Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dalam kehidupan banyak hal yang dapat dipelajari, salah satunya adalah

sistem reproduksi manusia baik dari segi anatomi maupun fisiologi.


Reproduksi adalah salah satu cara yang dilakukan oleh manusia untuk
mempunyai keturunan. Atau dapat juga diartikan Reproduksi adalah suatu
rangkaian dan interaksi organ dan zat dalam organisme yang dipergunakan untuk
berkembang biak. Organ reproduksi pada manusia secara garis besar dapat dibagi
atas dua yaitu alat reproduksi pria dan alat reproduksi wanita1.
Organ Reproduksi pada pria terdiri dari dua bagian yaitu organ reproduksi
bagian luar, dan organ reproduksi bagian dalam. Bagian luar terdiri dari Penis,
Buah Zakar, dan Skrotum (Kantung Pelir). Sedangkan bagian dalam terdiri dari
testis, tubullus seminiferus dan saluran reproduksi2.
Sebagaimana uraian diatas, dalam karya tulis ini saya akan membahas
mengenai sistem reproduksi pria beserta kelainan-kelainan perkembangan organ
reproduksi pada pria.
Banyaknya kita jumpai kasus pada pria yang mengalami kelainan perkembangan
organ reproduksinya, seperti mikropenis yang sering dijumpai pada pria dengan
obesitas. Untuk itu diperlukan pengobatan yang tepat untuk kelainan tersebut.

1.2

Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


a. Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah pilihan Sex and Health
b. Agar mengetahui organ reproduksi pria secara keseluruhan

1.2.2 Tujuan Khusus


1

a. Mengetahui anatomi dari Organ Reproduksi pria, luar maupun dalam


b. Mengetahui Proses Spermatogenesis
c. Mengetahui hormon-hormon yang berperan pada system reproduksi pria
d. Mengetahui Kelainan perkembangan organ reproduksi pria
1.3

Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa


Dapat menjadi acuan dan referensi dalam pembelajaran tentang kesehatan
seksual dan system reproduksi
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam memberikan materi perkuliahan yang dapat
bermanfaat untuk pengetahuan dan pengembangan ilmu kesehatan

BAB II
2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1

Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Pria


Organ reproduksi pada pria dibedakan menjadi dua, yaitu alat reproduksi

luar dan organ reproduksi dalam. Organ reproduksi luar berupa penis dan
skrotum. Organ reproduksi dalam berupa testis, saluran kelamin, dan kelenjar
kelamin1.
2.1.1 Organ Reproduksi Bagian Luar
a. Penis
Penis merupakan alat untuk memasukan sperma ke dalam saluran
kelamin wanita. Di dalam penis terdapat tiga rongga. Dua rongga bagian
atas tersusun atas jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga
bawahnya tersusun atas jaringan spons korpus spongiosum. Korpus
spongiosum membungkus uretra. Uretra pada penis dikelilingi oleh
pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa2.
UMUR
: PANJANG (CM/E)
-----------------------------------------------------------0 - 06 BULAN
:
3,0 +/- 0,8
6 - 12 BULAN
:
4,1 +/- 0,8
1 - 02 TAHUN
:
5,0 +/- 0,9
2 - 03 TAHUN
:
5,4 +/- 1,0
3 - 04 TAHUN
:
5,6 +/- 1,0
4 - 05 TAHUN
:
6,0 +/- 1.0
5 - 07 TAHUN
:
6,3 +/- 1,0
7 - 11 TAHUN
:
6,5 +/- 1,0
-------------------------------------------------------------Tabel 2.1 Panjang penis berdasarkan umur3
b. Skrotum (kantong pelir)
Skrotum merupakan kulit terluar yang melindungi testis. Skrotum
berjumlah dua buah, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Antara
skrotum kanan dan skrotum kiri terdapat jaringan ikat dan otot polos.
Adanya otot polos mengakibatkan skrotum dapat mengerut dan
mengendur. Dalam skrotum terdapat otot lurik yang berfungsi mengatur

suhu di sekitar testis agar selalu stabil (pembentukan sperma memerlukan


suhu sedikit di bawah suhu tubuh).
2.1.2 Organ Reproduksi Bagian Dalam
a. Testis (Gonad Jantan)
Testis merupakan alat untuk memproduksi sperma. Untuk memproduksi
sperma diperlukan suhu yang sedikit lebih rendah dari suhu tubuh. Dalam
testis terdapat saluran-saluran halus yang disebut saluran penghasil
sperma (tubulus seminiferus). Dalam tubulus seminiferus inilah terjadi
pembentukan sperma.
b. Saluran kelamin
Saluran kelamin berfungsi menyalurkan sperma dari testis ke luar tubuh.
Saluran kelamin meliputi epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi, dan
uretra.
c. Epididimis
Merupakan saluran berkelok-kelok dalam skrotum yang keluar dari testis.
Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma sementara.
Sperma yang telah matang disalurkan menuju vas deferens. Vas deferens
merupakan saluran yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari
epididimis. Vas deferens berfungsi sebagai saluran yang dilalui sperma
dari epididimis menuju vesikula seminalis (kantong sperma).
d. Saluran ejakulasi
Merupakan saluran penghubung vesikula seminalis dengan uretra. Fungsi
saluran ejakulasi untuk mengeluarkan sperma menuju uretra.
e. Uretra
Merupakan saluran reproduksi terakhir. Fungsi uretra sebagai saluran
kelamin dari vesikula seminalis dan saluran urine dari kantong kemih2.
2.1.3 Kelenjar kelamin pria
Di dalam saluran kelamin, sperma mengalami penambahan cairan cairan
kelamin. Cairan kelamin berguna untuk mempertahankan hidup gerak sperma.
Cairan-cairan kelamin dihasilkan oleh vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan
kelenjar cowper.
a) Vesikula seminalis menghasilakan cairan yang berfungsi sebagi sumber
energi dan untuk memudahkan gerakan sperma.
b) Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang memberi suasana basa pada
cairan sperma. Cairan tersebut mengandung kolesterol, garam, dan
fosfolipid.

c) Kelenjar cowper/kelenjar bulbouretra yang menghasilkan cairan yang


bersifat basa4.

Gambar 2.1 Anatomi Organ Reproduksi Pria


2.1.4 Hormon Reproduksi pada Pria
Banyak hormone yang berperan dalam system reproduksi pria, yaitu :
a) Hormone gonadotropin
Dihasilkan oleh hipotalamus (di bagian dasar dari otak) yang merangsang
kelenjar hipofisis sebagian depan (anterior) agar mengeluarkan hormone
FSH dan LH.
b) Follicle Stimulating Hormon / FSH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. FSH berfungsi
untuk merangsang perkembangan tubulus seminiferus dan sel Sertoli
untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein/protein pengikat
androgen) yang akan memacu pembentukan sperma.
c) Luteinizing Hormone/LH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi LH adalah
merangsang sel-sel interstial (sel Leydig) untuk menghasilkan hormone
testosterone.
d) Hormone Testosterone

Testosterone adalah hormone yang berfungsi merangsang perkembangan


organ seks primer pada saat embrio belum lahir, mempengaruhi
perkembangan alat reproduksi dan ciri kelamin sekunder pria seperti
jambang, kumis, jakun, suara membesar, pertambahan massa otot, dan
perubahan suara5.
2.1.5 Spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap penggandaan, tahap
pertumbuhan, dan tahap pematangan.
1) Spermatositogenesis (spermatocytogenesis) adalah tahap awal dari
spermatogenesis yaitu peristiwa pembelahan spermatogonium menjadi
spermatosit primer (mitosis), selanjutnya spermatosit melanjutkan
pembelahan secara meiosis menjadi spermatosit sekunder dan spermatid.
Istilah ini biasa disingkat proses pembelahan sel dari spermatogonium
menjadi spermatid.
Terjadinya spermatogenesis melibatkan spermatogonium, sel sertoli, dan
sel ledyg yang ketiganya terdapat di dalam tubulus seminiferus ( saluran
penghasil sperma) :
a) Sel induk sperma (spermatogonium), yaitu calon sperma.
b) Sel sertoli memberikan nutrisi spermatozoa.
c) Sel leydig yang berfungsi testosterone. Hormone ini berperan dalam
2) Spermiogenesis (spermiogensis) adalah peristiwa perubahan spermatid
menjadi sperma yang dewasa. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis
dan membutuhkan waktu selama 2 hari.
Terbagi menjadi tahap, yaitu :
a) Pembentukan golgi, axonema dan kondensasi DNA
b) Pembentukan cap akrosom
c) Pembentukan bagian ekor
d) Maturasi, reduksi sitoplasma difagosit oleh sel Sertoli.
3) Spermiasi (Spermiation) adalah peristiwa pelepasan sperma matur dari sel
sertoli ke lumen tubulus seminiferus selanjutnya ke epididimidis. Sperma
belum memiliki kemampuan bergerak sendiri (non-motil). Sperma non
motil ini ditranspor dalam cairan testicular hasil sekresi sel Sertoli dan
bergerak menuju epididimis karena kontraksi otot peritubuler. Sperma baru
6

mampu bergerak dalam saluran epidimis namun pergerakan sperma dalam


saluran reproduksi pria bukan karena motilitas sperma sendiri melainkan
karena kontraksi peristaltik otot saluran6.

Gambar 2.2 Spermatogenesis

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Jenis Penelitian
Studi Pustaka : Semua bahan diambil dari buku buku dan atau jurnal.

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
1) Laptop
3.2.2 Bahan
1) Buku
2) E-jurnal
3) Bahan perkuliahan
3.3

Defenisi Operasional
1) Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi
satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi
dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman.

2) e-jurnal adalah terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk
elektronik.
3) Bahan perkuliahan adalah materi yang diberikan oleh dosen kepada
mahasiswa.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1

Mikropenis
Mikropenis adalah suatu kelainan pada pria berupa pertumbuhan penis lebih

kecil daripada yang seharusnya. Seorang pria dikatakan memiliki mikropenis


apabila panjang penisnya kurang dari 2,5 standar deviasi rata-rata ukuran penis
pria normal pada usia tertentu.
Acuan ukuran yang dapat dipakai adalah apabila ukuran penis kurang dari 2
cm saat kelahiran, 2,5 cm saat berusia satu tahun, 4 cm pada masa pubertas, dan
10 cm di akhir masa pubertas atau saat dewasa.
4.1.1 Penyebab
Hal ini dapat disebabkan karena faktor hormonal sejak seorang anak masih
dikandung, salah satunya adalah kekurangan hormon androgen pada kehamilan
dini.
4.1.2 Pengobatan

Untuk pengobatan mikropenis, dapat ditempuh terapi hormon sejak dini,


bahkan

sejak

bayi

menggunakan

intramuskular

testoteron

atau

gel

dihidrotestoteron topikal. Terapi yang dilakukan sebaiknya sebelum masa pubertas


atau sebelum berusia 14 tahun. Terapi diberikan 4 kali setiap 3-4 minggu dengan
total sebanyak 4 suntikan. Terapi ini memiliki beberapa efek samping seperi
seringnya terjadi ereksi, memacu penutupan lempeng tulang, dan memacu
pubertas apabila terapi diberikan secara berlebihan. Apabila terapi hormon tidak
berhasil dilakukan, pengobatan yang dapat ditempuh adalah bedah orchiopexy.[4]
Bedah ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor fisiologis, teknis,
dan risiko apabila operasi diadakan terlalu dini. Secara fisiologis, waktu yang
tempat untuk melakukan operasi ini adalah saat kelahiran hingga usia 6 bulan.
Usia 6-12 bulan, bayi mulai memiliki kesadaran diri dan kewaspadaan akan
dipisahkan dengan ibunya. Kewaspadaan ini akan meningkat pada usia 1-3 tahun
sehingga apabila anak pada usia tersebut dioperasi maka harus didampingin
ibunya. Pada usia 3-6 tahun, akan lebih mudah untuk melakukan operasi namun di
atas usia 6 tahun, mereka mulai cemas dengan operasi kelamin yang akan dijalani.
Secara teknis, orchiopexy dapat dilakukan oleh ahli pediatrik dengan bantuan bius
yang baik.

Gambar 4.1 Mikropenis

4.2

Makropenis
Makropenis adalah suatu kelainan pada organ reproduksi pria dimana

ukuran penis diatas ukuran rata-rata, yang ditunjukkan dengan pengukuran


standar.

4.3

Hipospadia
Hipospadia adalah salah satu keabnormalan pada saluran kemih atau uretra

dan penis.
Dalam kondisi normal, lubang uretra terletak di ujung penis untuk
mengeluarkan urine. Tetapi pada pengidap hipospadia, lubang uretra justru berada
di bagian bawah penis.
Hipospadia termasuk kelainan bawaan yang umumnya diderita sejak lahir.
Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pada proses buang air kecil serta ereksi.

4.3.1 Gejala-gejala Hipospadia


Kondisi hipospadia yang dialami tiap penderita berbeda-beda. Tingkat
keparahannya tergantung kepada lokasi lubang uretra pada penis.
Pada umumnya, lubang uretra pada pengidap hipospadia terletak di dekat
ujung penis. Tetapi ada juga pengidap dengan lubang uretra yang terletak di
bagian tengah atau pangkal penis. Posisi kedua inilah yang disebut hipospadia
yang parah.

10

Di luar letak lubang uretra, gejala-gejala hipospadia lainnya cenderung


terlihat mirip. Di antaranya adalah:
1) Kulup yang terlihat menaungi ujung penis. Ini terjadi karena kulup tidak
berkembang di bagian bawah penis.
2) Penis yang melengkung ke bawah akibat terjadinya pengencangan
jaringan di bawah penis.
3) Percikan abnormal yang terjadi saat buang air kecil.
4.3.2 Penyebab dan Faktor Risiko Hipospadia
Hipospadia adalah kelainan yang terjadi sejak lahir. Sama seperti cacat lahir
pada umumnya, penyebab perkembangan abnormal pada penis ini belum
diketahui secara pasti.
Pembentukan penis selama bayi berada dalam rahim tergantung kepada
hormon, seperti testosteron. Para pakar memperkirakan bahwa keabnormalan pada
hipospadia kemungkinan disebabkan oleh keefektifan hormon yang terhambat.
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat memicu hipospadia. Salah
satunya adalah pengaruh keturunan. Hipospadia memang bukan penyakit
keturunan, tapi kondisi ini terkadang dapat terjadi pada bayi yang memiliki
anggota keluarga dengan kondisi yang sama.

Di samping keturunan, faktor-faktor pemicu lain diperkirakan juga bisa


berdampak kepada perkembangan janin pada masa kehamilan. Misalnya pengaruh
usia ibu yang di atas 40 tahun saat hamil dan pajanan rokok atau senyawa kimiawi
selama kehamilan, terutama pestisida.

11

4.3.3 Diagnosis dan Penanganan Hipospadia


Bayi yang mengidap hipospadia umumnya dapat didiagnosis tidak lama
setelah dilahirkan. Diagnosis ini bisa dilakukan melalui pemeriksaan fisik pada
penis dan tidak membutuhkan tes-tes lain.
Namun hipospadia yang parah membutuhkan pemeriksaan lebih mendetail
untuk memastikan ada atau tidaknya keabnormalan pada alat kelamin pengidap.
Karena itu, dokter akan menganjurkan pengidap untuk menjalani tes kromosom
dan proses pemindaian area genital.
Meski positif didiagnosis hipospadia, bayi atau anak Anda belum tentu
membutuhkan penanganan medis. Hal ini tergantung pada tingkat keparahan
hipospadia yang dialami.
Jika lubang uretra terletak sangat dekat dari lokasi yang seharusnya dan
bentuk penis tidak melengkung, penanganan medis khusus kemungkinan tidak
diperlukan. Tetapi jika lubang uretra berada jauh dari lokasi yang seharusnya,
operasi pemindahan uretra perlu dilakukan.
Langkah operasi ini bisa dijalani kapan saja, tapi masa idealnya adalah saat
anak berusia empat bulan hingga 1,5 tahun. Dalam prosedur ini, dokter bedah
akan merekonstruksi saluran kemih pada lokasi yang seharusnya. Begitu juga
dengan bentuk penis yang melengkung ke bawah karena pertumbuhan kulup yang
tidak normal.
Perlu diingat bahwa jaringan dari kulup biasanya diperlukan dalam operasi
ini. Karena itu, hindari proses sunat sebelum prosedur rekonstruksi ini dilakukan.

12

Gambar 4.2 Hispospadia

4.4

Epispadia
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang

uretra terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi
terbuka.
Terdapat 3 jenis epispadia:
1) Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis
2) Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis
3) Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut.
4.4.2 Gejala Epispadia
1) Lubang uretra terdapat di punggung penis
2) Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis.

13

4.4.3 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menilai beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan berikut:
1) Radiologis (IVP)
2) USG sistem kemih-kelamin

Gambar 4.3 Epispadia

4.5

Kriptokhismus
Kriptorkismus adalah testis yang tidak turun, sebuah kondisi di mana salah

satu atau kedua testis gagal untuk bergerak dari perut, di mana mereka
dikembangkan sebelum kelahiran, ke dalam skrotum.
4.5.1 Etiologi
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan
adalah :
1) Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang
besar akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta
14

fiksasi pada skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum.


Ketika tesis telah berada di kantong skrotum gubernakulum akan
diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila struktur ini tidak terbentuk atau
terbentuk abnormal akan menyebabkan maldesensus testis.

2) Defek intrinsik testis


Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini
membuat testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini
merupakan penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga
untuk menerangkan mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral
menjadi steril ketika diberikan terapi definitif pada umur yang optimum.
Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir,
tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan
jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.

15

3) Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin


Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus
inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi
prematur ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar
rendah sampai 2 minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit
diterapkan pada kriptorkismus unilateral.
Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak
adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat
dari imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisistestis. Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak
terjadi pada mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
4.5.2 Faktor Resiko
Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat
mendeteksi faktor resikonya. Antara lain :
1) BBLR (kurang 2500 mg)
2) Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
3) Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)

4) Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)


5) Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
6) Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT
4.5.3 Patogenesis
Skrotum adalah regulator suhu yang efektif untuk testis, dimana suhu
dipertahankan sekitat 1 derajat Celsius (1,8 derajat Fahrenheit) lebih dingin
dibanding core body temperature. Sel spermatogenesis sangat sensitif terhadap

16

temperatur badan. Mininberg, Rodger dan Bedford (1982) mempelajari


ultrastruktur kriptorkismus dan mendapatkan perubahan pada kurun satu tahun
kehidupan. Pada umur 4 tahun didapatkan deposit kolagen masif. Kesimpulan
mereka adalah testis harus di skrotum pada umur 1 tahun.
Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan
dimana epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk 2 tahun
pertama kehidupan. Sementara umur 4 tahun terdapat penurunan spermatogonia
sekitar 75 % sehingga menjadi subfertil / infertil.
Setelah umur 6 tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus
seminiferus mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis
di antara tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis
berukuran normal, tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik
sehingga pasien menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh
suhu tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus.
Sehingga impotensi karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus
Penelitian dengan biopsi jaringan testis yang mengalami kriptorkismus
menunjukkan tidak terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi
maligna tidak dapat disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami
UDT.

4.5.4 Klasifikasi
Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasar etiopatogenesis dan lokasi.
a) Berdasar etiopatogenesis kriptorkismus dapat dibagi menjadi :
Mekanik/anatomik : akibat perlekatan, kelainan kanalis inguinalis
1.

Endokrin/hormonal: kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis

17

2.

Disgenesis : kelainan interseks multipel

3.

Herediter/genetik
b) Berdasarkan lokasi :

1.

Skrotum tinggi (supraskrotal)

: 40%

2.

Intrakanalikuli (inguinal)

: 20 %

3.

Intraabdominal (abdomen)

: 10 %

4.

Terobstruksi

: 30%

Ada juga yang membagi lokasi sebagai berikut :


1. Intraabdominal
2. Inguinal
3. Preskrotal
4. Skrotal
5. Retrakti

Gambar 4.4 Kriptokhismus


4.6

Pseudohermafroditisme
18

Merupakan suatu kelainan dimana individu yang memiliki testis namun juga
memiliki genitalia eksterna dan atau interna dengan fenotipe wanita (berkelamin
ganda).

4.6.1 Penyebab
Hal yang dapat menyebabkan pseudohermaffroditisme, yaitu :
1) Lingkungan hormonal janin yang tidak sesuai
2) Defek biokimia pada aktivitas androgen atau kandungan kromosom seks yang
abnormal

4.7

Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan

parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara
produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

4.7.1 Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran
cairan peritoneum ke prosesus

vaginalis

atau belum sempurnanya

sistem

limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada bayi
laki-laki hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28
minggu, testis turun dari rongga perut bayi ke dalam skrotum, dimana setiap
testis ada kantong

yang

mengikutinya

sehingga

terisi

cairan

yang

mengelilingi testis tersebut.


Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada
testis

atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau

19

reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu
tumor, infeksi, atau trauma pada testis atau epididimis. Kemudian hal ini dapat
menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis,

maupun obstruksi

aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.

4.7.2 Klasifikasi
Berdasarkan kapan terjadinya, yaitu :
1. Hidrokel primer
Hidrokel

primer terlihat

pada anak akibat

kegagalan penutupan

prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum


peritoneum embrionik

yang

melintasi

kanalis

inguinalis

dan

membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan


terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan
dalam tunika akan diabsorpsi.
2. Hidrokel sekunder
Pada

orang

dewasa,

hidrokel

sekunder

cenderung

berkembang

lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi


aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau
epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses
neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan
terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar
dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Menurut letak kantong hidrokel dari testis, yaitu :
1. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah cranial dari
testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar
kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap
sepanjang hari.

20

3. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu
bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel
terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen.
Menurut onset :
1. Hidrokel akut
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri.
Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit
dan sel polimorf.
2. Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan
dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.
4.7.3 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utama pasien adalah adanya benjolan di
kantong skortum yang tidak nyeri. Biasanya pasien mengeluh benjolan
yang berat dan besar di daerah skortum. Benjolan atau massa kistik
yang lunak dan kecil pada pagi hari dan membesar serta tegang pada
malam hari. Tergantung pada jenis dari hidrokel

biasanya benjolan

tersebut berubah ukuran atau volume sesuai waktu tertentu.


Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya kantong hidrokel
tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan, kantong
hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yang bertambah besar pada saat
anak menangis. Pada riwayat penyakit dahulu, hidrokel testis biasa
disebabkan oleh penyakit seperti infeksi atau riwayat trauma pada testis.
b. Pemeriksaan Fisik

21

Pada inspeksi Skrotum akan tampak lebih besar dari yang lain. Palpasi
pada skrotum yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal
atau

lunak tergantung pada tegangan di dalam hidrokel, permukaan

biasanya halus. Palpasi hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah
cairan minimum, testis relative mudah diraba. Sedangkan bila cairan
minimum, testis relatif mudah diraba. Juga penting dilakukan palpasi
korda spermatikus di atas insersi tunika vaginalis. Pembengkakan
kistik karena hernia atau hidrokel serta padat karena tumor.
Normalnya korda spermatikus tidak terdapat
membedakannya

dengan

hernia

skrotalis

penonjolan,
yang

yang

kadang-kadang

transiluminasinya juga positif. Pada Auskultasi dilakukan untuk


mengetahui adanya bising usus untuk menyingkirkan adanya hernia.
Langkah diagnostik yang paling penting adalah transiluminasi massa
hidrokel dengan cahaya di dalam ruang gelap. Sumber cahaya
diletakkan pada sisi pembesaran skrotum.Struktur vaskuler, tumor,
darah, hernia, penebalan tunika vaginalis dan testis normal tidak dapat
ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan
rongga yang mengandung cairan serosa,

seperti hidrokel.

Hidrokel

berisi cairan jernih, straw-colored dan mentransiluminasi (meneruskan)


berkas cahaya.
Hidrokel biasanya menutupi seluruh bagian dari testis.Jika hidrokel
muncul antar 18 35 tahun harus dilakukan aspirasi. Massa kistik yang
terpisah dan berada di pool atas testis dicurigai spermatokel. Pada
aspirasi akan didapatkan cairan kuning dari massa skortum. Berbeda
dengan spermatokel, akan didapatkan cairan berwarna putih, opalescent
dan mengandung spermatozoa.
c. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum
dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel atau
spermatokel), vena abnormal (varikokel), dan kemungkinan adanya
tumor.

22

4.7.3 Diagnosis Banding


Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang
hampir sama dengan hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu
diagnosis banding hidrokel adalah :
1. Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran
darah balik vena spermatika interna.
2. Torsio Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi
gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan aliran
darah daripada testis.
3. Spermatokel
Adalah benjolan kistik yang berasal dari epididimis dan berisi sperma.
4.7.4 Terapi
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan
jika penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika
hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis.
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan
untuk dilakukan koreksi.
Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan
sebuah jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan
besar hidrokel akan berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi,
bisa disuntikkan zat sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea untuk
menyumbat/menutup lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan
tertimbun kembali. Hidrokel yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus
diatasi dengan pembedahan sesegera mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya
ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus

23

vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap
ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
1. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa
dilakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).
4.7.5 Komplikasi
Hidrokel dapat mempengaruhi pasokan darah testis. Jika pasokan darah
testis kurang maka akan terjadi Iskemia yang dapat menyebabkan penurunan
kesuburan. Perdarahan ke dalam hidrokel dapat menyebabkan trauma testis.
Hidrokel menetap atau berhubungan dengan rongga peritoneum dapat
menyebabkan terjadinya Hernia Inguinalis. Pada saat bedah dapat terjadi
komplikasi sebagai berikut, cedera ke vas deferens saat operasi ingunal, 2% pasca
operasi dapat terjadi luka, hemoragik pasca operasi, cedera langsung ke pembuluh
spermatika. Dapat dilakukan :
1. Kompresi pada peredaran darah testis
2. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis.
3. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi

24

BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reproduksi adalah salah satu cara yang dilakukan oleh manusia untuk
mempunyai keturunan. Untuk bereproduksi kita membutuhkan organ reproduksi
yang secara garis besar dapat dibagi atas dua yaitu alat reproduksi pria dan alat
reproduksi wanita. Organ reproduksi pada pria terdiri dari dua bagian yaitu organ
reproduksi bagian luar, dan organ reproduksi bagian dalam. Bagian luar terdiri
dari Penis, Buah Zakar, dan Skrotum (Kantung Pelir). Sedangkan bagian dalam
terdiri dari testis, tubullus seminiferus dan saluran reproduksi.
Namun, dapat pula kita temui pria yang mengalami kelainan perkembangan
organ reproduksi mereka, baik akibat dari kekurangan hormone ataupun akibat
dari kelainan pada saat embrio. Dimana kelainan itu dapat berupa mikropenis,
makropenis, hispospadia, dll. Untuk itu dibutuhkan pengobatan yang tepat sesuai
dengan kelainan yang dialami.

3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi karya tulis
ilmiah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga
karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Edisi 6. Jakarta: EGC.


2. Putz, Reinhard, dkk. 2006. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia Edisi 22. Jakarta :
EGC.
3. Wali, Abdullah Nasution. 2015. Bahan Perkuliahan: Reproduksi dan
Andrologi. Padang: Univ. Baiturrahmah.
4. Guyton, A.C and J. E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Edisi 9. Jakarta: EGC.
5. Heffner, Linda J dan Danny J. 2006. At a Glance SISTEM REPRODUKSI
Edisi 2. Jakarta : Erlangga.
6. Ganong W. F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
7. Putra,Rodi. 2013. Kelainan Organ Reproduksi Pria. [serial online].
http://rodi10.blogspot.co.id/2013/06/makalah-biologi-organreproduksi-manusia_238.html [30 Januari 2016]

26

27

Anda mungkin juga menyukai

  • CHF Ec CAD, HHD
    CHF Ec CAD, HHD
    Dokumen45 halaman
    CHF Ec CAD, HHD
    southernbear88zen
    67% (3)
  • HPP Fitri
    HPP Fitri
    Dokumen71 halaman
    HPP Fitri
    Putri Dwi Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • MARS3
    MARS3
    Dokumen20 halaman
    MARS3
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Demam Berdarah
    Laporan Kasus Demam Berdarah
    Dokumen41 halaman
    Laporan Kasus Demam Berdarah
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Demam Berdarah
    Laporan Kasus Demam Berdarah
    Dokumen31 halaman
    Laporan Kasus Demam Berdarah
    putrarambe
    100% (1)
  • SKD 1 - Orthopaedi - Osteosarkoma
    SKD 1 - Orthopaedi - Osteosarkoma
    Dokumen24 halaman
    SKD 1 - Orthopaedi - Osteosarkoma
    Nadya Win Apriliani
    Belum ada peringkat
  • HPP Fitri
    HPP Fitri
    Dokumen71 halaman
    HPP Fitri
    Putri Dwi Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • 11 Osteosarcoma
    11 Osteosarcoma
    Dokumen17 halaman
    11 Osteosarcoma
    Aqiemz Ne
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen7 halaman
    Kata Pengantar
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Tumor Otak
    Tumor Otak
    Dokumen26 halaman
    Tumor Otak
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Kti Sex
    Kti Sex
    Dokumen27 halaman
    Kti Sex
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Tumor Otak
    Tumor Otak
    Dokumen26 halaman
    Tumor Otak
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen33 halaman
    Bab 2
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen33 halaman
    Bab 2
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Cover Case Ipd
    Cover Case Ipd
    Dokumen1 halaman
    Cover Case Ipd
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Case Interne
    Case Interne
    Dokumen51 halaman
    Case Interne
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Definisi
    Definisi
    Dokumen5 halaman
    Definisi
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Ischial Gia
    Ischial Gia
    Dokumen61 halaman
    Ischial Gia
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen7 halaman
    Kata Pengantar
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Kti Sex
    Kti Sex
    Dokumen27 halaman
    Kti Sex
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • MARS3
    MARS3
    Dokumen20 halaman
    MARS3
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Tutor XV - Obgyn Trigger 2 Word
    Tutor XV - Obgyn Trigger 2 Word
    Dokumen12 halaman
    Tutor XV - Obgyn Trigger 2 Word
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Tutorial 15 Trigger 1 THT
    Tutorial 15 Trigger 1 THT
    Dokumen11 halaman
    Tutorial 15 Trigger 1 THT
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Tutorial 15 Trigger 1 THT
    Tutorial 15 Trigger 1 THT
    Dokumen11 halaman
    Tutorial 15 Trigger 1 THT
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Tutor 9 Modul THT Trigger 1
    Tutor 9 Modul THT Trigger 1
    Dokumen8 halaman
    Tutor 9 Modul THT Trigger 1
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat
  • Pneumo Thora CJ
    Pneumo Thora CJ
    Dokumen8 halaman
    Pneumo Thora CJ
    Padang Falconry
    Belum ada peringkat