ADE APRILIANI
KATA PENGANTAR
ivvi
vii
10. Nunu, yang sama-sama merasakan suka dan duka selama penelitian dan
berbagi ilmu kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat terhebatku Ria, Fiqi, Wardah, Reska, Tika, Uchi dan Ndut
Aan terimaksih atas semua ketulusan, semangat dan perhatian yang kalian
berikan selama ini. Tetap semangat dalam kebersamaan.
12. Aji, yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi.
13. Teman-teman Kimia 2005 yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
terimakasih atas dukungan kalian semua.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif
dari pembaca sangat penulis harapkan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................
vi
ix
xii
xiv
xv
ABSTRAK ..................................................................................................
xvi
10
2.2. Biosorpsi.............................................................................................
11
13
14
15
ix
ix
16
17
19
20
22
23
25
26
27
33
33
33
33
33
34
35
35
35
36
36
36
37
37
38
3.3.5. Aplikasi Penggunaan Arang Ampas Tebu pada Limbah Simulasi ....
38
40
40
42
43
45
48
50
52
57
57
58
59
LAMPIRAN ............................................................................................
63
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kurva Isoterm Langmuir .....................................................................15
Gambar 2. Kurva Isoterm Freundlich ...................................................................16
Gambar 3. (a) Batang Tebu dan (b) Tanaman Tebu .............................................24
Gambar 4. Skema Prinsip SSA .............................................................................28
Gambar 5. (a) Komponen-komponen utama SSA, (b) Sistem Instrumentasi
SSA Single Beam dan (c) Double Beam .............................................29
Gambar 6. Lampu Katoda .....................................................................................30
Gambar 7. Gambar Nebulizer,Burner dan Spray Chamber ..31
Gambar 8. Bagan Alir Penelitian ..34
Gambar 9. Pengaruh Massa Arang Ampas Tebu terhadap Penyerapan
Ion Logam Cd (II), Cr (VI), Cu(II) dan Pb(II) (volume
10ml, konsentrasi 20 mg/L dan lama pemanasan 2,5jam)...................40
Gambar 10.Pengaruh pH Ion Logam Cd(II), Cr(VI), Cu(II) dan Pb(II)
terhadap Efisiensi Penyerapan Arang Ampas Tebu(volume 10ml,
konsentrasi 20 mg/L, Massa 0,5 g arang ampas tebu) ........................42
Gambar 11. Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Cd(II), Cr(VI), Cu(II)
dan Pb(II) terhadap Efisiensi Penyerapan Ampas Tebu
(volume 10 ml, konsentrasi 20 mg/L, massa 0,5 g ampas tebu).........44
Gambar 12.Pengaruh Lama Pemanasan Arang Ampas Tebu terhadap
Penyerapan Ion logam Cd(II), Cr(VI), Cu(II) dan Pb(II)(volume
10ml, konsentrasi 20mg/L, suhu 2500C, massa 0,5 g ampas tebu) ...46
Gambar 13.Pembentukan Senyawa Kompleks antara Ion Logam Pb
dengan Selulosa .................................................................................52
Gambar 14. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Cd oleh ampas tebu ..........................................................53
Gambar 15. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Pb oleh ampas tebu..........................................................54
xii
xii
Gambar 16. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Cr oleh ampas tebu ..........................................................55
Gambar 17. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich adsorpsi
ion logam Cu oleh ampas tebu .........................................................56
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komponen Penyusun Serat Ampas Tebu ................................................26
Tabel 2. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Massa Arang
Ampas Tebu ...........................................................................................41
Tabel 3. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi pH Larutan
Ion Logam ..............................................................................................43
Tabel 4. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Konsentrasi
Larutan Ion Logam .................................................................................45
Tabel 5. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Lama Pemanasan .........47
Tabel 6. Aplikasi Penyerapan Ion Logam dalam Limbah Simulasi ..48
Tabel 7. Aplikasi Penyerapan Ion Logam dalam Limbah Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ...50
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Penentuan Kondisi Optimum Penyerapan ...............................63
Lampiran 2. Contoh Perhitungan Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan ................69
Lampiran 3. Isoterm Langmuir Adsorpsi Ion Logam oleh Ampas Tebu ..............70
Lampiran 4. Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion Logam oleh Ampas Tebu ............72
Lampiran 5. Asam dan Basa Beberapa Senyawa dan dan Ion Menurut Prinsip
HSAB dari Pearson ..........................................................................74
Lampiran 6. Pembuatan Larutan ..........................................................................75
Lampiran 7. Pembuatan Larutan Buffer ................................................................76
Lampiran 8. Gambar Alat, Bahan dan Hasil Penelitian ........................................77
xv
xv
ABSTRAK
xvi
xvi
ABSTRACT
xvii
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
penyerap ion logam merupakan proses daur ulang yang sangat baik bagi
penghematan sumber daya alam dan merupakan salah satu cara bagi pengolahan
limbah, seperti yang dikemukakan oleh para pakar lingkungan bahwa sebaikbaiknya pengolahan limbah adalah dengan cara daur ulang. Selain itu, karena
ampas tebu mudah didapatkan serta dapat diregenerasi kembali dan dari sisi
ekonomis harga ampas tebu yang murah dibanding penyerap sintetis lain, maka
hal ini menjadi keuntungan tersendiri dalam penggunaan ampas tebu sebagai
penyerap ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb (Refilda dkk., 2001).
Pemanfaatan ampas tebu menjadi arang mempunyai prospek yang bagus
dan ekonomis untuk dikembangkan. Hasil pengarangan ampas tebu pada suhu
320oC akan mengakibatkan penguraian lignosellulose mejadi asam asetat,
metanol, gas CO, CH4, H2 dan CO2. Asam asetat umumnya berasal dari selulosa,
terutama hemiselolosa sedangkan metanol berasal dari lignin yang dapat larut.
Arang ampas tebu yang dibuat melalui tahap pirolisis (proses karbonisasi) pada
suhu tertentu dapat dijadikan alternatif adsorben untuk menyerap ion logam berat
beracun (Mukhlieshin, 1997).
Dalam penelitian ini akan diselidiki kemampuan arang ampas tebu dalam
menyerap ion logam, khususnya terhadap ion logam berat Cd, Cr, Cu dan Pb.
Keempat logam tersebut banyak digunakan dalam industri dan memiliki potensi
dampak pencemaran pada lingkungan. Dengan menggunakan metode statis
(batch) serta analisis penyerapan logam menggunakan Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA), diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumbangan ilmu
pengetahuan dalam upaya pengelolaan limbah industri sehingga dapat mengurangi
terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya ion logam dan
senyawa beracun.
1.3. Hipotesa
1. Arang ampas tebu dapat menyerap ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb pada air
limbah.
2. Efisiensi dan kapasitas penyerapan arang ampas tebu terhadap ion logam
Cd, Cr, Cu dan Pb dapat mencapai 100%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu
terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam
(Atkins,1999).
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul
pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan
cenderung menarik molekul-molekul yang lain yang bersentuhan dengan
permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaannya.
Akibatnya, konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada
dalam fasa gas atau zat terlarut dalam larutan. Menurut Giles dalam Osipow
(1962), yang bertanggung jawab terhadap adsorpsi adalah gaya tarik van der
waals, pembentukan ikatan hidrogen, pertukaran ion dan pembentukan ikatan
kovalen.
Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa padat-cair, padat-gas atau gas-cair.
Molekul yang terikat pada bagian antarmuka disebut adsorbat, sedangkan
permukaan yang menyerap molekul-molekul adsorbat disebut adsorben. Pada
adsorpsi, interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan
adsorben. Adsorpsi adalah gejala pada permukaan, sehingga makin besar luas
permukaan, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Walaupun demikian,
adsorpsi masih bergantung pada sifat zat pengadsorpsi (Fatmawati, 2006).
terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan (Reza, 2002). Oleh karena itu, panas
adsorpsinya mempunyai kisaran yang sama seperti reaksi kimia, yaitu berkisar
100 kJ/mol (mempunyai orde besaran yang sama dengan energi ikatan kimia).
Ikatan antara adsorben dengan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies aslinya
tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversibel, hanya dapat
membentuk lapisan tunggal (monolayer) dan diperlukan energi yang banyak
untuk melepaskan kembali adsorbat (dalam proses adsorpsi). Pada umumnya,
dalam adsorpsi kimia jumlah (kapasitas) adsorpsi bertambah besar dengan
naiknya temperatur. Zat yang teradsorpsi membentuk satu lapisan monomolekuler
dan relatif lambat tercapai kesetimbangan karena dalam adsorpsi kimia
melibatkan energi aktivasi (Oscik, 1982).
Menurut Syahmani dan Sholahudin (2007), energi adsorpsi fisika adalah
42 kJ/mol sedangkan adsorpsi kimia berada dalam kisaran 42-420 kJ/mol. Secara
kualitatif perilaku adsorpsi dapat juga dipandang dari sifat polar ataupun nonpolar
antara zat padat (adsorben) dengan komponen larutan (adsorbat). Adsorben polar
akan cenderung mengadsorpsi kuat adsorbat polar dan lemah terhadap adsorbat
nonpolar, demikian juga sebaliknya. Adsorben polar akan mengadsorpsi kuat zat
terlarut polar dari pelarut nonpolar karena kelarutannya yang rendah dan
mengadsorpsi yang lemah dari pelarut polar karena kelarutannya yang tinggi,
demikian juga sebaliknya.
Menurut Hughes dan Poole (1984) proses adsorpsi melalui pertukaran ion
dan kompleksasi hanya berlangsung pada lapisan permukaan sel yang mempunyai
situs-situs yang bermuatan berlawanan dengan muatan ion logam sehingga
interaksinya merupakan interaksi pasif dan relatif cepat. Molekul adsorben secara
kimiawi dianggap mempunyai situs-situs aktif atau gugus fungsional yang mampu
berinteraksi dengan logam permukaan sel seperti posfat, karboksil, amina dan
amida. Jika proses adsorpsi melalui pertukaran ion, adsorpsi dipengaruhi oleh
banyak proton dalam larutan yang berkompetisi dengan ion logam pada
permukaan adsorben, sehingga pada pH yang rendah jumlah proton melimpah,
peluang terjadinya pengikatan logam oleh adsorben relatif kecil, sebaliknya pada
pH tinggi, jumlah proton relatif kecil menyebabkan peluang terjadinya pengikatan
logam menjadi besar.
mengandung
komponen tertentu
10
2.2. Biosorpsi
Proses penyerapan yang menggunakan material biologi (biomaterial)
sebagai sorben disebut biosorpsi. Menurut Cossich et al., (2003), biosorpsi
didefinisikan sebagai proses pengunaan bahan alami untuk mengikat logam berat.
Proses ini terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara
yang berbeda, pertama pertukaran ion di mana ion monovalent dan divalent
seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan
kedua adalah pembentukan kompleks antara ion-ion logam berat dengan
fungsional grup seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, posfat, dan hidroksikarboksil yang berada pada dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak balik
dan cepat. Proses bolak balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat
terjadi pada sel mati dan sel hidup dari suatu biomass. Proses biosorpsi dapat lebih
efektif dengan kehadiran tertentu pH dan kehadiran ion-ion lainnya di media di
mana logam berat dapat terendapkan sebagai garam yang tidak terlarut. Pada saat
11
ion logam berat tersebar pada permukaan sel, ion akan mengikat pada bagian
permukaan sel berdasarkan kemampuan daya afinitasnya (Gadd dalam Sunarya,
1998).
Biomaterial yang digunakan sebagai penyerap disebut biosorben.
Biomaterial memiliki kemampuan penyerapan yang unik. Penyerapan dapat
melalui pengikatan aktif dan pasif. Pengikatan aktif melibatkan reaksi
metabolisme terjadi pada biomaterial yang hidup sedangkan pengikatan pasif
hanya terjadi pada biomaterial yang telah mati. Tidak seperti sorben sintetis
(resin, silica dan selulosa) yang hanya mengandung satu macam gugus fungsi,
biomaterial memiliki berbagai fungsi yang ditemukan dalam sel dan dinding
selnya. Gugus fungsi yang aktif dalam proses penyerapan diantaranya karboksil,
hidroksil, amino, posfat dan lain-lain.
Mekanisme penyerapan ion logam yang terjadi pada biomaterial telah
diusulkan oleh Tzesus dalam Guibal et al., (1992) yang berhubungan dengan
perpindahan ion logam melalui lapisan atau permukaan dinding.
Tahap perpindahan yang terjadi adalah :
1. Perpindahan ion logam dari bagian larutan ke film pembatas yang ada di
sekitar dinding sel
2. Perpindahan ion logam dari film pembatas ke permukaan sel
3. Perpindahan ion logam sel ke sisi aktif biomaterial
4. Fase penyerapan yang terdiri dari pengikatan, pengompleksan dan
pengendapan di dalam membran biomaterial.
Biomaterial menarik untuk dipelajari dalam proses penyerapan karena
banyak terdapat di alam, pengoperasiannya sederhana (relatif murah), memiliki
12
13
Keterangan :
Q
= Kapasitas adsorpsi per bobot molekul (mg/g)
= Konsentrasi awal larutan (mg/L)
C1
C2
= Konsentrasi akhir larutan (mg/L)
m
= Massa adsorben (g)
V
= Volume larutan (mL)
% E = Efisiensi adsorpsi
14
Keterangan :
x/m
c
k,n
15
16
nomor atom 22-92 dan terletak pada periode III dan IV dalam sistem periodik
unsur kimia (Cotton dan Wilkinson,1986).
Logam berat adalah unsur-unsur yang umumnya digunakan dalam
industri, bersifat toksik bagi makhluk hidup dalam proses aerobik maupun
anaerobik. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi
dalam dua jenis yaitu logam berat esensial dan non esensial. Jenis pertama adalah
logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan
lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau
beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya
atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Widowati
dkk., 2008).
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan
manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat
dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu
menghalangi
kerja
enzim
sehingga
mengganggu
metabolisme
tubuh,
17
persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai
dampak terhadap aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke badan
perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Pb yang
masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak aktivitas manusia diantaranya
adalah air buangan limbah dari industri yang berkaitan dengan Pb, misalnya dari
pertambangan bijih timah hitam dan buangan sisa industri baterai.
Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam
bentuk ion-ion divalent atau ion-ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Ion Pb tetravalen
mempunyai daya racun yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb
divalen. Timbal bersifat toksik bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat
berbahaya untuk manusia. Dalam badan perairan, konsentrasi Pb yang mencapai
188 mg/L dapat membunuh ikan-ikan. Keracunan timbal bersifat akut dan kronis.
Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan racun terhadap
banyak fungsi organ dan sistem saraf yang terdapat dalam tubuh (Palar, 1994).
Keracunan akut dapat terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh seseorang
melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu relatif pendek dengan dosis
atau kadar relatif tinggi. Pb bisa merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, sistem
reproduksi, sistem endokrin dan jantung, serta gangguan pada otak sehingga anak
mengalami gangguan kecerdasan dan mental. Sedangkan paparan Pb secara kronis
bisa mengakibatkan kelelahan lesu, gangguan iritabilitas, kehilangan libido,
infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi, depresi, sakit kepala, sulit
berkonsentrasi, daya ingat terganggu dan sulit tidur (Widowati dkk., 2008).
18
19
20
reaksi redoks. Proses kimia tersebut juga terjadi pada logam kromium yang ada di
perairan. Proses kimia seperti pengompleksan dan sistem reaksi redoks, dapat
mengakibatkan terjadinya pengendapan atau sedimentasi logam Cr di dasar
perairan. Proses-proses kimiawi yang berlangsung dalam badan perairan juga
dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa reduksi senyawa-senyawa Cr(VI) yang
sangat beracun menjadi Cr(III) yang kurang beracun. Peristiwa reduksi yang
terjadi atas senyawa Cr(VI) dan Cr(III), dapat berlangsung bila badan perairan
berada dan atau mempunyai lingkungan yang bersifat asam. Untuk perairan yang
berlingkungan basa, ion-ion Cr(III) akan diendapkan di dasar perairan (Palar,
2004).
Daya racun yag dimiliki oleh logam Cr di tentukan oleh valensi ion-nya.
Ion Cr(VI) merupakan bentuk logam Cr yang paling dipelajari sifat racunnya, bila
dibandingkan dengan ion-ion Cr(II) dan Cr(III). Sifat racun yang dibawa oleh
logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan
kronis.
Keracunan akut dapat mengakibatkan kanker pada alat pencernaan, iritasi
mata dan kulit, kanker paru-paru, pembengkakan dan kemerahan pada kulit.
Keracunan kronis akibat terpapar Cr antara lain dapat menyebabkan gangguan alat
pernafasan, bronkitis, penurunan fungsi paru-paru, asma, gangguan pada hati,
ginjal, alat pencernaan dan sistem imunitas (Widowati dkk., 2008).
21
22
23
berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasi dari warna-warna
tersebut. Batang tanaman tebu memiliki ruas-ruas yang panjangnya masingmasing 10-30 cm. Bentuk daun tebu berwujud helaian dengan pelepah. Panjang
daun dapat mencapai 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter dengan permukaan kasar
dan berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk terurai di puncak
sebuah poros gelagah. Sedangkan akarnya berbentuk serabut (Anonim, 2002).
Kadar berat setiap komponen kimia penyusun batang tebu tidak tepat,
tergantung pada jenis tebu, kandungan hara dan cara pemeliharaan tebu. Kadar
komponen penyusun batang tebu antara lain sukrosa (dalam nira), monosakarida,
zat anorganik, zat organik, air nira dan serat (Subrata, 1993).
Apabila tebu dipotong, maka akan terlihat serat-serat dan didapatkan
cairan yang manis. Kandungan serat dan kulit yang biasanya disebut sabut
umumnya sekitar 12,5% dari bobot tebu keseluruhan. Sedangkan kandungan
terbesar dari tebu adalah cairan nira yang prosentasenya sebesar 87,5 % yang
terdiri atas air dan bahan kering. Bahan kering tersebut ada yang terlarut dan ada
yang tidak terlarut.
(a)
(b)
Gambar 3. (a) batang tebu dan (b) tanaman tebu
24
Tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik gula. Dalam proses
produksi gula, dari setiap tebu yang diproses dihasilkan ampas tebu sebesar 90 %,
gula yang dimanfaatkan hanya 5 % dan sisanya berupa tetes tebu (molases) dan
air (Witono, 2003).
umumnya
bakar
utuk
menghasilkan energi yang diperlukan pada pembuatan gula. Selain itu, ampas
tebu dapat juga digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku serat, papan plastik,
dan kertas (Witono, 2003). Kaur et al., (2008) mengemukakan bahwa ampas tebu
tanpa diarangkan dapat dimanfaatkan sebagai adsorben ion logam berat seperti
seng, kadmium, tembaga dan timbal dengan efisiensi berturut-turut sebesar 90, 70,
55 dan 80 %.
Ampas tebu memiliki sifat fisik yaitu bewarna kekuning-kuningan,
berserat (berserabut), lunak dan relatif membutuhkan tempat yang luas utuk
25
26
27
tingkat energi yang lebih tinggi. Jika pada sejumlah populasi atom yang berada
pada tingkat
energi dasar
(Eo)
M + XLarutan
Pengi sapan
M+ XKabut
MX
MX
Disosiasi
Padatan
M (gas) + X(gas)
Gas
Eksitasi
M*(gas)
Emisi
nyala
Penguapan
Ex Termal
hv
28
= Absorbansi
= Intensitas cahaya awal (erg/detik)
= Intensitas cahaya setelah sebagian diabsorpsi oleh contoh (erg/detik)
= Absortivitas molar-konstan (mol/L.cm)
= Tebal media (cm)
= Konsentrasi atom analit dalam contoh (mol/L)
Secara sederhana skema alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ini
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. (a) Komponen-komponen utama SSA, (b) Sistem Instrumentasi SSA
Single Beam dan (c) Double Beam
29
1. Sumber Cahaya
Sumber cahaya yang banyak digunakan adalah lampu katoda berongga,
tabung yang bermuatan gas sumber radiasi yang baik adalah sumber radiasi yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Memancarkan intensitas sinar dengan pita radiasi yang sempit.
2. Tidak mengabsorbsi sendiri.
3. Tidak ada background yang kontinyu.
2.
3.
melalui venturi akibatnya cairan sampel terisap ke atas dan dialirkan ke dalam
spray chamber. Titik air yang besar akan mengalir ke bawah sedangkan yang
30
31
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu (diambil
dari penjual minuman sari tebu di daerah Bintaro Regensi Tangerang) yang sudah
diberikan perlakuan sebelumnya, larutan simulasi limbah Pb(NO3)2, CdSO4.8H2O,
K2Cr2 O7, CuSO4.5H2O, HNO3 0,1 N, HNO3 1 %, NaOH 10 %, aquadest, air
limbah dan larutan buffer pH 3, 4, 5, 6 dan 7.
33
3.3.
Rancangan Penelitian
Ampas tebu
Pencucian dengan
air
Pengeringan di
Bawah Sinar Matahari
Dipotong 1 cm, di
haluskan dengan blender
Arang Ampas
Tebu
Penentuan Kondisi
Optimum Penyerapan tiap
Ion Logam
Massa
Adsorben
pH Ion
Logam
Konsentrasi
Ion Logam
Lama
Pemanasan
Kondisi Optimum
Penyerapan dari Tiap Ion
Logam
Limbah
Simulasi
Aplikasi terhadap
Limbah
Limbah PLT
Analisis Konsentrasi
Ion Logam dengan SSA
34
3.4.
Prosedur Kerja
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Pertama adalah pembuatan
adsorben dari arang ampas tebu. Kedua adalah penentuan kondisi optimum
penyerapan ion logam Cd, Cr, Cu, dan Pb oleh arang ampas tebu dengan variasi
massa arang ampas tebu, pH ion logam, konsentrasi larutan ion logam dan lama
pemanasan. Ketiga, setelah diketahui kondisi optimum dari masing-masing logam
yang akan di analisis, kemudian penggunaan arang ampas tebu tersebut
diaplikasikan ke dalam limbah, yaitu limbah simulasi dan limbah laboratorium.
Konsentrasi dari masing-masing ion logam dianalisis menggunakan Spektroskopi
Serapan Atom (SSA). Bagan alir penelitian ini ditunjukkan secara sistematis pada
Gambar 8.
3.4.1. Pembuatan Arang Ampas Tebu
Ampas tebu dicuci bersih dengan air yang mengalir, setelah itu
dikeringanginkan selama 1 minggu kemudian dipotong-potong dengan ukuran 1
cm, dihaluskan dengan blender, kemudian diarangkan pada suhu 250 oC hingga
menjadi serbuk arang selama 2,5 jam. Setelah itu, diayak dengan pengayak
menjadi ukuran partikel 212 m.
3.4.2. Preparasi Limbah Simulasi
Dibuat larutan campuran dari Pb(NO3)2, CdSO4.8H2O, K2Cr2O7, dan
CuSO4.5H2O masing-masing dengan konsentrasi 100 mg/L yang disiapkan secara
simulasi masing-masing sebanyak 10 mL.
35
menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan di tempatkan pada vial dan
ditepatkan volumenya 10 mL dengan akuades dan ditambah 1 tetes asam nitrat p.a
sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada komposisi
larutan dan selanjutnya konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.
36
dengan pH masing-masing larutan, ditambah 1 tetes asam nitrat p.a sebagai bahan
pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada komposisi larutan dan
selanjutnya konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.
37
38
nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada
komposisi larutan dan konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
40
Cr
Cu
Pb
0,1468
0,0819
0,0767
0,1794
0,0886
0,0642
0,1533
0,1131
0,0913
0,1969
0,1345
0,1071
41
adsorben. Dalam variasi pH ini kemungkinan terjadi ikatan kimia antara adsorben
dengan adsorbat.
42
Tabel 3. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi pH Larutan Ion Logam
pH Larutan
Ion Logam
(mg/L)
3
4
5
6
7
Cr
Cu
Pb
0,1504
0,1826
0,2357
0,1950
02110
0,1747
0,1821
0,2109
0,1784
0,2099
0,2359
0,2701
0,2837
0,3299
0,2648
0,3044
0,3124
0,3360
0,3348
0,3136
43
Gambar 11. Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Cd(II), Cr(VI), Cu(II) dan
Pb(II) terhadap Efisiensi Penyerapan Arang Ampas Tebu
(volume 10 mL, konsentrasi 20 mg/L, massa 0,5 g arang
ampas tebu).
Dengan meningkatnya konsentrasi ion logam, maka efisiensi penyerapan
semakin berkurang. Hal ini disebabkan pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah
ion logam dalam larutan tidak sebanding dengan jumlah partikel arang ampas tebu
yang tersedia sehingga permukaan arang ampas tebu akan mencapai titik jenuh
dan kemungkinan akan terjadi proses desorpsi atau pelepasan kembali antara
adsorben dengan adsorbat. Jika konsentrasi dinaikkan menyebabkan terjadinya
44
peningkatan jumlah ion yang terikat pada adsorben sehingga nilai kapasitas
penyerapannya meningkat.
Tabel 4. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Konsentrasi Ion Logam
Konsentrasi
Larutan Ion
Logam (mg/L)
20
40
60
80
100
Cr
Cu
Pb
0,2357
0,3492
0,4610
0,5708
0,7318
0,2109
0,3686
0.5416
0,6058
0,7108
0,3299
0,6116
1,0280
0,9446
1,1630
0,3360
0,6921
1,0116
1,1009
1,6602
Pada Tabel 4 dapat dilihat kapasitas penyerapan ion logam Cd, Cr, Cu dan
Pb berturut-turut adalah 0,2357; 0,2109; 0,3299 dan 0,3360 mg/g. Hal serupa juga
dialami oleh penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati (2008) yang
menyebutkan bahwa kapasitas adsorpsi akan mengalami kenaikan seiring dengan
meningkatnya konsentrasi adsorbat.
45
46
penyerapan 0,1906 dan 0,2948 mg/g (Tabel 5). Logam Cr pada lama pemanasan
2 jam terjadi penurunan nilai efisiensi, namun efisiensinya kembali naik pada
lama pemanasan 2,5 jam dan kembali mengalami penurunan pada lama
pemanasan 3 jam. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan struktur dari
ampas tebu sehingga dengan bertambah lama pemanasannya beberapa gugus
fungsi menjadi rusak (Refilda dkk., 2001).
Tabel 5. Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada Variasi Lama Pemanasan
Lama
Pemanasan
(jam)
1,5
2
2,5
3
Cr
Cu
Pb
0,2018
0,2055
0,2157
0,2147
0,1906
0,1618
0,1779
0,1740
0,2948
0,2486
0,2863
0,2862
0,3791
0,3691
0,3827
0,3795
47
yang menyatakan bahwa pada saat ada sebuah peningkatan adsorben, maka ada
penurunan kapasitas adsorpsi dan peningkatan efisensi adsorpsi.
1
2
3
4
Ion
Konsentrasi Konsentrasi
Kapasitas
Efisiensi
Logam
Awal
Akhir
Penyerapan Penyerapan
(mg/L)
(%)
(mg/g)
(mg/L)
Cd
34,14
13,66
59,98
0,4096
Cr
15,58
5,819
62,65
0,1952
Cu
20,4
6,545
67,91
0,2771
Pb
20,54
0,836
95,92
0,3941
Nilai kapasitas ion logam Cd lebih besar dibandingkan dengan ion logam
Pb karena konsentrasi awal dari ion logam Cd adalah 34,14 mg/L lebih besar di
bandingkan dengan ion logam Pb yaitu 20,54 mg/L. Jumlah ion Cd lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah ion Pb. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Sulistyawati (2008), semakin tinggi konsentrasi awal maka nilai
kapasitasnya semakin besar pula.
48
yang
mempengaruhi, diantaranya Pb(II) memiliki jari-jari atau ukuran ion yang lebih
besar dibandingkan dengan ion logam lainnya, yaitu sebesar 1,19 sedangkan
Cd(II) dan Cr(III) masing-masing memiliki jari-jari ion 0,97 dan 0,64 .
Polaritas ion logam Pb lebih besar di bandingkan dengan ion logam lain, sehingga
lebih mudah untuk melakukan ikatan dengan molekul pada adsorben yang bersifat
polar. Begitupula dengan kemampuan Pb untuk menarik elektron dari molekul
adsorben lebih besar dibanding dengan logam lain (Sunarya, 2006).
Selain itu, menurut prinsip HSAB (Hard and Soft Acid Base) yang
dikemukakan oleh Pearson dalam Amri (2004), asam keras akan berinteraksi
dengan basa keras untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lemah dengan
basa lemah. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik,
sedangkan interaksi asam lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat
kovalen.
Ion logam Pb dan Cr merupakan kation yang bersifat asam keras dan ion
logam Cu bersifat asam madya (Lampiran 5), sehingga akan berinteraksi secara
kuat dengan anion-anion yang bersifat basa keras seperti dengan -OH. Ampas
tebu banyak mengandung selulosa yang mempunyai banyak gugus -OH, dengan
demikian selulosa akan mengikat ion Pb, Cr dan Cu secara kuat. Ikatan antara ion
Pb, Cr dan Cu dengan -OH pada selulosa melalui pembentukan ikatan koordinasi,
di mana pasangan elektron bebas dari O pada -OH akan menempati orbital kosong
49
Ion
Logam
Konsentrasi
Awal (mg/L)
1
2
3
4
Cd
Cr
Cu
Pb
3,0
8,5
1,4
ND
Konsentrasi
Akhir
(mg/L)
1,13
1,64
0,1
-
Efisiensi
Penyerapan
(%)
62,33
80,7
92,85
-
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
0,0374
0,1372
0.0260
-
YOM + H+
YOH +M2+
YOM
M + 2H+
YOM
M+ dan M2+ adalah ion logam (Cd, Cr, Cu dan Pb), -OH adalah gugus
hidroksil dan Y adalah matriks tempat gugus OH terikat. Interaksi antara gugus
OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan
kompleks koordinasi karena atom oksigen pada gugus OH mempunyai pasangan
elektron bebas, sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong. Pasangan
elektron bebas tersebut akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion
logam, sehingga terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks.
Pembentukan senyawa kompleks ini terjadi pada ion logam Cd, Cr, Cu
dan Pb. Keempat logam tersebut memiliki orbital d kosong yang akan diisi oleh
elektron bebas dari atom oksigen pada gugus OH. Selulosa berperan sebagai
51
ligan yang dapat menyumbangkan sepasang elektron bebas pada ion logam,
sedangkan ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb berperan sebagai atom pusat dalam
pembentukan senyawa kompleks. Pembentukan senyawa kompleks ion logam Pb
dengan selulosa [C6H10O5]n dapat dilihat pada Gambar 13.
HO
C H
HO
H
O H
CH
H
OH
H
H
OH
CH
H
H
O
H
OH
Pb
Pb
O
CH
H
O H
OH
52
(a)
(b)
Gambar 14. (a). Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Cd oleh Arang Ampas Tebu
Begitu pula pada adsorpsi logam Pb oleh arang ampas tebu memberikan
nilai linieritas untuk isoterm Langmuir sebesar 99,1 % dan 92,1 % untuk isoterm
Freundlich (Gambar 15). Hasil ini menunjukkan bahwa kedua tipe isoterm ini
terjadi pada proses adsorpsi ion logam Pb oleh arang ampas tebu. Hal ini sesuai
dengan Atkins (1999) bahwa adsorpsi ion logam Pb oleh arang ampas tebu
mengikuti tipe isoterm Langmuir karena linieritas untuk tipe isoterm ini lebih
besar.
53
(a)
(b)
Gambar 15. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Pb oleh Arang Ampas Tebu
Jika tipe isoterm yang dianut adalah isoterm Langmuir, maka adsorspsi
berlangsung secara kimisorpsi monolayer. Jika isoterm yang dianut adalah isoterm
Freundlich
maka
adsorpsi
yang
terjadi
adalah
fisisorpsi
multilayer
54
menunjukkan nilai linieritas yang tinggi untuk kedua isoterm, yaitu 86,9 % untuk
isoterm Langmuir dan 97 % untuk isoterm Feundlich. Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa pada proses adsorpsi ion logam Cr oleh arang ampas
tebu mengikuti tipe isoterm Freundlich. Hal ini disebabkan karena linieritas untuk
tipe isoterm Freundlich lebih tinggi dibandingkan dengan tipe isoterm Langmuir,
sehingga tipe isoterm Freundlich lebih tepat digunakan untuk mencirikan
mekanisme adsorpsi ion logam Cr oleh arang ampas tebu.
(a)
(b)
Gambar 16. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Cr oleh Arang Ampas Tebu
Hasil yang sama diperoleh pada isoterm adsorpsi ion logam Cu oleh arang
ampas tebu (Gambar 17), linieritas kedua isoterm tersebut yaitu 62,8 % untuk tipe
isoterm Langmuir dan 83,5 % untuk isoterm Freundlich. Oleh karena itu adsorpsi
ion logam Cu oleh arang ampas tebu dianggap mengikuti tipe isoterm Freundlich,
karena linieritas untuk tipe Freundlich lebih besar dibandingkan dengan tipe
isoterm Langmuir.
55
(a)
(b)
Gambar 17. (a) Isoterm Langmuir dan (b) Isoterm Freundlich Adsorpsi Ion
Logam Cu oleh Arang Ampas Tebu
Adsorpsi pada ion logam Cr dan Cu dianggap mengikuti tipe isoterm
Freundlich, sehingga tipe ini lebih tepat digunakan untuk mencirikan mekanisme
adsorpsi ion logam Cr dan Cu oleh arang ampas tebu. Jika adsorpsi mengikuti tipe
isoterm Freundlich maka adorpsi berlangsung secara fisisorpsi multilayer.
Mekanisme fisisorpsi memungkinkan terjadinya ikatan antar ion logam
yang terdapat dalam larutan maupun limbah, selain ikatannya dengan adsorben.
Kedua ikatan tersebut hanya terikat oleh gaya van der Waals sehingga ikatan
antara adsorbat dengan adsorben bersifat lemah. Hal ini memungkinkan adsorbat
leluasa bergerak hingga akhirnya berlangsung proses adsorpsi banyak lapisan.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan arang ampas
tebu sebagai adsorben untuk ion logam, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kondisi optimum untuk ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb adalah dengan berat
ampas tebu 1,5 g, konsentrasi ion logam 20 mg/L, pada pH ion logam 5
(ion logam Cd, Cr dan Pb), pH 6 untuk ion logam Cu
dan lama
pemanasan 2,5 jam (ion logam Cd dan Pb) serta lama pemanasan 1,5 jam
(ion logam Cr dan Cu).
2. Pada limbah simulasi, nilai efisiensi penyerapan tertinggi adalah untuk
logam Pb sebesar 95,92 % dan kapasitas penyerapan sebesar 0,3941 mg/g,
sedangkan pada limbah laboratorium kimia UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tidak terdeteksi adanya ion logam Pb dan nilai efisiensi
penyerapan tertinggi adalah untuk ion logam Cu sebesar 92,85 % dan
kapasitas penyerapan sebesar 0,026 mg/g.
3. Adsorpsi terhadap ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb berlangsung secara
kimisorpsi maupun fisisorpsi, dengan linieritas diatas 60 % untuk kedua
tipe isoterm, Langmuir dan Freundlich.
57
5.2. Saran
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, penggunaan arang
ampas tebu sebagai adsorben dapat dijadikan alternatif biomaterial dalam
mengurangi konsentrasi ion logam, khususnya ion logam berat pada air limbah.
Pada penelitian selanjutnya, perlu diuji coba aplikasi penggunaan arang ampas
tebu pada air limbah industri lainnya seperti industri tekstil atau industri lainnya
yang menggunakan ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb.
58
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asheh, S., F. Banat., R. Al Omari and Z.Duvnjak. 2000. Prediction of Binary
Sorption Isotherm for The Sorption of Heavy Metal by Pine bark Using
Single Isotherm Data. Chemosphore. Vol 41 : 659-665.
Amri, A., Supranto dan Fahrurozi, M. 2004. Kesetimbangan Adsorpsi Optional
Campuran Biner Cd(II) dan Cr(III) dengan Zeolit Alam Terimpregnasi 2merkaptobenzotiazol. Jurnal Natur Indonesia Vol 6(2) : 111-117.
Anggranigrum, I.T. 1996. Model Adsorpsi Ion Kompleks Koordinasi Nikel (II)
Pada Permukaan Alumina. Tesis. Jakarta : Magister Sains Ilmu Kimia
Universitas Indonesia.
Anonim. 2002.Tanaman Obat Indonesia (Tebu). BPPT.
Arifin, B. 2003. Suatu Tinjauan Adsorben Murahan Untuk menghilangkan Logam
Berat. Prosiding Seminar National Teknik Kimia. Hal: 38-44.
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika 2. Jakarta : Erlangga.
Baig, T.H., Garcia A.E., Tieman K.J. and Gardea-Torresdey. 1999. Adsorption of
Haevy Metal Ions by Biomass of Solanum elaeagnifolrum (Silverleaf
nightshade). Proceedings of the Conference on Hazardous Waste
Research.
Barros, J.L.M., Maedo G.R., Duarte M.M.L., Silva E.P and Lobato. 2003.
Biosorption Cadmium Using The Fungus Asprgillus niger. Braz J Chem
20 : 1-17.
Birowo, A.T. 1992. Seri Manajemen Usaha Perkebunan Gula, Edisi Pertama.
Jogyakarta : LPP.
Brown, R.C. 2003. Biorenewable Resources : Engineering Products from
Agriculture, US: Lowa State Press. dalam e-book google.
Cotton, F.A and G. Wilkinson. 1986. Kimia Dasar Anorganik. Jakarta : UI-Press.
Cordero, B., Loidero P Herrero R., and Vicente. 2004. Biosorption of Cadmium
by Fucus spiralis. Journal Environ Chem I : 180-187.
Cossich, E.S., Teveres C.R.G and Ravagnani. 2003. Colombo: Departemento de
Engenharia Qumica.
Fatmawati. 2006. Kajian Adsorpsi Cd(II) Oleh Biomassa Potamogeton (Rumput
naga) Yang Terimobilkan Pada Silica Gel. Banjarbaru : FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat.
59
Fourest, E and J.C. Roux. 1992. Heavy Metals Biosorption by Fungal Mycelial
by-Product : Mechanism and Influence of pH. Appl. Microbiol Biotechnol.
37 : 467-478.
Gadd, G.M. 1998. Biotechnology vol 6. pp: 401-433.
Gaol, L.D.L. 2001. Studi Awal Pemanfaatan Beberapa Jenis Karbon Aktif
Sebagai Adsorben. Seminar. Depok : FTUI
Greenberg, A.E. 1992. Standar Methods for the Examination of Water and
Wastewater. 18 th ed, American Public Health Association. Washington.2930.
Guibal, E., C. Roulph and P. Le Cloiree. 1992. Uranium Biosorption by A
Fillamentous Fungus mucor michei : pH Effect on Mechanisms and
Performance of Uptake. Water. Env. Research. 8 : 1139-1145.
Hanjono, L. 1995. Teknologi Kimia. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Hughes, M.N dan Poole, R.K., 1984, Metals and Microorganism. London :
Chapman and Hall.
Jason, P.P. 2004. Activated Carbon and Some Aplication for The Remediation of
Soil and Groundwater Pollution. http://www.cee.vt.edu/program_areas. (9
Agustus 2009).
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Krishnani, Kishore K., Parimala V and Xiaoguang M. 2004. Detoxification of
Chromium (VI) in Coastal Water Using Lignocellulosic Agricultural
Waste. Water SA Vol 30. No.4 : 541-545.
Kargi, F and S. Cikla. 2006. Biosorption of Zinc (II) ions onto Powdered Waste
Sludge (PWS) : Kinetics and Isotherm. Enzyme and Microbial, Technol,
38 : 43-53.
Kaur S., Walia T.P.S, and Mahajan R.K. 2008. Comparative Studies of Zink,
Cadmium, Lead and Copper on Economically Viable Adsorbents. Journal
Environ Eng Sci 7: 1-8.
Mahvi, A., Dariush Naghipour., Forugh Vaezi and Shahrokh Nazmara. 2005.
Teawaste as An Adsorbent for Heavy Metal Removal from Industrial
Wastewater. American Journal of Applied Science 2(1) : 372-375.
Marshall,W.E. and Mitchell M.J. 1996. Agriculture by-product As Metal
Adsorbent : Sorption Propeties and Resistence to Mechanical Abrasion.
Journal Chemistry Technology Biotechnol 66 : 92-198.
60
61
Suryana, N. 2001. Teori Intrumentasi dan Tekik Analisa AAS. Jakarta : Pusat
Pengujian Mutu Barang.
Syahmani dan Sholahudin, A. 2007. Laporan Penelitian Dosen Muda : Reduksi
Fe, Mn dan Padatan Terlarut dalam Air Hitam dengan Kitin dan Kitosan
Isolat Limbah Kulit Udang melalui Sistem Kolom. Banjarmasin : FKIP
UNLAM.
Taty C., VC, H.Fauduet., C. Porte and A. Delacrix. 2003. Removal of Cd(II) and
Pb(II) Ions from Aqueous Solution by Adsorption onto Swadust of Pinus
sylvestris. J. Hazard Mater pp: 121-142.
Villacarias, F et al., 2005. Adsorption of Simple Aromatic Compounds on
Activated Carbon. Journal of Colloid and Interface Science. 293:128-136.
Volesky B. Biosorption of Heavy Metal. http://lifebiosorption.co.uk (18 Agustus
2009)
Witono, J.A. 2003. Produksi Furfural dan Turunannya : Alternatif Peningkatan
Nilai
Tambah
Ampas
Tebu
Indonesia.
http:/www.chem-istry.org/?sect=focus&ext=15. (20 Agustus 2009).
Widowati, W., Sastiono, A dan Yusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta :
Andi.
Yu,LJ., Dorris KL., Shukla A and Margrave JL. 2003. Adsorption of Chromium
from Aqueous Solutions by Maple Dust. J. Hazard Materials. Vol 100 :
53-63.
62
Massa
Ampas Tebu
(g)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
0,5
19,72
12,38
37,22
0,1468
2.
1,0
19,72
11,53
41,53
0,0819
3.
1,5
19,72
8,205
58,39
0,0767
pH
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
19,32
11,80
38,92
0,1504
2.
19,24
10,11
47,45
0,1826
3.
19,54
7,751
60,33
0,2357
4.
19,07
9,320
51,13
0.1950
5.
19,27
8,709
54,81
0,2112
Konsentrasi
(mg/L)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan(%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
20
19,54
7,751
60,33
0,2357
2.
40
37,74
20,28
46,26
0,3492
3.
60
57,48
32,43
43,58
0,4610
4.
80
70,25
41,71
40,63
0,5708
5.
100
90,12
53,53
40,60
0,7318
63
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan
(%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
1,5
18,46
8,368
54,67
0,2018
2.
2,0
18,46
8,183
55,67
0,2055
3.
2,5
18,46
7,674
58,43
0,2157
4.
3,0
18,46
7,725
58,15
0,2147
Massa
Ampas Tebu
(g)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
0,5
11,08
2,811
74,63
0,1794
2.
1,0
11,08
2,214
80,02
0,0886
3.
1,5
11,08
1,446
86,95
0,0642
pH
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Efisiensi
Akhir (mg/L) Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
12,23
3,493
71,44
0,1747
2.
11,95
2,845
76,19
0,1821
3.
11,78
1,235
89,52
0,2109
4.
11,62
2,697
76,79
0,1784
5.
12,06
1,563
87,04
0,2099
64
Tabel 11. Data Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Penyerapan Cr(VI)
No.
Konsentrasi
(mg/L)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan
(%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
20
11,78
1,235
89,52
0,2109
2.
40
26,20
7,767
70,35
0,3686
3.
60
38,98
11,90
69,47
0,5416
4.
80
55,54
25,25
54,54
0,6058
5.
100
72,14
36,60
49,27
0,7108
Tabel 12. Data Pengaruh Lama Pemanasan Ampas Tebu Terhadap Penyerapan
Cr(VI)
Lama Pemanasan (jam)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan
(%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
1,5
11,69
2,157
81,55
0,1906
2.
2,0
11,69
3,596
69,24
0,1618
3.
2,5
11,69
2,794
76,10
0,1779
4.
3,0
11,69
2,989
74,43
0,1740
No.
Tabel 13. Data Pengaruh Massa Ampas Tebu Terhadap Penyerapan Cu(II)
No.
Massa
Ampas Tebu
(g)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
0,5
17,40
9,735
44,05
0,1533
2.
1,0
17,40
6,090
65,00
0,1131
3.
1,5
17,40
3,700
78,74
0,0913
65
pH
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
17,08
5,283
69,07
0,2359
2.
17,13
3,625
78,84
0,2701
3.
17,00
2,815
83,44
0,2837
4.
17,90
1,403
92,16
0,3299
5.
16,10
2,86
82,24
0,2648
Tabel 15. Data Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Penyerapan Cu(II)
No.
Konsentrasi
(mg/L)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan(%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
20
17,90
1,403
92,16
0,3299
2.
40
34,28
3,700
89,21
0,6116
3.
60
59,40
8,000
86,53
1,0280
4.
80
71,63
24,40
65,94
0,9446
5.
100
90,35
32,20
64,36
1,1630
Tabel 16. Data Pengaruh Lama Pemanasan Ampas Tebu Terhadap Penyerapan
Cu(II)
No.
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan
(%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
1,5
16,00
1,260
92,13
0,2948
2.
2,0
16,00
3,570
77,69
0,2486
3.
2,5
16,00
1,685
89,47
0,2863
4.
3,0
16,00
1,690
89,44
0,2862
66
Tabel 17. Data Pengaruh Massa Ampas Tebu Terhadap Penyerapan Pb(II)
No.
Massa
Ampas Tebu
(g)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
0,5
19,32
9,473
50,97
0,1969
2.
1,0
19,32
5,895
69,49
0,1345
3.
1,5
19,32
3,250
83,18
0,1071
pH
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Efisiensi
Akhir (mg/L) Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
17,24
2,016
88,31
0,3044
2.
16,27
0,648
96,01
0,3124
3.
16,92
0,117
99,31
0,3360
4.
17,11
0,367
97,86
0,3348
5.
16,15
0,468
97,10
0,3136
Tabel 19. Data Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Penyerapan Pb(II)
No.
Konsentrasi
(mg/L)
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan (%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
20
16,92
0,117
99,31
0,3360
2.
40
37,18
2,571
93,08
0,6922
3.
60
55,32
4,740
91,43
1,0116
4.
80
61,10
6,052
90,09
1,1009
5.
100
92,14
9,128
90,09
1,6602
67
Tabel 20. Data Pengaruh Lama Pemanasan Ampas Tebu Terhadap Penyerapan
Pb(II)
No.
Konsentrasi
Awal (mg/L)
Konsentrasi
Akhir (mg/L)
Efisiensi
Penyerapan
(%)
Kapasitas
Penyerapan
(mg/g)
1.
1,5
19,50
0,5460
97,20
0,3791
2.
2,0
19,50
1,043
94,65
0,3691
3.
2,5
19,50
0,3620
98,14
0,3827
4.
3,0
19,50
0,5235
97,32
0,3795
68
Keterangan
C1 = konsentrasi awal larutan (mg/L)
C2 = Konsentrasi akhir larutan (mg/L)
% E = efisiensi adsorpsi
2. Kapasitas penyerapan ion logam Cd pada limbah multikomponen
Keterangan :
Q = Kapasitas adsorpsi per bobot molekul (mg/g)
C1 = konsentrasi awal larutan (mg/L)
C2 = Konsentrasi akhir larutan (mg/L)
m = massa adsorben (g)
V = volume larutan (mL)
69
konsentrasi akhir
(mg/L)[c*]
19.54
0.5002
7.751
37.74
0.5008
20.28
57.48
0.5005
32.43
70.25
0.501
41.71
90.12
0.5001
53.53
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
isoterm Langmuir
c
x/m
7.751
20.28
32.43
41.71
53.53
11.789
17.46
25.05
28.54
36.59
23.56857
34.86422
50.04995
56.96607
73.16537
isoterm Langmuir
X
x/m
1.235
7.767
11.9
25.25
36.6
10.545
18.433
27.08
30.29
35.54
21.07314
36.79976
54.0519
60.51948
70.98063
70
konsentrasi akhir
(mg/L) [c]*
17.9
0.5004
1.403
34.28
0.5009
3.7
59.4
0.5013
8
71.63
0.5012
24.4
90.35
0.5
32.2
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
isoterm Langmuir
C
1.403
3.7
8
24.4
32.2
X
16.497
30.58
51.4
47.23
58.15
x/m
32.96763
61.05011
102.5334
94.23384
116.3
konsentrasi akhir
(mg/L) [c]*
16.92
0.5007
0.117
37.18
0.5001
2.571
55.32
0.5005
4.74
61.1
0.501
6.052
92.14
0.5008
9.128
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
isoterm Langmuir
C
0.117
2.571
4.74
6.052
9.128
x
16.803
34.609
50.58
55.048
83.012
x/m
33.55902
69.20416
101.0589
109.8762
165.7588
71
Lampiran 4. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Ion Logam oleh Ampas Tebu
1. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Ampas Tebu
konsentrasi awal
(mg/L)
berat adsorben
(g)[m]*
konsentrasi akhir
(mg/L) [c]*
19.54
0.5002
7.751
37.74
0.5008
20.28
57.48
0.5005
32.43
70.25
0.501
41.71
90.12
0.5001
53.53
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
isoterm Freundlich
log
log c
x/m
x/m
0.8894 23.569 1.3723
1.3071 34.864 1.5424
1.5109 50.05 1.6994
1.6202 56.966 1.7556
1.7286 73.165 1.8643
konsentrasi akhir
(mg/L) [c]*
isoterm Freundlich
log c
11.78
0.5004
1.235
0.0917
26.2
0.5009
7.767
0.8903
38.98
0.501
11.9
1.0755
55.54
0.5005
25.25
1.4023
72.14
0.5007
36.6
1.5635
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
x/m
21.073
36.8
54.052
60.519
70.981
log
x/m
1.3237
1.5658
1.7328
1.7819
1.8511
72
konsentrasi akhir
(mg/L) [c]*
17.9
0.5004
1.403
34.28
0.5009
3.7
59.4
0.5013
8
71.63
0.5012
24.4
90.35
0.5
32.2
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
isoterm Freundlich
log
log c
x/m
x/m
0.1471 32.968 1.5181
0.5682 61.05 1.7857
0.9031 102.53 2.0109
1.3874 94.234 1.9742
1.5079 116.3 2.0656
konsentrasi akhir
(mg/L) [c]*
16.92
0.5007
0.117
37.18
0.5001
2.571
55.32
0.5005
4.74
61.1
0.501
6.052
92.14
0.5008
9.128
*[m] = digunakan sebagai variabel m pada rumus isoterm adsorpsi
isoterm Freundlich
log
log c
x/m
x/m
-0.932 33.559 1.5258
0.4101 69.204 1.8401
0.6758 101.06 2.0046
0.7819 109.88 2.0409
0.9604 165.76 2.2195
73
Lampiran 5. Asam dan Basa Beberapa Senyawa dan Ion Menurut Prinsip HSAB dari
Pearson
74
CdSO4.8H2O,
menggunakan HNO3 1 %, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya pada
labu ukur 250 mL.
4. Larutan Induk Cr 1000 mg/L
Ditimbang sebanyak 0,7115 g K2Cr2O7, kemudian dilarutkan dengan menggunakan
HNO3 1 %, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya pada labu ukur 250
mL.
5. Larutan Induk Cu 1000 mg/L
Ditimbang sebanyak 0,9823 g
CuSO4.5H2O,
menggunakan HNO3 1 %, dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya pada
labu ukur 250 mL.
75
46,5
3,5
33
17
20,5
29,5
87,7
12,3
39
61
76
Instrumen SSA
Furnace
77
Limbah Simulasi
Limbah Laboratorium
78