PENDAHULUAN
Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik,
walaupun istilah sakit ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan
berbeda-beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang
sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang
identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter
pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap
mungkin dari pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi
terhadap rasa sakitnya itu.
Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit
kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi
geligi, orbita, hidung dan sinus paranasal, jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan
subkutan, otot, dan periosteum kepala.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
NYERI KEPALA
A. Definisi
Nyeri kepala adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di
belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Menurut
Mansjoer dkk, 2005, disebutkan bahwa nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak
enak di bagian atas ( superior ) kepala, setempat atau menyeluruh dan dapat menjalar
ke wajah, mata, gigi, rahang bawah dan leher.
B. Etiologi
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan:vaskular,jaringan saraf, gigi geligi,
orbita, hidung dan sinus paranasal, jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan,
otot, dan periosteum kepala.
C. Faktor resiko
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
D. Epidemiologi
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45juta
orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45juta tersebutmerupakan
wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada
menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan
pada wanita, migren sering terjadi pada usia diatas 12 tahun. HIS jugamengemukakan
cluster headache 80-90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakitkepala akan meningkat
setelah umur 15 tahun.
E. Klasifikasi
Secara garis besar nyeri kepala dibagi menjadi dua macam; primer dan sekunder.
Pada nyeri kepala primer, nyeri kepala merupakan keluhan utama, artinya nyeri
kepala tersebut bukan timbul karena ada kelainan yang mendasari. Dengan kata lain,
nyeri kepala merupakan penyakit tersendiri, dengan patofiologi tersendiri pula.
Nyeri kepala primer yang utama berdasarkan klasifikasi dari IHS adalah: (1) migren
dengan dan tanpa aura, (2) nyeri kepala tipe tegang (tension-type headache), dan (3)
nyeri kepala berkelompok (cluster headache).
Sedangkan nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala yang
disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan
vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular
intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal, nyeri kepala akibat
infeksi, nyeri kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah
akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain di kepala
dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.
II.
MIGREN
A. Definisi
Migren merupakan nyeri kepala akibat gangguan pembuluh darah
yang biasanya bersifat unilateral dan seringkali memiliki kualitas berdenyut.
Seringkali berasosiasi dengan mual, muntah, fotofobia, fonofobia.
B. Klasifikasi
Menurut Headache Classification Committee of the International Headache
Society 2nd Edition, migren dibagi atas:
1. Migrain wihout aura
2. Migrain with aura
2.1 Typical aura with migrain headache
2.2 Typical aura with non-migrain headache
2.3 Typical aura without headache
2.4 Familial hemiplegic migrain (FHM)
2.5 Sporadic hemiplegic migrain
2.6 Basilar type migrain
3. Childhood periodic syndromes that are commonly precursor of
migrain
3.1 Cyclical vomiting
3.2 Abdominal migrain
3.3 Benign paroxysmal vertigo of childhood
4. Retinal migren
5. Complication of migrain
5.1 Chronic migrain
perubahan
konsentrasi
serotonin
(5-
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering ditemui antara lain:
1. Nyeri kepala : bersifat unilateral (pada salah satu sisi), bentuknya
berdenyut menandakan adanya rangsangan aferean pada pembuluh
darah.
2. Mual : mual adalah gejala yang paling sering dikemukakan oleh
penderita, menunjukkan adanya ekstravasasi protein.
3. Aura : aura yang timbul biasanya berupa gangguan penglihatan
(fotofobia atau fonofobia), bunyi atau bebauan tertentu, menandakan
adanya proyeksi difus locus ceruleus ke korteks serebri, adanya gejala
produksi monocular pada retina dan produksi bilateral yang tidak
normal.
4. Rasa kebal / baal
5. Vertigo : pusing, karena gerakan otot yang tidak terkontrol,menandakan
adanya gejala neurologic yang berasal dari korteks serebri dan batang
otak.
10
11
terdiri
dari
isometheptana,
tidur
- Fenitoin 200-400 mg/hari
- Ibufrofen 400 mg, 3 kali perhari
2. Pencegahan non-farmakologi, diantaranya :
- Terapi relaksasi
- Terapi tingkah laku
III.
12
Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat,
unilateral yang timbul dalam serangan-serangan mendadak, sering disertai
dengan rasa hidung tersumbat, rinore, lakrimasi dan injeksi konjungtiva di sisi
nyeri. Dalam klinik dikenal dua tipe
orang yang
menderita tipe ini mengalami masa serangan nyeri selama waktu tertentu
(periode klaster), kemudian diseling dengan masa bebas nyeri (remisi) yang
lamanya bervariasi; sedangkan tipe khronik ialah bila serangan-serangan nyeri
tersebut masih tetap timbul selama sedikitnya 12 bulan.
B. Patogenesis
1. Perubahan vaskuler dan hemodinamik
Horton salah satu ahli yang banyak meneliti penyakit ini beranggapan
bahwa gejala klinis disebabkan oleh dilatasi arteri karotis eksterna yang
dicetuskan oleh kenaikan kadar histamin dalam darah. Dia mengamati
adanya kemerahan wajah bersamaan dengan kenaikan suhu kulit 12C;
meskipun demikian, peneliti lain menganggap bahwa kemerahan wajah
bukanlah gejala yang karakteristik untuk nyeri kepala kiaster. Perubahanperubahan pada arteri karotis interna juga diteliti, tetapi temyata tidak
dijumpai perubahan aliran darah pada saat serangan. Penelitian
menggunakan angiografi karotis dan Doppler juga tidak menghasilkan
kesimpulan yang bermakna. Pengukuran aliran darah serebral (cerebral
blood flow CBF) menunjukkan adanya peningkatan selama serangan,
mungkin disebabkan gangguan autoregulasi, hiperemi reaktif atau akibat
reaksi terhadap nyeri; ada juga yang mengaitkannya dengan reaksi
terhadap perubahan kadar gas darah.
2. Gangguan aktivitas saraf simpatis
Beberapa peneliti mengaitkan perubahan vaskuier dengan aktifitas
susunan saraf otonom; Fanciullaci dkk (1982) mendemonstrasikan
gangguan sistim simpatis yang terbukti dari perbedaan respons pupil
terhadap penetesan larutan tiramin 2%; peneliti lain juga mendapatkan
perubahan EKG yang juga dikaitkan dengan perubahan aktifitas sistim
13
14
gelisah,
mondar-mandir
dan
kadang-kadang
memukuli
kepalanya sendiri; beberapa penderita bahkan merasa ingin bunuh diri untuk
mengakhiri nyeninya. Perilaku yang demikian jelas berbeda dengan penderita
migren yang justru menghindani aktivitaslkeramaian. Nyeri disertai dengan
rinore, laknimasi dan pelebaran pembuluh darah konjungtiva; kadang-kadang
disertai rasa bengkak di wajah dan sekitar mata di sisi nyeri, dapat disertai
sindrom Homer di sisi sama. Selama serangan wajah menjadi pucat,
sebaliknya konjungtiva tampak kemerahan dan berair. Nyeri dapat dirasakan
di 'belakang mata', seolah-olah mendorong mata ke luar. Umumnya dimulai
saat bangun tidur siang atau di malam hari, biasanya dalam 90 menit setelah
tertidur. Serangan nycri dapat dicetuskn oleh nitrogliserin, histamin atau
alkohol.
Sifat periodisitas
Sifat peniodisitas ini khas pada nyeri kepala klaster; terdapat periode
tertentu (periode kiaster) saat penderitanya mengalami serangan-serangan
nyeri dan rentan terhadap pencetus tertentu; kemudian disusul dengan periode
remisi saat penderitanya bebas nyeri sama sekali meskipun terpapar pada halhal yang biasanya mencetuskan nyeri di saat periode klaster. Periode klaster
umumnya berkisar antara 24 bulan, kemudian disusul dengan masa remisi
15
yang Iamanya antara 12 tahun pada 70% pasien. Periode kiaster cenderung
berulang pada selang waktu yang teratur.
D. Diagnosis Banding
Bila serangan nyeri kepalanya khas, umumnya diagnosis hampir dapat
dipastikan. Beberapa keadaan yang mungkin mirip gainbaran klinisnya ialah
chronic paroxysmal hemicrania, migren, neuralgia trigeminal, arteritis
temporalis, faeokhromo- sitoma dan sindrom Raeder.
E. Penatalaksanaan
1. Penjelasan kepada pasien
Pada kebanyakan pasien, ditemukan anxietas dan rasa kuatir akan
timbulnya periode nyeri berikut, anxietas juga sering ditemukan pada
periode klaster yang berkepanjangan. Perlu dipahami bahwa kebanyakan
serangan nyeri dapat dihindari atau diperpendek/diperingan, meskipun
lamanya periode nyeri sampai saat ini belum dapat dipersingkat atau
dihilangkan. Para pasien dianjurkan untuk menghindari tidur siang,
minuman alkohol, zat mudah menguap, terutama pada periode klaster;
sedangkan pengaruh diet sangat kecil. Gangguan emosional seperti rasa
marah, frustrasi ataupun aktifitas fisik yang berat dapat mencetuskan
serangan atau memulai periode nyeri. Pengaruh ketinggian juga disebutsebut dapat mencetuskan serangan, sehingga harus diwaspadai bila berada
di ketinggian/pegunungan atau naik pesawat terbang; ada yang
menganjurkan penggunaan asetazolamid 2 dd 250 mg. dimulai 2 hari
sebelum nya untuk mencegah serangan tersebut. Perubahan siklus tidur
juga dapat mencetuskan serangan, misalnya akibat perubahan shift kerja,
atau perubahan cara hidup.
2. Pengobatan pencegahan
16
Serangan saat tidur dapat dicegah dengan 2 mg. Ergotamin tartrat 12 jam sebelum tidur; penggunaan ergotamin ini harus hati-hati
padapasien-pasien dengan gangguan vaskuler,jantung, serebral, atau pada
kehamilan, adanya penyakit ginjal atau hati, infeksi dan masa pasca
bedah. Serangan di saat lain dapat diatasi dengan metisergid 34 dd 40
mg., verapamil 4 dd 80 mg., lithium 2 dd 300 mg. Atau prednison 40
mg./hari selama 3 minggu. Metisergid terutama efektif bila digunakan
sejak awal, efektivitasnya kira-kira 65%; obat ini mempunyai efek
samping gastrointestinal, parestesi dan nyeri ekstremitas bawah dan
kemungkinan fibrosis retroperitoneal, endomiokardial atau pulmonal
yang berbahaya; obat ini tidak tersedia di Indonesia. Verapamil cukup
efektif untuk kebanyakan pasien, digunakan selama periode nyeri.
Penggunaan lithium hams disertai dengan pengamatan efek samping
seperti tremor karena obat ini mempunyai rentang dosis terapeutik yang
relatif sempit. Kombinasi empat obat di atas dapat mengatasi kira-kira
90% kasus episodik; dalam hal resistensi, dapat dicoba penambahan
prednison 40 mg./hari selama 5 hari, kemudian diturunkan dosisnya
selama 3 minggu (tapering off); penggunaan prednison harus hati-hati
pada pasien dengan ulkus peptikum, hipertensi atau diabetes melitus.
Pasien-pasien khronik dapat resisten terhadap pengobatan, mungkin
berkaitan dengan sifatlkepribadian tertentu; ada peneliti yang mencoba
Na
valproat
6002000
mgihari
sebagai
profilaktik.
Pengobatan
17
m.Trapezius
m.Servikalis
posterior,
dan
m.Levator skapule). Sakit kepala tipe ini banyak terdapat pada wanita masa
menopause dan premenstrual.
TTH didefinisikan sebagai serangan nyeri kepala berulang yang
berlangsung dalam hitungan menit sampai hari, dengan sifat nyeri yang
biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat, dirasakan
di seluruh kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala penyerta nya
tidak menonjol.
B. Klasifikasi
18
1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari
dalam 1 tahun).
2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3
bulan (180 hari dalam 1 tahun).
Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:
a) Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam.
b) Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.
C. Etiologi
Faktor-faktor penyebab dari TTH bukan merupakan infeksi virus
ataupun bakteri melainkan tetapi keadaan-keadaan seperti Stres, Kecemasan,
Depresi, Konflik emosional, Kelelahan.
Nyeri kepala yang timbul adalah manifestasi dari reaksi tubuh
terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional atau kelelahan. Respon
fisiologis yang terjadi meliputi refleks vasodilatasi pembuluh darah
ekstrakranial serta kontraksi otot-otot skelet kulit kepala (scalp), wajah, leher
dan bahu secara terus menerus.
D. Patofisiologi
Meskipun nyeri kepala tegang otot ini sangat umum ditemukan,
patofisiologinya masih tetap tidak jelas. Penelitian menunjukkan bahwa
mekanisme nyeri kepala ini tergantung terhadap otot yang terlibat yakni otot
wajah,leher dan bahu. Patomekanisme nyeri kepala tegang otot ini masih
menjadi bahan penilitian tetapi telah ada beebrapa teori-teori yang diduga
menyebabkan nyeri kepala jenis ini.
Salah satu teori yang paling populer mengenai penyebab nyeri kepala
ini adalah kontraksi otot wajah, leher, dan bahu. Otot-otot yang biasanya
terlibat antara lain m. splenius capitis, m. temporalis, m. masseter, m.
sternocleidomastoideus, m. trapezius, m. cervicalis posterior, dan m. levator
scapulae. Penelitian mengatakan bahwa para penderita nyeri kepala ini
mungkin mempunyai ketegangan otot wajah dan kepala yang lebih besar
daripada orang lain yang menyebabkan mereka lebih mudah terserang sakit
19
kepala setelah adanya kontraksi otot. Kontraksi ini dapat dipicu oleh posisi
tubuh yang dipertahankan lama sehingga menyebabkan ketegangan pada otot
ataupun posisi tidur yang salah. Ada juga yang mengatakan bahwa pasien
dengan sakit kepala kronis bisa sangat sensitif terhadap nyeri secara umum
atau terjadi peningkatan nyeri terhadap kontraksi otot.
Sebuah teori juga mengatakan ketegangan
atau
stres
yang
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang bisa digolongkan dalam nyeri kepala tipe tegang adalah :
20
Terasa berat seperti tertekan atau seperti terikat, diperas, mau meledak.
F. Diagnosis
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurangkurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2)
intensitas ringan sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas.
Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan
fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada
daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk
oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi,
kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta
temporomandibular.
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat
dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH
21
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi
lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada
arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada
penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.
H. Penatalaksanaan
Tindakan umum
22
Analgesik
Pemakaian tablet analgetik harian dapat memacu timbulnya rebound
headache sebagai efek wears off dan akan menjadi predisposisi
timbulnya nyeri kepala harian yang kronis (Lance & Goadsby, 1988)
Amitriptilin
Digunakan juga pada pasien migren, terutama yang berhubungan
dengan nyeri kepala tipe tegang. Mekanismenya tidak berhubungan
dengan aktivitasnya sebagai antidepresan. Amitriptilin bekerja
memodulasi neurotransmiter, menghambat pengambilan kembali
(reuptake) noradrenalin dan serotonin serta mengurangi fungsi adrenergik dan reseptor serotonin sentral (Pryse-Phillips, 1997).
Dosisnya dimulai dengan 10 mg atau setengah dari tablet amitriptilin
25 mg pada malam hari, kemudian ditanyakan pada pasien jika akan
menaikkan dosisnya secara perlahan sampai mencapai dosis 75 mg
tiap malam jika pasien dapat mentolerir tanpa mengantuk pada pagi
1998).
Bezodiazepin
Pemakaian benzodiazepin juga banyak menolong tetapi mempunyai
resiko tinggi untuk kebiasaan untuk meneruskan penggunaannya
23
24
BAB III
KESIMPULAN
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.Sakit kepala bisa disebabkan
oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi geligi, orbita, hidung dan sinus paranasal,
jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit,
jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik.Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur
pola tidur yang sama setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan
teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 289-99.
2. Sylvia, Lorraine. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Ed.4 , EGC,
Jakarta. Hal 973-74
3. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid kedua.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. Hal 35-40
4. Jay A, Van ett. 2000. Migrain Diagnosis, Prevention and treatmant, Jacsonville
Medicine.
5. Anonymous. 1986. The Practicing Physicians Approach to Headache. 4th ed.
1986. hal. 66-75.
26