Anda di halaman 1dari 8

A.

Teori
Menurut Muhammad Surya, teori merupakan suatu perangkat prinsip prinsip
terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan.
Karakteristik suatu teori ialah :
1. Memberikan kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi, dan dapat
dijadikan sebagai dasar untuk penelitian
2. Memiliki prinsip-prinsip yang dapat diuji.
Teori merupakan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan konsep-konsep itu
sendiri merupakan hubungan dari kata-kata yang menjelaskan suatu persoalan atau
kenyataan. Kata-kata merupakan simbol berupa bunyi dan aksara ketika kita
merujuk pada suatu benda ataurealitas yang ada di dunia. Sedangkan konsep
merupakan suatu penjelasan yang lebih luaskarena mengubungkan keterkaitan
antara dua atau lebih dari keberadaan benda atau gejala (peristiwa). Karenanya,
teori merujuk pada suatu hubungan antara konsep-konsep yang lebih bisa
menjelaskan peristiwa atau suatu proses tertentu dari kehidupan ini.
Jadi teori sebenarnya adalah sebuah alat untuk membantu menjelaskan suatu. Ia
merupakan penyederhanaan dari gejala-gejala kehidupan supaya mudah kita
pahami dan kita jelaskan. Teori akan membantu kita memahami suatu gejala dan
membedakan diri dengan penjelasanyang lain. Meskipun demikian perbedaan
antara dua teori atau lebih yang berbeda tidak menutup kemungkinan ada suatu hal
yang beririsan. Dan suatu teori yang baik diharapkan menghilangkan irisan-irisan
itu sekecil mungkin, untuk memberikan pembedaan antara seperangkat penjelasan
dengan lainnya yang memiliki karakternya masing-masing.
Salah satu contoh teori dalam psikologi pendidikan adalah teori koneksi antara
Stimulus-Respon yang dikemukanan Edward Lee Thorndike, seorang tokoh

psikologi

yang

pemikirannya

memberikan

pengaruh

besar

terhadap

berlangsungnya proses pembelajaran. Menurutnya, dasar belajar adalah asosiasi


antara stimulus (S) dengan respons (R). Stimulus akan memberi kesan
kepada panca indra, sedangkan respons akan mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan. Asosiasi seperti itu disebut Connection. Prinsip itulah yang
kemudian disebut sebagai teori Connectionism. Pendidikan yang dilakukan
Thorndike adalah menghadapkan subjek pada situasi yangmengandung problem.
Model

eksperimen

yang

ditempuhnya

sangat

sederhana, yaitu

dengan

menggunakan kucing sebagai objek penelitiannya. Kucing dalam keadaan


lapar dimasukkanke dalam kandang yang dibuat sedemikian rupa, dengan model
pintu yang dihubungkan dengan tali. Pintu tersebut akan terbuka jika tali
tersentuh/tertarik. Di luar kandang diletakkan makanan untuk merangsang kucing
agar bergerak ke-luar. Pada awalnya, reaksi kucing menunjukkan sikap yang tidak
terarah, seperti meloncat yang tidak menentu, hingga akhirnya suatu saat gerakan
kucing menyentuh tali yang menyebabkan pintu terbuka.Setelah percobaan itu
diulang-ulang, ternyata tingkah laku kucing untuk keluar dari kandang menjadi
semakin efisien. Itu berarti, kucing dapat memilih atau menyeleksi antara respons
yang berguna dan yang tidak. Respons yang berhasil untuk membuka pintu, yaitu
menyentuh tali akan dibuat pembiasaan, sedangkan respons lainnya dilupakan.
Eksperimen itumenunjukkan adanya hubungan kuat antara stimulus dan respons.
Thorndike merumuskan hasil eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar (Suwardi,
2005: 34-36):
1. Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini memberikan keterangan mengenai kesiapan seseorang merespons
(menerima atau menolak) terhadap suatu stimulus.

Pertama, bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, pelaksanaannya
akan memberi kepuasan baginya sehingga tidak akan melakukan tingkah laku lain.
Contoh, peserta didik yang sudah benar-benar siap menempuh ujian, dia akan puas
bila ujian itu benar-benar dilaksanakan.
Kedua, bila seseorang siap melakukan suatu tingkah laku tetapi tidak
dilaksanakan, makaakan timbul kekecewaan. Akibatnya, ia akan melakukan
tingkah laku lain untukmengurangi kekecewaan. Contoh peserta didik yang sudah
belajar tekun untuk ujian, tetapiujian dibatalkan, ia cenderung melakukan hal lain
(misalnya: berbuat gaduh, protes) untuk melampiaskan kekecewaannya.
Ketiga, bila seseorang belum siap melakukan suatu perbuatan tetapi dia harus
melakukannya,maka ia akan merasa tidak puas. Akibatnya, orang tersebut akan
melakukan tingkah laku lainuntuk menghalangi terlaksananya tingkah laku
tersebut. Contoh, peserta didik tiba-tiba diberites tanpa diberi tahu lebih dahulu,
mereka pun akan bertingkah untuk menggagalkan tes.
Keempat, bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tetap
tidakmelakukannya, maka ia akan puas. Contoh, peserta didik akan merasa lega
bila ulanganditunda, karena dia belum belajar.
2. Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu hukum penggunaan (the law of use),
dan hukum bukan penggunaan (the law of disuse). Hukum penggunaan
menyatakan bahwa dengan latihan berulang-ulang, hubungan stimulus dan respons
akan makin kuat. Sedangkan hukum bukan penggunaan menyatakan bahwa
hubungan antara stimulus dan respons akan semakin melemah jika latihan
dihentikan. Contoh: Bila peserta didik dalam belajar bahasa Inggris selalu
menghafal perbendaharaan kata, maka saat ada stimulus berupa pertanyaan apa
bahasa Inggrisnya kata yang berbahasa Indonesia. maka peserta didik langsung

bisa merespons pertanyaan itu dengan mengingat atau mencari kata yang benar.
Sebaliknya, jika tidak pernah menghafal atau mencari, ia tidak akan memberikan
respons dengan benar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prinsip utama
belajar adalah pengulangan. Makin sering suatu pelajaran diulang, akan semakin
banyak yang dikuasainya. Sebaliknya, semakin tidak pernah diulang, pelajaran
semakin sulit untuk dikuasai.
3. Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hubungan stimulus-respons akan semakin kuat, jika akibat yang ditimbulkan
memuaskan. Sebaliknya, hubungan itu akan semakin lemah, jika yang dihasilkan
tidak memuaskan. Maksudnya, suatu perbuatan yang diikuti dengan akibat yang
menyenangkan

akan

cenderung

untuk

diulang.

Tetapi

jika

akibatnya

tidak menyenangkan, akan cenderung ditinggalkan atau dihentikan. Hubungan ini


erat kaitannya dengan pemberian hadiah (reward) dan sanksi (punishment).
Contoh: Peserta didik yang biasa menyontek lalu dibiarkan saja atau justru diberi
nilai baik, anak didik itu akan cenderung mengulangnya, sebab ia merasa
diuntungkan dengan kondisi seperti itu. Tetapi, bila ia ditegur atau dipindahkan
sehingga temannya tahu kalau ia menyontek, ia akan merasa malu (merasa tidak
diuntungkan oleh kondisi). Pada kesempatan lain, ia akan berusaha untuk tidak
mengulangi perbuatan itu, sebab ia merasakan ada hal yang tidak menyenangkan
baginya.

B. Sistem
Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan
dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Sistem memiliki karakteristik sebagai
berikut: pertama, setiap sistem pasti memiliki suatu tujuan; kedua, sistem selalu
mengandung suatu proses.

Sistem bukan hanya merupakan cara, tetapi ia mencakup keterlibatan seluruh


komponen-komponen pembentuknya, yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
Suatu sistem memiliki ukuran dan batas relatif. Dapat terjadi suatu sistem tertentu
pada dasarnya merupakan subsistem dari suatu sistem yang lebih luas.
Istilah sistem meliputi spektrum konsep yang sangat luas. Sebagai misal,seorang
manusia, organisasi, mobil, susunan tata surya merupakan ssistem, danmasih
banyak lagi. Semua contoh tersebut memiliki batasan sendiri-sendiri yangsatu
sama yang lain berbeda. Maka dari itu Sistem adalah suatu kesatuan unsur-unsur
yang saling berinteraksi secara fungsional yang memperoleh masukan menjadi
keluaran
Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri dari sejumlah komponen atau bagianyang
saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.Pembelajaran
dikatakan sebagai sebuah sistem dikarenakan didalamnyamengandung komponen
yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang telahditerapkan
Pembelajaran yang dilaksanakan seorang pendidik, pada dasarnya adalah sebuah
sistem, karena pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bertujuan, yaitu kegiatan
untuk membelajarkan peserta didik. Proses pembelajaran merupakan rangkaian
kegiatan yang melibatkan berbagai berbagai komponen.Halini perlu dipahami,
karena melalui pemahaman terhadap sistem pembelajaran, minimal guru akan
memahami tentang tujuan pembelajaran atau hasil yang diharapkan, proses
kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan, pemanfaatn setiap kmponen dalam
proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana
mengetahui keberhasilan pencapaian tersebut.
Pemahaman terhadap sistem juga bermanfaat untuk merancang atau merencanakan
sustu proses pembelajaran. Perencanaan sendiri adalah merupakan proses dan cara
berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan (Ely (1979)

dalam Sanjaya (2008). Proses perencanaan pembelajaran yang sistematis memiliki


beberapa keuntungan antara lain :

Melalui sistem perencanaan yang matang guru akan terhindar dari


keberhasilan secara untung-untungan.

Melalui

sistem

perencanaan

yang

sistematis,

setiap

guru

dapat

menggambarkan berbagai hambatan yang mungkin akan dihadapi sehingga


dapat menentukan berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.

Melalui sistem perencanaan, guru dapat menentukan berbagai langkah


dalam memanfaatkan berbagai sumber dan fasilitas yang ada untuk
tercapai.

C. Model
Model adalah pola (contoh, acuan dan ragam) dari sesuatu yang akan dibuat .
Model didefinisikan juga sebagai rencana, representasi, atau deskripsi yang
menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa
penyederhanaan atau idealisasi.
Dalam pemodelan, model akan dirancang sebagai suatu penggambaran operasi
dari suatu sistem nyata secara ideal dengan tujuan untuk menjelaskan atau
menunjukkan hubungan-hubungan penting yang terkait.
Prinsip-prinsip dasar pengembangan model adalah sebagai berikut :
1. Elaborasi : model dimulai dari yang sederhana sampai didapatkan model
yang representative.
2. Analogi : pengembangan menggunakan prisip-prinsip dan teori yang sudah
dikenal luas.
3. Dinamis : pengembangannya ada kemungkinan untuk bisa diulang.

Dalam psikologi pendidikan, model selalu berkaitan dengan pendekatan yang


digunakan dalam proses pembelajaran. Diantara sekian model pembelajaran yang
ada, salah satu contoh model pembelajaran adalah model modifikasi tingkah laku
(behavioral).
Model behavioral menekankan pada perubahan perilaku yang tampak dari
peserta didik sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Sebagai bagian dari teori
stimulus-respon. Model behaviorial menekankan bahwa tugas-tugas harus
diberikan dalam suatu rangkaian yang kecil, berurutan dan mengandung perilaku
tertentu. Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristik, yaitu bertujuan
mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan
membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement).
Model ini lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan
perlilaku yang tidak dapat diamanti karakteristik model ini adalah penjabaran
tugas-tugas yang harus dipelajari peserta didik lebih efisien dan berurutan.
Implementasi dari model modifikasi tingkah laku ini adalah meningkatkan
ketelitian pengucapan pada anak. Guru harus selalu perhatian terhadap tingkah
laku belajar peserta didik. Modifikasi tingkah laku anak yang kemampuan
belajarnya rendah dengan reward, sebagai reinforcement pendukung.
Penerapan modifikasi tingkah laku secara sederhana dapat dilihat pada
modifikasi perilaku yang dikemukakan Skinner dengan penguatan yang diberikan
kepada murid. (Penguatan positif)

REFERENSI:
Syah, Muhibbin, 2008, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet-13.
Bandung: Rosdakarya
Surya, Muhammad, 2004, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung
:Pustaka Bani Quraisy
Santrock, J. W., 2008, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana
Makmun, Abin Syamsuddin, 2003, Psikologi Pendidikan, Bandung : Remaja
Rosda Karya
Uno, Hamzah B., 2008, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai