Oleh:
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pemeriksaan kualitas air.
2. Untuk mengetahui jenis bakteri yang mencemari sampel.
3. Untuk mengetahui kualitas dari sampel air yang diujikan.
3.1 Hasil
No Sampel Coliform MPN/100gr E.coli MPN/100gr
10 1 0,1 10 1 0,1
1 Air PDAM 3 2 3 210 0 0 0 0
2 Air Isi Ulang 3 2 0 93 0 0 0 0
3 Air Sumur 3 3 3 >1.100 0 0 0 0
4 Air Sungai 3 3 3 >1.100 0 0 0 0
5 Sumber Mata Air 3 3 3 >1.100 0 0 0 0
6 Air Tangki 3 3 3 >1.100 0 0 0 0
3.2 Pembahasan
Pemeriksaan kualitas air minum dilakukan untuk mengetahui apakah air tersebut layak
digunakan sebagai air minum atau digunkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menguji enam sampel air yang berasal dari air PDAM, air isi ulang, air
sumur, air sungai, sumber mata air, dan air tangki. Pengujian derajat pencemaran air secara
mikrobiologi ditunjukkan dengan adanya bakeri indikator (coliform dan fecal coliform)
dengan menggunakan tiga tahapan pengujian yaitu uji dugaan, uji penetapan, dan uji
pelengkap. Air yang mengandung kurang dari 1 coliform per 100 ml merupakan golongan
kelas I yang berarti air tersebut sangat baik untuk dikonsumsi. Nilai coliform 1-2 per 100 ml
digolongkan pada kelas II yang berarti air tersebut baik dikonsumsi. Air dengan jumlah
coliform 3-10 merupakan golongan air yang termasuk kelas III dan tidak baik dikonsumsi.
Sedangkan jika nilai coliform lebih dari 10 per 100 ml, maka air tersebut sudah tidak boleh
dikonsumsi lagi (Suriaman dan Juwita., 2008).
Pengamatan terhadap air PDAM menunjukkan hasil positif dalam uji dugaan coliform
yang ditandai dengan adanya kekeruhan dan gas dalam tabung durham oleh karena di dalam
medium tersebut ada mikroba pembentuk gas (Fardiaz S., 1992). Pada tabung dengan
volume 10 ml sebanyak 3 tabung menunjukkan hasil positif, pada tabung dengan volume 1
ml sebanyak 2 tabung, dan pada tabung dengan volume 0,1 ml sebanyak 3 tabung.
Berdasarkan pencocokan seri tabung yang positif mengandung coliform dengan tabel MPN
seri 9 tabung, didapatkan hasil bahwa jumlah bakteri coliform pada air PDAM per 100 ml
adalah sebanyak 210 (210 MPN/100ml). Dari hasil ini dan dibandingkan dengan pustaka,
maka air PDAM ini sudah tidak layak dikonsumsi lagi sebab mengandung coliform lebih
dari 10 per 100 ml (Suriaman dan Juwita., 2008). Banyaknya coliform dalam air PDAM
dapat disebabkan adanya bakteri yang dapat memfermentasi laktosa dengan membentuk gas,
seperti bakteri asam laktat dan beberapa khamir tertentu (Fardiaz S., 1992). Proses
pengolahan air yang kurang sempurna menyebabkan air PDAM ini terkontaminasi dengan
bakteri. Setelah dilakukan uji dugaan, maka dilanjutkan dengan uji penetapan untuk melihat
adanya bakteri E. coli dalam sampel. Dari hasil uji ini tidak ada yang menunjukkan hasil
positif dalam medium EMBA yang ditandai dengan tidak adanya koloni yang berwarna
hijau metalik. Penggunaan medium EMBA sebagai medium pertumbuhan adalah karena
Etilen Metilen Blue Agar mencegah pertumbuhan bakteri gram positif sedangkan E.coli
sendiri merupakan bakteri gram negatif sehingga hanya E. coli yang akan tumbuh dalam
medium. Dalam kondisi asam, EMBA ini akan diabsorpsi oleh koloni gram negatif seperti
E. coli.
Pengamatan terhadap air isi ulang memberikan hasil positif pada uji dugaan coliform
yang ditandai dengan adanya kekeruhan dan gelembung gas pada 3 tabung volume 10 ml
dan 2 tabung volume 1 ml. terbentuknya gelembung gas dalam tabung durham disebabkan
karena adanya mikroba pembentuk gas (Fardiaz S., 1992). Berdasarkan pencocokan seri
tabung yang positif mengandung coliform dengan tabel MPN seri 9 tabung, didapatkan hasil
bahwa jumlah bakteri coliform pada air PDAM per 100 ml adalah sebanyak 93 (93
MPN/100ml). hasil ini jika dibandingkan dengan pustaka maka bisa dikatakan bahwa air isi
ulang ini sudah tidak layak dikonsumsi karena mengandung coliform lebih dari 10 per 100
ml (Suriaman dan Juwita., 2008). Masih tingginya angka organisme indikator dalam air
menunjukkan bahwa air tersebut telah terkontaminasi secara fecal. Proses pemurnian air
yang meliputi sedimentasi, filtrasi, dan klorinasi kurang sempurna menyebabkan air
terkontaminasi dengan bakteri (Lim., 1998). Tingginya angka bakteri coliform ini
kemungkinan disebabkan selain karena sejak awal air tersebut telah mengandung bakteri
coliform, adalah karena botol yang digunakan untuk menampug air ini kurang steril
sehingga air menjadi terkontaminasi. Dalam uji penetapan, sampel air isi ulang ini
menunjukkan hasil negatif terhadap adanya E. coli yang dapat diliat dengan tidak adanya
koloni bakteri yang berwarna hijau metalik. Dengan hasil ini maka air isi ulang ini
seharusnya dilakukan uji kelayakan terlebih dahulu agar tidak membahayakan masyrakat
yang mengkonsumsinya.
Pengamatan terhadap air sumur menunjukkan hasil positif dalam uji dugaan coliform.
Hal ini ditandai dengan adanya kekeruhan dan gelembung gas dalam tabung durham pada
seluruh tabung dari semua seri pengenceran. Timbulnya gas ini disebabkan karena
kemampuan bakteri coliform yang terdapat pada sampel air dalam memfermentasikan
laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam dan pada suhu 350 C
(Pelczar dan Chan., 2006). Air sumur termasuk air dibawah permukaan tanah dimana
terdapat pori-pori tanah dan batuan yang jenuh air pada daerah ini karena dipengaruhi oleh
proses penyaringan. Mikroorganisme tertahan oleh bahan partikulat dalam tanah yang
berfungsi sebagai penyaring (filter). Dengan demikian besar kemungkinan perairan yang
berada jauh di bawah tanah bebas dari mikroorganisme (Pelczar dan Chan., 2006). Akan
tetapi, hasil dari pengamatan dalam praktikum ternyata memberikan hasil yang berbeda
dimana setelah dicocokkan dengan tabel MPN seri 9 tabung, didapatkan hasil bahwa jumlah
bakteri coliform pada air sumur per 100 ml adalah lebih dari 1.100 (> 1.100 MPN/100ml).
Adanya bakteri coliform sebanyak lebih dari 1.100 MPN per 100 ml ini merupakan jumlah
yang sangat banyak dan bila dikaitkan dengan pustakan adalah tidak bagus untuk
dikonsumsi. Banyaknya jumlah bakteri coliform kemungkinan disebabkan karena air tanah
mengandung zat-zat organik yang merupakan tempat baik bagi kehidupan organisme
(Dwidjoseputro., 2005). Dalam uji penetapan didapatkan hasil negatif terhadap adanya
bakteri golongan coli. Tidak terdapatnya E. coli pada air sumur disebabkan karena jumlah
mikroba dalam air tanah lebih sedikit jika dibandingkan dengan air yang berada pada
permukaan tanah (Black., 1999). Letak sumur yang tidak dekat dengan septic tank, kakus
umum, perigi jamban, dan kandang ternak juga mempengaruhi tidak adanya bakteri E.coli
Pengamatan terhadap air sungai menunjukkan hasil positif dalam uji dugaan coliform
yang ditandai dengan adanya kekeruhan dan gelembung gas dalam semua tabung seri
pengenceran. Timbulnya gas ini disebabkan karena kemampuan bakteri coliform yang
terdapat pada sampel air dalam memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan
gas dalam waktu 48 jam dan pada suhu 350 C (Pelczar dan Chan., 2006). Setelah dilakukan
pencocokan tabung yang mengandung coliform dengan tabel MPN seri 9 tabung, didapatkan
hasil bahwa jumlah bakteri coliform pada air sungai per 100 ml adalah lebih dari 1.100
(> 1.100 MPN/100ml). Apabila hasil ini dikaitkan dengan pustaka maka air sungai ini
berbahaya pabila dikonsumsi sebab mengandung coliform lebih dari 10 per 100 ml
(Suriaman dan Juwita., 2008). Dari hasil uji penetapan, tidak ditemukan adanya bakteri E.
coli yang dilihat dari tidak adanya koloni bakteri yang berwarna hijau metalik. Pada sampel
air sungai seharusnya bakteri kontaminan relatif sedikit sebab air mengalir deras dan
bergolak karena menerjang batu-batuan sehingga kurang baik bagi kehidupan bakteri
(Dwidjoseputro., 2005). Banyaknya bakteri coliform ini kemungkinan disebabkan karena
adanya pencemaran akibat pembuangan limbah ke sungai. Akan tetapi dalam sungai ini
tidak terdapat E. coli yang berarti tidak tercemar oleh tinja baik itu dari manusia atau hewan.
Air sungai merupakan air yang permukaan yang paling rentan terhadap pencemaran berkala
oleh mikroorganisme dari atmosfer maupun limbah domestik (Pelczar dan Chan., 2006).
Sehingga jumlah mikroba air permukaan lebih banyak jika dibandingkan dengan air tanah
(Black., 1999).
Pengamatan terhadap air yang berasal dari sumber mata air menunjukkan hasil positif
dalam uji dugaan coliform yang ditandai dengan terbentuknya gelembung gas dan
kekeruhan yang disebabkan oleh adanya mikroba pembentuk gas dalam seluruh tabung
semua seri pengenceran (Fardiaz S., 1992). Setelah dilakukan pencocokan tabung yang
mengandung coliform dengan tabel MPN seri 9 tabung, didapatkan hasil bahwa jumlah
bakteri coliform pada sumber mata air per 100 ml adalah lebih dari 1.100 (> 1.100
MPN/100ml). Apabila hasil ini dikaitkan dengan pustaka maka sumber mata air ini
berbahaya apabila dikonsumsi sebab mengandung coliform lebih dari 10 per 100 ml
(Suriaman dan Juwita., 2008). Dalam uji penetapan didapatkan hasil negatif terhadap adanya
bakteri golongan coli. Air dari sumber mata air semestinya tidak mengandung bakteri
apapun karena belum terkontaminasi. Hal ini berarti sumber mata air ini telah
terkontaminasi bakteri atau karena terjadi kontaminasi dalam pengambilan air dari sumber
mata air ini. Akan tetapi, dalam uji penetapan mendapatkan hasil negatif terhadap adanya
bakteri golongan coli. Hal ini terjadi karena sumber air ini letaknya jauh dari daerah septic
tank sehingga tidak tercemar dari tinja.
Pengamatan terhadap air tangki menunjukkan hasil positif dalam uji dugaan coliform
yang ditandai dengan terbentuknya gelembung gas dan kekeruhan yang disebabkan oleh
adanya mikroba pembentuk gas dalam seluruh tabung semua seri pengenceran (Fardiaz S.,
1992). Setelah dilakukan pencocokan tabung yang mengandung coliform dengan tabel MPN
seri 9 tabung, didapatkan hasil bahwa jumlah bakteri coliform pada air tangki per 100 ml
adalah lebih dari 1.100 (> 1.100 MPN/100ml). Apabila hasil ini dikaitkan dengan pustaka
maka air tangki ini berbahaya apabila dikonsumsi sebab mengandung coliform lebih dari 10
per 100 ml (Suriaman dan Juwita., 2008). Sedangkan berdasarkan hasil uji penetapan
didapatkan hasil negatif terhadap adanya bakteri E. coli. Banyaknya bakteri coliform
kemungkinan disebabkan oleh terkontaminasinya air tangki karena penyimpanan yang lama.
Selain itu juga bisa disebabkan tangki tersebut dibiarkan terbuka sehingga rentan terhadap
pencemaran berkala oleh mikroorganisme dari atmosfir (Pelczar dan Chan., 2006). Tidak
adanya E. coli disebabkan karena letak tangki yang umumnya tinggi dan tertutup sehingga
tidak mungkin terkontaminasi oleh tinja manusia.
IV. KESIMPULAN
1. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kualitas air adalah metode MPN (Most
Probable Number) sebab metode ini dapat mendeteksi koliform dalam jumlah yang sangat
rendah.
2. Jenis bakteri yang mencemari semua sampel adalah berasal dari bakteri coliform, tidak
terdapat pencemaran akibat adanya bakteri Escherichia coli.
3. Kualitas air pada sampel yang diuji adalah tidak layak digunakan sebagai air minum sebab
jumlah coliformnya sangat banyak pada seua jenis air sampel sehingga akan berbahaya bila
diminum.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.G. 1999. Microbiology Principles and Exploration 4th Edition. Prentice-Hall Inc. New
Jersey.
Campbell, N. A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2002. Biologi Jilid 2 edisi Kelima. Erlangga.
Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi Cetakan ke-13. Percetakan Imagraph.
Jakarta.
Fardiaz, S. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw Hill. United States of America.
Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Ramona, Y., R. Kawuri, I.B.G. Darmayasa. 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Umum
Untuk Program Studi Farmasi FMIPA UNUD. Laboratorium Mikrobiologi Jurusan
Biologi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Bukit Jimbaran.
Suriaman, E., Juwita. 2008. Uji Kualitas Air.
Available at : http://www.icel.or.id/uji_kualitas_air.
Opened at : 17 April 2010