Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Jalan
Menurut UUD No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang
jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan atau diatas tanah dan air. Jalan
berfungsi sebagai sarana transportasi darat yang menghubungkan antar daerah
yang satu dengan daerah yang lain dalam menunjang pembangunan bangsa
terutama pertumbuhan ekonomi, persatuan, dan kesatuan serta membantu dalam
pelayanan pemerataan dan penyebaran pembangunan. Untuk mengoptimalkan
fungsi jalan, maka jalan harus berada pada keadaan baik dalam hal ini, yang
memenuhi kriteria konstruksi perkerasan.
Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat memegang
peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk
kesinambungan distribusi barang dan jasa. Perkerasan jalan adalah konstruksi
yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (Subgrade), yang berfungsi untuk
menopang beban lalulintas. (Shirley, 2000 : 1)
Jalan raya sebagai suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatka
lalulintas dari suatu tempat ke tempat lain, dimana lintasan merupakan jalur tanah
yang diperkuat atau diperkeras. Sedangkan volume lalulintas diartikan sebagai
semua benda dan makluk yang melewati jalan tersebut baik kendaraan bermotor,
tidak bermotor, manusia dan hewan. (Suryadharma, 1999 : 1)
Pekerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara
lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan
kepada pengguna transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak
terjadi kerusakan yang berarti. Perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan
yang memadai, tetapi juga ekonomis, maka perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis.
(Sukirman, 2003 : xvi)

2. 2. Klasifikasi Jalan

2. 2. 1 Klasifikasi jalan menurut fungsi/Peranan (Sukirman, 1999 : 83)


Menurut fungsi jalan dibedakan atas 2 antara lain :
A. Sistem Jaringan Jalan primer
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional
dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. Sistem
jaringan jalan primer menghubungkan :
a. Kota jenjang kesatu (ibu kota provinsi), kota jenjang kedua (ibu kota
kabupaten, kotamadya), kota jenjang ketiga (kecamatan ), dan kota dibawahnya
sampai ke persil.
b. Kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah
pengembangan.
Sistem jaringan jalan primer dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Jalan Arteri Primer
Yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu, yang terletak
berdampingan atau menghubungkan kota jenjang ke satu dengan jenjang ke dua
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan arteri primer yaitu:
a.
b.
c.
d.

Kecepatan rencana > 60 Km/jam


Lebar badan jalan > 8 meter
Kapasitas lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata
Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan

kapasitas jalan dapat tercapai


e. Tidak boleh tergangangu oleh kegiatan lokal.
f. Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota
g. Tingkat kenyamanan dan keamanan yang dinyatakan dengan indeks
permukaan tidak kurang dari 2
2. Jalan Kolektor Primer
Merupakan jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang
ketiga.
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan kolektor primer yaitu:
a.
b.
c.
d.

Kecepatan rencana > 40 Km/jam


Lebar badan jalan > 7 meter
Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lau lintas rata-rata
Jumlah jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan

tidak tergangangu
e. Indeks permukaan tidak kurang dari 2
3. Jalan Lokal Primer

Merupakan Jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil


atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang
ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau
kota dibawah jenjang kota ketiga sampai persil
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan Lokal primer yaitu:
a. Kecepatan rencana > 20 Km/jam
b. Lebar badan jalan > 6 meter
c. Jalan Lokal Primer tidak terputus walaupun memasuki desa
d. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5
B. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan
Sistem jaringan jalan sekunder dibagi menjadi 3 antara lain :
1. Jalan Arteri Sekunder
Merupakan jalan yang menghubungkan kawasan Primer dengan Kawasan
Sekunder

kesatu atau

menghubungkan

kawasan

sekunder

kesatu

atau

menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua


Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan Arteri Sekunder yaitu:
a. Kecepatan rencana > 30 km/jam
b. Lebar badan jalan > 8 meter
c. Pada jalan Arteri, lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat
d. Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalulintas rata-rata
e. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5
2. Jalan Kolektor Sekunder
Merupakan Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan Kolektor Sekunder yaitu:
a. Kecepatan rencana > 20 KM/jam
b. Lebar badan jalan > 7 meter
c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5
3. Jalan Lokal sekunder
Merupakan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder ke satu dengan
perumahan atau lingkungan pemukiman
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan Lokal Sekunder yaitu:
a. Kecepatan rencana > 10 Km/jam
b. Lebar badan jalan > 5 meter
c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1

2.2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Status (Sukirman, 2010 : 84)


Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum
penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah
daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol.
2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan

ibukota

provinsi

dengan

ibukota

kabupaten/kota,

atau

antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.


3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan
2.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Muatan Sumbu (Sukirman, 2003 : 85).
Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan muatan sumbu
yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan
pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
dan daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan
Bermotor. Pengelompokan Jalan menurut sumbu kendaraan dikelompokan
kedalam beberapa kelas Jalan terdiri atas:

1.

Jalan Kelas I
Yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 18,00m,
ukuran paling tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.

2.

Jalan Kelas II
Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,50 m, ukuran panjang
tidak melebihi 12,00 m, ukuran paling tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton

3.

Jalan Kelas III


Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,10 m, ukuran panjang
tidak melebihi 9,00 m, ukuran paling tinggi 3,5 m, dan muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton.

4.

Jalan Kelas Khusus


Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran
lebar melebihi 2,50 m, ukuran panjang melebihi 18,00 m, ukuran paling tinggi 4,2
m, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

2.3 Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan


Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan untuk membentuk lapisan atas,
konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas :
A. Kontruksi perkerasan lentur (flexibel pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunaka aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan
lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalulintas ke
tanah dasar. (Sukirman, 1999 : 7)
Konstruksi perkerasan terdiri dari :
1. Lapiasn Permukaan (Surface course)
2. lapisan pondasi atas (base course)
3. lapisan pondasi bawah (sub base course)

4. lapisan tanah dasar (subgrade)


B. Konstruksi paerkerasan kaku(rigid pavement)
Yaitu perkerasan menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan
pengikat. Pelat beton atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau
tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalulintas sebagian besar dipikul oleh pelat
beton.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi,
akan mendistribusikan beban ke bidang tanah dasar yang cukup luas sehingga
bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri.
Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh
dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan.
Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang
menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan
tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam
kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap
kapasitas struktural perkerasannya.
Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa
pertimbangan, yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali
terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah
dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working platform) untuk pekerjaan
konstruksi. ( Suryawan, 2005 : I-1)
C. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement)
Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur
diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. (Sukirman,
2010 : 9)
2. 4 Elemen Struktur Perkerasan Lentur (Flexibel Pavement)
Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis-lapis seperti yang
terlihat pada gambar dibawah ini:

10

Gambar 2.1 Lapisan perkerasan


Sumber : https://dwikusumadpu.wordpress.com/2014/02/09/
2.4.1 Tanah Dasar (Sub Grade)
Lapis tanah setebal 50-100cm diatas mana akan diletakan lapisan pondasi
bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli
yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang yang didatangkan dari tempat
lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. (Sukirman, 1999 : 14)
Umumnya persoalan yang sering terjadi pada tanah dasar sehingga perlu
perhatian khusus antara lain:
1. Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban akibat beban
lalunlintas
2. Sifat kembang dan susut tanah akibat pengaruh kadar air
3. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah
yang sangat berbeda
4. Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik
5. Perbedaan penurunan akibat terdapatnya lapis tanah lunak dibawah lapisan
tanah dasar
6. Kondisi geologist dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada
kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan
2.4.2 Lapis Pondasi bawah (Sub-Base Course)

11

Lapis podasi bawah adalah lapis perkersan yang terletak diantara lapis
pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase).
(Sukirman, 2010 : 26)
Lapis Pondasi Bawah berfungsi sebagai :
a. Bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban kendaraan ke lapis tanah dasar. Lapisan ini harus cukup stabil
dan mempunyai CBR sama atau lebih besar dari 20%, serta indeks
plastis (IP) sama atau lebih kecil dari 10%
b. Efisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapis
diatasnya dapat dikurangi tebalnya
c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
d. Sebagai lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat dapat
berjalan lancar sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa
harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau
lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda alat berat
e. Lapis filler untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar
naik ke lapis pondasi. Untuk itu lapis pondasi bawah harus
memenuhi syarat :
D15 pondasi
5
D15 tanah dasar
D15 pondasi
<5
D 85tanah dasar
Dengan :
D15 = diameter butir pada persen lolos = 15%
D85 = diameter butir pada persen lolos = 85%
Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di indonesia adalah :
1. Agregat bergradasi baik, di bedakan atas :
a. Sirtu / pitrun kelas A
b. Sirtu / pitrun kelas B
c. Sirtu / pitrun kelas C
2. Stabilisasi
a. Stabilisasi agregat dengan semen
b. Stabilisasi agregat dengan kapur
c. Stabilisasi tanah dengan semen
d. Stabilisasi tanah dengan kapur
2.4.3 Elemen Lapis Pondasi Atas (Base Course)

12

Lapis Pondasi Atas adalah suatu lapisan perkerasan yang terletak antara
lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base
course). (Sukirman, 2010 : 22)
Fungsi dari lapis pondasi atas adalah :
1. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikal dari beban kendaraan
dan disebarkan kelapis dibawahnya
2. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah
3. Perletakan lapis permukaan
Jenis lapis pondasi yang umum digunakan adalah :
A. Laston lapis pondasi adalah laston yang digunakan untuk lapis pondasi, tebal
nominal minimun 60 mm dengan tebal toleransi 5 mm. Agregat yang
digunakan berukuran maksimum adalah 37,5 mm ( 1,5 inci )
B. Lasbutag lapis pondasi adalah campuran antara agregat asbuton dan peremaja
yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Lapis lasbutag lapis
pondasi bertebal nominal minimum 50 mm dengan ukuran agregat maksimum
25 mm (1 inci ).
D. Lapis penetrasi Macadam ( Lapen ) adalah lapis perkerasan yang terdiri dari
agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi seragam. Setelah agregat
pengunci di padatkan disemprotkan aspal kemudian diberi agregat penutup
dan di padatkan.
E. Lapis Pondasi Agregat adalah lapis pondasi dari butir agregat. Berdasarkan
gradasinya lapis pondasi agregat dibedakan atas agregat kelas A dan agregat
kelas B. Tebal minimum setiap lapis minimal dua kali ukuran agregat
maksimum.
F. Lapis Pondasi Tanah Semen adalah lapisan yang dibuat dengan menggunakan
tanah pilihan yaitu tanah lempung dan tanah berbutir seperti pasir dan kerikil
kepasiran dengan plastisitas rendah.
G. Lapis Pondasi Agregat Semen ( LFAS) adalah agregat kelas A, agregat kelas B
atau agregat kelas C yang diberi campuran semen dan berfungsi sebagai lapis
pondasi.
2.4.4 Elemen Lapis Permukaan (Surface Course) (Sukirman, 2010 : 14)
Lapis permukaan merupakan lapis paling atas dari struktur perkerasan jalan.
Fungsi Lapis Permukaan antara lain :
a. Sebagai lapis penahan beban vertikal dan kendaraan, oleh karena itu lapisan
harus memiliki stabilitas tinggi selama masa pelayanan

13

b. Sebagai lapis aus ( wearing course ) karena menerima gesekan dan getaran
roda dari kendaraan yang mengerem
c. Sebagai lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di ats lapis permukaan
tidak meresap ke lapis dibawahnya
d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi
Bahan untuk lapis permukaan menggunakan bahan pengikat aspal untuk
meghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki daya tahan
selama masa pelayanan. Lapis permukaan dapat di bedakan menjadi :
1. Lapis aus ( wearing course ) merupakan lapis permukaan dengan roda
kendaraan dan perubahan cuaca
2. Lapis permukaan antara ( binder course ), merupakan lapis permukaan
yang terletak di bawah lapis aus dan di atas lapis pondasi
Jenis lapis permukaan yang umum digunakan di indonesia adalah :
A. Laburan aspal, merupakan lapis penutup yang tidak memiliki nilai struktural,
terdiri dari :
a. Laburan Aspal Satu Lapis ( Burtu = Surface dressing ), terdiri dari lapis
aspal yang di taburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan
ukuran nominal maksimum 13 mm memiliki ketebalan 2 cm
b. Laburan Aspal Dua Lapis ( Burda = surface dressing ), terdiri dari lapis
aspal di taburi agregat, di kerjakan dua kali secara berurutan, dengan tebal
padat maksimum 3,5 cm.
B. Lapis Tipis Aspal Pasir ( Latasir = sand sheet ), merupakan lapis penutup
permukaan jalan yang menggunakan agregat halus atau pasir atau campuran
keduanya, di campur dengan aspal, dihampar pada suhu tertentu.
C. Lapis Tipis Beton Aspal ( Lataston = Hot Rolled Sheet = HRS ), merupakan
lapis permukaan yang menggunakan agregat bergradasi senjang dengan ukuran
agregat maksimum 19 mm ( inci ).
Ada dua jenis Lataston yang digunakan yaitu :
a. Lataston Lapis Aus, atau Hot Rolled Sheet Wearing Course = HRS-WC,
tebal nominal minimum 30 mm dengan tebal toleransi 4 mm
b. Lataston Lapis Permukaan Antara, atau Hot Rolled Sheet Base Course
= HRS BC, tebal nominal minimum 35 mm dngan tebal toleransi 4
mm.
H. Lapis Beton Aspal ( Laston = Asphalt Concrete = AC ), merupakan lapis
permukaan yang menggunakan agregat bergradasi baik.
Ada dua jenis Laston yang digunakan sebagai lapis permukaan, yaitu :

14

a. Laston Lapis Aus, atau Asphalt Concrete Wearing Course =AC-WC,


mengunakan agregat dengan ukuran maksimum 19 mm (3/4 inci ), tebal
minimum 40 mm dengan tebal toleransi 3 mm.
b. Laston Lapis permukaan Antara, atau Asphalt Concrete Binder Course
= AC-BC, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 25 mm ( 1
inci ). Tebal nominal minimum 50 mm dengan tebal toleransi 4 mm
I. Lapis Penetrasi Macadam ( Lapen ) adalah lapis perkerasan yang terdiri dari
agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi seragam. Setelah agregat
pengunci di padatkan disemprotkan aspal kemudian diberi agregat penutup
dan di padatkan.
Ukuran maksimum agregat pokok membedakan ketebalan yang dapat dipilih
yaitu :
a. Tebal 7 10 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran
maksimum 75 mm ( 3 inci )
b. Tebal 5 8 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran
maksimum 62,5 mm ( 2 inci )
c. Tebal 4 5 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran
maksimum 50 mm ( 2 inci )
J. Lapis Asbuton Agregat ( Lasbutag ) adalah campuran antara agregat asbuton
dan peremaja yang di campur, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Lapis
Lasbutag bertebal nominal minimum 40 mm dengan ukuran agregat
maksimum adalah 19 mm (3/4 inci ).
2.4.5 Lapis Resap Pengikat (Prime Coat)
Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur
yang tidak memiliki nilai struktural akan tetapi mempunyai fungsi yang sangat
besar terhadap kekuatan dan keawetan struktur terutama untuk menahan gaya
lateral atau gaya rem
Lapis resap pengikat adalah lapisan penghubung antara lapisan pondasi
atas dengan lapisan AC. Pekerjaan ini dilakukan jika pemadatan dan daya dukung
lapisan pondasi atas telah memenuhi syarat atau hasil dari pengujian CBR tidak
boleh kurang dari 80%. Konstruksi perkerasan dibersihkan dengan menggunakan
air compressor dan dilakukan prime coat dengan asphalt sprayer.
Tujuan dari prime coat ini yaitu :
1. Mengisi lubang-lubang kecil pada bagian pondasi atas.

15

2. Menutup atau melapiskan partikel yang terlepas sehingga permukaan


menjadi lebih keras.
3. Membantu membersihkan ikatan yang baik antara lapisan pondasi atas
dengan lapisan AC yang akan dihamparkan.
Sebelum pekerjaan prime coat dimulai, terlebih dahulu debu-debu dan
material yang lepas diatas pondasi atas dengan menggunakan masin air
compressor. Pembersihan dinyatakan cukup apabila permukaan base course telah
bersih sehingga permukaan agregat telah jelas terlihat. Setelah lapisan permukaan
pondasi atas bersih, barulah diberi lapisan prime coat.
Aspal panas prime coat dihasilkan dengan memanaskan aspal penetrasi
60/70 sebanyak 30% dari keseluruhan campuran. Pekerjaan ini dilakukan dengan
menggunakan alat Asphalt Sprayer distributor dengan kapasitas 150 m2/jam. Alat
ini memiliki pemanas sendiri, dimana setelah pemanasan mencapai 160C sampai
dengan 180C aspal cair baru bisa disemprotkan melalui pipa. Proses
penyemprotan prime coat dilakukan bertahap yaitu dengan memulainya setengah
dari lebar badan jalan terlebih dahulu agar lalu lintas tidak terganggu, kemudian
baru dilanjutkan pada setengah lebar badan jalan tersisa.
2.4.6 Lapis Perekat (Tack Coat)
Sama halnya dengan lapis resap pengikat lapis perikat, lapis perekat
dilaburkan diantara lapis beraspal lama dengan lapis beraspal yang baru yang akan
dihampar diatasnya sebagai fungsi lapis antara
Kegagalan konstruksi akibat lapis perekat dapat terlihat langsung pada
lapis permukaan berupa :
A. Retak Selip yang diakibatkan
1.
2.
3.
4.

Permukaan lama kotor


Pelaburan tidak merata
Kualitas pelaburan yang kurang
Kombinasi diantaranya

B. Kegemukan (bleeding) yang diakibatkan oleh kualitas pelaburan yang terlalu


banyak
2.5 Manajemen Proyek
2.5.1 Pengertian

16

Manajemen proyek adalah sebuah disiplin keilmuan dalam hal perencanaan,


pengorganisasian, pengelolaan (menjalankan serta pengendalian), untuk dapat
mencapai tujuan-tujuan proyek. Proyek adalah sebuah kegiatan yang bersifat
sementara yang telah ditetapkan awal pekerjaannya dan waktu selesainya (dan
biasanya selalu dibatasi oleh waktu, dan seringkali juga dibatasi oleh sumber
pendanaan), untuk mencapai tujuan dan hasil yang spesifik dan unik, dan pada
umumnya untuk menghasilkan sebuah perubahan yang bermanfaat atau yang
mempunyai nilai tambah. Proyek selalu bersifat sementara atau temporer dan
sangat kontras dengan bisnis pada umumnya.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_proyek)
Sebuah proyek dapat didefenisikan sebagai, suatu usaha dalam jangka waktu
yang ditentukan dengan sasaran yang jelas yaitu mencapai hasil yang dirumuskan
pada waktu awal pembangunan proyek akan dimulai. Dengan demikian
manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk
menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu.
(Ervianto, 2002 : 21)
Sasaran-sasaran utama dalam manajemen proyek dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1. Pengembangan dan penyelesaian sebuah proyek sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan dan kualitas bangunan proyek harus sesuai dengan
spesifikasi teknis yang telah dirumuskan.
2. Keuntungan bagi kontraktor sebab dapat mengembangkan reputasi kualitas
pekerjaannya (Workmanship) serta mempertahankannya.
3. Menciptakan organisasi di kantor pusat maupun di lapangan yang menjamin
beroperasinya pekerjaan proyek secara kelompok (team work).
4. Terciptanya pendelegasian wewenang dan tugas yang seimbang sampai kepada
laporan manajemen yang paling bawah sehingga proses pengambilan
keputusan menjadi lebih efektif.
5. Menciptakan iklim kerja yang mendukung baik dari segi sarana, kondisi kerja,
keselamatan kerja dan komunikasi timbal balik yang terbuka antara atasan dan
bawahan.

17

6. Menjaga keselarasan hubungan antara sesamanya sehingga orang yang bekerja


akan didorong untuk memberikan yang terbaik dari kemampuan dan keahlian
mereka. Adapun beberapa tahap dalam suatu proyek konstruksi yaitu meliputi
(Ervianto, 2002 : 14) :
1. Tahap Studi Kelayakan
2. Tahap Tahap Penjelasan
3. Tahap Perancangan
4. Tahap Pengadaan / Pelelangan
5. Tahap Pelaksanaan
6. Tahap Pemeliharaan dan Persiapan Pengunaan
2.5.2 Pihak-pihak yang terlibat dalam Proyek
Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek umumnya
dibedakan atas hubungan fungsional, yaitu pola hubungan yang berkaitan dengan
fungsi pihak-pihak tersebut dan hubungan kerja (formal), yaitu pola hubungan
yang berkaitan dengan kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek
konstruksi yang dikukuhkan dengan suatu dokumen kontrak. (Ervianto, 2002 :20).
Secara fungsional, pihak-pihak yang berperan dalam suatu proyek
konstruksi antara lain (Ervianto, 2002 : 44 ) :
1. Pemilik Proyek
Pemilik proyek adalah orang yang memberi tugas atau pihak yang
menginginkan fasilitas sekaligus menanggung pembiayaan proyek yang akan
didirikan.
Tugas dan kewajiban pemilik proyek :
a. Menunjuk penyedia jasa (konsultan dan kontraktor).
b. Meminta laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang telah
dilakukan oleh penyedia jasa.
c. Memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.
d. Menyediakan lahan untuk tempat pelaksanaan pekerjaan.
e. Menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia jasa
sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah bangunan.

18

f. Ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan dengan


cara menempatkan atau menunjuk suatu badan atau orang untuk bertindak
atas nama pemilik.
g.

Mengesahkan perubahan dalam pekerjaan (bila terjadi).

h. Menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan oleh


penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan apa yang dikehendaki.
i. Memberitahukan hasil lelang secara tertulis kepada masing-masing
kontraktor.
j. Dapat mengambil alih pekerjaan secara sepihak dengan cara memberitahukan
secara tertulis kepada kontraktor jika telah terjadi hal-hal di luar kontrak yang
telah ditetapkan.
2. Konsultan Perencana
Konsultan perencana adalah suatu instansi yang ditunjuk oleh pemimpin
proyek untuk merencanakan suatu proyek atau badan usaha yang mempergunakan
keahliannya berdasarkan suatu pemberian tugas, mengerjakan perencanaan dan
pengawasan bangunan, memberikan nasihat atau jasa lain yang berhubungan
dengan perencanaan dan pengawasan pembangunan dibidang teknik bangunan.
Tugasnya yaitu:
a. Membuat perencanaan secara lengkap yang terdiri dari gambar rencana,
rencana kerja dan syarat-syarat hitungan struktur, rencana anggaran biaya.
b. Memberikan usulan serta pertimbangan kepada pengguna jasa dan pihak
kontraktor tentang pelaksanaan pekerjaan.
c. Memberikan jawaban dan penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal
yang kurang jelas dalam gambar rencana, rencana kerja dan syarat-ayarat.
d. Membuat gambar revisi bila terjadi perubahan rencana.
e. Menghadiri rapat koordinasi pengelolaan proyek.
3. Konsultan Pengawas
Konsultan pengawas adalah suatu badan hukum yang ditunjuk oleh pemilik
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan suatu proyek agar sesuai dengan
perencanaan dan spesifikasi dalam kontrak. Tugasnya yaitu:
a.

Menyelesaikan pelaksanaan pekerjaan dalam waktu yang telah


ditetapkan.

b. Membimbing

dan

mengadakan

pengawasan

pelaksanaan pekerjaan.
19

secara

periodik

dalam

c.

Melakukan perhitungan prestasi pekerjaan

d. Mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta aliran


informasi antara berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar.\
e. Mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul di lapangan agar dicapai
hasil akhir sesuai kualitas, kuantitas serta waktu pelaksanaan yang telah
ditetapkan.
f.

Menerima atau menolak material atau peralatan yang didatangkan


kontrator.

g.

Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari aturan yang


berlaku.

h.

Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).

i. Menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan pekerjaan tambahan atau


kurang.
4. Kontraktor
Kontraktor adalah sebagai pelaksana proyek yang harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam kontrak, Tugasnya yaitu:
a. Melaksanakan pekerjaan sesuai gambar rencana, perayuran dan syaratsyarat, Berita Acara Penjelasan Pekerjaan (BAPP) dan syarat-syarat
tambahan yang telah ditetapkan oleh pengguna jasa.
b. Membuat gambar-gambar pelaksanaan yang disahkan oleh konsultan
pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.
c. Menyediakan alat keselamatan kerja seperti yang diwajibkan dalam
peraturan untuk menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.
d. Membuat laporan hasil pekerjaan berupa laporan harian, mingguan, dan
bulanan.
e. Menyerahkan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah diselesaikannya
sesuai ketetapan yang telah berlaku.
Kontraktor yang baik harus mampu :
a. Keuangan, artinya mampu membiayai operasional perusahaan secara baik
serta dapat menyiapkan dana untuk biaya pelaksanaan proyek sebelum
menerima pembayaran dari PIMPRO.
b. Peralatan, yaitu harus memiliki peralatan yang memadai yang dapat
menunjang pelaksanaan pekerjaan dan metode kerja yang dapat berjalan
sesuai dengan yang dikerjakan atau di rencanakan.

20

c. Tenaga Profesional, yaitu tenaga profesional yang dapat menyelesaikan


masalah-masalah teknis yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan.
d. Manajemen, artinya kontraktor harus dapat mengelola secara profesional
dan selalu memperhatikan prinsip dan cara-cara perusahaan sehingga dapat
dikembangkan secara maksimal.
Pihak-pihak yang disebutkan diatas dapat digambarkan melalui sebuah skema
hubungan kerja seperti terlihat pada (Gambar 2.2)

Pemilik proyek

pengawas

kontraktor

Keterangan :
komando

: hubungan kontraktual / garis


: hubungan fungsional / garis

konsentrasi
Gambar 2.2 Hubungan Kerja antara Para Pihak Proyek
Sumber : https://andinnidyaw.wordpress.com/
Hubungan tiga pihak yang terjadi antara pemilik proyek, konsultan dan kontraktor
diatur sebagai berikut ( Ervianto, 2002 : 48 ) :
1. Konsultan dengan pemilik proyek
Ikatan berdasarkan kontraktor, konsultan memberikan layanan konsultasi
dimana produk yang dihasilkan berupa gambar-gambar rencana, peraturan
dan syarat-syarat, sedangkan pemilik proyek memberikan biaya, jasa atau
konsultasi yang diberikan oleh konsultan.
2. Kontraktor dengan pemilik proyek
Ikatan berdasarkan kontraktor, kontraktor memberikan jasa profesionalnya
berupa bangunan sebagai realitas dari keinginaan pemilik proyek yang
dituangkan

dalam gambar rencana, peraturan, syarat-syarat oleh konsultan,

sedangkan pemilik proyek memberikan biaya jasa profesional kontraktor


21

3. Konsultan dengan kontraktor


Ikatan berdasarkan hubungan kerja yaitu sebagai partner dimana keduanya
sama-sama mendapatkan pekerjaan dari pemilik proyek dan bekerjasama
dalam pelaaksanaan proyek tersebut sesuai ketentuan yang telah disepakati
bersama.

22

Anda mungkin juga menyukai