Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya
dalam proses infeksi oleh bakteri (Craig., 1998). Berdasarkan sifatnya antibiotik dibagi
menjadi dua; antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif
terhadap bakteri dan antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja
menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri (Van Saene., 2005).
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:
pengganggu metabolisme sel mikroba (sulfonamid, trimetoprin, asam p-aminosalisilat
(PAS), dan Sulfon.), penghambat sintesis dinding mikroba (penisilin, sefalosporin,
basitrasin, vankomisin, dan sikloserin), pengganggu permeabilitas membran sel mikroba
(polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik) penghambat
sintesis protein sel mikroba (golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan
kloramfenikol), penghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba (rifampisin, dan
golongan kuinolon) (Jawetz et.al. 2005).
Uji potensi antibiotika dilakukan dalam dua metode yaitu metode kertas saring
(Kirby and Bauer) dan metode d’Aubert. Metode kertas saring menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dengan menggunakan zat-zat kimia seperti fungisida, bakterisida, dan
insektisida. Dengan perlakuan fisik seperti dengan sinar UV, pemanasan yang tinggi, serta
dengan perlakuan biologi seperti menggunakan mikroorganisme lain sebagai antagonis.
Metode d’Aubert yaitu metode yang digunakan untuk memeriksa kadar anibiotika dalam
bahan makanan sebagai bahan pengawet (Ramona dkk., 2007)

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam assei mikrobiologi.
2. Untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi pada antibiotika terhadap efektifitas kerja
antibiotika.
3. Untuk mengetahui antibiotika yang tepat dalam membunuh bakteri.
II. MATERI DAN METODE

Praktikum kali ini dilakukan dengan menggunakan enam jenis antibiotik yaitu Eritromycin,
Amoxicilin, Bactoprim, Tetracyclin, Chloramphenicol, dan Ampicilin. Dalam metode kertas
saring, medium NA tegak dicairkan dalam penangas air dan didinginkan sampai suhu 40 0 C. dua
buah cawan petri disiapkan dengan bagian bawahnya dibagi menjadi empat bagian dan diberi
label kontrol, 100 ppm, 1.000 ppm, dan 10.000 ppm. Sebanyak 1 ml suspensi bakteri E. coli
dimasukkan ke dalam cawan petri dan 1ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus pada cawan
petri yang lainnya. Medium NA dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri yang telah
berisi suspensi bakteri, digoyangkan agar merata dan dibiarkan membeku. Cakram kertas saring
yang telah direndam dalam larutan antibiotika diletakkan masing-masing pada permukaan
medium yang telah membeku sesuai dengan konsentrasinya. Diinkubasi pada suhu 30-32 0C
selama 24 jam. Diamati dan diukur daerah (zona bening) di sekitar kertas cakram. Pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali pengukuran.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Tabel Pengamatan Bio Assei

No Jenis Antibiotik Konsentrasi


100 ppm 1.000 ppm 10.000 ppm Kontrol
S E S E S E S E
1 Eritromycin 0 1,67 0,83 1,78 0,93 1,82 0 0
2 Amoxicilin 0 0 1,37 0 5,07 1,57 0 0
3 Bactoprim 0 0 1,73 0 2,03 1,33 0 0
4 Tetracyclin 2,1 0 2,87 0 4,27 1,35 0 0
5 Chloramphenicol 1,23 0 1,3 1,56 2,8 2,4 0 0
6 Ampicilin 0 0 2,33 0 4,00 0 0 0
Ket: S = Staphylococcus aureus, E= E. coli

3.2 Pembahasan
Praktikum assei mikrobiologi untuk menentukan keefektifan suatu antibiotik
terhadap mikroorganisme dilakukan dengan menggunakan enam jenis antibiotika yaitu
Eritromycin, Amoxicilin, Bactoprim, Tetracyclin, Chloramphenicol, dan Ampicilin.
Konsentrasi keenam antibiotik ini dibuat berbeda-beda yaitu mulai dari kontrol, 100 ppm,
1.000 ppm, dan 10.000 ppm untuk mengetahui pengaruh kadar antibiotik terhadap daya
kerjanya. Semakin rendah konsentrasi dari antibiotik maka daya hambatnya akan semakin
lemah sehingga zona yang terbentuk akan semakin kecil dan semakin tinggi konsentrasi
antibiotik, maka semakin kuat daya hambatnya sehinnga semakin besar zona bening yang
terbentuk (Dwidjoseputro., 2003). Jenis bakteri yang diuji dalam praktikum kali ini adalah
E. coli (bakteri gram negatif) dan Staphylococcus aureus (bakteri gram positif).
Uji potensi antibiotik eritromycin menunjukkan hasil tidak adanya zona bening pada
kontrol E.coli maupun Staphylococcus aureus. Sedangkan zona bening dalam konsentrasi
100 ppm, 1.000 ppm, dan 10.000 ppm pada bakteri E.coli berturut-turut adalah seluas
1,67 cm, 1,78 cm, dan 1,82 cm. Sedangkan pada Staphylococcus aureus berurut-turut adalah
0 cm, 0,83 cm, dan 0,93 cm. Berdasarkan data yang diperoleh ini, maka dapat disimpulkan
bahwa data pengamatan telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa semakin
tinggi konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk
(Dwidjoseputro., 2003). Eritromycin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri gram
positif. Mekanisme kerjanya yakni melelui pengikatan reversible pada ribosom kuman,
sehingga sintesa proteinnya dirintangi (Tjay dan Rahardja., 2008). Akan tetapi dari hasil
praktikum yang diperoleh justru menunjukkan bahwa daya hambatnya lebih luas pada
bakteri E. coli yang merupakan bakteri gram negatif. Hal ini kemungkinan karena telah
terjadinya resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap eritromycin yang disebabkan
pemberian antibiotik ini yang terlalu lama dan sering, sehingga timbul resistensi
(Tjay dan Rahardja., 2008).
Uji potensi antibiotik amoxicilin menunjukkan hasil tidak adanya zona bening pada
kontrol E.coli maupun Staphylococcus aureus. Hal ini juga terjadi pada konsentrasi 100 ppm
dimana pada kedua bakteri tidak terdapat zona bening. Hal ini menunjukkan bahwa
antibiotik amoxicilin cenderung tidak memberikan efek daya hambat pada konsentrasi yang
rendah. Pada konsentrasi 1.000 ppm telah menunjukkan adanya zona bening seluas 1,37 cm
pada Staphylococcus aureus sedangkan masih belum memberikan daya hambat pada E. coli.
Pada konsentrasi 10.000 ppm zona bening terdapat pada E.coli maupun Staphylococcus
aureus dengan luas berturut-turut adalah 1,57 cm dan 5,07 cm. Berdasarkan data ini dapat
dikatakan bahwa bakteri E. coli lebih resisten terhadap aktifitas antibiotik amoxicilin
dibandingkan dengan bakteri Staphylococcus aureus karena memiliki zona hambat yang
lebih kecil. Hal ini telah sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa antibiotika
amoxicilin secara in vitro aktif melawan sebagian besar bakteri gram positif termasuk strain
yang memproduksi penisilinase dan termasuk didalamnya Staphylococcus aureus (McEvoy
et al., 2002). Amoxicillin merupakan salah satu turunan penisilin yang bekerja menghambat
pembentukan dinding sel bakteri dengan cara mencegah penggabungan asam N-
asetimuramat yang dibentuk di dalam sel ke struktur mukopeptide yang biasanya
memberikan bentuk kaku pada dinding sel bakteri (Pelczar dan Chan., 2005). Mekanisme
kerja amoxicillin terhadap Staphylococcus aureus adalah dengan menhambat biosintesis
dinding sel, khususnya peptidoglikan (Lim., 1998) sedangkan pada E. coli jika dikenai obat
ini akan membentuk tonjolan-tonjolan pada dinding selnya sehingga sitoplasma mengalir di
dalamnya. Sel akan kehilangan sitoplasmanya karena lisis (Pelczar dan Chan., 2005). Hasil
percobaan ini juga telah sesuai dengan pustaka yeng menyebutkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk
(Dwidjoseputro., 2003).
Uji potensi antibiotika bactoprim menunjukkan negatif terbentuknya zona bening
pada kontrol dan konsentrasi 100 ppm pada kedua bakteri. Pada konsentrasi 1.000 ppm,
terdapat zona bening seluas 1,73 cm pada bakteri Staphylococcus aureus namun belum ada
zona bening pada bakteri E. coli. Pada konsentrasi 10.000 ppm terdapat zona bening pada
kedua bakteri dengan luas 2,03 cm pada Staphylococcus aureus dan 1,33 pada E. coli.
Berdasarkan pustaka, maka hasil ini telah sesuai karena semakin tinggi konsentrasi, semakin
besar pula zona hambatnya (Dwidjoseputro., 2003). Bactoprim mengandung Trimethoprim
dan Sulfamethoxazole. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis asam folat
pada bakteri. Struktur sulfonamida mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan
bersaing dengan zat tersebut selama sintesis asam folat. Sulfamethoxazole menghambat
masuknya molekul PABA ke dalam molekul Asam folat dan Trimetropim menghambat
terjadinya reaksi reduksi dari Asam dihidrofolat menjadi Tetrahidrofolat yang secara tidak
langsung mengakibatkan penghambatan enzim pada siklus pembentukan asam folat
(Anonim., 2010). Mikroba yang peka terhadap kombinasi antimikroba ini ialah
termasuk Streptococcus aureus dan E. coli (Anonim., 2010).
Uji potensi antibiotika tetracyclin menunjukkan hasil negatif terbentuknya zona
bening pada kontrol kedua bakteri. Pada konsentrasi 100 ppm terbentuk zona bening seluas
2,1 cm pada Staphylococcus aureus sedangkan pada E. coli tidak ada zona bening. Pada
konsentrasi 1.000 ppm terdapat zona bening seluas 2,87 cm pada Staphylococcus aureus
sedangkan pada E. coli tidak ada zona bening. Pada konsentrasi 10.000 ppm terdapat zona
bening seluas 4,27 pada Staphylococcus aureus dan 1,35 cm pada E. coli. Berdasarkan hasil
ini bisa bahwa data pengamatan telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk
(Dwidjoseputro., 2003). Selain itu, terlihat juga bahwa bakteri E. coli lebih resisten terhadap
pemberian antibiotik tetracyclin karena diameter zona hambatnya lebih kecil. Dengan kata
lain, tetracyclin lebih efektif untuk bakteri Staphylococcus aureus. Hasil ini telah sesuai
dengan pustaka yang menyebutkan bahwa tetracyclin adalah salah satu antibiotika yang aktif
melawan bakteri strain Staphylococcus dan bakteri E. coli merupakan salah satu jenis
bakteri yang resisten terhadap antibiotik ini (McEvoy et al., 2002). Tetracyclin merupakan
antibiotik berspektrum luas yang dapat menghambat sintesis protein. Tetracyclin memasuki
mikroorganisme melalui difusi pasif dan sebagian melalui suatu proses transport aktif yang
bergantung pada energi (Katzung., 2004). Mekanisme kerja dari tetracyclin adalah
menghambat sintesis protein pada mikroba yang rentan terhadap tetracyclin dengan cara
menghambat ikatan aminoasil tRNA pada ribosom (McEvoy et al., 2002).
Uji potensi antibiotik pada chloramphenicol menunjukkan hasil negatif terbentuknya
zona bening pada kontrol kedua bakteri. Pada konsentrasi 100 ppm terbentuk zona bening
seluas 1,23 cm pada Staphylococcus aureus sedangkan pada E. coli tidak ada zona bening.
Pada konsentrasi 1.000 ppm terdapat zona bening seluas 1,3 cm pada Staphylococcus aureus
sedangkan pada E. coli seluas 1,56 cm. Pada konsentrasi 10.000 ppm terdapat zona bening
seluas 2,8 pada Staphylococcus aureus dan 2,4 cm pada E. coli. Berdasarkan hasil ini bisa
bahwa data pengamatan telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa semakin
tinggi konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk
(Dwidjoseputro., 2003). Dari hasil ini juga dapat dilihat bahwa chloramphenicol cukup
efektif dalam menghambat pertumbuhan kedua bakteri. Hal ini telah sesuai dengan pustaka
yang menyebutkan bahwa chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum
luas yang aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif (Katzung., 2004).
Mekanisme kerja dari chloramphenicol dalam melawan bakteri adalah dengan cara
menghambat sintesis protein dengan cara berikatan dengan subunit 50s ribosomal dan
berefek pada penghambatan pembentukan ikatan protein (McEvoy et al., 2002).
Uji potensi antibiotik pada ampicilin menunjukkan hasil negatif terbentuknya zona
bening pada kontrol dan pada konsentrasi 100 ppm dari kedua bakteri. Pada konsentrasi
1.000 ppm terdapat zona bening seluas 2,33 cm pada Staphylococcus aureus sedangkan pada
E. coli tidak terdapat zona bening. Pada konsentrasi 10.000 ppm terdapat zona bening seluas
4 cm pada Staphylococcus aureus dan tidak ada zona bening pada E. coli. Berdasarkan hasil
ini bisa bahwa data pengamatan telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk
(Dwidjoseputro., 2003). Dari hasil ini juga dapat disimpulkan bahwa antibiotik ampicilin ini
tidak efektif terhadap bakteri E. coli karena tidak adanya zona bening yang terbentuk pada
selurug konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa ampicilin
merupakan penisilin tahan asam dengan spektrum kerja yang luas meliputi banyak kuman
gram negatif, efektif terhadap E. coli, H. influenza, Salmonella dan beberapa suku Proteus
(Tjay dan Rahardja., 2008). Bakteri Staphylococcus aureus sebenarnya merupakan salah
satu jenis bakteri yang resisten terhadap antibiotik ampicilin (Mc Evoy et al., 2002). Namun,
apabila dibiakkan secara in vitro maka akan terjadi hal yang sebaliknya yaitu bakteri
Staphylococcus aureus menjadi sedikit rentan terhadap antibiotik ampicilin
(Mc Evoy et al., 2002). Perbedaan ini kemungkinan juga disebabkan karena terjadinya
resistensi bakteri E. coli terhadap ampicilin yang disebabkan pemberian antibiotik ini yang
terlalu lama dan sering sehingga timbul resistensi (Tjay dan Rahardja., 2008).

IV. KESIMPULAN
1. Metode yang digunakan dalam assei mikrobiologi adalah metode kertas saring (Kirby dan
Bauer) dan metode d’Aubert.
2. Pengaruh komsentrasi antibiotika terhadap pertumbuhan bakteri adalah semakin besar
konsentrasi dari antibiotika maka kemampuan antibiotika untuk menghambat atau
membunuh bakteri akan semakin besar (efektifitas kerja antibiotia meningkat).
3. Antibiotik yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri antara lain adalah Eritromycin,
Amoxicilin, Bactoprim, Tetracyclin, Chloramphenicol, dan Ampicilin.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim., 2010. Kombinasi Antimikroba.


Available at : http://www.medicastore.com/antibiotika/kombinasi_antimikroba.
Last opened : 24 April 2010.
Craig, W.A. 1998. Choosing An Antibiotic On The Basis of Pharmacodynamics. Ear
NoseThroat J. New England.
Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Jawetz, Melnick, Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw Hill. United of States America.
Mc Evoy, G.K., J.L. Miller, J. Shick and E.D. Milikan. 2002. AHFS Drug Information.
American Society of Health: USA.
Pelczar, M., E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Tjay, Tann Hoan., Rahardja, Kirana. 2008. Obat-Obat Penting. Penerbit Elexmedia
Komputindo. Jakarta.
Van Saene, H.K.F, Silvestri L, De la Cal MA. 2005. Infection Control In The Intensive Care
Unit. 2nd ed. Springer. Milan.
Ramona, Y., R. Kawuri, I.B.G. Darmayasa. 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Umum
Untuk Program Studi Farmasi F MIPA UNUD. Laboratorium Mikrobiologi Jurusan
Biologi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

ASSEI MIKROBIOLOGI
Oleh:

Nama : I Gede Dwija Bawa Temaja


Nim : 0808505031
Kelompok : II
Tanggal Praktikum : 19 April 2010
Asisten : I Putu Oka Permana

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010

Anda mungkin juga menyukai