Anda di halaman 1dari 46

Perundangan-undangan

Kesehatan
(Fasilitas pelayanan kefarmasian
ditinjauI Putu
dari Mahentoro,SH.,MH.
lex Specialis Derogat
Legi Generalis )
Dasar hukum menurut UUD 1945

 UUD 1945 amandemen ke-4 pasal


34 ayat 3 :
 ”Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak.”
UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
 Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk
dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan
alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
 Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Menurut PP no 51 th 2009

Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang


digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana


yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian.
Pasal 19 PP 51 th 2009
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :
 a. Apotek;
 b. Instalasi farmasi rumah sakit;
 c. Puskesmas;
 d. Klinik;
 e. Toko Obat; atau
 f. Praktek bersama.
APOTIK
PERMENKES RI NO.
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotik

KEPMENKES RI NO.
1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang
Ketentuan dan tata cara Pemberian
Izin Apotek
Pasal 1
a. Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan farmasi,
Perbekalan Kesehatan lainnya kepada masyarakat.
b. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker.
c. Surat Izin Apotik atau SIA adalah Surat izin yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama
dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotik di
suatu tempat tertentu.
d. Apoteker Pengelola Apotik adalah Apoteker yang telah
diberi Surat Izin Apotik (SIA).
e. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di
Apotik di samping Apoteker Pengelola Apotik dan / atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka
Apotik.
f. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan
Apoteker pengelola Apotik selama Apoteker Pengelola
Apotik tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga)
bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin
Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola
Apotik di Apotik lain.
g. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten
Apoteker;
h. Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter
Gigi, Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola Apotik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
i. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli
Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika.
Pasal 4
(1) Izin Apotik diberikan oleh Menteri;
(2) Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotik
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan
izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotik sekali
setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;
Pasal 6
(1) Untuk mendapatkan izin Apotik, Apoteker atau Apoteker
yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah
memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan
perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau
milik pihak lain.
(2) Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang sama
dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi.
(3) Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya di luar sediaan farmasi.
Pasal 10

Pengelolaan Apotik meliputi:


a Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk
pencampuran. penyimpanan dan penyerahan obat atau
bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan
perbekalan farmasi iainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Pasal 12
(1) Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan Sediaan Farmasi yang bermutu baik dan
yang keabsahannya terjamin;
(2) Sediaan Farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat
digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus
dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau
dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 13

(1) Pemusnahan dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)


dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotik atau Apoteker
Pengganti dibantu oleh sekurangkurangnya seorang
karyawan Apotik.
(3) Pemusnahan narkotika wajib mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 14

(1) Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan


dokter hewan.
(2) Pelayanan resep dimaksud dalam ayat (1) sepenuhnya
atas tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotik.
Pasal 15
(1) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung
jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
(2) Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik
yang ditulis di dalam resep dengan obat paten.
(3) Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang
tertulis di dalam resep. Apoteker wajib berkonsultasi
dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
PP 51 Thn.2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
 Pasal 24
 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas
pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat :
b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yg
sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain
atas persetujuan dokter dan/atau apoteker.
Pasai 17
(1) Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.
(2) Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotik
dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun.
(3) Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan
kepada Dokter penulis resep atau yang merawat
penderita, penderita yang bersangkutan. petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 18

 (1) Apoteker Pengelola Apotik, Apoteker Pendamping


atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk menjual obat
keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotik
tanpa resep.
 (2) Daftar Obat wajib apotik dimaksud daiam ayat (1)
ditetapkan oieh Menteri Kes.dengan Keputusan Menteri
Kes.No.347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib
Apotik.
Pasal 19
(1) Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan
melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker
Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker
pendamping;
(2) Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan
melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik
menunjuk Apoteker Pengganti;
(3) Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan
melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara
terus menerus, Surat Izin Apotik atas nama Apoteker
bersangkutan dicabut.
Pasal 22

(1) Dalam pelaksanaan pengelolaan Apotik, Apoteker


Pengelola Apotik dapat dibantu oleh Asisten Apoteker.
(2) Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di
Apotik di bawah pengawasan Apoteker.
UU No. 36 Thn. 2014
tentang Tenaga Kesehatan
“Pelimpahan Tindakan”
Pasal 65
(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis
dari tenaga medis.
(2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis
kefarmasian dapat menerima pelimpahan pekerjaan
kefarmasian dari tenaga apoteker
(3) Pelimpahan tindakan dilakukan dengan ketentuan :
a. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam
kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh
penerima pelimpahan;
b. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap dibawah
pengawasan pemberi pelimpahan;
c. Pemberi pelimpahan tetap betanggung jawab atas
tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan
tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan;
d. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan
keputusan sebagai dasar pelaksaan tindakan.
Pasal 25

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat


mencabut surat izin apotik apabila:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang
dimaksud pasal 5 dan atau;
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam
Pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2) dan atau;
c. Apoteker Pengelola Apotik terkena ketentuan dimaksud
dalam pasal 19 ayat (5) dan atau;
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 dan atau;
e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik dicabut dan
atau;
f. Pemilik sarana Apotik terbukti terlibat dalam pelanggaran
Perundangundangan di bidang obat, dan atau;
g. Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam
pasal 6.
KETENTUAN PIDANA

 Pasal 31
 Pelanggaran terhadap Undang-undang No. 9 Tahun 1976
tentang Narkotika, Undang-undang Obat Keras No. St 11
1937 No. 5419 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 serta
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang
terjadi di Apotik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
Pasal 1
 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
 Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
 Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung di Rumah Sakit.
Pasal 13
(1) Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di
Rumah Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah
Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional
yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien
dan mengutamakan keselamatan pasien.
Kefarmasian
Pasal 15
(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat,
aman dan terjangkau.
(2) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti standar pelayanan kefarmasian.
(3) Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan
habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi farmasi sistem satu pintu.
(4) Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi
farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan
kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 19
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah
Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus.
(2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
Pasal 20
(1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi
menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(2) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
(3) Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Pasal 24

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan


secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit
umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit
Permenkes RI No. 58 Thn. 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di RS
 Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit
merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang
ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit
 Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang Dokter atau
seorang Apoteker, Apabila diketuai Dokter sekretarisnya
adalah Apoteker dan sebaliknya
Toko Obat
PERMENKES No. 167/Kab/B.VII/72
Pasal 1
Yang dimaksud dengan Pedagang Eceran Obat dalam
Peraturan ini adalah Orang atau Badan Hukum Indonesia
yang memilih ijin untuk menyimpan Obat-obat Bebas dan
Obat-obat Bebas Terbatas (daftar W) untuk dijual secara
eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam
surat ijin.
Pasal 2

 (1) Pedagang eceran obat menjual obat-obat bebas dan


obat-obatan bebas terbatas dalam bungkusan dari pabrik
yang membuatnya secara eceran.
 (2) Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat
yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik
farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat ijin
dari Menteri Kesehatan.
Pasal 4

 Setiap Pedagang Eceran Obat wajib mempekerjakan


seorang Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab
teknis farmasi.

Pasal 5
 Pemberian ijin Pedagang Eceran Obat dilaksanakan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat.
Pasal 26 PP No 51 th 2009
Ayat (1)
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas
dan fungsinya.

 Pasal 19  Toko Obat


Pasal 8
1. Pedagang Eceran Obat harus memasang papan tulisan
dengan tulisan “Toko Obat Berijin" tidak menerima
resep dokter dan namanya di depan tokonya. Tulisan
tersebut harus mudah dilihat umum dan dibagian bawah
pojok kanan harus dicantumkan nomor ijin.
2. Tulisan harus berwarna hitam di atas dasar putih; tinggi
huruf paling sedikit 5 cm dan tebalnya paling sedikit 5
mm.
3. Ukuran papan tersebut ayat (1) paling sedikit: lebar 40
cm dan panjang 50 cm.
Pasal 9
 Pedagang Eceran Obat dilarang menerima atau melayani
resep dokter.
Pasal 10
 Pedagang Eceran Obat dilarang membuat obat,
membungkus kembali obat
Pasal 11
 Obat-obat yang masuk Daftar Obat Bebas Terbatas harus
disimpan dalam almari khusus dan tidak boleh dicampur
dengan obat – obat atau barang-barang lain.
Pasal 12

 Di depan tokonya, pada iklan-iklan dan barang-barang


cetakan Toko Obat tidak boleh memasang nama yang
sama atau menyamai nama apotik, pabrik obat atau
pedagang besar farmasi, yang dapat menimbulkan kesan
seakan-akan Toko Obat tersebut adalah sebuah apotik
atau ada hubungannya dengan apotik, pabrik farmasi
atau Pedagang Besar Farmasi.
Pasal 13

 Apabila ijin batal atau dicabut maka pemilik ijin harus


segera menyerahkan surat ijinnya kepada yang
berwenang.
Pasal 21 PP No 51 th 2009
Ayat (2)
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh Apoteker.
Ayat (3)
Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri
dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang
diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada
pasien.
TUGAS
Carilah kasus pelanggaran peraturan terkait dengan
“Fasilitas Pelayanan Kefarmasian “
Kasus dapat berupa kliping Media Masa/Online, atau
Kejadian nyata yang ada disekitar anda
Buatkan kajian Hukum terhadap kasus tersebut
berdasarkan Lex Specialis Derogat Legi Genaralis yang telah
dipelajari dan dibahas sebelumnya
Tugas dibuat dalam bentuk Makalah dipresentasikan di
Kelas Perkuliahan

Anda mungkin juga menyukai