Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Demam dengue / Demam DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue


Hemorrahagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan / syok.1
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flaviviridae
merupakan virus dengan diameter 30mm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang
banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data di dunia menunjukkan
Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara.2

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang dapat


menimbulkan berbagai komplikasi, misalnya stroke, gagal ginjal, dan hipertrofi
ventrikel kanan.1 American Society of Hypertension (ASH) mendefinisikan
hipertensi sebagai suatu sindrom kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat
dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. Kenaikan kasus
hipertensi terutama di negara berkembang diperkirakan sekitar 80% pada tahun
2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita
hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Di Indonesia banyaknya
penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan
hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya
tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk
menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor
risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial.2
Hipertensi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau
esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat
disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan
anak ginjal, dll. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara
tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan komplikasi.3

1.2

Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


a. Untuk memenuhi tugas Kepanitraan Klinik Departemen Penyakit
Dalam RSUD Solok.
b. Sebagai Sumber pengetahuan terkait dengan kasus DBD dan
Hipertensi

1.3

Manfaat
a. Bagi penulis
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori tentang dbd dan hipertensi
terhadap kasus yang ada.
b. Bagi institut pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang ada kaitanya dengan pelayanan kesehatan, khususnya terkait DBD
dan hipertensi.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1

DEMAM BERDARAH DENGUE

2.1.1 Definisi

DHF

atau

Dengue

Haemorraghic

Fever

adalah

penyakit

trombositopenia infeksius akut yang parah, dan sering bersifat fatal,


disebabkan oleh infeksi virus dengue. Pada DHF terjadi hemokonsentrasi
atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis dan pada
kondisi yang parah dapat timbul kehilangan protein yang masif (Dengue
Shock

Syndrome),

yang

dipikirkan

sebagai

suatu

proses

imunopatologik.4
2.1.2 Epidemiologi
Menurut WHO, dengue adalah penyakit virus yang yang paling
umum ditularkan oleh nyamuk ke manusia, yang dalam beberapa tahun
terakhir

telah

menjadi

masalah

kesehatan

utama

masyarakat

internasional. Secara global, 2.5 miliar orang tinggal di daerah di mana


virus dengue dapat ditransmisikan. Penyebaran geografis antara vektor
nyamuk dan virus telah menyebabkan epidemi demam berdarah secara
global dan kedaruratan demam berdarah dengue dalam 25 tahun terakhir
dengan perkembangan hiperendemisitas di pusat-pusat perkotaan daerah
tropis.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik
barat dan karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran
di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di indonesia antara 6 hingga
15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah meningkat
tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2 % pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk
genus Aedes

(terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus).

Peningkatan kasus setiap

tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina


yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus
dengue yaitu:

1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan


vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.1.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan
oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus,
keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4 x 106 .
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue
atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus
lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile
virus.5
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Studi Pustaka : Semua bahan diambil dari buku buku dan atau jurnal.

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
1) Laptop
3.2.2 Bahan
1) Buku
2) E-jurnal
3) Bahan perkuliahan

3.3

Defenisi Operasional
1) Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu
pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari
sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman.
2) e-jurnal adalah terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk
elektronik.
3) Bahan perkuliahan adalah materi yang diberikan oleh dosen kepada
mahasiswa.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Mikropenis
Mikropenis adalah suatu kelainan pada pria berupa pertumbuhan penis lebih

kecil daripada yang seharusnya. Seorang pria dikatakan memiliki mikropenis


apabila panjang penisnya kurang dari 2,5 standar deviasi rata-rata ukuran penis
pria normal pada usia tertentu.
Acuan ukuran yang dapat dipakai adalah apabila ukuran penis kurang dari 2
cm saat kelahiran, 2,5 cm saat berusia satu tahun, 4 cm pada masa pubertas, dan
10 cm di akhir masa pubertas atau saat dewasa.

4.1.1 Penyebab
Hal ini dapat disebabkan karena faktor hormonal sejak seorang anak masih
dikandung, salah satunya adalah kekurangan hormon androgen pada kehamilan
dini.

4.1.2 Pengobatan
Untuk pengobatan mikropenis, dapat ditempuh terapi hormon sejak dini,
bahkan

sejak

bayi

menggunakan

intramuskular

testoteron

atau

gel
7

dihidrotestoteron topikal. Terapi yang dilakukan sebaiknya sebelum masa pubertas


atau sebelum berusia 14 tahun. Terapi diberikan 4 kali setiap 3-4 minggu dengan
total sebanyak 4 suntikan. Terapi ini memiliki beberapa efek samping seperi
seringnya terjadi ereksi, memacu penutupan lempeng tulang, dan memacu
pubertas apabila terapi diberikan secara berlebihan. Apabila terapi hormon tidak
berhasil dilakukan, pengobatan yang dapat ditempuh adalah bedah orchiopexy.[4]
Bedah ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor fisiologis, teknis,
dan risiko apabila operasi diadakan terlalu dini. Secara fisiologis, waktu yang
tempat untuk melakukan operasi ini adalah saat kelahiran hingga usia 6 bulan.
Usia 6-12 bulan, bayi mulai memiliki kesadaran diri dan kewaspadaan akan
dipisahkan dengan ibunya. Kewaspadaan ini akan meningkat pada usia 1-3 tahun
sehingga apabila anak pada usia tersebut dioperasi maka harus didampingin
ibunya. Pada usia 3-6 tahun, akan lebih mudah untuk melakukan operasi namun di
atas usia 6 tahun, mereka mulai cemas dengan operasi kelamin yang akan dijalani.
Secara teknis, orchiopexy dapat dilakukan oleh ahli pediatrik dengan bantuan bius
yang baik.

Gambar 4.1 Mikropenis

4.2

Makropenis
Makropenis adalah suatu kelainan pada organ reproduksi pria dimana

ukuran penis diatas ukuran rata-rata, yang ditunjukkan dengan pengukuran


standar.

4.3

Hipospadia
Hipospadia adalah salah satu keabnormalan pada saluran kemih atau uretra

dan penis.
Dalam kondisi normal, lubang uretra terletak di ujung penis untuk
mengeluarkan urine. Tetapi pada pengidap hipospadia, lubang uretra justru berada
di bagian bawah penis.
Hipospadia termasuk kelainan bawaan yang umumnya diderita sejak lahir.
Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pada proses buang air kecil serta ereksi.

4.3.1 Gejala-gejala Hipospadia


Kondisi hipospadia yang dialami tiap penderita berbeda-beda. Tingkat
keparahannya tergantung kepada lokasi lubang uretra pada penis.
Pada umumnya, lubang uretra pada pengidap hipospadia terletak di dekat
ujung penis. Tetapi ada juga pengidap dengan lubang uretra yang terletak di
bagian tengah atau pangkal penis. Posisi kedua inilah yang disebut hipospadia
yang parah.
Di luar letak lubang uretra, gejala-gejala hipospadia lainnya cenderung
terlihat mirip. Di antaranya adalah:

1) Kulup yang terlihat menaungi ujung penis. Ini terjadi


karena kulup tidak berkembang di bagian bawah penis.
2) Penis yang melengkung ke bawah akibat terjadinya
pengencangan jaringan di bawah penis.
3) Percikan abnormal yang terjadi saat buang air kecil.
4.3.2 Penyebab dan Faktor Risiko Hipospadia
Hipospadia adalah kelainan yang terjadi sejak lahir. Sama seperti cacat lahir
pada umumnya, penyebab perkembangan abnormal pada penis ini belum
diketahui secara pasti.
Pembentukan penis selama bayi berada dalam rahim tergantung kepada
hormon, seperti testosteron. Para pakar memperkirakan bahwa keabnormalan pada
hipospadia kemungkinan disebabkan oleh keefektifan hormon yang terhambat.
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat memicu hipospadia. Salah
satunya adalah pengaruh keturunan. Hipospadia memang bukan penyakit
keturunan, tapi kondisi ini terkadang dapat terjadi pada bayi yang memiliki
anggota keluarga dengan kondisi yang sama.

Di samping keturunan, faktor-faktor pemicu lain diperkirakan juga bisa


berdampak kepada perkembangan janin pada masa kehamilan. Misalnya pengaruh
usia ibu yang di atas 40 tahun saat hamil dan pajanan rokok atau senyawa kimiawi
selama kehamilan, terutama pestisida.

10

4.3.3 Diagnosis dan Penanganan Hipospadia


Bayi yang mengidap hipospadia umumnya dapat didiagnosis tidak lama
setelah dilahirkan. Diagnosis ini bisa dilakukan melalui pemeriksaan fisik pada
penis dan tidak membutuhkan tes-tes lain.
Namun hipospadia yang parah membutuhkan pemeriksaan lebih mendetail
untuk memastikan ada atau tidaknya keabnormalan pada alat kelamin pengidap.
Karena itu, dokter akan menganjurkan pengidap untuk menjalani tes kromosom
dan proses pemindaian area genital.
Meski positif didiagnosis hipospadia, bayi atau anak Anda belum tentu
membutuhkan penanganan medis. Hal ini tergantung pada tingkat keparahan
hipospadia yang dialami.
Jika lubang uretra terletak sangat dekat dari lokasi yang seharusnya dan
bentuk penis tidak melengkung, penanganan medis khusus kemungkinan tidak
diperlukan. Tetapi jika lubang uretra berada jauh dari lokasi yang seharusnya,
operasi pemindahan uretra perlu dilakukan.
Langkah operasi ini bisa dijalani kapan saja, tapi masa idealnya adalah saat
anak berusia empat bulan hingga 1,5 tahun. Dalam prosedur ini, dokter bedah
akan merekonstruksi saluran kemih pada lokasi yang seharusnya. Begitu juga
dengan bentuk penis yang melengkung ke bawah karena pertumbuhan kulup yang
tidak normal.
Perlu diingat bahwa jaringan dari kulup biasanya diperlukan dalam operasi
ini. Karena itu, hindari proses sunat sebelum prosedur rekonstruksi ini dilakukan.

11

Gambar 4.2 Hispospadia

4.4

Epispadia
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang

uretra terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi
terbuka.
Terdapat 3 jenis epispadia:
1) Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis
2) Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis
3) Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding
perut.
4.4.2 Gejala Epispadia
1) Lubang uretra terdapat di punggung penis
2) Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis.
12

4.4.3 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menilai beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan berikut:
1) Radiologis (IVP)
2) USG sistem kemih-kelamin

Gambar 4.3 Epispadia

4.5

Kriptokhismus
Kriptorkismus adalah testis yang tidak turun, sebuah kondisi di mana salah

satu atau kedua testis gagal untuk bergerak dari perut, di mana mereka
dikembangkan sebelum kelahiran, ke dalam skrotum.
4.5.1 Etiologi
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan
adalah :
1) Abnormalitas gubernakulum testis

13

Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang


besar akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta
fiksasi pada skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum.
Ketika tesis telah berada di kantong skrotum gubernakulum akan
diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila struktur ini tidak terbentuk atau
terbentuk abnormal akan menyebabkan maldesensus testis.

2) Defek intrinsik testis


Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini
membuat testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini
merupakan penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga
untuk menerangkan mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral
menjadi steril ketika diberikan terapi definitif pada umur yang optimum.
Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir,
tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan
jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.

14

3) Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin


Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus
inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi
prematur ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar
rendah sampai 2 minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit
diterapkan pada kriptorkismus unilateral.
Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak
adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat
dari imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisistestis. Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak
terjadi pada mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
4.5.2 Faktor Resiko
Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat
mendeteksi faktor resikonya. Antara lain :
1) BBLR (kurang 2500 mg)
2) Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
3) Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)

4) Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)


5) Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
6) Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT
4.5.3 Patogenesis

15

Skrotum adalah regulator suhu yang efektif untuk testis, dimana suhu
dipertahankan sekitat 1 derajat Celsius (1,8 derajat Fahrenheit) lebih dingin
dibanding core body temperature. Sel spermatogenesis sangat sensitif terhadap
temperatur badan. Mininberg, Rodger dan Bedford (1982) mempelajari
ultrastruktur kriptorkismus dan mendapatkan perubahan pada kurun satu tahun
kehidupan. Pada umur 4 tahun didapatkan deposit kolagen masif. Kesimpulan
mereka adalah testis harus di skrotum pada umur 1 tahun.
Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan
dimana epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk 2 tahun
pertama kehidupan. Sementara umur 4 tahun terdapat penurunan spermatogonia
sekitar 75 % sehingga menjadi subfertil / infertil.
Setelah umur 6 tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus
seminiferus mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis
di antara tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis
berukuran normal, tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik
sehingga pasien menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh
suhu tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus.
Sehingga impotensi karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus
Penelitian dengan biopsi jaringan testis yang mengalami kriptorkismus
menunjukkan tidak terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi
maligna tidak dapat disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami
UDT.

4.5.4 Klasifikasi
Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasar etiopatogenesis dan lokasi.
a)Berdasar etiopatogenesis kriptorkismus dapat dibagi menjadi :

16

Mekanik/anatomik : akibat perlekatan, kelainan kanalis inguinalis


1. Endokrin/hormonal: kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis
2. Disgenesis : kelainan interseks multipel
3. Herediter/genetik
b) Berdasarkan lokasi :
1. Skrotum tinggi (supraskrotal)

: 40%

2. Intrakanalikuli (inguinal)

: 20 %

3. Intraabdominal (abdomen)

: 10 %

4. Terobstruksi

: 30%

Ada juga yang membagi lokasi sebagai berikut :


1. Intraabdominal
2. Inguinal
3. Preskrotal
4. Skrotal
5. Retrakti

17

Gambar 4.4 Kriptokhismus


4.6

Pseudohermafroditisme
Merupakan suatu kelainan dimana individu yang memiliki testis namun juga

memiliki genitalia eksterna dan atau interna dengan fenotipe wanita (berkelamin
ganda).

4.6.1 Penyebab
Hal yang dapat menyebabkan pseudohermaffroditisme, yaitu :
1) Lingkungan hormonal janin yang tidak sesuai
2) Defek biokimia pada aktivitas androgen atau kandungan kromosom seks
yang abnormal

4.7

Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan

parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara
produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

4.7.1 Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran
cairan peritoneum ke prosesus

vaginalis

atau belum sempurnanya

sistem

limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada bayi

18

laki-laki hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28
minggu, testis turun dari rongga perut bayi ke dalam skrotum, dimana setiap
testis ada kantong

yang

mengikutinya

sehingga

terisi

cairan

yang

mengelilingi testis tersebut.


Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada
testis

atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau

reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu
tumor, infeksi, atau trauma pada testis atau epididimis. Kemudian hal ini dapat
menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis,

maupun obstruksi

aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.

4.7.2 Klasifikasi
Berdasarkan kapan terjadinya, yaitu :
1. Hidrokel primer
Hidrokel

primer terlihat

pada anak akibat

kegagalan penutupan

prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum


peritoneum embrionik

yang

melintasi

kanalis

inguinalis

dan

membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan


terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan
dalam tunika akan diabsorpsi.
2. Hidrokel sekunder
Pada

orang

dewasa,

hidrokel

sekunder

cenderung

berkembang

lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi


aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau
epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses
neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan

19

terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar


dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Menurut letak kantong hidrokel dari testis, yaitu :
1. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah cranial dari
testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar
kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap
sepanjang hari.

3. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu
bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel
terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen.
Menurut onset :
1. Hidrokel akut

20

Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri.


Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit
dan sel polimorf.
2. Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan
dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.

4.7.3 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utama pasien adalah adanya benjolan di
kantong skortum yang tidak nyeri. Biasanya pasien mengeluh benjolan
yang berat dan besar di daerah skortum. Benjolan atau massa kistik
yang lunak dan kecil pada pagi hari dan membesar serta tegang pada
malam hari. Tergantung pada jenis dari hidrokel

biasanya benjolan

tersebut berubah ukuran atau volume sesuai waktu tertentu.


Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya kantong hidrokel
tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan, kantong
hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yang bertambah besar pada saat
anak menangis. Pada riwayat penyakit dahulu, hidrokel testis biasa
disebabkan oleh penyakit seperti infeksi atau riwayat trauma pada testis.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi Skrotum akan tampak lebih besar dari yang lain. Palpasi
pada skrotum yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal
atau

lunak tergantung pada tegangan di dalam hidrokel, permukaan

biasanya halus. Palpasi hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah

21

cairan minimum, testis relative mudah diraba. Sedangkan bila cairan


minimum, testis relatif mudah diraba. Juga penting dilakukan palpasi
korda spermatikus di atas insersi tunika vaginalis. Pembengkakan
kistik karena hernia atau hidrokel serta padat karena tumor.
Normalnya korda spermatikus tidak terdapat
membedakannya

dengan

hernia

skrotalis

penonjolan,
yang

yang

kadang-kadang

transiluminasinya juga positif. Pada Auskultasi dilakukan untuk


mengetahui adanya bising usus untuk menyingkirkan adanya hernia.
Langkah diagnostik yang paling penting adalah transiluminasi massa
hidrokel dengan cahaya di dalam ruang gelap. Sumber cahaya
diletakkan pada sisi pembesaran skrotum.Struktur vaskuler, tumor,
darah, hernia, penebalan tunika vaginalis dan testis normal tidak dapat
ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan
rongga yang mengandung cairan serosa,

seperti hidrokel.

Hidrokel

berisi cairan jernih, straw-colored dan mentransiluminasi (meneruskan)


berkas cahaya.
Hidrokel biasanya menutupi seluruh bagian dari testis.Jika hidrokel
muncul antar 18 35 tahun harus dilakukan aspirasi. Massa kistik yang
terpisah dan berada di pool atas testis dicurigai spermatokel. Pada
aspirasi akan didapatkan cairan kuning dari massa skortum. Berbeda
dengan spermatokel, akan didapatkan cairan berwarna putih, opalescent
dan mengandung spermatozoa.
c. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum
dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel atau
spermatokel), vena abnormal (varikokel), dan kemungkinan adanya
tumor.

22

4.7.3 Diagnosis Banding


Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang
hampir sama dengan hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu
diagnosis banding hidrokel adalah :
1. Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran
darah balik vena spermatika interna.
2. Torsio Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi
gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan aliran
darah daripada testis.
3. Spermatokel
Adalah benjolan kistik yang berasal dari epididimis dan berisi sperma.

4.7.4 Terapi
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan
jika penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika
hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis.
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh

23

sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan
untuk dilakukan koreksi.
Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan
sebuah jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan
besar hidrokel akan berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi,
bisa disuntikkan zat sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea untuk
menyumbat/menutup lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan
tertimbun kembali. Hidrokel yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus
diatasi dengan pembedahan sesegera mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya
ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus
vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap
ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
1. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa
dilakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).

4.7.5 Komplikasi
Hidrokel dapat mempengaruhi pasokan darah testis. Jika pasokan darah
testis kurang maka akan terjadi Iskemia yang dapat menyebabkan penurunan
kesuburan. Perdarahan ke dalam hidrokel dapat menyebabkan trauma testis.
Hidrokel menetap atau berhubungan dengan rongga peritoneum dapat
menyebabkan terjadinya Hernia Inguinalis. Pada saat bedah dapat terjadi
24

komplikasi sebagai berikut, cedera ke vas deferens saat operasi ingunal, 2% pasca
operasi dapat terjadi luka, hemoragik pasca operasi, cedera langsung ke pembuluh
spermatika. Dapat dilakukan :
1. Kompresi pada peredaran darah testis
2. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis.
3. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi

BAB V
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

25

Reproduksi adalah salah satu cara yang dilakukan oleh manusia untuk
mempunyai keturunan. Untuk bereproduksi kita membutuhkan organ reproduksi
yang secara garis besar dapat dibagi atas dua yaitu alat reproduksi pria dan alat
reproduksi wanita. Organ reproduksi pada pria terdiri dari dua bagian yaitu organ
reproduksi bagian luar, dan organ reproduksi bagian dalam. Bagian luar terdiri
dari Penis, Buah Zakar, dan Skrotum (Kantung Pelir). Sedangkan bagian dalam
terdiri dari testis, tubullus seminiferus dan saluran reproduksi.
Namun, dapat pula kita temui pria yang mengalami kelainan perkembangan
organ reproduksi mereka, baik akibat dari kekurangan hormone ataupun akibat
dari kelainan pada saat embrio. Dimana kelainan itu dapat berupa mikropenis,
makropenis, hispospadia, dll. Untuk itu dibutuhkan pengobatan yang tepat sesuai
dengan kelainan yang dialami.

3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi karya tulis
ilmiah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga
karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Edisi 6. Jakarta: EGC.


2. Putz, Reinhard, dkk. 2006. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia Edisi 22.
Jakarta :

EGC.

3. Wali, Abdullah Nasution. 2015. Bahan Perkuliahan: Reproduksi dan


Andrologi. Padang: Univ. Baiturrahmah.
4. Guyton, A.C and J. E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Edisi 9. Jakarta:
EGC.
5. Heffner, Linda J dan Danny J. 2006. At a Glance SISTEM REPRODUKSI
Edisi 2. Jakarta : Erlangga.
6. Ganong W. F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
7. Putra,Rodi. 2013. Kelainan Organ Reproduksi Pria. [serial online].
http://rodi10.blogspot.co.id/2013/06/makalah-biologi-organreproduksi-manusia_238.html [30 Januari 2016]

27

Anda mungkin juga menyukai