PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan
atau
perkembangbiakan
merupakan
bagian
dari
ilmu
faal(fisiologi). Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan
meskipun siklus reproduksi suatu manusia berhenti, manusia tersebut masih dapat
bertahan hidup, sebagai contoh manusia yang dilakukan vasektomi pada organ
reproduksinya (testes atau ovarium) atau mencapai menopause dan andropouse tidak
akan mati. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah manusia
tersebut mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh
kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh manusia.
Reproduksi juga merupakan bagian dari proses tubuh yang bertanggung
jawab terhadap kelangsungan suatu generasi.
Untuk kehidupan makhluk hidup reproduksi tidak bersifat vital artinya tanpa
adanya proses reproduksi makhluk hidup tidak mati. Akan tetapi bila makhluk tidup
tidak dapat bereproduksi maka kelangsungan generasi makhluk hidup tersebut
terancam dan punah, karena tidak dapat dihasilkan keturunan (anak) yang merupakan
sarana untuk melanjutkan generasi.
Sexualitas adalah sesuatu kekuatan dan dorongan hidup ada diantara
manusia laki laki dan perempuan dimana kedua makhluk ini merupakan suatu
system yang memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung menyambung
sehingga existensi manusia itu tidak punah. Banyak peristiwa bahagia dan hidup
gairah oleh adanya sex, tetapi tidak sedikit pula adanya peristiwa sedih, malapetaka
dan kehancuran disebabkan oleh sex pula.
Begitu pentingnya masalah sexualitas dalam kehidupan manusia sehingga
ada pendapat ahli yang extrim menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia pada
hakekatnya dimotifasi dan didorong oleh sex. Maka tidaklah mengherankan bahwa
ada pendapat peneliti lain mengatakan bahwa kebanyakan gangguan kepribadian,
gangguan tingkah laku terjadi oleh adanya gangguan pola perkembangan kehidupan
Psikosexualnya.
Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui apa dan
bagaimana itu sex dalam system reproduksi kita.
BAB II
SISTEM REPRODUKSI PRIA DAN WANITA
2.1.
Organ Reproduksi
Organ reproduksi pria terdiri atas organ reproduksi dalam dan organ reproduksi
luar.
2.1.1. Organ Reproduksi Dalam
Organ reproduksi dalam pria terdiri atas testis, saluran pengeluaran dan
kelenjar asesoris.
1. Testis
Testis (gonad jantan) berbentuk oval dan terletak didalam kantung pelir
(skrotum). Testis berjumlah sepasang (testes = jamak). Testis terdapat di bagian
tubuh sebelah kiri dan kanan. Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang
terdiri dari serat jaringan ikat dan otot polos.
Fungsi testis secara umum merupakan alat untuk memproduksi sperma
dan hormon kelamin jantan yang disebut testoteron.
Testis sebenarnya adalah kelenjar kelamin, berjumlah sepasang dan akan
menghasilkan sel-sel sperma serta hormon testosteron. Skrotum dapat menjaga
suhu testis. Jika suhu terlalu panas , skrotum mengembang, jika suhu dingin
skrotum mengerut sehingga testis lebih hangat. Testis (gonad jantan) berbentuk
oval dan terletak didalam kantung pelir (skrotum). Testis berjumlah sepasang
(testes = jamak). Testis terdapat di bagian tubuh sebelah kiri dan kanan. Testis kiri
dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari serat jaringan ikat dan otot
polos. Fungsi testis secara umum merupakan alat untuk memproduksi sperma dan
hormon kelamin jantan yang disebut testoteron.
2. Saluran Pengeluaran
Saluran pengeluaran pada organ reproduksi dalam pria terdiri dari
epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi dan uretra.
a. Epididimis
Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok di dalam skrotum
yang keluar dari testis. Epididimis berjumlah sepasang di sebelah kanan
dan kiri. Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
sperma sampai sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens.
b. Vas deferens
c. Saluran ejakulasi
Saluran
ejakulasi
merupakan
saluran
pendek
yang
a. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan
kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding
vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber
makanan bagi sperma.
b. Kelenjar prostate
Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian
bawah kantung kemih. Kelenjar prostat menghasilkan getah yang
mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang berperan untuk
kelangsungan hidup sperma.
c. Kelenjar Cowper
Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang
salurannya langsung menuju uretra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah
yang bersifat alkali (basa).
Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk
yang terdiri dari kepala dan ekor.
Kepala sperma terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit
sitoplasma. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat
selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase
dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum.
Pada ekor sperma terdapat badan sperma yang terletak di bagian tengah sperma.
Badan sperma banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil
energi untuk pergerakan sperma.
pertumbuhan
diperlukan
untuk
mengatur
fungsi
Gangguan ini menyebabkan infertilitas, impotensi dan tidak adanya tandatanda kepriaan. Penanganan dapat dilakukan dengan terapi hormon.
2. Kriptorkidisme
Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk
turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut
dapat ditangani dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin
untuk merangsang terstoteron. Jika belum turun juga, dilakukan pembedahan.
Uretritis
Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada
penis dan sering buang air kecil. Organisme yang paling sering
menyebabkan
uretritis
adalah
Chlamydia
trachomatis,
Ureplasma
Prostatitis
Prostatitis adalah peradangan prostat. Penyebabnya dapat berupa
bakteri, seperti Escherichia coli maupun bukan bakteri.
Epididimitis
Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran
reproduksi pria. Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan
Chlamydia.
3. Orkitis
2.3.1. Testis
1. Anatomi Testis
Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dan sedikit gepeng.
Testis terletak dalam skrotum dan dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat
sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di
daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner, 2008).
diperkirakan mempunyai tiga regio : kaput (kepala), korpus (badan), dan kauda
(ekor). Permukaan sel epitel duktus ini ditutupi oleh mikrovili panjang yang
bercabang dan tidak teratur yang biasa disebut stereosilia. Epitel duktus
epididimis turut serta dalam pengambilan dan pencernaan badan-badan residu
yang dikeluarkan selama proses spermatogenesis berlangsung. Duktus-duktus
epididimis dari setiap testis menyatu untuk membentuk sebuah saluran
berdinding tebal dan berotot yang disebut duktus (vas) deferens. Dari setiap
testis duktus deferens berjalan keluar dari kantong skrotum dan kembali ke
dalam rongga abdomen dan berakhir di ureter di bagian leher kandung kemih.
Dinding duktus deferens tebal dan berotot dengan lubang kecil sehingga terasa
padat dan dapat diraba (lewat kulit) di bagian leher skrotum dan dapat diikat
atau dipotong pada saat vasektomi (Fawcett, 2002).
3. Fisiologi Epididimis dan Duktus (Vas) Deferens
Epididimis
2.3.3. Spermatogenesis
1. Tahap-Tahap Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Proses
ini dimulai dengan sel benih primitif, yaitu spermatogonium. Pada saat
terjadinya perkembangan sel kelamin, sel ini mulai mengalami mitosis, dan
menghasilkan generasi sel-sel yang baru. Sel-sel yang baru dibentuk dapat
mengikuti satu dari dua jalur. Sel-sel ini dapat terus membelah sebagai sel
induk, yang disebut spermatogonium tipe A, atau dapat berdeferensiasi selama
siklus mitosis yang progresif menjadi spermatogonium B. Spermatogonium B
merupakan sel progenitor yang akan berdeferensiasi menjadi spermatosit
primer. Segera setelah terbentuk, sel-sel ini memasuki tahap profase dari
pembelahan meiosis pertama. Spermatosit primer merupakan sel terbesar
dalam garis keturunan spermatogenik ini dan ditandai dengan adanya
kromosom dalam berbagai tahap proses penggelungan di dalam intinya
(Fawcett, 2002).
Dari pembelahan meiosis pertama ini timbul sel berukuran lebih kecil
yang disebut spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder sulit diamati dalam
sediaan testis karena merupakan sel berumur pendek dan berada dalam tahap
interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan meiosis
kedua. Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Karena
tidak ada fase-S (sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis
pertama dan kedua pada spermatosit, jumlah DNA per sel berkurang setengah
selama pembelahan kedua ini, yang menghasilkan sel haploid (n). Oleh karena
itu,
proses
meiosis
menghasilkan
sel
dengan
jumlah
kromosom
2. Sel Spermatogenik
sel spermatogenik merupakan suatu kejadian yang sangat kompleks dari
berbagai tipe sel spermatogenik yang disebut spermatogenesis. Sebagian besar
sel-sel yang menyusun epitel seminiferus adalah sel spermatogenik dengan
berbagai tahap perkembangan tertentu (Naz, 2006). Telah dijelaskan pada tahaptahap perkembangan spermatogenenesis, bahwa perkembangan spermatogonium
menjadi spermatozoa memerlukan beberapa perkembangan tertentu. Proses
perkembangan tersebut dibagi menjadi tiga tahap:
luar tubulus secara terus menerus membelah dengan cara mitosis dimana sel baru
yang terbentuk identik dengan sel induk. Peristiwa ini disebut proliferasi mitotik.
Proliferasi ini menghasilkan pasokan kontinyu sel-sel germinativum baru.
Menurut gambaran inti selnya, pada manusia dikenal tiga jenis spermatogonia :
a. Spermatogonia gelap tipe A, dengan inti sel lonjong berwarna gelap. Sel-sel
tersebut membelah diri secara berkala untuk mempertahankan jumlah
spermatogonia dan juga untuk membentuk spermatogonia pucat tipe A yang
memiliki inti lonjong pucat.
b. Spermatogonia pucat tipe A, membelah diri secara mitosis untuk menjadi
spermatogia B (menjadi spermatogonia pucat tipe A yang lain).
c. Spermatogonia tipe B mempunyai inti bulat yang mengandung kromatin padat
dengan membran inti. Bila spermatogonia tipe B membelah diri dengan cara
mitosis,sel-sel
tersebut
menghasilkan
sel-sel
anak
yang
seluruhnya
2.3.
uretra posterio dan menyebabkan epididimitis dan mungkin prostatitis. Dari hasil
penelitian terakhir mengatakan bahwa C. trachomatis merupakan penyebab utama
epididimitis pada pria kurang dari 35 tahun (sekitar 70 - 90 %). Secara klinis,
chlamydial epididimitis dijumpai berupa nyeri dan pembengkakan scrotum yang
unilateral dan biasanya berhubungan dengan chlamydial uretritis , walaupun
uretritisnya asimptomatik (Karmila,2001).
Alkohol adalah zat yang paling sering disalahgunakan manusia, alkohol
diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari
peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15 % tetapi dengan proses
penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi. Hasil
analisis bivariat dengan Odds Ratio (OR) terhadap riwayat konsumsi alkohol
didapatkan OR sebesar 13.409, sehingga kebiasaan konsumsi alkohol merupakan
faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami
istri pada laki-laki. Dimana responden yang memiliki riwayat konsumsi alkohol
memiliki risiko 13,409 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan konsepsi bila
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat konsumsi alkohol.
Dari hasil penelitian Jarkko (2006), Di antara laki-laki dengan asupan seharihari antara 80 dan 160 g, hanya 13 dari 35 laki-laki menunjukkan spermatogenesis
normal (37%), 19 (54%) memiliki SA parsial atau lengkap. Frekuensi gangguan
spermatogenik adalah serupa pada laki-laki minum lebih dari 160 g. Konsumsi
alkohol dalam jumlah moderat dapat mempengaruhi kualitas air mani lebih sering
dari pada yang diperkirakan sebelumnya, sedangkan konsumsi alkohol yang tinggi
akan mempengaruhi secara serius terhadap proses spermatogenesis.
Alkoholisme telah lama dikaitkan dengan gangguan kesehatan reproduksi
seperti impotensi dan atropi testis, spermatogenesis tampak semakin memburuk
dengan meningkatnya asupan alkohol, konsumsi alkohol kronik memiliki efek
merugikan pada reproduksi laki-laki, hormon dan kualitas sperma (Mendiola, 2008) .
Konsumsi alkohol kronis memiliki efek merugikan pada reproduksi laki-laki
hormon dan pada kualitas air mani . Sebuah kasus-kontrol studi yang dilakukan di
Jepang menunjukkan bahwa alkohol asupan secara signifikan lebih umum pada
infertile pria dibandingkan pada kontrol. Alkohol paparan in vitro menginduksi
penurunan motilitas sperma dan morfologi, dan respon berhubungan dengan dosis.
Selain itu, risiko aneuploidi sperma XY adalah lebih besar pada peminum alkohol
dibandingkan dengan bukan peminum (RR = 1,38, CI 95%: 1,2-1,6) (Mendiola,
2008).
Berdasarkan hasil uji analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel
riwayat minum alkohol merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian
keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasutri pada laki-laki dengan nilai OR sebesar
11.705 dan signifikansi sebesar 0,000. Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan
dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu
pertumbuhan sperma. Mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan
pertumbuhan sperma, sehingga penghentian penggunaan mariyuana dan alkohol
merupakan usaha preventif untuk infertilitas.(Taher, 2008).
Berat badan dan perubahan pada berat badan yang melebihi berat badan
normal (terlalu gemuk) akan mempengaruhi kejadian keterlambatan konsepsi
(infertilitas). Untuk menentukan obesitas diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dimana berat badan
normal bila perhitungan IMT < 25 kg/m. Hasil analisis bivariat dengan Odds Ratio
(OR) terhadap obesitas didapatkan OR sebesar 2.695 sehingga obesitas merupakan
faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami
istri pada lakilaki.
Studi dari Ruby dkk (2007) menambahkan dukungan lebih lanjut bahwa pria
dengan kelebihan berat badan akan meningkatkan risiko infertilitas. Nilai dapat
dianggap remeh karena kasus yang paling parah, pasangan yang tidak hamil, tidak
termasuk dalam kelompok kelahiran. Penelitian diperlukan untuk melihat
apakahpenurunan berat badan meningkatkan kesuburan bagi laki-laki.
Kasus-kasus infertilitas yang disebabkan obesitas tidak saja memberikan
dampak buruk bagi wanita. Pada pria terdapat hubungan kuat antara berat badan
meningkat dengan rendahnya produksi sperma serta disfungsi ereksi. Obesitas sangat
terkait dengan kemandulan pada pria. Sel-sel lemak memroduksi estrogen. Dan lakilaki dengan sel lemak berlebih, lebih banyak menghasilkan estrogen dibandingkan
pria dengan berat badan normal. Jadi salah satu penyebab paling umum kemandulan
pria adalah produksi sperma yang abnormal (Sallmen M, dkk, 2006).
Kualitas pergerakan spermatozoa disebut baik bila 50% atau lebih
spermatozoa menunjukkan pergerakan yang sebagian besar adalah gerak yang cukup
baik atau sangat baik (grade II/III). ). Gradasi menurut W.H.O. untuk pergerakan
spermatozoa adalah sebagai berikut : 0 = spermatozoa tidak menunjukkan
pergerakan, 1 = spermatozoa bergerak ke depan dengan lambat, 2 = spermatozoa
bergerak ke depan dengan cepat, 3 = spermatozoa bergerak ke depan sangat cepat.
Hasil analisis bivariat dengan Odds Ratio (OR) terhadap obesitas didapatkan
OR sebesar 0.407 pada tingkat kepercayaan (CI)=95% dengan nilai batas bawah =
0.180 dan nilai batas atas = 0.922. Oleh karena nilai batas bawah dan batas atas tidak
mencakup nilai satu, maka nilai 0.407 dianggap bermakna secara statistik sehingga
kualitas sperma merupakan faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi
(Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki.
Eksposur kerja dan lingkungan dapat mempengaruhi reproduksi. Paparan
panas dari mandi sauna sering, mengemudi kendaraan, tungku, dan mungkin bekerja
di luar rumah di musim panas dapat menyebabkan penurunan spermatogenesis.
Gangguan pertukaran panas testis dari obesitas dan varicoceles dapat menonjolkan
efek. Paparan bahan kimia di tempat kerja atau di tempat lain, terutama nematosida,
organofosfat, estrogen, benzena, dan pengelasan, seng, timah, kadmium, dan asap
merkuri, mungkin memiliki efek antispermatogenic. Berbagai obat sosial, termasuk
tembakau, alkohol, ganja, dan narkotika, berpotensi antispermatogenic. Beberapa
pecandu mengalami kerusakan organ lain, seperti sirosis, yang selanjutnya dapat
mengganggu fungsi testis dalam melakukan proses spermatodenesis.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kseimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditemukan adanya risiko
kejadian keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki yang
memiliki kelainan alat reproduksi (Undecensus testis). Variabel riwayat PMS, riwayat
konsumsi alkoholl dan obesitas bermakna terhadap kejadian keterlambatan konseps
(infertiltas) pasangan suami istri pada laki-laki. Perlunya peningkatan pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi bagi Pasutri terhadap besar risiko konsumsi alkohol
yang berdampak terhadap terjadinya keterlambatan konsepsi. Bagi pasutri yang
memiliki ketergantungan alkohol
secara periodik agar dapat berhenti total dari ketergantungan alkoholl. Mengingat
obesitas merupakan faktor risiko keterlambatan konsepsi, maka sebaiknya pasangan
suami istri menerapkan pola diet yang sehat dengan menjaga berat badan yang ideal.
DAFTAR PUSTAKA
Kerr J. B. 1992. Spontaneous degeneration of germ cells in normal rat testis :
assessment of cell typesand frequency during the spermatogenic cycle. J.
Reprod. Fert No.95 825-830
Ilyas, S. 2008. Efektivitas Kontrasepsi Hormonal Pria Yang Menggunakan
Kombinasi Testosteron Undekanoat dan Noretisteron Enantat. Dalam Jurnal
Biologi Sumatera. Vol. 3. No. 1. 23-28
D.K. Sari, Sunarti dan K. Eriani, 2008, Pengaruh Asap Rokok Terhadap Fetus Mencit
(Mus musculus) DYJ Prenatal. Jurnal Natural, 8 (1), 10-13.
A. Agarwal, R. A. Saleh and M. A. Bedaiwy, 2003, Role of reactive oxygen species in
the pathophysiology of human reproduction, Human Reproduction Infertility
and Sexual Funtion, 7, 829-843.
J. Christyaningsih, 2003, Pengaruh Suplementasi Vitamin E dan C Terhadap Aktivitas
Enzim Superoxide Dismutase (SOD) Dalam Eritrosit Tikus Yang Terpapar
Asap
Rokok
Kretek,
http://UnairThesis.Jiptunair-gdl-2003Christiyaningsih.2c-667-rokok. Diakses tanggal 11 september 2014.
Aflatoonia, A. (2009). The epidemiological and etiological aspects of infertility in
Yazd province of Iran. Iranian Journal of Reproductive Medicine 23 (7): 12-2
Ambara, P. (2005). Pengertian infertilitas. (online) diunduh 11 sseptember
2014.
Available
from
URL
HYPERLINK
http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2005/9/18/kel4.html
Baker, (2008). Clinical Management of Male Infertility, (online) diunduh 11
september
2014.
Available
from
URL
HYPERLINK
http://www.endotext.org/male/male7/maleframe7.htm
Cunningham, and Beagley, (2010). Male Genital Tract Chlamydial Infection:
Implications for Pathology and Infertility. Journal Biology of Reproduction
79(8) 180189.
Effendi, A. (2008). Undescanded Testis Pada Bayi Baru Lahir Insidens Dan
Perkembangannya, (online) diunduh 26 Januari 2012. Available from URL:
HYPERLINK http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6185
Jarkko,