Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Defenisi
Kustaadalahpenyakitinfeksiyangkronik,yangdisebabkanolehMycobacteriumleprae
yangbersifatintraselularobligat.Sarafperifersebagaiafinitaspertama,lalukulitdanmukosa
traktusrespiratoriusbagianatas,kemudiandapatkeorganlainkecualisusunansarafpusat..
KustabiasadisebutjugalepraataumorbusHansen1,2.
Faktorfaktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara
penularan,keadaansocialekonomi,danlingkungan,variangenetikyangberhubungandengan
kerentanan,perubahanimunitas,dankemungkinanadanyareservoirdiluarmanusia1.
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang
sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum jelas betul, terminologi dan
klasifikasinya masih bermacammacam. Mengenai patofisiologinya yang belum jelas perlu
diterangkansecaraimunologik.Reaksiimundapatmenguntungkan,tetapidapatpulamerugikan
yangdisebutreaksiimunpatologik,danreaksikustatermasukdidalamnya1.
Dua bentuk utama adalah tuberkuloid dan lepromatous. Dua jenis lainnya yaitu
IndeterminatedanBorderline.Lesiindeterminatemampuberkembangmenjadituberkuloidatau
lepromatous.LesiBorderlinememilikibetukklinisdanhistologisbiasdikeduaduanya.Lesi
Borderlinetidakstabildancenderunguntukmengalami downgrade terhadaplepromatosa,
terutama jika tidak diobati atau mengalami upgrade terhadap tuberkuloid. Perkembangan
penyakit ini biasanya lambat, tapi kadangkadang perubahan status imunologi dari pasien
mengalami perubahan secara tibatiba dan keadaan reaksional terjadi. Reaksi kusta dibagi
menjaditipe1reaksiyangterjadipadapenyakit borderline danberkaitandengan upgrade
ataudowngradedantipe2reaksi,ataueritemanodosumleprosum2,5.

B.Etiologi
Sampaisaatini,penyebabpastitimbulyaENLbelumdiketahui.Penderitabaikyangtelah
diobatimaupunyangbelum.FaktorpencetusterjadinyaENLadalahinveksivirus,stress,infeksi
tuberculosisvaksinasidankehamilan.3

C.Epidemiologi
Eritemanodosumleprosumterjadipadapasiendenganlepromatosaatau,kadangkadang,
denganborderlinelepromatosa.Eritemanodosumleprosumbiasanyaberhubungandenganterapi
multidrugtetapidapatdilihatpadapasienyangtidakdiobati.Padatahunpertamaterapisulfon,
lebih dari setengah dari penderita kusta lepromatosa di Asia Tenggara mengalami dan
mengembangkanENL.Umumnyaterdapatlaporandariantara15%dan50%daripenderitakusta
lepromatosa mengembangkan ENL dalam tahun pertama pengobatan. Namun, ENL dapat
mengembangkankemudianselamaterapiataubahkansetelahpenghentianterapi.Reaksitidak
selaluberhubungandenganterapidantampaknyamenjadimanifestasipenyakit.Faktorpencetus
termasuk operasi bedah, kehamilan, nifas, menyusui, menstruasi, trauma, infeksi penyerta,
vaksinasi,stresfisikataumental,danpengobatanyangtidakrutin2.
Eritemanodosumdapatberhubungandenganberbagaiprosespenyakitdanpengamatan
yang harus selalu diikuti dengan mencari etiologi yang mendasari. Sebuah tinjauan literatur
mengungkapkanbahwadaftarfaktoretiologiyangdapatmenyebabkaneritemanodosumpanjang
dan bervariasi, termasuk infeksi, obatobatan, penyakit ganas, dan kelompok aneka macam
kondisi,meskipunadavariasigeografisyangcukupterkaitdenganinfeksiendemik,dinegara
kitainfeksistreptokokusadalahfaktoretiologiyangpalingseringuntukeritemanodosumpada
anakanak,sedangkanproseslainnyamenular,obatobatan,sarkoidosis,gangguanautoimundan
penyakitinflamasiususyangpalingseringdikaitkangangguanpadaorangdewasa4,5.

Eritemanodosumleprosum(ENL),atautipe2reaksi,adalahinflamasiakut.Kondisi
yangmelibatkanTNFadankompleksimundimediasiresponimundenganinfiltrasidengan
Th2sel,yangseringterjadipalingseringpadapasienLepromatousLeprosy,jarangpadapasien
Borderlinedanlebihseringterlihatpadapasiendenganindeksbakteriyangtinggi.ReaksiENL
mungkinterjadiselamaatausetelahpengobatantetapijugamungkinfiturpresentasipadapasien
baruyangdatanguntukdiagnosis.Gejalaklinismeliputigambarankhasnodulmerahyangterasa
nyeridikulit.Organorganlainyangdapatterlibatdalamreaksisistemikiniadalahkelenjar
getahbening,hati,ginjal,limpa,saraf,mata,testisdansendi.GejalakronikdanberulangENL
bisaberlangsungselamaberbulanbulanataubertahuntahundandapatmenyebabkanneuropati
kronisdankecacatanataubahkankematianjikadibiarkantanpapengobatan2.

BABII
PATOFISIOLOGI

Eritema nodosum dianggap sebagai respon hipersensitivitas terhadap berbagai faktor


pemicu.Variasiyangmemungkinkanrangsanganantigenikyangdapatmenimbulkaneritema
nodosummenunjukkanbahwagangguaninimerupakanproses reaktifkulitdankulitsendiri
telahmemilikibatasresponterhadapagenyangberbedabeda.Eritemanodosummungkinhasil
daripembentukankompleksimundandeposisimerekadidalamdansekitarvenuladarisepta
jaringanikatlemaksubkutan.Peredarankompleksimundanaktivasikomplementelahdicatat
pada pasien dengan eritema nodosum. Gambaran histopatologi pada lesi sepenuhnya
dikembangkan yang mengarahkan pada mekanisme hipersensitivitas tipe lambat dan studi
imunofluoresensilangsungmenunjukkanjumlahimunoglobulindalamdindingpembuluhdarah
septalemaksubkutan4.
Lesi awal eritema nodosum yang histopatologi ditandai dengan infiltrasi inflamasi
neutrophilyangmelibatkanseptumdarijaringansubkutan.Penelitiansaatinitelahmenunjukkan
bahwapasienyangmenderitaeritemanodosummemilikipersentaseintermedietoksigenreaktif
(ROI)yanglebihtinggiempatkalilipat,yangdiproduksiolehneutrofilaktifdalamdarahperifer
dibandingkandenganpasienyangsehat.Selainitu,persentaseproduksiselROIpadapasien
denganeritemanodosumberhubungandengankeparahandarigejalaklinis.Datainimendukung
bahwa ROI mungkin memiliki peran dalam patogenesis eritema nodosum. ROI mungkin
memberikan efek dengan kerusakan jaringan oksidatif dengan mempromosikan peradangan
jaringan4.
HasiltemuanimunologikdanpendukungkonsepENLsebagaipenyakitkompleksimun
yangkhas.Seringterdapatketidakseimbangansementaradalammekanisme immunoregulatory
padapenderitadenganENL,rasioantaraCD4positifdanCD8positifTlimfositmeningkatpada
pembuluhdarahperifer,terlihatsebelumseranganENLdankembalinormalbilalesimereda.
Patogenesismungkinlebihkompleks,danmekanismeimunologilainnyamungkinterlibatjuga.
4

pada pasien lepromatosa jumlah besar antigen mikobakterium hadir dalam makrofag untuk
periodewaktuyanglama,yangsecaraefektifdipisahkandariantibodipemicuterjadipadasaat
yang sama dalam darah dan cairan intersitial. Masih belum diketahui sifat proses yang
menghasilkan pelepasan antigen secara tibatiba dari makrofag atau pelepasan antigen yang
disebabkanolehprosesimunologiatausebaliknya.Hasilstudiyangdilakukanjugadiperlukan
untukmembuatperanyangdilakukanolehsitokinyangberbedadiENL.Dalamhalapapun,
pelepasanantigenmikobakteriumdarimakrofagdiperlukanuntukpembentukandandeposisi
kompleksimundenganmenginduksikerusakanjaringanakutdangejalakliniskhasENL5.

BABIII
GEJALAKLINIK

BilakumanM.lepraemasukkedalamtubuhseseorang,dapattimbulgejalaklinissesuai
dengankerentananorangtersebut.Bentuktipeklinisbergantungpadasistemimunitasseluler
(SIS)penderita.BilaSISbaikakantampakgambarankliniskearahtuberkuloid,sebaliknyaSIS
rendahakanmemberikangambaranlepromatosa1,2.
ENL lebih banyak terjadi pada saat pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena banyak
kumankustayangmatidanhancur,berartibanyakantigenyangdilepaskandanbereaksidengan
antibodi,sertamengaktifkansystemkomplemen.Kompleksimuntersebutterusberedardalam
sirkulasidarahyangakhirnyadapatmelibatkanorgan.Padakulitakantimbulgejalaklinisyang
berupanoduseritema,dannyeridengantempatpredileksidilengandantungkai.Bilamengenai
organlaindapatmenimbulkangejalasepertiiridosiklitis,neuritisakut,limfadenitis,arthritis,
orkitis,dannefritisakutdenganadanyaproteinuria1.
Noduldapatmenjadikonfluenyangmengakibatkanplakeritematosa.Dalamkasusyang
jarang terjadi, lesi lebih luas mungkin muncul, yang melibatkan paha, aspek ekstensor dari
lengan,leher,danbahkanwajah.Padaawalnya,nodulmenunjukkanwarnamerahcerahdan
meningkatsedikitdemisedikitdiataskulit.Dalambeberapahari,lesimenjadidatar,dengan
warna merah atau keunguan. Akhirnya, lesi menunjukkan lesi berwarna kekuninga atau
kehijauan sering memberikan tampilan seperti luka memar dalam ("eritema contusiformis").
Perubahan warna yang diakibatkan ini cukup spesifik untuk eritema nodosum dan
memungkinkandiagnosisyangspesifikpadalesitahapakhir.Ulserasitidakpernahterlihatdi
eritemanodosumdannodulsembuhtanpaatrofiataujaringanparut.Biasanyaseranganakut
6

eritemanodosumberhubungandengandemam3839C ,kelelahan,malaise,artralgia,sakit
kepala,sakitperut,muntah,batuk,ataudiare4.

KlasifikasiReaksiKustatipe2
Gejala

Lesi kulit

Konstitusi

Reaksi ringan

ENL

yang

Reaksi Berat

nyeri

tekan ENL nyeri tekan, ada yang

berjumlah sedikit, biasanya

sampai pecah (ulseratif), jumlah

hilang sendiri dalam 2-3 hari

banyak, berlangsung lama

Tidak ada demam atau ringan

Demam ringan sampai berat

saja
Saraf tepi

Organ tubuh

Tidak

ada

neuritis

(nyeri

Ada neuritis (nyeri tekan dan

tekan atau gangguan fungsi)

gangguan fungsi)

Tidak ada gangguan

Terjadi peradangan pada organorgan

tubuh,

yaitu

mata

(iridosiklitis),

testis

(epididimoorkitis),

ginjal

(nefritis), sendi (artriis), kelenjar


limfe ( limfadenitis), gangguan
pada

tulang,

tenggorok.

hidung

dan

Gambar.1
Gambar.2

Meskipun episode ENL mungkin sesekali atau terus-menerus, pada pasien yang lebih
parah, episode bisa sering hampir tidak berhenti. pada akhir, indurasi otot paha anterior bagian
lateral lengan adalah gambaran khas, mungkin fibrosis reversibel. Perjalanan ENL dapat
memanjang dan rata-rata durasi diperlukan pengobatan anti-inflamasi adalah sekitar 5 tahun 8.

BAB IV
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan bakterioskopik 5
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan
mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain
dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Jumlah tempat yang diambil untuk pemeriksaan ruitn
sebaiknya minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain
yang paling aktif (yang paling eritematosa dan infiltratif)
Cara pengambilan bahan dengan menggunakan skalpel steril. Setelah lesi tersebut
didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik, sehingga
kerokan jaringan mengandung sedikit mungkin darah. Irisan yang dibuat harus sampai di
dermis, melampaui subepidermal clear zone agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak
mengandung sel Virchow (sel lepra) yang di dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan
jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan Ziehl-Neelsen.
M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA) akan tampak merah pada sediaan.
Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular).
Bentuk solid adalah basil hidup, sedangkan fragmented dan granular merupakan bentuk mati.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan indeks bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada
BTA dalam 100 lapang pandang (LP), 1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP, 2+ bila 1-10 BTA
dalam 10 LP, 3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP, 4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1
LP, 5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP, 6+ bila >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.
Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi pada
9

pembesaran lensa obyektif 100x. IB seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat
sediaan.
2. Pemeriksaan histopatologik 5
Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikellingi oleh limfosit yang disebut tuberkel
akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan sistem
imunitas selular rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M. leprae yang
sudah ada di dalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel Virchow
atau sel lepra atau sel busa.
Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivat-derivatnya. Gambaran
histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak
ada basil atau hanya sedikit dan nonsolid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis
yang jarinagnnya tidak patologik.

Figure 5

Figure 6

Figure 5. Biopsy specimen of the nodule revealing an edematous dermis with


lymphoplasmacytic infiltrate along with neutrophils surrounding sweat gland coils and
blood vessels showing endothelial edema (H&E, x10)
Figure 6. View of the biopsy specimen showing numerous lymphocytes and epitheloid
cells with a few foreign body giant cells (H&E, x40)

Biopsi kulit menunjukkan hiperkeratosis dan epidermis acanthotic dermis pada bagian
atas edema dengan kapiler menunjukkan endotel bengkak dengan infiltrat perivaskular dan
10

periadnexal lymphoplasmacytic dan neutrofil. Lemak subkutan menunjukkan panniculitis


lobular ditandai dengan limfosit perivaskular, eosinofil, dan histiosit.

3. Pemeriksaan serologik 5
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh
seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik
terhadap M. leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein
16 kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi antilipoarabinomanan (LAM), yamg juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis. Macam-macam
pemeriksaan serologik kusta ialah:

Uji MLPA (M. leprae Particle Aglutination)


Uji ELISA
ML dipstick (M. leprae dipstick)

Cara memeriksa gangguan fungsi saraf dan kelemahan otot adalah dengan teknik
voluntary muscle test (VMT) atau tes kekuatan otot dan untuk memeriksa berkurangnya rasa raba
dilakukan sensitivity test (ST) atau tes rasa raba. Untuk membantu diagnosis ENL dapat
dilakukan penyelidikan tentang abnormalitas konduksi saraf termasuk sebagai berikut:

Konduksi yang melambat secara segmental terlihat pada tempat-tempat terperangkap


(segmen siku dari saraf ulnaris), latensi distal memanjang, berkurangnya (sensorik atau

motorik) velositas konduksi saraf.


Berkurangnya amplitude dari evoked motor responses (compound muscle action

potentials [CMAPs]) atau hilangnya amplitudo rendah dari potensial sensoris.


Saraf-saraf yang paling sering terlibat didalamnya adalah saraf ulnaris, peroneal, median,
dan saraf-saraf tibial.
Pemeriksaan penunjang pada ENL dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan histopatologi

11

Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel darah merah
dalam urine yang dapat menunjukkan terjadinya glomerulonefritis akut. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop, dapat terlihat kompleks imun pada
glomerulus ginjal. Pada pemerksaan hematologi dapat ditemukan leukositosis PMN,
trombositosis, peninggian LED, anemia normositik normokrom dan peninggian kadar

gammaglobulin
Pemerikaan histologi, ENL akan menunjukkan inflamasi akut berupa lapisan infiltrat
pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan LL7. Selain itu, akan tampak
peningkatan vaskularisasi dengan dilatasi kapiler pada dermis bagian atas dan pada
dermis bagian bawah terdapat infiltrasi lekosit polimorfonuklear yang lokalisasinya
disekeliling pembuluh darah dan menyerang dinding pembuluh darah.3 Terdapat
pembengkakan dan edema endothelium vena, arteriole dan arteri-artei kecil pada lasi
ENL. Fragmen basil sedikit dan, terdapat disekitar pembuluh darah. Kerusakan dinding
vaskuler ini mengakibatkan ekstravasasi eritrosit.4

12

BAB V
DIAGNOSIS BANDING
1. PANNICULLITIS 9
Panniculitis adalah sekelompok penyakit dengan ciri adalah peradangan jaringan adipose
subkutan (lapisan lemak di bawah kulit adiposus panniculus). Gejalanya berupa nodul kulit
lembut, dan tanda-tanda sistemik seperti penurunan berat badan dan kelelahan.
Panniculitis dapat diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidak adanya gejala sistemik.
Panniculitis tanpa penyakit sistemik dapat berupa trauma. Panniculitis dengan penyakit sistemik
dapat disebabkan:

Gangguan jaringan ikat seperti lupus erythematosus atau scleroderma. Penyakit

limfoproliferatif seperti limfoma atau Histiositosis


Pancreatitis atau kanker pankreas
Sarcoidosis dengan keterlibatan kulit (terlihat pada sampai dengan 20 persen) dan

banyak penyebab lainnya.


Defisiensi Alpha 1-antitrypsin, juga merupakan penyebab utama dari Panniculitis

Gejala Panniculitis
Munculnya satu atau beberapa nodul lemak subkutan adalah cirri khas panniculitis
akut.Nodul dengan struktur yang lembut. Mengandung minyak dan nanah.Lesi terjadi dari satu
sampai delapan minggu sebelum menghilang pada beberapa pasien panniculitis nodular, dapat
bersifat kambuhan. Gejala lain mungkin berupa demam, fungsi hati yang abnormal, keterlibatan
sum-sum tulang, perdarahan, lesi paru nodular dan bukti penyakit pankreas.
3. SWEET SYNDROME 9

13

Sindrom Sweet (Sweets syndrome) dikenal pula sebagai acute febrile neutrophilic
dermatosis. Sindrom Sweet merupakan kondisi kulit langka yang ditandai dengan demam dan
lesi kulit menyakitkan yang muncul terutama pada lengan, leher, wajah, dan punggung.
Sindrom Sweet ditandai dengan kemunculan tiba-tiba benjolan merah kecil di lengan,
leher, wajah, atau punggung sering setelah demam atau infeksi saluran pernapasan atas. Ukuran
benjolan tumbuh dengan cepat, menyebar membentuk cluster menyakitkan dengan diameter
hingga 3 cm.
Penyebab pasti kondisi ini tidak diketahui. Pada sebagian orang, sindrom Sweet dipicu
oleh infeksi, penyakit, atau obat-obatan tertentu. Sindrom ini juga dapat terjadi menyertai
beberapa jenis kanker. Dalam kebanyakan kasus, penyebab sindrom Sweet belum diketahui.
Sindrom Sweet sering dikaitkan dengan kanker, terutama leukemia. Pengobatan paling umum
untuk sindrom Sweet adalah pil kortikosteroid, seperti prednisone.

14

BAB VI
PENATALAKSANAAN

Pengobatan kusta disarankan memakai program Multi Drugs Therapy (MDT), yang
direkomendasikan oleh WHO sejak 1981. Tujuan dari program MDT adalah: mengatasi resistensi dapson
yang semakin meningkat, menurunkan angka putus obat (drop-out rate) dan ketidaktaatan penderita 1.
Obat obat dalam rejimen MDT-WHO 1, 9

1. Dapson
Sifat dan Farmakologi : Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim
dihidrofolat sintetase. Dapson bekerja sebagai anti metabolit PABA. Indeks morfologi
kuman penderita LL yang diobati dengan Dapson biasanya menjadi nol setelah 5 sampai
6 bulan.
Dosis : Dosis tunggal yaitu 50-100 mg/hari untuk dewasa atau 2 mg/kg berat badan
untuk anak-anak.
Efek samping : Erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia,
nekrolisis epidermal toksik, hepatitis dan methemoglobinemia. Efek samping tersebut
jarang dijumpai pada dosis lazim.
2. Rifampisin
Sifat dan Farmakologi : Rifampisin merupakan bakterisidal kuat pada dosis lazim dan
merupakan obat paling ampuh untuk kusta saat ini. Rifampisin bekerja menghambat
enzim polimerase RNA yang berikatan secara irreversibel. Namun obat ini harganya
mahal dan telah dilaporkan adanya resistensi.
Dosis : Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kgBB) mampu membunuh kuman kirakira 99.9% dalam waktu beberapa hari.
Efek samping : hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal dan erupsi kulit.
3. Klofazimin
Sifat dan Farmakologi : Obat ini bersifat bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya
diduga melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Obat ini juga mempunyai efek
anti inflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta.
15

Dosis : 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1 mg/kgBB/hari.
Selain itu dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe
I dan 2.
Efek samping : Hanya terjadi pada dosis tinggi berupa gangguan gastrointestinal (nyeri
abdomen, diare, anoreksia dan vomitus).
Prinsip dalam penatalaksanaan reaksi kusta adalah mengontrol neuritis akut dalam
rangka pencegahan anastesi, paralisis dan kontraktur, serta menghentikan kerusakan pada mata
dan mencegah kebutaan.9Prinsip pengobatan reaksi kusta : 1). Istirahat / imobilisasi 2).
Pemberian analgesik / sedatif 3). Pemberian obat anti reaksi pada reaksi berat 4). MDT
diteruskan dengan dosis tidak berubah.
Penatalaksanaan reaksi kusta berbeda tergantung manifestasi dan berat ringannya
penyakit. 9
1. Reaksi ringan
Pada reaksi ENL ringan dapat diberikan analgesik / antipiretik seperti Aspirin atau
Asetaminofen, berobat jalan dan istirahat di rumah, reaksi kusta ringan yang tidak membaik
setelah pengobatan 6 minggu harus diobati sebagai reaksi kusta berat.

2. Reaksi berat
Berikut adalah pedoman WHO untuk pengelolaan reaksi eritema nodosumleprosum
(ENL) berat.

Prinsip umum:
1. Reaksi ENL berat sering berulang dan kronis serta dapat bervariasi dalam
manifestasinya.
2. Manajemen ENL berat yang terbaik dilakukan oleh dokter di pusat rujukan.
3. Dosis dan durasi obat anti reaksi yang digunakan dapat disesuaikan oleh dokter
sesuai dengan kebutuhan pasien individu.
4. Pemberian prednisone dengan cara bertahap atau tappering off selama 12
minggu. Setiap 2 minggu pemberian prednison harus dilakukan pemeriksaan
untuk pencegahan cacat.
5. Pemberian analgetik, bila perlu sedatif
6. Reaksi tipe II berulang diberikan prednison dan clofazimin
7. Imobilisasi lokal dan bila perlu penderita dirawat di rumah sakit
Manajemen dengan kortikosteroid 9:
1. Jika masih dalam pengobatan anti lepra, lanjutkan pemberian MDT.
16

2. Gunakan analgesik dengan dosis adekuat untuk mengatasi demam dannyeri.


3. Gunakan prednisolon dengan dosis per hari tidak melebihi 1mg/KgBB dengan
total durasi pemberian 12 minggu.
Minggu

Dosis harian

1-2

40 mg

3-4

30 mg

5-6

20 mg

7-8

15 mg

9-10

10 mg

11-12

5 mg

Manajemen dengan klofazimin dan kortikosteroid:

Indikasinya pada kasus ENL berat yang tidak berespon dengan pengobatan
kortikosteroid atau dimana risiko toksisitas dengan kortikosteroid yang tinggi.
1. Jika masih dalam pengobatan anti lepra, lanjutkan pemberian MDT.
2. Gunakan analgesik dengan dosis adekuat untuk mengatasi demam dannyeri.
3. Gunakan prednisolon dengan dosis per hari tidak melebihi 1mg/KgBB.
4. Mulai pemberian klofazimin 100mg 3xsehari selama maksimum 12 minggu.
5. Teruskan terapi standar prednisolon. Dilanjutkan dengan pemberian klofazimin
seperti di bawah ini.
Manajemen dengan klofazimin saja:

Indikasinya pada kasus ENL berat dimana terdapat kontraindikasi penggunaan


kortikosteroid.
1. Jika masih dalam pengobatan anti lepra, lanjutkan pemberian MDT.
2. Gunakan analgesik dengan dosis adekuat untuk mengatasi demam dan nyeri.
3. Mulai pemberian klofazimin 100mg 3xsehari selama maksimum 12 minggu.
4. Kurangi dosis klofazimin sampai 100mg 2xsehari selama 12 minggu dan
kemudian 100mg 1 x sehari selama 12-24 minggu.
Minggu

Dosis harian

1-4

40 mg

5-8

30 mg

9-12

20 mg

13-16

15 mg

17-20

10 mg

17

21-24

5 mg

Obat lain yang berguna dalam pengobatan reaksi ENL adalah pentoxifylline saja atau
dalam kombinasi denganklofazimin/ prednisolone. Karena alasanefek samping teratogenik,
WHO tidak menganjurkan penggunaanthalidomide untuk manajemenreaksi ENL pada
kusta.nPengobatan reaksi kusta tipe II berulang selain prednison, perlu ditambahkan clofazimin
dengan dosis dewasa sebagai berikut : Selama 2 bulan 3 X 100 mg / hari , Selama 2 bulan2 X
100 mg / hari Selama 2 bulan1 X 100 mg / hari 9.
Komplikasi
Neuropati dapat menginduksi terjadinya trauma, nekrosis, infeksi sekunder, amputasi jari
dan ekstremitas. Pengobatan kortikosteroid hanya 60% memperbaiki fungsi saraf. Kontraktur
dapat menyebabkan kekakuan, yang akibatnya dapat terjadi clawing hand and feet. Terjadinya
kelemahan dari hilangnya persarafan pada otot merupakan bukti terjadinya deformitas. Luka
dapat menyebabkan Charcots joint yang merupakan penyebab utama terjadinya deformitas.
Artritis/arthralgia dapat terjadi kira-kira 10% pada pasien dengan kusta dan gejala persendian
yang ada hubungannya dengan reaksi. Komplikasi pada mata yaitu keratitis yang dapat terjadi
karena berbagai faktor termasuk karena mata yang kering, insensitifitas kornea dan
lagophtalmus. Keratitis dan lesi pada bilik anterior bola mata, umum nya terjadi iritis dan
menyebabkan kebutaan. Juga dapat terjadi ektropion dan entropion, menurut penelitian resiko
kopmlikasi mata terjadi pada pasien dengan tipe MB, setelah menyelesaikan MDT menjadi 5,6%
dengan komplikasi kerusakan mata sebanyak 3,9%. 4
Prognosis
Sebagian besar kasus eritema nodosum regresi spontan dalam 3-4 minggu. Kasus yang
lebih berat membutuhkan sekitar 6 minggu untuk penyembuhan. Kekambuhan dapat bersifat
lebih berat, tetapi lebih umum pada pasien dengan idiopatik eritema nodosum dan eritema
nodosum yang berhubungan infeksi non streptokokus atau streptokokus pada saluran pernapasan
atas. Pada pasien usia lanjut, terutama mereka dengan insufisiensi vena berat dan edema

18

ekstremitas bawah, episode akut eritema nodosum dapat diikuti oleh pembengkakan eritematosa
persisten dari pergelangan kaki 4.

BAB VII
KESIMPULAN

Reaksi kusta hampir selalu terjadi pada penderita kusta baik sebelum pengobatan, sedang
dalam pengobatan dan sesudah pengobatan. Reaksi kusta ini dibagi menjadi 2, yaitu : reaksi tipe
I atau reaksi reversal dan reaksi tipe II atau reaksi ENL dengan manifestasi klinis yang jelas.
19

Walaupun reaksi kusta ini sangat sering ditemukan namun etiologinya masih belum jelas.
Beberapa factor pencetus diduga berkaitan dengan angka kejadian reaksi ini, seperti : setelah
pengobatan antikusta yang intensif, stress fisik / psikis, imunisasi, kehamilan, persalinan,
menstruasi, infeksi, trauma, dll.
Reaksi ENL terutama terjadi pada tipe lepromatosa (LL) dan borderline lepromatosa
(BL). Reaksi ini ditandai dengan adanya nodus eritematosa yang nyeri, terutama di ekstremitas,
dan beberapa gejala prodormal dan gejala sistemik.
Penatalaksanaan dari reaksi ini ditujukan untuk mengatasi neuritis, mencegah paralisis
dan kontraktur, mengatasi gangguan mata, dan disarankan untuk istirahat atau imobilisasi.
Diharapkan dengan penatalaksanaan yang baik dan cepat, dapat mengurangi kecacatan permanen
yang dapat terjadi pada penderita kusta.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kosasih A, Wisnu. I.M, Sjamsoe-Daili. E S, Menaldi. S.L. Kusta dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Univesrsitas Indonesia. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Eds
(Editors), Edisi 6. Jakarta. 2011. Hal. 73-88.
2. Mitchell S. Mayerson. M.D. Erythema Nodosum Leprosum in : International Journal of
Dermatlogy, New York Medical College. New York. 1996. Page : 389-92
3. Amiruddin D. Eritema Nodosum Leprosum dalam : Ilmu Penyakit Kusta Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Makassar. 2001. Hal : 89-99
20

4. Requena L, Requena C. Erythema Nodosum in:Dermatology Online Journal, Department of


Dermatology, Fundacin Jimnez Daz, Universidad Autnoma, Madrid, Spain. 2002. Page : 1-14
5. Hasting R.C. Erythema Nodosum in : Leprosy, Medical Division of Longman Group, United
Kingdom. 1994. Page : 103-11.
6. Prabhu S, Shenoi. S.D, Sathis Pai. B, Sripathi H. Erythema Nodosum Leprosum as The
Presenting Feature in Multibacillary Leprosy in : Dermatology Online Journal, Kasturba Medical
College, Manipal, India. 2009. Page : 1-3
7. Simon G.K. Eritema Nodosum Leprosum dalam : Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian
Berkelanjutan, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. Lampung. 2011. Hal : 1-11
8. Rea T.H, Modlin. R.L, Leprosy in : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Wolff, K,
Goldsmith, L.A, Katz, S.I, Gilchrest, B.A, Pallers, A.S, Leffel, D.J Eds ( Editors). 7 th Ed.
NewYork 2008. Page : 1791-92.
9. Kahawita I.P, Sirimanna G.M.P, Satgurunathan K, Athukorala D.N. Guidelines on the
Management of Leprosy Reactions in : Sri Lanka College of Dermatologist. Sri Lanka. 2012.
Page : 9-15

21

Anda mungkin juga menyukai