PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Secara khusus penanganan jenazah sangat penting guna mengurangi risiko
infeksi nosokomial. Salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan di rumah sakit
adalah melalui pemberian pelayanan penunjang medik yang profesional, bemutu dan
aman. Instalasi kamar jenazah dimana alur untuk penanganan pelayanan kamar
jenazah sudah diatur. Kamar jenazah di instalasi kamar jenazah tidak bisa dilalui oleh
orang yang tidak berkepentingan. Lalu lintas hanya biasa dilalui oleh petugas Instalasi
kamar jenazah.
Kamar jenazah suatu rumah sakit bukanlah satu satunya pintu keluar pasien.
Masih terdapat pintu keluar lain yaitu pintu kesembuhan dan pintu transisi. Walaupun
kamar jenazah merupakan bagian final keluarnya pasien yang telah benar benar tanpa
nyawa/ ruh. Penanganan untuk jenazah yang dilakukan oleh rumah sakit harusnya
disertai dengan pemulasaraan jenazah. Tenaga medis di kamar jenazah juga harus
memiliki pengetahuan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga selalu
disiplin dalam penggunaan APD(Alat Pelindung Diri).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang khas terjadi atau didapat di rumah sakit.
Infeksi ini telah dikenal sejak lama. Permasalahan yang terjadi akibat infeksi
nosokomial sangatlah kompleks dan dapat menyebabkan kerugian bagi pasien maupun
bagi rumah sakit. Mengingat bahwa penularan penyakit dapat melalui udara, percikan
dan kontak, sehingga indikator kejadian infeksi nosokomial menjadi penting untuk
diperhatikan. Selanjutnya salah satu upaya untuk menekan kejadian infeksi nosokomial
adalah dengan melakukan standar kamar jenazah yang baik. Selain itu pengetahuan dan
perilaku petugas kesehatan juga mernpunyai peran yang sangat penting. Petugas kamar
jenazah wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain (pasien dan
pengunjung) serta bertanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit.
.
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum :
Sebagai pedoman dalam mengetahui penerapan medikolegal dalam perlindungan
tenaga medis di kamar jenazah
1.3.2
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui tugas tenaga medis
2. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pemulasaran jenazah
3. Untuk mengetahui perlingungan tenaga medis di pemulasaran jenazah
4. Untuk mengetahui aspek hukum tenaga medis di pemulasaran jenazah
2.Manfaat
Penggunaan pedoman ini diterapkan kepada tenaga-tenaga medis di kamar jenazah
yang diharapkan menerapkan pelayanan jenazah sesuai prosedur
sehingga dapat
meningkatan mutu pelayanan kamar jenazah dan menghindari adanya infeksi silang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki
pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
memerlukan kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang
diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari :1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
dan sanitarian;
Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;
Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan
terapis wicara;
Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi
tranfusi dan perekam medis.
Menurut PP No. 32 Tahun 1996, maka yang dimaksud petugas dalam kaitannya
dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan keteknisian medis. 1
II. 2. Definisi Pemulasaran Jenazah
Agar jenazah tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup, perawatan jenazah dapat
dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar pengawetan
jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau otopsi dilakukan. Perawatan
jenazah perlu di lakukan pada keadaan adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari
24 jam. Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis dalam 24 jam mayat sudah
mulai membusuk mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang dapat mencemari
lingkungan sekitarnya. Pemulasaran jenazah adalah kegiatan merawat jenazah bagi pasien
yang meninggal dunia.2
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat ppembusukan serta menjaga penampilan luar. Dan
perawatan jenazah dolakukan untuk mencegah penularan kuman atau bibit penyakit
sekitarnya. 2
Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu
menerepkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi bdata dan agama yang di
anut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati
keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak
menambah resiko penularan penyakit seperti hanya HIV-AIDS, hepatitis B, TB paru dan
sebagainya. 2
II. 3. Aspek Medikolegal Pemulasaran Jenazah
Aspek medikolegal yang mebahas tentang pemulasaran jenazah tercantum dalam
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.1165/MENKES/SK/X/2007 dalam
Bab1 pasal 1 ayat 18 yang berbunyi, Pemulasaran atau petrawatan jenazah adalah kegiatan
yang meliputi kegiatan perawatan jenazah, konservasi bedah mayat yang dilakukan rumah
sakit untuk krprntingan pelayanan kesehatan, pemakaman dan kepentingan proses
peradilan.2
II. 3. STANDAR KAMAR JENAZAH DI INDONESIA
II. 3. 1. Pelayanan Kamar Jenazah
A. Prinsip Pelayanan Jenazah
Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana manusia karena ia
adalah manusia. Martabat kemanusiaan ini secara khusus adalah perawatan kebersihan
sebagaimana kepercayaan atau adatnya. Perlakuan sopan dan tidak merusak badannya
tanpa indikasi atau kepentingan kemanusiaan, termasuk penghormatan atas
kerahasiaannya. Oleh karenanya, kamar jenazah harus bersih dan bebas dari
kontaminasi khususnya hal yang membahayakan petugas atau penyulit analisa
kemurnian identifikasi (termasuk kontaminasi DNA dalam kasus forensik mati).
Demikan pula aman bagi petugas yang bekerja, termasuk terhadap risiko penularan
jenazah terinfeksi karena penyakit kematian. 3
UGD
Unit Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Unit Perawatan
Unit Bedah
Unit ICU
3. Persyaratan kamar mayat:
Dinding dilapisi porselen atau keramik
Lebar pintu minimal 1,2 meter dan ketinggian 2,1 meter
Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihan, dan berwarna
terang
Dilengkapi dengan sarana pembuangan air limbah
Ada akses yang mudah dengan bagian patologi atau laboratorium.
Mudah dicapai dari ruang perawatan, ruang gawat darurat, dan ruang operasi.
Dilengkapi dengan ruang ganti, petugas, dan toilet.
Dilengkapi dengan perlengkapan dan bahan-bahan untuk pemulasaran jenazah,
Demikian pula dalam pembahasan dalam tentang ruang, secara implisit tercakup
sarana dan prasarana, kenyamanan seperti AC, ventilasi ruangan yang baik, air yang
mengalir lancar, cahaya terang siang, atau lampu terang di malam hari, dengan ruang
publik dilengkapi oleh toilet umum dan sarana telepon umum. 3
C. Jenis Pelayanan Terkait Kamar Jenazah
Pelayanan jasa (service) yang terkait dengan kamar jenazah dapat dikelompokkan
ke dalam 6 kategori, yakni: 3
a. Pelayanan jenazah purna-pasien atau mayat dalam
Cakupan pelayanan ini adalah berasal dari bagian akhir pelayanan kesehatan
yang dilakukan di Rumah Sakit, setelah pasien dinyatakan meninggal, sebelum
jenazahnya diserahkan ke pihak keluarga atau pihak berkepentingan lainnya.
b. Pelayanan kedokteran forensik terhadap korban mati atau mayat luar
Rumah sakit pemerintah sering merupakan sarana bagi dibawanya jenazah
atau mayat tidak dikenal atau memerlukan pemeriksaan identitasdari luar kota
setempat yang memerlukan pemeriksaan forensik. Ada 2 jenis pemeriksaan forensik,
yakni visum luar (pemeriksaan luar) maupun visum dalam (pemeriksaan otopsi),
keduanya dengan atau tanpa diikuti pemeriksaan penunjang seperti patologi anatomi,
radiologi, toksikologi atau farmakologi, analisa mikrobiologi, dll.
Pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam (otopsi forensik) dilakukan di ruang
otopsi. Keduanya dilakukan di meja otopsi (kalau dapat merangkap brankar lemari
pendingin). Pelayanan campuran (korban mati yang pernah dirawat).
c. Pelayanan sosial kemanusiaan lainnya seperti pencarian orang hilang, rumah duka
atau penitipan jenazah.
d. Pelayanan bencana atau peristiwa dengan korban mati massal.
Pelayanan untuk kepentingan keilmuan atau pendidikan atau penelitian.
D. Tujuan Pemulasaran Jenazah3
a. Pencegahan Penularan Penyakit
Apabila kamar jenazah menerima korban yang meninggal karena penyakit menular
misalnya HIV/AIDS, maka dalam perawatan jenazah perawatan perlu diterapkan
prinsip prinsip sebagai berikut:
1. Jangan sampai petugas yang merawat dan orang-orang sekitarnya menjadi
tertular.
2. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh jenazah (kencing, darah, kotoran, dll) bisa
mengandung kuman sehingga menjadi sumber penularan.
3. Persiapan Universal Precaution:
a. Menggunakan tutup kepala
b. Menggunakan googles
c. Menggunakan masker
d. Sarung tangan
e. Skot
f. Sepatu laras panjang (boot)
4. Alat yang dipakai merawat jenazah diperlakukan khusus dengan cara
dekontaminasi (direndam) dengan klorin 0,5% selama 10 menit. 3
Pada kasus kematian tidak wajar dengan korban yang diduga mengidap penyakit
menular (misal HIV/AIDS) maka pelaksanaan otopsi tetap mengacu prinsipprinsip universal precaution. Tetapi, apabila dapat dikoordinasikan dengan
penyidik untuk tidak dilakukan otopsi, cukup pemeriksaan luar.
b. Penegakan Hukum
Sesuai dengan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku, yaitu
UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), setiap dokter baik dokter umum,
dokter ahli Kedokteran Kehakiman (Dokter Spesialis Forensik), maupun dokter
spesialis klinik lain wajib memberi bantuan kepada pihak yang berwajib untuk
kepentingan peradilan, bila diminta oleh petugas kepolisian atau pihak penyidik
yang berwenang. 3
Pada pelaksanaan pelayanan pemeriksaan medis secara kedokteran forensik
sekalipun dapat dimintakan kepada setiap dokter, baik dokter umum, dokter spesialis
klinik, maupun dokter spesialis forensik, namun untuk memperoleh hasil yang
optimal baik ditinjau dari segi kepentingan pelayanan, bantuan untuk proses
peradilan dan segi kepentingan pelayanan kesehatan sebaiknya pemeriksaan
dilakukan oleh dokter spesialis forensik. 3
E. Penatalaksanaan jenazah di Rumah Sakit3
Pasien datang ke rumah sakit pada prinsipnya dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Pasien yang tidak mengalami kekerasan
2. Pasien yang mengalami kekerasan
Ad.1. Pasien yang tidak mengalami kekerasan apabila meninggal dunia, langsung diberi
surat kematian, kemudian dibawa ke kamar jenazah hanya untuk di catat dalam buku
register. 3
Ad.2. Pasien yang mengalami kekerasan, misalnya karena percobaan bunuh diri,
kecelakaan dan bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan, pasien overdosis narkoba di
samping dokter menolong pasien, dokter melapor polisi atau menyuruh keluarga pasien
untuk melapor polisi. Apabila pasien meninggal dokter tidak memberikan surat
kematian, tetapi korban dikirim ke kamar jenazah dengan disertai surat pengantar yang
ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan. 3
Apabila kamar jenazah menerima korban dari IGD, tetapi belum ada Surat
Permintaan Visum et Repertum (SPVeR), maka petugas menyuruh keluarga korban
untuk melapor ke polisi di mana peristiwa itu terjadi. Apabila keluarga menolak
melapor ke polisi dan tetap bersikeras membawa jenazah, maka diberikan surat
pernyataan dan tidak diberikan surat kematian. Apabila jenazah sudah dilengkapi
dengan SPVeR, maka keluarga korban diminta untuk membuat surat pernyataan, tidak
keberatan dilalukan otopsi (bedah jenazah). Setelah otopsi, dibuatkan surat kematian. 3
F. Embalming dan Pengiriiman Jenazah
Embalming atau pengawetan jenazah dilakukan dengan formalin. Pengiriman
jenazah harus dilakukan embalming (hati- hati dalam pengiriman jangan disertai
barang illegal, seperti: narkoba), harus dibuat berita acara pemetian bila perlu dilibatkan
polisi. 3
II. 2. 2. Petugas Kamar Jenazah
Sumber daya manusia yang diperlukan pada kamar jenazah terdiri dari : 3
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
berlaku
Bila keluarga menghendaki pelayanan pemulasaran, maka petugas kamar jenazah
menghendaki pelayanan maka akan dikenakan biaya sesuai tarif yang berlaku.
Menyerahkan jenazah beserta kartu AB kepada keluarga, bila administrasi telah
diselesaikan
Membantu menaikkan jenazah ke mobil ambulan jenazah.
Tugas Lain
-
penanganan spesimen.
Bertanggung jawab untuk perakitan yang tepat, memegang spesimen untuk
spesimen.
Bertanggung jawab untuk merawat pakaian dan barang-barang berharga,
merekam penerimaan.
Menjemput mayat ketika kematian tidak terjadi di rumah sakit.
II. 2. 3. Sarana
Sarana yang harus disediakan pada kamar jenazah terdiri dari: 3
1. Divisi Autopsi
Dua ruangan autopsi, yaitu:
a. Ruang Jenazah yang belum membusuk:
Ruangan otopsi: Luas 14 x 16 m = 84 m
Kamar pendingin 3,5 x 6 m = 21 m
Dapat menampung sebanyak 12 jenazah yang belum membusuk
II. 2. 4. Prasarana
1) Bangunan
Kriteria bangunan pada kamar jenazah terdiri dari: 3
a. Area tertutup harus betul-betul tidak dapat diakses oleh orang yang yang tidak
berkepentingan; basement dapat digunakan untuk keluar rumah sakit.
b. Jalur jenazah: berdinding keramik, berlantai yang tdak berpori, memiliki sistem
pembuangan limbah, sistem sirkulasi udara,sistem pendingin.
c. Hubungan antar jalur jenazah dengan pendingin
i.
Ruang autopsi berhubungan langsung dengan ruang ganti pakaian, dipisahkan
dengan antiseptic footbath
ii.
Melalui jalur keluar masuk jenazah, pintu dalam.
d. Hubungan antara area tertutup dengan area terbuka:
i.
Jalur masuk-keluar jenazah menggunakan pintu ganda
ii.
Jalur petugas melalui:
1. Ruang administrasi forensik berhubungan dengan ruang administrasi kamar
jenazah.
2. Kamar ganti pakaian dengan koridor( dapat melalui basement) dari ruang
pendidikan atau dari rumah sakit
e. Ruang autopsi: minimalis, dalam arti tidak ada meja periksa yang fixed,
i.
ii.
limbah, kulkas dengan freezer, meja periksa organ, timbangan organ, dll.
Ruang autopsi infeksius memiliki sistem penghisap udah ke bawah, lantainya
iii.
f. Ruang ganti pakaian dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet, terpisah laki-laki
dan perempuan
i.
Antiseptik footbath
ii.
Tempat cuci tangan dengan antiseptic
iii.
Kamar ganti
iv.
Kamar mandi dan wc
2) Peralatan
Peralatan yang harus disediakan untuk mendukung kegiatan/aktifitas pada
kamar jenazah adalah: 3
Mobile:
Brankar jenazah terbuat dari alumunium atau stailess steel, hanya sedikit memiliki
cekungan, memiliki salurann pembuangan air, dapat merangkap sebagai meja autopsi,
mudah dibersihkan(brankar roda dan brankar angkat).
Ambulans Jenazah.
Non Mobile:
1. Pada kondisi normal/sehari-hari
a. Peralatan autopsi
b. Peralatan embalming
c. Peralatan radiologi portable(bila mungkin juga fluoskopi)
d. Peralatan antropometri
e. Sistem komunikasi internal(intercom) dan eksternal(telepon,fax, email)
f. Komputer: data base, office dan fasilitas internet
g. Kantong mayat
h. Sarung tangan panjang karet
i. Apron plastik
j. Masker
k. Tutup kepala
l. Formulir surat kematian
m. Formulit victim indentifikasi missi person
n. Formulir victim identifikasi dead body
o. Label jenazah
2. Pada kondisi bencana
Pada saat terjadi bencana kemungkinan akan jatuh korban dalam jumlah
yang banyak dan tim indetifikasi dituntut untuk bekerja dilapangan/lokasi
kejadian bencana. Untuk itu maka diperlukan peralatan yang mudah dan cepat
dibawa berupa:
a. Kit identifikasi bencana massal lapangan
b. Perlengkapan laboratorium
c. Viewer (lampu baca foto)
II. 2. 6. Pembiayaan
Pada umumnya jenazah yang diterima dikamar jenazah adalah mayat tak dikenal,
terutama dari kalangan tidak mampu sehingga rumah sakit sulit untuk menarik
pembayaran yang seharusnya menjadi tanggung jawab pasien atau keluarganya.
Pembiayaan cuma-cuma bagi orang tidak mampu tidak berlaku untuk mayat. 3
Asuransi belum menjangkau pelayanan di kamar jenazah, kalaupun ada asuransi
yang memberikan dana yang telah termasuk dalam tanggungannya memerlukan waktu
untuk pencairannya/pembayarannya. Oleh karena itu, kamar jenazah sulit untuk
memenuhi biaya operasionalnya. Untuk itu diperlukan terobosan-terobosan agar kamar
jenazah dapat memenuhi biaya operasionalnya terutama menghadapi persainganpersaingan yang ketat saat ini. Dengan melakukan "cross subsidi" dengan pelayanan
lainnya yang dilakukan di kamar jenazah. 3
Pembiayaan pada pelayanan kamar jenazah saat ini sepenuhnya dibebankan pada
keluarga pasien. Seperti halnya pelayanan kesehatan lainnya, sebaiknya pelayanan
kamar jenazah mendapat dukungan pembiayaan pemerintah melalui dana untuk pasien
tidak mampu untuk kasus-kasus massal dan dukungan dana dari asuransi seperti
Asuransi Kesehatan Indonesia, Asuransi Tenaga Kerja, dan lain-lain. 3
Perlu disusun peraturan-peraturan pemerintah untuk mendukung/pengembangan
pelayanan kamar jenazah agar dapat terjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sehat dan
aman (safe community). Pembiayaan kamar jenazah dapat melalui: 3
1. Pemerintah (pusat/daerah): untuk pasien-pasien tidak mampu dan kasus-kasus
bencana
2. Swasta: untuk kasus-kasus non bencana, antara lain asuransi kesehatan dan non
kesehatan.
3. Penggalangan dana masyarakat: untuk kasus non bencana dan bencana pada pasienpasien yang tidak mempunyai asuransi kesehatan dan non kesehatan.
Kegiatan-kegiatan yang dapat merupakam sumber pemasukan dalam pembiayaan
di Instalasi Forensik antara lain: 3
Pelayanan Embalming
Pelayanan Ambulans Jenazah
Mayat untuk pendidikan
Harvesting
Peti Mati
Ruang Upacara (Rumah Duka)
Jasa Packing dan Transportasi.
kimia.
j. Ruang pencucian
Ruang ini berukuran 50-75 m2, digunakan utnuk membersihkan
peralatan dan perlengkapan serta untuk membersihkan barang-barang
tidak terpakai yang tidak dapat dihancurkan.
Sebaiknya tersedia bak cuci dengan air panas dan dingin yang
dihubungkan dengan tempat pembuangan, papan untuk membersihkan
mangkuk dan peralatan, lemari untuk membersihkan material, rak
kaca, lantai dan dinding yang mudah dibersihkan.
k. Ruang spesimen
Berukuran 120 m2. Ruang ini digunakan untuk menyimpan jaringanjaringan dari tubuh jenazah (tersimpan di dalam toples yang telah terisi
formalin) kemudian dikirimkan sebagai sampel ke bagian histologi
untuk pemeriksaan mikroskopik atau pengawetan permanen.
l. Ruang pandang
Berukuran 120 m2. Ruangan ini sebaiknya di desain seperti kapel, yang
dapat digunakan oleh keluarga jenazah. Ruang ini seharusnya tidak
minimal 8 kaki.
Pencahayaan
Pada kamar mayat dibutuhkan pencahayaan yang cukup. Diperlukan
lampu khusus yang cahayanya terpusat pada jenazah terutama untuk
pemeriksaan khusus seperti otopsi. Perlu diperhatikan efek silau lampu
akibat cahaya yang menyinari alat-alat yang terbuat dari stainless steel, dan
wastafel, dan shower. Tiap meja post mortem harus dilengkapi kran air.
Sarana komunikasi
Seharusnya terdapat akses komunikasi internal dan eksternal sehingga
staf forensik dapat saling berkomunikasi dengan rumah sakit, polisi, dan
sederhana
yang
digunakan
oleh
seluruh
petugas
3.
4.
5.
6.
7.
8.
tembus air).
Jenazah tidak boleh dibalsam atau disuntik pengawet.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
Jenazah sebaiknya hanya diantar atau diangkut oleh mobil khusus
jenazah.
Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam di dalam kamar pemulasaran
jenazah.
1:10.
Segera memasukkan jenazah ke dalam kantong mayat yang kedap air,
menit.
Peralatan bedah yang bukan sekali pakai dapat diautoklaf atau
direndam dalam larutan Natrium hipoklorida 1:10, betadine atau
alkohol 70% selama sekurang-kurangnya 30 menit.
anthrax.
Karena kontak dengan bulu, wol, kulit atau produk yang dibuat dari
binatang-binatang seperti kendang, sikat atau karpet yang sudah
terkontaminasi.
tersebut.
Penyebab kematian tiba-tiba pada penyakit ini disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah kapiler oleh toksin kuman, hipoksia jaringan, anemia, dan
kerusakan organ vital tubuh.
Persiapan:
1. Sarung tangan latex
2. Gaun pelindung
3. Kain bersih penutup jenazah
4. Klem dan gunting
5. Plester kedap air
6. Kapas, kasa absorben dan pembalut
7. Kantong jenazah kedap air
8. Wadah bahan infeksius
9. Wadah barang berharga
10. Brankart jenazah
Prosedur yang Harus Dilakukan Petugas/orang yang menangani jenazah :
1. Cuci tangan.
2. Memakai sarung tangan, gaun, masker.
3. Lepas selang infus dll, buang pada wadah infeksius.
4. Bekas luka diplester kedap air.
5. Lepaskan pakaian dan tampung pada wadah khusus lekatkan kasa pembalut pada
perineum (bagian antara lubang dubur dan alat kelamin) dengan plester kedap air
Letakkan jenazah pada posisi terlentang.
6. Letakkan handuk kecil di belakang kepala.
7. Tutup kelopak mata dengan kapas lembab, tutup telinga dan mulut dengan
kapas/kasa.
8. Bersihkan jenazah.
9. Tutup jenazah dengan kain bersih disaksikan keluarga.
10. Pasang label sesuai kategori di pergelangan kaki/ibu jari kaki.
11. Beritahu petugas kamar mayat, bahwa pasien meninggal adalah penderita penyakit
menular.
12. Masukkan jenazah ke dalam kantong jenazah.
13. Tempatkan jenazah ke dalam brankart tertutup dan dibawa ke kamar mayat.
14. Cuci tangan dan lepas gaun untuk direndam pada tempatnya, buang bahan yang
sekali pakai pada tempat khusus.
Persiapan Perawatan/ Perawatan Jenazah di Kamar Jenazah :
1. Alat pelindung petugas: sarung tangan karet sampai siku, sepatu boot dari karet,
gaun, celemek plastik dan masker.
2. Tempat memandikan jenazah.
3. Washlap, handuk, waskom berisi air, desinfektan (larutan klorin 0,5%) dan sabun.
bahwa mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi. Pasal 118 ayat (2)
menjelaskan bahwa Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab
atas upaya identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 34 ayat (1)
menjelaskan bahwa setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan
perseorangan harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan perseorangan yang
dibutuhkan. Pasal 34 ayat (2) menjelaskan bahwa penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi
dan izin melakukan pekerjaan profesi.
BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
III. 2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.
2. Sadat AR. Pelatihan pemulasaran jenazah. 2009
3. Purwadianto A, Hamurwono GB, Setyowati LRB, Rosita R, Suseno U, Kandouw YM,
dkk. Standar Kamar Jenazah. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2004.h. 25-40.
4. Scottisth health planning note 20/ Facilities for motuary and post mortem room
services. ; January 2002.p. 9-51.
5.