mobi
TRIO DETEKTIF
MISTERI NAGA BATUK
KATA PENDAHULUAN
Ketiga remaja itu bertempat tinggal di Rocky Beach, sebuah kota kecil
di tepi Samudra Pasifik, beberapa mil dari kota film terkenal di
Amerika Serikat, Hollywood. Mereka bermarkas di sebuah karavan yang
sudah diubah menjadi kantor. Karavan itu tersembunyi letaknya di
Jones Salvage Yard, suatu tempat perjualbelian barang-barang bekas,
yang diusahakan oleh paman dan bibi Jupiter. Dalam karavan
tersembunyi itu ada kantor dan laboratorium kecil, kamar gelap, serta
peralatan hasil rakitan ketiga remaja itu sendiri, dari barang-barang
bekas yang bertumpuk-tumpuk di kompleks itu. Karavan itu hanya bisa
dimasuki lewat berbagai lorong rahasia. Hanya ketiga remaja itu saja
yang bisa melewati lorong-lorong itu, tanpa tersangkut-sangkut.
Alfred Hitchcock
Bab I
"AKU ingin tahu," kata Jupiter Jones pada suatu pagi, "langkah-langkah
mana yang kita ambil, jika kita hendak melakukan perampokan terbesar
yang pernah terjadi di daerah sini."
"Aku mengatakan, aku ingin tahu langkah mana saja yang kita ambil, jika
kita ingin melakukan perampokan terbesar yang pernah terjadi di
daerah sini," kata Jupiter mengulangi kalimatnya. "Itu jika kita ini
penjahat ulung."
"Kurasa kita tidak berbakat menjadi penjahat ulung, Lihat saja aku ini -
memasukkan kartu-kartu ke mesin cetak saja sudah tidak bisa!"
Pete mengangguk.
Ketiga remaja yang menamakan diri mereka Trio Detektif itu sedang
berada di bengkel Jupiter, yang terdapat di dalam kompleks Jones
Salvage Yard. Bengkel itu terpencil letaknya, dan dinaungi atap selebar
kurang-lebih dua meter, yang menjorok dari tepi atas pagar tinggi yang
mengelilingi kompleks. Mereka sedang sibuk bekerja, memperbaiki
barang-barang bekas yang dibeli Paman Titus. Sebagian dari keuntungan
hasil kerja mereka dijadikan uang saku, sedang selebihnya dipakai untuk
melengkapi peralatan kantor mereka, seperti pesawat telepon, misalnya.
"Hasil kerjaku ini pantasnya diimbali dengan paling sedikit tiga dolar
oleh pamanmu, Jupe," katanya. "Kini barang ini bisa dijualnya dalam
kondisi baik, dan bukan barang rongsokan lagi - seperti sewaktu dibeli
olehnya."
Jupiter tersenyum.
Pete mengangkat bahu, lalu menyalakan pesawat radio itu. "Percaya deh
- kutanggung sudah beres lagi," katanya. "Dengarkan saja sendiri!"
"Bukan main," katanya. "Lima ekor anjing hilang! Rupanya ada orang
sinting sedang gentayangan, menculik anjing."
"Kurasa dia itulah penjahat ulung yang dibicarakan Jupe tadi," kata Bob
sambil tertawa nyengir. "Orang itu berniat mencuri semua anjing yang
bisa dicuri, untuk kemudian menguasai pasaran anjing. Dengan begitu
tidak ada pilihan lain bagi para peminat, kecuali membayar harga yang
diminta. Saat itu semua anjing hasil culikannya dilempar ke pasaran, dan
ia akan menjadi kaya-raya."
"Apanya yang ganjil?" tanya Bob. "Maksudmu jumlah anjing yang hilang?
Lima memang angka ganjil."
"Bukan itu maksudku! Yang kukatakan ganjil, kenapa anjing sebanyak itu
lenyap dalam seminggu. Laporan tentang anjing yang hilang biasanya
cuma sekali-sekali saja masuk - dan tidak beruntun-runtun dalam batas
waktu seminggu."
"Yah - kurasa seperti yang kukatakan tadi," kata Bob. "Ada penjahat
ulung dengan gagasan edan, yaitu hendak menguasai pasaran jual-beli
anjing. Mungkin ia ingin menekan harga daging cacah, di samping menjual
anjing-anjing curian dengan keuntungan besar."
"Bisa juga kalian berdua benar," katanya mengakui. "Mungkin saja segala
peristiwa ini cuma kebetulan yang aneh belaka - meski terus terang
saja, aku tidak suka menarik kesimpulan yang begitu."
"Misteri yang mana?" tanya Pete. "Kusangka kita tadi sudah sependapat,
hal itu merupakan peristiwa yang kebetulan saja terjadi beruntun-
runtun. Jadi sama sekali tidak merupakan misteri."
"Bisa saja memang begitu halnya," kata Jupiter. "Tapi kita ini kan
penyelidik! Sebelum ini sudah beberapa kali kita berhasil menemukan
kembali binatang yang hilang. Dan semuanya ada sangkut pautnya dengan
suatu misteri."
"Seaside - hm, itu kan di selatan, dan tidak begitu jauh dari sini," kata
Jupiter lagi. "Ketenaran kita selaku penyelidik rupanya tidak sehebat
perkiraan kita. Kita harus berbuat sesuatu mengenainya."
"Itu ide yang bagus, Bob," kata Jupiter. "Tapi maksudku bukan itu. Kita
harus lebih terkenal lagi, agar jika ada kejadian aneh, orang akan
langsung ingat pada Trio Detektif dari Rocky Beach, California."
"Aduh, Jupe - bagaimana hal itu akan bisa kita capai menurutmu? Kita
kan tidak mampu membeli waktu dalam siaran iklan di TV, atau menyewa;
pesawat terbang yang biasa membuat tulisan iklan dengan asap di
udara!"
"Ya, aku juga tahu," kata Jupiter. "Begini sajalah! Sekarang ini juga kita
mengadakan rapat di markas, untuk merundingkan berbagai jalan yang
bisa ditempuh, agar Trio Detektif menjadi lebih terkenal lagi."
Jupiter langsung berdiri, tanpa menunggu jawaban lagi. Bob dan Pete
saling berpandang-pandangan. Keduanya sama-sama mengangkat bahu,
lalu menyusul.
Tingkap pada lantai karavan didorong ke atas, dan ketiga remaja itu
menyusup masuk ke dalam kantor mereka. Kantor itu tidak besar, dan
dilengkapi dengan sebuah meja, beberapa kursi, sebuah mesin tik,
lemari arsip, dan pesawat telepon. Jupiter menghubungkan sebuah
mikrofon dan sebuah pengeras suara ke pesawat telepon itu, sehingga
semua bisa ikut berbicara dan mendengar jika ada percakapan lewat
telepon. Selain itu karavan tersebut terdiri dari sebuah kamar gelap
yang sempit, laboratorium kecil, serta kamar mandi.
Ruangan dalam karavan itu gelap, karena kendaraan bekas itu dikelilingi
barang-barang rongsokan yang menumpuk tinggi di luar. Pete
menyalakan lampu yang tergantung di atas meja. Saat itu terdengar
deringan pesawat telepon.
Ternyata yang menelepon seorang wanita, kalau ditilik dari suarahya. "Di
situ Jupiter Jones? Mr. Alfred Hitchcock ingin bicara." "Wow!" kata
Bob bersemangat. "Mungkin ia punya kasus baru untuk kita."
"Halo, Jupiter!" Kini Mr. Hitchcock sendiri yang berbicara. "Kau beserta
kedua temanmu sedang sibuk mengusut suatu kasus saat ini?"
Sunyi lagi sesaat. Dan ketika Mr. Hitchcock menjawab, suaranya jelas
bernada heran.
"Ya, temanku itu memang tinggal di Seaside, Jupiter. Tapi dari mana kau
bisa menarik kesimpulan itu?"
"Luar biasa," kata Mr. Hitchcock. "Benar-benar luar biasa. Aku senang
mengetahui bahwa kau masih tetap siaga, dan tidak membiarkan diri
kalian menjadi lamban karena kejenuhan serta bersikap besar kepala."
Jupiter meringis.
"Itu takkan mungkin terjadi, Sir. Tapi kata Anda tadi, teman Anda itu
kelihatannya menghadapi masalah yang menyangkut anjing. Dan Anda
memberi tekanan nada pada kata "kelihatannya", Sir. Apakah itu Anda
lakukan dengan sengaja?"
"Ya, betul. Naga! Rumah temanku itu berada di atas tebing, dan
menghadap ke laut. Di kaki tebing di bawah rumahnya ada liang-liang
gua. Temanku itu dengan yakin mengatakan bahwa saat malam anjingnya
hilang, ia melihat seekor naga besar muncul dari dalam laut, lalu masuk
ke dalam salah satu gua di bawah rumahnya."
Ketiga remaja yang berada dalam kantor Trio Detektif diam saja.
Mereka tidak bisa mengatakan apa-apa, karena terlalu kaget.
"A-a-anda b-b-berikan saja nama dan alamat teman Anda itu, Sir," kata
Jupiter tergagap-gagap, karena sangat bergairah. "Kelihatannya, ini
akan menjadi kasus yang paling menarik yang pernah kami tangani!"
"Hal mana pun juga, yang menyangkut seekor naga yang hidup zaman
sekarang ini, perlu kita selidiki. Kalian sependapat, 'kan?"
"Karena ada naga terlibat di dalamnya," kata Pete, "kalau aku yang
ditanya, aku akan mengatakan - ini akan merupakan kasus kita yang
penghabisan!"
Bab 2
"Itu memang juga bisa kukatakan tadi," kata Bob. "Tapi Jupiter kan
cuma berminat pada fakta-fakta saja! Naga merupakan makhluk
dongeng -jadi dengan lain perkataan, sebenarnya tidak ada. Jadi
sebenarnya, kita tidak perlu repot-repot memikirkan apakah naga itu
ramah atau tidak."
"Bagiku, itu malah lebih baik," kata Pete. "Tapi jika mereka kini sudah
punah, lalu kenapa kita kini berangkat untuk menyelidiki seekor naga?"
"Kita mendengar berita yang mengatakan ada lima ekor anjing yang
lenyap selama seminggu belakangan ini, di kota Seaside yang biasanya
tenteram," kata Jupiter. "Lalu Mr. Hitchcock mengatakan pada kita
"Jika Henry Allen, sutradara teman lama Mr. Hitchcock itu memerlukan
jasa kita, maka itu akan merupakan petualangan yang menghasilkan
keuntungan bagi Trio Detektif," kata Jupiter. "Kenapa tidak kaucoba
melihatnya dari segi itu?"
"Terlepas dari ada tidaknya naga," sambung Jupiter, "yang jelas, ada
sesuatu yang misterius di sini. Sebentar lagi kita akan memperoleh
fakta-fakta, dan kita bisa memulai pengusutan. Sementara itu, kasus ini
harus kita pandang dengan sikap terbuka."
Pete melihat tulisan nama berukuran kecil, pada sebuah kotak surat
yang dicat putih. "H. H. Allen," katanya membaca tulisan itu. "Mestinya
memang inilah tempatnya."
"Kau benar, Pete," kata Jupiter sependapat, "itu jika memang benar-
benar ada naga." Ia menjulurkan kepala, memandang ke bawah.
"Menurut Mr. Hitchcock, di bawah sana ada liang-liang gua. Tapi dari
atas sini tidak kelihatan. Nanti kita ke bawah untuk meneliti ke sana,
sehabis mewawancarai Mr. Allen."
"Di sana, dan di sana, juga ada beberapa tangga lagi. Tapi kelihatannya
tidak begitu banyak. - Yah, kurasa kita kini sudah agak mengenal situasi
daerah ini. Sekarang kita dengar saja apa yang akan diceritakan Mr.
Allen pada kita."
Laki-laki tua itu membaca tulisan yang tertera pada kartu yang sedang
dipegang.
Laki-laki tua itu mengangguk, seperti merasa puas. Kartu bisnis Trio
Detektif dimasukkannya ke dalam kantung.
Meja kerja berukuran besar yang ada di situ penuh dengan kertas-
kertas serta patung-patung kecil dari kayu. Rak-rak buku juga nampak
penuh, dengan berbagai benda kerajinan yang nampak asing, patung-
patung kecil buatan suku-suku bangsa penghuni Benua Amerika dari
masa pra-Kolumbus, begitu pula patung-patung kecil dari Afrika.
Beberapa di antara patung-patung itu memancarkan kesan bengis dan
menakutkan.
"Sebenarnya lebih tepat jika dikatakan dulu aku ini sutradara. Sudah
sejak bertahun-tahun aku tidak pernah dikontrak lagi untuk membuat
film. Jauh sebelum masa Alfred, aku ini sudah sutradara. Dan dalam
golongan film seperti yang kubuat, namaku waktu itu cukup termasyhur.
Alfred kini kan tersohor karena film-filmnya yang dtbuat dengan
gayanya yang khas. Aku juga begitu! Gaya kami hampir sama, tapi ada
sedikit perbedaan. Alfred mengkhususkan diri dengan misteri-misteri
dunia yang seakan-akan tidak bisa dipecahkan. Sedang minatku terarah
lebih jauh lagi dari itu."
"Kalian nanti akan mengerti sendiri, apa sebabnya masalah yang sedang
kuhadapi tidak bisa kulaporkan pada polisi, atau pihak-pihak berwenang
lainnya. Soalnya begini! Film-film buatanku waktu itu selalu aneh-aneh.
Ceritanya bukan tentang dunia ini, melainkan tentang dunia yang lain -
tentang impian yang seram serta kengerian. Film-filmku penuh dengan
makhluk-makhluk seram, jadi-jadian, makhluk-makhluk aneh dan jelek,
serta emosi yang bergejolak. Singkatnya, kekhususanku membuat film
horor!"
Jupiter mengangguk.
"Ya - sekarang nama Anda saya ingat lagi, Sir. Saya sering melihatnya,
di festival-festival film bermutu di museum-museum."
"Baiklah," kata laki-laki tua itu. "Jadi jika sekarang kuceritakan apa
yang kulihat muncul dari dalam laut saat malam anjingku hilang, kalian
tentu akan bisa mengerti apa sebabnya aku merasa ragu untuk
"Kecuali naga yang kini hidup di dalam gua di kaki tebing sini, Sir?" kata
Jupiter menebak.
"Jadi Anda mendengar suara naga itu, Sir," kata Jupiter dengan tenang.
"Apa tepatnya yang Anda dengar? Dan saat itu Anda sedang di mana?"
"Ketika itu aku sedang berdiri di atas tebing di luar rumah, sambil
memandang ke arah laut," kata laki-laki tua itu. "Bisa juga yang kulihat
itu hanya ilusi belaka. Jadi sebenarnya tidak ada apa-apa."
"Itu bisa juga," kata Jupiter. "Tapi sekarang harap Anda katakan, apa
tepatnya yang Anda dengar waktu itu. Mungkin ini merupakan petunjuk
penting bagi pengusutan kami."
"Yah - bagaimana ya," kata Mr. Allen. "Sepanjang yang kuketahui, naga
katanya tidak ada. Sudah sejak jutaan tahun tidak ada lagi! Tentu saja
aku sendiri membuat beberapa film tentang makhluk-makhluk itu,
dengan mempergunakan naga tiruan yang digerakkan mesin. Untuk suara
naga, kami mempergunakan bunyi deruman mesin yang diredamkan, dan
yang dikombinasikan dengan lengkingan bunyi peluit. Keduanya
dibaurkan dengan teknik tertentu, sehingga kesan yang ingin kami
ciptakan didapatkan - yaitu membuat penonton merasa ngeri.
Tapi yang kudengar malam itu sama sekali tidak seperti bunyi ciptaan
kami. Bunyinya tinggi serak - seperti bunyi napas yang sesak - atau
suara batuk."
"Lalu bagaimana dengan Liang gua yang terdapat di bawah rumah Anda
ini?" tanya Jupiter. "Cukup lapangkah untuk dimasuki seekor naga, atau
makhluk lain yang cukup besar sehingga dikira naga?"
"Ya," kata laki-laki tua itu. "Di bawah gigir tebing sini ada sejumlah gua.
Letaknya ke arah utara serta selatan, dan begitu juga ke pedalaman.
Zaman dulu liang-liang gua itu dipakai oleh para penembus blokade,
sehubungan dengan peraturan yang melarang beredarnya minuman keras
di Amerika. Dan sebelum itu, dipakai oleh para penyelundup serta bajak
laut. Beberapa tahun yang lalu pernah terjadi tanah runtuh, akibat
erosi. Sebagian besar dari tempat yang dulu dikenal dengan nama
Haggity's Point tertimbun karenanya. Tapi di bawah sini masih banyak
terdapat liang-liang gua."
"Hmm," gumam Jupiter. "- tapi baru sekali ini Anda melihat dan
mendengar naga, walau Anda sudah bertahun-tahun tinggal di sini.
Betulkah demikian?"
"Ya - dan satu kali saja sudah cukup. Dan yang ini pun barangkali takkan
terlihat olehku, jika aku saat itu tidak sedang mencari-cari Red Rover
anjingku."
"Saya rasa kini sudah waktunya kita berbicara tentang anjing Anda yang
hilang itu, Sir - serta keadaan waktu itu. Tolong kaucatat, Bob,'' kata
Jupiter.
"Selama dua bulan yang lewat, aku bepergian ke luar negeri," kata laki-
laki tua itu. "Walau aku tidak aktif lagi dalam bidang perfilman, tapi aku
masih tetap sangat berminat terhadap film serta perkembangannya.
Aku biasanya setiap tahun berkeliling di Eropa, menghadiri festival-
festival film yang termasuk penting, yang diselenggarakan di berbagai
kota. Tahun ini juga begitu. Aku menghadiri festival di Roma, Venesia,
Paris, London, Berlin, serta Budapest. Di samping itu aku juga
mendatangi kawan-kawan lama di sana.
Red Rover suka berkeliaran sambil berlari-lari. Aku kini tidak mampu
lagi menemaninya. Karena itu kalau malam ia kulepaskan, biar bisa
berlari-lari sebentar. Tapi dua malam yang lalu, ia tidak kembali lagi. Ia
sudah tiga tahun kupelihara. Kusangka ia mengubah kebiasaan karena
agak lama kutinggal, bukan kembali kemari, tapi ke tempat penitipan di
mana ia tinggal selama ini. Karenanya aku lantas menelepon ke sana. Tapi
Red Rover tidak muncul di sana. Aku menunggu-nunggu - tapi ia tetap
saja tidak kembali.
Lalu ketika aku keluar untuk mencarinya - saat itulah aku melihat
makhluk itu!" "Tapi Anda tidak turun ke pantai?" tanya Jupiter.
"Tidak! Seram sekali rasanya saat itu. Aku, yang hampir seumur hidupku
membuat film untuk mengejutkan dan menakut-nakuti orang - tahu-tahu
aku sendiri mengalami kejadian begitu. Tidak bisa kulukiskan dengan
kata-kata, perasaanku saat itu. Mula-mula panik, karena membayangkan
kemungkinan bahwa anjingku diserang dan dimakan makhluk yang
menakutkan itu. Lalu menyusul rasa ngeri, jangan-jangan aku ini sudah
gila. Tidak mudah rasanya, mengakui telah melihat naga! Sungguh -
percayalah!"
"Terima kasih, Mr. Allen, atas kepercayaan Anda pada kami," kata
Jupiter. "Kecuali anjing Anda, masih ada beberapa ekor lagi yang
dilaporkan hilang di kota ini. Menurut laporan terakhir, ada lima ekor -
belum termasuk anjing Anda."
"Aku juga mendengar kabar itu lewat siaran warta berita, setelah
anjingku hilang. Coba itu sudah lebih dulu kuketahui, takkan kubiarkan
Red Rover berkeliaran sendiri malam itu."
Laki-laki tua itu menggeleng. "Tidak. Belum. Aku tidak ingin menyebut-
nyebut apa yang kulihat malam itu." "Orang-orang yang bertempat
tinggal di sekitar sini, apakah semuanya juga memelihara anjing?"
Jupiter berdiri.
"Kalau begitu kami pergi saja sekarang, Mr. Allen. Kami berjanji akan
menyampaikan laporan selengkapnya, kalau ada kemajuan dalam
pengusutan kami."
"Kurasa naga takkan merasa terhalang oleh pintu pagar atau bahkan
pintu rumah yang terkunci, Pete," kata Jupiter.
"Tidak, aku sama sekali tidak ingin tahu," kata Pete. "Aku malah heran
sekarang, kenapa aku belum membeli anjing untuk kujadikan menjagaku!
Seekor anjing besar, yang tidak takut pada naga!"
Jupiter menekan bel. Hampir seketika itu juga pintu depan dibuka
dengan cepat. Seorang laki-laki bertubuh gempal menatap mereka
dengan kening berkerut.
"Ya? Kalian mau apa?" tanya orang itu dengan suara keras.
"Maaf, Sir," kata Jupiter dengan sopan, "kami baru saja dari tetangga
Anda di seberang, Mr. Allen. Mungkin Anda juga sudah tahu, anjingnya
yang bernama Red Rover hilang. Kami ingin bertanya, mungkin Anda tahu
apa-apa tentang kejadian itu."
"Anda tentu punya alasan kuat untuk tidak menyukai anjing, Sir,"
katanya. "Barangkali jika Anda mau mengatakan apa salah mereka -"
"Apa salah mereka?" ulang laki-laki itu dengan nada pedas. "Mereka
melakukan apa yang sudah selalu dilakukan. Malam-malam menggonggong
dan melolong-lolong tak menentu. Menginjak-injak tanaman bungaku.
Rumputku rusak kena kaki mereka. Tempat sampahku terguling,
sehingga trotoar kelihatan jorok! Bagaimana - itu sudah cukup atau
belum?"
"Maaf," kata Jupiter penuh pengertian. "Kami bukan orang sini. Kami ini
ditugaskan mencari anjing Mr. Allen. Jika anjing itu merusak milik Anda,
saya yakin Mr. Allen pasti mau membayar ganti rugi. Ia sangat
kehilangan anjingnya, dan saya rasa ia pasti mau berbuat apa saja untuk
-"
"Ia mau berbuat apa saja, ya?" tukas laki-laki itu. "Nah - aku juga
begitu. Tunggu di sini!"
"Inilah yang akan kulakukan," katanya dengan sengit. "Kujejal dia dengan
mimis! Isi senapan ini mimis ukuran terbesar untuk senapan jenis ini.
Jika aku sampai melihat anjing peliharaan Allen itu, atau anjing sialan
lainnya masuk lagi ke tanah milikku, inilah yang akan kuhadiahkan pada
mereka!"
Bab 3
UJIAN MENTAL
JARI Mr. Carter yang memegang picu nampak menegang. "Aku ini
penembak jitu! Tembakanku belum pernah meleset. Ada pertanyaan
lagi?"
"Tidak, Sir," katanya. "Maaf, jika kami mengganggu Anda. Permisi, Sir."
"Ayo, putar tubuh!" bentak Mr. Carter. "Aku tidak ingin kalian
menginjak-injak rumputku!"
"Pakai senapan buru dengan mimis segede gajah lagi," kata Pete. Ia
memeriksa apakah keningnya berkeringat atau tidak. "Sedetik lagi,
habislah tubuh kita dirobek-robek mimis!"
"Dan itu sejak semula sudah kauketahui," kata Pete dengan nada
menuduh. "Pantas kau tenang-tenang saja."
"Kurasa Mr. Carter memang sama sekali tidak berniat menembak kita,"
kata Jupiter. "Ia cuma ingin melampiaskan kemarahannya saja. Dan
kemarahannya itu tercetus, karena aku kebetulan menyinggung satu hal
yang tidak disukainya. Aku bertanya tentang anjing!"
"Dan kini ada satu tambahan lagi yang bisa memancing kemarahannya,"
kata Pete. "Manusia!"
Pete menggeleng.
"Kau keliru! Lain kali kau saja yang berhati-hati, jika datang lagi ke
tempat Mr. Carter. Aku tidak perlu kaupikirkan, karena aku takkan ikut.
Aku lupa bilang, kulitku ini sangat peka! Tidak tahan kena mimis - apalagi
yang ditembakkan dari senapan berburu!"
"Aku juga begitu," kata Bob. "Jika harus ditembak, aku memilih
ditembak dengan pistol air, dengan jarak sepuluh langkah."
"Apa lagi yang dibicarakannya sekarang?" tanya Pete pada Bob. Jupiter
menuding ke seberang jalan.
"Ada dua tetangga, yang menurut Mr. Allen tadi tidak memelihara
anjing. Tetangga yang satu, Mr. Carter, sudah kita datangi. Kini kita
akan mengajukan beberapa pertanyaan pada tetangga yang satu lagi,
Arthur Shelby."
Jalan masuk dirintangi oleh pintu pagar setinggi dada, yang terbuat dari
logam. Anak-anak memandang lewat pintu itu, ke arah rumah besar yang
letaknya agak ke belakang dalam tanah milik Mr. Arthur Shelby.
"Nampaknya aman," kata Bob. "Aku tidak melihat kubu meriam di sini."
Pete maju sedikit, untuk memperhatikan jendela-jendela di tingkat
bawah dan atas.
"Itu bisa kita ketahui dengan mudah," kata Jupiter sambil melangkah
maju. "Kita tinggal melewati gerbang ini, lalu -"
Pete menatap pintu gerbang itu dengan sikap ragu. Ya, tentu saja,"
katanya. "Tapi baru sekali ini kulihat di rumah pribadi seseorang."
"Setiap tanda kemajuan dan kemodernan merupakan hal yang baik bagi
kita," kata Jupiter dengan riang. "Kenyataan bahwa Mr. Shelby memakai
alat modem begini sebagai perlengkapan pintu gerbangnya, bagi kita
berarti bahwa orang itu tidak percaya pada takhyul, atau terikat pada
hal-hal yang lazim. Orang seperti dialah yang perlu kita datangi,
teristimewa jika urusannya menyangkut hal-hal yang sulit diterima akal
sehat, seperti ada-tidaknya naga di sekitar sini, misalnya."
Ia melangkah masuk, diikuti kedua temannya. Pada satu sisi jalan yang
menuju ke rumah, nampak perangkat jam matahari yang besar dan penuh
hiasan. Letaknya di tengah-tengah halaman berumput. Sedang di depan
anak-anak ada semacam terali tergantung, tempat sangkutan tanaman
bunga. Mereka berjalan di bawah terali itu.
"Itu biasanya berupa pagar besi berukuran besar dan berat, yang
tergantung di atas gerbang puri atau kota berbenteng, dan diturunkan
dengan bantuan rantai untuk mencegah kemungkinan orang masuk," kata
Jupiter menjelaskan.
"Tapi seingatku, kita sama sekali tidak melewati parit," kata Pete
mengomel.
"Aku sependapat dengan Pete," kata Bob. "Aku berperasaan bahwa Mr.
Shelby secara tidak langsung hendak mengatakan bahwa ia tidak
menginginkan kedatangan kita kemari."
"Kurasa bukan begitu," kata Jupiter. "Menurutku, kita ini diuji olehnya.
Kita dibuatnya melewati tahap-tahap ujian, yang diperkirakan akan
menyebabkan kita gentar, lalu cepat-cepat pergi dari sini."
Saat itu terdengar bunyi berdetik pelan. Pintu depan terbuka sendiri,
seakan-akan sebagai jawaban atas penalaran Jupiter.
"Hebat," kata Bob dengan kagum. "Seluruh tempat ini rupanya dipasangi
alat-alat elektronik olehnya."
"Selamat siang, Mr. Shelby. Kami ini Trio Detektif, dan kami datang
atas saran tetangga Anda di sebelah, Mr. Allen; Bolehkah kami masuk,
Sir?"
Bab 4
Anehnya, burung itu tetap berada di satu tempat saja. Pekikannya yang
melengking tidak terdengar lagi.
Jupiter yang selama itu menutupi muka dengan tangan guna melindungi
matanya, kini mengintip dengan hati-hati dari balik celah di antara jari-
Dalam ruangan yang gelap itu terdengar suara tertawa pelan. Bunyinya
serak. Tiba-tiba ruangan menjadi terang, karena nyala lampu-lampu di
atas kepala yang saat itu dihidupkan.
"Selamat datang di Puri Misteri," kata orang itu dengan suara berat dan
dalam. Setelah itu ia tertawa, sampai berbungkuk-bungkuk. Gelaknya
diselingi batuk-batuk.
"Aku Arthur Shelby. Lebih baik kuambil saja burungku, sebelum kalian
dipatuk olehnya."
Bob dan Pete ikut memandang ke atas, memperhatikan alur rel yang
melintasi langit-langit.
"Kurasa misteri yang ada di sekitar sini pasti anjing-anjing yang hilang
itu, ya?"
"Itu mungkin saja," kata Mr. Shelby. "Aku boleh dibilang tak pernah
berurusan dengan para tetangga - tapi aku mendengar tentang kejadian
itu lewat warta berita. Allen bepergian selama beberapa waktu, dan aku
sama sekali tidak tahu bahwa ia sudah kembali, sampai kudengar bahwa
Red Rover juga lenyap. Mudah-mudahan kalian berhasil menemukannya
kembali."
"Itu memang tugas kami," kata Jupiter. "Tapi untuk itu kami
memerlukan informasi. Menurut saya ada gunanya bercakap-cakap
dengan beberapa tetangga Mr. Allen. Kami baru saja ke rumah
seberang, mendatangi Mr. Carter. Anda kenal orang itu?"
Shelby tertawa.
"Siapa yang tidak kenal, di sekitar sini? Biasanya kan dikatakan, orang
berambut merah lekas naik darah. Aku berambut merah, tapi yang
cepat marah malah Carter. Tentunya ia memamerkan senapan burunya
pada kalian tadi, ya?"
"Anda menakut-nakuti orang dengan cara lain," sela Pete dengan tiba-
tiba. "Untuk apa segala keisengan yang Anda pasang di sekeliling rumah
Anda ini?"
"Wah, kalau tentang itu, aku cuma tahu bahwa mereka dilaporkan hilang.
Lebih baik kalian berbicara saja dengan para pemilik anjing-anjing itu."
"O ya?" Alis orang berambut merah itu naik sesenti. "Apa petunjuknya
itu?"
"Karena saya rasa Mr. Allen mungkin akan merasa tidak enak, apabila hal
itu tersebar luas," kata Jupiter. "Maaf, Mr. Shelby." Laki-laki jangkung
itu menunjukkan sikap tak peduli. Ia mengangkat bahu.
"Kurasa dalam urusan ini, kau harus bertindak seperti pengacara hukum.
Kau harus melindungi kepercayaan klien yang telah dilimpahkan padamu.
Begitu, ya?"
"Ah, sudahlah!" kata Pete, yang sudah tidak sabar lagi. "Yang tidak ingin
dikatakan oleh Jupe ini ialah bahwa Mr. Allen waktu itu melihat seekor
naga muncul dari dalam laut."
"Naga?" kata Mr. Shelby. "Jadi itu yang menurut Allen dilihat olehnya?"
Jupiter kelihatan ragu sejenak. Kemudian ia mengangkat bahu.
"Yah, apa boleh buat - karena sudah terlanjur disebut! Saya rasa ia
khawatir orang-orang akan menyangka pikirannya sudah tidak waras lagi,
jika ia mengatakan melihat naga. Tapi menurut katanya, itulah yang
dilihatnya waktu itu."
"Ternyata kami ini tidak bisa menyimpan rahasia, Mr. Shelby. Tapi jika
ternyata bahwa ada naga - atau makhluk berbahaya lain seperti itu di
bawah sana, saya rasa Anda juga perlu mengetahuinya. Maksud saya,
jika Anda punya kebiasaan, sekali-sekali turun ke sana."
"Terima kasih atas peringatan kalian," kata Mr. Shelby. "Tapi aku jarang
sekali turun ke pantai. Aku tidak begitu gemar berenang di laut Sedang
mengenai liang-liang gua yang ada di bawah, sudah sejak lama aku tahu
bahwa tempat-tempat itu lebih baik jangan dimasuki. Berbahaya!"
"Saya dengar, gua-gua itu dulu dipakai oleh penyelundup," kata Jupiter.
Shelby tersenyum.
"Terima kasih, Sir," balas Jupiter. Disambutnya tangan Mr. Shelby yang
diulurkan ke arahnya.
Bab 5
Jupiter, yang biasanya selalu berkepala dingin, sekali ini tidak tahan
lagi. Cepat-cepat dilepaskannya tangan itu, sehingga terjatuh.
"Astaga!" kata Bob sambil mendekat. "Itu kan tangan?!" Jupiter sudah
agak pulih dari kekagetannya. "I-tu ta-tangan M-mr. Shelby. Tahu-tahu
terlepas, ketika kami berjabatan tangan!"
Jupiter menggeleng.
"Ya - sangat kocak!" kata Pete sengit. "Kita cepat-cepat saja pergi dari
sini, sebelum timbul lagi keisengannya yang berikut."
Pintu itu terbuka tanpa bunyi, seperti yang terjadi sewaktu mereka
masuk. Trio Detektif bergegas melewatinya.
"Kalau aku boleh mengusulkan, kita lari saja terus sampai ke Rocky
Beach," kata Pete. "Apalah arti jarak dua puluh mil, jika diingat betapa
kita akan jauh lebih aman jika sudah ada di sana?"
Jupiter mengangguk.
"Sama seperti Pete," kata Bob. "Disamping itu, kau kan dengar sendiri
tadi kata Mr. Shelby, bahwa liang-liang di bawah itu sangat berbahaya.
Entahlah kalau naga, tapi aku sendiri pasti tidak senang kalau tertimbun
tanah longsor."
"Kenapa ia selalu saja bisa mengalahkan kita? Padahal kan satu lawan
dua!" Bob mengangkat bahu. "Ia lebih keras kepala, sih! Mungkin, kita
berdua ini lebih tahu diri."
"Yah - tapi itu tidak ada gunanya bagi kita," kata Pete mengomel. "Yuk -
kita susul dia, sebelum Mr. Shelby meluncurkan benda terbang lagi
untuk mengejar kita. Atau Mr. Carter yang di seberang jalan tiba-tiba
merasa perlu melatih kejituannya menembak."
Setelah itu Pete memegang kayu sandaran tangga, lalu mulai melangkah
turun. Bob menyusulnya. Jenjang-jenjang yang dilewati sudah tua dan
sempit. Dan sangat terjal! Pete dan Bob yang lari menuruninya, mula-
mula masih berpegangan pada sandaran. Tapi lari mereka semakin cepat.
Keberanian pun bertambah. Akhirnya sandaran hanya ditepuk-tepuk
saja, sambil lewat.
Jupiter tidak selincah kedua temannya. Tapi jika mau, ia bisa juga
berlari. Langkahnya dipercepat, sementara ia melonjak dari jenjang ke
jenjang.
Jaraknya dari dasar tebing tinggal sekitar lima meter lagi - tahu-tahu
jenjang yang dipijaknya patah! Jupiter terdorong terus ke bawah,
karena kecepatannya berlari. Jenjang berikut yang dipijak berderak,
lalu patah pula. Jupiter berusaha menahan gerak tubuhnya. Ia
menyambar kayu sandaran.
Bob dan Pete yang sudah berhasil menyusui sampai dekat sekali,
mendengar teriakan teman mereka itu - tapi sudah terlambat! Seluruh
konstruksi tangga di sebelah bawah ambruk, bagaikan rumah-rumahan
yang dibangun dari kartu-kartu. Bagian sandaran sebelah atas tempat
yang disambar oleh Jupiter tadi merupakan satu-satunya kemungkinan
bagi keduanya untuk menyelamatkan diri. Mereka menyambar tempat
sandaran itu dengan perasaan panik.
Tapi kayu pada bagian itu juga sudah lapuk, sehingga langsung terlepas.
Dalam keadaan jatuh, otak Jupiter masih sempat bekerja. Ada dua
pikiran yang merongrongnya, sekejap sebelum ia terbanting di bawah.
Apakah yang dialaminya itu kecelakaan biasa?
Waktu yang tersisa hanya cukup untuk memikirkan kedua hal itu. Ia
terbanting dengan keras, disusul tubuh dan papan yang berjatuhan
dekat kepalanya. Setelah itu segala-galanya menjadi gelap!
Bab 6 TERJEBAK !
"Tentu saja aku tidak apa-apa," katanya. "Tapi itu bukan berarti bahwa
aku tertolong oleh kenyataan bahwa kalian berdua jatuh menimpa aku.
Di samping napasku terdesak ke luar, mukaku juga terbenam dalam pasir
karenanya."
"Ia tidak apa-apa," kata Pete sambil nyengir. "Ia masih bisa mengoceh."
yang berat itulah yang menyebabkan anak tangga dan sandaran patah.
Lalu apa yang harus kita lakukan tadi? Melayang, supaya ia jangan
sampai tertindih?"
"Mungkin kau benar," kata Bob setelah beberapa saat. "Tapi siapa yang
tahu bahwa kita akan turun?"
"Ya, betul," kata Pete. "Itu kan gagasanmu sendiri, Jupe. Jika kita tadi
tidak menuruni tangga, kecelakaan itu bisa dialami siapa saja di daerah
sini. Selama ini kita baru bertemu dengan Mr. Carter, Mr. Allen, dan Mr.
Shelby. Tapi pasti masih banyak lagi yang biasa turun-naik lewat tangga
tadi.'
"Tangga yang berikut, lumayan juga jauhnya. Sedang tangga yang lain,
masih lebih jauh lagi. Jadi pasti cukup banyak yang biasa melewati
tangga yang ini."
Setelah itu Jupiter berjalan menuju ke tepi air, tanpa menoleh lagi.
"Pertama-tama kita mencari jejak dari tepi air, menuju ke liang gua.
Makhluk yang menurut Mr. Allen dilihat olehnya, menuju ke arah sana."
Pete menuding ke arah seekor camar yang baru saja turun ke pasir.
"Mungkin lebih baik jika kita tanyakan pada seekor di antara mereka,
apakah belakangan ini pernah melihat naga di sini. Dengan begitu kita
tidak perlu repot-repot lagi."
"Bagus juga gagasanmu itu," kata Bob. "Dan jika burung-burung itu tidak
mau bicara, masih ada kapal tunda dengan perlengkapan pengangkat
kapal yang ada di sana itu."
"Apa yang ada sejauh itu, tidak perlu kita pikirkan. Kita hanya perlu
meneliti garis pantai di sekitar sini saja."
"Di sekitar sinilah kita seharusnya menemukan jejak. Lebih baik jika
melakukannya secara berpencar."
"Aku juga," kata Pete, "ditambah dengan kerang, serta kayu hanyut."
"Kemungkinan itu bisa saja - di sini, dekat air," katanya kemudian. "Tapi
lebih ke atas lagi masih ada bidang pantai yang cukup lebar, sampai ke
mulut gua. Yuk - kita memeriksa ke sana."
"Apakah itu harus kita lakukan?" tanya Pete. "Bagaimana jika naga itu
ada di dalam gua? Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Kita lawan
dia, dengan kedua belah tangan kita saja?"
"Kurasa kita takkan perlu berkelahi melawan apa pun juga, Pete," kata
Jupiter. "Mulut gua akan kita dekati dengan sangat berhati-hati. Dan
kita takkan masuk ke dalam, selama kita tidak bisa memastikan bahwa
hal itu tidak berbahaya."
"Yah - aku tidak tahu apakah ini akan ada gunanya untuk membela diri
nanti," katanya. "Tapi aku merasa lebih aman, jika menggenggam tongkat
sebagai senjata."
"Katamu itu memang tepat, Pete," katanya. "Aku ingat, pernah melihat
gambar yang menampilkan adegan pertarungan antara St. George
dengan naga. Jagoan hikayat kuno itu juga tidak mempergunakan kayu
hanyut sebagai senjata. St. George itu orang pintar. Ia menggenggam
pedang panjang."
"Kau tidak ingin membawa senjata pula, Jupe? Kalau mau, bisa kita ambil
sepotong sandaran tangga yang patah tadi. Kulihat beberapa di
antaranya masih ada paku-pakunya. Asyik, panjang-panjang."
Bob dan Pete tersenyum hambar. Dengan air muka teguh tapi
berkeringat dingin, ketiga remaja itu melangkah maju dengan hati-hati,
menghampiri mulut gua yang gelap di kaki tebing.
Mereka melintasi beting pasir rendah yang terdapat di dekat batas air,
sambil mengamat-amati setiap jengkai yang mereka lewati. Tiba-tiba
Jupiter berhenti berjalan. Matanya bersinar.
Pete dan Bob memandang ke bawah. Pada pasir yang lembab dan longgar
nampak jelas semacam alur memanjang.
"Wah! Naga ini rupanya dari jenis modern," kata Bob setelah beberapa
saat memperhatikan. "Kelihatannya berjalan dengan roda."
"Tidak ada apa-apa di sini. Tapi alur ini kelihatannya seperti jejak salah
satu kendaraan. Mungkin mobil pantai. Penjaga keselamatan di pantai
kadang-kadang memakai jip atau mobil pantai untuk berpatroli di
sepanjang daerah pantai tempat ini."
"Itu mungkin saja," kata Bob. "Tapi jika sedang berpatroli, alur jejak ini
mestinya kan memanjang ke utara dan selatan - sesuai dengan garis
pantai. Tapi jejak ini mengarah ke mulut gua."
"Benar juga katamu, Bob," kata Jupiter. Ia berlutut, untuk meneliti alur
cekung itu. Bob memandang ke belakang, ke arah laut. Keningnya
berkerut.
"Aneh," katanya. "Jika jejak ini kelihatan di sini, kenapa di dekat air
tadi tidak?"
"Kurasa mungkin karena terhapus gerak air pasang yang deras serta
ombak yang memecah," kata Jupiter.
Pete meringis.
"Kurasa mata Mr. Allen yang sudah tua itu tidak bisa terlalu diandalkan.
Yang dilihatnya waktu itu mungkin bukan naga, tapi jip - atau
sebangsanya." "Mungkin juga," kata Jupiter. "Pokoknya, itu akan kita
ketahui jika sudah sampai di gua."
Tapi ketika tinggal sekitar sepuluh meter dari mulut gua, jejak berupa
alur memanjang itu tahu-tahu lenyap.
"Mulut gua ini sangat lebar. Bis pun hampir-hampir bisa masuk ke
dalamnya," kata Bob. "Aku masuk saja sebentar, untuk melihat sampai
seberapa jauh masuknya ke perut tebing."
"Baiklah, Bob. Tapi jangan terlalu jauh. Aku dan Pete akan menyusul
dengan segera, begitu kami sudah meneliti ambang di sini, kalau-kalau
ada salah satu petunjuk."
Jupiter tersenyum.
"Begitu kita melihat bahwa jejak tadi berasal dari salah satu kendaraan
buatan tangan manusia, dan bukan makhluk ajaib seperti naga, kurasa
kita semua langsung seperti mendapat suntikan keberanian."
"Mungkin bisa kita duga betapa luas gua di dalam, dari gema suara Bob."
Jupiter berseru ke dalam, "Cuma untuk mengecek saja, Bob! Bagaimana
keadaan di dalam?"
"Tolooong!"
Bab 7
PERINGATAN MISTERIUS
Pete, yang paling kekar tubuhnya di antara mereka bertiga, melesat lari
ke dalam gua. Jupiter berusaha mengikuti langkahnya yang cepat.
"Jangan terlalu cepat, Pete," kata Jupiter, "Ia tidak mungkin terlalu
jauh, dan kita harus berhati-hati agar jangan -"
"Ia terjerumus ke dalam lubang," kata Pete. "Untung saja aku masih
sempat menahan langkah."
"Di sini, di bawah!" seru Bob. "Aku terjerumus ke dalam semacam sumur.
Aku tersedot ke bawah!"
dengan hati-hati. "Aku masih tetap belum bisa melihatnya. He, Bob! Kau
bisa melihat kami?"
"Raihkan tanganmu ke atas lalu pegang tanganku, Bob. Nanti aku akan
menarikmu ke atas, bersama Pete."
"Tidak bisa," balas Bob dengan nada gugup. "Tadi terlempar, ketika aku
terjerumus kemari."
Ia menggeleser lagi.
"Sorry!" balas Jupiter. "Tapi itu cuma tanah longgar yang ada di pinggir
atas."
"Kurasa kita bisa melakukannya." Ia berseru lagi pada Bob, "He, Bob!
Apakah ujung kakimu bisa menyentuh dasar?"
"Belum," jawab Bob dengan sebal. "Tapi mungkin jika kalian berdua yang
jenius akhirnya berhasil menemukan akal untuk mengeluarkan aku, aku
akan sudah terbenam sampai ke dasar."
"Kalau kau memegang kakiku, aku akan bisa meraih ke bawah," kata Pete.
"Kita tidak punya waktu lagi untuk memikirkan cara penyelamatan yang
macam-macam."
"Tapi apa gunanya?" tanya Pete. "Bob tidak bisa meraih setinggi itu ke
atas."
"Bisa, jika papan kita letakkan dengan membentuk sudut yang tepat,"
kata Jupiter. "Kurasa kita bisa mengganjalnya dari sisi seberang."
"Bisa saja kita coba. Itu jika papanmu cukup kuat menahan berat
badannya."
"Terima kasih," kata Bob. "Tapi cepatlah sedikit! Aku sudah semakin
dalam terbenam sekarang."
"Aku bisa melihatnya sekarang," seru Bob. Lalu dengan suara meninggi
bernada kecewa, "Tak bisa kuraih! Terlalu tinggi!"
"Terima kasih, Pete," kata Jupiter dengan napas sesak. "Sekarang, jika
kau terus menindih kakiku selama beberapa saat lagi, sampai papan ini
sudah seluruhnya kuulurkan -"
Pete dan Jupiter mendengar Bob berseru dengan gembira dari bawah,
"Ya - berhasil, Jupe!"
"Okay, Bob. Sekarang aku dan Pete akan membenamkan ujung yang
sebelah atas ke sisi lubang sebelah sini. Setelah itu kau harus berusaha
memanjatnya ke atas. Bisakah kau meraihkan tanganmu untuk
mencapainya?"
"Roger!" balas Bob. Terdengar bunyi berderak. Papan tipis yang mereka
pegang bergetar.
"Ia datang!" seru Pete. Papan tipis itu terayun dan bergetar, menahan
beban tubuh Bob yang merambat naik. Jupiter menindih ujung sebelah
atas dengan sekuat tenaga.
"Di sini tidak ada tali," kata Pete menggerutu, "dan juga tidak ada waktu
lagi. Kita cuma kekurangan beberapa sentimeter saja. Mestinya ada
sesuatu -"
"Aku tahu!"
Sesuatu yang berlumur lumpur naik dengan pelan dari dalam lubang.
Bab 8
"Trims!"
"Itu tadi ide Jupe," kata Pete, Ia memandang ikat pinggangnya dengan
sikap menyesali diri. "Padahal aku juga memakai ikat pinggang. Cuma
pikiranku saja yang tidak sampai ke situ."
"Pokoknya idemu itu berhasil, Jupe. Mulai sekarang aku takkan lagi
memperolokkan dirimu bahwa kau terlalu gendut." Ia menoleh ke dalam
lubang, lalu mundur sambil bergidik. "Coba kau tidak memakai ikat
pinggang yang panjang, kemungkinannya aku masih terbenam di bawah
sana sekarang."
"Aneh juga, kenapa ada lubang yang begitu berbahaya di dekat jalan
masuk ke gua. Kurasa itu menyebabkan banyak orang yang ingin tahu
tidak bisa masuk."
"Kecuali jika mereka bersikap seperti aku tadi," kata Bob sambil
tersenyum hambar. "Lubang berlumpur itu akan menyebabkan banyak
dari mereka tidak bisa keluar lagi!"
"Kemungkinan itu bisa saja," kata Jupiter sambil mengangguk. "Tapi kita
tadi kan sedang mencari-cari jejak, sebelum Bob berteriak minta
tolong. Kita sama sekali tidak melihat jejak anjing di sekitar mulut gua."
"O ya?" kata Pete dengan nada heran. "Itukah yang kita kerjakan tadi?"
Ia menoleh ke belakang dengan cepat. "Yah - sekarang sebaiknya kita
lekas-lekas saja keluar dari sini, sementara masih bisa. Tempat ini
menyeramkan." Semuanya sependapat tentang hal itu. Mereka cepat-
cepat keluar.
"Aku ingin tahu, sampai seberapa jauh Liang gua itu menjorok masuk ke
dalam," katanya. "Kita tadi mendapat keterangan bahwa liang-liang di
sini dulu biasa dipakai para penyelundup."
"Liang yang baru saja kita tinggalkan, rasanya tidak cocok untuk
dijadikan tempat menyembunyikan barang-barang selundupan, karena
terlalu terbuka dan mudah dimasuki orang."
"Mungkin juga," kata Jupiter, "tapi kita tidak punya waktu lagi untuk
memeriksanya sekarang. Kita harus mengundurkannya ke lain waktu."
"Aku setuju saja," kata Pete dengan gembira, "pokoknya, asal jangan
hari ini. Untuk sekarang, aku sudah cukup banyak mengalami kejadian
yang menciutkan hati."
"Penyelam," kata Pete dengan lega. "Ia memakai masker dan sirip renang
di kaki. Aduh - karena itu saja kita sudah takut setengah mati! Yuk, kita
pergi."
"Lalu?" kata Pete sambil tertawa. "Ia kan bisa saja habis berburu ikan!"
Jupiter menggeleng.
Tiba-tiba orang yang bermasker dan berpakaian selam serba hitam itu
berlutut, dengan senapan tombak teracung ke depan. Orang itu
merebahkan diri, sambil membidikkan senjatanya.
"Ya - Bob benar!" Ia berbalik dengan cepat. "Pasti kita yang dijadikan
sasaran - di sekitar sini tidak ada orang lain!"
Otak Jupiter biasa berpikir logis, dan bekerja dengan teramat cepat.
Secepat kilat ditiliknya situasi yang dihadapinya. Hasilnya membuat
keningnya berkerut. Situasi yang dihadapi tidak masuk akal!
Ketiga remaja itu lari lagi, kini kembali ke mulut gua. Mereka lari dengan
perasaan panik, karena memperhitungkan setiap saat akan mendengar
letusan senapan tombak di belakang mereka.
"Setuju!" katanya. "Tapi kita biarkan orang itu berbuat sesuatu terlebih
dulu. Jika ia ternyata menuju kemari, maka akan kuakui bahwa situasi
yang kita hadapi menghendaki adanya tindakan darurat - seperti masuk
lebih Jauh ke dalam gua ini, misalnya."
"Aduh!" keluh Bob. "Bagaimana sekarang? Aku tidak ingin tercebur lagi
ke dalam sumur tadi!"
Jupiter menggeleng.
"Kita cuma perlu menggali sedikit saja. Gali pasir yang di sini, supaya
longgar!"
Ketiga remaja itu berlutut lalu mulai menggali pasir dengan tangan
mereka. Tiba-tiba pintu papan bergerak.
Pintu papan kini dapat digerakkan dengan mudah, karena kakinya tidak
lagi terganjal pasir. Bob dan Pete cepat-cepat menyusup masuk. Kini
giliran Jupiter untuk menyusul.
Bob dan Pete bergegas mengeduk pasir lagi, kini dari sisi di belakang
papan. Pintu itu bergerak ke samping, dan dengan cepat Jupiter
menyusup masuk.
Papan berat itu mereka geser lagi ke tempat semula. Tapi tidak sampai
rata lagi dengan papan-papan yang bersebelahan.
Ketiga remaja itu masih berlutut di dalam rongga gelap itu, ketika
kemudian terdengar orang bercakap-cakap.
"Aku yakin sekali, anak-anak tadi lari kemari, Harry. Coba kau tadi tidak
roboh diterjang ombak, sehingga perhatianku terpaling sesaat!"
Kedua orang yang berpakaian selam itu berjalan semakin jauh ke dalam
gua. Sinar senter semakin meredup, begitu pula bunyi langkah kaki
mereka yang mengenakan sepatu renang.
"Kurasa kau salah lihat tadi, Jack. Tidak ada siapa-siapa di sini!"
"Kalau begitu mereka rupanya lari ke atas lewat tangga yang satu lagi."
Pasir digali lagi. Setelah itu dengan hati-hati mereka mendorong papan
yang berat, sehingga tergeser sedikit.
"Kau dulu sekarang, Jupe," bisik Pete. "Kalau kau bisa lewat, kami
berdua pasti juga bisa."
Ketiga remaja itu menyusup kembali ke luar, memasuki ruang gua yang
gelap. Mereka memasang telinga sejenak. Masih tetap tidak terdengar
apa-apa di situ. Setelah itu mereka bergegas mengembalikan papan tadi
ke tempatnya semula. Pasir yang digali ditimbunkan lagi ke dasarnya,
sehingga papan itu tegak dengan kokoh seperti sebelumnya.
Bab 9
Saat itu sejam setelah mereka pulang, ikut truk kecil dengan mana Hans
menjemput mereka lagi. Bob sudah lebih dulu pulang ke rumahnya, untuk
mandi serta berganti pakaian. Dan itu memang perlu! Kini, hanya Pete
dan Jupiter saja yang ada di kantor Trio Detektif.
"Aku tidak bisa memahaminya. Aku tidak tahu siapa kedua penyelam itu,
kecuali bahwa nama mereka masing-masing Harry dan Jack. Aku tidak
mengerti, apa sebabnya Harry - atau mungkin juga itu Jack -
membidikkan senapan tombaknya ke arah kita. Aku tidak tahu, kenapa
mereka mengejar kita ke dalam gua. Aku tidak tahu ke mana mereka
kemudian menghilang, dan dengan cara bagaimana. Aku bankan masih
belum bisa mengerti, bagaimana kita bisa lolos dari sana dengan
selamat."
"Aku punya ide, yang mungkin bisa membantu kita," kata Pete.
"O ya?" Jupiter memutar kursinya. Minat besar terpancar dari matanya.
"Apa idemu itu?" Pete menggerakkan tangannya ke arah pesawat
telepon yang ada di meja.
"Kau menelepon Mr. Allen. Katakan padanya, kita tidak jadi mencarikan
anjingnya yang hilang itu. Bilang padanya, kita sendiri tadi juga nyaris
hilang. Katakan, kita ingin membatalkan tawaran bantuan kita padanya."
Pete menggeleng.
"Apa peduli kita dengan kedua manusia kasar itu?" tukasnya. "Kita
sendiri pun tadi juga masuk ke sana, dan aku sama sekali tidak tahu,
untuk apa sebetulnya hal itu kita lakukan."
"Yah - tapi nyatanya tidak banyak yang kita jumpai di sana," tukas Pete.
"Kecuali lubang tadi. Bob yang menemukannya untuk kita."
"Mungkin itu lorong rahasia untuk masuk ke dalam gua. Atau bisa juga
salah satu tempat penyembunyian rahasia, yang dulu dipakai para
penyelundup."
"Apa hubungannya soal itu dengan kita," kata Pete berkeras. "Anjing
Mr. Allen kan tidak ada di situ."
"Selaku penyelidik, kita harus kembali ke sana dan memeriksa gua itu
dengan lebih cermat. Masa hal itu tidak kausadari sendiri?!"
"Ya, memang." Pete mengangguk, walau dengan sikap segan. "Aku cuma
heran, apa sebabnya kedua penyelam itu tidak terjerumus ke dalam
lubang yang ditemukan oleh Bob! Bukankah itu merupakan bukti bahwa
mereka mengenal tempat itu?!"
"Itu bisa saja - tapi jangan lupa, mereka membawa senter," kata
Jupiter. "Dan tentang bagaimana dan kenapa keduanya kemudian tahu-
tahu lenyap - kurasa jika kita kembali ke sana dengan berbekal senter,
mungkin kita akan -"
Pete dan Jupiter tidak bergerak. Hanya mata mereka saja yang
menatap pesawat itu.
"Halo?" kata Jupiter sekali lagi. Tetap saja tidak ada yang berbicara.
"Jangan -" kata orang itu dengan sulit - lalu berkata lagi, seolah-olah
dengan sisa-sisa suara yang masih ada, "Jangan - ke - mari." Kemudian
menyusul lagi bunyi napas mendesah.
"Gua ... guaku," kata suara aneh itu. Terdengar lagi bunyi, seperti napas
tersentak. Setelah itu - sunyi -
"Kenapa jangan?" tanya Jupiter. "Siapa yang bicara ini?" Suara yang
menjawabnya menggaung.
"Orang... mati-," kata suara itu lambat-lambat, "- tidak ... suka ...
bicara!"
Kata-kata itu disusul desahan panjang dan bergetar. Setelah itu sunyi
lagi.
"Wah! - Untung teringat, malam ini kami makan agak lebih sore dari
biasanya," katanya. "Aku pulang saja sekarang."
"Aku keluar juga, ah! Mungkin Bibi Mathilda memerlukan aku, untuk
merapikan pekarangan." Kedua remaja itu bergegas ke luar. Mereka
langsung memahami pesan suara yang menyeramkan tadi. Pesannya
memang sederhana:
Mr. Allen bercerita tentang naga, yang masuk ke dalam gua. Tapi ia
tidak mengatakan apa-apa tentang orang mati - atau hantu!
Bab 10
"Wah, Bob," sapanya, "hari ini aku sungguh-sungguh senang melihat kau
datang. Hari ini kita sangat sibuk. Banyak sekali orang datang, dan
sekarang tentu saja banyak buku yang harus dikembalikan ke tempat
masing-masing. Bisakah kau langsung mulai dengannya?"
"Hmm," gumam Bob pada dirinya sendiri. "Ini mungkin menarik untuk
diketahui."
"Semua sudah beres, Miss Bennett. Masih ada sesuatu yang perlu saya
pelajari sekarang, jadi jika tidak ada tugas lain -"
Dengan cepat dibukanya buku itu, mencari bagian yang berisi uraian
tentang kota Seaside. Karangan itu dimulai dengan kata-kata berikut:
"Wow!" kata Bob pada dirinya sendiri. Kini kota Seaside sudah lebih
bermakna baginya. Kematian kota itu terjadi lebih dari lima puluh tahun
yang lalu - karena buku yang dibaca merupakan terbitan beberapa tahun
yang lewat. Jika ia tadi tidak secara kebetulan menemukannya, mungkin
ia takkan mengetahui kisah kota kecil yang didatanginya tadi bersama
Pete dan Jupiter.
"Hi, son," sapanya. "Kudengar kau tadi pulang berlumur lumpur begitu
tebal, sehingga pakaian yang kaukenakan bisa dipakai untuk menguji
kehebatan mesin cuci kita, seperti yang selalu dibangga-banggakan
produsennya dalam siaran iklan."
"Dulu liang-liang gua di sana itu bisa berarti kematian bagi yang berani
masuk ke dalamnya. Waktu itu liang-liang gua di sekitar tempat yang
bernama Haggity's Point, banyak yang dipakai penyelundup minuman
keras. Dan sebelum itu, oleh bajak laut."
"Dasar nasib sial," kata Bob. "Menurut yang kubaca tadi, mereka bahkan
sudah sempat mulai membangun jaringan kereta bawah tanah - tapi
tidak pernah diselesaikan."
Bob sebenarnya masih ingin mendengar lebih banyak lagi. Tapi ayahnya
sudah berdiri, lalu berjalan ke meja makan. Bob menyusul, lalu duduk.
Banyak yang perlu diketahui oleh Jupiter, katanya dalam hati.
Kalau menurutku, kita lupakan saja anjing Mr. Allen yang hilang," kata
Pete, menyatakan pendapatnya dengan tegas. "Urusannya bagi dia
mungkin cuma binatang kesayangan yang hilang. Tapi bagiku, itu juga
melibatkan naga, serta dua penyelam bertampang galak dan bersenjata
senapan tombak, dan yang tidak suka pada anak-anak. Belum lagi lubang
berlumpur yang menyedot orang ke dalamnya, serta tangga yang ambruk
begitu orang lari menuruninya. Ditambah lagi entah apa yang menelepon
untuk memberi peringatan pada kita agar menjauhi guanya. Bagiku, itu
merupakan nasihat yang perlu dituruti - apalagi karena yang mengatakan
begitu orang mati!"
"Apa maksudmu?"
Saat itu satu jam setelah saat makan malam. Anak-anak berkumpul lagi
di dalam kantor Trio Detektif, untuk membicarakan rencana
selanjutnya.
"Tadi, setelah kau pulang untuk mandi dan berganti pakaian," kata
Jupiter menjelaskan, "kami mendapat peringatan yang misterius, lewat
telepon." Ia mengulangi peringatan itu, kata demi kata.
"Ya, ya, ya!" Kata itu diulang-ulang dengan suara melengking oleh
Blackbeard, burung yang pandai bicara dari dalam sangkarnya yang
tergantung di dekat meja kantor Trio Detektif.
"Diam!" bentak Pete. "Kau bukan anggota resmi perkumpulan ini. Kau
cuma diizinkan tinggal di sini."
"Ah - kau tidak lebih takut daripada kami, Pete. Kau cuma berlagak
takut saja."
Tidak sampai sejam kemudian, Pete sudah memandang ke luar, dari balik
jendela mobil kuno itu, yang kelihatan mewah karena bagian-bagiannya
yang terbuat dari logam dilapisi emas. Kendaraan itu meluncur dengan
suara lembut menyusur Pacific Coast Highway, menuju daerah pinggiran
Pada saat yang kritis itu mereka sedang membantu seorang remaja
Inggris yang mengalami kesulitan. Kemudian remaja itu membalas jasa.
Ia mengatur urusan keuangan yang diperlukan, sehingga Trio Detektif
dapat terus menikmati hak penggunaan mobil mewah itu, termasuk
sopirnya, Worthington.
"Harus kuakui, ini lebih nikmat daripada membonceng truk. Apalagi jika
dibandingkan dengan berjalan kaki."
"Senter, kamera foto, dan alat perekam suara," katanya sambil meneliti.
"Sekarang kita sudah siap menghadapi keadaan yang bagaimanapun -
serta merekamnya."
Pete mengambil satu dari ketiga senter yang dibawa. Jupe meraih
gulungan tali, lalu menyandangkannya ke bahu.
"Tidak ada jeleknya, berjaga-jaga," kata Jupiter. "Tali ini dari bahan
plastik yang kuat, dan panjangnya seratus meter. Dengannya kita nanti
bisa menuruni tebing, jika tangga-tangga lainnya ternyata juga sudah
diutik-utik."
Mereka menyusuri jalan yang sepi dan gelap itu. Jupiter yang paling
depan. Ia menuju ke tangga, lewat mana ia hendak mengajak teman-
temannya turun ke pantai. Tangga itu beberapa meter lebih jauh dari
tangga yang roboh ketika sedang mereka turuni pagi itu.
Bab 11
KEADAAN di sekitar tangga gelap gulita. Angin malam yang terasa asin
menyengat muka. Dinding tebing menjulang di atas pantai. Bayangannya
gelap dan suram di pasir yang diterangi sinar bulan.
Akhirnya ia mengangguk.
"Aman!"
"Walau begitu kita tidak boleh bersikap ceroboh," balas Jupiter sambil
berbisik pula.
"Kalian lihat itu?" katanya. "Liang gua ini berakhir di sana - langsung di
belakang lubang! Kalau begitu, lewat mana kedua penyelam tadi siang
keluar?"
"Kau tidak mengerti?" balas Pete. "Lihat saja, betapa sempit gua ini!
Begitu pula lubang ini. Maksudku tadi, tidak mungkin ada naga bisa
masuk kemari!"
"Tapi Mr. Allen mengatakan, ia melihat seekor naga muncul dari dalam
laut, lalu masuk ke gua di bawah tebing ini." Ia memandang dengan
cermat, ke dalam lubang. "Kedua penyelam bermasker tadi tidak
mungkin menghilang begitu saja. Harus kita anggap, di sekitar sini pasti
ada liang gua yang lain. Atau bisa juga lubang lain dalam gua yang ini.
Mungkin ada lorong-lorong lain yang lebih besar, di dekat-dekat sini."
"Wow!" seru Bob dengan tiba-tiba. "Benar juga, untung teringat lagi!"
"Karena kita sudah ada di sini, tidak ada salahnya jika kita mencarinya,"
kata Jupiter lagi. "Tapi cara terbaik untuk mencari terowongan, adalah
dengan melihat peta. Dan kemungkinannya itu bisa diperoleh di kantor
Badan Perencana Kota Seaside."
"Sesudah lima puluh tahun lewat?" Pete tertawa. "Pembuat peta itu
mungkin sudah lama mati. Dan jika peta itu masih ada, aku berani
bertaruh bahwa letaknya tertimbun di bawah tumpukan naskah tua yang
berdebu."
Jupiter mengangguk.
"Itu mungkin saja, Pete. Tapi karena sekarang kita sudah ada di sini,
kita cari saja terowongan itu, sambil melakukan penyelidikan." Ia
Dengan segera papan yang pernah mereka geser sudah tergali lagi sisi
bawahnya, lalu didorong sehingga terbuka sedikit. Ketiga remaja itu
menyusup lewat celah sempit, yang kemudian ditutup lagi. Setelah itu
mereka menyalakan senter, untuk melihat di mana mereka berada.
Jupiter beserta kedua temannya berada di dalam gua kecil dan sempit.
Langit-langitnya rendah. Tapi mereka masih bisa berdiri tegak di situ,
tanpa perlu membungkuk. Ruangan itu lembab. Bentuknya miring, dan ke
arah belakang berakhir pada dinding batu rendah.
"Buntu lagi," kata Pete menggerutu. "Ini cuma rongga biasa, bukan
lorong."
"Tidak ada apa-apa," katanya dengan nada kecewa. "Jika tempat ini
benar-benar pernah dijadikan tempat menyembunyikan harta rampasan,
yang jelas para bajak laut itu sangat teliti ketika mengambil harta itu
kembali."
"Ada apa?" tanya Pete, Ia berdiri sambil menatap dengan heran. Jupiter
hanya bisa menuding ke arah dinding gua yang ada di hadapan mereka.
"Baru saja ia masih ada di situ. Kau tidak melihatnya? Tahu-tahu lenyap,
seakan-akan tertelan dinding gua."
"Apa?" Pete menerjang dinding gua. Tapi dinding itu tetap tegar.
"Aneh," gumamnya. Ia menyorotkan senternya ke tanah. "Sekali ini tidak
ada lubang yang menelannya."
"Tidak ada apa-apa," kata Jupiter. "Itu cuma Bob, yang muncul kembali."
"Bukan main!" kata Bob. "Bayangkan - ada sebagian dinding gua, yang
sebenarnya pintu rahasia! Aku tadi kebetulan saja bersandar ke sini -
lalu tahu-tahu terbuka!"
Pete dan Jupiter menyusul Bob yang sudah lebih dulu terpental masuk.
Ketiga remaja itu berdiri, karena hendak memeriksa rongga besar itu.
Saat itu terdengar bunyi benda berat tergeser. Mereka berpaling
dengan cepat.
Tapi terlambat.
"Itulah yang terjadi dengan Bob tadi. Aku yakin, kita nanti pasti bisa
mengetahui cara kerjanya," kata Jupiter dengan tenang.
"Kemungkinannya dengan sistem ungkit yang sederhana. Tapi itu nanti
saja, sekarang kita akan memeriksa gua ini dulu."
Jupiter mengangguk.
"Itu bisa saja, Bob. Tapi coba kauperhatikan, dinding dan langit-langit di
sini, permukaannya berupa lapisan batu alam yang kasar. Seperti Liang
gua biasa. Sedang terowongan yang kauceritakan tadi, sudah selesai
dibangun. Keadaannya pasti tidak begini lagi. Mestinya dengan dinding
beton, serta lantai semen. Bahkan mungkin pula sudah ada rel yang
terpasang. Atau paling sedikit landasan untuk rel."
"Tidak - ini kelihatannya seperti gua alam biasa, berukuran besar. Jalan
masuk dari pantai juga tidak ada. Dinding di sekitar sini kelihatannya
rata, tidak berlubang. Tapi coba kita telusuri terus, ke arah darat.
Siapa tahu, mungkin kita nanti tahu-tahu sampai di lorong yang akan
dijadikan terowongan kereta bawah tanah."
"Satu hal yang kusenangi tentang tempat ini, yaitu tidak ada hubungan
dengan pantai di luar," kata Pete. "Itu berarti, tidak ada jalan masuk,
untuk naga misalnya!"
Lantai gua itu datar dan rata. Ketiga remaja itu bisa berjalan dengan
langkah tetap di situ. Namun tiba-tiba mereka berhenti.
Bob dan Pete menyinarkan senter mereka ke arah dinding itu. Kemudian
kedua-duanya menggeleng.
"Kelihatannya seperti dinding biasa saja, Jupe," kata Bob. "Tentu, aku
pun ikut kecewa, seperti kau. Aku ingin -"
"Ah - sudahlah, Jupe," kata Pete tidak sabaran, "jika kau tidak bisa
membuktikan bahwa itu bukan dinding, maka itu dinding. Yuk, kita keluar
lagi. Aku kedinginan di sini."
"Kau benar, Jupe," kata Pete mengakui. "Dinding sebelah belakang tidak
sedingin dinding samping. Tapi apalah artinya kenyataan itu?! Jangan
lupa, gua ini terletak di bawah rumah-rumah yang ada di bibir tebing.
Bisa saja panas dari atas merembes ke bawah, dan membuat dinding
belakang itu terasa agak hangat."
"Di belakangnya mungkin ada rongga atau lorong lagi," kata Bob
menduga. "Itu pun bisa menyebabkannya terasa lebih hangat, Jupe."
Pete tertawa.
"G-gua -" kata Jupiter dengan suara serak, "e-entah dengan cara b-ba-
bagaimana, t-tapi dinding gua di belakang kalian t-terbuka!"
Kedua temannya berpaling dengan sikap tak percaya. Tadi kan tidak ada
apa-apa di situ. Mana mungkin sekarang terbuka?
Jupiter yang paling dulu bisa berbicara lagi, "Cepat! Kita harus kembali
ke rongga yang tadi!"
Ketiga remaja itu lari, lalu menubrukkan diri ke bongkah batu yang tadi
terbuka ketika Bob bersandar ke situ.
"Tidak bisa," katanya dengan suara bergetar. "A-aku lupa apa yang
kulakukan tadi, sampai bisa terbuka!"
Rahang naga yang berkilat basah semakin mendekat, lalu terbuka lagi.
Anak-anak merasakan napasnya yang panas dan beruap.
Bab 12
CENGKERAMAN KENGERIAN
Pete berlari di sampingnya. Anak itu yang paling kekar di antara mereka
bertiga, dan biasanya yang paling cepat larinya. Bob menyusul di
belakang.
Ketiga remaja itu berpacu menuju Rolls-Royce besar dan mulus, yang
nampak berkilat karena bagian-bagiannya yang terbuat dari logam kena
sinar rembulan. Pintu dibuka dengan cepat, dan mereka berebut-rebut
masuk.
"Tak kusangka kau mampu berlari secepat tadi, Jupe," kata Pete dengan
napas masih tersengal-sengal.
"Aku juga," kata Pete. "Tapi menurut pendapatmu, kenapa naga tadi
bisa tahu-tahu muncul, padahal kita sudah memutuskan bahwa tidak
mungkin ada naga."
pun bukan naga, tapi kadal raksasa! Dewasa ini makhluk raksasa seperti
tadi sudah tidak ada lagi!"
"Bagaimana sih, kau ini?" tukas Pete. "Jika kita tadi tidak melihat naga,
lalu apa yang masuk ke dalam gua, lalu menghembuskan napasnya yang
panas ke arah kita?"
"Maaf, tapi mau tidak mau saya ikut menangkap pembicaraan kalian.
Benarkah pendengaran saya, bahwa kalian tadi melihat naga? Naga
sungguh-sungguhan, dan hidup?"
"Betul, Worthington," kata Pete, "Ia muncul dari dalam laut, lalu
langsung menuju ke gua yang sedang kami periksa. Anda pernah melihat
naga?"
"Belum pernah, Master Jones," jawab sopir itu. "Tapi ketika saya masih
remaja, saya pernah berkelana dekat Loch Ness - yang berarti Danau
Ness, dalam logat Skot - karena tersiar kabar bahwa ada yang melihat
monster itu. Salah satu kekecewaan yang paling besar dalam hidup saya
ialah bahwa saya tidak pernah melihat monster dari Loch Ness.
Kabarnya, makhluk itu panjangnya sekitar seratus meter."
"Ya - pawai tahunan saat Tahun Baru yang biasa diadakan di dekat sini.
Di Pasadena. Mobil-mobil berhias bunga-bunga. Kalau tidak salah,
namanya Rose Bowl Parade."
"Tapi yang kami lihat tadi, tidak terbuat dari bunga-bunga yang
dirangkai," kata Pete dengan cepat. "Sungguh! Ya kan, Jupe?"
"Senang juga rasanya, sekali ini kau mau sependapat dengan kami," kata
Pete.
"Begini," kata sopir itu, "kalian tadi dapat dikatakan bernasib baik,
dapat melihat naga yang sebenarnya, katakanlah dalam keadaan hidup.
Dan dari jarak dekat?"
"Terlalu dekat," jawab Pete dengan cepat. "Boleh dibilang sudah hampir
menindih kami."
"Ah, sayang!" kata Worthington. "Saya akan senang sekali, jika kalian
tadi melihat naga dalam wujud seutuhnya!"
"Ya, Anda mungkin senang, Worthington," kata Pete. "Tapi apa yang
kami lihat tadi sudah lebih dari cukup bagiku. Seumur hidupku aku tidak
ingin mengalaminya sekali lagi. Baru berbicara mengenainya saja, aku
sudah merinding."
Paman Titus dan Bibi Mathilda sudah tidur di rumah mungil yang
terletak di sebelah kompleks. Hanya satu lampu kecil saja yang
dibiarkan menyala, sebagai penerangan untuk Jupiter saat ia akan
masuk.
"Aku tidak tahu apakah kalian berdua akan menyukainya, tapi tidak
peduli ada naga atau tidak, kita harus kembali ke gua tadi."
"Apaaa?" teriak Pete. "Tidak sadarkah kau, kita ini sudah mujur, bisa
kembali dengan selamat?" Jupiter mengangguk. Ia mengangkat
tangannya, yang tidak memegang apa-apa.
"Baiklah," kata Pete menggerutu. "Alasan itu bisa diterima, walau bukan
merupakan alasan kuat. Lalu apa alasanmu yang lain?"
Jupiter mengangguk.
Bob menggeleng-geleng. "Jika yang tadi itu bukan naga sungguhan, akan
kutelan kemejaku ini mentah-mentah!"
"Soal itu jangan kita perdebatkan sekarang, karena malam sudah larut,"
kata Jupiter. "Besok pagi akan kupaparkan dasar-dasar pertimbanganku,
kenapa aku sampai mengatakan tidak percaya bahwa yang tadi itu naga
sungguhan. Dan jika aku ternyata keliru apabila kita ke gua itu lagi, akan
"Kau tidak perlu repot-repot," kata Pete. "Naga yang akan menelannya
untukmu. Dan sekaligus apa yang ada di dalam kemejamu itu."
Bab 13
BOB tidak bisa tidur enak malam itu. Padahal ia capek sekali, setelah
mengalami rentetan kejadian mengerikan di dalam gua di Seaside. Tapi
begitu matanya terpejam, ia langsung bermimpi dikejar-kejar naga
besar yang menyembur-nyemburkan asap panas. Ia terbangun lagi,
dengan jantung berdebar-debar. Setiap kali mata terpejam, setiap kali
pula datang mimpi dikejar-kejar. Dalam mimpi terakhir, ia dan kedua
temannya nyaris saja menjadi korban. Ia terbangun bersimbah keringat
dingin. Badannya masih gemetar ketakutan.
Ketika Bob datang ke meja makan, ayahnya baru saja selesai sarapan.
Mr. Andrews menganggukkan kepala ketika melihat Bob, lalu melirik
arlojinya.
"Baguslah, kalau begitu. O ya - aku tidak tahu apakah ini penting atau
tidak, tapi kau kemarin kelihatannya tertarik pada riwayat terowongan
kereta bawah tanah di Seaside. Ketika kau sudah pergi, barulah aku
secara kebetulan teringat pada nama orang yang kehilangan hartanya,
karena terlibat dalam pembangunannya."
"Labron Carter."
"Carter?" Bob langsung teringat pada Mr. Carter, yang mereka jumpai
kemarin. Laki-laki penaik darah, yang memiliki senapan buru kaliber
besar.
Bob tidak bisa membayangkan, dengan cara bagaimana Mr. Carter yang
sekarang akan membalas dendam. Itu jika ia memang ingin
melakukannya! Bob mengantungi catatannya, lalu bergegas pergi begitu
selesai sarapan.
Ketiga penyelidik dari Trio Detektif itu sudah berkumpul lagi di ruang
kantor mereka. Bob membuka pertemuan kali itu dengan pembacaan
catatan, seperti yang biasa mereka lakukan. Pada kesempatan itu ia
menyebut nama Labron Carter. Tapi kecuali itu masih ada lagi hal-hal
yang baru bagi kedua kawannya.
"Aku masih ingat, apa yang kaukatakan kemarin malam tentang naga itu,
Jupe," katanya. "Tadi pagi, dari rumah aku langsung ke perpustakaan.
Cukup banyak penelitian yang kulakukan di situ tadi."
"Kurasa akan sangat bermanfaat bagi pertemuan kita pagi ini, jika kau
langsung saja mengutarakan hasil risetmu itu, Bob," kata Jupiter. "Jadi,
adakah naga pada zaman sekarang ini, atau tidak?"
Bob menggeleng.
"Tidak. Tidak ada naga! Tidak ada satu buku pun yang membahas bahwa
ada naga pada masa sekarang ini."
"Itu kan gila!" tukas Pete. "Para pengarang buku-buku itu saja yang
tidak tahu, di mana mereka harus mencari. Coba mereka mau sebentar
saja mendatangi sebuah gua tertentu di Seaside saat malam hari,
mereka pasti akan menjumpai seekor. Seekor naga yang besarnya tidak
kepalang tanggung!" Jupiter mengangkat tangannya, meminta Pete
berhenti bicara.
"Sebaiknya kita dengarkan dulu laporan Bob Sesudah itu barulah kita
berdiskusi mengenainya. Silakan terus, Bob!"
Jupiter mengangguk.
"Ya, tentu saja! Kita harus mengenal musuh-musuh kita dalam alam - dan
begitu juga yang pura-pura merupakan makhluk alam, untuk mengelabui
kita. Teruskan, Bob!"
"Kau dengar itu, Pete," kata Jupiter, "sejauh ini sama sekali tidak ada
catatan statistik tentang perjumpaan manusia dengan naga. Teruskan,
Bob."
"Yang tadi itu angka-angka korban yang tergolong banyak," kata Bob.
"Kecuali itu masih banyak pula yang disebabkan oleh serangan gajah,
kuda nil, badak, serigala, singa, dubuk atau hiena, dan macan kumbang.
Kematian itu ada yang merupakan kecelakaan. Tapi di antara satwa itu
ada juga yang merupakan pembunuh dan pemangsa manusia. Banyak di
antaranya yang memang suka membunuh.
Pete menggeleng.
"Ayo - terima saja," kata Pete. "Mungkin itu orang mati - atau hantu -
yang kemarin itu lagi. Mungkin saja ia hendak mengatakan pada naga
kita, agar jangan berani-berani masuk ke guanya."
"Halo."
"Di sini Alfred Hitchcock. Apakah aku bicara dengan Jupiter Jones?"
"Belum, Mr. Hitchcock," kata Jupiter. "Soalnya, ada misteri lain yang
perlu kami usut terlebih dulu. Suatu misteri yang menyangkut naga.
Naga batuk!"
"Naga - yang batuk?" kata Mr. Hitchcock. "Maksudmu, naga yang benar-
benar naga? Dan naga itu batuk, katamu? Aneh! Alam kehidupan kita ini
rupanya penuh dengan misteri. Walau begitu, jika kemunculan naga itu
membingungkan kalian, kusarankan agar kalian sebaiknya
"Siapa lagi, kalau bukan kawan lamaku, Henry Allen," kata Mr.
Hitchcock. "Aneh - bahwa itu tidak diceritakannya pada kalian! Dalam
karya-karyanya dulu, ia lebih banyak menampilkan naga, dibandingkan
dengan siapa pun juga sebelum dan sesudah zamannya."
"Itu tidak perlu," kata Mr. Hitchcock dengan tidak disangka-sangka. "Ia
ada di hubungan yang satu lagi, di kantorku. Ia baru saja menelepon,
untuk mengatakan bahwa ia sangat terkesan melihat penampilan kalian.
Tunggu sebentar, ya - akan kuminta sekretarisku menyambungkannya
dengan kalian."
"Ya, Mr. Allen. Maaf, sampai sekarang kami belum berhasil menemukan
petunjuk apa pun, mengenai anjing Anda yang hilang itu. Tapi kami akan
terus berusaha."
"Tidak," jawab Mr. Allen. "Kurasa aku mengerti apa yang kaumaksudkan
dengan pertanyaanmu itu, Anak muda. Kau masih memperhitungkan
faktor kebetulan, ya? Yaitu bahwa anjing-anjing kami itu semua lenyap
pada waktu yang boleh dibilang bersamaan."
"Kedua tetangga Anda itu orang-orang aneh, Mr. Allen," kata Jupiter.
"Mr. Carter marah-marah karena merasa diganggu. Ia menggertak kami
dengan senapan burunya. Ia tidak suka pada anjing. Rupanya kebunnya
sering rusak karena anjing-anjing yang berkeliaran di situ, Ia
mengancam akan menembak mati, jika ada yang masuk lagi ke
pekarangannya."
Mr. Allen tertawa. "Itu cuma gertakan saja, Anak muda! Carter memang
suka ribut-ribut. Tapi kurasa ia takkan sampai hati, menembak binatang
"Yah -" kata Jupiter menjawab, "ia agak mendingan, tapi tidak kalah
anehnya. Ia mempunyai caranya sendiri, untuk menakut-nakuti kami."
"Hal itu terjadi pada hari ulang tahunnya, dan merupakan ide Shelby
sendiri untuk berkelakar. Peristiwa yang terjadi sebenarnya tidak bisa
dibilang terlalu serius. Dia itu insinyur. Karenanya ia berhasil
"Tentu saja ia langsung dipecat. Bukan itu saja, pihak yang berkuasa
yang menetapkan bahwa Shelby tidak boleh lagi diberi pekerjaan yang
ada pertaliannya dengan kotapraja. Ia sedikit-banyak senasib denganku,
sama-sama tidak diberi kesempatan mencari nafkah."
"Hidupnya tidak bisa dibilang gampang," kata laki-laki tua itu. "Sekali-
sekali ia mendapat pekerjaan sambilan di salah satu perusahaan dagang,
yang hendak melancarkan aksi promosi, dalam wujud gambar dengan
lampu-lampu listrik yang bergerak-gerak untuk menarik perhatian
konsumen. Pokoknya hal-hal seperti itulah! Tapi itu pun cuma sekali-
sekali saja. Tidak sering! Ia harus menebus dosa yang dilakukannya
karena iseng waktu itu."
Pertanyaan itu tidak langsung dijawab. Ketika Mr. Allen berbicara lagi,
suaranya terdengar agak ragu-ragu.
"Satu pertanyaan lagi, Sir," kata Jupiter buru-buru. "Naga yang Anda
lihat waktu itu - Anda tahu pasti bahwa ia batuk?"
"Dan Anda melihatnya dari bibir tebing dekat rumah Anda, ketika naga
itu masuk ke dalam gua yang terdapat di kaki tebing di bawah Anda?"
"Ya, betul! Tentang itu aku tahu pasti. Saat itu malam sudah larut, tapi
segala kemampuan jasmaniku masih lengkap, biar belakangan ini tidak
ada yang mau menjadi sponsorku untuk membuat film. Penglihatanku
masih sempurna."
"Katanya tadi, Shelby suka berbuat iseng," kata Pete. "Kalau itu, aku
pun bisa mengatakannya. Aku ketakutan setengah mati ketika burung-
burungannya tahu-tahu menyambar. Sama seperti ketika naga masuk ke
dalam gua."
Jupiter mengangguk.
"Lalu, apakah itu tidak boleh?" tanya Pete dengan air muka bingung.
Jupiter menggeleng.
"Di tempat itu, dinding tebing sebelah atas menjorok ke luar. Tidak
mungkin orang yang berdiri di bibir tebing bisa melihat gua, atau
melihat sesuatu yang masuk ke situ. Hal itu kualami sendiri, kemarin
malam."
"Memang begitulah niatku," kata Jupiter serius. "Malam ini, saat kita
kembali mendatangi gua itu. Mungkin saat itu aku bukan saja akan
berhasil membuktikan bahwa Mr. Allen tidak mengatakan yang
sebenarnya, tapi juga bahwa naga yang kita lihat itu sebenarnya palsu,
bikin-bikinan orang saja!"
naga, serta dengan gua yang kita temukan. Tapi malam ini kita mungkin
akan bisa menemukan sesuatu di dalam gua itu."
"Maksudmu," kata Pete cemas, "kita akan kembali ke gua itu? Malam ini?
Ke tempat itu lagi? Dengan kemungkinan si Itu ada di sana, menunggu
kita?"
Bab 14
BERBURU NAGA
"Di sini Alfred Hitchcock. Apakah ini berarti kalian baru saja berhasil
mengusut teka-teki anjing-anjing yang lenyap di Seaside?"
Jupiter tersenyum.
"Memang betul," jawab Mr. Hitchcock. "Dan bukan cuma naga, tapi juga
kelelawar, serigala, jadi-jadian, vampir, hantu kubur, mayat hidup -
pokoknya semua yang menyebabkan orang akan ketakutan setengah
mati! Sayang film-filmnya dibuat jauh sebelum kalian ada. Para
penggemar film-filmnya, sekarang pun masih gemetar dan merinding,
kalau teringat pada segala makhluk menyeramkan ciptaannya!"
"Ya, tentu saja," kata Mr. Hitchcock mantap. "Orang takkan bisa
ditakut-takuti dengan tiruan buruk dari makhluk-makhluk yang mestinya
menakutkan. Wujud-wujud itu harus nampak dan bertingkah laku persis
seperti aslinya."
"Ya, Sir," kata Jupiter. "Lalu apa yang terjadi dengan monster-monster
itu, setelah film selesai dibuat?"
"Ya, Sir," kata Jupiter. "Tapi saya masih punya satu pertanyaan lagi.
Apakah Anda kebetulan memiliki salah satu film karya Mr. Allen? Kami
ingin melihatnya, terutama jika ada naga tampil di dalamnya."
"Bagi kami pun akan sangat bermanfaat jika dapat melihat film itu, Mr.
Hitchcock," kata Jupiter dengan cepat. "Saya sendiri ingin sekali
melihat, bagaimana perangai naga yang sebenarnya. Bisakah Anda
mengatur agar kami bisa ikut melihatnya, Sir?"
"Ingat," katanya, "wujud yang akan kita lihat nanti, merupakan naga
sejati menurut gambaran yang lazim mengenainya. Jadi kalian
perhatikan baik-baik nanti. Barangkali saja kalian melihat sesuatu, yang
akan bisa menyelamatkan nyawa kita."
"Aku bersandar pada teoriku, bahwa naga di Seaside itu palsu. Tapi
mungkin juga aku keliru. Dan jika begitu, kita menghadapi naga yang
benar-benar naga!"
"Kalian duduk saja di depan," ujar sutradara itu dengan suara berat.
"Aku baru saja hendak memberi isyarat pada juru proyeksi agar mulai."
"Ingat - film ini sudah kuno," kata Mr. Hitchcock memberi tahu. "Dan
mungkin ini merupakan satu-satunya copy yang masih ada. Mutu
pencuciannya kurang bagus. Pada beberapa bagian nampak gelap dan
buram. Tapi apa boleh buat! - Nah, kurasa itu cukup, sebagai penjelasan.
Kita lihat saja sekarang, bersama-sama!"
Adegan yang nampak pada layar putih beralih. Kini nampak sebuah gua.
Detik itu juga, ketiga remaja itu sudah merasa seperti benar-benar
berada di dalamnya. Dan sementara jantung mereka sudah berdebar-
debar lagi, mereka melihatnya kembali - naga itu!
Naga itu meraung, menampakkan rahang yang panjang dan kuat. "Iiih!"
desah Pete. Tanpa disadari, duduknya agak diringkukkan. "Itu naga
sungguhan!"
Enam pasang mata seperti terpaku menatap layar, sampai film selesai.
Ketika lampu ruangan menyala lagi dengan tiba-tiba, mereka masih tetap
tegang, terkesan oleh film yang baru saja dilihat.
Jupiter mengangguk.
"Nan?" kata Mr. Hitchcock, ketika ketiga remaja itu sudah sampai di
dekatnya. "Kalian mengerti sekarang, apa sebabnya kawanku itu pernah
dipandang raja film-film horor?"
"Kalian sekarang sudah melihat naga yang di film," kata Mr. Hitchcock.
"Kini kutunggu hasil pengusutan kalian terhadap misteri naga yang di
Seaside."
"Bukan lebih dahsyat," kata Bob, "tapi naga kita rasanya sering
terbatuk-batuk."
Jupiter tersenyum.
"Kelihatannya naga yang di Seaside itu lebih peka terhadap cuaca buruk,
karena kedengarannya seperti sedang pilek."
"Mana mungkin, naga terserang pilek?" kata Bob. "Naga, katanya kan
biasa hidup dalam air dan gua-gua lembab."
Bab 15
"Sudahlah, jangan sok misterius lagi, Jupe! Ayo katakan, apa sebenarnya
yang sedang kaurencanakan. Kita membentuk Trio Detektif kan untuk
mengusut teka-teki serta misteri-misteri yang tidak bisa dijelaskan.
Waktu itu tidak disinggung-singgung tentang perbuatan berani mati.
Aku sayang pada nyawaku. Dan Bob pun kurasa begitu juga. Bagaimana,
Bob?"
"Ya, tentu saja aku sayang pada nyawaku! Kalau nyawaku hilang, lalu
siapa yang melakukan riset dan membuat catatan untuk kalian? Pete
benar, Jupe. Ada apa, sih?"
"Aku belum tahu pasti. Tentu saja aku tidak berniat menyabung nyawa
kita, tanpa perlu. Tapi ada kalanya kita perlu mengambil risiko."
Pete menggeleng.
"Eh, eh, nanti dulu! Sebelumnya, aku perlu kauyakinkan dulu. Beberapa
malam yang lalu aku menonton film yang dibawa ayahku pulang. Film itu
penuh dengan efek khusus, hasil buatannya. Tokoh utamanya seorang
ilmuwan yang berani mengambil resiko. Tak perlu kuceritakan, apa yang
kemudian terjadi dengan dirinya."
"Aku lupa bahwa ayahmu ahli efek khusus untuk film, Pete. Tentang apa
cerita film yang kaulihat itu?"
"Tentang serangga."
"Serangga?"
"Alaa, Pete," tukas Bob. "Serangga tulen, yang besarnya sama dengan
gedung bertingkat tinggi?"
Pete mengangguk.
"Ya - paling sedikit selama satu minggu lagi," kata Pete. "Ayahku bahkan
menawarkan, kalau kau dan Bob ingin melihatnya, kalian boleh datang
kapan saja, saat malam hari. Jadi silakan!"
Pete mengangguk.
"Ya, proyektor itu milik kami," kata Pete. "Atau tepatnya, kepunyaan
Ayah. Kenapa sih, kau bertanya-tanya begitu?"
"Untuk dibawa pergi," kata Jupiter menegaskan. "Film itu kurasa cocok
untuk diperlihatkan pada seseorang."
"Tidak tahu, ya. Tapi kurasa bisa, Jupe. Tentu saja aku harus menelepon
Ayah dulu, untuk minta izin."
"Oke," kata Pete. "Tapi sebelum aku mencoba meyakinkan ayahku, aku
ingin tahu dulu, akan ke mana kita malam ini - dan untuk apa. Aku sudah
bosan disuruh meraba-raba terus."
Kedua remaja itu memandang Jupiter Jones, yang selama beberapa saat
mencoba tak mengacuhkan tatapan mata mereka. Akhirnya ia
mengangkat bahu, sambil membentangkan tangan.
"Ya, betul," kata Jupiter. "Walau aku juga ikut panik dan lari seperti
kalian, ada beberapa alasanku untuk menyangsikan keaslian naga di
dalam gua itu."
"Coba kaukatakan satu saja," kata Pete. "Apa yang menyebabkan kau
merasa itu bukan naga tulen?"
"Kita mulai saja dengan gua yang pertama-tama kita masuki," kata
Jupiter. "Di situ kita menemukan papan yang berjejer-jejer, memanjang
ke atas. Satu di antaranya kita geser, supaya bisa masuk ke rongga yang
kita katakan tempat persembunyian penyelundup."
"Itu kan mestinya gua yang sudah tua, tempat para penyelundup dan
bajak laut bersembunyi. Papan-papan itu sudah tua - atau tepatnya,
beberapa di antaranya sudah tua."
Jupiter mengangguk.
"Papan yang kita geser ke samping, misalnya. Tapi di situ ada pula papan
lebar, terbuat dari kayu lapis. Kalian tentunya tidak perlu kuingatkan
lagi, bahwa kayu lapis merupakan produk pengolahan kayu yang tergolong
modern. Zaman bajak laut belum ada. Para penyelundup zaman dulu pun
belum mengenal bahan itu."
"Kayu lapis?" ulang Pete. Keningnya berkerut, lalu berkata lagi, "Yah,
mungkin saja! Tapi itu kan belum membuktikan apa-apa."
"Kita sekarang ke gua yang berikut. Maksudku gua besar yang kita
temukan, ketika Bob bersandar ke batu yang ternyata bisa bergerak.
Kita masih belum tahu, apa yang menyebabkan hal itu mungkin. Jika
kalian masih ingat, sewaktu memasuki gua itu kita mengarah ke darat,
karena tidak ada jalan lain kecuali itu. Tidak ada lubang di luar. Tidak
ada mulut gua, seperti yang pertama kita masuki.
"Aku ingat, kau waktu itu kemudian mengorek-ngorek dinding itu dengan
pisau sakumu," kata Pete sambil tersenyum. "Apa hasil yang kautemukan,
di samping kenyataan bahwa mata pisau yang bagus bisa rusak jika
dipakai mengorek-ngorek permukaan batu?"
"Sekarang cium."
"Dinding gua yang sudah lama, tidak dicat," katanya. "Lalu ketika aku
mengorek-ngorek cat yang melapisinya, mata pisauku menyebabkan
permukaan di situ tergores. Menurut pendapatku, itu sama sekali bukan
dinding batu, tapi terbuat dari semacam bahan gips - yang disemprot
dengan cat berwarna kelabu, serta ditaburi pasir dan kerikil
permukaannya, agar kelihatan seperti batu asli. Dan kalian tentunya
tahu, gips sebagai bahan bangunan merupakan produk industri modern,
yang biasa dipakai untuk dinding pemisah dalam rumah atau gedung
perkantoran. Banyak pula yang diproduksi dengan permukaan yang
dibuat seperti gabus, atau batu bata." Jupiter berhenti sebentar, lalu
meneruskan, "Kurasa orang yang memasang dinding itu hendak menutupi
suatu temuan yang menarik-dan barangkali juga berharga!"
"Lima puluh tahun yang lalu, belum ada bahan bangunan seperti itu,"
kata Jupiter.
"Itu mungkin saja," kata Bob. "Tapi kita kan tidak tahu, kapan tepatnya
terowongan itu ditutup. Mungkin baru kemudian dilakukan, untuk
mencegah, supaya anak-anak dan binatang tidak masuk ke dalamnya."
"Itu bisa saja, Bob. Tapi terus terang, aku sangsi! Pokoknya, kita
sekarang perlu merenungkan kejadian misterius yang ketiga. Kita
berada di depan dinding. Aku sedang sibuk menelitinya. Kemudian aku
berpaling, untuk memperlihatkan apa yang ada pada mata pisauku pada
kalian. Saat itu -"
"Saat itu gua terbuka dan tahu-tahu menjadi terang. Lalu naga itu
masuk. Ya, aku mengerti maksudmu." Ia menggaruk-garuk kepala.
"Setidak-tidaknya, kurasa aku mengerti. Sebaiknya kau saja yang
mengatakannya, supaya aku tahu apakah aku memang mengerti atau
tidak!"
"Baiklah," kata Bob. "Jadi kita sama sekali tidak melihat ada lubang di
situ, pada mulanya. Tapi naga itu rupa-rupanya tahu bahwa di situ ada
lubang. Soalnya, ia membukanya. Jangan-jangan ia lebih pintar,
dibandingkan dengan kita."
Dan jika naga itu lebih pintar dari kita, maka itu hanya karena ia
sebenarnya bukan naga, tapi sesuatu yang dikendalikan oleh kemampuan
otak manusia."
"Apa katanya?"
Bob menggeleng.
"Mungkin kau benar, sampai sejauh ini. Jika kita kembali ke sana malam
nanti, akan kita periksa batu-batu itu, yang di dekat lubang masuk ke
gua pertama. Tapi aku memang tidak takut pada batu. Yang ingin
kuketahui sekarang, ialah tentang naga itu. Kenapa itu bukan naga
tulen?"
"Aku melihat cahaya terang - yang berasal dari matanya yang bersinar,"
kata Pete. "Tentang bunyi mendengung - ya, kurasa aku juga
mendengarnya. Setidak-tidaknya sesaat sebelum ia meraung."
Jupiter mengangguk.
"Seperti naga yang kita lihat dalam film yang kita lihat di tempat Mr.
Hitchcock? Seperti itukah geraknya?"
Bob menggeleng.
"Tidak! Naga dalam film buatan Mr. Allen kelihatan seperti berjalan.
Sedang yang ini seakan-akan meluncur."
"Kesan yang kuperoleh juga begitu," kata Jupiter. "Naga kita tidak
terbang. Kakinya tidak bergerak-gerak. Ia meluncur maju. Jadi menurut
kesimpulanku - yang kita lihat itu hanya dibuat sehingga menyerupai
naga. Sengaja dibuat begitu, agar menimbulkan kesan yang
mengagetkan, di samping menakutkan.
"Ada lagi yang kuingat," kata Bob. "Kita sudah membicarakannya. Naga
dalam film Mr. Allen meraung. Sedang naga kita lebih banyak batuk-
batuk."
Jupiter tersenyum.
"Mudah-mudahan kau betul pula nanti -" katanya, "- saat kita kembali
berhadap-hadapan dengan naga yang suka batuk-batuk itu!"
Bab 16
"Kalau soal itu, entahlah," kata Pete. "Aku yang tinggal di sini. Jika ada
sesuatu yang terjadi dengan film itu - atau dengan proyektor Ayah,
akulah yang akan merasakan akibatnya!"
Saat itu mereka berada di rumah Pete, dalam ruangan yang dipakai oleh
Mr. Crenshaw untuk memutar film-film buatannya sendiri. Pete sedang
sibuk bekerja. Film dalam tempat rol pemutar digulungnya kembali.
Jupiter ingin melihat film itu dulu, agar bisa menilai efeknya.
"Tolong nyalakan lampu lagi, Bob!" serunya. "Sorry - aku memutar rol
yang keliru. Yang tadi itu baru datang kemudian. Kurasa Ayah
memutarnya lagi, untuk mengecek efek khusus yang dibuatnya."
"Kurasa itu tidak begitu penting, Pete," kata Jupiter. "Kita tidak perlu
melihat seluruh film itu sekarang. Bagian pada rol ini menampakkan
serangga-serangga itu di lingkungan aslinya. Tepat itulah yang kucari."
"Tapi itu kan rol nomor enam," balas Pete. "Itu merupakan flashback.
Yang kelihatan cuma semut-semut yang berkeliaran di perbukitan dan
sepanjang pantai, bersiap-siap untuk menyerbu ke kota-kota." Ia
mengambil sebuah kaleng lain. "Nah, dalam rol pertama ini kita bisa
melihat mereka menyerang kota-kota. Pada bagian inilah mereka
kelihatan setinggi bangunan bertingkat."
Jupiter mengangguk.
"Sekarang kita lihat saja dulu rol film yang sudah terpasang itu, Pete,"
kata Bob menyela. "Untuk melihat seluruhnya, kami kan bisa datang
kapan-kapan."
"Terserah -jika kalian suka melihat film yang berjalan mundur," kata
Pete sambil mengangkat bahu.
"Astaga!" kata Bob ketika rol film itu habis. "Ini baru film! Tidak sabar
lagi rasanya, ingin melihat keseluruhannya."
Jupiter tersenyum.
"Baiklah," kata Pete. "Cuma, aku masih juga belum mengerti apa maumu
dengannya. Siapakah yang kauinginkan akan melihatnya di dalam gua?
Orang mati - atau hantu - itu, yang menelepon kita?"
"Orang iseng?" kata Bob. "Kurasa Mr. Carter tidak cuma iseng saja,
ketika ia menggertak kita dengan senapan burunya!"
"Bukan dia?" tanya Bob. "Mungkin kau lupa, ia mungkin keturunan Carter
yang riwayat sedihnya kubaca waktu itu! Labron Carter, yang hartanya
habis sama sekali karena semuanya dipertaruhkan Untuk proyek
pembangunan jaringan kereta bawah tanah di Seaside, dan yang
kemudian melakukan tindakan bunuh diri sebagai akibatnya. Kau sendiri
yang mengatakan, ia rasanya pasti tahu tentang terowongan tua itu,
serta guanya. Dan bahwa ada kemungkinannya ia ingin membalas dendam
terhadap penduduk kota Seaside, yang menyebabkan kehancuran
ayahnya. Kalau diingat sifatnya yang pemarah, ia memang bisa saja
berbuat begitu!"
"Bukan Mr. Carter yang kucurigai sebagai pencipta naga dalam gua itu."
"Karena satu hal," jawab Jupiter. "Ketika kita berjumpa dengan Mr.
Carter, ia berteriak-teriak marah. Tapi ia tidak pilek. Lalu kita
berjumpa pula dengan seseorang, yang pandai menciptakan barang-
barang yang menyebabkan orang ketakutan. Dan orang itu sedang pilek.
Kurasa kalian juga masih ingat. Aku mempertalikan dirinya dengan naga
itu, karena seperti kalian ingat, makhluk itu batuk-batuk!"
Bob terkejap.
"Jadi kau beranggapan, Arthur Shelby itulah orang iseng yang membuat
naga kita? Maksudku -jika naga itu memang buatan orang, dan bukan
naga asli!"
"Justru itulah yang perlu kita selidiki malam ini," kata Jupiter, Ia
memandang arlojinya. "Kita bersiap-siap saja sekarang."
"Ada orang yang kalian lupakan," kata Pete menyela. "Kalian berdua
selama ini hanya membicarakan Carter, Allen, dan Shelby. Tapi masih
ada dua orang lagi di tempat itu, dan kita sama-sama melihat mereka!"
"Ya, betul!" kata Bob. "Kedua penyelam bermasker itu! Dan sebelum
menghilang, mereka masih berbicara tentang meneruskan pekerjaan!"
"Bagaimana dengan naga itu?" tanya Pete. "Mungkin juga ia ada pula di
situ."
"Aduh - jika sampai di sana nanti dengan beban ini, lenganku pasti akan
sudah menyentuh tanah. Tapi biarlah - memang sudah nasibku."
"Itu kan malah bagus," kata Bob sambil tersenyum kecut. "Dengan
begitu kau bisa pura-pura menjadi manusia monyet. Siapa tahu,
barangkali saja naga kita nanti ketakutan melihatmu!"
"Terima kasih, tidak usahlah! Ini tanggung jawabku. Kurasa aku takkan
bisa lepas daripadanya malam ini, kalau mengingat bahwa aku satu-
satunya di antara kita bertiga yang tahu bagaimana cara
menjalankannya."
Jupiter tersenyum.
"Aku lebih senang jika malam ini tidak begitu gelap," kata Pete dengan
nada gugup, setelah mendongak sebentar, memandang langit.
"Kita semua agak gugup," kata Jupiter berterus terang. "Tapi keadaan
segelap ini malah menguntungkan kita, karena dengannya kita tidak
mudah nampak."
Ketika mereka tinggal sekitar dua puluh langkah lagi dari tangga yang
akan dituruni untuk pergi ke pantai, tiba-tiba mereka mendengar bunyi
langkah orang berjalan.
Mereka sudah pernah melihat sosok tubuh gempal itu. Mata mereka
langsung menelusuri tubuhnya, ke arah bawah. Mereka mengenali benda
yang dikepit di bawah lengan.
"Ya, betul," kata Pete. "Kurasa saat tidur pun senapan itu tidak
dilepaskannya. Siapa ya, yang dicarinya?"
"Yuk," bisik Jupiter mengajak. "Ia sudah cukup jauh sekarang! Ini
kesempatan kita untuk menuruni tangga tanpa ketahuan. Kita lari, tapi
sambil tetap merunduk!"
"Oke," katanya. "Kita sudah sampai lagi. Aku ingin melihat, bagaimana
tanggapan naga dalam gua itu kalau melihat film fiksi ilmiah!"
"Itu akan segera kita ketahui," kata Jupiter, "jika ia ada di dalam."
"Jika tidak ada pun, aku tidak keberatan," kata Bob. "Aku cuma ingin
tahu tentang terowongan itu.
Mereka sampai di gua yang pertama-tama dimasuki waktu itu. Bob dan
Pete tercengang, karena Jupiter tidak masuk, melainkan berjalan lewat.
"Ssst!" bisik Bob. "Gua itu sudah kaulewati!" Jupe hanya menganggukkan
kepala. Sambil membisu, ia menuding ke arah dinding tebing di depan,
yang agak menjorok ke luar. "Lubang masuk ke gua besar terdapat di
balik bagian yang menonjol ini. Sebaiknya kita periksa dulu ke sana,
apakah lubang masuk itu terbuka atau tidak."
"Mungkin itulah batu karang palsu yang menutupi mulut gua," bisik
Jupiter. "Rupanya jalan masuk ke situ tertutup sekarang."
Pete tersenyum.
"Kau benar, Jupe," katanya. "Ini bukan batu tulen - tapi tiruan, seperti
yang biasa dipakai di studio film. Terbuat dari kerangka kayu balsa
ringan, atau mungkin juga semen yang dilaburkan pada kawat ayam."
"Kita atur dulu posisimu dalam gua, Pete! Setelah itu aku akan melihat-
lihat, bersama Bob.'' "Apa?" Pete kaget. "Aku ditinggal sendiri di sana,
sementara kalian berdua -"
"Kau akan lebih aman di situ, daripada kami berdua," kata Jupiter. Ia
mendului berjalan ke gua yang lebih kecil. "Kami nanti akan melakukan
penyelidikan yang bisa berbahaya. Sedang kau cukup duduk diam-diam
saja. Pokoknya kau harus siap untuk memutar film kita."
"Perlengkapan kita yang ketinggalan waktu itu masih ada di sini! Coba
kaucari tempat yang harus didorong agar tingkap batu itu bisa
bergerak, Bob. Perlengkapan ini nanti saja diambil, saat kita pergi lagi."
"Kau tinggal di sini, Pete," kata Jupiter. "Dalam rongga sempit ini.
Kaupakai lubang di dinding itu untuk memproyeksikan film kita. Tingkap
ini kita ganjal, agar tidak menutup kembali. Nanti begitu ada isyarat
Bab 17
Jupiter terkejut.
"Apa?"
Jupiter mengikuti gerak sinar senter yang dipegang oleh Bob dengan
penuh minat. Lubang di tengah dinding di depan mereka menganga, dari
dasar sampai langit-langit.
Bob dan Jupiter menjatuhkan diri dengan cepat. Mereka tidak berani
bergerak. Bahkan napas pun ditahan-tahan.
"Jangan lupa," bisiknya di telinga Bob, "itu bukan naga sungguhan!" Bob
mengangguk singkat. "Ya, aku tahu. Itu yang selalu kaukatakan pada
kami. Mudah-mudahan saja kau benar!"
Kedua remaja itu masih menunggu selama beberapa waktu lagi. Akhirnya
Jupiter menyalakan senternya, dan menyorotkannya menyusur tanah.
Jupiter mengangguk.
"Mestinya dari besi atau baja, supaya bisa tetap terbenam di dalam air.
Tapi kurasa bukan. Yuk, kita sekarang melihat ruang mesin."
Kedua remaja itu menuju ke bagian haluan, lewat sebuah gang sempit.
"Jadi begitulah cara naga ini bergerak di atas pasir, sehingga kelihatan
seperti tidak bergerak. Maksudku, kaki-kakinya tidak bergerak-gerak,
seperti naga dalam film yang kita lihat di tempat Mr. Hitchcock."
"Itu dapat dimengerti," kata Jupiter. "Mr. Allen memerlukan naga yang
kelihatan asli, untuk film yang disutradarainya. Sedang pembuat naga
gadungan ini cuma memerlukan wujud yang kelihatannya seperti naga.
Pokoknya cukup untuk menimbulkan kesan terkejut dan takut, seperti
yang dikehendaki. Aku sekarang cuma ingin tahu alasannya - dan siapa
yang hendak ditakut-takuti dengannya."
Kedua remaja itu terlompat. "Suara apa itu?" tanya Bob berbisik.
Jupiter kelihatan agak ragu.
Bob memandangnya dengan perasaan kecut. "Kau tahu pasti? Aku tidak
ingin berada dalam kendaraan ini, jika sekarang tahu-tahu bergerak, lalu
menyelam ke dalam laut."
Suara melolong itu terdengar lagi. Panjang, dan menegakkan bulu roma.
"Aaaaaaa ... uuuuuu!"
Halaman : 193, 194, 199, 200 198 221, 222 master hilang/sobek
"Baiklah, Red Rover." Jupiter berpaling, lalu berlutut. "Kau yang paling
dulu pulang."
"Pulang, Red Rover! Pulanglah!" bisik Jupiter di telinga anjing itu. Anjing
setter itu mendengking senang, lalu merangkak ke luar dan lari
melompat-lompat menuju lubang di tengah dinding.
"Biar Pete yang mengeluarkan mereka dari rongga sebelah. Nah - tugas
kita sudah selesai. Aku pun sudah siap untuk meninggalkan tempat ini."
Kini didengarnya bunyi pasir dikais-kais. Apa yang dilihatnya setelah itu
menyebabkan tubuhnya semakin gemetar. Selembar papan lebar yang
menutupi rongga tempat ia berada, nampak tergeser.
Napas Pete tersentak. Ia mengenali orang yang baru masuk itu. Mr.
Carter yang pemarah, dengan senapan burunya!
Kemudian terdengar bunyi lain. Bunyi langkah berlari. Bunyi itu kian
mendekat, diiringi suara napas terengah-engah.
Bunyi itu diikuti bunyi-bunyi lain yang sejenis. Dan suara yang seperti
melolong berkumandang kembali.
"Aaaa ... uuuuu!" Itu pasti Bob dan Jupe, yang berlari-lari. Lari - karena
dikejar!
Pete meneguk ludah. Kini ia tidak bisa lagi menutup pintu rahasia, karena
itu satu-satunya jalan bagi Bob dan Jupe, keluar dari gua besar. Satu-
satunya jalan bagi mereka untuk menyelamatkan diri.
Ada sesuatu yang berbunyi seperti mengerang, lalu melesat masuk lewat
lubang yang terbuka. Dan dengan segera disusul oleh sesuatu lagi, yang
menggeram-geram. Lalu satu lagi. Dan satu lagi!
Bab 18
TERTANGKAP!
"Panjang juga jalur rel yang perlu diperiksa dan dibersihkan tadi," kata
seorang laki-laki dengan nada mengomel. "Seolah-olah kita ini belum
cukup repot, dengan segala pengeboran itu. Tapi sekarang semuanya
sudah siap."
"Beres," kata laki-laki yang pertama. "Orang itu sangat licin, Jack.
Bisakah kita mempercayainya, kalau menurutmu?"
"Ia kan cuma seorang diri, sedang kita berdua. Dan kapalnya punya kita.
Ia yang mestinya gelisah memikirkan, apakah bisa mempercayai kita!"
"Menilik suara mereka, kedua orang itu para penyelam bermasker yang
waktu itu. Apakah kita sekarang menuju ke laut?" bisiknya.
"Kurasa tidak," jawab Jupiter lirih. "Naga ini takkan bisa terbenam,
karena belum cukup beban pemberat di dalamnya!"
"Ya, aku tahu," balas Bob dengan berbisik pula. "Tapi untuk apa? Mau
apa kedua laki-laki itu?"
Tiba-tiba naga palsu itu terhuyung ke depan, lalu berhenti. Bob dan
Jupiter terpelanting ke belakang, membentur dinding yang tipis.
"Awas, kalau ia sampai menipu kita," kata yang seorang lagi menggerutu.
"Kuhajar kepalanya dengan batang besi ini."
"Ya, betul," kata laki-laki yang pertama. "Tapi itulah, risiko kita!
Imbalannya juga tidak sedikit. Bayangkan, sejuta dolar!"
Bob dan Jupiter terbelalak dalam kegelapan ruang lemari yang sempit.
Sejuta dollar? Mereka ragu, jangan-jangan salah dengar. Satu juta
dollar!
Kini kedua laki-laki itu terdengar menaiki tangga panjat ke atas. Tingkap
penutup dibuka, lalu ditutup lagi dengan bunyi bantingan keras.
"Yuk - kita lihat apa yang hendak mereka kerjakan," bisiknya. Dengan
hati-hati pintu lemari dibuka. Baru saja keduanya mulai berjalan, ketika
mereka tertegun. Mereka mendengar suara seseorang lagi. Suara orang
itu parau, diselingi batuk-batuk.
"Ayo cepat," kata orang itu dengan nada mendesak. "Penjaga malam
sudah kubereskan, dengan beberapa tetes obat bius. Paling sedikit
beberapa jam ia akan tetap pulas. Kita harus bisa mengeluarkan paling
sedikit 300 batang dari dalam, sebelum ia siuman kembali."
"Maksudmu yang sekarang ini - apa yang mereka kerjakan di sini?" tanya
Bob.
Jupiter menepuk bahu Bob, lalu menyelinap melewati gang sempit dalam
perut naga palsu. Ia memanjat tangga dengan hati-hati. Tingkap penutup
dibuka sedikit, lalu ia mengintip ke luar.
"Ya, tentu saja berat," jawab Arthur Shelby. "Kau sangka kenapa kau
beserta saudaramu kuajak, Jack Morgan? Hanya karena kalian
kebetulan memiliki kapal? Untuk pekerjaan ini aku memerlukan tenaga
otot yang kekar. Kau serta saudaramu kukontrak untuk melakukan
pengeboran, dan untuk memuatkannya ke kapal kalian.".
"Ya, ya - aku juga tidak memprotes," kata laki-laki yang pertama sambil
menggerutu. "Berapa berat masing-masing batang ini?"
"Ukuran baku batang emas yang dibuat oleh pemerintah, beratnya tujuh
puluh pon!" kata Jupiter. "Ukuran yang lebih kecil, dua puluh pon. Itu
saja, nilainya sudah $ 9.600! Arthur Shelby rupanya sedang merampok
salah satu bank sentral!"
"Astaga!" seru Bob dengan suara tertahan. "Lalu berapa nilai masing-
masing batangan emas tujuh puluh pon itu?"
"Satu pon emas nilainya sekitar $ 480 ... jadi tujuh puluh pon -" Jupiter
bersiul pelan," - lebih dari $ 30.000! Tepatnya, $ 33.600!"
"Dengan begitu kita ini menjadi saksi peristiwa perampokan bank yang
cukup hebat," bisik Bob. "Jika ingin selamat, kita harus lekas-lekas lari
dari sini!"
Jupiter setuju.
"Tapi bagaimana kita bisa lari," katanya dengan suara parau karena
tegang. "Tempat Mr. Shelby berdiri terlalu dekat ke naga!"
"Kucoba saja! Aku yakin, cara menjalankan naga-nagaan ini seperti mobil
biasa, dan'aku tahu cara mengemudikan mobil. Kulihat ada pedal kopling,
rem, tongkat perseneling, dan pedal gas. Jalannya akan terus di atas rel,
sampai di ujung terowongan."
Ia duduk di bangku kemudi yang sempit. "Nan - kita coba saja," kata
Jupiter, lalu memutar kunci kontak. Mesin mendesing nyaring. Lalu
mendesing sekali lagi. Batuk-batuk sebentar. Setelah itu mati.
Bunyi tutup tingkap dibuka. "Seharusnya kita kunci tadi!" bisik Bob.
Jupiter mengangguk. Dari matanya nampak bahwa ia takut. "Ya, aku
tahu. Maaf- pikiranku tadi melantur."
Bab 19
SITUASI GAWAT
Mr. Carter juga terlalu besar dan kuat baginya, biarpun tanpa senapan
buru penyebar mautnya.
Untung saja saat itu Mr. Carter terkapar di dasar rongga, di terjang
binatang-binatang yang menyerbu masuk. Pete hanya bisa menatap
dengan perasaan ngeri, sementara makhluk-makhluk seram itu me -
Kini Pete tidak menunggu lagi. Mr. Carter nampaknya tidak mengalami
cedera, cuma pingsan saja. Sebentar lagi ia pasti pulih kembali, dengan
perangainya yang galak, dan dengan senapan burunya yang lebih-lebih
menakutkan.
Ia meloncat dengan sikap ragu, hendak keluar lagi. Tapi tak berhasil.
Kedua sisi dinding sudah merapat.
"Ayo keluar, jika masih ingin selamat!" Bob memandang Jupiter. Jupiter
menggeleng. Bibirnya menipis. Jarinya bergerak-gerak, menekan
berbagai tombol kendali.
"Ini satu-satunya peluang kita untuk menyelamatkan diri - asal aku bisa
membuat naga sialan ini berjalan!"
Mesin kendaraan itu hidup lagi. Kendaraan berwujud naga itu terdorong
ke depan, lalu mulai bergerak maju. Tiba-tiba batang lehernya yang
besar terangkat.
"Sudan kucoba - tapi ada sesuatu yang keliru kulakukan. Kendaraan ini
mogok-mogok terus!"
"Ayo, terus saja!" desak Bob. "Setiap kali kendaraan ini kaugerakkan,
mereka tercecer di belakang!"
"Aduh, sudah dekat sekali!" serunya panik. "Cepat, Jupe - jalankan lagi!"
Naga itu meloncat lagi ke depan, meluncur beberapa meter, tahu-tahu
terbatuk, lalu mogok.
kini bertambah lesi mukanya. Tangan kedua orang itu sudah hampir
berhasil menjamah ekor naga yang panjang. Bob teringat, betapa dengan
gampang saja kedua laki-laki itu mengangkut batang-batang emas yang
berat. Jika mereka berhasil menjangkau ekornya, naga pasti akan bisa
dengan mudah mereka tarik kembali!
Halaman : 193, 194, 199, 200 220 221, 222 master hilang/sobek
Shelby hanya mengangkat bahu dengan sikap tak acuh. Ia masih saja
menatap gerombolan semut yang nampak bergerak-gerak di dinding.
"Ayo Jack!"
"Ayo turun!" Dan sementara Jupiter turun, disusul oleh Bob, orang itu
menambahkan, "Lain kali jika kalian hendak merampas kendaraan yang
besarnya seperti bis, kusarankan agar sebelumnya belajar untuk
menginjak pedal kopling dua kali, saat mengganti gigi. Dengan begitu
kendaraan takkan mogok, tahu!"
Anak itu muncul dengan langkah berat. Ia memandang Jupiter dan Bob,
yang berdiri di samping tubuh naga yang tidak bergerak.
Jupiter menggeleng.
"Awas! Kawanan binatang berbulu -" Pete tersentak, lalu nyengir malu.
"Maksudku, kawanan anjing itu," katanya menyambung. "Aduh - aku ini
benar-benar tolol!"
"Terlambat!" desahnya.
Anjing setter besar itu tidak mengacuhkan tangan Jupiter yang terulur
ke arahnya. Ia melompat ke arah Shelby. Laki-laki berambut merah itu
melangkah mundur, dengan pistol teracung.
"Saya punya ide, Sir - jika Anda sudi mendengarkan," kata Jupiter.
"Ya, Sir. Dan itu sedikit-banyak didasarkan pada kenyataan bahwa Anda
sebenarnya orang yang suka berbuat iseng, dan bukan penjahat yang
haus harta. Sudikah Anda mendengar gagasan saya itu?"
Bab 20
DUA hari kemudian. Pete, Bob, dan Jupiter memasuki ruang kantor
Alfred Hitchcock. Sutradara terkenal itu sedang duduk di meja
kerjanya, sambil membaca surat kabar. Ia menyilakan ketiga remaja itu
duduk di hadapannya, di kursi yang besar dan empuk.
Ketiga remaja itu duduk sambil menunggu dengan sabar. Akhirnya Mr.
Hitchcock melipat surat kabar, dan meletakkannya ke samping.
"Nah!" kata Mr. Hitchcock dengan suaranya yang berat dan dalam.
"Waktu itu aku menyarankan suatu kasus pada kalian, yang menyangkut
anjing seorang kawan lamaku yang hilang. Lalu apa yang terjadi? Yang
kembali bukan anjingnya saja, tapi juga sejumlah anjing lain. Aku juga
melihat suatu artikel dalam surat kabar yang terbit di Seaside,
mengenai komplotan aneh yang bermaksud merampok sebuah bank
besar. Kepala berita itu berbunyi begini. 'PARA PETUGAS BANK
DIBINGUNGKAN OLEH PENJAHAT YANG TIDAK JADI
MERAMPOK!' Hasil kerja kalian jugakah itu? Terus terang, aku pun ikut
bingung karenanya!"
Jupiter mendeham.
"Ya, Sir - itu memang hasil kerja kami. Mereka - eh, maksud saya - Sir,
bisa dibilang kamilah penyebab kesemuanya itu!"
"O, begitu," kata Mr. Hitchcock. "Dan aku masih ingat, kalian waktu itu
menyinggung tentang perjumpaan dengan seekor makhluk dongeng itu."
"Betul, Sir," kata Pete dengan cepat. "Dan kami boleh mengucap syukur
bahwa kami bisa selamat. Biarpun itu bukan naga sungguhan."
"Luar biasa!" gumam Mr. Hitchcock. "Ancaman nyata, dari seekor naga
yang bukan naga tulen. Aku ingin sekali mendengar kisahnya."
"Betul, Sir," kata Jupiter. "Dan selama itu, anjing-anjing yang terkurung
diberi makan dan diurus olehnya. Ia terpaksa membius mereka supaya
jangan ribut dan merepotkannya. Menurut katanya pada kami, anjing-
anjing itu akan dilepaskannya lagi, apabila ia meninggalkan gua dengan
emas hasil curiannya. Ia sebenarnya bisa saja memaksa kita dengan
pistolnya, agar membantunya mengangkut batang-batang emas itu ke
luar, setelah kedua Morgan bersaudara melarikan diri. Ia bisa saja
mengambil emas dalam jumlah yang mencukupi, untuk menjadi cukup
kaya. Tidak perlu seluruh timbunan yang bernilai sepuluh juta lebih itu
diambil."
Jupiter mengangguk.
"Menurut perkiraan saya, naga itu terlalu ringan. Tapi rupanya ia telah
mengalkulasikan beban pemberat yang diperlukan - dalam wujud batang-
batang emas yang berat. Sebelumnya ia perlu melakukan uji-coba dulu
dalam air, dengan batu-batu sebagai pemberat. Saat itulah teman Anda,
Mr. Allen, secara kebetulan melihat naga itu. Ia sedang mencari-cari
Red Rover, ketika kendaraan naga diuji kemampuannya dalam air."
"Tapi telepon misterius yang kalian terima - suara hantu yang serak -
itu sebenarnya Shelby?"
Jupiter mengangguk.
"Itu karena Arthur Shelby mengenal Mr. Allen, serta mengetahui latar
belakangnya sebagai sutradara film, yang menampilkan makhluk-makhluk
naga untuk membuat penonton ketakutan. Shelby mulanya menciptakan
makhluk gadungan itu karena iseng saja, ingin mengejutkan para
tetangga. Tapi kemudian timbul niatnya untuk melakukan perampokan,
"Dan naga itu sudah beroda?" tanya Mr. Hitchcock sambil mengerutkan
kening.
"Waktu itu belum, Sir," kata Bob. "Ia menemukan kerangka landasan
bekas kendaraan pawai Rose Bowl, di Taman Hiburan Pasadena. Ia
diizinkan memiliki landasan yang tak terpakai itu, asal ia sendiri yang
membawa pergi. Naganagaannya ditaruhnya di atas landasan itu."
"Hmm. Pintar juga orang itu," kata Mr. Hitchcock. "Sekarang aku ingin
tahu, bagaimana mungkin Shelby tahu tentang gua besar dan
terowongan itu, sedang temanku Allen tidak? Padahal rumah Allen,
letaknya kan hampir tepat di atasnya!"
"Betul, Sir," kata Jupiter. "Batu-batu palsu itu menarik, dan dirancang
dengan sangat baik. Mereka harus bekerja di dalam gua, agar tidak
menarik perhatian orang lain. Setelah semuanya selesai, barulah mereka
bisa menyingkirkan batu-batu yang ada di luar, lalu memasang batu palsu
bikinan mereka. Itu dilakukan saat malam hari."
Mr Hitchcock mengangguk.
"Mereka tidak ingin ada orang lain muncul dan mengganggu rencana
mereka. Karenanya mereka membuat tangga terasa goyah, sehingga
tidak ada yang berani turun lewat situ. Mereka melihat dari kapal
mereka, ketika kami turun lalu terjatuh. Kemudian mereka datang dan
mengancam kami dengan senapan tombak, ketika melihat bahwa kami
ternyata tidak pergi lagi. Mereka menyangka kami akan ketakutan dan
tidak berani datang lagi setelah itu."
"Begitu ya," kata Mr. Hitchcock. "Kurasa kalian tadi sudah mengatakan,
bahwa mereka kemudian menghilang di dalam gua yang pertama-tama
kalian masuki."
"Tidak ada yang rugi karenanya," kata Mr. Hitchcock dengan ketus. "O
ya - tentang benda kecil langsing yang ditiup oleh Shelby tanpa
berbunyi, tapi menyebabkan dinding gua yang palsu terbuka dan
menutup. Betulkah dugaanku, bahwa itu suatu alat yang bekerja dengan
gelombang bunyi yang tak terdengar?"
Jupiter mengangguk.
"Alat itu pula yang dipakai untuk membuka batu karang palsu yang
menutup mulut gua di luar, dengan tinggi nada yang berbeda. Tapi justru
itulah yang menyebabkan rencana Shelby akhirnya menemui kegagalan!"
"Tidak, Sir," kata Bob sambil menggeleng. "Raungan itu, serta berbagai
hal lagi - seperti lubang di depan untuk melihat - semuanya dikendalikan
dari papan instrumen yang ada di dalam badan naga. Saat itu Jupiter
"Ya, ia berhasil keluar," kata Pete. "Ia tidak ada lagi di sana, ketika
kami kembali untuk mengambil peralatan yang tertinggal."
"Ya," kata Jupiter sambil tersenyum. "Ia tahu, bahwa di bawah tebing
ada terowongan. Tapi letaknya yang tepat, tidak diketahuinya. Itulah
sebabnya, kenapa ia tahu tentang gua yang dangkal, serta papan-papan
yang menutupi rongga sempit di sebelahnya. Ia biasa berkeliaran di
sana, sambil mencari-cari. Ia lebih dirasakan mengganggu oleh Shelby
serta komplotannya, dibandingkan dengan kami. Saya rasa Mr. Carter
selalu membawa-bawa senapannya, karena merasa ada sesuatu yang
tidak beres di situ. Kecurigaannya timbul lagi, setelah tangga di dekat
rumahnya roboh. Ia turun ke bawah, untuk memeriksa. Saat itulah Pete
nyaris tepergok olehnya. Menurut Mr. Shelby, papan-papan dalam gua
pertama rupanya ditaruh di situ oleh penyelundup, atau bajak laut pada
zaman dulu. Ia menduga bahwa mereka pula yang membuat pintu rahasia
berupa batu yang bisa tergeser. Ia kebetulan saja menemukannya, sama
seperti kami. Papan-papan tua yang sudah lapuk, digantinya dengan yang
baru, dari kayu lapis, Ia khawatir ada orang lain menemukan batu yang
bisa bergeser, dan dengan begitu juga gua yang lebih besar serta
terowongan tua. Pintu batu yang bisa bergeser itu rupanya hendak
"Tidak," jawab Bob. "Ia mengucapkan terima kasih atas tawaran kami
itu, tapi katanya itu merupakan tanggung jawabnya sendiri. Ia tidak
ingin kami ikut terlibat dalam tindakan kriminal. Semua batang emas itu
dikembalikan sendiri olehnya. Tapi dibiarkannya berserakan. Supaya
orang banyak bingung, katanya iseng. Lubang di dinding ditambal lagi.
Saya rasa pihak bank kapan-kapan pasti akan menemukan terowongan
yang ada di balik dinding ruang tempat penyimpanan emas mereka. Tapi
kami tidak bercerita mengenainya pada siapa pun juga. Pada Mr. Allen
juga tidak."
"Ya, Sir," kata Jupiter. "Dan sejarah pembangunannya masa kini! Karena
itulah ia tahu, bank yang mana saja yang bisa dimasuki lewat
terowongan-terowongan kuno itu!"
"Ada satu hal yang masih kupikirkan. Kalian beranggapan bahwa Allen,
kawan lamaku itu, dengan sengaja berbohong, ketika mengatakan bahwa
ia melihat naga masuk ke dalam gua, padahal itu tidak mungkin."
"Tentang itu saya perlu minta maaf, Sir," kata Jupiter. "Kemudian kami
baru tahu bahwa itu terjadi karena kekeliruan. Ia saat itu sedang
berada di tengah tangga. Tapi kenyataan itu dilupakannya, karena masih
bingung kehilangan Red Rover. Masih ada lagi, Sir?"
"Tidak! Tapi aku ingin berkenalan dengan Mr. Arthur Shelby. Orang
yang keterampilannya sampai bisa membuat kalian bertiga ketakutan,
bisa kupakai. Jangan lupa, bisnisku juga di bidang horor!"
"Terima kasih, Sir!" seru Jupiter dengan gembira, diikuti oleh Bob dan
Pete. "Kami minta permisi saja sekarang. Kami tidak ingin terlalu banyak
menyita waktu Anda yang berharga."
"Hmmm," gumam Mr. Hitchcock, ketika para remaja itu sudah pergi.
"Mungkin aku bisa meminjam naga-nagaan hebat ciptaan Mr. Shelby itu.
Aku kan baru saja membeli karavan, untuk kupakai berlibur. Prinsip
menjalankannya kan sama dengan bis. Sebaiknya aku berlatih
menjalankan naga itu saja dulu dalam gua, sebelum memberanikan diri
berkeliaran di jalan raya Los Angeles yang selalu ramai!"
TAMAT