-laki bertubuh jangkung dan langsing, dengan pakaian kerja dan kain
drill turun dan mobil itu lalu berja!an menuju dermaga.
Jangan jauh-jauh dari telepon, kata Bob. "Nanti aku menelepon lagi."
Bob keluar lagi dari bilik telepon. Banyak mobil dan berbagai jenis diparkir
berderet-deret di pinggir jalan raya. Bob berjalan kembali ke arah dermaga dengan
berlindung di balik deretan kendaraan itu.
Sementara itu laki-laki jangkung yang baru datang tadi sudah sampai di tempat
Ernie serta kedua kawannya, di samping Maria III. Bob berhenti sebentar, untuk
memperhatikan Ernie berbicara dengan orang itu. Tampang Ernie nampak marah.
Ia berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya.
Bob beringsut ke sudut sebuah mobil kombi yang sedang diparkir, lalu turun ke
pasir dan langsung menuju ke bawah dermaga.
Keempat orang yang ada di samping kapal penangkap ikan tidak melihatnya.
Dengan segera Bob sudah sampai di tempat a menaruh sepedanya tadi. Tapi ia
terus berjalan, sampai ke batas air.
Sesampai di sana ia berhenti, lalu memasang telinga. Ia bisa mendengar suara
keempat orang itu berbicara. Tapi tempat mereka berada masih terlalu jauh. Lagi
pula bunyi ombak memecah terlalu dekat. Jadi Bob tidak sampai bisa menangkap
kata-kata yang diucapkan keempat orang itu.
Kening Bob berkerut. Andaikan Ia bisa menangkap kata-kata yang diucapkan,
kemungkinannya ia tetap takkan mengerti, karena barangkali mereka berbicara
dalam bahasa Spanyol.
Tapi kemudian didengarnya langkah orang di atas kepalanya. Orang-orang itu
berjalan mendekat.. Mereka berhenti sebentar untuk berbicara. Kedengarannya
seperti sedang bertengkar. Lalu berjalan lagi, makin lama makin dekat. Akhirnya
mereka sampai tepat di atas kepala Bob. Setelah itu ia pun ikut berjalan di bawah
lantai, sambil mendongak dan mendengarkan. Langkahnya tidak kedengaran,
karena ia berjalan di pasir.
Oke, Strauss. itu suara Ernie. Ia berhenti melangkah, begitu pula yang lain-
lainnya. Aku bisa mengerti bahwa kau belum mau, sampai sudah melihat
sebagian dari uangnya. Tapi kami pun perlu melihat barang itu dulu. Awas kalau
tidak bagus!
"Kujamin, sudah pasti bermutu, kata seseorang. Mestinya dia itu yang bernama
Strauss, karena ia berbicara tanpa logat asing. Nadanya tegas. Tapi kalian
kelihatannya tidak begitu bisa diandalkan. Untuk apa sebenarnya aku bicara
dengan kalian? Aku ingin ketemu Alejandro sendiri. Dialah yang mengadakan
bisnis ini."
Aku mewakili Alejandro, kata Ernie. J ika kau memaksa, bisa saja kami
mengatur pembayaran uang muka.
Ya, itu harus! kata Strauss.
Seperempat dari keseluruhannya, kata Ernie. Sisanya kami tahan, dan baru akan
karni serahkan jika barangnya sudah kami terimadan kondisinya seperti yang
dijanjikan.
Separuh sebagai uang muka. kata Strauss.
Kini suaranya terdengar bernada datar, nyaris bersikap masa bodoh. "Separuh
sisanya apabila barang sudah diserahkan. Tanpa uang muka, takkan terjadi apa-
apa. Kalian harus tahu, aku sama sekali tidak perlu kalian. Barang itu bisa kujual
pada siapa saja."
Selama beberapa saat tidak terdengar apa-apa di atas. Kemudian Ernie berbicara
lagi.
Baiklah, separuh sebagai uang muka. Tapi sebelum separuhnya lagi diserahkan,
kami harus menerima barangnya dulu. Kau kembali saja ke Pacific States dan
menunggu di sana. Nanti kutelepon jika uangnya sudah ada padaku.
Kenapa tidak di sini saja aku menunggunya?" kata Strauss. Kenapa harus
mondar-mandir segala!
Karena itu memerlukan waktu, dan majikanku saat ini sudah jengkel saja di
kantornya karena beranggapan bahwa aku ini sedang bermalas-malasan. J adi kau
kembali saja dulu dan menunggu teleponku di sana."
Sesudah itu tidak terdengar apa-apa selama beberapa saat. Menurut dugaan Bob,
orang yang bernama Strauss itu pasti sedang menoleh, memandang ke arah kantor
dengan jendela-jendelanya yang menghadap ke dermaga. Dan pasti Eileen
Denicola ada di dalamnya, memandang ke arah keempat orang itu.
"Ya, baiklah, kata Strauss kemudian. Mungkin memang lebih baik jika aku tidak
kemari tadi. Oke. Akan kutunggu kau menelepon di Pacific States. Tapi jangan
coba-coba mengulur-ulur waktu. Ingat kalian lebih perlu aku, daripada aku perlu
kalian."
Setelah itu terderigar langkah orang pergi ke arah darat. Pasti itu Strauss, kata Bob
dalam hati. kemudian terdengar suara Ernie lagi. Ia mengatakan sesuatu dalam
bahasa Spanyol. Nadanya seperti mengumpat. Lalu terdengar suara kedua pemuda
yang lain, menggumam dengan nada marah.
Setelah itu terdengar langkah-langkah ringan berjalan di atas dermaga Bob
mendengar suara seorang wanita, bernada jengkel.
Siapa itu tadi?" tanya Eileen Denicola.
Dia anggota salah satu perkumpulan, kata Ernie. Katanya, Ia melihat Maria III
dari jalan, lalu kemari untuk menanyakan apakah bisa disewa.
Lain kali kalau ada orang menanyakan begitu, suruh dia datang ke kantor, kata
Eileen.
"Baik Mrs. Denicola." kata Ernie.
"Sekarang pergilah makan dulu," kata Eileen lagi. Pukul satu tepat kau harus
sudah ada di sini lagi, supaya kita bisa langsung berangkat untuk mengisi bahan
bakar. Dan jangan kauajak kawan-kawanmu itu. Mengerti?
Baik Mrs. Denicola, kata Ernie dengan nada patuh.
Setelah itu diajaknya kedua temannya menyingkir, dan Eileen pun pergi
meninggalkan tempat itu. Bob menunggu di bawah lantai dermaga yang gelap.
Ketika ia sudah melihat Ernie dan kedua kawannya berjalan melintasi pasir pantai
menuju pondok mereka yang reyot, barulah Bob beranjak dan pergi ke arah yang
berlawanan. Ia ingin tahu di mana letak tempat yang bernama Pacific States.
Kedengarannya seperti nama kota. Tapi Bob belum pernah mendengar ada kota
yang namanya begitu. Ia berlari-lari kecil. kembali menuju bilik telepon di depan
pasar.
Dalam buku telepon yang ada di situ tidak ditemukannya kota yang bernama
Pacific States. Tapi dalam kelompok dengan huruf awal P ditemukannya sebuah
perusahaan ekspedisi dan pergudangan yang namanya Pacific States. Kantornya di
kota Oxnard, di jalan yang bernama West Albert Road. Ia memutar nomor telepon
yang tertera di situ, lalu menanyakan apakah bisa bicara dengan Mr. Strauss.
"Ia sedang tidak ada, kata orang yang menerima. Bisakah saya mengetahui
nomor telepon Anda, supaya ia menelepon ke sana jika sudah kembali nanti?"
Itu tidak perlu, kata Bob. Saya akan menelepon lagi."
Setelah itu Bob hendak menelepon Pete di kantor Trio Detektif. Tapi saat itu
dilihatnya seorang laki-laki keluar dari pasar. Rasanya ia mengenalnya. Ketika
orang itu menuju ke tempat mobilnya diparkir, Bob melangkah keluar dari bilik
telepon dan dengan langkah santai menghampirinya.
He, Bob! sapa orang itu. Apa yang kaulakukan di sini?"
Halo, Mr. Soames! Orang itu tetangga Bob. Tinggalnya di seberang jalan,
berhadap-hadapan dengan rumah keluarga Andrews.
Saya sedang... sedang melihat-lihat keadaan di sini," kata Bob. Akhir pekan ini
saya mungkin akan memancing kemari, bersama Ayah."
Mr Soames memandang berkeliling. "Kau kemari dengan sepeda?
Bob menggeleng.
Saya tadi membonceng mobil kenalan, katanya berbohong. Ia hampir semahir
J upiter berbohong, kalau keadaan benar-benar memerlukan, Anda kebetulan
hendak ke utara, barangkali?
Ya, memang, kata Mr. Soames. Aku hendak menjenguk saudaraku di
Carpinteria."
Sudah saya sangka Anda akan ke sana. Bolehkah saya ikut sampai Oxnard?"
Boleh saja... tapi aku belum akan kembali hari ini. Bagaimana kau pulang nanti?"
"ltu gampang, kan bisa naik bis antarkota, kata Bob. Wah, terima kasih, Mr.
Soames!
Ia buru-buru masuk ke dalam mobil kecil itu dan duduk di samping Mr. Soames.
Dalam hati Ia tersenyum bangga, karena J upe sendiri belum tentu akan bisa
berbuat begitu.
Sekarang ia tidak perlu membuang tenaga, bersepeda ke kota yang lumayan
jauhnya itu! Dan barangali nanti ia akan bisa mengetahui barang apa yang hendak
dibeli Ernie serta kedua kawannyadan berapa mereka berniat membayarnya!









Bab 15
BOB DALAM KESULITAN

J UPITER duduk di pinggir jalan, di seberang gedung apartemen tempat tinggal
Gracie Montoya. Ia merasa jengkel, dan juga bosan. Pukul sembilan pagi tadi a
membunyikan bel apartemen gadis itu, dan sekali lagi berusaha membujuknya agar
mau berlangganan Santa Monica Evening Outlook. Tapi gadis itu kembali
menolak, dan sekali ini kelihatannya sedang tidak ingin diajak mengobrol.
Setelah itu J upe pergi ke seberang jalan. Dari situ diamat-amatinya apartemen
Gracie, sepanjang pagi. Ia melihat gadis itu membawa cuciannya ke sebuah
ruangan yang terletak di bagian belakang bangunan tempat tinggalnya, dan
kemudian kembali dengan setumpuk pakaian yang sudah dilipat rapi. Kini Gracie
Montoya duduk-duduk di samping kolam, sambil mengecat kukunya. J upiter ingin
sekali bercakap-cakap lagi dengan dia. Akhirnya diputuskannya untuk pura-pura
kehilangan buku pesanan.
J upiter berdiri, lalu menyeberang. Tapi ketika sampal di pintu gerbang gedung
tempat tinggai Gracie, a tertegun. Dilihatnya gadis itu sekarang memegang
pesawat telepon yang disambungkan dengan kabel yang sangat panjang. Terdengar
suaranya berbicara dengan seseorang yang hernama Marilyn.
Aktingnya payah, kata Gracie, tapi menurut yang kudengar, teknik efeknya
hebat. Sewaktu pesawat ruang angkasa meledak, tempat duduk penonton sampai
terasa bergetar. Aku tadi sudah menelepon, katanya pertunjukan pertama dimulai
pukul dua. Bagaimana? Kita makan roti dulu sebelum nonton?"
J upe berpaling. Rupanya Gracie Montoya hendak pergi nonton film. Katakanlah ia
bisa membuntutinya, takkan banyak yang akan bisa diketahuinya dan duduk terus
sampai sore dalam bioskop.
J upe bertanya-tanya dalam hati, apakah Bob lebih berhasil dengan tugasnya di
Dermaga Denicola. Ia juga bertanya-tanya, apakah ada yang berhasil dicapai
selama ini oleh Trio Detektif, untuk menolong Mr. Bonestell. Mungkinkah Ernie
beserta kawan-kawannya perampok bank itu?
Dan jika benar, bagaimana Trio Detektif bisa membuktikannya?
Tiba-tiba J upe teringat pada sesuatu yang
pernah beberapa kali dilihatnya dalam film dari acara-acara televisi. Dngan segera
a mengambil sepedanya, lalu cepat-cepat kembali ke Pangkalan J ones.
Pete ada dalam kantor mereka, sedang membalik-balik halaman sebuah majalah
olahraga. Kelihatannya ia bosan.
"Untung kau datang, katanya begitu J upe masuk. Membosankan rasanya, duduk
terus seorang diri di sini. Tapi Bob tadi menelepon.
Lalu, apa katanya?" kata J upe.
Ia merasa akan terjadi sesuatu di Dermaga Denicola. Kedua teman Ernie ada di
sana, bercakap-cakap dengan Ernie. kata Bob, mereka kelihatannya gelisah tentang
sesuatu. Dan Mrs. Denicola, yang tua maksudku, Ia mimpi tentang Bob. Katanya
Bob dalam bahaya, dan mengatakan bahwa Bob jangan berada di dermaga itu!
J upiter merasa dirinya menjadi agak tegang. Ia tidak tahu apakah harus percaya
atau tidak pada kebenaran mimpi Mrs. Denicola. Tapi Ernie? Itu soal lain.
"Kapan Bob menelepon tadi? tanyanya.
Begitulah, setengah jam yang lalu. Atau mungkin juga lebih. Kukatakan padanya
bahwa aku akan ke sana untuk menggantikannya, tapi ia ingin tetap di situ.
"Oke." J upe mengangguk. "Sekarang begini. Aku akan ke sana. Akan kucoba
memotret ketiga orang itu. Nanti foto mereka akan kuretusirkuberi kumis dan
rambut palsulalu kutunjukkan pada Mr. Bonestell. Siapa tahu, barangkali ia
mengenali mereka kembali."
Ia bergegas masuk ke kamar gelap, mengambil kamera yang diperlengkapi dengan
lensa tele.
"Kau menjaga terus di sini, katanya pada Pete. Nanti kutelepon kemari, kalau
sudah berjumpa dengan Bob.
Setengah jam kemudian J upe sudah berada di pinggir jalan, di seberang Dermaga
Denicola. Kapal Maria III tidak kelihatan, dan juga tidak ada siapa-siapa dalam
kantor kecil yang di dekat dermaga. J upiter tidak melihat Ernie dan Eileen di
sekitar situ.
Ia mengangkat bahu, lalu mendorong sepedanya ke seberang jalan dan langsung
menuju ke bawah dermaga. Ditemukannya sepeda Bob di sana. Terikat dengan
rantai yang digembok ke salah satu tiang penyangga. J upe mengunci sepedanya di
samping sepeda itu, lalu memandang ke kanan dan ke kiri. Tapi ia tidak melihat
Bob. Hanya orang-orang yang sedang memancing di pantai saja yang nampak,
serta anak-anak yang sedang bermain-main dengan seekor anjing. Sambil
menenteng kamera, ia menuju pelataran parkir Denicola. Tidak ada siapa-siapa di
situ. Kemudian dilihatnya mobil station wagon di dalam garasi terbuka di sebelah
rumah beratap genting batu kelabu yang tenletak dekat dermaga. Rupanya ada
orang di rumah keluarga Denicola.
J upiter pergi ke sana. Ia tidak perlu membunyikan bel lagi, karena pintu depan
langsung terbuka. Mrs. Denicola yang tua muncul di ambangnya. Ia menatap
J upiter dengan tajam.
Anda melihat teman saya di sini tadi, Mrs. Denicola?" kata J upiter.
Temanmu?"
"Ya, ia kemari tadi pagi dan Anda berbicara dengan dia, kata J upiter. Anda
bermimpi tentang dia."
Ah! kata Mrs. Denicola. J adi anak itubertubuh kecil dan berkaca matadia
itu temanmu. Kurasa ini sebelumnya sudah kuketahui."
Ia menatap J upiter sambil mengerutkan kening. Tapi J upe merasa bahwa wanita
tua itu tidak benar-benar marah.
Anda masih melihatnya lagi setelah itu? tanya J upe. "Sepedanya ada di bawah
lantai dermaga, tapi a sendiri tidak kelihatan di mana-mana. Mungkinkah ia ikut
keluar dengan kapal? Barangkali ia diajak pesiar sebentar oleh menantu Anda.
Mrs. Denicola mengge!eng. "Eileen pergi bersama Ernie naik Maria, katanya.
Aku melihat mereka berangkat berdua saja.
Kalau begitu ke mana si Bob? kata J upe, setengah pada dirinya sendiri.
"Aku tidak tahu," kata Mrs. Denicola. Ia mundur selangkah sambil membuka pintu
lebar-lebar. Tapi kurasa akan terjadi suatu bencana. Aku memimpikannya, dan
aku takut. Kurasa kau perlu bercerita tentang dirimu dan temanmu itu. Ayo,
masuklah."
Mendengar suara Mrs. Denicola, untuk pertama kalinya J upe benar-benar merasa
waswas memikirkan Bob.
Sementara itu di Oxnard, Bob mendatangi perusahaan ekspedisi Pacific States.
Tempatnya di sebuah pekarangan gersang, di Albert Road. Bob melihat pagar
kawat yang tinggi, sebuah bangunan dari batako tanpa jendela, serta beberapa truk
pengangkut barang berwarna putih kotor. J alan masuk dari gerbang ke dalam
berlubang-lubang. Di sana-sini nampak genangan air. Gerbang itu dikunci dengan
gembok.
Tidak ada siapa-siapa di situ. Bob berjalan, mengelilingi pekarangan berpagar
tinggi itu. Di mana-mana dilihatnya semak dan rumput liar, peti-peti yang sudah
dibongkar, serta kertas-kertas berserakan. Di belakang diparkir beberapa truk
pengangkut barang, sehingga ia tidak bisa melihat sisi belakang bangunan. Tapi ia
mendengar suara orang bercakap-cakap. Datangnya dari dalam pekarangan.
Bob berhenti berjalan. Ia memasang telinga. Percakapan itu masih terus terdengar,
tapi kata-katanya tidak bisa ditangkap dengan jelas oleh Bob. Dilihatnya ada
sebuah truk di parkir dekat sekali ke pagar. Ia memandang ke kin dan ke kanan
sebentar, menarik napas dalam-dalam, memanjat pagar. Dari situ ia merangkak ke
atap truk tadi.
Bob berbaring di situ sesaat, sambil mengatur napas. Ia memang tidak setangkas
Pete, tapi ia berhasil sampai di atas. kini ia sudah berada di dalam pekarangan.
Bob merangkak maju di atas atap.
Takkan bisa kering pada waktunya, kata seseorang. Suaranya kini terdengar
dekat sekali.
Biar saja," kata seseorang lagi. Kering atau basah, kan bisa saja kita pakai.
Sebuah truk lain diparkir beradu punggung dengan truk di mana Bob berada.
Sepatunya yang bersol karet sedikit pun tidak menimbulkan bunyi ketika ia
melangkah untuk pindah ke atap bak belakang truk yang satu lagi itu. Sesampai di
situ Bob cepat-cepat berjongkok lagi lalu merangkak maju ke sebelah depan. Dari
situ ia melihat ke bawah. Ia melihat suatu tempat yang lapang. Di situ ado dua
orang laki-laki. Mereka berdiri membelakangi truk di atas mana Bob berada.
Mereka sedang memandang sebuah truk bercat putih bersih. Dengan cepat Bob
merebahkan diri di atas atap truk tempatnya berada, lalu mengintip ke bawah.
Bagus, Harry, kata salah seorang dari kedua laki-laki itu. Orang itu Strauss. Ia
berdiri bercekak pinggang, dengan kepala dimiringkan.
Orang yang bernama Harry hanya mendengus sebagai jawaban. Ia memegang
sebuah kaleng berisi cat serta sebuah kuas. Tercium bau cat basah. Pada sisi truk
yang sedang diperhatikan kedua laki-laki itu nampak tulisan yang kelihatannya
baru saja selesai dibuat, menggantikan nama perusahaan ekspedisi yang berlokasi
di situ. Bob membaca tulisan baru itu: McCUTCHEONS MARITIME SUPPLIES.
Bob nyengir dalam hati. Rupanya kedua orang itu mengubah truk itu menjadi milik
sebuah perusahaan yang menyediakan perbekalan kapal.
Kenapa repot-repot, sih?" kata Harry sambil menunjuk dengan kuas.
Kita tidak boleh mengambil risiko, karena taruhannya besar sekali, kata Strauss.
J ika ada yang melihat truk perusahaan ekspedisi di dekat Dermaga Denicola, ada
kemungkinan nanti timbul berbagai pertanyaan."
Setelah itu Strauss berbalik, lalu masuk ke bangunan besar tanpa jendela yang
terbuka pintunya. Sesaat kemudian orang yang satu lagi menyusul ke dalam.
Selama beberapa saat Bob hanya mendengar bunyi kayu bergeser di atas beton.
Akhirnya Strauss muncul lagi. Ia mendorong gerobak dengan tiga peti kayu di
atasnya, menuju truk yang baru selesai dicat huruf-huruf namanya yang baru.
Harry menyusul dengan gerobak sorong pula, berisi peti-peti. Tapi tahu-tahu
gerobaknya terperosok ke dalam lubang. Salah satu peti yang ada di atasnya jatuh
ke tanah dan pecah. Berlusin-lusin kotak yang lebih kecil berserakan dalam
lumpur.
He, hati-hati! teriak Strauss.
Oke, oke, jawab Harry. Tenang-tenang saja! Orang itu berlutut
Dikumpulkannya kotak kota yang berserakan lalu dimasukkannya kembali ke
dalam peti yang pecah. Kemudian diangkatnya peti itu, ditaruhnya lagi di atas
gerobak sorong.
Dari tempatnya mengintip di atas atap truk yang diparkir, Bob bisa melihat bahwa
salah satu kotak kecil itu pecah. Sebagian isinya terjatuh ke tanah. Bob menunggu
sambil menahan napas. Baik Strauss maupun Harry tidak melihat benda-benda
yang tercecer itu. Mereka terus saja memuat peti-peti ke bak belakang truk yang
putih bersih, lalu kembali ke dalam bangunan untuk mengambil peti-peti
selanjutnya.
Mereka sibuk dengan pekerjaan itu selama hampir setengah jam. Mereka memuat
peti-peti dengan berbagai ukuran dan bentuk ke dalam truk. Peti-peti itu ada yang
dari kayu, dan ada pula yang dari kardus bergelombang. Di antaranya ada yang
begitu berat, sehingga perlu dijunjung oleh mereka berdua. Akhirnya mereka
menutup pintu bak belakang truk, lalu menguncinya dengan gembok.
Tidak ada salahnya jika tadi ada yang membantu kita, kata Harry. Ia menepuk-
nepuk keningnya dengan sapu tangan.
Tidak perlu ada orang lain ikut tahu, kata Strauss.
Kedua orang itu masuk lagi ke dalam bangunan besar itu. Bob tetap rebah di atas
truk. Ia menunggu. Lima menit sudah benlalu. Kemudian sepuluh. Tapi Straus dan
Harry tidak muncul lagi. Menurut perkiraan Bob, mereka pasti takkan kembali ke
tnuk yang sudah dimuat itu.
Bob meluncur turun ke atap kabin. Dan situ ke kap mesin, lalu ke tanah. Dengan
cepat Ia berlari menghampiri benda-benda yang tercecer dan kotak yang pecah dan
kini berserakan di tanah. Dipungutnya salah satu benda itu, yang ternyata berat.
Bob merinding ketakutan ketika sadar benda apa yang dipegangnya itu. Sebutir
peluru!
Ketakutannya semakin bertambah ketika ia kemudian mendongak. Ia hendak
meneguk ludah, tapi lehernya serasa tersumbat. Bob merasa sekujur tubuhnya
seperti lumpuh, sama sekali tidak mampu bergerak.
Seekor anjing memandangnya. Seekor Doberman! Anjing penjaga itu berdiri
dengan sikap siaga, tidak sampai tiga meter dari tempat Bob berada. Matanya yang
hitam legam menatap Bob. Telinganya yang runcing ditegakkan. Anjing itu sedikit
pun tidak bersuara. Ia hanya menatap dengan tajam.
He, kata Bob berbisik Tapi yang terdengar hanya desahan. He, sini, Anjing
baik!
Bob berdiri lambat-lambat, lalu mundur selangkah menjauhi anjing itu.
Doberman itu langsung memperlihatkan taringnya. Kini baru terdengar suaranya.
Menggeram, penuh ancaman.
He! kata Bob lagi.
Geraman yang terdengar bertambah keras. Anjing itu bergerak maju, lalu berhenti.
Bob tidak berani lagi mundur. Ia kini benar-benar tahu bahwa anjing itu sudah
dilatih khusus untuk menjaga. Bob tidak bisa berkutik lagi!





Bab 16
JUPE TERJEBAK

BAU keju, bumbu, dan saus tomat menghambur, memenuhi ruangan dalam rumah
keluarga Denicola. Tapi sekali ini J upe sama sekali tidak menyadari bau hidangan
makanan yang sedap itu. Ia duduk berhadapan dengan Mrs. Denicola di ruang
duduk, mendengarkan wanita tua itu menceritakan mimpinya.
Dalam mimpiku aku melihat temanmu dalam sebuah ruangan." katanya.
"Terdengar bunyi yang sangat keras, dan dinding pun merekah lalu ambruk. Aku
belum pernah melihatbaik ruangan maupun anak itu. Tapi tadi pagi, ketika aku
melihatnya sedang mengecat dinding anjungan kapal menggantikan Ernesto,
dengan segera aku tahu bahwa ialah anak yang muncul dalam mimpiku itu, dan
bahwa ia harus pergi meninggalkan tempat ini. Ada bahaya baginya di sini. Itu
jelas sekali kurasakan. Dan bahaya itu bukan mengancam a sendiri saja, tapi juga
aku. Karenanya aku menyuruhnya pergi. dan rupanya ia mau mendengar.
Buktinya, ia tidak ada lagi di sini.
Kening J upiter berkerut.
Mimpi Anda selalu benar-benar terjadi, Mrs. Denicola? tanyanya.
Tidak. Mimpiku, pada umumnya seperti mimpi yang dialami orang lain juga,
sama sekali tidak ada artinya. Tapi beberapa di antaranya lain. Kadang-kadang aku
mimpi berjumpa orang yang sama sekali tak kukenal. Kemudian aku benar-benar
ketemu dengan orang itu. Sehingga aku lantas tahu bahwa mimpiku itu lain. Tapi
tentu saja tidak semuanya kuketahui. Dalam mimpi, aku cuma sekilas saja melihat
sesuatu. Seperti kilatan sinar.
Mimpi Anda, apakah selalu tentang bahaya? tanya J upe lagi.
Tidak! Tiba-tiba wanita tua itu tersenyum. Misalnya saja aku mimpi tentang
seorang wanita muda berambut merah, sebelum anakku Alfredo berkenalan dengan
Eileen. Nah, itu mimpi pertanda baik..."
J upe merasa bahwa Mrs. Denicola kini pasti akan bercerita panjang lebar tentang
keluarganya. Karena itu ia buru-buru mengalihkan pokok pembicaraan. Orang
yang bernama Ernesto ituia keluarga Anda?
Dia? Bukan! Pada air muka wanita tua itu terbayang sikap merendahkan. "Dia
itu orang yang oleh kami di sini dinamakan gelandangan. Tapi bisa saja hatinya
baik Kedua pemuda yang tinggal bersama dia di rumah kecil di pantai itu, mereka
berasal dari Amerika Selatan. Selalu ada saja satu atau dua orang dari sana yang
tinggal bersama Ernesto. Mereka menumpang sampai sudah mendapat kerja.
Mereka belajar bahasa Inggris sedikit-sedikit. Kemudian mereka pergi lagi. Kalau
tidak salah ayah Ernesto orang Amerika Selatan. Ia dulu pernah sangat
memerlukan pertolongan, jadi Ernesto kini menolong orang untuk menghormati
ayahnya. Itulah setiap orang selalu ada nilainya masing-masing. Tidak ada yang
sama sekali tidak berguna."
Kini Mrs. Denicola mengerutkan keningnya.
Dan kau?" katanya pada J upe. Kau kemari sebenarnya bukan untuk mencari
dompet yang hilang, kan? Dan temanmu pura-pura sedang iseng saja kemari
kurasa ia sedang memata-matai, ya? Siapakah yang dimata-matal olehnya?
Ernesto? Ada sesuatu yang terjadi di sini, yang tidak diketahui oleh aku dan
Eileen.
Saya rasa memang ada sesuatu yang sedang terjadi, kata J upiter. Tapi apa
tepatnya, saya tidak tahu. Mrs. Denicola, Anda kan pernah memimpikan seorang
tunanetra yang menemukan dompet. Sejak mimpi itu, pernahkah Anda berjumpa
dengan orang itu? Maksud saya, bukan dalam mimpi?
Tidak, tidak pernah.
Tapi saya dan teman saya Bob, kami melihat dia, kata J upe. Dikeluarkannya
selembar kartu nama Trio Detektif dan dompetnya. Ditulisnya sederetan angka
pada kartu itu, lalu disodorkannya pada wanita tua itu. J ika Anda kapan-kapan
melihat orang itu, harap Anda hubungi nomor ini, katartya. J ika saya sendiri
kebetulan tidak di sana, ada orang lain yang akan menerima pesan Anda. Dan jika
terjadi sesuatu yang tidak biasa umpamanya saja, sesuatu yang dilakukan atau
dikatakan oleh Ernie harap Anda beritahu kami. Saya cemas memikirkan kawan
saya."
Baiklah, kata Mrs. Denicola. kau bijaksana, mengkhawatirkan keselamatan
kawanmu itu.
Bolehkah saya meminjam telepon Anda sebentar?" kata J upe lagi. Barangkali
saja ada kabar dari Bob.
Mrs. Denicola menggerakkan tangannya ke arah serambi depan. J upiter pergi ke
sana untuk menelepon. Diputarnya nomor kantor Trio Detektif. Dengan segera
terdengar- bunyi gagang diangkat, disusul suara Pete.
Bob tadi menelepon lagi, kata Pete. Segera setelah kau pergi. Ia ada di Oxnard.
Katanya muncul orang baru dalam teka-teki yang kita hadapi seseorang
bernama Strauss. Bob mengatakan hendak menyelidiki apa yang akan ditakukan
orang itu, dan nanti dia akan menelepon lagi.
Syukurlah, kalau begitu! kata J upe. Aku sudah khawatir saja jangan-jangan ada
sesuatu yang terjadi dengari dirinya, karena aku menemukan sepedanya di sini."
Tidak, ia tidak apa-apa. Di mana kau sekarang?"
Di rumah Mrs. Denicola. Nanti aku menelepon lagi.
J upiter mengembalikan gagang telepon ke tempatnya. Sementara itu Mrs. Denicola
sudah berdiri di sampingnya.
Temanmu tidak apa-apa? kata wanita tua itu. J upiter tersenyum. Tidak, tadi ia
menelepon dari Oxnard. Ia... ia ada urusan di sana."
Syukurlah, kata Mrs. Denicola. Sekarang aku bisa dengan tenang
menyelesaikan persiapan hidangan untuk tamuku, yang sebentar lagi datang. Dan
kau, tentunya akan melanjutkan urusanmu. Tapi hati-hati, ya?
J upiter berjanji. Setelah itu ia keluar, dan langsung menuju rumah tempat tinggal
Ernie bersama kedua kawannya yang dari Amerika Selatan.
J upiter menemukan tempat yang cocok untuk duduk-duduk di seberang jalan. Ia
duduk di situ, dengan kamera siap di tangan. Tapi lebih dari satu jam kemudian
barulah muncul sebuah truk tua berdebu. Truk itu berhenti, dan salah seorang
teman Ernie turun.
J upiter mengarahkan kameranya ke pemuda itu, lalu memotretnya sebanyak enam
kali, sampai pemuda itu masuk ke dalam rumah.
Sesudah itu J upe menunggu lagi. Ia tersenyum, ketika Maria III muncul. Kapal
penangkap ikan itu lewat agak jauh di depannya, lalu merapat ke dermaga. Dua
orang turun dari kapal itu. Ernie dan Eileen. Ernie nanti pasti harus pulang ke
rumahnya yang di seberang jalan. Selama itu, J upiter menunggu kemunculan
temannya yang satu lagi.
Menit demi menit berlalu. J upiter memperhatikan burung-burung camar yang
terbang menyambar-nyambar di pantai. J ika ia memandang ke kiri, a bisa melihat
jalan menuju Dermaga Denicola. Sekali-sekali dilihatnya ada mobil membelok dan
masuk ke situ, dan sekali-sekali ada pula yang keluar dan situ. J upiter tidak bisa
melihat kantor perusahaan itu karena tertutup rumah keluarga Denicola. Tapi J upe
menduga, Eileen pasti ada di dalam. Dan Ernie mungkin juga ada di situ,
membantunya.
Kini J upe memperhatikan pantai di sebelah kanannya. Ada beberapa orang sedang
memancing di tepi air di sana, dan seseorang yang berjalan menyusur pantai
dengan membawa alat penginderia logam. Orang-orang dengan papan selancar
nampak agak jauh ke tengah, menunggu ombak datang. Awan menggumpal di
langit yang jauh, dan angin yang bertiup mulai terasa dingin. Hari itu dimulai
dengan cuaca cerah, tapi kelihatannya akan berakhir dengan hujan.
Teman Ernie yang tadi masuk ke dalam rumah muncul lagi dan berjalan menuju
dermaga.
J upiter memandang arlojinya sekilas. Sudah hampir pukul tiga. Bob tadi
mengatakan pada Pete bahwa pagi itu kedua teman Ernie ada di situ. Mana orang
yang satu lagi sekarang?
J upe memandang ke arah rumah keluarga Denicola. Tadi ia melihat sebuah mobil
station wagon diparkir di garasi terbuka di samping rumah itu. Kini dengan tiba-
tiba disadarinya bahwa mobil itu tidak ada lagi. Ke manakah kendaraan itu
dipindahkan? Ia tidak melihat ada yang membawanya pergi. Rupanya ia terlena
tadi, dibuai angin, suara burung-burung camar, dan ombak yang memecah di
pantai.
J upiter berdiri lalu melangkah sepanjang pinggiran jalan raya. Ketika sudah sampai
di seberang jalan masuk ke Dermaga Denicola, dilihatnya bahwa Eileen tidak ada
di dalam kantor. Ernie yang ada di situ, duduk di kursi Mrs. Denicola, dengan kaki
terangkat ke atas meja. Duduknya menyandar dengan santai, sambil merokok dan
tertawa-tawa. Temannya duduk bersila di atas meja. Kelihatannya ia sedang
menceritakan sesuatu kepada Ernie. Air mukanya nampak bersemangat. Ia
berbicara terus, dengan tangan digerak-gerakkan.
Di manakah Eileen Denicola? Di rumah, bersama mertuanya? Apa yang akan
dikatakannya jika ia kebetulan memandang keluar dan melihat Ernie serta
temannya begitu santai duduk-duduk di kantor? J upe merasa bahwa Eileen pasti
akan sangat marah.
Tapi kemudian J upiter menyadari bahwa rumah keluarga Denicola kelihatan
sedang kosong. J endela-jendela ditutup, begitu pula tirai-tirainya. Sementara J upe
masih bertanya-tanya dalam hati, dilihatnya sebuah mobil membelok masuk ke
jalan yang menuju dermaga lalu berhenti di dekat rumah keluarga Denicola.
Seorang wanita berambut putih turun, membawa bingkisan kecil yang terbungkus
kertas berwarna merah jambu. Pasti itu tamu yang ditunggu makan oleh Mrs.
Denicola yang tim, kata J upe dalam hati. Diperhatikannya wanita itu menekan bel
di samping pintu rumah. Tapi tidak ada yang datang membukakan. Setelah
menunggu sebentar, wanita itu membunyikan bel lagi. Tetap saja tidak ada yang
datang. Lantas wanita itu pergi ke kantor perusahaan.
Ernie sejak tadi memperhatikan wanita itu. Dan melihat tamu itu datang ke arah
kantor, Ernie berdiri dengan gerakan lambat. Temannya tetap saja duduk bersila di
atas meja.
Ernie berbicara sebentar dengan wanita itu, yang kemudian menuliskan sesuatu
pada secarik kertas, melipatnya, lalu menyerahkannya kepada Ernie. Ketika
kembali ke mobilnya, nampak oleh J upiter bahwa ia marah.
Ernie duduk lagi ketika wanita itu sudah pergi. Dinaikkannya kembali kakinya ke
atas meja, sedang kertas yang tadi diserahkan tamu wanita itu dicampakkannya ke
keranjang sampah.
Temannya tertawa.
Kini J upiter benar-benar cemas. Ia berbalik lalu melangkah lagi menyusur tepi
jalan raya sampai ia tidak kelihatan lagi dari kantor, karena tertutup rumah
keluarga Denicola. Lalu ia menyeberang jalan mendatangi rumah itu.
Di sebelah belakang ditemukannya sebuah jendela yang tidak dikunci, di samping
pintu dapur. Ia membukanya, lalu meraih ke dalam untuk memutar anak kunci
yang terselip di lubangnya di sebelah dalam daun pintu. Setelah terbuka, ia pun
masuk. Pintu ditutupnya lagi, tapi tidak dikunci. Siapa tahu, mungkin nanti ia harus
cepat-cepat keluar.
Hawa di dapur panas, dan tercium bau makanan. Tapi saus tomat dan daging cacah
nampak sudah mengeras dalam panci yang terletak di atas oven. Daging panggang
di dalam oven kelihatan mulai mendingin, sementara sayuran untuk hidangan
selada terbengkalai di dalam tempat pencampur. Kelihatannya Mrs. Denicola
terburu-buru ketika pergi.
J upiter menyelinap ke kamar makan, di mana nampak perlengkapan makan diatur
untuk tiga orang. Ruang itu gelap karena tirai-tirai ditutup semua. Begitu pula
keadaan di ruang duduk di mana J upe kurang lebih sejam sebelumnya berada
bersama Mrs. Denicola yang tua. Di ruang duduk tercium bau tidak enak. Bau itu
nyaris mengalahkan- bau hidangan makanan yang datang dari dapur. J upiter
melihat sebatang rokok yang sudah padam di perapian. Rokok itu dipadamkan
dengan jalan menginjaknya.
J upiter pergi ke kaki tangga lalu memanggil-manggil dengan suara lirih, meski
sebenarnya ia tidak memperkirakan akan mendengar jawaban.
Mrs. Denicola?! Anda ada di atas?! Ini saya, J upiter J ones!"
Dan memang tidak didengarnya suara menja wab. Sesudah menunggu sebentar,
J upiter menaiki tangga menuju ke tingkat atas.
Tirai-tirai tidak ditutup di kamar-kamar tidur, sehingga sinar matahari bisa masuk
ke dalam dengan leluasa. Salah satu kamar itu penuh dengan perabot besar yang
terbuat dari kayu berwarna coklat tua. Ada pula sebuah meja tulis besar di situ,
penuh dengan foto-foto yang dipajang di atasnya. Di seberang serambi ada kamar
tidur lagi dengan perabotan berwarna putih serta gambar-gambar berwarna cerah
tergantung di dinding. J upe baru saja menjenguk ke dalam kamar itu, kelika
terdengar bunyi telepon berdering.
J upiter terkejut. Kemudian dilihatnya pesawat telepon yang terletak di atas meja di
samping tempat tidur. Ia memandang ke arah kantor yang bisa dilihat lewat
jendela.
Dilihatnya Ernie menatap pesawat telepon yang ada di meja tulis Eileen di situ.
Nampaknya ia bimbang. Kemudian diangkatnya gagang telepon. Seketika itu juga
pesawat yang ada di kamar tidur tidak berdering lagi. J upiter tersenyum. Rupanya
pesawat itu sambungan dari yang ada di kantor. Dengan cepat tapi hati-hati
diangkatnya gagang itu dan didekatkannya ke telinga. Didengarnya suara Ernie.
"Si."
Orang yang menelepon berbicara dengan ccepat dalam bahasa Spanyol J upiter
mendengarkan sambil menahan napas. Dengan susah-payah diusahakannya
sebanyak mungkin menangkap inti percakapan itu.
Orang yang menelepon menyebut namanya sendiri. Ia bernama Alejandro. Katanya
ia akan berangkat sekarang untuk menemui Strauss. Ia juga mengatakan sesuatu
tentang uang. J upe mendengar nama Denicola disebut Lalu namanya sendiri!
Alejandro mengingatkan Ernie bahwa J upiter J ones berbicara dengan si tua
Bonestell mengenai Denicola dan tentang orang yang buta. Alejandro mewanti-
wanti Ernie, agar berhati-hati. Ernie menjawab bahwa ia akan berhati-hati, dan
bahwa ia dan Rafi sudah mengatur segala-galanya. J upiter menarik kesimpulan
bahwa orang yang bernama Rafi itu pasti teman Ernie yang saat itu ada bersama
dia di dalam kantor. Setelah bercakap-cakap lagi sebentar, percakapan lewat
telepon itu diakhiri.
J upiter mengembalikan gagang telepon ke tempatnya, lalu memandang ke luar.
Kini Ernie nampak berdiri di depan kantor, memandang ke kanan dan ke kiri,
meneliti pantai. keningnya berkerut. Ketika temannya ikut keluar, Ernie menunjuk
ke arah rumahnya.
Rail mengangkat bahu, lalu menuju ke sana. Ernie memandang ke arah rumah
keluarga Denicola. Tiba-tiba sikapnya nampak berubah, seperti heran. Setelah itu
a beranjak dari tempatnya berdiri, menuju rumah keluarga Denicola.
J upiter cepat-cepat menjauh dari jendela. Sialan, umpatnya dalam hati. Ernie pasti
tadi mendengar bunyi pelan ketika J upiter mengangkat gagang telepon.
J upiter mendengar langkah orang naik ke beranda di bawah, lalu bunyi anak kunci
yang dimasukkan ke dalam lubangnya. Ernie ada di bawah. Sebentar tagi ia pasti
sudah akan ada di dalam. J upiter tidak punya waktu lagi untuk lari ke bawah. Ia
akan tertangkap, lalu...
Lalu apa?
Di samping kamar tidur ada kamar mandi. J upiter mendengar bunyi air menetes-
netes di dalamnya.
Terdengar bunyi berderik di bawah. Pintu depan sudah dibuka.
Dengan tiga langkah saja J upiter sudah berada di kamar mandi. Diputarnya keran,
menyebabkan air mengucur dari pancuran. Setelah itu ia kembali ke kamar tidur.
Disembunyikannya kamera di bawah ranjang, lalu ia sendiri berdiri di belakang
pintu.
Terdengar langkah Ernie bergegas naik tangga ke atas dan lari ke ambang pintu
kamar tidur. Ia berdiri sesaat di situ, memandang ke kamar mandi. Nampak uap
mengepul keluar dari situ.
Ernie bergegas melintasi kamar dan masuk ke kamar mandi. Disentakkannya tirai
plastik yang menutupi tempat pancuran ke samping. Sementara itu J upiter
menyelinap keluar dari balik pintu, lari ke serambi dan cepat-cepat menuruni
tangga. Didengarnya suara Ernie berteriak ketika ia mem buka pintu belakang.
Tapi J upiter tidak berhenti. Ia lari meninggalkan rumah itu.
Tapi sekarang ke mana? Ia berada di tempat yang terbuka, dan setiap saat ia akan
bisa terlihat oleh Ernie!






Bab 17
PETUNJUK YANG MENENTUKAN

J UPITER lari melintasi pekarangan rumah ketuarga Denicola, menuju jalan raya.
Ia tidak mampu lama-lama berlari secepat itu, karena tubuhnya terlalu berat. Ia
perlu menemukan tempat di mana ia bisa menyemburiyikan diri. Tapi di mana?
J upiter melihat sebuah karavan yang diparkir di pinggir jalan, dekat tempat ia
berada saat itu. Pintu belakang kendaraan itu terbuka. Pemiliknya ada di situ. Tapi
ia sedang memandang ke atas bukit di seberang jalan, sambil membersihkan
tangan dengan tisu.
J upiter tidak menunggu lama-lama lagi. Dengan cepat ia menyelinap masuk ke
dalam karavan itu, lalu meringkuk di samping beberapa ember berisi kerang.
Ditariknya selembar terpal dekil, menutupi tubuhnya. Sesaat kemudian
didengarnya bunyi pintu belakang karavan itu di tutup. Pemiliknya masuk ke
belakang setir lalu menghidupkan mesin.
Karavan itu meninggalkan pinggiran jalan, meluncur sejauh beberapa ratus meter
ke arah selatan, berputar arah lalu melaju ke utara. J upiter menyingkirkan terpal
yang menutupi tubuhnya. Ia duduk, lalu memandang ke luar lewat jendela. Ia
melihat Ernie ketika karavan itu lewat di depan jalan masuk ke Dermaga Denicola.
Pemuda itu berdiri di pinggir jalan, sambil memandang ke kiri dan ke kanan.
Kedua tangannya terkepal, sementara air mukanya kelihatan bingung.
J upiter tertawa.
Ketika sudah separuh jalan melintasi kota Oxnard, karavan itu untuk pertama kali
sejak berangkat tadi berhenti, karena ada rambu lalu lintas. J upe yang sudah sejak
sebelumnya bersiap-siap, langsung meloncat turun lewat pintu belakang begitu
kendaraan itu sudah tidak bergerak lagi. Dengan segera ia lari ke pinggir jalan.
Ia bergegas-gegas berjalan menuju terminal bis antarkota. Sepuluh menit kemudian
Ia sudah sampai di sana. Dan ketika bis ke Santa Monica berangkat, J upe sudah
ada di dalamnya.
J upe merasa bergairah, sementara bis meluncur laju ke arah selatan. Kini sudah
tidak ada keragu-raguan lagi bahwa para pemuda yang ada di Dermaga Denicola
ternyata memata-matai Mr. Bonestell. Mereka tahu tentang percakapan J upe
dengan laki-laki tua itu kemarin, dalam mana disebut-sebut tentang si Buta.
Tapi bagaimana mereka bisa tahu? Kening J upiter berkerut. Mestinya Mr.
Bonestell berbicara mengenainya dengan seseorang. Mungkinkah orang itu Gracie
Montoya? J upiter merasa jengkel. Disesalinya Mr. Bonestell, jika memang dia
yang tidak bisa menyimpan rahasia.
Bis meluncur terus, lewat di depan jalan masuk ke Dermaga Denicola. Tidak ada
mobil di pelataran parkir tempat itu. Di kantor yang kecil juga tidak kelihatan
siapa-siapa.
Mana Ernie? Mana teman-temannya? Dan mana Mrs. Denicola yang tua serta
menantunya? J upe merasa yakin, Ernie pasti berniat melakukan sesuatu yang jahat.
Ada persekongkolan sedang berlangsung di tempat itu. Apakah Eileen Denicola
dan mertuanya merupakan korban persekongkolan itu? Atau mungkinkah mereka
sebenarnya tidak terlibat, tapi karena secara kebetulan menjadi saksi mata lalu
disingkirkan ke salah satu tempat? Atau mereka justru termasuk dalam
persekongkolan?
Tiba-tiba J upiter merasa cemas. Eileen dan Mrs. Denicola tahu-tahu lenyap!
Apakah giliran berikut jatuh pada Mr. Bonestell?
J upe yang paling dulu keluar ketika bis berhenti di Santa Monica. Ia membawa
uang, dan di pinggir jalan ada beberapa taksi. Dengan salah satu di antaranya ia
pergi ke Dolphin Court.
Pukul lima kurang sepuluh menit taksi yang ditumpanginya berhenti di depan
rumah Mr. Bonestell. J upiter turun, lalu membunyikan bel rumah itu. Ia merasa
lega, ketika Mr. Bonestell sendiri yang datang membukakan pintu.
Padahal aku sama sekali tidak memintamu datang! seru Laki-laki tua itu. Air
mukanya kelihatan harap-harap cemas. Kutunggu-tunggu kau menelepon. Ada
perkembangan baru?
"Saya rasa ada, jawab J upiter. Diikutinya Mr. Bonestell ke dapur, lalu duduk
menghadap meja di situ.
Mr. Bonestell, katanya, dengan siapa Anda berbicara kemarin, setelah saya
pergi dari sini?
Mr. Bonestell kelihatan terkejut. Bicara dengan siapa? Tidak dengan siapa-siapa.
Aku sama sekali tidak meninggalkan rumah.
Kalau begitu ada yang menelepon, kata J upe lagi, atau ada yang kemari.
Tidak, kata Mr. Bonestell. Sama sekali tidak ada yang menelepon atau datang
kemari. Aku... aku tidak punya banyak teman yang benar-benar akrab. kenapa kau
bertanya?"
Karena ini penting. Coba Anda ingat-ingat, Mr. Bonestell. Kemarin siang kita
berbicara tentang Dermaga Denicola, dan tentang seorang pengemis tunanetra.
Anda pasti bicara dengan orang lain mengenai percakapan itu. Kalau tidak, kenapa
ada orang bernama Alejandro bisa tahu mengenainya?
Mr. Bonestell kelihatan bingung.
Aku tidak bicara dengan siapa-siapa, katanya berkeras. Sama sekali tidak ada
orang di sini kecuali Shelby, dan aku tidak mengatakan apa-apa kepadanya.
Sungguh! Shelby ituyah, dia bukan orang yang gampang diajak mengobrol. Ia
selalu bersikap seakan-akan apa yang kukatakan tidak ada yang menarik. Mungkin
memang begitu. Pokoknya, ketika ia pulang kemarin malam, ia langsung ke atas
lalu mengurung diri di kamarnya."
Anda tidak bicara dengan dia waktu itu? Atau pagi ini?"
Tidak. Cuma bilang selamat malam dan selamat pagi saja. Aku yakin sekali!"
J upe mendesah. Ia menatap tempat gula dengan pandangan kosong, sambil
menarik-narik bibir bawahnya. Kemudian terbayang dalam ingatannya wajah
Shelby TuckermanShelby dengan kaca mata hitamnya yang lebar dan
kemejanya yang berkerah bulat membungkus leher. Berdasarkan sistem hukum
kalian, kata Shelby waktu itu, di sini berlaku prinsip praduga tak bersalah
Aneh, kenapa itu lewat begitu saja dan pengamatanku kata J upiter pada dirinya
sendiri.
Apa? kata Mr. Donestell.
Shelby itu bersikap tidak peduli terhadap para tetangga Anda, ya?"
Ya, kurasa begitu, kata Mr. Bonestell. Ia menganggap mereka itu begitu biasa.
Apakah ia sendiri istimewa?" kata J upe.
Mr. Bonestell hanya mengangkat bahu, sementara J upe terus saja menatap tempat
gula.
Sejak kapan Shelby minum kopinya dengan gula?" kata J upe dengan tiba-tiba.
Tidak selalu, kan? Malam pertama kami kemari, ia membuat kopi untuk dia
sendiri, dan ia meminumnya tanpa gula."
Eh... ya, kuras memang begitulah kebiasaannya, kata Mr. BonestelL Baru satu
atau dua hari yang lalu ia mulai meminumnya dengan gula. Katanya, dengan
begitu badannya terasa bertambah segar."
Dengan mata berkilat-kilat, J upe meraih tempat gula yang ada di depannya, lalu
merogoh ke dalam. Dengan cepat dikeluarkannya sebuah kotak plastik berukuran
kecil dan datar. Salah satu sisinya berlubang-lubang.
Mr. Bonestell menatap benda itu.
Ape itu?" katanya dengan nada bertanya.
Alat penyadap percakapan. Mr. Bonestell, kata J upe. Anda sama sekali tidak
usah bicara secara langsung dengan Shelby. Begitu tempat gula ini sudah ditaruh di
atas meja, dengan mudah ia bisa mengikuti segala sesuatu yang dikatakan di
tempat ini.
J upe mendatangi pesawat telepon yang ada di situ.
Shelby bekerja di perusahaan Systems TX-4, katanya. Anda ingat nomor
perusahaan itu?
Mr. Bonestell menyebutkannya, dan J upiter memutar nomor itu. Ketika ia
mendapat sambungan ke sana, waktu sudah pukul lima kurang semenit. Ia minta
disambungkan dengan Shelby Tuckerman. Tapi ia mendapat jawaban bahwa tidak
ada orang bernama begitu di perusahaan Systems TX-4.
Tapi Mr. Tuckerman selama ini bekerja di situ, kata J upe. Sejak kapan ia
berhenti?
Saya tidak berhak memberi keterangan mengenainya, kata operator yang
bertugas. Coba saja menelepon lagi hari Senin pagi, mungkin bagian personalia
bisa membantu.
Ia tidak bekerja di sana." kata Mr. Bonestell, ketika J upe sudah mengakhiri
pembicaraan. Aku tidak mengerti. Itu tidak mungkin, karena beberapa hari yang
lalu ia masih bertugas ke Fresno untuk perusahaan itu.
Itu saya ragukan, kata J upe. Ia pergi ke lemari es, lalu membuka kotak tempat
penyimpanan bahan pangan beku. Barang-barang yang dimasukkan oleh Shelby
beberapa hari yang lalu sudah tidak ada lagi di situ. Yang tinggal hanya sebuah
kotak es krim, di sudut belakang.
J upiter menutup kotak itu lagi. Di situ rupanya ia menaruhnya selama ini,
katanya.
Apa? tanya Mr. Bonestell.
Saya tidak tahu pasti, kata J upe. Dan mungkin kita sudah terlambat. Mr.
Bonestell, Anda kan pernah bercerita bahwa Shelby Tuckerman selalu mengunci
pintu kamarnya?"
Betul. Ia itu sangat tertutup sifatnya.
Itu sudah jelas, kate J upiter. Mr. Bonestell, saya harus masuk ke kamarnya
sekarang ini juga!








Bab 18
PARA TAWANAN

J UPE dan Mr. Bonestell mengambil tangga yang dapat diulur dari garasi lalu
menyandarkannya ke dinding rumah di bawah jendela kamar Shelby Tuckerman.
J endela itu tidak dikunci, sehingga J upe bisa masuk lewat situ.
Ia melihat sebuah alat perekam suara di atas bupet. Diputarnya kembali pita
rekaman yang terpasang, lalu dijalankan. Ia mendengar percakapan yang baru saja
terjadi di dapur antara dia dan Mr. Bonestell. Didengarnya bagaimana ia memutar
nomor telepon lalu bicara dengan operator di penusahaan Systems TX-4.
Terdengar bunyi pintu lemari es dibuka lalu ditutup lagi, dan didengarnya
ucapannya yang mengatakan bahwa mungkin mereka sudah terlambat.
J upiter tersenyum masam, lalu menghapus rekaman dari pita itu. Setelah itu
ditekannya lagi tombol perekam. Setelah itu diperiksanya secara sepintas lalu
kamar Shelby.
Ruangan itu kelihatan seperti tidak dihuni. Di meja tidak ada surat-surat atau kartu
pos. Tidak ada buku di atas meja yang terdapat di sisi tempat tidur. J uga tidak ada
gambar dan tanaman. Bahkan peniti yang tercecer pun tidak ditemukan.
J upe memeriksa lemari pakaian. Di situ ada beberapa jas, kemeja, dan celana
panjang. Diperiksanya kantung-kantungnya. Semuanya kosong. Ditariknya laci-
laci bupet. Di dalamnya ada pakaian dalam, kaus kaki, dan kemeja berkerah tinggi
membungkus leher.
Ditariknya laci yang paling bawah. Di situ ditemukannya sebilah pisau, ditutupi
beberapa lembar baju hangat yang dilipat rapi.
Pisau itu sangat tajam, terselip dalam sarungnya yang terbuat dari kulit halus.
Bentuknya bukan seperti yang biasa dipakai untuk meruncingkan pensil atau
memotong tali pancing. Pisau itu senjata yang cara penggunaannya dengan jalan
melempar.
J upiter membiarkan pisau itu di tempatnya. la keluar lagi lewat jendela. Sambil
mengembalikan tangga ke garasi, diceritakannya pada Mr. Bonestell apa yang
ditemukannya dalam kamar Shelby.
Saya ingin tahu apakah pisau itu dibawanya seperti caranya membawa pistol,
yaitu sarungnya diikatkan ke betis, kata J upiter.
Mr. Sonestell kelihatan seperti terpana. Ia menggeleng-geleng. "Katanya, pistol itu
diperlukannya karena ia sering bepergian ke luar kota, dan siapa tahu apa yang bisa
terjadi jika mobilnya mogok di jalan yang sepi. Tapi pisau? Untuk apa pisau
baginya? Ia tidak pernah berkemah, atau melakukan rekreasi lain-lainnya yang
seperti itu. Bahkan bisa dibilang kerjanya tidak lain daripada nonton TV. Dan
tidur."
J upe mengangguk.
Ia bukan orang yang bisa dibilang aktif dalam kehidupan sehari-hari. Tapi di
pihak lain, gerak-geriknya misterius. Ia menyadap dapur Anda, untuk mengikuti
percakapan yang berlangsung di situ. Dan ia menyimpan sesuatu yang sangat
berharga dalam lemari es Anda."
"Apa? Hanya bahan makanan bekunya saja yang selama ini disimpannya di situ.
Saya rasa bungkusan-bungkusan itu bukan berisi makanan, tapi uang! Mungkin
saja itu basil perampokan bank.
Bukan, kata Mr. Bonestell. Shelby sudah sejak lama biasa banyak menyimpan
bahan makanan beku. Itu tidak berarti bahwa Ia sering makan di rumah. Rupanya
ia merasa tenang jika ada persediaan makanan. Ia tahu aku jarang menaruh apa-apa
dalam lemari es. Karena itu selalu diisinya dengan bahan makanannya."
Hm! kata J upe. Keningnya berkerut, sementara tangannya menarik-narik bibir
bawahnya. J ika ia tidak makan di rumah, lalu apa yang terjadi dengan bahan
makanan dalam lemari es itu? Pernahkah ia pergi dengan membawa apa-apa?"
Wah, kalau kupikir-pikir, aku... terus terang saja, aku tidak tahu apa yang terjadi
dengan segala makanan yang begitu banyak itu. Sekali sekali ia masak di sini. Dan
memang banyak sekali yang dimasukkannya ke dalam lemari es, tapi... tapi tidak
mungkin itu uang hasil perampokankecuali jika Shelby sudah sejak lama sering
merampok. Lagi pula, menurutku Shelby bukan jenis orang yang berbuat begitu.
Aha!" kata J upe. Kalau begitu mungkin saja narkotika! Itu bisa menjelaskan
hubungannya dengan Dermaga Denicola. Mungkin saja Maria III dipakai untuk
mendatangi kapal lain di tengah laut. Atau mungkin untuk pergi menjemput
narkotika di kawasan Baja California."
Atau mungkin juga Shelby dan Ernie menyelundupkan pendatang gelap, dan
orang buta itu"
J upiter tidak menyelesaikan kalimatnya.
Tidak, katanya lagi. "itu tidak ada sangkut pautnya dengan lemari es, kecuali
jika... yah, kita tidak bisa mengatakannya secara pasti, karena belum cukup banyak
yang bisa dijadikan pegangan. Belum!
Apakah kita akan menghubungi polisi? kata Mr. Bonestell.
Saya rasa belum waktunya. Karena bagaimana kita bisa membuktikan bahwa
Shelby tidak membagi-bagikan makanannya pada kaum miskin? Atau bahwa alat
penyadap percakapan itu ditaruhnya dalam tempat gula karena iseng saja?
Terlibatkah Shelby dalam kasus perampokan itu, atau ia berurusan dengan
persoalan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu? Dan bagaimana
dengan Mrs. Denicola serta menantunya? Di mana mereka? Keras sekali dugaan
saya bahwa Shelby tahu tentang itu.
Untuk pertama kalinya Mr. Bonestell kelihatan marah. Dan juga bertekad. Aku
ingin membantu." katanya. "Apa yang bisa kulakukan?
Banyak, kata J upe, lalu diceritakannya rencananya.
Mr. Bonestell mengangguk-angguk dengan bersemangat. Setelah itu mereka
berdua mendatangi rumah sebelah untuk meminjam telepon. Pada wanita yang
membukakan pintu, Mr. Bonestell mengatakan bahwa teleponnya rusak.
J upiter menelepon Pete yang masih terus menunggu di kantor Trio Detektif, untuk
memintanya agar datang ke sudut jalan antara Dolphin Court dan Second Street.
Dalam dua puluh menit aku sudah akan ada di sana, kata Pete.
J ika kami tidak ada di situ, kata J upe, kau kembali ke kantor. Nanti kutelepon,
kalau bisa.
Sesudah itu J upe dan Mr. Bonestell kembali ke pekarangan belakang rumah Mr.
Bonestell untuk berlatih sebentar. Kemudian mereka masuk ke dapur dan
memainkan adegan untuk alat penyadap percakapan yang sebelumnya sudah
dimasukkan lagi oleh J upe ke dalam tempat gula.
Mr. Bonestell, kata J upe dengan suara yang jelas, Saya tahu Anda tentunya
mulai merasa tidak sabar. Tapi mungkin sebentar lagi akan ada perkembangan
baru, yaitu dari Eileen Denicola. Tadi Pete mendatangi Chief Reynolds di Rocky
Beach, karena ada urusan sedikit; Nah, ketika ia sedang ada di situ, Eileen
Denicola menelepon. Pete tentu saja hanya bisa mendengar kata-kata yang
diucapkan oleh Chief Reynolds, tapi dari situ pun ia bisa menarik kesimpulan
bahwa menantu Mrs. Denicola itu bingung sekali, karena Chief Reynolds sampai
repot berusaha menenangkannya. Akhirnya Chief Reynolds mengatakan bahwa ia
akan segera ke sana. Setelah itu ia buru-buru keluar."
Tapi aku sama sekali tidak kenal wanita itu, kata Mr. Bonestell, juga dengan
suara jelas. Apa hubungan dia dengan kasus perampokan bank itu?"
Hubungan itu pasti ada, kata J upe. Pete meminta kita datang ke kantor poiisi
Rocky Beach, karena menurut perkiraannya, Chief Reynolds akan membawa
Eileen Denicola ke sana."
Sebentar, kuambil dulu jasku, kata Mr. Bonestell.
J upiter memadamkan lampu, lalu bersama Mr. Bonestell ia pergi ke luar, menuju
mobil kecil milik laki-laki tua itu. Mr. Bonestell memundurkan kendaraan itu
sampai ke jalan lalu menjalankannya sampai ke sudut tikungan, di mana ia
memarkirnya di bawah bayangan sebatang pohon besar yang daun-daunnya
menaungi trotoar. Mereka menunggu di situ.
Tidak lama kemudian Pete muncul, naik sepeda. Mr. Bonestell memberi isyarat
dengan lampu-lampu depannya untuk memberi tahu di mana mereka berada. Pete
menyurukkan sepedanya ke dalam semak yang ada di dekat situ, lalu ia masuk ke
mobil dan duduk di jok belakang.
Ada apa?" tanyanya bersemangat.
Shelby menyadap percakapan di dapur Mr. Bonestell dengan alat yang
dimasukkan ke dalam tempat gula, kata J upe. Di kamarnya ada alat perekam
yang langsung menyala jika ada suara orang masuk. Nah, teringat pada siapa kau
sekarang?
Si Buta! kata Pete bergairah. Ia mencoba memasang alat penyadap seperti itu di
Pangkalan. J adi menurutmu Shelby itu...
Mungkin, kata J upe. Kita lihat saja nanti.
Lalu diceritakannya adegan percakapan yang baru saja dilakukannya bersama Mr.
Boriestell.
Aku prihatin memikirkan keselamatan Mrs. Denicola serta menantunya, karena
mereka tahu-tahu lenyap, kata J upe. Mudah-mudahan saja sesudah Shelby
mendengar rekaman percakapan kami tadi ia akan pergi ke tempat mereka berada
sekarang ini, dan kita akan membuntutinya.
Sementara itu di luar sudah sangat gelap. Hujan mulai turun, setelah langit semakin
mendung sejak siangnya. Tidak banyak kendaraan yang lewat di Second Street,
dan di Dolphin Court bahkan sama sekali tidak ada.
Tapi ketika waktu sudah pukul enam lewat beberapa belas menit, mobil Shelby
muncul di tikungan. Mr. Bonestell dan kedua remaja yang ada dalam mobilnya
memperhatikan Shelby membelokkan kendaraannya memasuki pekarangan rumah
Mr. Bonestell. Kemudian Shelby turun, sesudah memarkir mobilnya. Beberapa
saat setelah itu lampu-lampu di bagian belakang rumah menyala, lalu yang terdapat
di ruang-ruang depan.
Ia mencari aku," kata Mr. Bonestell. Saat seperti ini aku selalu ada di rumah,
kecuali jika ada tugas."
Tidak lama kemudian nampak lampu menyala di tingkat atas, di dalam kamar
tempat tinggal Shelby.
Sebentar lagi, kata Mr. Bonestell. Ia mengatakannya dengan nada gembira. Baru
saat itu J upiter sadar bahwa laki-laki tua itu benar-benar tidak suka pada Shelby
Tuckerman.
Lampu-lampu di rumah itu tetap menyala. Tapi tahu-tahu pintu depan terbuka
dengan cepat, disusul munculnya Shelby. Ia lari melintasi halaman berumput
menuju ke mobilnya. Terdengar bunyi mesin dihidupkan, dan dengan segera
kendaraan itu melesat ke jalan. Sesaat kemudian Shelby sudah lewat di dekat mobil
Mr. Bonestell yang diparkir di tempat gelap, lalu membelok memasuki Second
Street.
Sementara itu Mr. Bonestell sudah menghidupkan mesin mobilnya. Dengan segera
diikutinya kendaraan Shelby yang meluncur menuju jalan raya pesisir.
"Ia hendak ke Dermaga Denicola, kata J upe menduga.
Mr. Bonestell memperlambat jalan mobilnya. Dibiarkannya sebuah mobil lain
menyusul dan menempati posisi di antara kendaraannya dan mobil Shelby, tapi
tanpa sampai mobil itu terlalu jauh di depan sehingga tidak kelihatan lagi. Mereka
meluncur terus ke arah utara, di tengah hujan lebat. Shelby menjalankan mobilnya
tepat pada batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan. Sewaktu melintasi
Malibu ia agak memperlambat sedikit, lalu menambah kecepatan lagi sesudah
melewati kawasan pemukiman itu.
Ia hendak ke Dermaga Denicola, kata J upe. J angan-jangan... Mr. Bonestell,
Anda kenal seseorang yang bernama Alejandro?"
Tidak. Shelby itu nama lengkapnya Shelby A.. Tuckerman, tapi kurasa huruf A di
tengah itu bukan singkatan dan Alejandro. Soalnya, itu nama Spanyol yang berarti
Alexander, kan? Sedang Shelby bukan orang Spanyol."
Mr. Bonestell memperlambat jalan mobilnya. Mereka sudah hampir sampai di
dermaga perusahaan keluarga Denicola. Saat itu lalu lintas di situ tidak ramai.
Mereka bisa melihat mobil Shelby di depan. Lampu-lampu belakangnya tercermin
pada permukaan jalan yang licin karena air hujan. Samar-samar juga nampak
sebuah truk berwarna putih diparkir dekat sekali ke dermaga, dengan posisi
membelakangi. Tapi sebelum J upe sempat heran melihatnya, tahu-tahu Shelby
mengerem lalu membelok ke kanan, menjauhi laut. Ia masuk ke jalan sempit yang
menuju ke motel yang terletak di atas tebing. Ke Ocean-view Motel!
Jangan-jangan Eileen Denicola ada di sana! seru Pete sementara Mr. Bonestell
buru-buru menepikan mobilnya ke pinggir jalan. Bersama mertuanya."
Mestinya sudah terpikir olehku kemungkinan itu." kata J upe. Tapi baiklah,
sekarang kita sudah tahu. Maukah Anda menunggu di sini sebentar, Mr. Bonestell!
Kalau dalam lima belas menit kami belum kembali tolong teleponkan polisi.
Beres! kata Mr. Bonestell. Tapi hati-hati, ya!
J upe dan Pete turun dan mobil, lalu memandang ke atas tebing. Bangunan motel
yang ada di sana hanya nampak berupa bayangan gelap saja. Tidak ada lampu yang
menyala. Kedua remaja itu lantas mulai mendaki jalan sempit yang berkelok-
kelok. Mereka berjalan merunduk-runduk, tanpa berbicara. Ketika sudah sampai di
atas dan jalan yang sempit melebar menjadi pelataran parkir, Pete menarik lengan
J upe.
Itu dia, mobil Shelby, bisiknya. Tapi dia sendiri tidak nampak."
Mungkin di dalam motel, kata J upe.
Keduanya menyelinap ke bagian kolam renang yang terletak di sebelah belakang.
Begitu sudah sampai di sana, tiupan angin tidak lagi terasa sekeras tadi. Malam
juga tidak lagi gelap gulita, karena tetesan air hujan yang jatub miring
memantulkan sinar cahaya yang remang-remang.
J upiter menunjuk ke arah sinar samar-samar yang membentuk segi empat Rupanya
ada lampu dinyalakan dalam sebuah ruangan yang tirai jendelanya ditutup.
J upe den Pete menyelinap mendekati jendela itu, lalu mendekatkan kepala ke situ
untuk mendengarkan.
Tiba-tiba J upiter mendengar bunyi di belakangnya, yang bukan bunyi hujan atau
angin. Ada orang di situ.
J upiter berpaling.
Jangan bergerak! bentak Shelby Tuckerman. Ia memegang pistol. Setelah itu ia
berteriak.
Pintu kamar motel yang lampu di dalamnya menyala itu terbuka dengan cepat.
Sinar terang memancar ke luar. Di ambang pintu berdiri satu dari kedua pemuda
yang serumah dengan Ernie. Dialah yang tidak kelihatan di dermaga sejak siang. Ia
juga memegang pistol.
Kalian berdua, masuk! bentak Shelby.
J upe dan Pete memasuki sebuah ruangan yang penuh asap rokok. Eileen Denicola
ada di situ. Ia duduk di kursi sempit bersandaran lurus. Kedua pergelangan
tangannya terikat ke sandaran itu. Wajahnya memancarkan kemarahan. Mertuanya
juga duduk dalam keadaan terikat pada sebuah kursi dengan sandaran lengan,
dekat tempat tidur.
Shelby masuk. Pakaiannya basah kuyup. Dengan segera pemuda yang serumah
dengan Ernie menutup pintu kembali.
Suara itu dikenal baik oleh J upe dan Pete. Di sudut kamar di belakang pintu, duduk
Bob Andrews. J uga dalam keadaan terikat.





Bab 19
M1MPI MENJADI KENYATAAN

PERCAKAPANMU tadi dengan Walter mengenal polisi, kata Shelby
Tuckerman sambil menatap J upiter, itu hanya tipuan saja, kan? Hanya
pancingan!
"Dan pancingan itu termakan oleh Anda. Anda membawa kami kemari, kata
J upiter.
Ia dan Pete sudah duduk pula sekarang. Pemuda yang serumah dengan Ernieia
ternyata bernama Luismenyimpan pistolnya, lalu mengambil dua kursi lagi dan
kamar lain, dan menyuruh kedua remaja itu duduk di situ. Dan sementara Shelby
menjaga dengan pistol teracung, Luis mengikat mereka dengan tali yang dibuat
dari kain seprai yang dirobek-robek memanjang.
Tapi kalian malah sial, membuntuti aku kemari," kata Shelby. Mana Walter?
Menunggu kalian di bawah?"
J upiter tidak menjawab. Shelby tersenyum jahat. Akan kita buat agar ia tidak usah
terlalu lama menunggu," katanya. Aku tidak ingin membuatnya gelisah."
Luis sudah selesai mengikat J upe dan Pete. Shelby menyimpan pistolnya, lalu
berbicara dengan cepat dalam bahasa Spanyol pada Luis. ketika ia sedang
berbicara, terdengar ketukan dua kali berturut-turut di pintu, disusul dua ketukan
lagi. Pintu terbuka dan Ernie masuk ke dalam kamar. Ia tertegun ketika melihat
J upe dan Pete ada di situ.
Kenapa yang dua lagi ini ada di sini juga? tanyanya dengan marah pada Shelby.
Satu saja sudah repot! Tapi sudahlah, itu urusanmu. Aku kemari untuk menjemput
Luis. Kapal sudah hampir selesai dimuat. Rafi yang menyelesaikan sisanya.
Strauss sudah hendak pergi lagi.
Bob berbicara dengan suara lirih pada J upe, yang ditempatkan di sampingnya,
Strauss itu pemilik perusahaan ekspedisi di Oxnard. Aku mengintip sewaktu ia
memuati sebuah truk siang tadi. Salah satu peti yang dimuatnya terjatuh sehingga
pecah. Isinya peluru."
Dan pasti juga senjata api! kata J upiter, dengan suara lirih pula. Ia memandang
Shelby Tuckerman. Kusangka narkotika," katanya lagi. Kusangka Ernie dan
kawan-kawannya mempergunakan Maria III untuk keperluan penyelundupan
barang-barang terlarang itu.
Itu tidak mungkin bisa terjadi! seru Eileen Denicola, yang rupanya ikut
mendengarkan. "Kau keliru, jika mengira Ernie pernah membawa Maria barang
semeter pun meninggalkan dermaga, tanpa aku!
Ernie meringis.
Tapi sekarang kami akan membawanya pergi, Mrs. Denicola," katanya, "dan
Anda tidak ikut."
Kalian akan mengangkut senjata, kta J upiter. "itu rupanya alasan kenapa kalian
merampok bank. Kalian perlu uang untuk membeli senjata api! Senjata itu akan
kalian bawa ke Mesa dOro, dan di sana akan dipakai untuk membunuh orang-
orang yang tidak bersalah.
Ernie menegakkan tubuhnya lurus-lurus.
Senjata-senjata itu akan dipakai dalam perjuangan menegakkan kebenaran,
katanya bersemangat.
Menurut laporan-laporan di berbagai media massa, kata J upiter, perjuangan
menegakkan kebenaran itu termasuk pula aksi-aksi penembakan terhadap
penduduk biasa, yang tidak bersenjata.
J ika yang kaumaksudkan adalah anggota pertahanan sipil Mesa dOro, mereka itu
mewakili perampok-perampok yang merampas tanah milik kami! tukas Ernie.
Mukanya merah padam.
Jangan kaudengarkan dia, Ernesto, kata Shelby. Kita tidak perlu peduli apa
yang dipikirkan anak itu.
Andalah pengemis dengan bekas luka di pipi itu, kata J upe pada Shelby.
Dengan penyamaran itu Anda bisa mengamat-arnati bank tanpa ketahuan oleh
Mr. Bonestell. Anda mengetahui seluk-beluk lemari besi di situ, dan Anda juga
tahu bahwa Mr. Bonestell akan tinggal seorang diri di dalam, sesudah para petugas
pembersih rungan pergi. Sayangnya, Anda tidak tahan melihat uang. Sehari
sebelum perampokan terjadi, Anda menemukan dompet Mr. Sebastian di sekitar
Dermaga Denicola. Dompet itu bagus, jadi Anda bukannya mengembalikan pada
pemiliknya atau memasukkannya ke dalam kotak Pos agar kemudian
dikembalikan, Anda malah mengantunginya. Tapi kemudian dompet itu terjatuh
dari kantung Anda di lokasi tempat perampokan, dan kejadian itu akhirnya
membawa kami ke dermaga."
Aku... aku berniat akan memasukkannya ke kotak surat, kata Shelby buru-buru.
Luis memandang Ernie, berpindah ke Shelby, lalu memandang Ernie lagi. Ia
mengatakan sesuatu dalam bahasa Spanyol. Ernie menggerakkan tangan,
menyuruh kawannya diam.
Jadi orang buta itu memungut dompet yang tercecer, kata Ernie dengan nada
menuduh. Air rnukanya nampak keras. "Hanya karena sebuah dompet saja, kau
membahayakan perjuangan kita? Betulkah itu?"
"Tentu saja tidak! tukas Shelby. Sudah kukatakan tadi, aku bermaksud
memasukkannya ke dalam kotak surat. Sudahlah, untuk apa kita masih bertengkar
terus di sini. Si tua itu ada di bawah, di jalan raya, dan "
Kenapa tidak kauserahkan saja dompet itu padaku?" seru Ernie. Aku kan bisa
menelepon Mr. Sebastian untuk mengatakan bahwa aku menemukannya. Dengan
begitu, takkan terjadi hal-hal seperti sekarang ini!
Itu tidak penting, kataku! ujar Shelby berkeras. Sebentar lagi kau sudah akan
pergi meninggalkan negeri ini. Anak-anak ini, itu urusanku!
Anda tidak ikut dengan mereka, Mr. Tuckerman? kata J upe. Kurasa aku tahu
apa sebabnya. Anda ingin tetap di sini agar bisa hidup enak dengan sebagian hasil
perampokan. Ya, kan? Anda tidak bermaksud menyerahkan uang itu pada kaum
Republik."
Ernie menatap Shelby. Air muka orang yang ditatapnya itu berubah menjadi
merah, tapi kemudian berubah lagi menjadi pucat pasi. Nampak jelas bahwa
tuduhan J upiter tepat mengenai sasaran!
Apa-apaan ini? tukas Ernie. Suaranya mengandung ancaman.
Uang itu sudah habis, dipakai untuk membayar senjata-senjata itu! bentak
Shelby. Itu kan kauketahui sendiri, Ernesto!
Aku cuma tahu tentang uang yang dua ratus ribu dolar, kata Ernie. Tadi siang
kauserahkan separuhnya pada Strauss. Lalu malam itu aku yang menyerahkan
separuhnya lagi. Tapi bagalmana dengan sisa uang dari bank itu? Kau mengatakan
sudah kaukirimkan ke Rodriguez, tapi dari air mukamu aku bisa tahu bahwa itu
tidak benar! Pokoknya semua pasti beres, katamu. Selalu kau yang mengatur
segala-galanya. Kau yang mengusahakan penyamaran kita, begitu pula mobil
untuk melarikan diri. Lalu uang yang kita rampas. Kami percaya saja padamu. Kau
sudah begitu lama menjadi kurir. Kau yang membawa uang yang kami kumpulkan
untuk Rodriguez, dan kaukatakan uang tidak ada artinya sama sekali bagimu.
Katamu, membawa uang bagimu sama saja seperti membawa potongan-potongan
kertas biasa. Bagimu itu cuma kiriman biasa saja, katamu. Apakah dan uang
kiniman itu juga ada yang tersesat masuk ke kantungmu sendiri, hah?"
Seenaknya saja kau bicara begitu! teniak Shelby. Kau harus
mempertanggungjawabkannya!"
"Tidak! Bukn aku, tapi kau yang harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu,
kata Ernie. Kau harus ikut dengan kami malam ini, dan kau harus bicara dengan
kelompok pengikut Rodriguez di Mexico-City. Mungkin pula kau harus ikut
pulangke Mesa dOro, lalu
Jangan ngawur! seru Shelby. Aku tIdak bisa ikut pergi malam ini, karena ada
tugas penting di sini. Tugasku belum selesai!
Di rumah Mr. Bonestell paling sedikit ada lima puluh ribu dolar, kata J upiter
menyela.
Kau bohong! teniak Shelby. Tiba-tiba ia berpaling, menatap Mrs. Denicola yang
tua sambil mengumpat dengan kasar. Pasti itu juga kaumimpikan! Dan kau
menceritakannya pada anak ini, dan...
Mrs. Denicola tidak bercerita apa-apa padaku," kata J upiter. Tapi aku bisa
memberi tahu temanmu Ernesto di mana uang itu berada. Di dalam lemari es Mr.
Bonestell, disembunyikan dalam kotak es krim."
Shelby menghampiri J upiter dengan cepat, lalu menempelengnya.
Ernie menggeleng-geleng.
Itu perbuatan yang sangat dungu, Kawan, katanya. Sekarang kita tidak perlu
bicara panjang lebar lagi. Kau harus ikut dengan kami.
Tangan Shelby bergerak ke balik jasnya. Dan tahu-tahu ia sudah menggenggam
pistol.
Ahbegitu rupanya, ya? kata Ernie.
Selama itu Luis hanya memandang saja dengan diam-diam. Tidak ada yang
memperhatikan dia. Dan kini ia bergerak dengan begitu cepat. Sebelum Shelby
sempat berbuat apa-apa, Luis sudah ada di belakangnya dan langsung
mencengkeram lehernya. Shelby terpekik, lalu roboh. Pistolnya terlepas dari
tangannya yang lunglai.
Ernie memungut pistol itu, lalu mengarahkannya pada Shelby. Orang itu
mengerang dan mencoba duduk. Luis menyentakkannya sehingga berdiri. Sesaat
kemudian tiga orang itu sudah pergi. Mereka bergegas menuruni lereng. Eileen
Denicola meronta-ronta, berusaha membebaskan diri dan ikatan. Sementara itu
hujan lebat masih turun terus. Bunyinya menderu menimpa atap motel.
Aku sudah berusaha mengulur waktu selama mungkin, kata J upe. Mudah-
mudahan Mr. Bonestell sempat pergi menghubungi polisi, sehingga merka bisa
diringkus sebelum berhasil meninggalkan dermaga."
"Kurasa bukan begitu hal yang akan terjadi nanti, kata Mrs. Denicola yang tua.
Kurasa akan terjadi sesuatu sebelum polisi sempat kemari sebelum kita bisa
meninggalkan ruangan ini.
Apa? kata Eileen Denicola. Tiba-tiba napasnya tersentak. Terdengar bunyi lain!
Bukan bunyi hujan. Datangnya dari arah bawah. Seperti suara raksasa yang
menggeram. Tidak jauh dari situ terdengar bunyi kaca jendela pecah.
Astaga! kata Eileen Denicola.
Mimpiku! kata Mrs. Denicola yang tua dengan suara berbisik. Bahaya itu!
Kamar bergerak-gerak, sementara aku dan anak itu ada di dalamnya! Ia
memejamkan mata, lalu berdoa dalam bahasa Italia.
Terdengar bunyi balok-balok kayu berderak-derak, dan lebih banyak lagi kaca
pecah berantakan. Tapi yang terjadi bukan gempa bumi seperti perkiraan Bob.
Sedikit demi sedikit, lereng bukit yang basah kuyup diguyur hujan mulai meluncur
turun!





Bab 20
AKHIR YANG DAHSYAT

SELURUH ruangan itu terhuyung!
Lampu-lampu pecah terbanting di lantai. Kabel-kabel listrik yang meretas
menyebabkan timbulnya percikan api di mana-mana.
Eileen Denicola berdoa, memohon agar jangan sampai terjadi kebakaran.
Sementara itu semakin banyak api memercik. Tiba-tiba seluruh ruangan
diselubungi kegelapankegelapan yang penuh dengan bunyi kayu berderak dan
decitan paku-paku yang tercabut.
Sekali lagi seluruh ruangan terhuyung. Mrs. Denicola yang tua terpekik.
"Tolong!" teriak Pete. Tolong, tolong!"
Tapi tidak ada yang datang.
"Sebentar lagi seluruh tebing ini akan longsor! kata Eileen Denicola. Dan baru
saja ia berkata begitu ketika bangunan itu meluncur lagi sedikit dengan gerakan
terhuyung-huyung, menyebabkan kursi-kursi berjatuhan dalam gelap.
Pete jatuh terbanting ke tempat tidur, sementara kursi yang diduduki J upiter
terguling ke samping.
Mrs. Denicola? seru J upe. Anda tidak apa- apa?"
"J ika aku yang kaumaksudkan, keadaanku biasanya lebih baik, jawab wanita tua
itu. "Di mana kau, Eileen?"
"Di lantai," jawab Eileen.
Polisi mestinya sudah harus muncul sekarang! kata J upe. Mestinya Mr.
Bonestell sudah berhasil menghubungi mereka. Bagaimana keadaanmu, Bob?
Oke? Kau, Pete?
Oke, kata Bob dengan napas sesak.
Aku di sini, kata Pete dari tempat tidur.
Mereka menunggu lagi. Semua memasang telinga. J upiter mendengar bunyi air
mengalir. Bunyinya lebih dekat daripada bunyi hujan yang menderu di atas atap.
J upe meringkuk pada posisi miring. Tanganriya terasa sakit, karena terikat ke kursi
ia merasa tubuhnya pelan-pelan menjadi basah. Tercium olehnya bau lumpur
bercampur bau bahan kimia. Sesaat ia bingung. Tapi detik berikutnya ia
memejamkan mata karena putus asa.
Kolam renang mulai retak dindingnya? Air dari situlah yang mulai mengalir ke
dalam kamar. J ika kolam itu benar-benar pecah nanti, akan datang air berton-ton
membanjiri mereka!
"He! Dari mana datangnya air sebanyak ini?" Itu suara Pete.
Eileen Denicola berteriak minta tolong. Rupanya ia juga menyadari apa yang akan
terjadi.
Tiba-tiba terdengar suara orang berseru di luar.
Di sana! Mereka ada di sana!"
Terdengar bunyi orang berusaha membuka pintu. Tapi tidak bisa, karena macet.
Sekali lagi terasa segala-galanya terhuyung. Kaca jendela yang menghadap ke
kolam pecah berantakan. Serpihannya terpental ke dalam kamar. Kemudian ada
cahaya terang. Dua orang berdiri di lereng, dengan membawa senter. Terdengar
lagi suara berteriak-teriak, sementara semakin banyak air mengalir ke dalam
kamar.
Mrs. Denicola! teriak J upe. Bantu Mrs. Denicola dulu!
Seorang polisi jalan raya masuk lewat jendela yang sudah tidak berkaca lagi,
disusul oleh seorang petugas pemadam kebakaran. Ketika petugas itu melihat
mereka yang terikat pada kursi-kursi, ia terkejut dan berseru, Ada apa di sini?
Tapi hanya itu saja yang dikatakannya. Kedua petugas itu dengan cepat membawa
Mrs. Denicola ke luar, masih dalam keadaan terikat ke kursi. Wanita tua itu berdoa
terus. Sementara itu bertambah banyak orang bermunculan. Eileen Denicola
diusung keluar, lalu menyusul J upe dan kedua temannya. Dalam beberapa detik
saja mereka sudah dibebaskan dari ikatan. Mereka bergegas menuruni lereng
tebing, jatuh bangun dan tersandung-sandung. J atuh, dibantu berdiri, lari, lalu jatuh
lagi.
J alan raya di bawah ditutup untuk lalu lintas. Bunyi mesin-mesin berderu mengisi
suasana malam itu. Lampu-lampu sorot bergerak-gerak kian kemari, menerangi
tebing. Anakanak dan kedua wanita itu buru-buru dibawa oleh para penolong
mereka ke tempat aman di seberang jalan.
Kukatakan pada mereka bahwa kalian ada di atas! Itu suara Mr. Bonestell. Ia
menerobos lewat pagar perintang. Ia nyaris menandak-nandak ketika
menggenggam tangan J upiter dan mengguncang-guncangnya. "Kukatakan pada
mereka, kalian ada di atas! Kalian selamat! Puji Tuhan!
Kapal kita! teriak Mrs. Denicola dengan tiba-tiba, sambil menunjuk.
Rumahnya terselubung kegelapan, bgitu pula bangunan kecil yang merupakan
kantor. Truk putih yang tadi, tidak ada lagi di ujung dermaga. Tapi beberapa ratus
meter di depan dermaga nampak nyala lampu-lampu rambu kapal Maria III.
Pembajak! teriak Eileen Denicola sambil menatap kapal penangkap ikan itu
dengan marah. "J ika mereka mengira bisa meloloskan diri...!"
Wanita muda berambut merah itu lari ke arah dermaga.
Ayo! seru Pete. Disambarnya lengan Bob, diajaknya menyusul wanita muda itu.
"M Bonestell! Bilang pada polisi, suruh mereka menghubungi Penjaga Pantai,
kata J upe. Orang-orang yang lari dengan kapal itu penyelundup senjata!
Aku yang akan menceritakan segala-galanya pada mereka kata Mrs. Denicola
yang tua. J upe mengangguk, lalu menyusul teman-temannya.
Eileen melesat masuk ke kantor dan menyambar anak kunci yang disembunyikan
dalam salah satu laci sebuah meja. Pete disuruhnya mengambil sepasang dayung
dari lemari yang terdapat di belakang kantor.
Dari arah jalan raya terdengar suara orang berteriak, disusul deru mesin mobil-
mobil pemadam kebakaran yang buru-buru disingkirkan. Akhirnya tebing longsor
menyeret bangunan motel. Tanah, batu-batu dan bekas-bekas bangunan
berserakan, memenuhi separuh jalan. Kolam renang pecah berantakan. Airnya
membanjir ke bawah, bercampur dengan tanah tebing menjadi lumpur yang
mengalir sampai ke seberang jalan.
Hanya sesaat saja Eileen dan anak-anak berpaling untuk menatap bencana itu.
Kemudian wanita muda itu berbalik, lalu lari ke dermaga yang basah tersiram
hujan. Anak-anak lari menyusul.
Akan kita pakai perahu motor Sebastian, Seru Eileen sambil menoleh ke
belakang sebentar. "Dengan gampang kita bisa mengejar Maria III."
Mereka masuk ke sampan yang tertambat di tepi dermaga, lalu Pete
mendayungnya sekuat tenaga mendatangi pelampung tempat speedboat itu
ditambatkan.
Tidak bisa kulihat lagi lampu-lampu Maria, kata Eileen Denicola.
Mereka pasti menyusur pantai ke arah selatan," kata J upe.
"Kalau Ernie yang mengemudikan, gawat! kata Eileen. "Pasti nanti menubruk
karang!
Mereka sampai di pelampung, lalu buru-buru membuka terpal yang menutupi
kokpit. Begitu sudah terbuka, Eileen pun buru-buru masuk, disusul oleh anak-anak.
J upiter menambatkan sampan ke pelampung. Terdengar bunyi mesin terbatuk-
batuk, lalu menyala. Beberapa saat kemudian mereka sudah terangguk-angguk
sementara speedboat itu meluncur mengiris ombak. Haluannya menampar-nampar
air, menimbulkan bunyi nyaring seperti tembakan. Eileen Denicola menggenggam
roda kemudi dengan kedua tangannya. Anak-anak berpegang erat-erat ke sisi
speedboat sambil menjaga keseimbangan tubuh.
Lampu-lampu di pantai sudah jauh dan hanya kelihatan samar-samar ketika
akhirnya Bob melihat sinar di depan haluan.
Itu dia! serunya.
Betul! Eileen Denicola menambah kecepatan speedboat
Kemudian sesaat mata mereka silau karena tiba-tiba ada cahaya terang benderang
menyinar ke arah mereka. Terdengar bunyi helikopter terbang melayang di atas
kepala. Kemudian lampu sorot helikopter bergerak menjauh, menerangi
perrnukaan air yang nampak hitam kelam. Speedboat diselubungi kegelapan lagi.
Itu Penjaga Pantai! kata Eileen.
Lampu-lampu Maria III dipadamkan. Kini kapal penangkap ikan itu hanya nampak
berupa sosok hitam saja di tengah kekelaman malam. Tapi speedboat yang
mengejar sudah dekat sekali. Eileen dan anak-anak bisa melihat gelombang yang
melebar di buritan kapal itu.
"Setan! teriak Eileen panas. Mereka mengarahkannya ke tengah laut! Bandit-
bandit! Mereka akan bisa meloloskan diri!
Disentakkannya roda kemudi, dan speedboat itu dengan segera berubah haluan.
Perahu motor berukuran kecil itu melesat maju, memotong ombak di belakang
buritan Maria III. Kemudian keduanya sejajar sebentar. Terdengar bunyi tembakan
dari atas kapal penangkap ikan itu.
"Pengecut! teriak Eileen Denicola.
Speedboat melesat maju mendului kapal penangkap ikan, lalu memotong jalan di
depan haluannya.
Maria III buru-buru dibelokkan, dan itu mengakibatkan kecepatannya turun.
Lampu sorot yang ada di atas kapal itu kini menyala, diarahkan ke speedboat.
Terdengar lagi bunyi tembakan. Tapi meleset, pelurunya jatuh ke air. Lalu
helikopter yang tadi muncul lagi. Lampu sorotnya yang terang benderang seperti
memaku Maria III.
J upiter memndang ke arah pantai. Sinar lampu-lampu di sana kelihatan lebih
dekat sekarang.
Mana sih, kapal patroli Penjaga Pantai?" tukas Eileen Denicola sambil
mengumpat.
Sementara itu Maria III meningkatkan kecepatannya lagi. Kapal itu berkelok-kelok
selama beberapa saat. Seakan-akan dengan begitu bisa melepaskan diri dari
helikopter yang melayang-layang di atasnya. Setelah itu haluannya diarahkan
kembali ke lautan lepas.
Eileen Denicola tertawa geram. Speedboat dikebutnya, mengejar kapal penangkap
ikan itu. Sekali lagi speedboat itu melesat ke depan haluan Maria, dan sekali lagi
orang yang memegang kemudinya bereaksi menghindari terjadinya tubrukan.
J upiter melihat air memutih di sebelah kirinya, dan di dengarnya bunyi ombak
memecah.
Awas! teriak Pete.
Eileen Denicola memutar roda kemudi dengan cepat. Perahu motor berukuran kecil
itu langsung miring, nyaris meniti ombak. Kemudian mereka sudah kembali di
perairan yang gelap. Tetapi Maria III menabrak beting dengan keras sehingga
separuh lunasnya robek. Kapal penangkap ikan itu terangkat dari dalam air dan
langsung miring ke samping. Orang-orang yang ada di geladaknya berteriak-teriak
panik. Para penumpang speedboat melihat kobaran api berwarna merah
kekuningan.
Dia terbakar, kata Eileen Denicola.
Teriakan-teriakan terhenti. Kemarahan sudah lenyap dengan seketika. Eileen
Denicola menangis, sementara speedboat terapung-apung dipermainkan ombak.
Rupanya saluran bahan bakar robek di salah satu tempat katanya dengan air mata
berlinang-linang.
Nampak seseorang terjun ke laut dan geladak Maria, disusul oleh yang kedua, lalu
terjun pula dua orang lagi.
"Ambil tongkat berkait itu, kata Eileen DenicoIa. J ika ada yang mencoba naik
kemari, gebuk saja!
Ya, Maam, kata Pete.
Satu dari keempat orang yang terjun ke laut tadi berenang menghampiri.
Di bawah tempat duduk ada jaket pelampung, kata Eileen Denicola.
J upe melemparkan jaket-jaket pelampung ke arah keempat orang yang terapung-
apung di air. Ernie mencoba berenang mendekat, tapi Pete langsung mengacung-
acungkan tongkat berkait di atas kepalanya. Keempat orang yang terapung-apung
itu langsung mengerti. Mereka tidak berani mendekat.
Bob menemukan seutas tali yang bisa dijadikan pegangan oleh keempat orang itu.
Mereka terapung-apung di air, memandang ke arah Maria III.
Api di kapal itu berkobar-kobar di tengah kegelapan malam. Kemudian terdengar
bunyi ledakan. Sebagian tubuh kapal pecah berkeping-keping. kapal itu tergelincir
dari beting karang dan langsung tenggelam.
Ketika kapal patroli Penjaga Pantai tiba, speedboat dengan Eileen Denicola dan
ketiga remaja penumpangnya masih ada di situ. Dan empat pria berjaket
pelampung terapung-apung di dekatnya.
Hanya beberapa potong kayu yang terombang-ambing dipermainkan ombak saja
yang tersisa dari Maria III dengan muatannya yang sangat berbahaya itu.






Bob 21
MR. SEBASTIAN MERASA INGIN TAHU

SEMINGGU setelah peristiwa tenggelamnya Maria III, ketiga anggota Trio
Detektif kembali nampak bersepeda ke arah utara. kawasan Malibu sudah mereka
lewati. kemudian mereka keluar dari jalan raya pesisir, masuk ke Cypress Canyon
Drive yang menanjak dan kemudian sejajar dengan jalan raya. Hector Sebastian
sudah menunggu mereka di luar bangunan yang dulu bernama Charlies Place,
ketika masih merupakan restoran. Di dalam, di ruang besar yang menghadap ke
samudra, pemuda Vietnam bernama Don yang selalu tersenyum itu sibuk mengatur
hidangan makanan di atas meja yang beralas kaca. Sambil bekerja ia nyerocos
terus, menyebutkan berbagai merek makanan yang sering tampil di iklan-ikian
televisi.
Ketika semua sudah terhidang, Don tersenyum lebar lalu berjalan mundur
meninggalkan ruangan, sambil membungkuk-bungkukkan tubuh.
Mr. Sebastian mendesah.
Kurasa jika Don disuruh ke pasar di mana dijual barang-barang yang tidak pernah
diiklankan, ia pasti akan bingung. Tidak bisa membeli apa-apa."
J upiter dan kedua temannya tertawa geli.
Tapi sungguh, Don perlu menghadapi kenyataan hidup," kata Mr. Sebastian lagi.
"Tidak ada salahnya jika ia tahu bahwa orang Amerika tidak hidup dari bahan
makanan yang begini saja."
"Sekarang tentang orang yang mukanya rusak dan dompet itu. Aku benar-benar
ingin tahu. Aku sudah beberapa kali bicara dengan Eileen Denicola. Tapi watak
pemarahnya cocok dengan warna rambutnya yang merah. Setiap kali ia teringat
pada Ernie Villalobos serta kawanannya, ia langsung begitu marah sehingga tidak
mampu bicara lagi. Kurasa ia merasa dirinya pribadi dirugikan oleh mereka.
"Karena kapal penangkap than itu tenggelam?" tanya Pete.
"Bukan. Karena polisi tidak mengizinkan dia melabrak Ernie."
J upe terkekeh. "Menantu Mrs. Denicola itu galak sekali orangnya. Ia tidak suka
dibodohi.
Mana ada orang yang suka?" kata Mr. Sebastian. Tapi pokoknya, karena ia
punya kebiasaan tidak bisa menahan marah, dan mengingat bahwa ia saat ini sibuk
sekali berdebat dengan petugas perusahaan asuransi tentang nilai ganti rugi untuk
Maria III. Ditambah urusan tawar-menawar dalam pembelian kapal baru yang
akan dijadikannya Maria IV, kuharap aku bisa memperoleh keterangan dari kalian
tentang kasus itu. Aku ingin tahu lebih banyak lagi daripada yang dimuat dalam
koran-koran. Maklumlah, aku ini dulu kan detektif, selama bertahun-tahun.
Anda mau membaca catatan saya mengenai kasus itu?" kata Bob. Diambilnya
amplop besar yang selama ini diletakkannya di bawah kursi, lalu dikeluarkannya
sebuah map arsip dari dalamnya.
Selama ini Mr. Hitchcock yang selalu membahasnya bersama kami, kata Pete.
Wah, aku mendapat kehormatan, kalau begitu, kata Mr. Sebastian sambil
membungkukkan badan, memberi hormat. Setelah itu dimulainya membaca naskah
catatan Bob mengenai kasus pengemis yang misterius serta para pemuda yang
menganggap diri mereka berjuang demi kebebasan di negara mereka, Mesa dOro.
Selama beberapa waktu ruangan itu sunyi. Hanya deru lalu lintas di jalan raya
pesisir saja yang kedengaran. Mr. Sebastian asyik menekuni catatan yang disusun
oleh Bob. Ketika sudah selesai membaca, detektif yang sudah beralih profesi
menjadi pengarang itu menoleh ke luar, memandang ke arah pepohonan dan
samudra biru yang nampak di kejauhan.
Ada kalanya kita perlu bensyukur bahwa manusia tidak ada yang benar-benar
sempurna, katanya. Apabila Shelby Tuckerman itu tidak tamak, tidak langsung
silau kalau melihat sesuatu yang berharga, ia takkan menahan dompetku yang
ditemukan olehnya, dan kalian takkan menemukan jejak persekongkolan
penyelundupan senjata. Coba bayangkan andaikata penyelundupan itu berhasil,
akan berapa banyak korban jiwa yang tewas sebagal akibatnya? Kita takkan
mungkin bisa mengetahuinya.
J upiter mengangguk. Orang-orang seperti Ernie itu, kemungkinan akan terus
melakukan aksi-aksi kekerasan di Mesa dOro. Tapi setidak-tidaknya, suatu
pengiriman senjata ke sana berhasil kami gagalkan.
Mr. Bonestell tentunya tidak dicurigai lagi sekarang, ya!" kata Mr. Sebastian.
Namanya tidak disebut-sebut dalam berita yang ditulis dalam koran-koran."
Ia memang tidak pernah termasuk orang yang dicurigai, kata J upe. Di samping
itu, Ernie dan kedua temannya membebaskan namanya dari segala kecurigaan.
Mereka benar-benar marah pada Shelby. Karenanya mereka lantas membeberkan
segala-galanya. Menurut mereka, Shelby itu penipu. Cuma berlagak menjadi mata-
mata dan kurir. Banyak kelompok seperti Ernie dan kawan-kawannya yang aktif
demi kepentingan kaurn Republik Mesa d Oro. Shelby bertugas mengumpulkan
dana dari para pemimpin kelompok-kelompok itu yang kemudian dibawa pulang
ke rumah Mr. Bonestell lalu disembunyikan dalam lemari es, disamarkan sebagai
bahan makanan beku. Sekali sebulan ia naik pesawat terbang ke Mexico City untuk
menyerahkan uang yang dikumpulkan pada orang-orang Rodriguez di sana. Ernie
dan kawan-kawannya menduga bahwa Shelby menggelapkan sebagian dari dana
yang terkumpul itu. Dan kemungkinan itu memang benar."
"Alejandro itu sebenarnya Shelby, kan? kata Mr. Sebastian.
Itu nama tengahnya. kata J upe. Ibunya berasal dari Mesa d'Oro. Wanita itu
salah seorang teroris di sana yang kemudian terpaksa melarikan diri ke luar negeri.
Kemudian ia menikah dengan seorang warga Amerika, bernama Tuckerman.
Shelby itu nama kecil ayahnya, sedang Alejandro nama kakeknya dari pihak ibu."
Meski Shelby Tuckerman warga negara Amerika, tapi ia dididik ibunya untuk
beranggapan bahwa ia seorang bangsawan Mesa dOro, dan bahwa yang paling
penting baginya adalah penjuangan kaum Republik di sana. Ibunya selama masih
hidup aktif sekali. Kerjanya berpidato dalam pertemuan-pertemuan mencari dana.
Banyak uang yang berhasil dikumpulkan olehnya untuk kepentingan golongannya
di Mesa dOro. Setelah ibunya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, Shelby
berusaha mengambil alih peranan mendiang. Tapi ternyata ia tidak mempunyai
kewibawaan yang dimiliki ibunya. Ia tidak bisa membuat orang-orang terus-
menerus memberi. Karenanya ia lantas beralih peranan, menjadi kurir.
Dari mana kau bisa mengetahui bahwa ia menggelapkan sebagian uang hasil
perampokan itu? tanya Mn. Sebastian.
Saya cuma menebak saja, walau dengan alasan yang cukup kuat. Waktu itu saya
harus mengatakan sesuatu untuk mengulur waktu, agar Mr. Bonestell sempat pergi
memberi tahu polisi. Di samping itu, saya mengkhawatirkan tindakan yang akan
diambil oleh Shelby apabila Ernie berangkat tanpa dia. Kami, dan juga Mrs.
Denicola serta menantunya, Eileen, kemudian kan bisa membongkar rahasianya!
Tapi jika Shelby berhasil membungkam Mr. Bonestell, dan setelah itu kami...
J upiter tidak melanjutkan kalimatnya. Air mukanya nampak tegang.
Betul, kata Mr. Sebastian. Situasi kalian saat itu memang gawat. kalian
mungkin bernasib baik, bahwa Ernie kemudian ternyata memaksa Shelby ikut
ketika ia dan kawankawannya berangkat dengan Maria III.
Saya tahu pasti bahwa nasib kami mujur saat itu. kata Bob. Soalnya, Shelby
itulah yang membawa saya ke motel. Saya tepergok olehnya ketika ia datang
membawa separuh pertama dari uang pembayaran senjata yang dibeli. Wah, ia
benar-benar marah waktu itu! Saya mendengar dia ribut dengan Ernie tentang apa
yang harus terjadi dengan saya. Ernie sendiri bersikap masa bodoh. Karena ia
sebentar lagi akan pergi. Tapi Shelby merasa terjepit. Ia berusaha meyakinkan
Ernie agar saya dibawa dengan kapal, lalu diceburkan di tengah laut!
Mr. Sebastian mengernyitkan muka. Kalian memang bisa sangat menyulitkan
dirinya! Tapi adakah bukti kongkret bahwa ia ikut berperan dalam perampokan
bank?
Pete tertawa geli.
"Ada," katanya, dan tepat seperti diduga oleh J upe, bukti itu disembunyikan
dalam lemari es, ditaruh dalam kotak es krim. Shelby sebenarnya disuruh menjual
sebagian dari barang-barang perhiasan yang diambil Ernie dari kotak-kotak
penyimpanan milik nasabah bank ketika perampokan itu berlangsung. Tapi Shelby
menahan beberapa perhiasan yang paling berharga untuk dimiliki sendiri, dan itu
disembunyikan olehnya dalam lemari es. Polisi kemudian mengamankan barang-
barang itu, yang sementara ini telah dikenali oleh para pemilik sebenarnya."
Polisi juga menemukan perlengkapan rias wajah serta kumpulan rambut, kumis,
dan cambang palsu di bagasi mobil Shelby. Shelby menyangka ia berani dan hebat,
menjadi mata-mata selama perampokan berlangsung dengan menyamar sebagai
Altranto, teroris yang sudah mati itu.
Mr. Sebastian tertawa. Kurasa aku boleh mengucap syukur bahwa bukan aku
yang menangani kasus ini katanya. Shelby itu begitu sibuk beraksi dengan segala
macam peranannya, sampai sulit rasanya membayangkan bahwa orang seperti dia
benar-benar ada.
Tapi begitulah kenyataannya, kata J upe. Demikian pula halnya dengan Ernie
serta kawanannya. Saat ini mereka juga sedang sibuk dengan peranan mereka,
sebagai pahlawan. Di Mesa dOro, jika kita teroris dan kemudian tertangkap,
dianggap hebat apabila menyombongkan betapa berat kejahatan yang kita lakukan.
Nampaknya itu malah rnembuat pelakunya dianggap pahlawan. Dan bukan cuma
orang yang tidak waras dan menyukai aksi-aksi kekerasan dengan bahan peledak
dan senjata api.
Mendingan menjadi pejuang revolusioner daripada jembel di pantai, ya? kata Mr.
Sebastian.
Lebih mulia, menurut mereka, kata J upiter. Tapi seharusnya sejak semula saya
langsung curiga pada Shelby. Ia memiliki peluang yang sangat baik untuk
menyelidiki segala seluk-beluk kegiatan di bank. Lagi pula, ketika saya ada
bersama mereka, ia pernah mengatakan pada Mr. Bonestell begini, Berdasarkan
sistem hukum kalian, di sini berlaku prinsip praduga tak bersalah. Seseorang yang
merasa dirinya warga Amerika, mestinya mengatakan begini, Berdasarkan sistem
hukum kita...' "
Itu betul, kata Mr. Sebastian, tapi kau tidak perlu menyesali dirimu. Prestasi
kalian hebat.
Bob meringis.
Terima kasih, bahwa Anda tidak mengatakan begini: 'Prestasi kalian hebat, jika
diingat bahwa kalian ini masih anak-anak.' "
Prestasi kalian hebat, titik, kata Mr. Sebastian. Hasil yang kalian capai lebih
baik daripada kalau yang melakukannya sekian banyak detektif lainnya. Kurasa
Shelby waktu itu ingin sekali Mr. Bonestell memberi tugas penyelidikan pada
kalian, karena disangkanya kalian takkan mungkin mampu. Tapi kemudian ia
rupanya berubah pikiran, lalu mencoba menyadap percakapan di bengkel kalian.
Ia juga menaruh alat seperti itu di tempat gula, di alas meja di dapur rumah Mr.
Bonestell, kata J upe. Begitu alat itu saya temukan dengan segera saya tahu
bahwa Shelby itulah orang yang mukanya rusak karena bekas luka di pipi, dan
dialah penghubung dengan para perampok. Tapi saya tidak mengira bahwa
urusannya juga melibatkan penyelundupan senjata. Saya sangka mereka berurusan
dengan narkotika, atau penyelundupan pendatang gelap."
"Ngomong-ngomong tentang penyelundupan senjata, bagaimana urusannya dengan
perusahaan ekspedisi yang di Oxnard? tanya Mr. Sebastian.
Strauss beserta kawanannya ternyata perampok juga, kata Bob. Senjata api dan
mesiu yang dijual pada Ernie dan kawanannya merupakan basil perampokan
mereka dari sebuah truk yang mengangkutnya di kawasan timur. Beberapa dari
senjata itu sudah diambil para penyelam dari bangkai kapal Maria III dan dikenali
memang berasal dari pengiriman yang diangkut dengan truk yang dirampok itu.
Strauss sendiri sudah menghilang, bersama kawanannya."
Lalu bagaimana dengan wanita muda yang bekerja sebagai perias wajah dan yang
dalam pertemuan malam-malam di motel juga berpidato itu?" tanya Mr. Sebastian.
Gracie Montoya ternyata sama sekali tidak terlibat dalam kasus ini, kata Pete.
keluarganya berasal dari Mesa dOro. Ia dibesarkan dalam lingkungan pendukung
perjuangan kaum Republik. Cuma itu saja.
Yah, begitulah halnya dengan tradisi yang diturunkan dari orang tua ke anak-anak
mereka, kata J upiter. Saya rasa, Gracie kini berpikir-pikir lagi mengenainya. Ia
tidak merasa berkeberatan mengumpulkan dana untuk orang-orang yang hidup
dalam pengasingan di Meksiko. Tapi mengumpulkan dana guna membeli senjata
yang kemudian dipakai untuk menembaki orangitu lain lagi!
Polisi sudah menanyainya tentang pertengkarannya dengan Ernie, kata Bob
menyela. Ternyata Ernie ingin mengajaknya kencan, tapi ia tidak mau. J adi
ramai-ramai waktu itu cuma tentang itu.
Mr. Sebastian mengangguk-angguk, lalu mengembalikan map berisi catatan yang
sudah selesai dibaca olehnya pada Bob.

End

DJ VU: Zonadjadoel
Convert & edit: Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu

Anda mungkin juga menyukai