Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
(Grossman dan Brown, 2009). Gagal jantung merupakan masalah kesehatan
masyarakat global yang ditandai dengan angka kematian sebesar 20-50%
pasien pertahun dan angka rawat ulang dengan frekuensi 1 kali atau lebih
selama 12 bulan sebesar 45% (Lee, et al., 2012; Andrianto, 2008). Gagal
jantung merupakan sindrom yang mempunyai karakteristik kematian yang
tinggi, rehospitalisasi, kualitas hidup yang buruk, beberapa penyakit penyerta
dan memerlukan terapi yang sangat kompleks (Heart Failure Society Of
America, 2010).
Di dunia, gagal jantung telah melibatkan setidaknya 23 juta penduduk.
Sekitar 4,7 juta orang mengalami gagal jantung di Amerika (1,5-2% dari total
populasi), dengan tingkat insiden 550.000 kasus per tahun. Dari jumlah pasien
tersebut, hanya 0,4-2% saja yang mengeluhkan timbulnya gejala (Irnizarifka,
2011).

Menurut

organisasi

kesehatan

dunia

WHO

(2003),

penyakit

kardiovaskuler akan segera menjadi penyebab terbanyak kasus kematian di


seluruh dunia. Bahkan di Indonesia, penyakit ini telah menjadi pembunuh
nomor satu. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi
penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada umur 65 74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter,

menurun sedikit pada umur 75 tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis
dokter atau gejala tertinggi pada umur 75 tahun (1,1%). Untuk yang
didiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding
laki-laki (0,1%), berdasar didiagnosis dokter atau gejala prevalensi sama
banyaknya antara laki-laki dan perempuan (0,3%).
Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai angka kematian ini,
tetapi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
melaporkan sekitar 400-450 kasus infark miokard setiap tahunnya (Irnizarifka,
2011). Di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan laporan dari rumah sakit dan
puskesmas tahun 2006, prevalensi kasus gagal jantung sebesar 12,96 per
1000 penduduk. Dan hal ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2005, yaitu dimana prevalensi kasus gagal jantung sebesar 9,89 per 1000
penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006).
Kepatuhan terapi pada pasien gagal jantung adalah sejauh mana
perilaku pasien dalam menjalani terapi pengobatan yang direkomendasikan
dan disepakati oleh penyedia layanan kesehatan. Terapi gagal jantung
meliputi

terapi

pharmakologik

dan

non

pharmakologik

(WHO

2003;

McMurrray, et al., 2012).


Terapi pharmakologik pada pasien gagal jantung adalah pemberiaan
obat-obatan yang bertujuan untuk meringankan gejala dan tanda-tanda gagal
jantung misalnya edema, mencegah perawatan ulang di rumah sakit, dan
meningkatkan kelangsungan hidup (McMurrray, et al., 2012). Sedangkan
terapi non pharmakologik meliputi aktifitas fisik, pembatasan asupan garam,
dan pembatasan intake cairan (Krum & Abraham, 2009).

Pembatasan aktifitas fisik bertujuan untuk mengurangi beban kerja


jantung, meningkatkan tenaga pompa jantung dan menurunkan tekanan
darah. Selain itu pasien gagal jantung juga direkomendasikan untuk
melakukan pembatasan konsumsi cairan dan garam yang tidak berlebihan.
Mengkonsumsi cairan yang berlebihan dapat meningkatkan beban kerja
jantung dan edema pada ektremitas begitu juga dengan mengkonsumsi
garam yang berlebihan akan terjadinya akumulasi garam di dalam tubuh
sehingga akan meningkatkan air dan akan berdampak meningkatnya beban
kerja jantung dan terjadinya edema ektremitas (Krum & Abraham, 2009).
Berhasil dan gagalnya terapi pengobatan dapat disebabkan oleh
kepatuhan pasien dalam menjalani terapi pengobatan, ketidakpatuhan
menjalani terapi pengobatan dapat mengakibatkan kekambuhan penyakit,
bertambah parahnya penyakit dan perawatan ulang di rumah sakit (Smeltzer
dan Bare, 2002). Kebanyakan kekambuhan gagal jantung terjadi karena
pasien tidak memenuhi terapi yang dianjurkan, misalnya tidak mampu
melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat, melanggar pembatasan diet,
tidak mematuhi tindak lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang berlebihan,
dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Rich, Beckham dan Wttenberg (2010), bahwa usia lanjut
merupakan resiko tinggi terjadinya rawat inap ulang (readmission) yaitu 2947% dalam waktu 36 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Berdasarkan
data dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2011, jumlah penderita
gagal jantung yang dirawat di rumah sakit sebanyak 427 orang (18,2%), dan
rata-rata yang mengalami rawat inap ulang adalah 57% dalam setahun
(Arjunaidi Ar, 2011).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth, et al.
(2012). Di Amerika Serikat angka rawat inap ulang pasien gagal jantung
dalam jarak waktu 30 hari sebanyak 19.715 pasien, sebagian besar pasien
atau 81% (16,027) mengalami rawat inap ulang satu kali sedangkan 16,4%
(3.234) mengalami rawat inap ulang dua kali dan 2,3% (453) mengalami rawat
inap ulang tiga kali. Menurut Philbin dan Disalvo (2004), faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pasien gagal jantung mengalami rawat inap ulang di
rumah sakit adalah terjadinya gejala kekambuhan, stadium penyakit,
hipertensi, usia, jenis kelamin, dukungan keluarga dan sosial, perawatan
tindak lanjut di rumah, dan kunjungan ke klinik secara rutin.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2014
di RSUD Ulin Banjarmasin tepatnya di Ruang Tulip IIC didapatkan data pasien
rawat inap dengan gagal jantung di tahun 2013 sebanyak 350 pasien dan data
dari bulan Januari sampai September 2014 sebanyak 334 pasien. Data dari
Poliklinik Jantung RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan data pasien gagal
jantung dari bulan Januari sampai November 2014 sebanyak 2530 pasien dan
data rata-rata 1 bulan sebanyak 230 pasien pada tahun 2014.
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 10 Desember 2014 di
poliklinik jantung RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan data bahwa 3 dari 5
pasien gagal jantung pernah mengalami rawat inap ulang yang dikarenakan
ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan.
Melihat dari permasalahan di atas maka peneliti memandang perlu
untuk

melakukan

penelitian

tentang:

Hubungan

Kepatuhan

Terapi

Pengobatan Dengan Kejadian Rawat Inap Ulang Pasien Gagal Jantung Di


Poliklinik Jantung RSUD Ulin Banjarmasin.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada
hubungan yang positif dan signifikan antara kepatuhan terapi pengobatan
dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung di Poliklinik Jantung
RSUD Ulin Banjarmasin?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan
kepatuhan terapi pengobatan dengan kejadian rawat inap ulang pasien
gagal jantung di Poliklinik Jantung RSUD Ulin Banjarmasin.

2. Tujuan Khusus
Beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian yang
akan dilaksanakan :

a. Mengidentifikasi kepatuhan pasien gagal jantung terhadap terapi


pengobatan di Poliklinik Jantung RSUD Ulin Banjarmasin.

b. Mengidentifikasi kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung di


Poliklinik Jantung RSUD Ulin Banjarmasin.

c. Menganalisa hubungan kepatuhan terapi pengobatan dengan kejadian


rawat inap ulang pasien gagal jantung di Poliklinik Jantung RSUD Ulin
Banjarmasin.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
a. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta
dapat dijadikan sebagai acuan dalam penerapan metode penelitian,
khususnya metode penelitian kuantitatif mengenai kepatuhan terapi
pengobatan dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung.
b. Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya.

2. Praktis
Secara praktis hasil penilitian ini bermanfaat:
a. Bagi RSUD Ulin Banjarmasin
Hasil penelitian ini dapat membantu RSUD Ulin Banjarmasin
mengetahui persentase pasien gagal jantung yang tidak patuh dalam
menjalani terapi pengobatan dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
melakukan konseling tentang pentingnya kepatuhan terapi pengobatan
pada pasien gagal jantung.
b. Bagi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan dalam
pemberian materi tentang kepatuhan terapi pengobatan pada pasien
gagal jantung dan sumber informasi untuk penelitian berikutnya.
c. Bagi Peneliti
Sebagai penambah pengalaman dan penambah ilmu pengetahuan
khususnya tentang perilaku kepatuhan dalam menjalani terapi
pengobatan dan rawat inap ulang pasien gagal jantung.

E. Penelitian Terkait
Penelitian terkait yang berkenaan dengan kepatuhan terapi pengobatan
dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung adalah sebagai
berikut :

Tabel 1.1 Penelitian Terkait


No
1.

Nama
Peneliti

Judul
Penelitian

Hasil

Perbedaan

M. L. A.

Design and

Penelitian ini bertujuan

Perbedaan penelitian ini

Luttik & M.

methodology

untuk mengetahui

dengan penelitian yang

Brons & T.

of the

kepatuhan pasien

akan peneliti lakukan

Jaarsma &

COACH-2

gagal jantung dalam

adalah penggunaan

H. L. Hillege

(Comparative

menjalani pengobatan

variabel, metode

& A. Hoes &

study on

awal secara

penelitian, serta lokasi

R. de Jong &

guideline

farmakologis dan non-

penelitiannya. Penelitian

G. Linssen &

adherence

farmakologis. Hasil

ini mengutamakan peran

D. J. Lok &

and patient

penelitian ini adalah 60

layanan kesehatan

M. Berger &

compliance

% dari sampel di

kedepannya untuk

D. J. van

in heart

nyatakan tidak patuh

meningkatkan mutu

Veldhuisen

failure

dalam menjalani

pelayanan agar

(2012).

patients)

pengobatan secara

terciptanya ketaatan dan

study: HF

farmakologis dan non-

kepatuhan berobat pasien

clinics versus

farmakologis.

gagal jantung. Sedangkan

primary care

Penelitian ini

peneliti berfokus meneliti

in stable

bermanfaat untuk

tentang apakah ada

patients on

menambah

hubungan kepatuhan

optimal

pemahaman kepada

terhadap terapi

therapy

peran layanan

pengobatan dengan

kesehatan tentang

kejadian rawat inap ulang

pentingnya kepatuhan

pada pasien gagal

pasien dalam

jantung.

menjalani pengobatan.

Elizabeth A.

Rehospitaliza

Hasil dari penelitian ini

Perbedaan adalah

Madigan,

tion in a

adalah 74.580 pasien

metode penelitian, lokasi

PhD, RN,

national

yang memiliki rawat

penelitian dan

FAAN,

population of

inap indeks. Pasien-

penggunaan variabel.

Nahida H.

home health

pasien ini, rata-rata,

Penelitian ini

Gordon,

care patients

berusia 80,4 tahun,

mengutamakan

PhD, Richard

with heart

sebagian besar

Rehospitalisasi pada

H. Fortinsky,

failure

perempuan 61%, kulit

pasien gagal jantung.

PhD, Siran

putih 83,5%, kulit

Sedangkan peneliti

M.

hitam 13%, tinggal di

berfokus meneliti tentang

Koroukisan,

kota 83,5%, tinggal di

apakah ada hubungan

PhD, Leana

desa 68%, tinggal

kepatuhan terhadap terapi

L. Pina, MD,

sendirian 32%, di asuh

pengobatan dengan

MPH, FAHA,

rumah sakit 35,5%, di

kejadian rawat inap ulang

FACC, and

rawat oleh lembaga

pada pasien gagal

Jennifer S.

non-profit 65%, di

jantung.

Riggs, PhD,

bantu pemerintah 6%.

RN (2012)

Angka rawat inap


ulang dalam jarak
waktu 30 hari
sebanyak 19.715
pasien, sebagian
besar pasien atau 81%
(16,027) mengalami
rawat inap ulang satu
kali sedangkan 16,4%
(3.234) mengalami
rawat inap ulang dua
kali dan 2,3% (453)
mengalami rawat inap
ulang tiga kali.

Anda mungkin juga menyukai