Anda di halaman 1dari 17

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Apotek Secara Umum


1. Pengertian Apotek
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332 Tahun 2002 maupun
Kemenkes nomor 1027 Tahun 2004, Apotek adalah tempat tertentu dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
992/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian izin Apotek,
memerlukan batasan tentang apotek yaitu suatu tempat tertentu tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Apotek melakukan suatu pengelolaan yang meliputi:
a. Pembuatan pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan,
penyaluran dan penyerahan obat dan bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
2. Tugas dan fungsi apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah.
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker maupun Asisten Apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan
masyarakat secara meluas dan merata.
3. Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Tugas dan fungsi apotek ini dijabarkan lebih lanjut dalam Permenkes RI Nomor
992/Menkes/Per/X/1993 tentang tata cara Pemberian Izin Apotek dalam bab
Pengelolaan Apotek.
a. Pengelolaan apotek meliputi:
Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya, serta pelayanan informasi
mengenai perbekalan farmasi.

4
b. Syarat Administrasi yang dilampirkan pada Permohonan Izin Apotek
1) Salinan atau foto copy surat izin kerja apoteker
2) Salinan atau foto copy kartu tanda penduduk (KTP)
3) Salinan atau foto copy denah bangunan
4) Surat yang mengatakan status bangunan dalam bentuk akte hak milik sewa atau
kontrak
5) Daftar asisten apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus dan
nomor surat izin kerja
6) Asli dan foto copy daftar terperinci alat perlengkapan apotek
7) Surat pernyataan dari apoteker pengelola apotek bahwa tidak bekerja tetap pada
perusahaan farmasi lain tidak menjadi apoteker pengelola apotek di apotek lain
8) Asli dan foto copy surat izin atasan (bagi pemohon pegawai negeri anggota
ABRI, dan pegawai instansi pemerintah lainnya)
9) Akte perjanjian kerjasama apoteker pengelola apotek dengan pemilik sarana
apotek
10) Surat pernyataan pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-
undangan obat
11) Izin HO (Hinder Ordonatie)
12) SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
13) NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
c. Sumber Daya Manusia di Apotek
Sumber Daya Manusia di Apotek diantaranya:
1) Apoteker
Menurut KepMenKes 1027 Tahun 2004 Apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
Apotek harus dikelola seorang Apoteker yang professional. Dalam
KepMenkes no. 1027 Tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di
apotek. Apoteker bertugas sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu
seorang Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apoteker hanya bisa menjadi APA
di satu apotek saja.
Kewenangan apoteker:

5
a. berhak melakukan pekerejaan kefarmasian.
b. berhak melakukan peracikan (pembuatan atau penyerahan obat-obatan untuk
maksud-maksud kesehatan).
2) Asisten Apoteker (AA)
Menurut KepMenkes No.679 Tahun 2003 tentang Registrasi dan izin
Kerja Asisten Apoteker, “Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang
berijazah sekolah asisten apoteker atau sekolah menengah farmasi, Akademi
Farmasi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan
Makanan sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku”. Pada pasal
22 ayat 2 PerMenkes No.922 tahun 1993 “Asisten Apotek melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek dibawah pengawasan apoteker”.
3) Pemilik Sarana Apotek (PSA)
Tidak harus ada pemilik sarana apotek. Apoteker pengelola apotek dapat sekaligus
menjadi pemilik sarana apotek. APA dapat bekerja sama dengan PSA apabila
diperlukan saja, misalnya karena APA belum mempunyai cukup modal untuk
pengadaan sarana apotek.
d. Persyaratan Sumber Daya Manusia di Apotek
Berdasarkan peraturan pemerintah No 51 Tahun 2009 tentang Tenaga Kefarmasian,
setiap tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
diperuntukkan bagi:
1) Apoteker berupa STRA
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a) Memiliki ijazah Apoteker.
b) Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c) Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji apoteker.
d) Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktek.
e) Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
f) STRA dikeluarkan oleh menteri.

6
2) Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK
Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi
persyaratan:
a) Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya.
b) Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktek.
c) Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah memiliki
STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja dan membuat pernyataan
akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
e. Sarana dan Prasarana di Apotek
Berdasarkan KepMenkes No.278 tahun 1981 pasal 4 dan 5 bangunan apotek
memiliki persyaratan : Luas bangunan apotek sekurang-kurangnya 50 m2 terdiri dari
ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang
laboratorium pengujian sederhana, ruang penyimpanan obat, tempat pencucian alat
dan jamban (WC).
Beberapa hal yang berkaitan dengan sarana prasarana apotek, diantaranya:
1) Persyaratan Apotek
Persyaratan Apotek diatur dalam KepMenkes No. 278 tahun 1981 yang meliputi:
a) Memiliki ventilasi dan sistem sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan
higiene lainnya.
b) Memiliki penerangan yang cukup untuk menjamin pelaksanaan tugas dan
fungsi apotek dengan baik.
c) Memiliki sumber air yang memenuhi syarat kesehatan sesuai ketentuan yang
berlaku.
2) Perlengkapan yang harus dimiliki apotek, diantaranya:
a) Perlengkapan dan alat penyimpanan sediaan farmasi dan alat-alat kesehatan
lainnya, seperti lemari dan rak untuk penyimpaanan obat, lemari pendingin dan
tempat penyimpanan khusus Psikotropika & Narkotika.
b) Alat dan perlengkapan laboratorium khusus untuk pengujian sederhana. seperti
wadah pengemas dan pembungkus, etiket.
c) Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat.
d) Kumpulan buku perundang-undangan yang berlaku mengenai apotek.
e) Farmakope Indonesia edisi terbaru dan buku-buku lain ditetapkan oleh Dirjen.

7
3) Ruangan khusus
Peraturan KepMenkes No.1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa bangunan
apotek sekurang-kurangnya memiliki ruangan khusus:
a) Ruang peracikan dan penyerahan resep
b) Ruangan administrasi dan kerja apoteker
c) Penerangan harus cukup terang sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas
dan fungsi apotek.
d) Ventilasi yang baik serta memenuhi persyaratan higiene lainnya.
e) Sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan higiene lainnya.
f. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
1) Pengelolaan Apotek
Didalam pengelolaan Apotek terdapat pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
pelayanan yang tentunya mempunyai peraturan sebagai berikut :
a) Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan
farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Kepmenkes
No.1332 Tahun 2002).
b) Pabrik farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotek,
Toko Obat dan sarana pelayanan kesehatan lainnya (PerMenkes No.918 tahun
1993).
c) Apotek dilarang memberi atau menerima bahan baku obat selain dari PBF
(Pedagang Besar Farmasi), Penyalur Bahan Baku Obat PT.Kimia Farma dan
PBF yang akan ditetapkan kemudian.
2) Proses pengelolaan sediaan farmasi di apotek meliputi :
a) Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan
obat.
Pertimbangan yang harus dilakukan oleh Apotek dalam melaksanakn
perencanaan pemesanaan barang, yaitu memilih PBF yang memberikan
keuntungan.

8
Metode yang digunakan dalam perencanaan pengadaan:
(1) Metode Epidemiologi
Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola penyebaran
penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi di masyarakat sekitar.
(2) Metode Kombinasi
Metode ini merupakan gabungan dari metode konsumsi. Perencanaan
pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya.
b) Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk golongan obat bebas,
obat bebas terbatas, obat keras, Psikotropika dan Narkotika dapat berasal
langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi maupun ke apotek lain.
Sediaan farmasi berupa obat bebas dapat pula dibeli dari toko obat berizin atau
pedangang eceran obat. Semua pembelian harus dengan faktur pembelian
resmi.
Pengadaan obat dilakukan oleh apotek dengan menuliskan sediaan
farmasi yang dibutuhkan pada blanko “surat pesanan” yang ditandatangani
oleh APA.
c) Penyimpanan
Obat dan bahan obat harus disimpan dalam wadah yang cocok dan harus
memenuhi ketentuan pembungkusan dan penandaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
d) Perhitungan harga obat
Ketentuan harga obat diatur dalam pasal 24 KepMenkes No 280 tahun 1981.
e) Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi :
(1) Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika, dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9
(2) Administrasi Pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan
hasil monitoring penggunaan obat (Anonim, 2004).
f) Pelayanan dan Pengelolan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat
(1) Pelayanan dan pengelolaan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
yang harus ditulis dengan jelas dan lengkap kepada Apoteker Pengelola
Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai
Peraturan perundang-undangan yang berlaku (KepMenkes No.1332 tahun
2002).
Hal-hal yang harus ada di dalam resep:
(a)Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter
hewan.
(b)Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat.
(c)Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
(d)Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(e)Jenis hewan atau nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan.
(f) Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang
jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Pengelolaan Resep meliputi:
a) Skrining Resep
Skrining resep yang meliputi:
(1) Persyaratan administrasi yang terdiri dari nama, Surat Izin Praktek
dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan dokter
penulis resep, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien,
nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta, cara
pemakaian yang jelas, informasi lainnya.
(2) Kesesuaian farmasetik yang terdiri dari bentuk sediaan, dosis,
potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

10
(3) Pertimbangan klinis yang terdiri dari: adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika
ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan (Hartini, 2007).
b) Penyiapan Obat
Penyimpanan narkotika menurut permenkes no.28/Menkes/per/I/1978
diatur bahwa apotek harus mempunyai lemari khusus untuk
penyimpanan obat-obatan golongan narkotika dengan persyaratan
sebagai berikut:
(i) tempat tersebut seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain serta
mempunai kunci yang kuat.
( i i ) tempat penyimpanan tersebut dibagi menjadi dua, dan diberi kunci
yang berlainan pula. Bagian pertama untuk menyimpan morphine,
pethidine dan garam-garamnya serta sediaan lainnya. sementara
itu bagian kedua digunakan unuk menyimpan persediaan
narkotika sehari-hari. lemari tersebut tidak bleh digunakan untuk
menyimpan bahan-bahan lain dan harus diletakkan di tempat
aman serta tidak terlihat oleh umum. Kunci dari tempat tersebut
harus dipegang oleh satu orang. Apabila tempat tersebut
berupa lemari yang berukuran kurang dari 40 x 100
cm, maka harus dibuat pada tembok atau lantai.
( i i i ) penjualan obat narkotika hanya boleh diserahkan dengan resep
dokter dan tidak boleh diulang hanya dengan kopi resep. apabila
resep itu hanya ditebus sebagian, maka sebagiannya lagi
harus ditebus pada apotek yang sama. dalam resep pada
peracikannya, obat nakotika digaris bawahi dengan tinta
merah. dicatat dalam pemakaian narjotika dengan
mencantumkan tanggal penyerahan, nomor resep, nama,
dan alamat dokter, serta jumlah o b a t n a r k o t i k a y a n g
diminta. d a n a l a m a t .

11
(2) Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas
dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan, obat
harus dibuat sesuai prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
(3) Etiket
Etiket harus jelas dan mudah dibaca, menurut KepMenkes No.280 tahun
1981 pasal 11, yaitu: obat yang diserahkan atas dasar resep, harus
dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat dalam dan warna biru
untuk obat luar. Pada etiket harus dicantumkan: nama dan alamat apotek,
nama dan nomor surat izin pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola
Apotek, nomor dan tanggal pembuatan, nama pasien, aturan pemakaian,
tanda lain yang diperlukan, misalnya: “kocok dahulu...”, “tidak boleh
diulang tanpa resep dokter” dan sebagainya.
(4) Kemasan obat yang diberikan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
(5) Pembuatan salinan resep
Salinan resep diatur dalam KepMenkes No.280 tahun 1981 tentang
ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek, disebutkan bahwa salinan
resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek yang membuat resep asli dan
beberapa hal lainnya yang meliputi: nama dan alamat apotek, nama dan
nomor Surat Izin Pengelolaan Apotek, tanda tangan Apoteker Pengelola
Apotek, tanda “det” atau “detur” untuk obat yang sudah diserahkan, tanda
“nedet” atau “ne-detur” untuk obat yang belum diserahkan, nomor resep
dan tanggal pembuatan.
(6) Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan kepada pasien.

(7) Informasi obat

12
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman
yang harus dihindari.
g) Perpajakan Apotek
1) Beberapa hak dan kewajiban wajib pajak dalam pembayaran pajak berdasarkan
sistem self assesment, yaitu:
a) Mendaftarkan sebagai wajib pajak ke kantor pelayanan pajak dimana wajib
pajak berkedudukan atau bertempat tinggal.
b) Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
ke kantor pos atau bank yang ditunjuk selambat-lambatnya tanggal 15 setiap
bulannya.
c) Wajib melaporkan sekalipun nihil dengan menggunakan SPT (Surat
Pemberitahuan) ke kantor penyuluhan setempat selambat-lambatnya tanggal 20
setiap bulannya.
2) Pembagian kelompok pajak ada dua, yaitu:
a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang
bersangkutan.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang akhirnya dilimpahkan pada pihak lain,
misalnya PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan materai.
4) Dasar hukum, ketentuan umum dan tata cara perpajakan apotek Berdasarkan
Undang-Undang RI No.6 tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-
Undang RI No.16 tahun 2000.
Ketentuan mengenai pajak tersebut adalah:
1) Tahun Pajak
Tahun pajak sama dengan tahun takwin atau tahun kalender.
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor pajak adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan
sabagai tanda pengenal identitas diri atau identitas wajib pajak.
3) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
Definisi PPh 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK/2008
menyebutkan bahwa PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,

13
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Besarnya PPh 21 dihitung berdasarkan penghasilan netto dikurangi dengan
penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Penghasilan netto adalah penghasilan
setelah dikurangi tunjangan jabatan sebesar 5% dari jumlah penghasilan dan
maksimal Rp. 500.000,00 per bulan. Berdasarkan UU Pajak Penghasilan No.
36 tahun 2008 tentang perubahan keempat UU RI No.7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan pada pasal 7 menjelaskan tentang besarnya PTKP yaitu
seperti pada Tabel 1.

Tabel 1
4) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23
PPh pasal 23 mengatur pajak bagi apotek yang berbentuk badan bisnis. yaitu
mengatur pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa deviden,
bunga royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan imbalan jasa tertentu. Besarnya
PPh 23 adalah deviden dikenai 15% dari keuntungan yang dibagikan.

5) Pajak penghasilan (PPh) pasal 25


PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar
1
/12 dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya, angsuran pajak yang
dilakukan oleh wajib pajak sendiri dari pajak keuntungan bersih tahun
sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca rugi-laba sehingga dapat diketahui
sisa hasil bisnis/SHU atau keuntungan). PPh pasal 25 ini dibayarkan dalam
bentuk SPT Masa dan SSP setiap bulan.

14
Tarif PPh orang pribadi atau badan berdasarkan UU RI. No 17 tahun 2000
yang kemudian diperbaharui dalam UU RI No. 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan adalah sebagai berikut :
(a)Pajak pribadi/perorangan
Perhitungan PPh pribadi ada 2 cara, yaitu dengan pembukuan membuat
neraca laba-rugi dan menggunakan norma jika omset kurang dari Rp.
4.800.000.000,00/tahun (menurut UU RI No.36 tahun 2008). Tarif pajak
PPh pribadi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2
(b)PPh Badan
PPh Badan dilakukan dengan pembukuan (membuat neraca laba-rugi)
dihitung berdasarkan keuntungan bersih dikalikan tarif pajak. Perhitungan
tarif pajak PPh badan dapat dilihat pada Tabel VI. Menurut UU RI No. 36
tahun 2008 pasal 31E ayat (1), wajib pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto s/d Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
6) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 28
Apabila jumlah pajak terutang lebih kecil daripada jumlah kredit pajak maka
setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan PPh pasal 28.
7) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 29
Apabila jumlah pajak terutang untuk 1 tahun pajak lebih besar dari jumlah
kredit maka harus dilunasi sesuai dengan PPh pasal 29.
8) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN merupakan pajak tidak langsung dimana pajak terhutang dihitung atas
pertambahan nilai yang ada. Dalam metode ini, PPN dihitung dari selisih pajak

15
pengeluaran dan pajak pemasukan. Pajak pertambahan nilai dikenakan pada
saat pembelian obat dari PBF sebesar 10%. Setiap transaksi PBF menyerahkan
faktur pajak kepada apotek sebagai bukti bahwa apotek telah membayar PPN.
9) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak atas tanah dan bangunan apotek,
besarnya pajak ditentukan oleh luas tanah dan bangunan apotek.
10) Pajak Reklame
Pajak reklame dikenakan terhadap pemasangan papan nama apotek. Pajak ini
dibayarkan satu tahun sekali.
11) Pajak Pertambahan Nilai Pedagang Eceran (PPNPE)
Pajak Pertambahan Nilai Pedagang Eceran dikenakan jika apotek merupakan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan penghasilan lebih dari Rp.
50.000.000,00/ bulan atau Rp.600.000.000,00/ tahun, maka dikenakan PPNPE
sebesar 2% dari omset.

B. Apotek Amira
1. Keadaan Apotek Amira
Apotek amira berada didaerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, dekat
dengan pemukiman, pertokoan, sekolah, pasar, dan perkantoran. Apotek Amira terletak
di daerah Dalem, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Apotek Amira
memiliki letak yang strategis karena terletak di dekat Puskesmas Ngemplak I (jarak ±
1000 m), di dekat puskesmas Ngemplak II (jarak ± 300 m) yang berada dalam jalan
utama apotek, dekat dengan praktek bidan, praktek dokter dan dengan RSU Mitra
Paramedika Kecamatan Ngemplak.
Apotek amira dikenal sebagai apotek yang sebagian besar pasiennya membeli
obat dengan sistem pengobatan sendiri. Sistem pengobatan sendiri maksudnya adalah
pasien membeli obat dengan datang sendiri ke apotek tanpa membawa resep dari dokter.
Ada juga pasien yang membeli obat dengan berkonsultasi dengan apoteker yang ada di
Apotek tentang gejala-gejala yang dialaminya sehingga apoteker memberikan solusi
untuk obat yang akan digunakan pasien.

16
2. Visi dan Misi Apotek Amira
a. Visi Apotek Amira
Menjadi apotek yang menerapkan pelayanan kefarmasian yang bermutu untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara terpercaya dan menguntungkan
bagi konsumen, investor, dan karyawan.
b. Misi Apotek Amira
1) Menyediakan obat, alat kesehatan, serta perbekalan farmasi lainnya yang bermutu,
bekualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
2) Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang tepat, cepat, ramah, dan informatif
dengan menerapkan konsep Pharmaceutical care secara profesional.
3) Mengevaluasi kinerja di apotek secara rutin dan menyeluruh serta senantiasa
melaksanakan perbaikan.
4) Meningkatkan kesejahteraan seluruh karyawan dan pemilik modal.
c. Struktur Organisasi Apotek Amira
Roviq Adi Prabowo, S.Farm., Apt
(Pemilik Sarana Apotek)

Anita Yustina Paramita, S.Farm., Apt


(Apoteker Pengelola Apotek)

Vina Dian Astuti, S.Farm., Apt.


(Apoteker Pendamping)

Ninik Suwanti
(Asisten Apoteker/Administrasi)

17
d. Uraian dan wewenang struktur organisasi :
1) Apoteker Pengelola Apotek
a) Bertanggung jawab terhadap seluruh pengelolaan apotek.
b) Bertanggung jawab secara khusus terhadap kinerja operasional dan keuangan.
c) Memiliki wewenang terkait, operasional, administrasi dan keuangan.
2) Apoteker Pendamping
a) Bertanggung jawab terhadap kinerja sumber daya manusia dan pemasaran.
b) Memiliki wewenang terkait sumber daya dan pemasaran.
c) Melakukan kerjasama dengan instansi ataupun perorangan terkait pemasaran
apotek.
d) Melaporkan kegiatan yang berada di apotek kepada apoteker pengelola apotek.
3) Asisten Apoteker
a) Membantu apoteker dalam melayani resep.
b) Pengelolan perbekalan farmasi meliputi : perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi kepada pasien, pengelolaan obat ED dan
pelaporan.
c) Melayani penjualan OTC (Obat bebas dan bebas terbatas) dan OWA.
4) Staf Administrasi
a) Manajemen
(1)Bertanggung jawab terhadap pengelolaan, penilaian, dan peningkatan
sumber daya manusia.
(2)Melaksanakan kerjasama dengan institusi pendidikan atau pun yang lainnya
terkait dengan sumber daya manusia.
(3)Memiliki wewenang terkait dengan sumber daya manusia berupa penilaian
kinerja, kesejahteraan sumber daya manusia, pelatihan sumber daya
manusia, dan sebagainya.
(4)Melaporkan kegiatan divisi kepada apoteker pendamping.
b) Operasional
(1) Memiliki wewenang dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan
operasional apotek yang meliputi pengelolaan administrasi apotek,
pengelolaan persediaan barang, pembuatan laporan psikotropika, laporan
resep umum dan askes, inventarisasi resep, dan penyusunan kelengkapan
apotek.

18
(2)Melaporkan kegiatan divisi kepada apoteker pendamping.
c) Pemasaran
(1)Bertanggung jawab terhadap rencana pemasaran, program pemasaran, dan
evaluasi pemasaran apotek.
(2)Memiliki wewenang terkait pemasaran meliputi negosiasi, pengambilan
keputusan terkait kerjasama dan sebagainya.
(3)Mengadakan kerjasama dengan berbagai instansi maupun perorangan untuk
meningkatkan produktivitas apotek.
(4)Melaporkan kegiatan divisi kepada apoteker pendamping.
e. Sarana dan Prasarana Apotek Amira
1) Sarana pendukung yang dimiliki, antara lain :
a) Sumber air bersih.
b) Toilet.
c) Washtafel.
d) Penerangan yang cukup.
e) Telepon.
f) Almari es untuk penyimpanan obat pada suhu rendah.
g) Ruang tunggu.
h) Timbangan.
i) Televisi.
j) Alat pemeriksaan layanan medis.
3) Perlengkapan penunjang yang dimiliki, antara lain :
a) Tempat untuk menyimpan perbekalan farmasi seperti etalase, rak, almari,
almari khusus untuk menyimpan psikotropika dan almari es.
b) Tempat untuk pemeriksaan (pemeriksaan tekanan darah, kadar asam urat,
kadar kolesterol dan kadar gula darah) dan pemberian informasi kepada pasien.
c) Ruang peracikan.
d) Alat untuk peracikan obat.
e) Wadah pengemas dan perlengkapan pembungkus.
f) Perlengkapan administrasi, seperti :
(1) Blangko kartu stock.
(2) Blangko surat pesanan umum dan psikotropika.

19
(3) Buku rekap barang datang.
(4) Buku kontrol PBF jatuh tempo.
(5) Buku inkaso.
(6) Bukun rekap resep.
(7) Buku penjualan.
(8) Buku defecta.
(9) Copy resep.
(10) Buku catatan pelayanan medis (pemeriksaan kadar gula darah, kolesterol
dan asam urat).
(11) Blangko catatan pengobatan.
Di apotek Amira terdapat kotak obat narkotika dan psikotropika, tetapi
tidak menyediakan obat-obatanya.
f. Aspek Manajemen Apotek Amira
1. Aspek Sumber Daya Manusia
Apotek Amira memiliki enam orang karyawan, yang terdiri dari satu Apoteker
Pengelola Apotek, dua Apoteker Pendamping, dua Asisten Apoteker, dan satu staf
administrasi.
2. Aspek Keuangan
Pengelolaan keuangan di Apotek Amira dipegang sendiri oleh apotek, yang terdiri
dari :
a) Pembayaran obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya oleh pasien
(pendapatan).
b) Pembayaran obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya kepada PBF
(inkaso).
c) Pengeluaran untuk operasional.
d) Pembayaran pajak dan sewa bangunan.
e) Pembayaran gaji karyawan.
3. Aspek Operasional
Jam kerja karyawan di Apotek Amira adalah sebagai berikut :
a) Senin-Minggu : Shift I = Pukul 07.30 – 14.00 WIB
Shift II = Pukul 14.00 – 20.30 WIB
b) Hari Libur : Shift I = Pukul 14.00 – 20.30 WIB. (Selasa dan Kamis).

20

Anda mungkin juga menyukai