Pengertian Bank
PERBANKAN
Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga
intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan
pemerintah yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka
keberadaan bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan
sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat.
Untuk menciptakan perbankan yang sehat antara lain diperlukan pengaturan dan
pengawasan bank yang efektif. Kebijakan perbankan dirumuskan dan dilaksanakan
oleh BI pada dasarnya merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan, menjaga,
dan memelihara sistem perbankan yang sehat.
:: Ikhtisar Perbankan :
Edukasi Masyarakat
Kerjasama
Bank Indonesia
dengan
Pokja Edukasi Masyarakat di Bidang Perbankan
Visi : mewujudkan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan informasi yang memadai,
percaya diri, memahami fungsi dan peran, serta manfaat dan risiko produk jasa bank sehingga
dapat mengelola keuangan secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di
masa datang. (Cetak Biru Edukasi Masyarakat di Bidang Keuangan)
:: BIDANG PERBANKAN
1. Kelembagaan
Pendirian BPR
Mengenal Tabungan
Nabung Yuk
Mengenal Bancassurance
4. Perkreditan
5. Jasa Perbankan
6. Aneka Info
Mengenal BPR
Mediasi Perbankan
Items
Penghimpunan Dana
1,946.70
1,949.20
1,989.20
1,969.30
2,012.10
2,013.40
1 Pinjaman yang
Diterima
10.80
10.40
12.50
10.30
11.90
17.10
14.50
15.30
16.60
17.10
17.30
13.90
1,780.90
1,783.60
1,824.30
1,806.60
1,847.00
1,857.30
a dalam Rupiah
1,486.10
1,490.50
1,532.50
1,516.10
1,544.80
1,553.60
b dalam Valas
294.80
293.20
291.70
290.50
302.20
303.70
140.50
139.90
135.70
135.20
135.80
125.20
1,844.40
1,848.84
1,888.13
1,871.46
1,922.60
1,923.84
Penyaluran Dana
1 Sertifikat Bank
Indonesia
211.20
195.40
204.20
194.40
193.20
182.40
2 Surat Berharga
Lainnya **)
71.10
73.60
78.40
78.00
83.40
79.10
223.40
233.80
229.50
220.00
236.30
252.90
6.70
6.90
7.00
8.90
9.40
9.60
1,332.10
1,339.20
1,368.90
1,370.20
1,400.40
1,399.90
a dalam Rupiah
1,091.00
1,108.10
1,136.40
1,141.00
1,164.60
1,181.20
b dalam Valuta
Asing
241.20
231.10
232.50
229.20
235.70
218.70
2,327.40
2,309.80
2,354.30
2,331.40
2,384.60
2,388.60
363.70
319.40
321.90
324.80
324.40
334.80
61.70
63.10
61.70
63.30
63.30
60.10
4.60
4.70
4.50
4.60
4.50
4.30
21.10
26.20
31.50
36.60
41.70
46.30
11.30
15.70
18.80
22.50
25.90
28.20
b Non Operasional
9.80
10.50
12.70
14.10
15.80
18.00
10.50
10.80
10.80
10.60
10.80
9.80
122.00
122.00
122.00
122.00
122.00
121.00
Asset
Permodalan
Kinerja
1 Non Performing Loan
a Nilai
b Ratio terhadap
total kredit (%)
2 Laba/Rugi
a Operasional
Catatan
1 Jumlah Bank
2 Jumlah Kantor Bank
Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari
program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia
pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah
kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut tidak
terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali
perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5
Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.
Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan
memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua
tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program
kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut
tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional
maupun internasional. Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain
mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah,
BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih
lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank
umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.
AKAD
Ikatan atau kesepakatan antara nasabah dengan
bank yakni pertalian ijab (pernyataan melakukan
ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan)
sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh
pada obyek perikatan, misalnya akad pembukaan
rekening simpanan atau akad pembiayaan.
PRINSIP SYARIAH
Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan nasabah untuk penyimpanan dana dan
atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
DISTRIBUSI BAGI HASIL
Pembagian keuntungan bank syariah kepada
nasabah simpanan berdasarkan nisbah yang
disepakati setiap bulannya. Bagi hasil yang diperoleh
tergantung jumlah dan jangka waktu simpanan serta
pendapatan bank pada periode tersebut. Besarnya
bagi hasil dihitung berdasarkan pendapatan bank
(revenue) sehingga nasabah pasti memperoleh bagi
hasil dan tidak kehilangan pokok simpanannya.
DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)
Dewan yang bertugas memantau kepatuhan
penerapan prinsip syariah pada operasional
perbankan syariah. DPS terdiri dari alim ulama yang
ditunjuk Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis
Ulama Indonesia, dan atas persetujuan Bank
Indonesia.
MARGIN
Besarnya keuntungan yang disepakati antara bank
dan nasabah atas transaksi pembiayaan dengan
akad jual beli (murabahah). Margin pembiayaan
bersifat tetap (fixed) tidak berubah sepanjang
jangka waktu pembiayaan.
NISBAH
Porsi bagi hasil antara nasabah dan bank atas
transaksi pendanaan dan pembiayaan dengan akad
bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).
BAI ALMUTHLAQ
Jual beli biasa, yaitu pertukaran barang dengan
uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Bai al
Muthlaq dilakukan untuk pelaksanaan jual beli
barang keperluan kantor (fixed assets). Jual beli
seperti ini menjiwai semua produk yang didasarkan
pada transaksi jual beli.
MUQAYYAD
Jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang
dengan barang (barter). Jual beli semacam ini
dilakukan sebagai jalan keluar bagi ekspor yang
tidak bisa menghasilkan mata uang asing (valas).
SHARF
Jual beli mata uang asing yang saling berbeda,
seperti Rupiah dengan Dolar, Dolar dengan Yen;
Sharf dilakukan dalam bentuk Bank Notes dan
transfer, dengan menggunakan nilai kurs yang
berlaku pada saat transaksi.
MURABAHAH
Akad jual beli dimana harga dan keuntungan
disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan
Jumlah barang dijelaskan dengan rinci. Barang
diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran
bisa dilakukan secara mengangsur/cicilan atau
sekaligus.
SALAM
Jual beli dengan cara pemesanan, di mana pembeli
memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang
yang telah disebutkan spesifikasinya, dan barang
dikirim kemudian, Salam biasanya dipergunakan
untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Dalam hal ini lembaga keuangan bertindak sebagai
pembeli produk dan memberikan uangnya lebih dulu
sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai
modal untuk mengelola pertaniannya.
ISTISHNA
Jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang berdasarkan persyaratan serta
kriteria tertentu, sedangkan pola pembayaran dapat
dilakukan sesuai dengan kesepakatan (dapat
dilakukan di depan atau pada saat pengiriman
barang).
MUDHARABAH
Akad yang dilakukan antara pemilik modal (shahibul
mal) dengan pengelola (mudharib) dimana nisbah
bagi hasil disepakati di awal, sedangkan kerugian
ditanggung oleh pemilik modal.
MUDHARABAH MUQAYYADAH
Akad yang dilakukan antara pemilik modal untuk
usaha yang ditentukan oleh pemilik modal (shahibul
mal) dengan pengelola (mudharib), dimana nisbah
bagi hasil disepakati di awal untuk dibagi bersama,
sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Dalam terminologi perbankan syariah ini lazim
disebut Special Investment.
MUSYARAKAH
Akad antara dua pemilik modal atau lebih untuk
menyatukan modalnya pada usaha tertentu,
sedangkan pelaksananya bisa ditunjuk salah satu
dari mereka. Akad ini diterapkan pada usaha/proyek
yang sebagiannya dibiayai oleh lembaga keuangan
sedangkan selebihnya dibiayai oleh nasabah.
MUSYARAKAH MUTANAQISAH
Akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat
IKA di media masa setiap hari diberitakan ekonomi Indonesia semakin terpuruk, dan tidak ada tandatanda akan mengalami pemulihan pada tahun 2002, maka data yang kami peroleh dari kantor daerah
BRI Yogyakarta 1997-2001 menarik untuk disimak. Data penabung dan nilai tabungan masyarakat pada
cabang BRI di seluruh DIY selama 5 tahun (1997-2001) menunjukkan kenaikan terus menerus, rata-rata
18,5 % dan 31,2 % (tabel 1)
Dari kenaikan jumlah penabung dan nilai tabungan setiap tahun yang cukup besar tersebut (lebih besar
dari laju inflasi tahunan (+ 20%) kiranya sulit untuk menyimpulkan telah terjadi resesi atau keterpurukan
ekonomi berkepanjangan yang selalu dilaporkan media masa. Memang laju kenaikan jumlah penabung
dan nilai tabungan menurun pada tahun 2000 (masing-masing 6% dan 7,1%) tetapi tahun 2001
meningkat kembali menjadi masing-masing 32,8 % dan 30,1%. Bahwa nilai tabungan meningkat luar
biasa yaitu 65,7% pada puncak krisis moneter tahun 1998, juga menunjukkan bahwa krismon
berdampak positif pada ekonomi rakyat di Yogyakarta antara lain karena harga-harga hasil-hasil
pertanian, perkebunan, dan perikanan, mengalami kenaikan lebih tinggi dari komoditi yang dibeli
petani/pekebun/nelayan sehingga surplus pendapatan mereka kemudian ditabung.
PERANAN EKONOMI RAKYAT
Buku Mystery of Capital karangan ekonom Peru Hernando de Soto yang terbit tahun 2000, selama tahun
2000-2001 diulas secara luas di kalangan internasional tetapi rupanya tidak cukup mendapat perhatian di
Indonesia. Buku ini menyingkap rahasia kemiskinan di negara-negara berkembang, dan menerangkan
mengapa (sistem ekonomi) kapitalisme yang memenangkan perang melawan sosialisme di dunia Barat,
membangkrutkan Soviet UNI tahun 1991, tidak berkembang atau akan selalu gagal berkembang di
negara-negara miskin seperti Peru atau Indonesia.
Adapun alasan utama kapitalisme (akan) gagal di dunia ketiga adalah bahwa sistem ekonomi modern ini
baru menyentuh sebagian kecil perekonomian, sedangkan sebagian besar yang merupakan sektor
ekonomi (perekonomian) rakyat berjalan dengan, pola kerja dan mekanisme sendiri terlepas dari apa
yang terjadi pada sebagian kecil sektor industri modern di kota-kota besar. Sektor ekonomi rakyat ini
dalam literatur disebut sektor informal, underground economy, atau extra legal economy, yang tak
pernah diperhitungkan peranannya. Bahkan jika pemerintah Indonesia kini menggunakan istilah
UKM(Usaha Kecil dan Menengah), sektor ekonomi rakyat yang sebagian besar tidak dapat
dikategorikan sebagai usaha tidak masuk dalam kelompok UKM.
PERBANKAN DAN EKONOMI RAKYAT
Jika dalam tabel 1 diperlihatkan hampir 30% penduduk propinsi DIY menjadi penabung di BRI dapat
diduga bahwa sebagian besar keluarga di DIY sudah menggunakan jasa perbankan dalam kehidupan
ekonominya, karena disamping BRI ada juga Bank BNI, BPD, dan sejumlah Bank Swasta yang
beroperasi di Yogyakarta sampai di ibukota kabupaten.
Kondisi yang amat berbeda ditemukan di kabupaten Lamongan propinsi Jawa Timur, yang hanya 45 km
dari Surabaya. Di desa Pucangro, kecamatan Kalitengah, 4 Kelompok Simpan Pinjam (KSP) dengan
anggota 255 anggota (232 wanita) mampu menyerap atau kredit sebesar Rp 238 juta, dan tidak
menggunakan jasa perbankan, karena saldo kasnya selalu dapat dibuat nol. Krisis moneter 1997-1998
lebih memperkecil lagi peranan Bank sehingga perhitungan PDRB kabupaten Lamongan menunjukkkan
sektor keuangan non-Bank menjadi 50 kali lebih besar nilainya dibanding sektor keuangan Bank,
masing-masing pada tahun 2000 mencapai Rp 9,9 milyar dan Rp 201 juta, sedangkan sebelum krismon
masing-masing Rp. 9,1 Milyar dan Rp. 729 juta untuk tahun 1997, dan Rp. 5,8 milyar serta Rp. 3,2 milyar
pada tahun 1995 (harga konstan 1993). Demikian kiranya jelas bahwa jika di DIY, Bank berperanan
sangat penting dalam ekonomi rakyat, di Lamongan sebaliknya, ekonomi rakyat menjauhi jasa
pelayanan perbankan. Data empirik dari lapangan ini perlu memperoleh perhatian besar dunia perbankan
yang rupanya sedang menghadapi masalah besar karena krismon. Krismon yang telah menghancurkan
sektor perbankan, sehingga sebagian besar Bank Swasta dirawat di rumah sakit Bank (BPPN), memang
mengharuskan dunia perbankan mengoreksi diri. Barangkali ada benarnya bahwa deregulasi atau
liberalisasi perbankan tahun 1983 dan 1988 telah kebablasan sehingga penciutan bank kembali ke
tingkat sebelum 1988 memang harus dilakukan. Perbankan sebagai urat nadi perekonomian (agent of
development) sejak krismon telah berubah menjadi beban perekonomian nasional. Sektor perbankan
telah menjadi korban konglomerasi ekonomi yang terlalu menekankan pada pertumbuhan sektor bisnis
modern yang sangat kapitalistik, sekaligus dengan mendesak peranan ekonomi rakyat. Sektor ekonomi
rakyat sesungguhnya dapat dibantu perkembangannya oleh sektor perbankan. Tetapi dalam kondisi
krismon yang melumpuhkan dunia perbankan, sektor ekonomi rakyat ternyata tidak ikut mati melainkan
menjadi lebih percaya diri, dan melalui daya tahan yang kuat kini justru lebih tumbuh dan berkembang.
PERBANKAN ETIK
Ace Partadiredja dalam pidato pengukuhan Guru Besar di UGM tahun 1981 yang berjudul Ekonomika
Etik mendambakan lahirnya ilmu ekonomi (ekonomika) yang tidak serakah dengan terlalu mementingkan
alam benda. Artinya ajaran Adam Smith tentang manusia yang homo ekonomikus (Wealth of Nations,
1776) perlu dikoreksi dengan ajaran sebelumnya (Theory of Moral Sentiments, 1759) yang menekankan
kecintaan manusia pada masyarakat tempat ia hidup. Itulah semangat tepa selira yang cukup dikenal
dan dihayati di Indonesia.
Salah satu pertimbangan etik yang penting dari perbankan di Indonesia mestinya diarahkan pada upaya
mengurangi kemiskinan sebagaimana sudah cukup lama dikumandangkan Bank Dunia (sejak 1975).
Meskipun dalam kenyataan slogan penanggulangan kemiskinan ini tidak mudah mewujudkannya, namun
perbankan di Indonesia perlu sungguh-sungguh menerapkannya dalam upaya pengembangan
perbankan etik.
Pengembangan Bank Syariah di Indonesia jelas bertujuan menerapkan perbankan etik yaitu tidak
sekedar menjual jasa atau produk perbankan dengan mengenakan bunga, tetapi bekerjasama dengan
klien untuk memperbaiki kesejahteraan atau meningkatkan kehidupan ekonomi klien. Di Indonesia Bankbank desa seperti BKK di Jawa Tengah atau Lumbung Piteh Nagari di Sumatera Barat, yang dibentuk
dari bawah besama klien, adalah Bank-bank etik yang dimaksud. Namun sayangnya sejak liberalisasi
perbankan 1983, 1988, dan 1992, Bank-bank yang demikian telah dimatikan atau dikerdilkan.
Pengalaman krisis perbankan 1997/1998 yang sampai kini belum teratasi telah memberikan pelajaran
pahit, mudah-mudahan berharga, bagi dunia perbankan Indonesia. Pelajaran berharga itu adalah tidak
lagi mengembangkan sistem perbankan kapitalistik yang mendahulukan kepentingan bisnis pemilik Bank,
bukan kepetingan klien dan masyarakat luas.
PENUTUP
David Cole yang bersama Betty Slate menulis buku Building A Modern Financial System: The Indonesia
Experience" (1996, 1998) pernah berkata bahwa di Indonesia sejak liberalisasi perbankan memang tidak
sekedar terlalu banyak Bank, tetapi terlalu banyak bank yang tidak dapat diawasi perkembangannya.
Meskipun mungkin artinya sama tetapi tidak dapat diawasinya perkembangan Bank secara baik jelas
mengakibatkan otoritas moneter kehilangan wibawa mengawasi kondisi dan praktek kegiatan ekonomi
keuangan secara keseluruhan. Jika ketelanjuran ini disadari kiranya tidak ada jalan lain pemerintah
bersama Bank Indonesia yang kini sudah independen harus mampu mengatur kembali. Artinya
suasana persaingan liberal dengan pemihakan pemerintah pada kelompok-kelompok konglomerat
tertentu harus di hentikan dan diganti pemihakan penuh pada ekonomi rakyat yang telah terbukti tahan
banting. Perbankan harus menyadari kekeliruannya yang selama ini telah tidak menomorsatukan
perkembangan ekonomi rakyat yang justru berakibat ditinggalkan oleh perlaku-pelaku ekonomi rakyat itu
sendiri (kasus Lamongan). Memang perubahan misi dan orientasi ini tidak akan mudah, namun harus
dilakukan.
diatur dalam Pasal 1 angka 1. Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 atau UU yang Diubah, pengertian bank
diatur dalam Pasal 1 angka 2. Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk
kredit danatau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pengertian bank
diatur dalam pasal 1 angka 5. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat, sebagaimana yang dimaksud dalam UU tentang Perbankan yang berlaku.
Pengaturan mengenai perbankan Indonesia, dapat diliat dalam:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan.
3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
4. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Asas Perbankan Indonesia, diatur dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu:
"Perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian".
Dalam penjelasan-nya dikemukakan bahwa demokrasi ekonomi yang dimaksud
adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan, mengenai prinsip kehati-hatian tidak ada penjelasannya secara resmi.
Namun dalam praktek perbankan, kegiatan usaha tentunya dilakukan/dijalankan
oleh orang yang memiliki pengalaman dan profesionalitas dalam perbankan. Untuk
itu, diminta kehati-hatiannya dalam menjalankan tugas tersebut.
Mengenai fungsi perbankan Indonesia, secara umum diatur dalam Pasal 3 UU No. 7
Tahun 1992, yaitu: sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Adapun fungsi perbankan Indonesia secara luas adalah:
1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat atau penerima
kredit.
2. Bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat atau sebagai lembaga pemberi
kredit.
3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan
pembayaran.
Tujuan Perbankan di Indonesia diatur dalam pasal 4 UU No. 7 Tahun 1992.
"Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
Junior Security
Obligasi atau hipotek yang dijamin dengan harta benda yang telah dibebani satu atau lebih
obligasi yang telah diterbitkan lebih dahulu
Klausula Akselerasi
Pasal dalam kontrak yang menyatakan bahwa penjual dapat menuntut pembayaran penuh dengan
segera dari sisa yang belum dibayar jika pembeli gagal membayar angsuran yang masih
terhutang
Likuiditas
Kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera
harus dibayar dengan harta lancarnya
Modal
Harta yang dipergunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan
Nota Kontrak
Catatan atau memorandum yang diberikan pialang kepada orang yang menjual atau membeli
saham
Obligasi
Surat utang yang berjangka waktu lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat, guna pembiayaan perusahaan
atau oleh pemerintah untuk keperluan anggaran belanjanya
Pialang
Perantara dalam perdagangan yang diangkat dan disumpah; dalam mengadakan perjanjianperjanjian, perantara ini bertindak untuk dan atas nama pengamanat dengan menerima provisi.
Dengan pengamanat ia tidak mempunyai hubungan kerja yang tetap atau biasa disebut broker.
Reksa Dana
Wadah investasi yang berisi dana dari sejumlah investor dimana uang didalamnya diinvestasikan
ke dalam berbagai produk investasi oleh sebuah Perusahaan Manajemen Investasi
Saham
Surat bukti pemilikan bagain modal perseroan terbatas yang memberikan berbagai hak menurut
ketentuan anggaran dasar
Tingkat Bunga Efektif
Tingkat bunga yang sesungguhnya dibebankan dalam setahun, jika suku dibebankan sekali
setahun, maka tingkat bunga nominal sama dengan suku bunga efektif
Uang Muka
Pembayaran sebagian dari harga oleh pembeli kepada penjual sebagai tanda bahwa perjanjian
jual beli yang diadakan telah meningkat
Valuta Asing
Alat pembayaran dan alat-alat likuid luar negeri lainnya
Warkat Berharga
Warkat dengan nilai nominal tertentu yang berfungsi sebagai uang, seperti Sertifikat Bank
Indonesia, Surat Berharga Pasar Uang, giro, cek, dan sebagainya
Yield
Penerimaan yang dinyatakan dengan persen yang diperoleh dari hasil investasi (FKW)