Oleh :
I Gede Dwija Bawa Temaja
0808505031
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA
PEMBERIAN IZIN APOTEK
Pada tahun 1965, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
1965 Tentang Apotik disebutkan yang dimaksud dengan apotik adalah “suatu tempat tertentu,
di mana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian”. Dalam
Pasal 5 PP No 26 ini disebutkan bahwa untuk mendirikan apotek harus memiliki izin dari
Menteri Kesehatan yang menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai:
a. Syarat-syarat kesehatan daripada ruangan (tempat) apotik
b. Alat-alat perlengkapan dan obat-obat yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan
kefarmasian
c. Hal-hal lain yang dianggap perlu.
Izin Menteri Kesehatan ini bermaksud untuk memberikan jaminan terhadap umum, bahwa baik
tempatnya maupun segala usaha perkerjaan sebuah apotik, teknik farmasi dapat dipertanggung
jawabkan.
Ketentuan lebih jelas mengenai tata cara perizinan Apotek dibahas dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.279/Menkes/Sk/V/1981 Tentang Ketentuan dan
Tata Cara Perizinan Apotik. Dalam keputusan Menteri ini terdapat penjelasan mengenai Surat
Izin Pengelolaan Apotik (SIPA), persetujuan lokasi serta Surat Izin Apotik.
Untuk memiliki Surat Izin Pengelolaan Apotik (SIPA), seorang Apoteker dapat mengajukan
permohonan secara tertulis di atas kertas bermaterai kepada Menteri dan Direktur Jendral dengan
mencantumkan: nama dan alamat Apoteker pemohon, nama Perguruan Tinggi tempat pendidikan
Apoteker dan tanggal lulus sebagai Apoteker, nomor dan tanggal Surat Izin Kerja serta
keterangan tempat bekerja bagi yang telah bekerja. Bersama dengan surat permohonan ini,
disertakan juga lampiran yang memuat: salinan atau fotokopi ijasah, salinan atau fotokopi Surat
Sumpah atau Janji Apoteker, salinan atau fotokopi Surat Izin Kerja, surat keterangan kesehatan
dari dokter Pemerintah, surat keterangan telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk
mengelola apotik yang diberikan Perguruan Tinggi atau Apoteker yang telah memiliki Surat Izin
Pengelolaan Apotik yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. (Pasal 2 Ayat 1 dan 2)
Selanjutnya, untuk permasalahan lokasi Apotik, disebutkan dalam Pasal 3 Ayat 1-10 dimana
Kepala Kantor Wilayah dapat mengusulkan tentang wilayah untuk dibangun Apotik beserta
jumlah Apotik yang dapat didirikan dan jarak minimal antar Apotik secara berkala setahun sekali
kepada Menteri atau Direktur Jendral. Setelah ditetapkan wilayah yang diperkenankan untuk
mendirikan Apotik maka Apoteker yang telah memiliki SIPA dan memilih salah satu lokasi yang
diperkenankan untuk pembukaan Apotik dapat mengajukan permohonan persetujuan lokasi
kepada Kepala Kantor Wilayah. Apabila permohonan tersebut telah disetujui maka lokasi
tersebut tertutup bagi pemohon lain sampai persetujuan lokasi yang telah diberikan dinyatakan
batal.
Setelah memperoleh persetujuan lokasi maka Apoteker dapat mengajukan permohonan Izin
Apotik secara tertulis di atas kertas bermaterai kepada Menteri atau direktur Jendral melalui
Kepala Kantor Wilayah. Permohonan ini berisi nama dan alamat Apoteker pemohon. Nomor dan
tanggal Kartu Tanda Penduduk, nomor dan tanggal Surat Izin Pengelolaan Apotik, lokasi Apotek
lengkap, nama calon Apotik, nomor dan tanggal persetujuan lokasi serta nama pemilik sarana.
Bersama dengan surat permohonan tersebut maka dilampirkan juga salinan atau fotokopi Surat
Izin Pengelolaan Apotik, salinan atau fotokopi Kartu Tanda Penduduk, denah situasi dan
sekitarnya yang menyatakan jarak antara lokasi yang dipilih dengan Apotik atau calon Apotik
terdekat, denah bangunan, keterangan tentang bangunan, sumber air dan penerangan, surat yang
menyatakan status bangunan, daftar tenaga keehatan, daftar terperinci alat perlengkapan Apotik,
surat pernyataan tidak bekerja tetap atau akan berhenti bekerja pada perusahaan farmasi lain,
surat izin atasan bagi pemohon pegawai Negeri, ABRI atau pegawai Instansi Pemerintah lainnya,
serta surat keterangan pindah dari Kantor Wilayah bagi yang pindah dari propinsi lain. (Pasal 4)
Pada tahun 2002 terjadi perubahan dengan keluarnya Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor. 1332/Menkes/Sk/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Rl Nomor. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik.
Dalam peraturan ini, definisi Apotik yang dimaksud adalah suatu tempat tertentu tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan farmasi, Perbekalan Kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Pemberian izin Apotik mengalami perubahan dimana izin diberikan
oleh Menteri dengan pelimpahan kewenangan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(semula kepada Direktur Jenderal dan selanjutnya Kepala Kantor Wilayah) (Pasal 4).
Adapun tata cara pemberian izin Apotik dalam peratutan ini juga mengalami perubahan
sebagaimana tertuang dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9. Permohonan izin apotik diajukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (semula Kepala Kantor Wilayah dengan
tembusan kedapa Direktur Jenderal). Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
meminta bantuan Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan untuk melakukan pemeriksaan
setempat terhadap kesiapan Apotik untuk melakukan kegiatan yang selanjutnya akan
memberikan laporan apakah Apotik tersebut sudah memenuhi syarat atau belum.
Hartini, Yustina Sri dan Sulasmono. 2008. Apotek Ulasan Beserta Naskah Peraturan-peraturan
Undang-undang Terkait Apotik Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes Tentang
Apotik Rakyat. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.