Anda di halaman 1dari 36

Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

BAB 5 SAD
Tabel 5.1Tabel 5.2Tabel 5.3Tabel 5.4Tabel 5.5Tabel 5.6Tabel 5.7Tabel 5.8Tabel
5.9Tabel 5.10Tabel 5.11Tabel 5.12Tabel 5.13Tabel 5.14Tabel 5.15Tabel
5.16Tabel 5.17Tabel 5.18Tabel 5.19Tabel 5.20Tabel 5.21Tabel 5.22Tabel
5.23Tabel 5.24
5.1. ASDAD
5.2. ADAS

5-169
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

5.2.1. Kawasan Budidaya


5.2.2.1. Batasan dan Pengertian
Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan budidaya
adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan. Kawasan budidaya meliputi:
a. Kawasan Terbuka Hijau Non Lindung
b. Kawasan Perumahan
c. Kawasan Perkantoran, Perdagangan dan Jasa
d. Kawasan Pertanian
e. Kawasan Perikanan
f. Kawasan Pertambangan
g. Kawasan Industri
h. Kawasan Terbuka Non Hijau
i. Kawasan Evakuasi Bencana

5.2.2.2. Dasar Pemikiran Penetapan Kawasan Budidaya


Kawasan Budidaya ditetapkan untuk mewadahi aktivitas penduduk. Tujuan
penetapan kawasan budidaya adalah untuk mewujudkan rencana tata ruang
Kabupaten/Kota yang memenuhi kaidah teknis penataan ruang

5.2.2.3. Dasar Hukum Penetapan Kawasan Budidaya


Dasar hukum penetapan kawasan budidaya adalah :
• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
• Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
• Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
• Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
• Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
• Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

5-170
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

• Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.


• Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
• Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
• Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
• Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun
dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri.
• Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri.
• Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kampung Kota.
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan
Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan
kepada Pemerintah Daerah.
• Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/KPTS/UM/8/1981, tentang
Penetapan Batas Hutan Produksi.
• Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 50/M/SK/1997
tentang Standar Teknis Kawasan Industri.
• Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman.
• SNI 03-3242-1994, Tata cara pengelolaan sampah di permukiman.
• SNI 03-2453-2002, Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk
lahan pekarangan.
• SNI 03-1733-2004, Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di
perkotaan.

5.2.2.4. Peruntukan ruang untuk fungsi budidaya


Berdasarkan pada RTRW DKI Jakarta peruntukan ruang untuk fungsi budiday
diarahakan untuk:
a. Optimalisasi potensi perkotaan yang ada dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi, perkembangan social kemasyarakatan, dan keberlanjutan
pembangunan
b. Menyediakan secara seimbang kebutuhan akan ruang untuk berbagai
kegiatan masyarakat
c. Mewadahi berbagai kegiatan dalam rangka peningkatan peran dan fungsi
sebagai kota jasa skala internasional, nasional dan regional

5-171
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

A. Kawasan Terbuka Hijau Non Lindung


Kawasan hijau non lindung adalah kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung
yang dimanfaatkan untuk kegiatan penanaman, pengembangan, pemeliharaan,
maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan sebagai sarana ekonomi, ekologi,
sosial dan estetika. Kawasan Terbuka Hijau Non Lindung, meliputi:
a. Hutan Kota, dapat berbentuk:
• Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi
terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100
pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan;
• Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu,
dengan luas minimal 2500 m. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar
terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil;
• Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari
luas hutan kota;
• Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti
bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Lebar
minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m.
b. Taman Kota
Arahan penyediaan taman kota ditujukan untuk melayani penduduk satu
kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000
penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas
taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH
(lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga,
dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas
tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon
tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau menyebar
berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar
kegiatan.
c. Kawasan terbuka hijau lainnya, dapat berupa:
• Sabuk Hijau, yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk
membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota,
pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu
dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta
pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya.
• RTH Jalur Hijau Jalan, penempatan tanaman antara 20–30% dari
ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan.
• RTH Ruang Pejalan Kaki
• RTH di Bawah Jalan Layang
• RTH Fungsi Tertentu, antara lain RTH sempadan rel kereta api, RTH
jaringan listrik tegangan tinggi, RTH sempadan sungai, RTH
sempadan pantai, RTH sempadan danau, RTH pengamanan sumber
air baku/mata air.

5-172
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

• Pemakaman, selain berfungsi sebagai tempat penguburan jenasah


juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air, tempat
pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta
tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar seperti
beristirahat dan sebagai sumber pendapatan.

Pemanfaatan dan pengelolaan ruang terbuka hijau non lindung dilaksanakan


melalui:
a. Peningkatan luasan untuk memberikan perlindungan terhadap kualitas
udara dan iklim mikro
b. Peningkatan luasan untuk memberikan perlindungan terhadap badan-
badan air
c. Peningkatan luasan guna memulihkan daya resap dan daya alir
presipitasi air permukaan
d. pengembangan dan pemeliharaan kawasan terbuka hijau melalui
penanaman tanaman keras berkanopi lebar, tanaman buah-buahan, dan
tanaman hias dan bunga;
e. pengembangan dan pemeliharaan hutan kota, taman kota, dan taman
lingkungan baru;
f. pengembangan dan pemeliharaan jalur hijau pada sempadan sungai,
sempadan waduk dan situ, di sepanjang tepi dan median jalan, di
sepanjang jalur rel kereta api, di bawah jaringan transmisi listrik tegangan
tinggi, dan di sepanjang jalur pipa;
g. pengembangan dan pemeliharaan taman lingkungan yang sekaligus
dimanfaatkan sebagai sarana olah raga, rekreasi, dan sosial bagi warga
perumahan;
h. mendorong Peran serta aktif masyarakat dalam pengembangan dan
pemeliharaan kawasan hijau terbangun;
i. Pengembangan kawasan terbuka hijau pada wilayah sempadan situ/waduk
baru di kawasan rawan banjir dengan manfaat multi, ekologis, sosial dan
estetis;
j. pemberian Insentif dan disinsentif bagi lingkungan permukiman yang
mampu memiliki atau mempertahankan RTH; dan
k. mendorong pengembang pemukiman untuk membangun ruang terbuka
hijau binaan di wilayah perencanaannya yang bisa mendukung fungsi
ekologis, sosial dan estetis.
Dalam RTRW DKI Jakarta menjelaskan bagi pemilik tanah yang mengizinkan
lahannya digunakan untuk kepentingan publik, dapat diberikan kompensasi
berupa insentif tertentu, tanpa mengubah status kepemilikannya. Hijau publik
yang belum dimiliki pemerintah dibebaskan secara bertahap sebagaimana diatur
dalam indikasi program. Kawasan terbuka hijau non lindung tidak dapat diuabh
fungsi dan peruntukkannya termasuk yang ditetapkan dalam Rencana Detail
Tata Ruang Kecamatan Provinsi DKI Jakarta.

5-173
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

B. Kawasan Permukiman
Menurut UU. 26 tahun 2007 pengertian kawasan permukiman adalah adalah
kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman
atau tempat tinggal/ hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur. Kawasan perumahan terdiri atas :
a. Kawasan perumahan horisontal dan fasilitasnya, dan
b. Kawasan perumahan vertikal dan fasilitasnya.
Kawasan peruntukan permukiman memiliki fungsi antara lain:
a. Sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung
kehidupan dan penghidupan masyarakat sekaligus menciptakan interaksi
sosial;
b. Sebagai kumpulan tempat hunian dan tempat berteduh keluarga serta
sarana bagi pembinaan keluarga.

Adapun kriteria umum dan kaidah perencanaan mengenai kawasan


permukiman dalam perencanaan tata ruang yaitu:
a. Ketentuan pokok tentang perumahan, permukiman, peran masyarakat dan
pembinaan perumahan dan permukiman nasional mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
dan Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman (KSNPP);
b. Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai
dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan
lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan
lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan
tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan
terjangkau oleh sarana tranportasi umum;
d. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus
didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat
perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan,
penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan,
pendidikan, agama);
e. Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;
f. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;
g. Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun
(lisiba), penetapan lokasi dan penyediaan tanah; penyelenggaraan
pengelolaan; dan pembinaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun yang Berdiri Sendiri.

5-174
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

h. Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari


luas lahan yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan
dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan;
i. Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan
tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan
utilitas umum yang memadai;
j. Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan
peruntukan permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang
sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan
hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
k. Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan:
• Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI 03-1733-2004
tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;
• Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang
cukup sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan. Saluran
pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan frekuensi
intensitas curah hujan 5 tahunan dan daya resap tanah. Saluran ini dapat
berupa saluran terbuka maupun tertutup. Dilengkapi juga dengan sumur
resapan air hujan mengikuti SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara
Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan dan
dilengkapi dengan penanaman pohon;
• Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60
liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari;
• Sistem pembuangan sampah mengikuti ketentuan SNI 03-3242-1994
tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.
l. Penyediaan kebutuhan sarana pendidikan di kawasan peruntukan
permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah
penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian,
serta lokasi dan penyelesaian secara lebih rinci ditunjukkan pada Tabel 5.2.1;
m. Penyediaan kebutuhan sarana kesehatan di kawasan peruntukan
permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah
penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian,
serta lokasi dan penyelesaian secara lebih rinci ditunjukkan pada Tabel 5.2.2;
n. Penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olah
raga di kawasan peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis
sarana yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lahan minimal,
radius pencapaian, dan kriteria lokasi dan penyelesaian secara lebih rinci
ditunjukkan pada Tabel 5.2.3;
o. Penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga di kawasan
peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang
disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal,
radius pencapaian, serta lokasi dan penyelesaian secara lebih rinci
ditunjukkan pada Tabel 5.2.4;

5-175
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

p. Pemanfaatan kawasan perumahan merujuk pada SNI 03-1733-2004 tentang


Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan
Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan
kepada Pemerintah Daerah;
q. Dalam rangka mewujudkan kawasan perkotaan yang tertata dengan baik,
perlu dilakukan peremajaan permukiman kumuh yang mengacu pada
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kampung Kota.
Bila dilihat dari karakterisitk lokasi dan kesesuaian lahan suatu kawasan dapat
ditentukan sebagai kawasan permukiman apabila:
a. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);
b. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh
penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara
60 L/org/hari - 100 liter/org/hari;
c. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);
d. Drainase baik sampai sedang;
e. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata
air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan;
f. Tidak berada pada kawasan lindung;
g. Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga;
h. Menghindari sawah irigasi teknis.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan perumahan dilaksanakan melalui:


a. Penyediaan secara bertahap agar tercapai norma 1(satu) unit rumah yang
layak untuk tiap keluarga
b. Pengembangan melalui pola perumahan vertikal dengan memprioritaskan
pembangunan rumah susun sederhana, yang ruang luarnya dilengkapi
dengan ruang terbuka hijau yang bisa berfungsi resapan, sarana sosial dan
sebagai fasilitas penanggulangan dan evakuasi bencana
c. Peningkatkan kualitas lingkungan pada kawasan perumahan kumuh dan
atau padat melalui program Perbaikan Kampung Terpadu.
d. Setiap kawasan perumahan secara bertahap dilengkapi dengan sarana
lingkungan yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat setempat berdasarkan standar fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
e. Penataan kawasan perumahan yang berada di sekitar bantaran sungai,
waduk dan situ yang mengganggu sistem tata air harus ditata kembali dan
atau direlokasi.
f. Kawasan perumahan yang berada pada kawasan rawan bencana banjir
sejauh dapat diatasi dengan teknik rekayasa tidak perlu di relokasi
g. Pengurangan secara bertahap pemanfaatan air tanah dalam sebagai
sumber utama air bersih

5-176
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

h. Penyediaan sistem utilitas yang memadai terutama persampahan,


pengolahan air limbah, dan air bersih.
i. Penyediaan sistem pembuangan air hujan dan drainase yang mempunyai
kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan perumahan dan
kawasan sekitarnya bebas dari genangan
j. Penyediaan ruang terbuka hijau atau sejenisnya yang memadai
k. Pelarangan dan relokasi perumahan yang berada pada kawasan berfungsi
lindung
l. Pengarahan pembangunan baru pada kawasan yang berada dalam
jangkauan fasilitas social dan fasilitas umum perkotaan
m. Pembangunan rumah susun sederhana diprioritaskan pada lokasi yang
memiliki aksesibilitas tinggi dan utilitas yang memadai.
n. Peningkatan KLB dimungkinkan dalam peremajaan rumah susun sederhana
guna meningkatkan kualitas tetapi harus memperhitungkan daya dukung
lingkungannya.

Tabel 5.25
Kebutuhan sarana pendidikan pada kawasan peruntukan perumahan

Kebutuhan per satuan


Jumlah Kriteria
sarana
Jenis penduduk Standar
sarana pendukung Luas lahan (m2/jiwa) Radius
Luas lantai Lokasi dan
(jiwa) min (m2) pencapaian
min (m2) penyelesaian
(m)
TK 1.250 216 500 0,28 500 Ditengah
kelompok
keluarga.
SD 1.600 633 2.000 1,25 1.000
Tidak
menyeberang
jalan raya.
Bergabung
dengan taman
sehingga terjadi
pengelompokan
kegiatan.
SLTP 4.800 2.282 9.000 1,88 1.000 Dapat dijangkau
dengan
SLTA 4.800 3.835 12.500 2,6 3.000
kendaraan
umum,
Disatukan
dengan lapangan
olah raga.
Tidak selalu
harus di pusa
lingkungan

5-177
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Kebutuhan per satuan


Jumlah Kriteria
sarana
Jenis penduduk Standar
sarana pendukung Luas lahan (m2/jiwa) Radius
Luas lantai Lokasi dan
(jiwa) min (m2) pencapaian
min (m2) penyelesaian
(m)
Taman 2.500 72 150 0,09 1.000 Ditengah
Bacaan kelompok warga.
Tidak
menyeberang
jalan lingkungan.
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tatacara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

Tabel 5.26
Kebutuhan sarana kesehatan pada kawasan peruntukan perumahan

Kebutuhan
per satuan Kriteria
Jumlah sarana
penduduk Standar
Jenis sarana Luas Luas
pendukung (m2/jiwa) Radius
(jiwa) lantai lahan Lokasi dan
pencapaian
min min penyelesaian
(m)
(m2) (m2)
Posyandu 1.250 36 60 0,048 500 Di tengah kelompok
tetangga.
Tidak menyeberang
jalan raya.
Balai 2.500 150 300 0,12 1.000 Di tengah kelompok
Pengobatan tetangga.
Warga
Tidak menyeberang
jalan raya.
BKIA / Klinik 30.000 1.500 3.000 0,1 4.000 Dapat dijangkau
Bersalin dengan kendaraan
umum
Puskesmas 30.000 150 300 0,006 1.500 Dapat dijangkau
Pembantu dengan kendaraan
dan Balai umum
Pengobatan
Lingkungan
Puskesmas 120.000 420 1.000 0,008 3.000 Dapat dijangkau
dan Balai dengan kendaraan
Pengobatan umum
Tempat 5.000 18 - - 1.500 Dapat dijangkau
Praktek dengan kendaraan
Dokter umum
Apotik / 30.000 120 250 0,025 1.500 Dapat dijangkau
Rumah Obat dengan kendaraan

5-178
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Kebutuhan
per satuan Kriteria
Jumlah sarana
penduduk Standar
Jenis sarana Luas Luas
pendukung (m2/jiwa) Radius
(jiwa) lantai lahan Lokasi dan
pencapaian
min min penyelesaian
(m)
(m2) (m2)
umum
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tatacara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

Tabel 5.27
Kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olah raga

Jumlah Radius
Jenis Kebutuhan luas Standar Kriteria lokasi dan
penduduk pencapaian
sarana lahan min (m2) (m2/jiwa) penyelesaian
pendukung (jiwa) (m)
Taman / 250 250 1 100 Di tengah kelompok
Tempat tetangga
main
Taman / 2.500 1.250 0,5 1.000 Di pusat kegiatan
Tempat lingkungan
main
Taman 30.000 9.000 0,3 Sedapat mungkin
dan berkelompok
Lapangan dengan sarana
Olah Raga pendidikan
Taman 120.000 24.000 0,2 Terletak di jalan
dan utama
Lapangan
Sedapat mungkin
Olah Raga
berkelompok
dengan sarana
pendidikan
Jalur Hijau - - 15 m Terletak menyebar
Kuburan / 120.000 2.000 Mempertimbangkan
Pemakaman radius pencapaian
Umum dan area yang
dilayani
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tatacara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

Tabel 5.28
Kebutuhan sarana perdagangan dan niaga pada kawasan peruntukan permukiman

Jenis Jumlah Kebutuhan per Standar


Kriteria
sarana penduduk satuan sarana (m2/jiwa)

5-179
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

pendukun
Radius
g (jiwa) Luas lantai Luas lahan Lokasi dan
pencapaian
min (m2) min (m2) penyelesaian
(m)
Toko / 250 50 100 0,4 300 Di tengah
Warung kelompok
(termasuk (bila berdiri
tetangga.
gudang) sendiri)
Dapat
merupakan
bagian dari
sarana lain
Pertokoan 6.000 1.200 3.000 0,5 2.000 Di pusat
kegiatan
sub
lingkungan.
KDB 40%.
Dapat
berbentuk P
& D.
Pusat 30.000 13.500 10.000 0,33 Dapat
Pertokoan + dijangkau
Pasar dengan
Lingkungan kendaraan
umum
Pusat 120.000 36.000 36.000 0,3 Terletak di
Perbelanjaan jalan utama.
dan Niaga
Termasuk
(toko + pasar
sarana
+ bank +
parkir
kantor)
sesuai
ketentuan
yang
berlaku
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tatacara perencanaan lingkungan perumahan
di perkotaan

C. Kawasan Permukiman Berfungsi Lindung


Kawasan permukiman berfungsi lindung, terdiri atas :
a. Kawasan perumahan horisontal berfungsi lindung dan fasilitasnya; dan
b. Kawasan perumahan vertikal berfungsi lindung dan fasilitasnya;
c. Kawasan permukiman berfungsi lindung, ditetapkan dengan ketentuan:
d. Berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana
atau berada pada kawasan rawan bencana tetapi sudah memiliki rencana
dan strategi mitigasi dan adaptasi terhadap bencana;
e. Pembangunan baru tidak berada pada wilayah cekungan air;

5-180
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

f. Tersedia rencana pengelolaan air limbah dan air limbah tidak diperkenakan
untuk dialirkan langsung ke drainase publik;
g. Tidak menambah beban pada saat debit puncak saluran drainase public;
h. Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;
i. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;
j. Sesuai dengan daya dukung lahan setempat;
k. Memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan; dan/atau
l. Memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan permukiman berfungsi lindung,


dilaksanakan melalui:
a. Penyediaan secara bertahap agar tercapai norma 1(satu) unit rumah yang layak
untuk tiap keluarga;
b. Pengembangan melalui pola perumahan vertikal dengan memprioritaskan
pembangunan rumah susun sederhana, yang ruang luarnya dilengkapi
dengan ruang terbuka hijau yang bisa berfungsi resapan, sarana sosial dan
sebagai fasilitas penanggulangan dan evakuasi bencana;
c. Peningkatkan kualitas lingkungan pada kawasan perumahan kumuh dan
atau padat melalui program Perbaikan Kampung Terpadu;
d. Setiap kawasan permukiman secara bertahap dilengkapi dengan sarana
lingkungan yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat setempat berdasarkan standar fasilitas umum dan fasilitas
sosial;
e. Penataan kawasan permukiman yang berada di sekitar bantaran sungai,
waduk dan situ yang mengganggu sistem tata air harus ditata kembali dan
atau direlokasi;
f. Kawasan permukiman yang berada pada kawasan rawan bencana banjir
sejauh dapat diatasi dengan teknik rekayasa tidak perlu di relokasi;
g. Pengurangan secara bertahap pemanfaatan air tanah dalam sebagai sumber
utama air bersih;
h. Penyediaan sistem utilitas yang memadai terutama persampahan,
pengolahan air limbah, dan air bersih;
i. Penyediaan sistem pembuangan air hujan dan drainase yang mempunyai
kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan perumahan dan
kawasan sekitarnya bebas dari genangan;
j. Penyediaan ruang terbuka hijau atau sejenisnya yang memadai;
k. Pelarangan dan relokasi perumahan yang berada pada kawasan berfungsi
lindung;
l. Pengarahan pembangunan baru pada kawasan yang berada dalam
jangkauan fasilitas Sosial dan fasilitas umum perkotaan;

5-181
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

m. Pembangunan rumah susun sederhana diprioritaskan pada lokasi yang


memiliki aksesibilitas tinggi dan utilitas yang memadai; dan
n. Peningkatan KLB dimungkinkan dalam peremajaan rumah susun sederhana
guna meningkatkan kualitas dengan tetap memperhitungkan daya dukung
lingkungannya.

D. Kawasan Perkantoran, Perdagangan dan Jasa


Menurut UU.26 tahun 2007 definisi Kawasan Pusat Perkantoran Perdagangan
dan Jasa adalah Kawasan yang terpusat diperuntukkan bagi kegiatan
perkantoran, perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan
mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai
tambah pada suatu kawasan perkotaan. Kawasan Pusat Perkantoran,
Perdagangan dan Jasa terdiri atas: Kawasan perkantoran, Kawasan
perdagangan, Kawasan Pariwisata, Kawasan Pelayanan Umum dan Sosial,
Kawasan Campuran .
Kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk
pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi
pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. Fungsi
utama dari kawasan perkantoran, pedagangan dan jasa ialah:
a. Memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat
yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa (sisi
penawaran);
b. Menyerap tenaga kerja di perkotaan dan memberikan kontribusi yang
dominan terhadap PDRB.

Kriteria umum dan kaidah perencanaan dalam perencanaan tata ruang kawasan
perkantoran, perdagangan dan jasa ialah sebagai berikut:
a. Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen;
b. Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:
• bangunan usaha perdagangan (eceran dan grosir): toko, warung, tempat
perkulakan, pertokoan, dan sebagainya;
• bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, dan penginapan
lainnya;
• bangunan penyimpanan dan pergudangan: tempat parkir, gudang;
• bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi;
• bangunan pariwisata/rekreasi (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.
c. Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan perdagangan dan jasa
diperuntukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap
memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang
berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi
lingkungan hidup.

5-182
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Selain kriteria umum dalam perencanaan tata ruangnya juga terdapat


kriteria teknis suatu kawasan dikatakan sebagai kawasan perkantoran,
perdagangan dan jasa yaitu:
a. Pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah berada
pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
b. Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian
depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu;
c. Perletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani;
d. Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:
• bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir): toko, warung, tempat
perkulakan, pertokoan;
• bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, penginapan;
• bangunan penyimpanan: gedung tempat parkir, show room, gudang;
• bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi;
• bangunan pariwisata (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.

Bila dilihat dari karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan perkantoran,
perdagangan dan jasa memiliki beberapa ciri yaitu sebagai berikut:
a. Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
b. Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;
c. Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ATM, pos
polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan
sarana penunjang kegiatan komersial serta kegiatan pengunjung;
d. Terdiri dari perdagangan lokal, regional, dan antar regional.

E. Kawasan Fungsi Ibukota Negara


Menurut UU.26 tahun 2007 Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang
berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus
sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
Kawasan fungsi ibukota negara adalah kawasan yang memiliki kekhususan
tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta
pusat/perwakilan lembaga internasional.
(1) Kawasan fungsi Ibukota Negara terdiri atas :
a. Kawasan Pemerintahan Nasional
b. Kawasan Perwakilan Asing
(2) Kawasan fungsi Ibukota Negara ditetapkan dengan ketentuan :

5-183
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

a. Untuk kawasan pemerintahan Nasional, berada pada kawasan-


kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan sekitar simbol historis
ibukota negara;
b. Untuk pemerintahan daerah yang merupakan bagian dari sistem
pelayanan jasa pemerintahan, untuk tingkatan provinsi diarahkan
berada pada kawasan pusat Jakarta, sedangkan untuk tingkatan kota
administrasi diarahkan berada pada kawasan-kawasan yang strategis
kota yang berfungsi juga sebagai pendorong pertumbuhan dan
pengembangan kota dan wilayah.
c. Untuk kawasan perwakilan asing diarahkan, dikonsentrasikan dan atau
ditempatkan pada kawasan-kawasan khusus yang didukung
kemudahan akses kepada kawasan pemerintahan Nasional.
d. Berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan
bencana;
e. Pembangunan baru tidak berada pada wilayah cekungan air;
f. Tersedia rencana pengelolaan air limbah dan air limbah tidak
diperkenakan untuk dialirkan langsung ke drainase publik;
g. Tidak menambah beban pada saat debit puncak saluran drainase
publik;
h. Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;
i. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam
antara lain tidak menjadikan air tanah sebagai sumber air baku;
j. Sesuai dengan daya dukung lahan setempat;
k. Memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas.
(3) Pemanfaatan dan pengeloaan kawasan fungsi Ibukota Negara
dilaksanakan melalui:
a. Untuk kawasan pemerintahan Nasional, harus dapat mencerminkan
identitas dan karakter suatu bangsa dan negara.
b. Untuk kawasan pemerintahan tingkat provinsi dan kota administrasi,
harus bersifat terbuka yang berorientasi pada cerminan bentuk
pelayanan dan pengayoman kepada penduduk Ibukota, serta
tersedianya ruang-ruang terbuka interaksi yang memungkinkan
terciptanya keharmonisan antara elemen pemerintah dengan
masyarakatnya.
c. Untuk kawasan perwakilan asing, tetap harus mengikuti ketentuan-
ketentuan yang berlaku pada kawasan-kawasan dimana mereka
berada.
d. Pelarangan pemanfaatan pada pada kawasan lindung dan kawasan
rawan bencana;
F. Kawasan Pariwisata
Menurut UU.no.10 tahun 2009 pengertian kawasan pariwisata adalah kawasan
yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk
pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau

5-184
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan


sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan
keamanan.
Kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Jenis obyek wisata yang
diusahakan dan dikembangkan di kawasan peruntukan pariwisata dapat berupa
wisata alam ataupun wisata sejarah dan konservasi budaya. Kawasan
peruntukan pariwisata memiliki fungsi antara lain:
a. Memperkenalkan, mendayagunakan dan melestarikan nilai-nilai
sejarah/budaya lokal dan keindahan alam;
b. Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah yang bersangkutan.

Kawasan peruntukan pariwisata memiliki Kriteria umum dan kaidah


perencanaan:
a. Ketentuan pokok tentang pengaturan, pembinaan dan pengembangan
kegiatan kepariwisataan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1990 tentang Kepariwisataan;
b. Kegiatan kepariwisataan diarahkan untuk memanfaatkan potensi keindahan
alam, budaya dan sejarah di kawasan peruntukan pariwisata guna
mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian
nilai-nilai budaya, adat istiadat, mutu dan keindahan lingkungan alam serta
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. Kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki hubungan
fungsional dengan kawasan industri kecil dan industri rumah tangga serta
membangkitkan kegiatan sektor jasa masyarakat;
d. Pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk kepentingan
pariwisata, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayan dan agama
harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya
tersebut. Pemanfaatan tersebut harus memiliki izin dari Pemerintah Daerah
dan atau Kementerian yang menangani bidang kebudayaan;
e. Pengusahaan situs benda cagar budaya sebagai obyek wisata diharapkan
dapat membantu memenuhi kebutuhan dana bagi pemeliharaan dan upaya
pelestarian benda cagar budaya yang bersangkutan;
f. Ketentuan tentang penguasaan, pemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan
benda-benda cagar budaya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya;
g. Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pariwisata harus diperuntukan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara
sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan
dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup;

5-185
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

h. Pada kawasan peruntukan pariwisata, fasilitas fisik yang harus tersedia


meliputi jaringan listrik, telepon, jaringan jalan raya, tempat pembuangan
sampah, drainase, dan saluran air kotor;
i. Harus memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti
kawasan pertanian, perikanan, dan perkebunan;
j. Harus bebas polusi;
k. Pengelolaan dan perawatan benda cagar budaya dan situs adalah tanggung
jawab pemerintah/pemerintah daerah;
l. Setiap orang dilarang mengubah bentuk dan atau warna, mengambil atau
memindahkan benda cagar budaya dari lokasi keberadaannya.

Kawasan peruntukan pariwisata memiliki karakteristik lokasi dan kesesuaian


lahan:
a. Memiliki struktur tanah yang stabil;
b. Memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan
dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan;
c. Merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan lahan pertanian yang
produktif;
d. Memiliki aksesibilitas yang tinggi;
e. Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya regional;
f. Tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih;
g. Terdiri dari lingkungan/ bangunan/ gedung bersejarah dan cagar budaya;
h. Memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, serta keunikan tertentu;
i. Dilengkapi fasilitas pengolah limbah (padat dan cair).

Tabel 5.29 Karakteristik Kawasan Peruntukan Pariwisata

Kriteria Teknis
No Jenis Wisata
Fisik Prasarana Sarana

1 Wisata Alam

- Wisata • Luas lahan minimal • Jenis prasarana yang • Tersedia angkutan umum
Pegunungan 100 Ha tersedia antara lain
jalan, air bersih, • Jenis sarana yang tersedia
• Mempunyai struktur listrik, dan telepon yaitu hotel/penginapan,
tanah yang stabil rumah makan, kantor
• Mempunyai nilai pengelola, tempat rekreasi
• Mempunyai pencapaian dan & hiburan, WC umum,
kemiringan tanah kemudahan mushola, poliklinik, dan
yang memungkinkan hubungan yang tinggi wartel
dibangun tanpa dan mudah dicapai
memberikan dampak • Gaya bangunan
negatif terhadap • Tidak mengganggu disesuaikan dengan

5-186
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Kriteria Teknis
No Jenis Wisata
Fisik Prasarana Sarana
kelestarian kelancaran lalu lintas kondisi lingkungan dan
lingkungan pada jalur regional dianjurkan untuk
menampilkan ciri-ciri
• Iklim sejuk (di atas budaya daerah
700 dpl, atau suhu
<20oC)
• Mempunyai daya
tarik flora & fauna, air
terjun, sungai, dan
air panas

- Wisata Bahari • Mempunyai struktur • Jenis prasarana yang • Tersedia angkutan umum
tanah yang stabil tersedia antara lain
jalan, air bersih, • Jenis sarana yang tersedia
• Mempunyai listrik, dan telepon yaitu hotel/penginapan,
kemiringan tanah rumah makan, kantor
yang memungkinkan • Mempunyai nilai pengelola, tempat rekreasi &
dibangun tanpa pencapaian dan hiburan, WC umum, dan
memberikan dampak kemudahan mushola
negatif terhadap hubungan yang tinggi
kelestarian dan mudah dicapai • Gaya bangunan disesuaikan
lingkungan dengan kendaraan dengan kondisi lingkungan
bermotor dan dianjurkan untuk
• Mempunyai daya menampilkan ciri-ciri budaya
tarik, flora & fauna • Memperhatikan daerah
aquatic, pasir putih, resiko bahaya dan
dan terumbu karang bencana
• Harus bebas bau • Perancangan
tidak enak, debu, sempadan pantai
asap, serta air yang memperhatikan
tercemar tinggi gelombang laut

2 Wisata Buatan

• Dibangun • Jenis prasarana yang • Tersedia angkutan umum


disesuaikan dengan tersedia antara lain
kebutuhan dan jalan, air bersih, • Gaya bangunan disesuaikan
peruntukannya listrik, dan telepon dengan kondisi lingkungan
dan menampilkan ciri-ciri
• Status kepemilikan • Mempunyai nilai budaya daerah
harus jelas dan tidak pencapaian dan
menimbulkan kemudahan • Jenis sarana yang tersedia
masalah dalam hubungan yang tinggi yaitu rumah makan, kantor
penguasaannya dan mudah dicapai pengelola, tempat rekreasi &
dengan kendaraan hiburan, WC umum, dan
• Mempunyai struktur bermotor roda empat mushola
tanah yang stabil
• Ada tempat untuk
• Mempunyai melakukan kegiatan
kemiringan tanah penerangan wisata, pentas
yang memungkinkan seni, pameran dan
dibangun tanpa penjualan barang-barang
memberikan dampak hasil kerajinan
negatif terhadap

5-187
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Kriteria Teknis
No Jenis Wisata
Fisik Prasarana Sarana
kelestarian
lingkungan • Terdapat perkampungan
adat
• Mempunyai daya
tarik historis,
kebudayaan, dan
pendidikan
• Bebas bau tidak
enak, debu, dan air
tercemar

Taman Rekreasi • Luas lahan min. 3 Ha • Jenis prasarana • Tersedia angkutan umum
yang tersedia antara
• Mempunyai struktur lain jalan, air bersih, • Tersedia yaitu rumah
tanah stabil listrik, dan telepon makan, kantor
• Mempunyai • Mempunyai nilai
pengelola, tempat rekreasi &
hiburan, WC umum,
• kemiringan tanah • Pencapaian dan mushola, dan tempat parkir
yang memungkinkan kemudahan
dibangun tanpa • Tersedia sekurangnya 3
hubungan yang
memberikan dampak jenis sarana rekreasi yang
tinggi dan mudah
negatif terhadap mengandung unsur hiburan,
dicapai dengan
kelestarian pendidikan, kebudayaan,
kendaraan bermotor
lingkungan dan arena bermain anak-
roda empat
anak.
• Harus bebas bau
yang tidak enak, • Ada tempat untuk
debu, air yang melakukan kegiatan
tercemar penerangan wisata, pentas
seni, pameran dan
penjualan barang-barang
hasil kerajinan

Sumber : Kriteria Lokasi dan Standar Teknis Kawasan Budi daya, Departemen PU, 2003

Kawasan peruntukan pariwisata memiliki Kriteria teknis antara lain:


a. Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam
untuk kegiatan pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
b. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam untuk sarana pariwisata alam diselenggarakan dengan
persyaratan sebagai berikut:
• Luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan
prasarana pariwisata alam maksimum 10% dari luas zona pemanfaatan
taman nasional, blok pemanfaatan taman hutan raya, dan blok
pemanfaatan taman wisata alam yang bersangkutan;
• Bentuk bangunan bergaya arsitektur setempat;
• Tidak mengubah bentang alam yang ada;

5-188
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

• Tidak mengganggu pandangan visual.


c. Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam
harus menyusun Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam yang
dilengkapi dengan AMDAL sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
d. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam diberikan untuk
jangka waktu paling lama 30 tahun sesuai dengan jenis kegiatannya;
e. Jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam yang dapat dilakukan dalam
kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam
meliputi kegiatan usaha:
• akomodasi seperti pondok wisata, bumi perkemahan, karavan, dan
penginapan;
• makanan dan minuman;
• sarana wisata tirta;
• angkutan wisata;
• cenderamata;
• sarana wisata budaya.
f. Dalam rangka pelestarian nilai-nilai budaya setempat, pemerintah daerah
dapat menetapkan kawasan, lingkungan dan atau bangunan sebagai
lingkungan dan bangunan cagar budaya sebagai kawasan pariwisata
budaya. Penetapannya dilakukan apabila dalam suatu kawasan terdapat
beberapa lingkungan cagar budaya yang mempunyai keterkaitan keruangan,
sejarah, dan arkeologi;
g. Penetapan kawasan, lingkungan dan atau bangunan bersejarah sebagai
kawasan pariwisata oleh Pemerintah Kota/Kabupaten berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h. Kriteria, tolak ukur, dan penggolongan lingkungan cagar budaya berdasarkan
kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, dan kelangkaan. Sedangkan kriteria
penggolongan bangunan cagar budaya berdasarkan kriteria nilai sejarah,
umur, keaslian, kelangkaan, tengeran/landmark, dan arsitektur. Kriteria dan
tolak ukur tersebut adalah sebagai berikut:
• Nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan,
politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan tingkat
nasional dan atau daerah masing-masing;
• Umur dikaitkan dengan batas usia sekurang-kurangnya 50 tahun;
• Keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana
lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di
dalamnya;

5-189
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

• Kelangkaan dikaitkan dengan keberadaannya sebagai satu-satunya atau


yang terlengkap dari jenisnya yang masih ada pada lingkungan lokal,
nasional, atau dunia;
• Tengeran dikaitkan dengan keberadaan sebuah bangunan tunggal
monumen atau bentang alam yang dijadikan simbol dan wakil dari suatu
lingkungan;
• Arsitektur dikaitkan dengan estetik dan rancangan yang menggambarkan
suatu zaman dan gaya tertentu.
i. Berdasarkan kriteria dan tolak ukur, kawasan lingkungan cagar budaya dapat
dikelompokkan menjadi beberapa golongan yang berbeda satu dengan
lainnya. Penggolongan lingkungan cagar budaya diatur melalui Keputusan
Bupati/Walikota setempat;
j. Pelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya yang dijadikan kawasan
pariwisata harus mengikuti prinsip-prinsip pemugaran yang meliputi keaslian
bentuk, penyajian dan tata letak dengan memperhatikan nilai sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan;
k. Pengembangan lahan yang berada dalam kawasan lingkungan cagar budaya
harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pusat perkantoran, perdagangan dan


jasa dilakukan melalui:
a. Pelarangan pemanfaatan pada pada kawasan lindung dan kawasan rawan
bencana
b. Pemanfaatan ruang tidak mengakibatkan penurunan kapasitas daya dukung
lingkunan di kawasan itu atau dikawasan sekitarnya
c. Pengarahan pengembangan kawasan pada kawasan yang memiliki
aksesibilitas yang tinggi dan nilai ekonomi tinggi yang bermanfaat bagi
pengembangan dan pembangunan Jakarta,
d. Penerapan konsep superblok berdasarkan panduan Rancang Kota dan
panduan Pembangunan Kawasan yang pembangunan per persilnya
memperhitungan keseimbangan antara manfaat ruang dan kewajiban
penyediaan prasarana, utilitas dan fasilitas pendukung
e. Pengembangan dan pengarahan untuk kegiatan campuran antara kegiatan
perdagangan dan jasa dengan perumahan, baik secara horisontal maupun
vertikal
f. Pengembangan kawasan ini mengalokasikan ruang kegiatan sektor informal
sesuai dengan proporsi besarnya kegiatan ekonomi yang dikembangkan
g. Pengembangan kawasan ini diharuskan menyediakan prasarana untuk
pejalan kaki, penyandang cacat dan sepeda
h. Pengembangan sistem pengelolaan kawasan (estate management) dengan
mempertimbangkan faktor sosial, estetis, ekologis dan kepentingan evakuasi
bencana

5-190
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

i. Pembangunan kawasan skala besar harus memperhitungkan bangkitan lalu


lintas dan dalam skala tertentu menyediakan sarana dan fasilitas di dalam
kawasan.
j. Pengembangan kawasan harus memperhitungkan sistem tata air di dalam
kawasan dan kawasan yang dipengaruhinya harus diperhitungkan dalam
penngembangannya.
k. Pengembangan pengelompokan jalur wisata sesuai dengan karakter dan
potensi kawasan.

G. Kawasan Pertanian
Menurut UU.No.26 tahun 2007 pengertian Kawasan Pertanian adalah kawasan
yang memiliki ciri hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau
hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur
penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan,
dan kedaulatan pangan nasional. Kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan
pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian
lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pertanian dilakukan melalui:


a. Pemberian insentif untuk mempertahankan status dan kondisi lahan
pertanian yang tersisa
b. Pembebasan lahan oleh pemerintah untuk mengembangkan lahan pertanian
abadi, penelitian, dan pembibitan serta pengembangan ruang terbuka hijau
c. Pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang dapat menggangu fungsi
kawasan

H. Kawasan Perikanan
Menurut UU.No.26 tahun 2007 pengertian kawasan perikanan adalah semua
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan perikanan dilakukan melalui:
a. Pelarangan kegiatan yang dapat mengancam keberadaan biota laut yang
dilindungi
b. Pengembangan prasarana budidaya perikanan
c. Pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup

I. Kawasan Pertambangan
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 pengertian Kawasan
pertambangan adalah kawasan yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara
dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan
bagian dari tata ruang nasional. Kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan

5-191
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

pertambangan bagi wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan
kegiatan pertambangan, meliputi golongan bahan galian A, B, dan C.
Sesuai dengan ketentuan pasal 4 (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, dinyatakan bahwa
kewenangan pemerintah daerah atas bahan galian mencakup atas bahan galian
C yang meliputi penguasaan dan pengaturan usaha pertambangannya. Untuk
bahan galian strategis golongan A dan vital atau golongan B, pelaksanaannya
dilakukan oleh Menteri. Khusus bahan galian golongan B, pengaturan usaha
pertambangannya dapat diserahkan kepada pemerintah daerah provinsi.
Fungsi utama dari kawasan pertambangan antara lain:
a. Menghasilkan barang hasil tambang yang meliputi minyak dan gas bumi;
bahan galian pertambangan secara umum, dan bahan galian C;
b. Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja;
c. Sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kriteria umum dan kaidah perencanaan tata ruang kawasan pertambangan


yaitu sebagai berikut:
a. Ketentuan pokok tentang penggolongan pelaksanaan penguasaan bahan
galian; bentuk dan organisasi perusahaan pertambangan; usaha
pertambangan; kuasa pertambangan; dan hubungan kuasa pertambangan
dengan hak-hak tanah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan;
b. Ketentuan pokok tentang penguasaan dan pengusahaan; kegiatan usaha
hulu; kegiatan usaha hilir; hubungan kegiatan usaha minyak dan gas bumi
dengan hak atas tanah; serta pembinaan dan pengawasan mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
c. Pemanfaatan ruang beserta sumber daya tambang dan galian di kawasan
peruntukan pertambangan harus diperuntukan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut
sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup;
d. Setiap kegiatan pertambangan harus memberdayakan masyarakat di
lingkungan yang dipengaruhinya guna kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat setempat;
e. Kegiatan pertambangan ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi
industri dalam negeri dan berbagai keperluan masyarakat, serta
meningkatkan ekspor, meningkatkan penerimaan negara dan pendapatan
daerah serta memperluas lapangan pekerjaan dan kesempatan usaha;
f. Kegiatan pertambangan harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal
yang dilengkapi dengan RPL dan RKL;
g. Kegiatan pertambangan mulai dari tahap perencanaan, tahap ekplorasi
hingga eksploitasi harus diupayakan sedemikian rupa agar tidak

5-192
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

menimbulkan perselisihan dan atau persengketaan dengan masyarakat


setempat;
h. Rencana kegiatan eksploitasi harus disetujui oleh dinas pertambangan
setempat dan atau oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan
pelaksanaannya dilaporkan secara berkala;
i. Pada lokasi kawasan pertambangan fasilitas fisik yang harus tersedia
meliputi jaringan listrik, jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah,
drainase, dan saluran air kotor.

Sedangkan untuk kriteria teknis dalam perencanaan tata ruang kawasan


pertambangan yaitu:
a. Kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan di kawasan lindung;
b. Kegiatan penambangan tidak boleh menimbulkan kerusakan lingkungan;
c. Lokasi tidak terletak terlalu dekat terhadap daerah permukiman. Hal ini untuk
menghindari bahaya yang diakibatkan oleh gerakan tanah, pencemaran
udara, serta kebisingan akibat lalu lintas pengangkutan bahan galian, mesin
pemecah batu, ledakan dinamit, dan sebagainya. Jarak dari permukiman 1-2
km bila digunakan bahan peledak dan minimal 500 m bila tanpa peledakan;
d. Lokasi penambangan tidak terletak di daerah tadah (daerah imbuhan) untuk
menjaga kelestarian sumber air (mata air, air tanah);
e. Lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam (> 40%) yang
kemantapan lerengnya kurang stabil. Hal ini untuk menghindari terjadinya
erosi dan longsor.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pertambangan dilakukan melalui:


a. Pengaturan pendirian bangunan dan kegiatan pertambangan agar tidak
mengganggu fungsi alur pelayaran
b. Pengaturan kegiatan pertambangan agar tetap menjaga kelestarian
lingkungan
c. Pengembangan pertambangan dengan tetap memperhatikan dampak social
ekonomi terhadap masyarakat sekitar

J. Kawasan Industri dan Pergudangan


Kawasan industri dan pergudangan adalah kawasan yang diarahkan dan
diperuntukkan bagi pengembangan industri dan pergudangan beserta fasiilitas
penunjangnya dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 50% dengan
prosentase luas kawasan di tiap wilayah mengacu pada ketentuan yang berlaku
dan kecenderungan pengembangan yang terjadi dilapangan
Industri selektif adalah kegiatan industri yang kriteria pemilihannya disesuaikan
dengan kondisi Jakarta sebagai kota jasa, yakni industri yang hemat lahan,
hemat air, hemat energi, tidak berpolusi, dan menggunakan teknologi tinggi
yang berlokasi dekat atau di kawasan ekonomi prospektif.

5-193
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata


Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan. Sebagian atau seluruh bagian kawasan peruntukan industri dapat
dikelola oleh satu pengelola tertentu. Dalam hal ini, kawasan yang dikelola oleh
satu pengelola tertentu tersebut disebut kawasan industri. Kawasan industri
memiliki fungsi antara lain :
a. Memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di
satu lokasi dengan biaya investasi prasarana yang efisien;
b. Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja;
c. Meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya meningkatkan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah yang bersangkutan;
d. Mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang mungkin
ditimbulkan.

Kriteria umum dan kaidah perencanaan tata ruang kawasan industri ialah:
a. Ketentuan pokok tentang pengaturan, pembinaan dan pengembangan
industri; serta izin usaha industri mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1984 tentang Perindustrian;
b. Pemanfaatan kawasan peruntukan industri harus sebesar-besarnya
diperuntukan bagi upaya mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan
nilai tambah dan peningkatan pendapatan yang tercipta akibat efisiensi
biaya investasi dan proses aglomerasi, dengan tetap mempertahankan
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. Jenis industri yang dikembangkan harus mampu menciptakan lapangan
kerja dan dapat meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat setempat.
Untuk itu jenis industri yang dikembangkan harus memiliki hubungan
keterkaitan yang kuat dengan karakteristik lokasi setempat, seperti
kemudahan akses ke bahan baku dan atau kemudahan akses ke pasar;
d. Kawasan peruntukan industri harus memiliki kajian Amdal, sehingga dapat
ditetapkan kriteria jenis industri yang diijinkan beroperasi di kawasan
tersebut;
e. Untuk mempercepat pengembangan kawasan peruntukan, di dalam
kawasan peruntukan industri dapat dibentuk suatu perusahaan kawasan
industri yang mengelola kawasan industri;
f. Ketentuan tentang kawasan industri diatur tersendiri melalui Keputusan
Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri dan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 50/M/SK/1997
tentang Standar Teknis Kawasan Industri yang mengatur beberapa aspek
substansi serta hak dan kewajiban Perusahaan Kawasan Industri,
Perusahaan Pengelola Kawasan Industri dan Perusahaan Industri dalam
pengelolaan Kawasan Industri;
g. Khusus untuk kawasan industri, pihak pengelola wajib menyiapkan kajian
studi Amdal sehingga pihak industri cukup menyiapkan RPL dan RKL.

5-194
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Untuk kriterai teknis dalam perencanaan tata ruang kawasan industri yaitu
sebagai berikut:
a. Harus memperhatikan kelestarian lingkungan;
b. Harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah;
c. Harus memperhatikan suplai air bersih;
d. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan
dan memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementerian
Lingkungan Hidup;
e. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan
sebaiknya dikelola secara terpadu;
f. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan
industri;
g. Harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku;
h. Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan industri;
i. Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 Km dari permukiman
dan berjarak 15-20 Km dari pusat kota;
j. Kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D;
k. Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling
industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang. Pola
penggunaan lahan pada kawasan industri secara teknis dapat dilihat pada
Tabel 5.22

Untuk kawasan industri yang berorientasi bahan mentah memiliki


karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan sebagai berikut:
a. Kemiringan Lereng
kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0% - 25%,
pada kemiringan >25% - 45% dapat dikembangkan kegiatan industri
dengan perbaikan kontur, serta ketinggian tidak lebih dari 1000 meter dpl;
b. Hidrologi
bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang;
c. Klimatologi
lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang menuju
permukiman penduduk;
d. Geologi
dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan
bencana longsor;
e. Lahan
area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang
sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.

5-195
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Tabel 5.30
Pola Penggunaan Lahan Pada Kawasan Industri

Struktur
No Jenis Penggunaan Keterangan
Penggunaan (%)

Setiap kaveling harus mengikuti ketentuan KDB


1 Kaveling Industri Maksimal 70%
sesuai dengan Perda setempat.

Terdapat jalan primer dan jalan sekuder


Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan
2 Jalan dan Saluran 8-12%
sekunder minimal 5 ton
Perkerasan jalan minimal 7 meter.

Dapat berupa jalur hijau (green belt), taman dan


3 Ruang Terbuka Hijau Minimal 10%
perimeter

Dapat berupa kantin, guest house, tempat ibadah,


4 Fasilitas Penunjang 6-12% fasilitas olahraga, tempat pengolahan air bersih,
gardu induk, rumah telekomunikasi..

Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di


Daerah, Balitbang Indag - Puslitbang, 2001

Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus
mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan
sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau. Alokasi lahan pada Kawasan
Industri dapat dilihat pada Tabel 10;

Tabel 5.31 Alokasi lahan pada kawasan industri

Luas Lahan Dapat Dijual (Maksimal 70%) Jalan & Sarana


Penunjang Ruang
No Luas Kaveling Kaveling Lainnya Terbuka
Kaveling Hijau (%)
Kawasan Industri Perumahan
Komersial (%) Maksimal 70%
Industri (Ha) (%) (%)

1 10-20 65-70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10

2 >20-50 65-70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10

3 >50-100 60-70 Maksimal 12.5 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10

4 >100-200 50-70 Maksimal 15 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10

5-196
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

5 >200-500 45-70 Maksimal 17.5 10-25 Sesuai kebutuhan Minimal 10

6 >500 40-70 Maksimal 20 10-30 Sesuai kebutuhan Minimal 10


Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah,
Balitbang Indag - Puslitbang, 2001

Kawasan Industri harus menyediakan fasilitas fisik dan pelayanan umum.


Standar teknis pelayanan umum dan fasilitas fisik di kawasan industri dapat
dilihat Tabel.....

Tabel 5.32 Standar teknis pelayanan umum di kawasan industri

Teknis
No Standar Kebutuhan Keterangan
Pelayanan

1 Tenaga kerja 90 - 110 tenaga kerja/Ha

2 Luas lahan per 0.3 - 5 Ha Terdapat beberapa variasi urutan


unit usaha kaveling. Rata-rata kebutuhan lahan
1.34 Ha/Unit Usaha Industri

3 Listrik 0.15 - 0.2 MVA/Ha Sumber dari PLN atau swasta

4 Telekomunikasi 4 - 5 SST/Ha Termasuk faximile/telex


Telepon umum 1 SST/16 Ha

5 Air bersih 0.55 – 0.75 liter/Ha Sumber PDAM/air tanah usaha sendiri
sesuai ketentuan yang berlaku

6 Saluran drainase Sesuai debit Ditempatkan di kiri kanan jalan utama


dan lingkungan

7 Saluran Sesuai debit Saluran tertutup yang terpisah dari


sewerage saluran drainase

8 Prasarana & 1 bak sampah/kaveling Perkiraan limbah padat yang


sarana sampah dihasilkan adalam 4 m3/Ha/hari
1 armada sampah/20 Ha
1 unit TPS/20 Ha

9 Kapasitas kelola Standar influent : Kualitas parameter limbah cair yang


IPAL berada di atas standar influent yang
BOD : 400 - 600 mg/l
ditetapkan, wajib dikelola terlebih
COD : 600 - 800 mg/l dahulu oleh pabrik yang bersangkutan
TSS : 400 - 600 mg/l
PH : 4 - 10

10 Jaringan jalan a. Jalan utama 2 jalur 1 arah dengan perkerasan


2x7 m, atau 1 jalur dengan
perkerasan minimal 8 m
b. Jalan lingkungan 2 arah dengan perkerasan minimal

5-197
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Teknis
No Standar Kebutuhan Keterangan
Pelayanan
7m

11 Kebutuhan 1.5 tenaga kerja/unit


hunian hunian

12 Kebutuhan Sesuai kebutuhan Diperlukan Trade Center untuk


fasilitas dengan maksimum 20% promosi wilayah dan produk
komersial luas lahan

13 Bangkitan Ekspor : 3.5 Belum termasuk angkutan buruh


transportasi TEU’s/Ha/Bulan dan karyawan
Impor : 3.0
TEU’s/Ha/Bulan
Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di
Daerah, Balitbang Indag - Puslitbang, 2001

Arahan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan industri berdasarkan RTRW DKI


Jakarta ialah:
a. Panataan kawasan industri pada lokasi yang kondusif untuk berinvestasi
bagi penanaman modal dalam negeri maupun pemodal asing, yang
didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai;
b. Penataan kawasan pelabuhan dilakukan sebagai bagian integral dari
penataan kawasan industri dan pergudangan, serta perniagaan kota.
c. mengembangkan kawasan industri yang dibatasi hanya untuk jenis industri
yang hemat penggunaan lahan, air dan energi, tidak berpolusi,
memperhatikan aspek lingkungan dan menggunakan teknologi tinggi;
d. Pengembangan industri perakitan yang diarahkan pada daerah industri yang
memiliki akses langsung ke jalan arteri di kawasan sekitar Bandara
Soekarno Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok; dan
e. Mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus yang berfungsi sebagai
katalisator ekonomi domestik untuk mendorong pertumbuhan industri,
pariwisata dan jasa pendukung lainnya serta mendorong peningkatan mutu
SDM melalui penguasaan teknologi dan ketrampilan.

K. Kawasan Terbuka Non Hijau


Kawasan/Ruang Terbuka Non Hijau adalah ruang terbuka diwilayah perkotaan
yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras,
maupun yang berupa badan air. Kawasan terbuka non hijau meliputi:
a. kawasan terbuka atau plasa
b. kawasan terbuka biru;
Dilarang melakukan perubahan peruntukan dan atau reposisi kawasan terbuka
biru.

5-198
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Fungsi utama RTNH adalah fungsi Sosial Budaya, dimana antara lain dapat
berperan sebagai:
a. Wadah aktifitas Sosial Budaya masyarakat dalam wilayah kota/ kawasan
perkotaan terbagi dan terencana dengan baik
b. pengungkapan ekspresi budaya/kultur lokal;
c. merupakan media komunikasi warga kota;
d. tempat olahraga dan rekreasi;
e. wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari
alam.

Berdasarkan kepemilikannya, RTNH dapat dibagi menjadi dua, yaitu:


a. RTNH Publik yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh
Pemerintah/PEMDA.
b. RTNH Privat yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh Swasta/Masyarakat.

Penyediaan RTNH pada skala Kota/Kawasan Perkotaan (City Wide) dilakukan


dengan mempertimbangkan struktur dan pola ruang. Seperti diketahui bahwa
struktur dan pola suatu kota terbentuk dari adanya hirarki pusat dan skala
pelayanan suatu kegiatan fungsional, yang dihubungkan oleh suatu hirarki
jaringan jalan dan infrastruktur utama (linkage) yang membentuk suatu urban
fabric, yang pada akhirnya membentuk ruang-ruang aktivitas fungsional.
Secara hirarkis dari yang terendah, skala pelayanan kegiatan fungsional suatu
kota dapat dimulai dari skala lingkungan, yaitu RT, RW dan Kelurahan, pada
skala kawasan terdapat skala Kecamatan sampai dengan skala tertinggi yaitu
Kota. Berdasarkan hirarki skala pelayaanan kegiaatan fungsional tersebut,
RTNH disediakan berdasarkan proporsi kebutuhannya yang diindikasi
berdasarkan jumlah populasi dan luas area pada setiap tingkatannya.
Ruang-ruang aktivitas fungsional tersebut dihubungkan oleh jaringan
infrastruktur (linkkage) yang membentuk suatu hubungan kegiatan sesuai
dengan hirarkinya. Pada jaringan-jaringan tersebut RTNH disediakan untuk
mengakomodasi kebutuhan aksesibilitas manusia dalam bentuk linier.
Ruang-ruang aktivitas fungsional dapat terdiri dari berbagai jenis kegiatan
didalamnya, misalnya Hunian, Komersial, Sosial Budaya, Pendidikan,
Olahraaga, Kesehatan dan lain -lain. Dalam ruang-ruang aktivitas fungsional
tersebut, RTNH disediakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang
berlaku untuk menunjang keberlangsungan kegiatan yang terjadi.
a. Plasa
Plasa merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu
pelataran tempat berkumpulnya massa (assembly point) dengan berbagai
jenis kegiatan seperti sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan lain-lain.

5-199
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

b. Parkir
Parkir merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu
pelataran dengan fungsi utama meletakkan ke ndaraan bermotor seperti
mobil atau motor; serta kendaaraan lainnyaa seperti sepeda. Lahan parkir
dikenal sebagai salah satu bentuk RTNNH yang memiliki fungsi ekonomis.
Hal ini dikarenakan manfaatnya yang secara langsung dapat memberikan
keuntungan ekonomis atau fungsinya dalam menunjang berbagai kegiatan
ekonomis yang berlangsung. Kedudukan lahan parkir menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari suatu sistem pergerakan suatu kawasan perkotaan.
Pada kawasan perkotaan, dimana berbagai kegiatan ekonomis terjadi
dengan intensitas yang relatif tinggi, namun di sisi lain lahan yang tersedia
terbatas dengan nilai lahan yang tinggi, mengakibatkan keberadaan lahan
parkir sangat dibutuhkan. Seringkali oleh berbagai keterbatasan yang ada,
keberadaan lahan parkir yang memadai menjadi sangat langka. Dalam
banyak kasus kekurangan lahan parkir menimbulkan berbagai
permasalahan, mulai dari terganggunya aktivitas manusia pada suatu fungsi
bangunan tertentu sampai pada timbul nya kemacetan yang parah.

c. Lapangan Olahraga
Lapangan olahraga merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau
sebagai suatu pelataran dengan fungsi utama tempat dilangsungkannya
kegiatan olahraga.

d. Tempat Bermain dan Rekreasi


Tempat bermain dan rekreasi merupakan suatu bentuk ruang terbuka non
hijau sebagai suatu pelataran dengan berbagai kelengkapan tertentu untuk
mewadahi kegiatan utama bermain atau rekreasi masyarakat.

e. Pembatas (Buffer)
Pembatas (buffer) merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai
suatu jalur dengan fungsi utama sebagai pembatas yang menegaskan
peralihan antara suatu fungsi dengan fungsi lainnya.

f. Koridor
Koridor merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai jalur
dengan fungsi utama sebagai sarana aksesibilitas pejalan kaki yang bukan
merupakan trotoar (jalur pejalan kaki yang berada di sisi jalan).
Yaitu ruang terbuka non hijau yang terbentuk di antara dua bangunan atau
gedung, dimana dimanfaatkan sebagai ruang sirkulasi atau aktivitas tertentu.

Kriteria dan persyaratan kawasan terbuka non hijau ialah sebagai berikut:
a. RTNH di Lingkungan Bangunan Hunian Rumah

5-200
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai


aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar
bangunan (KDB) di kawasan perkotaan.

b. RTNH di Lingkungan Bangunan Hunian Bukan Rumah


Bangunan hunian bukan rumah merupakan fungsi-fungsi seperti Hotel dan
Motel, Apartemen/Rumah Susun Menengah/Mewah, Rumah Susun
Sederhana Sehat juga Maisonnette. RTNH pada bangunan fungsi ini selain
terdiri dari lahan parkir bersama, umumnya juga terdiri dari area sosial yang
disediakan untuk bersama, seperti sarana olahraga, sarana bermain, sarana
berkumpul, dan lain-lain.
Penyediaan RTNH pada bangunan fungsi ini dapat disesuaikan dengan
arahan-arahan/aturan-aturan yang berlaku, seperti SNI dan Pedoman terkait
lainnya.

c. RTNH di Lingkungan Bangunan Pemerintahan


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

d. RTNH di Lingkungan Bangunan Komersial


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan
bangunan komersial pada suatu wilayah atau kawasan.

e. RTNH di Lingkungan Bangunan Sosial Budaya


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan
bangunan sosial budaya pada suatu wilayah atau kawasan.

f. RTNH di Lingkungan Bangunan Pendidikan


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan
bangunan pendidikan pada suatu wilayah atau kawasan.

g. RTNH di Lingkungan Sarana Olahraga


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan
sarana olahraga pada suatu wilayah atau kawasan.

5-201
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

h. RTNH di Lingkungan Bangunan Kesehatan


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan
bangunan kesehatan pada suatu wilayah atau kawasan.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan terbuka non hijau dilakukan melalui:


a. Pengembangan kawasan terbuka secara berjenjang pada berbagai kawasan
b. Pemanfaatan bahan material atau desain dari kawasan terbuka tetap
memperhatikan daya serap air permukaan
c. Pengarahan desain kawasan terbuka sesuai dengan fungsi dan hirarkinya
secara proporsional

L. Kawasan Evakuasi Bencana


Ruang evakuasi bencana adalah area yang disediakan untuk menampung
masyarakat yang terkena bencana dalam kondisi darurat, sesuai dengan
kebutuhan antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan kemudahan
modifikasi sesuai kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi.
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara
struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan Evakuasi Bencana dilakukan melalui:


a. Optimalisasi pemanfaatan kawasan terbuka hijau dan kawasan tebuka plasa
baik public maupu private sebagai kawasan evakuasi bencana dengan
melengkapinya dengan sarana utilitas yang memadai
b. Penetapan prasarana, sarana dan fasilitas umum dan social sebagai
kawasan evakuasi bencana dengan memperhatikan ketersediaan utilitas
dan aksesibilitasnya
c. Peningkatan aksesibilitas dari dan ke kawasan evakuasi bencana
d. Pengaturan dan pengendalian kegiatan dan bangunan pada kawasan yang
ditetapkan sebagai kawasan evakuasi bencana
Penetapan kawasan evakuasi bencana dilakukan dengan keputusan Gubernur
dan disosialisasikan secara meluas.

5-202
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

BAB 5 SAD ............................................................................................................... 5-169

5.1. ASDAD....................................................................................................... 5-169

5.2. ADAS ......................................................................................................... 5-169

5.2.1. Kawasan Budidaya .......................................................................... 5-170

5.2.2.1. Batasan dan Pengertian...................................................... 5-170


5.2.2.2. Dasar Pemikiran Penetapan Kawasan Budidaya ....... 5-170
5.2.2.3. Dasar Hukum Penetapan Kawasan Budidaya ............ 5-170
5.2.2.4. Peruntukan ruang untuk fungsi budidaya ................... 5-171
A. Kawasan Terbuka Hijau Non Lindung ................................... 5-172
B. Kawasan Permukiman ................................................................. 5-174
C. Kawasan Permukiman Berfungsi Lindung ........................... 5-180
D. Kawasan Perkantoran, Perdagangan dan Jasa .................. 5-182
E. Kawasan Fungsi Ibukota Negara............................................. 5-183
F. Kawasan Pariwisata ...................................................................... 5-184
G. Kawasan Pertanian ....................................................................... 5-191
H. Kawasan Perikanan ...................................................................... 5-191
I. Kawasan Pertambangan ............................................................. 5-191
J. Kawasan Industri dan Pergudangan ...................................... 5-193
K. Kawasan Terbuka Non Hijau ..................................................... 5-198
L. Kawasan Evakuasi Bencana ...................................................... 5-202

Tabel 5.1Tabel 5.2Tabel 5.3Tabel 5.4Tabel 5.5Tabel 5.6Tabel 5.7Tabel


5.8Tabel 5.9Tabel 5.10Tabel 5.11Tabel 5.12Tabel 5.13Tabel
5.14Tabel 5.15Tabel 5.16Tabel 5.17Tabel 5.18Tabel 5.19Tabel
5.20Tabel 5.21Tabel 5.22Tabel 5.23Tabel 5.24 ................................. 5-169

Tabel 5.25 Kebutuhan sarana pendidikan pada kawasan peruntukan


perumahan ....................................................................................................... 5-177

Tabel 5.26 Kebutuhan sarana kesehatan pada kawasan peruntukan


perumahan ....................................................................................................... 5-178

Tabel 5.27 Kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olah
raga ................................................................................................................... 5-179

5-203
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Tabel 5.28 Kebutuhan sarana perdagangan dan niaga pada kawasan


peruntukan permukiman............................................................................... 5-179

Tabel 5.29 Karakteristik Kawasan Peruntukan Pariwisata............................ 5-186

Tabel 5.30 Pola Penggunaan Lahan Pada Kawasan Industri ...................... 5-196

Tabel 5.31 Alokasi lahan pada kawasan industri ............................................ 5-196

Tabel 5.32 Standar teknis pelayanan umum di kawasan industri .............. 5-197

5-204

Anda mungkin juga menyukai