Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan keluhan yang didapatkan dan riwayat
penyakit sekarang. Penyakit sistem pernapasan salah satunya menimbulkan gejala batuk.
Berikut hal yang dapat ditanyakan.1
seorang pekerja tambang. Dengan keluhan utama batuk darah sekitar setengah gelas air
mineral sejak 1 hari lalu. Riwayat penyakit sekarang berupa keluhan batuk yang dialami sejak
4 bulan terakhir, terdapat sedikit dahak, tidak ada sesak dan nyeri dada. Pasien merasa
semakin kurus dalam 3 bulan terakhir. Pasien sering merasa badannya terasa hangat hilang
timbul selama 1 bulan terakhir. Diketahui riwayat penyakit keluarga pasien tidak ditemukan
penyakit serupa. Pasien jjuga mengatakan belum mengkonsumsi obat apapun. Selain itu
pasien mengatakan terdapat riwayat merokok selama 30 tahun.
2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan mencakup melihat keadaan umum, kesadaran, pemeriksaan
tanda-tanda vital berupa nadi, tekanan darah, hitung pernapasan, serta suhu. Selain itu
dilakukan juga pemeriksaan bagian kepala berupa inspeksi sklera dan konjungtiva, palpasi
kelenjar getah bening, Suhu tubuh yang normal adalah 36-37 oC. Pada pagi hari suhu
mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan
menggunakan tensimeter dengan angka normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa
dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar
60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per
menit.2 Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien menunjukkan tekanan darahnya: 130/90
mmHg, nadi 78x/menit, napas 20x/menit, suhu 37.2 oC, kemudian sclera tidak ikterik dan
konjungtiva tidak anemis, kelenjar getah bening servikal teraba, JVP didapati 5-2 H2O.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada toraks. Pemeriksaan ini terdiri dari
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior.2 Pada inspeksi,
yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (apakah normal / barrel chest / pectus
excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai bagaimana cara dan pola
bernapasnya, apakah normal atau tidak. Selanjutnya dilakukan palpasi untuk mengevaluasi
area toraks, kesimetrisan toraks, dan vokal fremitus. Saat melakukan palpasi, evaluasi apakah
pasien merasa nyeri saat ditekan. Dalam vokal fremitus, hal yang dirasakan adalah getaran
yang terjadi pada dinding toraks.
Pemeriksaan selanjutnya adalah perkusi. Normalnya suara paru yang diperkusi adalah
sonor. Apabila terjadi pneumonia, hasil perkusi parunya adalah redup. Kemudian dilakukan
auskultasi pada pasien dengan menggunakan stetoskop. Terdapat empat suara paru normal
yaitu tracheal, bronchial, bronchovesikuler, dan vesikuler.2
Tabel 1. Perbedaan Auskultasi Suara Paru Normal.2
Karakteristik
Intensitas
Trakeal
Sangat
Bronkial
Keras
Bronkovesikuler
Sedang
Vesikuler
Lembut
Nada
keras
Sangat
Tinggi
Sedang
Rendah
Perbandingan I:E*
Deskripsi
tinggi
1:1
Kasar
1:3
1:1
Seperti melewati Mendesau tapi seperti
3:1
Mendesau
pipa
lembut
melewati pipa
Lokasi normal
Trakea di
Manubrium
Di atas bronkus
Perifer paru
luar toraks
*Perbandingan durasi inspirasi dibandingkan ekspirasi
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bunyi paru bronkovesikuler dan ronki kering di
apex paru kanan. Selain itu abdomen dan jantung pasien normal. Dapat dicurigai pasien
mengalami tuberkulosis paru.
Pada pemeriksaan fisik tuberkulosis paru, pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum
pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus, atau berat badan turun.3 Pada pemerikasaan fisik pasien
sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah
terinfiltrasi secara asimptomatik. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit
dibedakan dengan pneumonia biasa.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan agar diagnosis yang telah diperkirakan dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dipastikan dengan tepat. Pada umumnya pemeriksaan
yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan serologis, pemeriksaan radiologis,
pemeriksaan sputum, dan tes tuberkulin.3
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif)
akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumalh limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. 3 Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan
juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer; 2) Gamma globulin
meningkat; Kadar natrium darah menurun. Pemerisaan tersebut di atas nilainya juga tidak
spesifik.3 Hasil pemeriksaan darah pasien adalah hemoglobin 10 g/dl, hematokrit 30%,
leukosit 9.900 l, trombosit 158.000 l, LED 70 mm/jam.
Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di
Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angkaangka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.3
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni
Peroksidasi Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai
sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain
meragukan karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Walaupun begitu PAP-TB
ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal
untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG
yang spesifik terhadap antigen M. tuberculose. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma
M. tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara
ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan
hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien
reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.3
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-TB
adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada
suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi
spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang
intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.3
Pemeriksaan Radiologis
Pada tuberkulosis primer terdapaat beberapa gambaran dapat terlihat pada sinar-X dada.3,4
Gambaran tersebut adalah daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan
pembesaran kelenjar hilus mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan
gambaran kalsifikasi. Kemudian akan ditemukan daerah konsolidasi yang dapat berukuran
kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang
sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian
bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura
(pneumotoraks).
permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya
akan menekankan antibodi seluler.3
Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang
sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan
antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi
penyakit sesudah penularan.c
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dengan
antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen
tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antobodi humoral,
makin kecil indurasi yang ditimbulkan.3
Berdasarkan hal-hal tersebut diatasm hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5
mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral
paling menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.
Disini peran antibodi selular paling menonjol.3
Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif (99.8%).
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.c Hal-hal yang
memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni pasien baru 2-10 minggu
terpajan TB, anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous
dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis, reaksi hipersensitivitas menurun
pada penyakit limforetikular (Hodgkin), pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian
obat-obat imunosurpresi lainnya. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan. Khusus
untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.3
Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban,
lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra torak
yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu
8
juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun
2000- 4000 SM.c Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Dari pembahasan sebelumnya TB paru cukup mudah dikenal dari keluhan-keluhan klinis,
gejala-gejala, kelainan fisik, kelainan radiologis, sampai dengan kelainan bakteriologis.
Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut
American Thoracic Society (ATS) dan WHO 1964 diagnosis pasti TB paru adalah dengan
menemukan Mycobacterium tuberculose dalam sputum atau jaringan paru secara biakan.
Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan
paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan
sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.3
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang
sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA
dalam sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis
TB paru, karena kekerapan M. atypic di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya
30-70% saja dari seluruh kasus TB paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.3
Diagnosis TB paru masih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan radiologis
saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga memberikan efek terhadap
pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis
paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis, dan status
kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru:3
Pasien dengan sputum BTA positif: (1) Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya 2x pemeriksaan, atau (2) satu sediaan
sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif,
atau (3) satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
Pasien dengan sputum BTA negatif: (1) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopik tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran
radiologisnya sesuai dengan TB aktif atau (2) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya
secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Manifestasi Klinik
Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.c
Gejala bila terdapat invasi lokal yaitu nyeri dada, dispnea karena efusi pleura, invasi ke
perikardium kemudian terjadi tamponade atau aritmia, sindrom vena cava superior, sindrom
Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis), suara serak, karena penekanan nervus laryngeal
recurrent. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis.3
Gejala penyakit metastasis yaitu pada otak, tulang, hati, adrenal, limfadenopati servikal
dan supraklavikula (sering menyertai metastasis), sindrom Paraneoplastik: terdapat pada 10%
kanker paru, dengan gejala: sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam, hematologi:
leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi osteoartropati, neurologik: dementia, ataksia,
tremor, neuropati perifer, neuromiopati. Pada endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid
(hiperkalsemia), dermatologik: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh, renal: syndrome
of inappropriate andiuretic hormone (SIADH).3
Penyakit kanker paru juga dapat bersifat asimtomatik dengan kelainan radiologis. Sering
terdapat pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis. Kelainan berupa
nodul soliter. Deteksi dini kanker paru dilakukan dengan anamnesis yang lengkap dan
pemeriksaan fisik yang teliti, merupakan kunci terhadap diagnosis yang tepat. Selain gejala
klinis yang telah disebutkan diatas, beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien tersangka
kanker paru, seperti: faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga,
terpapar zat karsinogen atau terpapar jamur, dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul
soliter patru. Menemukan kanker paru dalam stadium dini sangat sulit karena pada stadium
ini tidak ada keluhan atau gejala.3
adanya penyempitan bronkus dapat menyebabkan kolapsnya paru di bagian distal dan
konsolidasi akibat infeksi sekunder. Tumor yang berukuran besar sering menyebabkan kolaps
paru komplet dan dapat menyebabkan lesi opak di seluruh hemitoraks.4
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami
perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala
harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa
digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus),
bronkospasme, polusi udara, atau obat golongan sedatif. Pasien yang mengalami eksaserbasi
akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang semakin bertambah,
batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga
memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatique, dan gangguan susah tidur. Roisin
membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik.
Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume
dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala
sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan
status mental pasien.3
Pneumonia
Pneumonia adalah terjadinya peradangan paru oleh karena proses infeksi akut yang
penyebab terseringnya Streptococcus pneumoniae. Tanda-tanda fisik pada pneoumonia klasik
didapatkan berupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsoliasi paru (perkusi paru yang
pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik primer berupa
bronkopneumonia, pneumonia lobaris, atau pleuropneumonia.3
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, menandakan adanya infeksi
bakteril leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Faal hati
mungkin terganggu.3
Pada film, polos, secara umum tidak mungkin mendeteksi agen penyebab dari jenis
mayangannya. Bagian paru yang terkena menunjukkan adanya peningkatan densitas dengan
eksudat dan cairan inflamasi yang menempati ruang alveolus. Udara yang tetap memgisi
12
bronkusyang terlibat tampak sebagai lusensi berbentuk garis. Konsolidasi dapat menetap,
seringkali setelah gejala-gejala pasien membaik.4
13
terdapat resistensi obat terhadap INH kurang dari 4% resistensi primer terhadap INH
dalam masyarakat; pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan obat anti TB;
tidak berasal dari negara dengan prevalensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum
pernah terpajan dengan kasus resistensi obat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan
adalah efektif bila organisme yang menginfeksi tersebut resisten terhadap INH.
Pengobatan TB mungkin memerlukan perubahan unyuk orang yang sedang
mengonsumsi penghambat protease HIV. Bila dimungkinkan, kasus HIV yang berkaitan
dengan TB seharusnya dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani TB
dan penyakit HIV.
2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitive pada orang yang tidak boleh atau tidak
bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda
harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya termasuk dalam regimen awal
hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terhadap
resistensi obat. Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus
diminum secara terus menerus minimal 12 bulan.
3. Mengobati semua pasien dengan DOTS adalah rekomendasi utama
4. TB resisten banyak obat yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit untuk diobati.
Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan hasil studi kerentanan.
Dokter yang belum terbiasa dengan pengobatan MDR TB harus bertanya pada konsultan
yang ahli.
5. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid
untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB
aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negative, bila terdapat sedikit
kemungkinan resistensi obat.
Respons terhadap pengobatan anti TB pada pasien dengan biakan sputum yang positif
dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus diambil setiap bulan
sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan sputumnya negatif setelah 2 bulan
pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu kali lagi apusan dan biakan sputum diakhir
regimen terapi obat. Sputum pasien dengan MDR TB harus dibiak setiap bulan sepanjang
pengobatan. Radiografi dada pada saat akhir terapi merupakan dasar untuk perbandingan foto
dada di masa depan. Namun, pasien dengan sputum negatif sebelum pengobatan seharusnya
menjalani radiografi dada dan pemeriksaan klinis. Jarak untuk prosedur tersebut bergantung
pada keadaan klinis dan diagnosis banding.5
14
Tindak lanjut rutin setelah terapi tidak diperlukan pada pasien yang respons
bakteriologisnya adekuat setelah 6 hingga 9 bulan terapi dengan INH dan rifampisin. Pasien
yang organismenya ternyata sensitif terhadap pemberian obat seharusnya memberikan
laporan berbagai gejala TB seperti batuk yang berkepanjangan, demam, atau penurunan berat
badan. Pada pasien dengan organisme TB yang resisten terhadap INH dan rifampisin atau
keduanya, diperlukan tindak lanjut perorangan.5
Terapi Non-medika Mentosa
Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaat pasien minum regimen obat.
DOTS (Directly Observed treatment Short Course strategy) adalah salah satu cara
memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan, Dengan DOTS, pekerja perawat
kesehatan atau seseorang ditunjuk. Mengawasi pasien menelan masing-masing dosis
pengobatan Tb. Langkah-langkah seperti DOTS dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan
memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan.5
Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapi TB adekuat dan sudah
dinyatakan sembuh oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun radiologis, kemudian
pada evaluasi berikutnya terdapat gejala klinis tuberkulosis positif (mikrobiologi positif)
Terapi bedah, banyak dilakukan dalam upaya penyembuhan pasien tuberkulosis paru yang
kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya obat-obatam bersifat bakterisid, terapi bedah jarang
sekali dilakukan terhadap pasien tuberkulosis paru.
Indikasi terapi bedah saat ini adalah pasien dengan sputum BTA tetap positif (persisten)
setelah pengobatan diulang, pasien dengan batuk darah masif atau berulang, terapi fistula
bronkopleura, drainase emfisema tuberkulosis.
Etiologi
Penyakit tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
merupakan bakteri patogen manusia yang sangat penting. Bakteri ini berbentuk batang aerob
yang tidak membentuk spora. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi grampositif atau gram-negatif. Jika sudah terwarnai dengan bahan celup dasar, organisme ini tidak
dapat diwarnai dengan alkohol, tanpa menghiraukan pengobatan iodin, Basil tuberkulosis
sejati ditandai dengan tahan asam, yaitu 95% etil alkohol mengandung 3% asam
hidroklorat dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat
tahan asam ini tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Teknik pewarnaan
15
Gambar 4. Mycobacterium tuberculosis dalam spesimen sputum yang sudah diproses yang
diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.6
Lingkungan yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar
telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB.
Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru
merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit
ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA).
Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran cerna (GI), dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.6
TB adalah penyakit yang dikendalikan olek respons imunitas diperantarai sel. Sel efektir
adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler
(lambat).6
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
16
dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus
bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit poliomorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah berhari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat
berjalan terus, dan bakteri terus memfagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10
sampai 20 hari.6
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di
sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.6
Lesi primer paru disebut fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer disebut kompleks Gohn. Kompleks Gohn yang mengalami
perkapuran ini dapat terlihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin.6
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair
lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Prosis ini
dapat berulang kembali di bagian lain paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laringm
telinga tengah, atau usus.6
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan
jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan
perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.6
17
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai darah dalam jumlah kecil, yang kadangkadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogenm yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier; ini terjadi apabila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.6
Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.3
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49
tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasuskasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.3
Alasan utama munculnya dan meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:
1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang
tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju
2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
dari struktur usia manusia yang hidup
3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan
terutama di negara-negara miskon
4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter
5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat
6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan
India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonsia berturut-turut
1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di
Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan
survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian
18
buruk
adalah
keterlibatan
jaringan
ekstrapulmoner,
penderita
19
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 26-7.
2. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis history and examination. 5 th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 373-83.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 2196-9, 2230-47, 2256-7,
2297-303.
4. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.
20
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006. h.784-6, 852-61.
6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg.
Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.325-7.
7. Tuberculosis,
diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/230802overview#aw2aab6b2b6, 6 Juli 2013.
21