Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam mengajarkan manusia agar selalu menuntut ilmu. Banyak
ayat dalam alquran yang menjelaskan agar manusia terus menuntut ilmu sejak ia
dini, sampai menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan berilmu. Bahkan
disebutkan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Pernyataan tersebut berartian
bahwa kita harus menuntut ilmu sampai sejauh apapun ilmu tersebut berada.
Ada banyak hadits yang menunjukkan keutamaan orang berilmu, salah
satunya disebutkan bahwa orang berpengetahuan melebihi orang yang senang
beribadah, yang berpuasa, dan yang menghabiskan waktu malamnya untuk
mengerjakan shalat, bahkan melebihi orang yang berperang di jalan Allah.
Sedangkan

orang

berpengetahuan

yang

mau

mengajarkan

dan

mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain itu lebih utama, karena
tugas yang diembannya hampir sama seperti tugas yang diemban seorang rasul.
Seseorang tersebut dapat disebut sebagai pendidik.
Dalam pandangan islam, seorang pendidik juga disebut sebagai
murabi, muallim, muaddib, ataupun mursyid, dan terkadang diberi gelar sebagai
seorang ustadz, syekh, dan kiyai. Dalam konteksnya, seorang pendidik memiliki
syarat sebagai pendidik dan tugas-tugasnya yang telah diatur yang kemudian akan
kita bahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Apa pengertian pendidik dan tugas para pendidik?


Peran pendidik dalam perspektif islam?
Apa saja jenis dan syarat-syarat sebagai seorang pendidik?
Bagaimana kedudukan seorang pendidik menurut perspektif pendidikan
islam?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Tugas Pendidik
1. Pengertian Pendidik
Dalam pandangan islam, pendidik ialah mereka yang bertanggungjawab
terhadap perkembangan anak didik. Pendidik adalah setiap orang dewasa yang
karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang
lain.
Disini yang dimaksud dengan mereka yang bertanggung jawab adalah kedua
orang tua peserta didik. Orang tua peserta didik adalah orang yang paling
bertanggung jawab atas pendidikan peserta didik tersebut. Ini disebabkan oleh dua
hal yaitu, pertama adalah karena kodrat orang tua yang dititipi seorang anak dari
Allah SWT, maka mereka harus bisa mengasuh anaknya dan bertanggung jawab
atas pendidikan anaknya sehingga anak-anak mereka tidak tersesat dalam
kehidupannya. Kedua, karena kepentingan kedua orang tua itu sendiri. Sebagai
orang tua pasti mengharapkan anak-anaknya dapat menjalani hidup dengan
sukses, sehingga para orang tua harus mendidik anaknya agar dapat menghadapi
peradaban zaman.
Namun, pada zaman sekarang ini bukanlah hal yang efektif jika
pendidikan kepada anak hanya dilakukan oleh orang tua. Ini akan membutuhkan
biaya yang lebih besar, dan para orang tua hanya mempunyai waktu untuk
mendidik sang anak saja. Padahal mereka juga harus bekerja untuk menghidupi
keluarga. Maka disinilah peran sekolah sangat penting untuk peserta didik. Orang
tua menitipkan anaknya untuk dididik di lingkungan sekolah dengan
mengeluarkan biaya yang lebih ringan dan orang tua dapat bekerja untuk
memenuhi kebutuhan yang lainnya.
Dalam konteks pendidikan Islam pendidik sering disebut dengan
murabbi, muallim, muaddib, mudarris, dan mursyid.[3] Menurut peristilahan
yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, kelima istilah ini
mempunyai makna yang berbeda. Murabbi adalah orang yang mendidik dan

menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya,
masyarakat dan alam sekitarnya. Muallim adalah orang yang menguasai ilmu
dan mampu mengembangkannya sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu
pengetahuan,internalisasi serta implementasi. Muaddib adalah

orang

yang

mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun


peradaban yang berkualitas di masa depan. Mudarris adalah orang yang memiliki
kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan
keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat ,
minat dan kemampuannya. Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model
atau sentralidentifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi
peserta didiknya.
2.

Tugas Pendidik
Para ahli pendidikan islam dan ahli pendidikan barat mengartikan bahwa
tugas seorang pendidik adalah mendidik. Mendidik dapat dijabarkan dalam bentuk
mengajar, memberikan dorongan atau motivasi, memuji, menghukum, memberi
contoh ataupun dalam bentuk pembiasaan diri. Dari segala bentuk mendidik
tersebut akan menghasilkan pengaruh positif bagi pendewasaan anak.
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya
untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam literatur barat, selain mengajar seorang guru atau pendidik memiliki
tugas lain yaitu membuat persiapan mengajar, mengevaluasi hasil belajar, dan
lain-lain yang bersangkutan dengan pencapaian tujuan mengajar.
Tugas-tugas pendidik tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

a.

Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak didik dengan berbagai

cara seperti observasi, wawancara, pendekatan atau pergaulan, angket, dan


sebagainya.
b.

Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan

menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.


c.

Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara

memperkenalkan berbagai bidang keahlian, ketrampilan, agar anak didik


memilihnya dengan tepat.
d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan
anak didik berjalan dengan baik.
e.

Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui

kesulitan dalam mengembangkan potensinya.


f.

Guru harus mengetahui karakter murid.

g.

Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya baik dalam bidang

yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.


h.

Guru harus mengamalkan ilmunya, dan jangan berbuat yang berlawanan

dengan ilmu yang diajarkannya.


Tugas Pendidik Dalam Perspektif Islam
Dalam paradigma Jawa, pendidikan diidentikan dengan guru (gu dan ru)
yang berarti digugu dan ditiru. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru
memiliki seperangkat ilmu ynag memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan
dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti)
karena guru memiliki kepribadiaan yang utuh, yang karenanya segala tindak
tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekadar mentransformasikan
ilmu, tapi juga bagaimana ia mampu mengiternalisasikan ilmunya pada peserta
didiknya.
Dalam perkembangan berikutnya, paradigma pendidik tidak hanya
bertugas pengajar, yang mendoktrin peserta didiknya untuk mengusai seperangkat
pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivator dan
fasilitator dalam proses belajar mengajar. Keaktifan sangat tergantung pada

peserta didiknya, sekalipun keaktifan itu akibat dari motivasi dan pemberian
fasilitas dari pendidiknya. Seorang pendidik juga harus mampu memainkan
peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas keguruannya. Hal ini
menghindari adanya benturan fungsi dan perannya, sehingga pendidik bisa
menempatkan kepentingan sebagai individu, anggota masyarakat, warga Negara,
dan pendidik sendiri. Jadi, antara tugas keguruan dan tugas lainnya harus
ditempatkan menurut proporsinya. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik
dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.

Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program

pengajaran dan melaksanakam program ynag telah disusun serta mengakhiri


dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan (evaluasi).
2.

Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada

tingkatan kedewasaan dan berkepribadian kamil (sempurna) seiring dengan tujuan


Allah SWT yang menciptakannya.
3.

Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan diri

sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah
yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrol,
dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
2.2 Peran Pendidik Dalam Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam keberadaan, peranan, dan fungsi guru merupakan
keharusan yang tidak bisa diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa "kehadiran"
guru. Guru merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari
kurikulum, sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak didik
seharusnya belajar dengan baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan
pengetahuan dan nilai-nilai hidup. Guru merupakan resi yang berperan sebagai
"Pemberi Petunjuk" kearah masa sepan anak didik yang lebih baik.
Peran dan tanggung jawab guru dalam proses pendidikan sangat berat.
Apalagi dalam konteks pendidikan Islam, dimana semua aspek kependidikan
dalam Islam terkait dengan nilai-nilai (value bound), yang melihat guru bukan
hanya pada penguasaan material-pengetahuan, tetapi juga pada investasi nilai-nilai

moral

dan spiritual

yang

diembannya

untuk

ditransformasikan

kearah

pembentukan kepribadian anak didik. Sebagai komponen paling pokok dalam


Islam, guru dituntut bagaimana membimbing, melatih, dan membiasakan anak
didik berprilaku baik. Karena itu, eksistensi guru tidak saja mengajarkan tetapi
sekaligus mempratekkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai kependidikan Islam.
Banyak peranan guru yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau
siapa saja yang telah yang menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang
diharapkan dari guru seperti diuraikan dibawah ini.
a. Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan
mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami
dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki
dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah.
Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-berbeda sesuai dengan sosial
kultural masyarakat dimana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya.
Semua nilai yang baik harus guru perhatikan dan semua nilai yang buruk harus
disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti
guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan
mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang
harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah.
Tetapi diluar sekolahpun harus dilakukan. Sebab tidak jarang diluar sekolah anak
didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila,
moral, sosial dan agama yang hidup di masyarakat.
b. Inspirator
Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi
kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik.
Guru harus dapa memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik.
Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari teori-teori belajar, dari penaglaman
pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting
bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.
c. Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan


ilmu pengeahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap
mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik
dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak
didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah
sebagai kuncinya, ditopang dengan bahan yang akan diberikan kepada anak didik.
d. Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru.
Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik,
menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya.
Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efesiensi
belajar pada diri anak didik.
e. Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar
bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat
menganalisis motif-motif yang melatar belakangi anak didik malas belajar dan
menurun perestasinya di sekolah. Peranan guru sebagai motivator sangat penting
dalam intrkasi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan pendidik yang
membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi
dan sosialisasi diri.
f. Inisiator
Dalam perannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide
kemajuan dalam pendidikan pengajaran. proses intraksi edukatif yang ada
sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang pendidikan.
g. Fasilitator
Sebagai

fasilitator, guru

hendaknya

dapat

menyediakan

fasilitas

yang

memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang


tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang
berantakan, fasilitas belajar yang kurang memadai. Menyebabkan anak didik
malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan

fasilitas, sehingga akan tercipata lingkungan belajar yang menyenangkan anak


didik.
h. Pembimbing
Peranan guru yang tak kalah pentingnya dari semua peranan yang telah
disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih
dipentingkan. Karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak
didik menjadi manusia dewasa. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami
kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
i. Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami.
Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran
yang sukar dipahami anak didik. Guru harus berusaha membantunya, dengan cara
memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru
inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan
pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan pengajaran pun dapat tercapai
dengan efektif dan efisien.
j. Pengelolaan Kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik,
karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka
menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan
menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola
dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Kelas yang terlalu padat
dengan anak didik, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak
menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak
sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar
agar nnencapai hasil yang baik dan optimal.
k. Mediator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan dalarn berbagai bentuk dan jenisnya, baik
media nonmaterial maupun materil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi

guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan


semua media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan
pengajaran.
l. Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan
menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus
guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar
mengajar menjadi lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan
hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena
pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan
yang dimilikinya. atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol
daripada orang-orang yang disupervisinya. Dengan sernua kelebihan yang
dimiliki, ia dapat melihat, menilai atau mengadakan pengawasan terhadap orang
atau sesuatu yang disupervisi.
m. Evaluator
Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik
dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan
intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek
kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal ini, guru harus
bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap
kepribadian anak didik tentu lebih diutamakan daripada penilaian terhadap
jawaban anak didik ketika diberikan tes. Anak didik yang berprestasi baik, belum
tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi, penilaian itu pada hakikatnya
diarahakan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila
yang cakap.
2.3 Jenis dan Syarat-syarat sebagai Pendidik
1.

Jenis Pendidik

Menurut Prof.Dr. Mohammad Athiyah Al-Abrasyi, pendidik dibedakan menjadi


tiga macam, yaitu:

a. Pendidik kuttab, yaitu pendidik yang mengajarkan alquran pada anak-anak di


kuttab.
b. Pendidik umum, yaitu pendidik pada umumnya. Ia mengajar di lembagalembaga pendidikan yang mengelola atau melaksanakan pendidikan islam
secara formal seperti madrasah, pondok pesantren, pendidikan di masjid dan
surau,ataupun pendidikan informal seperti pendidikan yang dilakukan dalam
keluarga.
c. Pendidik khusus, yaitu pendidik yang memberi pelajaran khusus kepada
seseorang atau lebih dari seorang dari anak pembesar, pemimpin negara atau
khalifah, seperti pendidikan yang dilakukan dirumah-rumah misalnya di Istana.
2.

Syarat-syarat sebagai Pendidik

Soejono (1982:63-65) menyatakan bahwa syarat secara umum sebagai seorang


pendidik atau biasa disebut sebagai guru adalah sebagai berikut:
a.

Sudah dewasa, yaitu orang dewasa yang dapat diberi tanggung jawab. Di
negara kita, seseorang dianggap dewasa sejak umur 18 tahun atau dia sudah
kawin. Menurut ilmu pendidikan, umur 21 tahun adalah tahun laki-laki dan
tahun perempuan cukup dewasa.

b.

Sehat jasmani dan rohani. Jika seorang pendidik tidak sehat jasmani atau
sakit, akan mengganggu kegiatan mengajar. Bahkan dapat menularkan
penyakitnya kepada peserta didik. Dan jika seorang itu tidak sehat rohani,
maka akan sangat berbahaya pada perkembangan peserta didik. Bagaimana
mungkin seorang peserta didik yang meniru pendidik yang sakit rohaninya
akan berhasil.

c.

Harus ahli.

d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.


Sedangkan syarat guru dalam islam yaitu:
a.

Umur, harus sudah dewasa.

b.

Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.

c.

Keahlian, harus ahli dalam bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu
mendidik (termasuk ilmu mengajar).

10

d. Harus berkepribadian muslim.


Dalam ilmu pendidikan Islam, secara umum guru yang baik harus
mempunyai kriteria-kriteria di bawah ini :
a.

Bertaqwa kepada Allah.

b.

Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru.

c.

Sehat jasmaninya.

d.

Berkelakuan baik / berakhlak mulia.

e.

Bertanggung jawab dan berjiwa nasional

2.4 Kedudukan Seorang Pendidik Menurut Perspektif Pendidikan Islam


Kita menemukan banyak sekali hadits yang mengajarkan betapa tinggi
kedudukan orang berpengetahuan yang biasanya dihubungkan pula dengan orang
yang menuntut ilmu. Al-Ghazali menjelaskan kedudukan sangat tinggi yang
diduduki oleh orang berpengetahuan dengan ucapannya bahwa orang alim yang
bersedia mengamalkan pengetahuannya adalah orang besar di semua kerajaan
langit. Dia seperti matahari yang menerangi alam. Ia mempunyai cahaya dalam
dirinya. Seperti minyak wangi yang mengharumi orang lain karena ia memang
wangi.
Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu
mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu itu
kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh Islam.
Mengutip kitab Ihya Al-Ghazali yang mengatakan bahwa siapa yang memilih
pekerjaan mengajar maka ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan
penting. guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan Islam amat
menghargai ilmu.
Penghargaan Islam terhadap ilmu tergambar dalam sebuah sebuah hadits:
"Apabila seorang alim meninggal maka terjadilah kekosongan dalam Islam
yang tidak dapat diisi kecuali oleh seorang alim yang lain."
Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi
ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat

11

dari belajar dan mengajar. Yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar
adalah guru. Maka tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guru. Tak
terbayangkan terjadinya perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang belajar
dan mengajar dan tak terbayangkan pula adanya belajar dan mengajar tanpa
adanya guru.
Tingginya keudukan guru dalam islam masih dapat disaksikan secara
nyata pada zaman sekarang. Itu dapat kita lihat terutama di pesantren-pesantren di
Indonesia. Santri bahkan tidak berani menantang sinar mata kyainya. Sebagian
lagi membungkukkan badan tatkala mengahadap rumah kyainya. Bahkan, konon
ada santri yang tidak berani kencing menghadap rumah kyai sekalipun berada
dalam kamar yang tertutup. Betapa tidak, mea silau oleh tingkah laku kyai yang
begitu mulia, sinar matanya yang menembus, ilmunya yang luas dan dalam,
doanya yang diyakini mujarab.
Ada penyebab khas mengapa orang Islam amat menghargai guru, yaitu
pandangan bahwa ilmu itu semuanya bersumber pada Tuhan.
Oleh sebab itu, Allah azza wa jalla berfirman:
Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Al-Baqarah: 32)
Sebenarnya terjemahan Hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat,
Karena arti Hakim ialah: yang mempunyai hikmah. hikmah ialah penciptaan dan
penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. di sini diartikan
dengan Maha Bijaksana Karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti
Hakim.
Ilmu datang dari Tuhan. Guru pertama adalah Tuhan. Pandangan yang
menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang Islam
bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari guru. Maka
kedudukan guru amat tinggi dalam Islam.
Pandangan ini selanjutnya akan menghasilkan bentuk hubungan antara guru dan
murid. Hubungan guru-murid dalam Islam tidak berdasarkan hubungan untungrugi dalam arti ekonomi yang menyebabkan pernah muncul pendapat di kalangan

12

ulama Islam bahwa guru haram mengambil upah (gaji) dari pekerjaan mengajar.
Hubungan murid-murid dalam Islam pada hakekatnya adalah hubungan
keagamaan, suatu hubungan yang mempunyai niali kelangitan.
Kedudukan guru yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya memang
berbeda dari kedudukan guru di dunia Barat. Perbedaan itu jelas karena di Barat
kedudukan itu tidak memiliki warna kelangitan. Hubungan guru-murid juga
berbeda. Perbedaan itu juga karena hubungan guru-murid di Barat tidak lebih dari
sekedar orang yang pengetahuannya lebih banyak daripada murid. Hubungan
guru-murid juga tidak lebih dari sekedar pemberi dan penerima. Karenanya maka
wajarlah bila di Barat hubungan guru-murid adalah hubungan kepentingan antara
pemberi dan penerima jasa (dalam hal ini pengetahuan). Karena itu, hubungan
juga dilihat oleh pembayaran yang dilakukan berdasarkan perhitungan ekonomi.
Dalam sejarah, hubungan guru-murid dalam Islam ternyata sedikit demi sedikit
berubah.

13

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pandangan islam, pendidik ialah mereka yang bertanggungjawab
terhadap perkembangan anak didik. Pendidik adalah setiap orang dewasa yang
karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang
lain.
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya
untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam
itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajar
dan mengajar. Yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru.
Maka tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guru. Tak terbayangkan
terjadinya perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang belajar dan mengajar
dan tak terbayangkan pula adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru.

3.1 Saran
Penulis masih menyadari akan ketidak sempurnaan pembuatan makalah ini,
maka dari itu penulis meminta saran dan kritik yang mendukung untuk makalah
ini, agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya bisa lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

14

http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/03/pendidik-dalam-perspektifislam.html
http://003saleha.blogspot.com/2013/10/makalah-pendidik-dalam-perspektif.html
http://mininoton.blogspot.com/2013/05/makalah-kedudukan-guru-dalamislam.html

15

Anda mungkin juga menyukai