Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Virus Varicella Zooster terhadap Tubuh Manusia

Erma Kairunisa
102012349
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
Erma.kairunisa@gmail.com
PENDAHULUAN
Virus Varicella Zoster tersebar di seluruh dunia serta dapat menyebabkan varicella
(cacarair) dan herpes zoster(shingles). Varicella merupakan penyakit yang ringan, sangat
menular, terutama pada anak-anak ditandai dengan terjadi demam, malaise, anorexia, sakit
kepala, dan nyeri perut 1-2 hari sebelum terbentuknya lesi makulopapular pada muka dan batang
tubuh, yang kemudian menjadi vesikel dan membentuk krusta. Herpes zoster umumnya terjadi
pada manula akibat reaktivasi virus laten yang berada di dorsal basal ganglia yang ditandai
dengan adanya ruam pada kulit dengan lesi serupa dengan varisela.
Dalam makalah ini, akan dibahas kaitan virus varicella zoster dalam anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk
konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit yang disebabkan infeksi primer virus
varicella zoster.

PEMBAHASAN
Defenisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal
dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken pox.
Varisela disebabkan oleh virus Varicella Zooster.
Varisela ini merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang
disertai gejala konstitusi dengan adanya vesikel pada kulit yang sangat menular, terutama
berlokasi dibagian sentral tubuh. Penyakit ini disebut juga chicken pox, cacar air, atau
varisela zoster yang merupakan hasil infeksi primer pada penderita rentan.1
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicela zooster. VZV merupakan virus yang berenvelope (berselubung), ikosahedral, double stranded DNA yang merupakan famili herpesvirus.
Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan asiklovir dan
dihubungkan dengan agen antivirus. Hanya manusia yang menjadi hospes naturalnya. Penamaan
virus ini memberikan kesan bahwa infeksi primer menyebabkan penyakit varisela, sedangkan
reaktivasi virus menyebabkan herpes zooster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis
yang berbeda.2
Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan VZV akan terjadi varisela; kemudian
setelah penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa
ada manifestasi klinis) dan kemudian virus VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan
herpes zooster. Virus VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah pemderita
varisela; dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan dapat diisolasi dengan menggunakan
biakan yang terdiri dari fibroblas paru embrio manusia.2
Epidemiologi
Varisela dan Zoster terdapat di seluruh dunia. Varisela sangat menular dan merupakan
penyakit epidemik yang sering terjadi pada masa anak-anak di bawah 10 tahun. Penyakit lebih
sering terjadi pada musim dingin dan semi daripada musim panas pada daerah beriklim sedang.
Zoster terjadi secara sporadis, terutama pada orang dewasa tanpa prevalensi musin, 10-20%

orang dewasa akan mengalami sekurang-kurangnya satu serangan zoster selama hidup, biasanya
setelah usia 50 tahun.3
Dapat mengenai semua golongan umur, termasuk neonatus (varisela kongenital), tetapi
tersering pada masa anak. Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum kelainan
kulit (erupsi) timbul sampai 6-7 hari kemudian. Biasanya seumur hidup, varisela hanya diderita
satu kali. Residif dapat terjadi pada penderita penyakit keganasan dan pada anak dengan
pencangkokan ginjal yang sedang diberi pengobatan imunosupresif.4
Cacar air terutama merupakan penyakit pada anak-anak dengan prevalensi tersebar luas
di dunia. Penyakit ini sangat infeksius dengan angka serangan dalam rumah tangga mendekati
90% (pada komunitas perkotaan 90% orang dewasa pernah mengalami cacar air). Insidensinya
telah menurun secara dramatis di AS dan negara lainnya melalui vaksinasi rutin anak-anak
karena imunitas terhadap cacar air berlangsung seumur hidup.5
Patofisiologi
Varisela mulai dengan pemasukan virus ke mukosa yang dipindahkan dalam sekresi saluran
pernafasan atau dengan kontak langsung lesi kulit varisela atau herpes zoster. Pemasukan disertai
dengan masa inkubasi 10-21 hari, pada saat tersebut penyebaran virus subklinis terjadi. Akibat
lesi kulit tersebar bila infeksi masuk fase viremi; sel mononuklear darah perifer membawa virus
infeksius, menghasilkan kelompok vesikel baru selama 3-7 hari. VVZ juga diangkut kembali ke
tempat-tempat mukosa saluran pernafasan selama akhir masa inkubasi, memungkinkan
penyebaran pada kontak rentan sebelum muncul ruam. Penularan virus infeksius oleh droplet
pernafasan membedakan VVZ dari virus herpes manusia yang lain.6
Penyebaran viseral virus menyertai kegagalan respon hospes untuk menghentikan viremia,
yang menyebabkan infeksi paru, hati, otak, dan organ lain. VVZ menjadi laten di sel akar ganglia
dorsal pada semua individu yang mengalami infeksi primer. Reaktivasinya menyebabkan ruam
vesikuler terlokalisasi yang biasanya melibatkan penyebaran dermatom dari satu saraf sensoris;
perubahan nekrotik ditimbulakan pada ganglia terkait, kadang-kadang meluas ke dalam kornu
posterior. Histopatologi varisela dan lesi herpes zoster adalah identik; VVZ infeksius ada pada
lesi herpes zoster, sebagaimana ia berada dalam lesi varisela, tetapi tidak dilepaskan ke dalam
sekresi pernafasan. Varisela mendatangkan imunitas humoral dan seluler yang sangat protektif
terhadap infeksi ulang bergejala. Supresi imunitas seluler pada VVZ berkorelasi dengan
penambahan risiko reaktivasi VVZ sebagai herpes zoster.6
Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit dibagi menjadi dua stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi.7 Periode prodromal terjadi 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala demam,
malaise, dan anoreksia. Kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform.7
Periode erupsi dimulai dengan terjadinya papula merah dan kecil yang berubah menjadi
vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar. Makulopapul eritematosa timbul pada
wajah dan batang tubuh dan berlanjut menjadi tahap vesikular, pustular, dan krusta selama 3-4
hari. Erupsi timbul mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan anggota gerak disertai perasaan
gatal. Lesi lebih banyak di kepala dan batang tubuh, sedikit pada ekstremitas distal, daerah iritasi
yang terbakar matahari, dan jarang pada telapak tangan dan kaki.7,4
Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi dengan
vesikel tidak hanya terdapat di kulit, melainkan juga di selaput lendir mulut, faring, atau vagina.
Pasien bersifat infeksius mulai dari 1 sampai 2 hari sebelum timbul ruam hingga 5 hari
setelahnya. Krusta terkelupas dalam waktu sekitar 1 minggu. Parut permanen jarang terjadi
kecuali bila terdapat infeksi sekunder.7
Working Diagnosis
Pasien berusia 8 tahun mengalami demam, myalgia, batuk dan pilek selama 3 hari. Pada
hari ke-3 timbul bentol berisi cairan pada muka yang menjalar ke seluruh tubuh. Bentol ini
berubah cepat menjadi bernanah dan menghitam. Pada riwayat keluarga diketahui bahwa adik
pasien juga mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan macula, papula, vesikle, dan crustae yang berkelompok dan multiforme di seluruh
tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal.7
Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi. Hal ini
menunjukkan tanda yang sama pada pemeriksaan fisik dengan ditemukannya macula, papula,
vesikle, dan crustae yang berkelompok dan multiforme.Tanda khas lainnya adalah lesi timbul
mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan anggota gerak disertai perasaan gatal. Hal ini
menunjukkan tanda yang sama pada pemeriksaan fisik dimana lesi ditemukan di seluruh tubuh
dengan sebaran lesi sentrifugal (menjauhi pusat).7
Varisela memiliki periode inkubasi 13-17 hari. Hal ini menunjukkan tanda yang sama
yaitu pada riwayat keluarga diketahui adik pasien mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang
lalu. Selain itu, sekitar 24 jam sebelum kelainan kulit timbul pada penderita varisela, terdapat
gejala demam, malaise, dan anoreksia. Dalam kasus ini, pasien mengalami demam, myalgia,
batuk, dan pilek selama 3 hari sebelum timbul bentol berisi cairan. Namun, dalam hal ini belum

dapat dipastikan menderita varisela yang disebabkan VZV. Untuk menegakkan diagnosis perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang pada kerokan atau bilasan dasar vesikel dan sebagainya.7
Differential Diagnosis
Variola (Smallpox)
Smallpox merupakan penyakit akut dan contagious yang didapatkan melalui infeksi virus
variola yang merupakan golongan genus Orthopoxvirus. Infeksi ini bisa didapatkan melalui
implantasi dari beberapa virion dari smallpox ke dalam orofaring atau traktus respirasi. Penyakit
ini mempunyai periode inkubasi sekita 7-17 hari. Setelah pasien terpapar kepada infeksi, pasien
akan melalui periode inkubasi tanpa symptom selama 10-12 hari. Smallpox bermula dengan
demam, pusing dan sakit belakang. Lesi pada kulit dapat timbul pada muka, mulut, faring dan
lengan. 1-4 hari sebelum onset ruam adalah merupakan fase prodromal menimbulkan demam,
pusing, sakit belakang, menggigil, muntah-muntah dan sakit badan. Ruam dapat timbul setelah
2-4 hari dan akan berlanjutan melalui peringkat, papul, vesikel, pustule dan akhirnya menjadi
scab. Scab tersebut akan menghilang pada akhir minggu ketiga atau minggu keempat. Perubahan
rash dari papul ke pustule hanya mengambil masa 1-2 hari. Rash menyebar bermula dari daerah
muka ke lengan dan kaki sebelum menyebar ke bagian tangan dan tungkai bawah. Ruam ini
dapat menyebar ke semua bagian tubuh dalam masa 24 jam.7,8
Rubeola (Measles/Morbili)
Varicella harus dibedakan dengan Rubeola. Rubeola merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus Morbili (Paramyxoviridae). Masa inkubasinya berkisar antara 10-20 hari
yang terdiri dari tiga stadium. Stadium pertama adalah stadium prodromal yang berlangsung 3-5
hari dengan gejala demam awal yang tidak telalu tinggi namun makin lama makin meninggi, 3C
(cough, conjunctivitis, dan coryza), koplik spot yang ditemukan pada 1-2 hari sebelum sampai 12 hari sesudah muncul ruam.8
Fase yang mengikuti setelahnya adalah fase erupsi, dimana ruam makulopapular
eritematous, konfluens, menyebar dari belakang telinga hingga ke seluruh tubuh. Pada fase ini
demam akan bertahan 3 hari sesudah menyebar ke seluruh tubuh dan suhu badan akan mencapai

puncak saat ruam mulai timbul. Fase yang terakhir adalah fase konvalesens dimana demam
mulai turun dan ruam akan meninggalkan bekas hiperpigmentasi selama 1-2 minggu.8
HMFD (Hand, Mouth, Foot Disease)
HMFD (hand, mouth, foot disease) atau juga dikenal sebagai Flu Singapura atau di
Indonesia dikenal dengan PTKM (Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut) adalah penyakit yang
disebabkan oleh Coxackie virus. Penyakit ini akan menimbulkan gejala demam selama 2-3 hari
yang diikuti dengan sakit leher (faringitis). Kehilangan nafsu makan, pilek dan gejala flu lainnya
juga mengikuti. Yang dapat membuat penyakit ini berbeda dengan varicella adalah bahwa lesi
hanya ada di mulut, tangan ataupun di bawah lutut. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet.8
Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung
kepada pasien (autonamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain ( aloanamnesis).
Contohnya dalam kasus yang akan dibahas yaitu varicela.
Seorang perempuan berusia 5 tahun datang dibawa orang tuanya kepuskesmas dengan
keluhan timbul bercak vesikel pada badan dan wajah sejak 1 hari yang lalu. Menurut ibunya, ada
teman sekolah anaknya yang mengalami keluhan yang sama kurang lebih 1 minggu yang lalu.
Anak tampak lemas dan nafsu makan berkurang.9
Adapun hal-hal yang perlu kita tanyakan pada saat anamnesis adalah:

Identitas pasien : nama, umur,jenis kelamin, alamat, agama.

Tempat lesi tersebut mulai timbul

Apakah lesi tersebut terasa gatal

Apakah lesi tersebut terasa nyeri, dan pola penyebaran

Perkembangan lesi tersebut

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Keluarga

Riwayat Obat

Jenis dan lama obat yang sedang diminum pasien

Riwayat penyakit keluarga.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus selalu dilakukan kepada setiap pasien adalah memeriksa
tekanan darah, suhu, nadi, serta pernafasan pasien. Pada pemeriksaan fisik ini, didapati bahwa
sang pasien tampak sakit sedang, suhu tubuh 38oC, denyut nadi 90x per menit, frekuensi
pernafasan 20x per menit, tekanan darah 90/60 mmHg dan terdapat bercak vesikopapular pada
seluruh tubuh, wajah, dan sedikit pada lengan.10
Pemeriksaan fisik ditegakkan dengan melihat lesi kulit yang khas dan ciri-ciri lainnya,
berupa :10
1. Lesi klasik berbentuk oval dengan kemerahan pada kulit bagian dasarnya.
2. Lesi kulit timbul pada tubuh dan wajah, yang diawali dengan adanya bentolan kemerahan
yang membesar selama 12 14 hari menjadi besar, berair, berisi nanah dan kering.
3. Lesi terdapat paling banyak pertama kali di bagian tubuh dan muka kemudian menyebar
ke ekstremitas
4. Lesi yang terdapat diseluruh tubuh terdiri atas lesi kulit yang tidak seragam
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis NAAT (Nucleic Acid Amplification Testing) saat ini merupakan metode
diagnosis utama. Apusan tzanck smear merupakan metode diagnosis laboratorium yang
sederhana namun mempunyai sensitivitas rendah dan tidak dapat membedakan dengan infeksi
HSV. Pada pewarnaan apusan kerokan atau bilasan dasar vesikel (apusan Tzanck menggunakan
pewarnaan Giemsa atau Wright) terlihat sel raksasa berinti banyak (multinuklear). Peningkatan
titer antibodi spesifik dapat dideteksi pada serum pasien dengan berbagai tes, termasuk antibodi
fluoresensi, aglutinasi lateks, immunoassay enzim. Serologi (peningkatan antibodi empat kali
lipat) digunakan untuk menentukan status imun pasien yang dianggap berisiko (pasien
immunocompromised atau wanita hamil) untuk menurunkan risiko penyebaran pada wabah
institusional.10
Penatalaksanaan
Untuk varisela pada imunokompeten, pengobatan yang dapat diberikan adalah:

Antivirus
Dapat diberikan pada usia pubertas, orang dewasa, penderita yang tertular orang serumah,
neonatus dari ibu yang menderita varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari sesudah melahirkan.
Bermanfaat terutama bila diberikan < 24 jam setelah timbulnya erupsi kulit. Dosis untuk obat
asiklovir adalah pada bayi/anak 4-5 x 20 mg/kg (maks 800 mg/hari) selama 5-7 hari sedangkan
pada dewasa 5 x 800 mg /hari selama 5-7 hari.11
Obat ini bertindak dengan mengganggu DNA polymerase dan efek inhibisi terhadap replikasi
DNA melalui pemutusan rantai. Pasien akan mengalami nyeri yang kurang dan pembaikan lesi
yang lebih cepat apabila obat ini diberikan dalam waktu 48 jam dari onset rash.11
Kemudian untuk obat valasiklovir dosis yang diberikan untuk dewasa 3 x 1 gram/hari selama
7 hari. Pemberian obat ini dapat memberikan efek samping seperti sakit kepala, neutropenia,
nasophararyngitis, mual, kenaikan alanine transaminase dan nyeri abdomen. Persentase efek
samping ini melebihi 10%. Selain itu, ia juga mungkin mengakibatkan dysmenorrhea, arthralgia,
muntah-muntah dan pusing. Obat ini juga dikategorikan sebagai kategori B bagi ibu hamil dan
dapat masuk ke ASI. Mekanisme kerja obat ini adalah sebagai prodrug yang berbah menjadi
asiklovir oleh metabolisme di usus dan hepar. Obat ini bersaing dengan deoksiguasinosin
trifosfat untuk viral DNA polymerase. Efeknya adalah inhibisi sintesa DNA dan replikasi
virus.11,12
Dan untuk obat famsiklovir dosis untuk dewasa 3x 250 mg/hari selama 7 hari. Efek samping
pemberian obat ini adalah sakit kepala dan mual. Selain itu, ia juga mungkin dapat
mengakibatkan diare, nyeri abdomen, dysmenorrhea dan keletihan. Dikategorikan sebagai
kategori B bagi ibu hamil. Namun, ianya tidak diketahui sama ada diekskresikan melalui laktasi
atau tidak. Obat ini merupakan prodrug kepada pensiklovir yang dapat menginhibisi replikasi
DNA virus bagi virus herpes simpleks (HSV) dan VZV. Pada penderita varisela dengan VZV
yang resisten terhadap golongan asiklovir dapat diberikan foskarnet dengan dosis 600 mg/hari
dan diberikan secara intravena. Foskarnet adalah satu-satunya obat yang sekarang tersedia untuk
pengobatan infeksi VZV resisten asiklovir.12
Obat topikal

Untuk lesi vesikular dapat diberikan bedak agar vesikel tidak pecah, dapat ditambahkan
dengan menthol 2% atau antipruritus lain. Bila vesikel sudah pecah atau menjadi krusta dapat
menggunakan salap antibiotic.12

Simtomatik
Bila sakit disertai dengan gejala maka dapat diberikan antipiretik bila terdapat demam. Dan dapat
diberikan antipruritus yaitu merupakan antihistamin yang mempunyai efek sedatif. 12
Non medika
Pengobatan non medika / non obat dapat diberikan bila demam sudah hilang dapat mandi
secara hati-hati agar vesikel tidak pecah, kemudian jangan menggaruk jaga agar vesikel tidak
pecah tunggu sampai mengering dan biarkan lepas sendiri, istirahat pada masa aktif sampai
semua lesi sudah mencapai stadium krustasi, makan makanan lunak terutama bila terdapat
banyak lesi di mulut, dan mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.12
Preventif
Secara aktif
Vaksin varicella terdiri dari virus varicella yang dilemahkan. Vaksin lebih efektif apabila
diberikan pada anak berumur 12-18 bulan kemudian pada umur 4-6 tahun. Efek samping dari
pemberian vaksin seringkali terjadi 42 hari setelah imunisasi, dan pada umumnya terjadi bila
diberikan pada anak sebelum 14 bulan, setelah pemberian vaksin MMR, dan bila anak mendapat
steroid peroral. Kemudian pemberian vaksin juga dapat diberikan 3-5 hari setelah sang anak
terpajan oleh varicella zoster virus.12
Secara Pasif
Pemberian varicella zooster immune globuline (VZIG) sebagai profilaksis setelah
terpapar virus, dan terutama pada orang orang dengan resiko tinggi. Dosis yang diberikan
adalah 125 IU / 10 kgBB. 125 IU adalah dosis minimal, sedangkan dosis maksimal adalah 625
IU dan diberikan secara intramuskuler. VZIG hanya mengurangi komplikasi dan menurunkan
angka kematian varicella sehingga pada orang orang yang tidak mengalami gangguan
imunologi lebih baik diberikan vaksin varicella. Indikasi pemberian VZIG : Bayi baru lahir dari
ibu yang menderita varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari setelah melahirkan. Anak anak

dengan leukemia atau limfoma yang belum divaksinasi. Penderita denganHIV AIDS atau dengan
imunodefisiensi. Penderita yang mendapatkan terapi imunosupresan (steroid sistemik).11
Komplikasi
Infeksi bakteri akibat Streptococcus dan staphylococcus, merupakan komplikasi yang
paling sering. Individu dengan defisiensi imun atau imunocompromised yaitu pada pasien yang
sedang menjalani terapi steroid, HIV, dll, sering mengalami penyakit berat dengan banyak lesi
yang berlangsung lama dan dapat menjadi hemoragik. Komplikasi lainnya adalah dapat terjadi
pneumonia, encephalitis, dan cerebral ataxia yang lebih sering terjadi. Anak dengan sistem
imunologis yang normal jarang mendapatkan komplikasi tersebut di atas sedangkan anak dengan
defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan
anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa
sering mendapat komplikasi tersebut.6-8
Pneumonia lebih sering pada orang dewasa (hingga 20%) terutama perokok dan wanita
hamil. Sedangkan pneumonia varisela hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak dan biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna.
Pneumonia varisela yang disebabkan oleh virus Varicela Zoster jarang didapatkan pada
anak dengan sistem imunologis normal sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau
pada orang dewasa lebih sering ditemukan.7
Ensefalitis serebelar pascainfeksi (1/6000 kasus) dan seringkali hanya memberikan gejala
ataksia 2-3 minggu sebelum timbul ruam. Normalnya dapat terjadi pemulihan sempurna, namun
dapat juga terjadi ensefalitis yang lebih luas meliputi mielitis transversa dan Sindrom GuillainBarre walaupun jarang. Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti
nistagmus, tremor, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan
kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang
berulang-ulang. Penderita varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat
meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental, dan kelainan tingkah laku.5,6
Cacar air pada kehamilan dan risiko terhadap bayi baru lahir terjadi selama 20 minggu
pertama: 1-2% neonatus dapat mengalami berat badan lahir rendah, ekstremitas pendek,
mikrosefali, katarak, dan ruam seperti zoster (sindrom varisela kongenital). Pada trimester kedua

dan ketiga bayi dapat mengalami herpes zoster aktif namun tidak ada kelainan lain dan seminggu
sebelum hingga seminggu setelah persalinan bayi dapat mengalami cacar air berat yang
berpotensi fatal.6

Prognosis
Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene) diri
dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya jaringan parut
hanya sedikit, kecuali jika pasien melakukan garukan/tindakan lain yang menyebabkan
kerusakan kulit lebih dalam. Angka kematian yang disebabkan oleh varicella 2-3 dari 100.000
kasus dan kasus kematian terendah adalah pada anak berumur 1 sampai dengan 9 tahun. Bayi
yang kurang dari 1 tahun yang terinfeksi varicella mempunyai resiko kematian 4 kali lebih besar
dari normal sedangkan bila infeksi terjadi pada orang dewasa maka resikonya adalah 25 kali
lebih besar dari normal.13
Kesimpulan
Pasien diduga menderita varisela (cacar air) yang disebabkan oleh Varisela Zoster Virus
dengan ditemukannya lenting vesikel pada badan dan wajah disertai dengan malaisme dan
Pemeriksaan lanjut atau penunjang diperlukan untuk menegakkan diagnosis dari penyakit yang
disebabkan Varisela Zoster Virus.
Daftar Pustaka
1. Diunduh dari http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaanpada-penyakit-varisela.html, pada tanggal 13 November 2015.
2. Nelson WE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed.15. Vol 2. Jakarta: EGC; 2003; 1097-100.
3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg.
Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2007.h.439-442,448-452.
4. Hassan R, Alatas H, Wahidiyat I. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Edisi ke-4. Jakarta:
FKUI; 1985.h.637-640.
5. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, White RTM. Lecture notes: penyakit infeksi.
Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga; 2008.h.115-117.
6. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2003: 94-6.

7. OLeary ST, Suh CA, Marin M. Febrile seizures and measles-mumps-rubell-vericella


(MMRV) vaccine: what do primary care physicians thinks?. Vaccine. Nov 6
2012;30(48);6731-3.
8. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,15,64-70.
9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg.
Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2007.h.439-442,448-452.
10. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.286-287.
11. Daili SF, Makes WIB. Penatalaksanaan kelompok peyakit herpes di Indonesia. Jakarta:
kelompok studi herpes Indonesia; 2004.h.20-1,23-7
12. Louisa M, Setiabudy R. Antivirus. Dalam: farkamologi dan terapi edisi 5. Jakarta:
fakultas kedokteran UI; 2009.h.643.
13. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya.
Jakarta: Erlangga; 2005: 91-3.

Anda mungkin juga menyukai