Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Pembangunan kesehatan secara umum bertujuan meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat, bagi setiap orang untuk mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ditingkat Global,
kesehatan diakui sebagai instrumen strategis untuk mengurangi kemiskinan yang
harus dicapai pada tahun 2015, seperti dinyatakan dalam MDGs (Millenium
Development Goals). Dari delapan tujuan MDGs, enam menyangkut intervensi
kesehatan, yaitu : (a) perbaikan gizi, (b) penurunan jumlah kematian ibu, (c)
penurunan jumlah kematian bayi (d) eliminasi malaria, penurunan rev TBC dan
HIV/AIDS, (e) akses terhadap air bersih dan (f) akses terhadap obat essensial.
Dari hal di atas dapat dilihat bahwa penurunan jumlah kematian bayi menjadi
bagian terpenting dalam menciptakan peradaban kesehatan dunia yang baik (Profil
Kesehatan Aceh, 2012).
Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian
Kesehatan, sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai
Milenium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka
kematian pada anak (Kemenkes RI, 2010).
Program imunisasi dilaksanakan di

Indonesia sejak tahun 1956.

Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI)


pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta
hepatitis B (Riskesdas, 2013).
Imunisasi dapat mencegah sekitar 2 sampai 3 juta kematian setiap
tahunnya yang diakibatkan oleh penyakit difteri, tetanus, difteri dan campak. Data
dunia pada tahun 2014 mencatat bahwa sekitar 86 % anak dunia (111 juta)
mendapat imunisasi difteri, pertusis, tetanus, dimana penyakit ini adalah penyakit
fatal yang menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun (WHO, 2015).
Data terhadap cakupan orang tua yang tidak memberikan imunisasi
terhadap anaknya masih cukup tinggi yaitu 22,6 juta anak-anak di dunia tidak
1

mendapatkan imunisasi lengkap (WHO, 2015).


Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, masih
ditemukan tantangan besar dalam pembangunan kesehatan, yaitu tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan data Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, menunjukkan bahwa AKB
sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Ini berarti di Indonesia, ditemukan kurang
lebih 440 bayi yang meninggal setiap harinya. Dimana Aceh menyumbang kasus
kematian bayi sebanyak 47 orang per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012
(Depkes, 2014).
Berdasarkan data dan informasi tahun 2014, cakupan imunisasi di
Indonesia yaitu BCG 94%, HB0 85,8%, DPT/HB1 45,8%, DPT/HB3 49,7%,
Polio 4 94,4%, dan campak 94,7%. Dengan Drop Out (DO) Rate DPT/HB1campak sebesar 3,1 menggambarkan persentase bayi yang mendapatkan imunisasi
DPT/HB1 namun tidak mendapatkan imunisasi campak. Terdapat 20 provinsi
memiliki DO rate di bawah 5%. Sedangkan sebanyak 14 provinsi memiliki DO
rate lebih dari 5%. Hal ini dapat berdampak pada cakupan Universal Child
Immunization (UCI). (Profil Kesehatan Indonesia, 2014).
Provinsi DI Yogyakarta mempunyai cakupan imunisasi tertinggi untuk
jenis imunisasi dasar HB-0 (98,4%), BCG (98,9%), DPT-HB 3 (95,1%), dan
campak (98,1%) sedangkan cakupan imunisasi polio 4 tertinggi di Gorontalo
(95,8%). Walaupun cakupan Imunisasi di Indonesia mengalami peningkatan,
namun jika dilihat untuk setiap provinsi masih sangat kurang, Cakupan imunisasi
di Aceh yaitu HB-0 (64,8%), BCG (72,9%), DPT-HB 3 (52,9%), Polio-4 (58,3%)
dan Campak (62,4%) (Riskesdas, 2013).
Cakupan imunisasi lengkap pada anak umur 12-23 bulan merupakan
gabungan dari satu kali imunisasi HB-0, satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat
kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Data Riskesdas (2013) menunjukkan
cakupan imunisasi lengkap cenderung meningkat dari tahun 2007 (41,6%), 2010
(53,8%), dan 2013 (59,2%).
Cakupan imunisasi dasar lengkap berdasarkan data Ditjen P2PL lebih
tinggi dibandingkan yang diperoleh dari data Riskesdas. Target cakupan imunisasi
dasar lengkap berdasarkan data rutin yang dikumpulkan Subdit Imunisasi Ditjen

PP & PL Kemenkes RI telah mencapai target, yaitu 93,6% pada tahun 2010 dan
83,9% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014).

Sedangkan berdasarkan data

Riskesdas 2013, cakupan imunisasi lengkap masih rendah namun cenderung


meningkat dari tahun 2007 (41,6%), 2010 (53,8%), dan 2013 (59,2%). Cakupan
imunisasi dasar lengkap bervariasi antar provinsi, yaitu tertinggi di DI Yogyakarta
(83,1%) dan terendah di Papua (29,2%). Sedangkan di Aceh cakupan imunisasi
dasar lengkap hanya 38,3%, tidak lengkap 41,9 % dan tidak di imunisasi 19,8 %.
Alasan utama tidak diimunisasi adalah takut anak menjadi panas (Riskesdas,
2013).
Capaian Universal Child Immunization (UCI) atau desa yang 100%
cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi mengalami peningkatan dari 75,3%
pada 2010 menjadi 82% pada 2013. Namun, target yang ditetapkan belum
tercapai, yaitu 95% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014)
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Aceh (2012) didapatkan
desa/kelurahan yang mencapai UCI masih belum mencapai target yaitu di 90%.
Setiap tahunnya jumlah desa/kelurahan yang mencapai UCI di Aceh mengalami
penurunan, yaitu 2010 (82%), 2011 (85%) dan tahun 2012 (64%). Adanya
penurunan jumlah imunisasi pada bayi perlu mendapat perhatian dari pelaksana
program, mengingat peningkatan status kesehatan bayi sangat dipengaruhi dari
kekebalan

bayi

terhadap

penyakit

yang

akan

dimunculkan,

akibat

ketidaklengkapan dari imunisasinya.


Penyebab utama rendahnya pencapaian UCI tersebut adalah rendahnya
akses pelayanan dan tingginya angka drop out. Hal ini antara lain terjadi karena
tempat pelayanan imunisasi jauh dan sulit dijangkau, jadwal pelayanan tidak
teratur dan tidak sesuai dengan kegiatan masyarakat, kurangnya tenaga, tidak
tersedianya kartu imunisasi (buku KIA), rendahnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang manfaat, waktu pemberian imunisasi serta gejala ikutan
imunisasi. Selain itu faktor budaya dan pendidikan serta kondisi sosial ekonomi
juga ikut mempengaruhi rendahnya pencapaian UCI desa/kelurahan (Kemenkes
RI, 2010).
Pada tingkat provinsi Aceh, kabupaten/kota dengan capaian imunisasi
campak tertinggi adalah Kabupaten Aceh Tenggara (114,4%), sedangkan

Kabupaten Pidie merupakan wilayah dengan capaian terendah yaitu sebesar


67,25%. (Kemenkes RI, 2014)
Capaian UCI di wilayah kerja Puskesmas Indrajaya terus mengalami
penurunan dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2012, 2013, dan 2014 secara
berturut-turut jumlah desa yang mencapai UCI yaitu 33, 32, dan 21 desa.
Berdasarkan data Puskesmas Indrajaya, pada bulan Januari 2015 terdapat 8 desa
dengan status UCI dari 10 desa di Kemukiman Gapui. Namun beberapa bulan
setelahnya terus mengalami penurunan status desa UCI. Pada akhir Juli 2015 tidak
terdapat satu pun desa dengan status UCI di Kemukiman Gapui dengan 6 desa
status imunisasi lengkap 0%.
Diantara penyebab yang disampaikan oleh Kemenkes, pengetahuan dan
sikap ibu merupakan hal terpenting yang dapat memicu anak tersebut di imunisasi
atau tidak. Oleh karena itu, penulis merasa penting untuk menyampaikan
permasalahan ini yaitu mengenai gambaran tingkat pengetahuan dan sikap ibu
terhadap pemberian imunisasi dasar di Kemukiman Gapui wilayah kerja
Puskesmas Indrajaya.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan dan
sikap ibu terhadap pemberian imunisasi dasar di Kemukiman Gapui wilayah kerja
Puskesmas Indrajaya?
3

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemberian imunisasi dasar di Kemukiman
Gapui wilayah kerja Puskesmas Indrajaya.

1.3.2. Tujuan Khusus


Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu terhadap pemberian imunisasi


dasar di Kemukiman Gapui wilayah kerja Puskesmas Indrajaya sebelum
dan sesudah intervensi.
2. Untuk mengetahui sikap ibu terhadap pemberian imunisasi dasar di
Kemukiman Gapui wilayah kerja Puskesmas Indrajaya sebelum dan
sesudah intervensi.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1

Bagi Peneliti
Sebagai proses pembelajaran dalam melakukan penelitian dan menerapkan
pengetahuan teoritis pada kenyataan yang ada di masyarakat

Bagi Puskesmas Indrajaya


Sebagai bahan acuan dalam pengembangan program imunisasi pada bayi
usia 0 11 bulan di posyandu-posyandu yang berada dalam pengawasan
Puskesmas Indrajaya

Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berharga untuk
menyusun kerjasama lintas program dengan instansi terkait dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya melalui Puskesmas.

Bagi Masyarakat Kemukiman Gapui Kecamatan Indrajaya


Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat khususnya
mengenai program-program imunisasi di posyandu sehingga dapat
memahami pentingnya pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi usia
0-11 bulan.

Anda mungkin juga menyukai